Anda di halaman 1dari 91

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan Kesehatan merupakan suatu upaya yang diselenggarakan secara

mandiri atau bersama-sama dan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

yang optimal bagi masyarakat. Penyelenggaraan berbagai upaya pembangunan

kesehatan dilakukan diantaranya dengan pemerataan dan peningkatan pelayanan

kesehatan yang didukung oleh penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang

memadai, penyediaan jumlah obat yang mencukupi, bermutu baik dan

terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas.

Apotek termasuk dalam sarana kesehatan yang berperan penting dalam

upaya-upaya kesehatan tersebut terutama dalam pendistribusian dan pemberian

informasi obat kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51

tahun 2009, Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat

dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker melakukan praktek

kefarmasian di Apotek yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Apotek sebagai sarana yang bergerak dibidang jasa pelayanan harus

mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Pelayanan

kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat (drug oriented) ke

1
pasien (patient oriented) yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian

(pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya

berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditas utama menjadi pelayanan yang

komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

Sebuah Apotek hendaklah dikelola oleh seorang apoteker yang

mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas mengenai Apotek. Apoteker

dituntut mempunyai keahlian untuk dapat meningkatkan profesionalisme dalam

memberikan pelayanan kefarmasian, mempunyai pengetahuan tentang peraturan

perundang-undangan dibidang kefarmasian dan menguasai manajemen apotek

untuk mengembangkan Apotek yang dikelola. Apoteker juga diharapkan ikut serta

dalam perancangan, persiapan dan pemantauan terapi pengobatan pasien, untuk

menghindari terjadinya kesalahan dalam pemberian dan penyalahgunaan obat,

terutama dalam upaya swamedikasi yang dilakukan oleh masyarakat.

Selain melakukan tugas pokoknya dalam melayani kebutuhan pengobatan

masyarakat, yang meliputi mutu obat, jumlah obat dan harga yang terjangkau,

apoteker juga harus ikut serta membantu memberikan informasi kepada

masyarakat agar dapat berperilaku sehat bagi dirinya sendiri, keluarga serta

lingkungannya, sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat secara optimal. Untuk mencapai kemampuan tersebut, maka calon

Apoteker harus membekali diri dengan pengetahuan yang bersifat teori,

pengetahuan praktis mengenai hal-hal yang terjadi di lapangan, serta kemampuan

manajerial dan terus mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam

2
melaksanakan pengabdian profesinya seiring kemajuan ilmu pengetahuan

khususnya dibidang kesehatan yang semakin pesat.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek

Apotek Kimia Farma No.327 terletak di Jalan Jalan Gatot Subroto, Bandar

Lampung, Lampung:

1. Memberikan pemahaman kepada calon apoteker mengenai peran dan fungsi

Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotek.

2. Memperluas wawasan agar dapat mengaplikasikan teori yang telah didapat

dalam bidang perapotekan serta membandingkan antara praktek dengan

pengetahuan yang diperoleh secara teori.

3. Mengetahui cara pengelolaan apotek yang sesuai dengan peraturan dan etika

yang berlaku.

4. Memahami tugas dan fungsi apoteker dalam melakukan pekerjaan

kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Pengertian Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh Apoteker. Definisi ini berdasarkan isi Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran,

Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, dan Prekursor Farmasi.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, yang dimaksud dengan Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan

termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan

obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan

obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat

tradisional dan kosmetika, sedangkan yang dimaksud sebagai perbekalan

kesehatan ialah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan.

Suatu Apotek dapat didirikan dan dikelola oleh lembaga atau instansi

pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan

milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah, pihak swasta dan Apoteker yang

telah mengucapkan sumpah serta memperoleh STRA dari Kemenkes, Sertifikat

Kompetensi dari IAI, SIPA dari Dinas Kesehatan setempat. Apotek merupakan

bagian dari sarana pelayanan kesehatan sehingga harus mengutamakan

4
kepentingan masyarakat dan memiliki kewajiban untuk menyediakan, menyimpan

dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya

terjamin.

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut :

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah.

2. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau

bahan obat.

