Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PERSAMAAN SCHRÖDINGER
Dalam bab 4 kita sudah membahas tiga postulat penting dalam fisika ku-
antum, yaitu postulat tentang pendeskripsian keadaan sistem, postulat ten-
tang pendeskripsian besaran fisika, dan postulat tentang pengukuran be-
serta aspek-aspeknya. Ada satu lagi postulat penting dalam fisika kuantum
yang harus kita pahami, yaitu postulat tentang perubahan keadaan sistem
terhadap waktu.
Selain digunakan untuk mengetahui bagaimana keadaan sistem ber-
ubah terhadap waktu, postulat tersebut juga digunakan untuk mendapat-
kan fungsi gelombang. Sebagaimana disinggung di Bab 4, fungsi gelom-
bang tidak dapat dibangun hanya dengan menggunakan hipotesis de Brog-
lie semata. Untuk mendapatkan fungsi gelombang, Edwin Schrödinger, pa-
da tahun 1926, telah berhasil merumuskan caranya. Sebagai penghormatan
atas karya besarnya itu, formula yang dirumuskan Schrödinger tersebut di-
namai Persamaan Schrödinger.
Dalam bab ini kita akan membahas persamaan Schrödinger tersebut
dan menerapkannya pada kasus-kasus sederhana. Melalui contoh-contoh
penerapan pada kasus yang sederhana itu diharapkan Anda dapat memba-
ngun intuisi Anda tentang perilaku sistem mikroskopis sebagaimana Anda
dapat membangun intuisi Anda tentang perilaku sistem makroskopis
melalui penerapan mekanika Newton dalam berbagai kasus. Untuk me-
nunjukkan terpenuhinya asas kesepadanan teori Schrödinger dan mekani-
ka Newton, pada bab ini juga akan kita bahas bagaimana teori Schrödinger
dihubungkan dengan mekanika Newton tersebut.
Berikut kita bahas bagaimana bentuk persamaan itu dan bagaimana men-
dapatkannya.
Bentuk paling umum suatu persamaan yang penyelesaiannya berupa
suatu fungsi adalah persamaan diferensial. Karena fungsi yang akan diha-
silkan dari persamaan Schrödinger adalah fungsi gelombang (x,t), yang
merupakan fungsi dua variabel, yaitu x dan t, persamaan Schrödinger ha-
rus merupakan persamaan diferensial parsial. Ini merupakan petunjuk u-
mum yang kita miliki untuk mendapatkan persamaan Schrödinger.
Petunjuk yang lebih khusus dapat kita peroleh dari postulat-postulat
fisika kuantum sebagaimana telah kita bahas di Bab 4. Berdasarkan postu-
lat tentang pendeskripsian keadaan sistem, yaitu keadaan sistem dides-
kripsikan sebagai fungsi gelombang (x,t), kita dapatkan petunjuk bahwa
fungsi gelombang (x,t) yang dihasilkan oleh persamaan Schrödinger ha-
rus dapat digunakan untuk mengetahui nilai berbagai besaran fisika yang
dimiliki sistem.
Cara mengetahui nilai besaran fisika adalah dengan melakukan pengu-
kuran. Menurut postulat tentang pengukuran, mengukur adalah menger-
jakan operator (yang mewakili besaran fisika yang diukur) pada fungsi ge-
lombang yang mendeskripsikan keadaan sistem saat pengukuran. Marilah
kita gunakan petunjuk itu dengan menerapkan pada kasus khusus, yaitu
pengukuran energi total bagi sistem konservatif.
Pada sistem konservatif berlaku hukum kekekalan energi, yaitu jumlah
energi kinetik ditambah energi potensial bersifat kekal: artinya tidak ber-
gantung pada waktu maupun posisi. Sebagaimana kita ketahui, hukum
kekekalan energi tersebut telah dapat dijelaskan secara baik oleh fisika kla-
sik. Dengan demikian, sebagai teori yang lebih baru, persamaan Schrödi-
nger harus konsisten dengan hukum kekekalan energi tersebut.
