“Analisis Simplisia”
Pertemuan ke - 5
Dosen Pengampu
apt. Taufik Turahman. M. Farm.
Kelompok : 3
Penyusun :
1. Lutvi Setia P. (23175272A)
2. Anangga W. (23175280A)
3. Abednego H. (23175293A)
4. Yosoa Danndi H. (23175299A)
5. Kefas Samudra K. (23175301A)
Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin dengan toluen,
sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada kawat
tembaga dan telah dibasahi dengan toluen.
HASIL
Bobot serbuk 2 gram 2 gram 2 gram
=5,6 %
= 16,645 %
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan pengujian susut pengeringan dan pengujian
kadar air. Pada praktikum ini untuk susut pengeringan menggunakan dua metode, yaitu
metode oven (drying oven) yang digunakan untuk melakukan sterilisasi, pembersihan dengan
memanfaatkan udara kering, mengeringkan serbuk basah, dan dapat pula digunakan untuk
mengukur kadar air dan metode moisture balance yang digunakan untuk mengukur kadar
kelembaban pada suatu sample, sample yang bisa diukur kelembabannya bisa berupa serbuk
cair, maupun granular. Fungsi dari alat moinsture balance berfokus pada pengukuran LOD
(Lost Of Drying). Pada case ini, LOD akan menghitung air dan segala jenis pelarut lainnya
yang hilang pada proses pemanasan. LOD juga dikatakan sebagai pengukuran yang tidak
spesifik, karena mengukur segala jenis zat yang menguap, sedangkan untuk pengujian kadar
air kami menggunakan metode destilasi yang digunakan untuk memurnikan zat atau senyawa
cairan yang tidak larut di dalam air, dan yang memiliki titik didih tinggi. Lalu untuk sampel
yang kami gunakan untuk uji susut pengeringan metode oven adalah serbuk meniran,
sedangkan untuk uji susut pengeringan metode moisture balance menggunakan sampel
serbuk pare, dan untuk uji kadar air menggunakan sampel daun sirih.
Yang pertama akan dibahas tentang susut pengeringan. Susut pengeringan merupakan
persentase senyawa yang menghilang selama proses pemanasan (tidak hanya
menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain yang hilang).
Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit
(metode oven) atau sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen. Tujuan dari susut
pengeringan adalah untuk memberikan batas maksimal (rentang) besarnya senyawa yang
hilang selama proses pengeringan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi (Agoes, 2007).
Untuk metode oven sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan mendingin dalam
keadaan tertutup di dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari
suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5°C dan 10°C dibawah suhu
leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang
ditentukan atau hingga bobot tetap. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.
Praktikum kali ini botol yang digunakan untuk menentukan susut pengeringan harus
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 105⁰C selama 30 menit atau hingga bobot konstan.
Pemanasan dilakukan menggunakan oven tujuannya agar air yang terkandung dalam suatu
bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105˚C selama waktu tertentu.
Kelebihan metode oven adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur sesuai
keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan
metode oven adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi
dibanding pengeringan alami. Setelah botol dipanaskan baru ditimbang dengan bahan dan
dipanaskan selama 60 menit dan 30 menit pada suhu 105 ˚C. Fungsi dari pemanasan ini
untuk memperoleh bobot konstan dan menentukan perubahan kadar air selama pengeringan
bahan yang mengandung air tinggi hal ini akan menyebabkan perubahan bentuk, densitas
dan porositas bahan.
Perubahan bentuk dan ukuran ini mempengaruhi sifat-sifat fisik dan akhirnya juga
berdampak pada berubahnya tekstur dan sifat transport (transport properties) produk yang
dihasilkan (Yan et al.,2008). Salah satu perubahan fisik yang penting selama pengeringan
adalah pengurangan volume eksternal bahan. Kehilangan air dan pemanasan menyebabkan
tekanan terhadap struktur sel bahan diikuti dengan perubahan bentuk dan pengecilan ukuran
(Yadollahinia & Jahangiri, 2009). Kemudian di masukan dalam desikator, fungsi dari
desikator sebagai tempat menyimpan sampel yang harus bebas air dan mengeringkan dan
mendinginkan sample yang akan digunakan untuk uji kadar air.
Hasil yang didapat dari praktikum susut pengeringan menggunakan metode oven
untuk serbuk meniran ini didapatkan hasil susut pengeringannya yaitu sebesar 26,67%. Pada
Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) menyatakan bahwa susut pengeringan meniran
tidak lebih dari 10%. Dari hasil susut pengeringan yang didapat maka hasilnya tidak sesuai
dengan literatur. Hal ini bisa terjadi karena kemungkinan besar ada kesalahan ketika
melakukan praktikum, kesalahan-kesalahan tersebut antara lain botol maupun serbuk yang
belum kering sempurna sehingga masih lembap dan mempengaruhi kualitas hasil susut
pengeringan, lalu selain itu bisa juga karena kelemahan dari metode oven sendiri dimana
apabila menggunakan oven maka sulit mendapatkan akurasi tinggi karena faktor eksternal
lainnya (misalnya seperti perawatan oven, timbangan, dll).