3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.3 Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat

yang diatur dalam :

a. Undang-undang No. 5 Tahun 1997, tentang Psikotropika.

b. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 1998, tentang

Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

5
f. Peraturan Menkes RI No. 889/Menkes/Per/VI/2011, tentang registrasi, Izin

Praktek, Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

g. Keputusan Menkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

h. Peraturan Menkes RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek.

i. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 13 Tahun 2014, tentang Perubahan

Penggolongan Narkotika.

j. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015, tentang Peredaran,

Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan

Prekursor Farmasi.

2.4 Study Kelayakan

Study kelayakan (Feasibility Study) adalah suatu rancangan secara

komprehensif segala sesuatu tentang rencana pendirian apotek baru untuk dapat

melihat kelayakan usaha, baik ditinjau dari pengabdian profesi maupun dari segi

ekonominya (Hartini dan Sulasmono, 2007).

Pertimbangan yang menjadikan studi kelayakan bersifat realistis adalah :

1. Jumlah penduduk di sekitar lokasi pendirian apotek.

2. Jumlah apotek yang ada disekitar lokasi pendirian apotek.

3. Fasilitas kesehatan umum (RS, puskesmas, praktek dokter swasta, klinik),

4. Tingkat pendapatan masyarakat di sekitar lokasi pendirian apotek.

5. Analisa SWOT apotek.

6
6. Pola penyakit.

7. Pola pengobatan.

8. Pola peresepan.

9. Jumlah pasien yang telah terlayani.

Dalam studi kelayakan beberapa analisa, seperti :

A. Analisa keuangan

Analisa keuangan digunakan untuk memperkirakan untung rugi

kemampuan pengembalian modal dan kemampuan apotek untuk tetap bertahan,

serta mengetahui prospek pemasaran. Analisa keuangan ini kemudian dituangkan

dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja untuk lima tahun pertama.

Pendapatan dapat dihitung dari pembelian obat, biaya rutin gaji karyawan dan

tagihan-tagihan serta biaya penyusutan. Dari data-data tersebut, dapat

diperhitungkan beberapa indikator keuangan, seperti return of invesment, break

even point, dan pay back period. Indikator-indikator keuangan tersebut digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan apotek.

B. Analisa Sosial Ekonomi

Analisa sosial ekonomi digunakan untuk mengetahui besar kecilnya angka

kesakitan, tingkat penggunaan pengobatan modern, tingkat ekonomi dan tingkat

pendidikan. Data-data tersebut digunakan untuk memperkirakan besar kecilnya

daya beli masyarakat terhadap obat-obatan yang tersedia di apotek atau

kemampuan apotek dalam menjual obat.

7
C. Analisa stake holder

Analisa stake holder digunakan untuk melihat bagaimana kontribusi stake

holder atau pihak-pihak terkait terhadap perkembangan apotek. Studi kelayakan

dilakukan untuk meyakinkan bahwa semua sumber daya dan keahlian dapat

digunakan untuk mendirikan sebuah apotek, selain memuat beberapa persyaratan

pendirian apotek yang telah dipenuhi.

2.5 Persyaratan Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Ketentuan dan Pemberian Izin Apotek, suatu

apotek harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama

dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan

tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang

lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan

komoditi yang lain diluar sediaan farmasi.

c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar

sediaan farmasi.

8
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah

apotek, adalah :

A. Lokasi dan Tempat

Faktor yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan

lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat,

keamanan lingkungan, ada atau tidaknya apotek lain, letak apotek yang didirikan

mudah atau tidaknya pasien untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah

praktek dokter, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.

B. Bangunan

Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi

persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan

fungsinya. Bangunan apotek sebaiknya terdiri dari ruang tunggu yang nyaman,

ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang penyimpanan

obat, tempat untuk memajang informasi bagi pasien termasuk penempatan brosur

atau materi informasi, ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang

dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi

pasien, ruang kerja apoteker, serta ruang tempat pencucian alat dan toilet.

Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi

syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi

dan sanitasi yang baik.

C. Perlengkapan Apotek

Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah :

1. Alat peracikan, seperti timbangan, mortir dan gelas ukur.

9
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat

dan lemari pendingin.

3. Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas.

4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika, dan bahan beracun.

5. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi dan salinan

resep.

6. Kumpulan peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan

apotek.