Secara matematis hukum kekekalan energi dapat diungkapkan dengan
rumusan:
p2
V( x) E . (5. 1)
2m
Suku pertama ruas kiri menyatakan energi kinetik, suku kedua menyata-
kan energi potensial, dan ruas kanan menyatakan suatu tetapan yang bia-
sanya kita sebut sebagai energi total.
Untuk mendapatkan rumusan kuantum bagi hukum kekekalan energi
tersebut, kita ubah Persamaan (5.1) menjadi persamaan operator. Berdasar-
kan postulat pendeskripsian besaran fisika, khususnya yang berkaitan de-
Pˆ 2
V ( Xˆ ) Eˆ . (5.1b)
2m
Dalam ruang posisi, cara kerja operator P̂ dan V ( Xˆ ) sudah kita dapat-
kan di Bab 4, yaitu Pˆ i / x dan V ( Xˆ ) V ( x) . Jika ungkapan ini kita isi-
kan pada Persamaan (5.1b) kemudian masing-masing ruas persamaan ter-
sebut kita kerjakan pada sebarang fungsi gelombang (x,t) kita dapatkan
persamaan
2
2 ( x, t )
V( x) ( x , t ) Eˆ ( x , t ) . (5. 2)
2m x 2
Sejauh ini kita belum mengetahui cara kerja operator Ê terhadap fung-
si (x,t). Oleh sebab itu kita harus menemukan dahulu cara kerja operator
Ê tersebut. Untuk keperluan ini kita gunakan postulat pengukuran, khu-
susnya yang berhubungan dengan dampak pengukuran terhadap keadaan
sistem. Menurut postulat ini, fungsi gelombang tidak berubah akibat peng-
ukuran jika fungsi gelombang tersebut merupakan fungsi eigen bagi be-
saran yang diukur. Marilah kita gunakan postulat itu untuk menemukan
cara kerja operator Ê .
Perhatikan fungsi gelombang ( x, t ) e i ( kx t ). Fungsi gelombang ini
memiliki frekuensi sudut sebesar . Berdasarkan kaitan Planck-Einstein
E (lihat Persamaan 3.1 di Bab 3), dapat disimpulkan bahwa fungsi ge-
lombang tadi mendeskripsikan keadaan partikel yang memiliki energi se-
besar E . Dengan kata lain, fungsi gelombang tadi merupakan fungsi
eigen bagi operator energi Ê dengan nilai eigen E . Dengan demikian
maka fungsi gelombang tadi harus memenuhi persamaan nilai eigen:
Eˆ ( x, t ) ( x, t ) . (5. 3)
i
( x, t )
t
i
t
e
i ( kx t )
e i ( kx t ) ( x, t ) .
2 2 ( x, t ) ( x, t )
V ( x ) ( x, t ) i . (5. 4)
2m x 2 t
Persamaan (5.4) merupakan persamaan diferensial parsial yang jika
diselesaikan akan menghasilkan fungsi gelombang (x,t). Persamaan ini te-
lah memenuhi harapan kita sebagaimana diungkapkan di depan. Namun
masih ada keterbatasan yang dimiliki oleh persamaan itu, yaitu hanya ber-
laku untuk sistem yang energi potensialnya secara eksplisit tidak bergan-
tung pada waktu t. Keterbatasan ini dapat dihilangkan dengan mempostu-
latkan bahwa persamaan tersebut juga berlaku untuk sistem yang energi
potensialnya secara eksplisit bergantung pada waktu. Untuk itu, perubah-
an yang kita lakukan cukup mengubah V(x) menjadi V(x,t). Dengan demi-
kian kita dapatkan persamaan akhir:
2 2 ( x, t ) ( x, t )
V ( x, t ) ( x, t ) i . (5. 5)
2m x 2 t
Inilah persamaan yang kita cari, yaitu persamaan Schrödinger (dalam satu
dimensi). Dalam 3 dimensi, persamaan Schrödinger tersebut berbentuk
2 2 (r, t )
(r, t ) V (r, t ) (r, t ) i , (5. 6)
2m t
2 2 ( x, t ) 1 ( x, t )
k x 2 ( x, t ) i .