Untuk metode moisture balance diawali dengan menyalakan alat moisture balance,
memencet test menu, muncul waktu dibagian atas yg menunjukkan waktu yang akan
digunakan. Lalu dilakukan pengontrolan suhu ( untuk susut pengeringan suhu yg digunakan
105℃ sampai bobot konstan). Selanjunya memasukkan plat lempeng ke dalam moisture
balance. Setelah konstan/ nol maka membuka alat dan ditekan tombol start, lalu tekan tombol
zero, memasukkan sampel ke dalam lempeng plat yang ada di dalam moisture balance. Jika
alat sudah bunyi maka pembacaan sampel sudah selesai.
Hasil yang didapat dari praktikum susut pengeringan menggunakan metode moisture
balance untuk serbuk pare ini didapatkan hasil susut pengeringannya yaitu sebesar 5,6%.
Pada Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) menyatakan bahwa susut pengeringan pare
tidak lebih dari 10%. Dari hasil susut pengeringan yang didapat maka hasilnya sudah sesuai
dengan literatur.
Pada praktikum dilakukan uji kadar air serbuk daun sirih menggunkan metode
destilasi. Prinsip metode Destilasi adalah menguapkan air bahan dengan cara destilasi
menggunakan pelarut yang tak campur dengan air, kemudian air ditampung dalam tabung
yang telah diketahui volumenya. Syarat pelarut yang digunakan tidak campur dengan air,
titik didih lebih besar dari air, berat jenis lebih kecil dari air. Contoh pelarut yang sering
digunkan toluene, xylene, benzene. Pengujian kadar air dilakukan 3 kali hasilnya
berturutturut adalah 17,977%, 16,962%, 14,996%. Hail rata-rata kadar air 16,645 %.
Menurut literatur jurnal Harrizul Rivai dkk ekstrak kental etanol daun sirih hijau (Piper betle
L.) Ekstrak dibuat dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut
yang sesuai. Gunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar metabolit skunder yang
terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain gunakan etanol 70% P
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Masukkan satu bagian serbuk kering
simplisia kedalam maserator , tambahkan 10 bagian pelarut, rendam selama 6 jam pertama
sambil sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara
pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008). Ulangi proses penyarian sekurangkurangnya dua kali dengan jenis dan
jumlah pelarut yang sama . Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap
vakum atau penguap dengan tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental. Persen
rendemen dihitung berdasarkan persentase bobot per bobot (b/b) antara rendemen yang
didapatkan dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008) . Berdasarkan hasil kadar air destilasi pada serbuk daun sirih hijau diperoleh
persentasi nilai kadar air sebesar 6,9455 % yang menunjukan bahwa kadar air dari simplisia
sirih hijau telah memenuhi syarat sesuai ketentuan Farmakope Herbal Indonesia yaitu kadar
air simplisia tidak lebih dari 10%. Sedangkan hasil destilasi yang dilakukan tidak memeuhi
syarat yaitu 16,645 %. Hal ini bisa terjadi kesalhan selama proses destilasi, seperti perbedaan
pelarut yang digunakan, kebersihan alat yang digunakan, serbuk daun sirih yang belum
sempurna pengeringannya.
VII. KESIMPULAN
Dari studi literature dan pembahasan data diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Didapatkan hasil susut pengeringan dengan oven serbuk meniran sebesar 26,67%.
2. Didapatkan hasil susut pengeringan serbuk pare dengan menggunakan metode Moisture
balance dengan rata-rata sebesar 5,6%.
3. Didapatkan hasil uji kadar air serbuk daun sirih menggunkan metode destilasi diperoleh
rata-rata hasil sebesar 16,645%.
4. Hanya susut pengeringan dengan metode Moisture balance yang memenuhi persyaratan.
Daftar Pustaka
Awainah N. Standarisasi ekstrak methanol klika anak dara (Croton oblongus Burm f.).
Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 2015.
Departemen Kesehatan RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia, Edisi II. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Harrizul R, Putri E N , Humaira F., 2014. Pembuatan dan Karakterisasi Ekstrak Kering Daun
Sirih Hijau (Piper betle L.). Jurnal Farmasi Higea, Vol. 6, No.2
Yan, et al. 2008. Budidaya Kelapa Sawit Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan
Pemasaran. Edisi Revisi, Penebar Swadaya, Jakarta.
Yadollahinia A, Jahangiri M., 2009. Shrinkage of potato slice during drying. Journal of Food
Engineering :94(2009) 52- 58.