7. Buku standar yang diwajibkan seperti Farmakope Indonesia, ISO dan

MIMS.

2.6 Tenaga Kerja Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 terdapat

beberapa definisi personel apotek yaitu :

1. APA adalah apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek.

2. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping

APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.

3. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA

tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga bulan) secara terus menerus,

telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA di apotek

lain.

4. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam

menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli

10
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten

Apoteker.

Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus memiliki kemampuan

menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang

tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai

pimpinan, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu

belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan peluang untuk

meningkatkan pengetahuan.

Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA

dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya

dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen.

Tenaga kerja lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di

apotek terdiri dari :

1. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.

2. Kasir adalah orang yang membantu menerima uang, mencatat penerimaan

dan pengeluaran uang.

3. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek

dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan

apotek.

11
2.7 Perizinan Apotek

2.7.1 Tata Cara Perizinan Apotek

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin

Apotek adalah sebagai berikut :

1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

2. Dalam hal pemeriksaan, jika tidak dilaksanakan maka apoteker pemohon

dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala

Dinas Provinsi.

3. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan

pemeriksaan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

mengeluarkan Surat Izin Apotek.

4. Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

Kepala Balai POM jika masih belum memenuhi syarat, maka Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja

mengeluarkan surat penundaan.

5. Terhadap surat penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi

persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1

(satu) bulan sejak tanggal surat penundaan.

12
6. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana

dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan

pemilik sarana.

7. Pemilik sarana yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan tidak

pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.

8. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan

pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka

waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan

disertai dengan alasannya.

2.7.2 Perubahan Surat Izin Apotek

Menurut Surat Keputusan Dirjen POM No. 02401/SK/X/1990, perubahan

Surat Izin apotek (SIA) diperlukan apabila :

a. Terjadi penggantian nama apotek.

b. Terjadi perubahan nama jalan dan nomor bangunan pada alamat apotek tanpa

pemindahan lokasi apotek.

c. Surat Izin Apotek (SIA) rusak atau hilang.

d. Terjadi penggantian Apoteker Pengelola Apotek (APA).

e. Terjadi pemindahan lokasi apotek.

f. Apoteker Pengelola Apotek (APA) meninggal dunia.

13
2.7.3 Pencabutan Surat Izin Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002,

Pasal 25 menyatakan, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut Surat Izin Apotek

(SIA), apabila :

a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola

Apotek.

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.

c. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua

tahun secara terus menerus.

d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang

Narkotika, Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, dan

Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan atau ketentuan

peraturan perundang-undangan lainnya.

e. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) Pengelola Apotek dicabut.

f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-

undangan di bidang obat.

g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.

Memenuhi Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 26 menyatakan :

1. Pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan :

14
a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek Peringatan

sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing

dua bulan.

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan

sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek.

2. Pembekuan Izin Apotek, dapat dicairkan kembali Apotek telah membuktikan

memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini.

3. Pencairan Izin Apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari

Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

2.7.4 Pelanggaran Apotek

Pelanggaran di Apotek dapat memberikan berdasarkan berat dan

ringannya pelanggaran yang terjadi :

1. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek antara lain :

a. Pemilik Modal Apotek/ Apoteker Pengelola Apotek (APA) melanggar

peraturan perundangan di bidang farmasi.

b. Menjual dan mendistribusikan obat palsu.

c. Memproduksi perbekalan farmasi yang dilarang menurut undang-undang

(narkotika dan psikotropika) tanpa izin registrasi.

2. Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apoteker diantaranya :

a. Bekerja sama dengan PBF (Pedagang Besar Farmasi) menyalurkan obat

daftar G kepada yang tidak berhak.

b. Mengganti obat generik dengan obat paten.

15
c. Administrasi pengelolaan obat, perbekalan farmasi dan alat kesehatan

tidak tertib (laporan tidak lengkap).

d. Menjual obat keras tidak memakai resep.

e. Menjual obat generik di atas harga yang telah ditetapkan.

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenai

sanksi baik secara administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang

diberikan menurut KEPMENKES RI No. 1332/SK/X/2002 adalah :

a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga

kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan.

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak

dikeluarkannya.