2m x 2 2 t
2 2 qe ( x, y, z , t )
( x, y , z , t ) ( x, y , z , t ) i .
2m 4π 2
x y z 2 2 t
2 2 1 ( x, t ) ( x, t )
V ( x, t ) 1 ( x, t ) i 1 ,
2m x2 t
dan
2 2 2 ( x , t ) 2 ( x, t )
V ( x , t ) 2 ( x , t ) i .
2m x 2 t
2 2 3 2
V ( x, t ) 3 i 1 β i
2m x 2 t t
( 1 β2 )
i
t
3
i ,
t
yang menunjukkan bahwa 3 benar-benar merupakan penyele-
saian persamaan Schrödinger untuk sistem yang sama.
2 2 ( x, t ) ( x, t )
V0 ( x, t ) i .
2m x 2 t
2 2 ( x , t ) n2 π 2 2 2 nx iEnt /
2
V0 ( x , t ) 2
V0 sin e
2m x 2ma a a
n2 π 2 2
2
V0 ( x , t ).
2ma
Subsitusi ke ruas kanan menghasilkan
n 2 π 2 2
En V0 .
2ma 2
Ungkapan ini sekaligus memberikan batasan nilai yang harus
dipenuhi oleh En.
ukuran di sini harus kita artikan sebagai nilai harap (rerata) pengukuran.
Hal ini disebabkan karena hasil pengukuran bersifat probabilistik sehingga
tidak mungkin bagi kita untuk menyelidiki perilaku hasil ukur secara indi-
vidual.
Dengan menggunakan persamaan Schrödinger, kita akan menemukan
jawaban atas pertanyaan tadi. Selanjutnya, untuk penyederhanaan penulis-
an, kita definisikan
2 2
Ĥ V ( x ,t ) . (5. 8 )
2m x 2
Dengan menggunakan definisi di atas, persamaan Schrödinger dapat ditu-
lis dalam bentuk
Hˆ i , (5. 9)
t
dengan merupakan penyingkatan dari (x,t).
Nilai harap pengukuran besaran A pada saat keadaan sistem dinyata-
kan oleh fungsi gelombang ternormalkan adalah, lihat Persamaan (4.17)
di Bab 4,
d *ˆ
dt
A dx Aˆ dx .
t
*
(5. 12)
vatif untuk perkalian dua fungsi atau lebih, integral di ruas kanan Persa-
maan (5.12) dapat diubah menjadi
t
*ˆ
A dx * ˆ
t
A dx *
Aˆ
t
dx
(5. 13)
* Aˆ dx .
t
Berdasarkan persamaan Schrödinger, derivatif fungsi gelombang pada
suku pertama dan suku terakhir ruas kanan persamaan tersebut masing-
masing dapat diganti dengan ungkapan
*
* 1 ˆ
t
H
1 ˆ *
H . (5. 14a)
i i
dan
1 ˆ
H , (5.14b)
t i
Aˆ
t
1 * 1
*
Aˆ dx Hˆ Aˆ dx * dx * Aˆ Hˆ dx.
i t i
*
Karena Ĥ Hermitean maka berlaku Hˆ Aˆ dx * Hˆ Aˆ dx (lihat
t
* Aˆ dx
1 * ˆ ˆ ˆˆ
i
AH HA dx
ˆ
* A
t
dx . (5. 15)
Suku pertama ruas kanan Persamaan (5.15) menyatakan nilai harap bagi
ˆ , Hˆ ] Aˆ Hˆ Hˆ Aˆ dan suku kedua menyatakan nilai harap
komutator [ A
ˆ / t . Dengan demikian, Persamaan (5.15) tadi dapat diubah lagi
dari A
menjadi
t
* Aˆ dx
1
i
[ Aˆ , Hˆ ]
Ψ
Aˆ
t
. (5. 16)
Ψ
d 1 Aˆ
AΨ [ Aˆ , Hˆ ] . (5. 17)
dt i Ψ t
Ψ
Dapatkan cara nilai harap: (a) posisi x, dan (b) momentum linear p
berubah terhadap waktu!
