Ellen Josephine g0018062 Kelas B
Ellen Josephine g0018062 Kelas B
Abstract. Head injury commonly occurred in accident for example in car crash. The
number of accidents occurred from 2007 until 2016 is 64 with 698 numbers of death. Based
on a research in Surabaya, there were 2126 people that experienced head injury. The
longer it takes for head injury victims to get help, the higher the risks of death and
permanent defect it cause. Therefore it is a need to detect head injury as soon as possible.
One way to detect lesions in the neurological system is by using Glasgow Coma Scale.
Glasgow Coma Scale scores patient’s consciousness from three categories which are
eyes, verbal and motor.
I. PENDAHULUAN
Di masa kini, semua hal serba mudah dan cepat. Tak terkecuali dalam hal transportasi. Pada
masa lalu, manusia mengalami kesulitan untuk berpindah tempat sehingga manusia mulai
menciptakan alat transportasi, yang awalnya hanya memanfaatkan binatang seperti kuda/keledai,
manusia mulai berinovasi dan menciptakan alat transportasi seperti lokomotif, mobil, sepeda
motor, balon udara hingga pesawat. Semua alat transportasi ini bertujuan untuk mempermudah
manusia berpindah tempat. Perkembangan dalam dunia transportasi juga selaras dengan
perkembangan teknologi, contoh konkretnya ialah kemunculan transportasi daring.
Kemudahan dalam transportasi, meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Secara
definitif, kecelakaan lalu lintas merupakan sebuah kejadian yang melibatkan sebuah kendaraan
bermotor yang bertabrakan dengan benda atau kendaraan bermotor lainnya. Tak jarang,
kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan luka-luka bahkan kematian pada manusia atau
binatang. Berdasarkan data yang dihimpun dan diinvestigasi oleh Komite Nasional Keselamatan
Transportasi Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, selama kurun waktu 10 tahun dari
tahun 2007 sampai dengan tahun 2016 telah terjadi 64 kali kecelakaan transportasi lalu lintas.
Dari 64 kasus tersebut, 698 korban meninggal dunia dan 1171 korban mengalami luka-luka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSU dr. Soetomo Surabaya, sebanyak 2126 orang
mengalami cedera kepala dan 66,7% di antaranya terjadi karena kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan cedera kepala. Pasien dengan cedera kepala yang
tidak tertangani dengan baik sangat rentan dengan kecacatan permanen atau bahkan kematian.
Untuk mengetahui apakah seorang korban kecelakaan mengalami cedera kepala atau tidak harus
dilakukan evaluasi. Evaluasi awal dan termudah yang dapat dilakukan ialah Primary Survey yang
terdiri dari pemeriksaan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure).
Pemeriksaan Primary Survey merupakan salah satu penanganan pertama terhadap trauma
berdasarkan pedoman Advanced Trauma Life Support (ATLS). Setelah Primary Survey,
dilakukan Secondary Survey yang memeriksa keadaan pasien dari ujung kepala hingga ujung
kaki. Setelah dilakukan Primary Survey dan Secondary Survey, pasien dipindai baik CT Scan
maupun rontgen untuk mengecek apakah ada trauma atau pendarahan internal yang tidak dapat
dideteksi saat Secondary Survey.
Pada saat pemeriksaan Disability, pemeriksa mengecek tingkat kesadaran pasien dengan
AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unconscious) atau GCS (Glasgow Coma Scale). AVPU lebih mudah
dilakukan saat di lapangan namun GCS lebih akurat untuk mendeteksi trauma kepala. Trauma
kepala akan menimbulkan cedera jaringan otak yang dapat menyebabkan fragmentasi jaringan
dan kontusio serta kerusakan sawar darah otak.
Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan skala yang diciptakan pada tahun 1974 oleh Graham
Teasdale dan Bryan Jennet. GCS bertujuan untuk mengetahui level kesadaran pasien yang
mengimplementasikan ada tidaknya cedera otak akut. Pemeriksaan GCS ini terdiri dari tiga
komponen pemeriksaan yaitu mata, verbal dan gerakan/motorik (eyes, verbal and motor). Pada
setiap kondisi, memiliki skor tertentu dan skor tersebut menggambarkan bagaimana tingkat
kesadaran pasien.
Tingkat kesadaran pasien dibagi menjadi 4 keadaan berdasarkan skor GCS totalnya :
Tingkat Kesadaran Pasien Skor GCS
Composmentis 15
Somnolen/Letargis 13-14
Soporokomatus 8-12
Koma 3-7
Contoh pelaporan kondisi pasien ialah E2, V3, M5 artinya pasien membuka mata saat diberi
rangsang nyeri, respon verbal pasien hanya berupa kata-kata dan respon motorik pasien ialah
mampu melokalisasi nyeri. Dengan demikian tingkat kesadaran pasien ialah soporokomatus. Pada
kondisi ini ada beberapa kemungkinan cedera yang dialami pasien seperti meningitis, pendarahan
pada otak (pendarahan spatium subarachnoid), dan stroke emboli.