Sedangkan sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara yang

diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap :

a. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

b. UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

c. UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

2.7.5 Pengajuan Perizinan Apotek

Tahapan yang harus dilakukan apabila hendak mengajukan perizinan

sebuah apotek, adalah membuat Surat Permohonan Izin Apotek kepada Kantor

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Adapun lampiran yang harus

disertakan bersama dengan surat permohonan izin Apotek menurut Keputusan

16
Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002, tentang Ketentuan dan Tata

Cara Pemberian Izin Apotek adalah :

1. Salinan / fotokopi Surat Izin Praktek Apoteker.

2. Salinan / fotokopi Kartu tanda Penduduk.

3. Salinan / fotokopi denah bangunan.

4. Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akta hak

milik/sewa/kontrak.

5. Daftar Tenaga Teknis Kesehatan dengan mencantumkan nama, alamat,

tanggal lulus dan nomor surat izin kerja.

6. Asli dan salinan/fotokopi daftar terperinci alat perlengkapan apotek.

7. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa tidak bekerja tetap

pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di

apotek lain.

8. Asli dan salinan/fotokopi surat izin atasan bagi pemohon Pegawai Negeri,

Anggota TNI, dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya.

9. Akte perjanjian kerja sama Apoteker Pengelola Apotek dengan Pemilik

Sarana Apotek.

10. Surat Pernyataan Pemilik Sarana tidak terlibat pelanggaran peraturan

perundang-undangan di bidang obat.

2.8 Pengelolaan Apotek

Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk

melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Menurut Keputusan Menteri

17
Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 pengelolaan apotek dapat dibagi

menjadi dua, yaitu : (Kepmenkes, 2002).

a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan,

pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan

obat, pengadaan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan

informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada

dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, pengamatan

dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta

perbekalan farmasi lainnya.

b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,

keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan

bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.

2.9 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 35, 2014)

2.9.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai

Secara garis besar pengelolaan Apotek dapat dijabarkan sebagai berikut :

A. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola

konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

18
B. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan

Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

C. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat

pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

D. Penyimpanan

1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka

harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang

jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat,

nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai

sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.

4. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expired First Out) dan

FIFO (First In First Out).

E. Pemusnahan

1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan

bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang

19
mengandung narkotikaa atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan

disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat

selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan

oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktek atau surat

izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan

menggunakan Formulir.

2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan

oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau

cara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir dan selanjutnya

dilaporkan kepada dinas kesehatan Kabupaten/Kota.

F. Pengendalian

Pengendaian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau

pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari

terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,

kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan

menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok

sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah

pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

G. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,

20
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan

pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal

merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,

meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi

pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya menggunakan formulir.

2.9.2 Pengelolaan keuangan

Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah :

A. Laporan Rugi-Laba

Laporan rugi-laba adalah laporan yang menyajikan informasi tentang

pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode

tertentu. Laporan rugi-laba biasanya berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal

ditambah pembelian dikurang persediaan akhir), laba kotor, biaya operasional,

laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak,

pendapatan non usaha dan pajak.

B. Neraca

Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit

usaha pada waktu dan jumlah tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan

jumlah harta yang dimilliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang

disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan

21
dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut.

Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar

dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap.

Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Aktiva tetap

dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan

modal.

C. Laporan utang-piutang

Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada

periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang

yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak

apotek (Anief, M., 2000).

2.9.3 Administrasi

Administrasi yang dilakukan Apotek meliputi antara lain :

1. Administrasi umum, kegiatannya meliputi, membuat agenda atau

mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan

seperti, laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan

harganya, pendapatan, alat dan obat KB, obat generik dan lain-lain.

2. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-

bukti pengeluaran dan pemasukan.

3. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas

dan pembayaran secara tunai atau kredit.

22
4. Administrasi pergudangan meliputi, pencatatan penerimaan barang, masing-

masing barang diberi kartu stok dan membuat defekta.

5. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai

atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain

itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya

hutang apotek.

6. Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang

dan penagihan sisa piutang.

7. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan,

mencatat kepangkatan, gaji dan pendapatan lainnya dari karyawan.