Analisis
Untuk mengetahui bagaimana nilai harap posisi dan momentum
linear berubah terhadap waktu kita gunakan rumusan umum se-
bagaimana dinyatakan pada Persamaan (5.17). Untuk pertanyaan
(a), kita ganti  dengan X̂ dan untuk pertanyaan (b) kita ganti Â
dengan P̂ . Sekarang kita selesaikan persoalan tadi satu per satu.
(a) Perubahan nilai harap posisi terhadap waktu
Berdasarkan Persamaan (5.17), perubahan nilai harap posisi terha-
dap waktu mengikuti hubungan
d 1 Xˆ
Xˆ [ Xˆ , Hˆ ] . (5. 18)
dt i t
i Pˆ
ˆ Pˆ 2
X ,
1 ˆ ˆ2
X, P
1 ˆ ˆ ˆ
X , P P Pˆ Xˆ , Pˆ .
2m 2m 2m m
d 1 i P̂ P̂
X̂ . (5. 20)
dt i m m
d 1 P̂
P̂ [ P̂ , Ĥ ] . (5. 21)
dt i t
V( x ) V( x )
i V( x ) V( x ) i .
x x x x
Ini berarti bahwa Pˆ , V( Xˆ ) i V( x)
x
.
Marilah kita telaah sejenak Persamaan (5. 20) dan (5.23) di atas. Persa-
ˆ
maan (5.20) dapat diubah menjadi Pˆ m ddXt . Jika setiap operator da-
lam persamaan ini kita ganti dengan besaran fisik yang diwakilinya, kita
dapatkan hubungan p m ddxt . Dalam fisika klasik, momentum linear
didefinisikan sebagai p m ddxt , yang ternyata sangat mirip dengan yang
kita dapatkan tadi.
Sekarang kita perhatikan Persamaan (5.23). Dalam fisika klasik terda-
pat hubungan F dp / dt (Hukum ke-2 Newton) dan untuk gaya konser va-
tif berlaku hubungan F dV / dx . Jadi dalam fisika klasik, khususnya un-
tuk sistem konservatif, berlaku hubungan
dp dV
. (5. 24)
dt dx
Jika kita bandingkan Persamaan (5.23) dan (5.24) maka dapat kita sim-
pulkan bahwa Persamaan (5.23) merupakan pernyataan Hukum ke-2 New-
ton dalam formulasi fisika kuantum.
Telaah tadi menunjukkan kepada kita adanya kesepadanan antara fisi-
ka kuantum dengan fisika klasik. Kesepadanan rumusan kuantum dan ru-
musan klasik tentang Hukum ke-2 Newton ini dikenal sebagai Teorema
Ehrenfest.
d ˆ 1 Hˆ
H [ Hˆ , Hˆ ] . (5. 25)
dt i t
dan
* (r, t ) - i 2 * i
(r, t ) V (r, t ) * (r, t ) . (5. 29b)
t 2m
Subtitusi Persamaan (5.29) ke dalam Persamaan (5.28) menghasilkan
( r , t )
t
i
2m
*2 2 *
i
2m
* * , (5. 30)
dengan menyatakan vektor operator (nabla) yang dalam sistem koordi-
ˆ
nat Cartesan berbentuk i j k .