Berdasarkan salah satu wawancara peneliti dengan salah seorang responden yang pernah
terlibat dalam suatu kecelakaan lalu lintas, GCS adalah salah satu upaya vital dalam penanganan
pertama dan hasil GCS yang diperoleh korban akan berpengaruh terhadap tindakan lanjutan yang
akan dilakukan kepada probandus. Menurut pengalaman responden, saat korban dilarikan ke
rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lanjutan, tenaga medis yang ada di rumah sakit akan
menanyakan bagaimana kondisi pasien saat dievaluasi pertama kali (hasil primary survey) dan
berapakah skor GCS pasien tersebut. Penurunan skor GCS sebesar 1 atau 2 poin saja dapat
mengimplentasikan adanya penurunan fungsi neurologis dan memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut seperti Computerized Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI).
Maka dari itu, sangat penting pemahaman akan GCS karena kecelakaan lalu lintas dapat
terjadi dimana saja dan kapan saja dan GCS berperan dalam mengurangi risiko cedera otak
permanen karena melalui GCS, tenaga medis dapat mengetahui tindakan medis apa yang tepat
dan sesuai dengan kondisi korban.
Pada praktiknya, GCS hanyalah salah satu pemeriksaan neurologis. Untuk bisa mendapatkan
diagnosis pasti mengenai lokasi kelainan neurologis, harus dilakukan pula pemeriksaan lain
seperti refleks pupil, refleks batang otak, pemeriksaan tanda meningeal dan pemeriksaan lainnya.
Meski pemeriksaan GCS mudah dilakukan dan dapat memberikan gambaran tentang keadaan
neurologis pasien, pemeriksaan GCS tetap memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah
pemeriksaan GCS sangat mengandalkan kemampuan pemeriksa. Mungkin saja, skor GCS antara
pemeriksa satu dengan lainnya berbeda. Dalam kondisi tertentu bahkan aspek-aspek dalam
pemeriksaan GCS tidak dapat diperiksa. Contohnya seorang pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas dan mengalami cedera pada mata. Cedera tersebut sangat parah sehingga menyebabkan
terjadinya pembengkakan pada wajah pasien yang menyebabkan mata pasien tidak dapat dibuka.
Dalam kejadian seperti ini, GCS mata pasien tidak bisa diperiksa dan skor GCS mata pasien
dilambangkan dengan tanda setrip. Artinya pasien tidak dapat membuka mata namun hal ini
bukan disebabkan karena cedera neurologis namun karena cedera pada wajah pasien yang
menyebabkan mata pasien tidak dapat dibuka.
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Pemahaman Mahasiswa terhadap Pemeriksaan Kesadaran Glasgow Coma Scale” dan
dirumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana Pemahaman Mahasiswa terhadap
Pemeriksaan Kesadaran Glasgow Coma Scale serta interpretasi dan tidak lanjut terhadap hasil
pemeriksaan GCS?”
A. Karakteristik Responden
Keterangan : Responden dinyatakan memahami Glasgow Coma Scale apabila setelah mengisi
kuisioner, responden mendapat nilai 8 atau lebih dan responden dinyatakan belum memahami
Glasgow Coma Scale apabila mendapat nilai kurang dari 8.
IV. SIMPULAN
Berdasarkan pengambilan data melalui kuisioner, didapatkan hasil bahwa sebanyak 91,3%
responden memahami Glasgow Coma Scale dan sebanyak 8,7% responden belum memahami
Glasgow Coma Scale. Kuisioner ini ditunjang dengan wawancara dengan dua responden yang
memahami Glasgow Coma Scale meskipun belum pernah memraktikkan secara langsung kepada
pasien.
V. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa sebagian besar mahasiswa
Program Studi Kedokteran Universitas Sebelas Maret telah memiliki pemahaman terhadap
Glasgow Coma Scale. Oleh karena itu, mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang telah
memahami Glasgow Coma Scale memiliki kemampuan untuk mengedukasi baik mengedukasi
mahasiswa Universitas Sebelas Maret lainnya yang belum memahami Glasgow Coma Scale
maupun mengedukasi masyarakat sekitar tentang Glasgow Coma Scale. Hal ini penting karena
kecelakaan lalu lintas masih kerap terjadi di Indonesia dan Glasgow Coma Scale merupakan salah
satu faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatkan jumlah korban selamat
kecelakaan lalu lintas terutama korban yang mengalami trauma kepala.