2.9.4 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan

Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi :

2.9.4.1 Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik

dan pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi :

a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan,

23
b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktek (SIP), alamat, nomor telepon dan

paraf, dan

c. Tanggal penulisan Resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi :

a. Bentuk dan kekuatan sediaan,

b. Stabilitas, dan

c. Kompabilitas (ketercampuran Obat).

Pertimbangan klinis meliputi :

a. Ketepatan indikasi dan dosis Obat,

b. Aturan, cara dan lama penggunaan Obat,

c. Duplikasi dan/atau polifarmasi,

d. Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi

klinis lain),

e. Kontra indikasi, dan

f. Interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuain dari hasil pengkajian maka

Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.

2.9.4.2 Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut :

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep :

- Menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep,

24
- Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan

memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.

2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan

3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi :

- Warna putih untuk Obat dalam/oral,

- Warna biru untuk Obat luar dan suntik,

- Menempelkan label “kocok dahulu pada sediaan bentuk suspensi atau

emulsi.

4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang

berada untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut :

a. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan

kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan

serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan

Resep),

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien,

c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien,

d. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat,

e. Memberikan informasi cara penggunaan Obat, makanan dan minuman

yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat

dan lain-lain,

25
f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang

baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak

stabil,

g. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya,

h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh

Apoteker (apabila diperlukan),

i. Menyimpan Resep pada tempatnya,

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan

Formulir.

Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan

swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang

memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat

bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

2.9.4.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan

Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai

Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan

metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,

26
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,

stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi :

1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan,

2. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat

(penyuluhan),

3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien,

4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang

sedang praktek profesi,

5. Melakukan penelitian penggunaan Obat,

6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah,

7. Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan

Formulir.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :

1. Topik Pertanyaan,

2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan,

3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon),

4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat

alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium),

5. Uraian pertanyaan,

27
6. Jawaban pertanyaan,

7. Referensi,

8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker

yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

2.9.4.4 Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,

Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien

dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker

harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami

Obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling :

1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,

ibu hamil dan menyusui),

2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya : TB, DM,

AIDS, epilepsi),

3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off),

4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

fenitoin, teofilin),

28
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi

penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari

satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis

Obat,

6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling :

1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien,

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime

Questions, yaitu :

- Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah

Anda menerima terapi Obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien

untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat,

4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan Obat,

5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan

pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam

konseling dengan menggunakan formulir.

29
2.9.4.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk

kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh

Apoteker, meliputi :

1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan,

2. Identifikasi kepatuhan pasien,

3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya

cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin,

4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum,

5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien,

6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan

menggunakan Formulir.

2.9.4.6 Pemantauan Terapi Obat

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping.

30
Kriteria pasien :

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui,

b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis,

c. Adanya multidiagnosis,

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati,

e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit,

f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang

merugikan.

Kegiatan :

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria,

b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri

dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui

wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain,

c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain

adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi,

pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,

terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat,

d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan

apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi,

e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana

pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan

meminimalkan efek yang tidak dikehendaki,

31
f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh

Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk

mengoptimalkan tujuan terapi,

g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan

menggunakan Formulir.

2.9.4.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi

fungsi fisiologis.

Kegiatan :

a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami

efek samping Obat,

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO),

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan

menggunakan Formulir.

Faktor yang perlu diperhatikan :

a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain,

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

32
2.9.5 Sumber Daya Kefarmasian

2.9.5.1 Sumber Daya Manusia

Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat

dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang

memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktek atau Surat Izin Kerja.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang Apoteker harus

menjalankan peran yaitu :

a. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.

Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan

kesehatan secara berkesinambungan.

b. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan

dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

c. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi

kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus

mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

d. Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan

yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan

mengelola hasil keputusan.

33
e. Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran

dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi

informasi dan bersedia informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang

berhubungan dengan Obat.

f. Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan

profesi melalui pendidkan berkelanjutan (Continuing Professional

Development / CPD).

g. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informai Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan

memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan

Kefarmasian.

2.10 Penggolongan Obat

Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “Tanda” untuk

membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar

pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu :

a. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

b. Kepmenkes RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan

Obat Bebas Terbatas.