x y z
Persamaan (5.30) dapat diubah menjadi
( r , t )
J( r , t ) 0, (5. 31)
t
J (r, t )
i 2m
* * . (5. 32)
J (r, t )
i 2m
* *
i 2m
2 ik(r, t ) (r, t )
k
m
. (5. 33)
2 d 2 ( x) dF (t )
F (t ) V ( x, t ) F (t ) ( x) i ( x) (5. 34)
2m 2 dt
dx
Jika kedua ruas kita bagi dengan (x) F(t) diperoleh
2 1 d 2 ( x) 1 dF (t )
V ( x, t ) i (5. 35)
2m ( x) dx 2 F (t ) dt
2 1 d 2 ( x) 1 dF (t )
V ( x) i (5. 36)
2m ( x) dx 2 F (t ) dt
Ruas kiri persamaan ini merupakan fungsi x saja, sedangkan ruas kanan-
nya merupakan fungsi t saja. Jadi persamaan tersebut menyatakan kesa-
maan antara suatu fungsi yang hanya bergantung pada x dengan fungsi
lain yang hanya bergantung pada t. Kesamaan semacam itu hanya akan
terpenuhi untuk semua x dan t jika masing-masing ruas berupa suatu te-
tapan, yaitu suatu bilangan yang tidak bergantung pada x maupun t.
Arti fisik dari tetapan tersebut dapat dideduksi sebagai berikut. Suku
kedua di ruas kiri adalah energi potensial. Oleh karena itu, suku-suku lain-
nya, baik yang di ruas kiri maupun yang di ruas kanan, juga harus berdi-
mensikan energi. Lebih lanjut, karena ruas kiri persamaan tersebut menya-
takan jumlah energi kinetik ditambah energi potensial, maka tetapan yang
kita gunakan nanti memiliki arti fisik sebagai energi total, atau hamiltonan,
sistem. Selanjutnya tetapan itu kita lambangi E.
Dengan menggunakan tetapan E tersebut Persamaan (5.36) dapat di-
nyatakan sebagai sistem persamaan diferensial biasa sebagai berikut.
2 1 d 2 ( x)
V ( x) E , (5. 37)
2m ( x) dx 2
dan
1 dF (t )
i E. (5. 38)
F (t ) dt
2 d 2 ( x)
V ( x ) ( x ) E ( x ) . (5. 40)
2m dx 2
Persamaan tersebut identik dengan persamaan Schrödinger, bedanya
bahwa persamaan itu tidak bergantung pada t. Oleh karena itu, persamaan
tersebut sering disebut sebagai persamaan Schrödinger bebas waktu (time-
independent Schrödinger equation).
Persamaan (5.40) dapat pula ditulis dalam bentuk
2 d 2
V ( x) ( x) E ( x) (5. 41)
2m dx 2
Faktor dalam kurung di ruas kiri tidak lain menyatakan operator hamil-
tonan sistem, yaitu operator yang mewakili jumlahan energi kinetik (suku
pertama) dan energi potensial (suku kedua). Jika operator itu kita lambangi
Ĥ maka Persamaan (5.41) dapat ditulis menjadi
Ĥ ( x) E ( x) . (5. 42)
Hˆ n( x) E n n( x) , (5. 43)
dan penyelesaian umum persamaan Schrödinger (Persamaan 5.39) diper-
luas menjadi
( x, t ) c n n ( x, t ) c n n ( x) e i En t / . (5. 45)
n n
Eˆ - * Eˆ dx
π 2 π 2
π x i 2 ma 2 t
2 2 π x i 2 ma 2 t
sin
e i a sin a e dx
a a t
2 π 2 πx 2 π 22 a π 22
i i 2
sin 2 dx
a 2ma a a 2ma 2 2 2ma 2
Eˆ 2 - * Eˆ 2 dx
π 2 π 2
π x i 2 ma 2 t 2
2 2 π x i 2 ma 2 t
sin e i t a sin a e dx
a a
2 2 2
π 22
Jadi nilai harap energi total pada keadaan itu adalah de-
2ma 2
ngan ketakpastian sebesar nol, Karena ketakpastiannya nol berarti
nilai energi total partikel bersifat pasti. Contoh ini kiranya dapat
memperjelas pernyataan sebelumnya bahwa keadaan stasioner
merupakan keadaan di mana energi partikel bernilai pasti.
