Anda di halaman 1dari 2

Indonesia menjadi salah satu negara yang berada pada wilayah rawan bencana alam.

Hal
ini dipengaruhi oleh letak geografis Indonesia yang berada diantara dua benua yaitu benua
Asia dan benua Australia, serta pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng
Indo-Australian, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Dimana ketiga lempeng tersebut
merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana alam. Selain itu, Indonesia
terletak pada jalur Pacifik Ring of Fire (lingkaran cincin api pasifik).
Dalam setiap bencana alam, anak – anak kerap kali menjadi korban. Berdasarkan data dari
United Nation International Strategi For Dissaster, sebanyak 60% anak – anak di dunia
ternyata menjadi korban bencana alam. Kerentanan anak-anak terhadap bencana dipicu oleh
faktor keterbatasan pemahaman tentang risiko-risiko di sekeliling mereka, yang berakibat
tidak adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Untuk itu, pemerintah merumuskan konsep sekolah siaga bencana sebagai upaya edukasi
mitigasi yang dimulai dari tingkat pendidikan rendah yaitu sekolah dasar salah satunya.
Sekolah siaga bencana telah dimulai setelah bencana besar tsunami Aceh-Nias, yaitu sekitar
2006. (Rancangan visualisasi: kebijakan program siaga bencana)
Bersamaan dengan itu, pelaksanaan sekolah siaga bencana yang ada di Indonesia masih
kurang maksimal. Banyak sekolah-sekolah yang belum mendapatkan kurikulum berbasis
siaga bencana, padahal banyak sekali sekolah yang berada di zona merah bencana. secara
kuantitatif sebanyak 75 % sekolah di Indonesia berada pada risiko sedang hingga tinggi dari
bencana. Negara Indonesia seharusnya meniru beberapa negara-negara yang sudah
menerapkan pendidikan siaga bencana ke dalam sekolah-sekolah formal tingkat dasar dan
menengah.
Hasil kajian LIPI menggambarkan bahwa komunitas sekolah di Indonesia masih kurang siap
dalam mengantisipasi bencana khususnya gempa bumi dan tsunami. Di sisi lain sekolah
banyak yang belum siap mengikuti program sekolah siaga bencana ini baik karna faktor
fasilitas edukasi maupun kualitas SDM guru di bidang kebencanaan.
Pendidikan kebencanaan memerlukan media yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai khususnya untuk siswa sekolah dasar. Untuk itu, perlu fasilitas atau media khusus
dengan harapan dapat meningkatkan literasi kebencanaan di tingkat pendidikan dasar.
Untuk itu, kami mengusulkan LABORALSTER. Merupakan laboratorium mitigasi bencana
yang diintegrasikan dengan penerapan konsep IoT dan dikendalikan dengan artificial
inteligence melalui alat Augmanted Reality. Terdapat bantuan robotic untuk bekerja di
dalamnya sehingga siswa akan lebih terbantu dalam mempelajari materi mitigasi.
Yang membuat proyek ini begitu istimewa adalah Laboralster memiliki beberapa wahana
edukasi. Materi edukasi mitigasi kami sajikan di wahana “Belajar mitigasi” dengan bantuan
smart glasses menggunakan teknologi augmented reality dan sistem artificial inteligence.
Penggunaan Augmented Reality dapat mengubah suatu yang abstrak menjadi konkrit,
pembelajaran lebih kreatif dan kolaboratif sehingga memotivasi peserta didik terlibat aktif
(Atmajaya,2017). Edukasi penanggulangan bencana kami sajikan dalam wahana jaga alamku.
Serta evaluasi kami berikan dalam bentuk game interaktif sehingga siswa lebih matang dalam
pemahaman kebencanaan nya. Games interaktif juga akan menambah semangat anak dalam
pembelajaran.
Laboralster dapat direalisasikan bekerja sama dengan berbagai mitra baik dari pemerintahan
seperti BMKG, BNPB, Kemendikbud hingga swasta seperti Google. Investasi untuk
laboralster sama dengan menghemat anggaran penanggulangan bencana.
Melalui inovasi dan teknologi, akses dan kualitas edukasi mitigasi bencana di Indonesia akan
segera meningkat sehingga lahir sumberdaya manusia yang tanggap bencana dan
meminimalisir dampak negatif dari bencana. (Rancangan Visualisasi: manusia manusia yang
siap siaga)

Anda mungkin juga menyukai