34
c. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras

Daftar G.

d. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek.

e. Permenkes RI No. 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Penggolongan

Narkotika.

f. Permenkes RI No. 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,

Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi menjadi

beberapa golongan yaitu (Permenkes No. 13, 2014) :

2.10.1 Obat Bebas

Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep

dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas

35
2.10.2 Obat Bebas Terbatas

Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas

Obat bebas bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat

diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru

dengan garis tepi hitam. Contoh dari obat bebas terbatas yaitu, obat batuk

(Dextromethorphan®), obat influenza (Ultraflu®), obat penghilang rasa sakit dan

penurun panas (Ibuprofen®), obat-obat antiseptik (Betadine) dan obat tetes mata

untuk iritasi ringan (Braito®). Obat golongan ini termasuk obat keras tapi dapat

dibeli tanpa resep dokter.

Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam

wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda

peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm

(disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan

penggunaanya dengan huruf berwarna putih.

Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu :

a. P No. 1 : Awas! Obat keras. Baca aturan pakai. Contoh : Decolgen®.

b. P No. 2 : Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan.

Contoh: Gargarisma Khan®.

c. P No. 3 : Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh :

Tingtur lodii®.

36
d. P No. 4 : Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh : Sigaret asma®.

e. P No. 5 : Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh : Sulfanilamid

Steril®.

f. P No. 6 : Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh :

Suppositoria®.

Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

Pada obat antara daftar obat B dan daftar obat G adalah obat pada daftar

obat B dapat diperoleh tanpa resep dokter asal memenuhi ketentuan-ketentuan

sebagai berikut :

a. Obat-obat dengan daftar obat B hanya boleh dijual dalam kemasan asli pabrik

pembuatannya.

b. Waktu penyerahan obat-obat tersebut pada wadahnya harus ada tanda

peringatan berupa etiket khusus yang tercetak sesuai dengan ketentuan

kementerian kesehatan seperti yang diuraikan diatas.

37
2.10.3 Obat Keras Daftar G

Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras

Obat keras adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati,

menguatkan, mendesinfeksi dan lain-lain, pada tubuh manusia, baik dalam

bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat

keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya

yang ditulis pada etiket dan bungkus luar. Psikotropika termasuk dalam golongan

obat keras. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep

dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya

“boleh diulang”. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung (Amlodipine®),

obat diabetes (Metformin®), hormon (diane®), antibiotika (Amoxicillin®),

beberapa obat ulkus lambung (Ranitidine®) dan semua obat suntik (Cefotaxime®,

Ranitidin® inj, dan dexametasone®) .

2.10.4 Obat Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Penggolongan dari psikotropika adalah (Undang-Undang No. 5, 1997) :

38
a. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh : Alganax® (Alprazolam), Tenosiklidina®, Metilendioksi®

Metilamfetamin®.

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :

Deksamfetamin® (D-pseudo epinefrin).

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh : Amobarbital®, Pentabarbital®, Methedrine (Siklobarbital®).

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan sangat luas dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:

Diazepam®, Estazolam®, Etilamfetamin®.

Namun setelah diberlakukannya Undang-Undang tentang Narkotika

terbaru No. 35 tahun 2009, pada pasal 153 dinyatakan bahwa lampiran mengenai

jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II (Amfetamin® dan

Metamfetamine®) dan sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang

No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika telah dipindahkan menjadi Narkotika

Golongan I (Amfetamin® dan Metamfetamine®). Dengan demikian lampiran

39
mengenai psikotropika Golongan I dan Golongan II dalam lampiran Undang-

Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sudah dicabut dan dinyatakan

tidak berlaku (Undang-Undang No. 35, thn 2009).

2.10.5 Obat Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan (Undang-Undang No. 35, thn 2009).

Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Undang-Undang No. 35, thn

2009) :

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : kokain, opium, heroin, ganja, Katinona, Amfetamina (Permenkes

No. 13, tahun 2014).

40
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin,

normetadona, metadona.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : Diazepam, Nitrazepam, dan Flurazepam, Kodein.