5.5.3 Kombinasi linear beberapa fungsi gelombang stasioner
Untuk sebarang nilai n, fungsi gelombang pada Persamaan (5.44) me-
rupakan fungsi gelombang stasioner. Sekarang marilah kita selidiki apakah
kombinasi linear fungsi-fungsi gelombang stasioner tersebut akan meng-
hasilkan fungsi gelombang stasioner pula.
Sebagai contoh, marilah kita kombinasikan dua fungsi gelombang sta-
sioner n(x,t) dan m(x,t) dengan m dan n = 1, 2, 3, yaitu
yang ternyata mirip dengan frekuensi foton yang dipancarkan atau yang
diserap atom ketika ada transisi elektron dari keadaan bertingkat energi Em
ke keadaan bertingkat energi En.
Perhatikan lagi fungsi gelombang hasil kombinasi (Persamaan 5.46)
tersebut. Dalam fungsi gelombang itu terdapat dua macam nilai energi yai-
tu En dan Em. Berarti fungsi gelombang tersebut mendeskripsikan keadaan
partikel yang energinya tidak pasti, apakah En ataukah Em.
Analisis tadi menunjukkan bahwa kombinasi linear dua fungsi gelom-
bang stasioner tidak menghasilkan fungsi gelombang yang stasioner.
f(x) f(x)
X X
Gambar 5.1a Beberapa contoh fungsi yang tidak memenuhi syarat sebagai
fungsi eigen
f(x) f(x)
x1 x2 X X
Gambar 5.1b Beberapa contoh fungsi yang tidak memenuhi syarat sebagai
fungsi eigen
2 d 2 ( x)
0 E ψ ( x) ,
2m dx 2
atau
d 2 ( x) 2 2mE
k 2 ( x) 0 ; dengan k . (i)
dx 2 2
Penyelesian umum persamaan tersebut adalah
( x) A sin (kx ) (ii)
adalah
n 2 π 2 2
E . (iii)
2ma 2
Jadi energi yang mungkin dimiliki partikel harus memenuhi Per-
samaan (iii) tersebut.
Untuk lebih memahami analisis pada Contoh Soal 5.8 tadi, perhatikan
Gambar 5.2 berikut. Pada gambar tersebut ditunjukkan empat macam nilai
π 2 2
E yang berkisar dari E = E0 sampai E = 4 E0 dengan E 0 . Terlihat bah-
2 ma 2
wa untuk menghasilkan fungsi eigen yang kontinu di mana-mana, nilai E
tidak boleh sebarang. Dalam rentang nilai E tersebut, hanya dua nilai E
yang memenuhi syarat, yaitu E = E0 dan E = 4 E0. Perhatikan bahwa dua ni-
lai E tersebut menghasilkan fungsi yang kontinu di mana-mana, sedangkan
dua nilai E lainnya menghasilkan fungsi yang tidak kontinu di x = a.
(x)
E = E0
E = 1,2 E0
0 a
E = 4E0
E = 1,5 E0
Gambar 5.2 Grafik fungsi (x) yang dihasilkan oleh persamaan Schrödinger
bagi partikel terikat pada potensial sumur tak berhingga untuk 4
macam nilai parameter E. Terlihat bahwa hanya E yang merupa-
kan kelipatan bulat dari E0 yang menghasilkan fungsi yang konti-
nu di mana-mana.
RANGKUMAM
2 2 (r, t )
(r, t ) V (r, t ) (r, t ) i ,
2m t
d 1 Aˆ
A [ Aˆ , Hˆ ]
dt i t
ˆ , Hˆ ]
dengan A menyatakan besaran fisika yang dibicarakan dan [ A
adalah komutator yang dibentuk oleh  dan Ĥ , yaitu operator
yang mewakili besaran A dan hamiltonan sistem H. Persamaan itu
dikenal sebagai persamaan gerak Heisenberg.
Mengetahui spektrum energi (kumpulan nilai energi) yang dimiliki
partikel.
7. Penerapan formula perubahan nilai harap besaran fisis terhadap
waktu pada besaran posisi, momentum linear, dan hamiltonan sistem
konservatif menunjukkan bahwa persamaan Schrödinger memenuhi
asas kesepadanan dengan fisika klasik. Perhatikan tabel berikut.