2.11 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika

2.11.1 Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika

Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan berdasarkan daftar

permintaan barang apotek. Petugas memilih supplier yang dapat memberikan

harga relatif lebih murah dibandingkan dengan supplier lainnya. Petugas

mengirimkan SP yang telah disetujui oleh APA ke supplier melalui telepon,

faximile, atau diambil sendiri oleh salesman supplier.

2.11.2 Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika

Berbeda dengan obat narkotika dan psikotropika, penyimpanan obat ini

tidak memiliki peraturan yang baku. Cara menyimpan obat ini dapat disesuaikan

dengan sifat bahan obat, kelembaban, bahan wadah. Selain hal tersebut,

penyimpanan dapat diefisienkan dengan menggunakan lemari yang dibuat seperti

41
sarang tawon dan memperhatikan estetika. Seperti Sediaan Suppositoria, Sediaan

Insulin dan obat yang tidak tahan dengan suhu ruang, di simpan dalam lemari

pendingin yaitu pada refrigerator dengan suhu 1-5°C.

2.12 Pengelolaan Obat Narkotika (Undang-Undang RI No. 35, 2009)

Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang

ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika, di Indonesia

merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan

pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk mengimpor bahan baku, memproduksi

sediaan dan mendistribusikan narkotika adalah bahan berbahaya yang

penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika

meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan.

2.12.1 Pemesanan Narkotika

Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan

narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP),

yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel Apotek,

nomor SIKA dan SIPA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP untuk satu

jenis obat narkotika (Umar, 2009).

42
2.12.2 Penyimpanan Narkotika

Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan

harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di Apotek harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Permenkes No. 3, tahun 2015) :

a. Tempat penyimpanan Narkotika dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari

khusus.

b. Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Narkotika.

c. Lemari khusus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Terbuat dari bahan yang kuat,

2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang

berbeda,

3. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk

Apotek,

4. Kunci lemari khusus dikuasai Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang

ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

d. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama

dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta

persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk

menyimpan narkotika yang dpakai sehari-hari.

e. Apabila tempat khusus tersebut barupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80

x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau lantai.

43
f. Lemari khusus berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.

g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh

umum.

2.12.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika

Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung

narkotika antara lain (Undang-Undang No. 35, tahun 2009):

a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu

pengetahuan.

b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit

berdasarkan resep dokter.

c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep

dokter.

d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,

walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama

sekali.

e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali,

apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh

dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani

sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada

resep-resep yang mengandung narkotika.

44
2.12.4 Pemusnahan Narkotika

APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak

memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker

Pengelolaan Apotek dan Dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat

Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang sekurang-sekurangnya memuat :

a. Nama, jenis, sifat dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan

pemusnahan .

c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan

pemusnahan.

d. Cara pemusnahan dibuat berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada

Kepala Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten dengan

tembusan kepada Balai POM.

Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan

narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa :

teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau

pencabutan izin (Permenkes No. 3, Tahun 2015).

2.12.5 Pelaporan Narkotika

Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi narkotika

berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan.

Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat rangkap empat, ditujukan

45
kepada Kepala Pelayanan Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar

POM, Dinas Kesehatan Provinsi dan 1 salinan untuk arsip.

Pelaporan paling sedikit terdiri atas :

1. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika,

2. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan,

3. Jumlah yang diterima, dan

4. Jumlah yang diserahkan.

Apotek wajib membuat, menyimpan, menyampaikan laporan pemasukan

dan penyerahan/penggunaan Narkotika, setiap bulan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat (Permenkes

No. 3, tahun 2015).

2.13 Pengelolaan Obat Psikotropika

Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang

berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan.

Tujuan pengaturan psikotropika ialah untuk menjamin ketersediaan psikotropika

guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah

terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap

psikotropika. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi (Undang-

Undang No. 5, Tahun 1997).

46
2.13.1 Pemesanan Psikotropika

Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa

digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya

dapat dilakukan kepada Apotek lainnya, Rumah Sakit, Puskemas, balai

pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah

dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama

jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIPA. Surat pesanan dibuat rangkap 2, serta

satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika (Permenkes No.3 tahun 2015).

2.13.2 Penyimpanan Psikotropika

Tempat penyimpanan Psikotropika di Apotek harus mampu menjaga

keamanan, khasiat, dan mutu Psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan

psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.