( x, t ) ( x) e i E t / ,
2 d 2 ( x)
V ( x ) ( x ) E ( x ) .
2m dx 2
9. Persamaan Schrödinger bebas waktu hanya dapat digunakan jika po-
tensial sistem secara eksplisit tidak bergantung pada waktu. Persama-
an ini bukan versi lain dari persamaan Schrödinger, melainkan hanya-
lah suatu persamaan yang diperlukan untuk mendapatkan bagian ru-
ang bagi fungsi gelombang lengkap pada keadaan stasioner.
10. Persamaan Schrödinger bebas waktu disebut juga sebagai persamaan
nilai eigen (eigenvalue equation) bagi hamiltonan sistem, dan dapat ditu-
lis dalam bentuk
Ĥ ( x) E ( x)
2
d2
dengan Hˆ V ( x) . Dalam hal ini, (x) disebut fungsi eigen
2 m dx 2
dan E disebut nilai eigen
11. Fungsi eigen (x) harus memenuhi syarat: (1) (x) dan derivatifnya
terhadap x harus kontinu di mana-mana (di semua x), (2) (x) dan
derivatifnya terhadap x harus berhingga di mana-mana (di semua x),
(3) (x) dan derivatifnya terhadap x harus bernilai tunggal di mana-
mana (di semua x), dan (4) (x) dan derivatifnya harus dapat dinor-
malkan (jadi harus tergolong fungsi SI).
12. Dengan adanya persyaratan yang harus dipenuhi fungsi eigen tersebut
maka nilai E (dalam hal ini menyatakan energi total sistem) tidak boleh
bernilai sebarang.
13. Fungsi gelombang ( x, t ) ( x) e iEt / menghasilkan rapat peluang
posisi yang tidak bergantung pada waktu. Oleh karena itu, fungsi ge-
lombang itu dikatakan sebagai fungsi gelombang stasioner. Keadaan
sistem yang dideskripsikan disebut keadaan stasioner.
14. Pengukuran energi pada fungsi gelombang stasioner menghasilkan ke-
tidakpastian sebesar nol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
keadaan stasioner merupakan keadaan dengan energi pasti.
15. Hasil kombinasi linear beberapa fungsi gelombang stasioner dengan
energi berbeda bukan merupakan fungsi gelombang stasioner.
PERLATIHAN
Pertanyaan konsep
1. Bandingkan struktur persamaan Schrödinger dengan persamaan-per-
samaan gelombang yang Anda kenal dalam fisika klasik. Adakah per-
bedaan atau kesamaannya? Daftar dan deskripsikan perbedaan dan
kesamaan yang Anda temukan itu.
2. Dalam fisika klasik seringkali kita menggunakan fungsi kompleks un-
tuk menyelesaikan persamaan fisika yang berupa persamaan diferen-
sial, misalnya pada persoalan osilator, arus bolak-balik, atau gelom-
bang elektromagnet. Tetapi ketika memaknai fungsi tersebut kita tidak
menggunakannya secara utuh melainkan hanya mengambil bagian
real atau bagian imajinernya saja. Mengapa demikian? Menurut Anda,
apakah cara tersebut juga harus kita gunakan dalam memaknai fungsi
gelombang hasil penyelesaian persamaan Schrödinger?
3. Dapatkah persamaan Schrödinger digunakan untuk partikel immaterial
(partikel tak bermassa) seperti foton misalnya?
4. Dapatkah persamaan Schrödinger digunakan untuk sistem non kon-
servatif? (Petunjuk: Pecahkan dulu pertanyaan “dapatkah Anda men-
definisikan/merumuskan energi potensial bagi sistem non konserva-
tif?”).
5. Apakah persamaan Schrödinger mengakomodasi prinsip superposisi
gelombang seperti halnya persamaan gelombang lainnya?
6. Dalam mekanika Newton, keadaan gerak partikel dapat diketahui dari
trayektorinya (biasanya diwujudkan dalam bentuk fungsi yang me-
nyatakan bagaimana posisi partikel berubah terhadap waktu), dan
trayektori itu didapatkan dengan menyelesaikan hukum ke-2 Newton:
d2x
F m 2 .
dt
Jadi, untuk mendapatkan trayektori kita harus mengetahui terlebih da-
hulu gaya yang bekerja pada partikel itu. Apakah untuk mengetahui
fungsi gelombang yang diasosiasikan dengan suatu partikel kita juga
harus mengetahui gaya yang bekerja pada partikel itu?
7. Informasi apakah yang nilainya tetap (tidak bergantung pada waktu)
yang terkandung dalam fungsi gelombang stasioner?
8. Kapan Anda diperbolehkan menggunakan persamaan Schrödinger be-
bas waktu?
Pertanyaan Analisis
1. Tuliskan persamaan Schrödinger dalam sistem koordinat (a) bola, (b)
silinder!
2 - i Et /
2. Diketahui fungsi gelombang ( x , t ) A x e x e dengan A suatu
tetapan. (a) Jika fungsi gelombang tersebut merupakan penyelesaian
persamaan Schrödinger, dapatkan potensial partikel yang dideskripsi-
kan oleh fungsi gelombang itu. (b) Adakah hubungan antara E dan ?
3. Selidikilah apakah fungsi gelombang pada soal nomor 2 di atas meme-
nuhi syarat sebagai fungsi gelombang yang menyajikan keadaan suatu
sistem? (Petunjuk: Selidiki apakah fungsi gelombang tersebut kontinu,
bernilai tunggal, dan berhingga di mana-mana)
4. Selidikilah apakah fungsi gelombang pada nomor 2 tersebut mendes-
kripsikan keadaan stasioner?
5. Dengan menggunakan fungsi gelombang pada nomor 2 di atas hitung:
(a) nilai harap posisi partikel, (b) nilai harap momentum linear parti-
kel, dan (c) nilai harap energi total partikel.
6. Selidiki apakah fungsi gelombang pada nomor 2 di atas menyatakan
keadaan sistem konservatif?
7. (a) Tuliskan persamaan Schrödinger untuk partikel yang dipengaruhi
1 1
oleh potensial Lenard-Jones V( r , t ) k 6 12 . (b) Dapatkah Anda
r r
menggunakan persamaan Schrödinger bebas waktu pada kasus itu?
8. Tuliskan persamaan Schrödinger bagi partikel yang dipengaruhi oleh
potensial periodik dengan periode (a + b) jika dalam interval 0 < x < b
potensial tersebut berbentuk
0 ;0x a
V( x ) .
V0 ; a x b
F N
Fisika kuantum Newton 115, 128, 129, 143, 144, 146,
kesepadanan dengan fisika klasik 147
129 nilai eigen 135
kesepadanan dgn mekanika Nilai harap
Newton 147 perubahan terhadap waktu 123,
fungsi eigen 135 126
Fungsi eigen
persyaratan 139 O
Fungsi eigen, persyaratan santun 139
Operator energi total 117
Fungsi kompleks 120
Operator Hermitean 148
G Operator Laplacean 118
Gelombang stasioner P
kombinasi linear 138
Pengkuantuman energi 135, 140
H berdasarkan Pers. Schrödinger 140
persamaan nilai eigen
Hamiltonan 126, 127, 129, 134, 144, Hamiltonan 135
145, 148 Persamaan nilai eigen
Heisenberg energi total 117
persamaan gerak 126 Persamaan Schrodinger
hukum kekekalan energi 116 bebas waktu
Hukum kekekalan energi syarat berlakunya 136
persamaan operator 116 dan Hukum Newton 143
Hukum kekekalan muatan listrik 131 Persamaan Schrödinger
3 dimensi 118
K bebas waktu 133, 134
keadaan dasar (ground state) 135 dan hukum kekekalan energi 129
Keadaan stasioner 136, 137 kesepadanan dengan mekanika
energi pasti 136 Newton 115