Tempat penyimpanan Psikotropika di Apotek harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut (Permenkes No. 3, tahun 2015) :

a. Tempat penyimpanan Psikotropika dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari

khusus.

b. Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Psikotropika.

c. Lemari khusus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Terbuat dari bahan yang kuat,

2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang

berbeda,

47
3. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk

Apotek,

4. Kunci lemari khusus dikuasai Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang

ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

2.13.3 Pemusnahan Psikotropika

Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak

pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau

tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi

syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu

pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dbuat Berita Acara dan dikirim

kepada Kepala Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Provinsi/Kabupaten

dengan tembusan kepada Balai POM (Permenkes No. 3, tahun 2015).

2.13.4 Pelaporan Psikotropika

Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang

berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap tahun.

Laporan ditujukan kepada Kepala Pelayanan Kesehatan dengan tembusan kepada

kepala Balai Besar POM setempat dan 1 salinan untuk arsip apotek (Permenkes

No. 3, tahun 2015).

Pelaporan paling sedikit terdiri atas :

48
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika,

b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan,

c. Jumlah yang diterima,

d. Jumlah yang diserahkan.

BAB III

49
TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA

3.1 Sejarah Apotek Kimia Farma

Sejarah panjang PT. Kimia Farma terbentang sejak tahun 1817 yang kala itu

masih di bawah penguasaan Belanda. Nasionalisasi terjadi pada tahun 1958 dan

akhirnya menjadi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. pada tahun 1971. PT. Kima

Farma (Persero) Tbk, merupakan badan usaha milik negara atau BUMN yang

terdiri dari PT. Kimia Farma Apotek, PT. Kimia Farma Traiding and Distribution,

dan PT. Kimia Farma Produksi. PT. Kimia Farma Apotek menjadi anak

perusahaan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, sejak 4 Januari 2003.

PT. Kimia Farma Apotek bertujuan melakukan usaha dalam bidang

pengelolaan Apotek, Klinik, Laboratorium Klinik, Optik dan jasa kesehatan

lainnya. Dalam upaya meningkatkan kontribusi dan memperbesar penjualan, saat

ini PT. Kimia Farma Apotek telah mengelola sebanyak 615 Apotek hingga tahun

2014 yang tersebar di seluruh tanah air dan pemimpin pasar di bidang perapotekan

dengan penguasaan pasar sebesar 19% dari total penjualan apotek dari seluruh

Indonesia.

Keberhasilan menempati posisi sebagai pemimpin pasar tidak terjadi secara

instan dan mudah. Kualitas SDM, strategi pemasaran terutama marketing

communication yang dirancang dan diimplementasikan dengan sangat baik, telah

berhasil memperkuat corporate image PT. Kimia Farma Apotek.

Agar dapat exist dan terus menerus berkembang dalam menghadapi pasar

global yang dinamis dan kompleks dengan persaingan yang sangat ketat, salah

50
satu strategi yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Apotek adalah dengan

memperluas jaringan pemasaran dengan menambah jumlah unit apotek pelayanan

yang tersebar di seluruh Indonesia. Penambahan jumlah apotek pelayanan ini

tentu saja selalu diiringi dengan strategi pemasaran yang tepat sehingga

mempunyai akseptasi pasar yang luas dengan keunggulan kompetitif yang

sustainable.

Apotek pelayanan merupakan hasil restrukturisasi yang dilakukan oleh

manajemen PT. Kimia Farma Apotek pada bulan Juli 2004. PT. Kimia Farma

Apotek melakukan perubahan struktur organisasi dan sistem pengelolaan Sumber

Daya Manusia (SDM) dengan pendekatan efisiensi, produktifitas, kompetensi dan

komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada. Salah satu

perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama

tentang Kimia Farma. Dalam konsep baru, Apotek Kimia Farma bukan lagi

terbatas sebagai gerai untuk menjual obat, melainkan menjadi pusat pelayanan

kesehatan atau health centre, yang didukung oleh berbagai aktifitas penunjang

seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter dan health centre untuk obat-

obat tradisional Indonesia seperti herbal medicine.

PT. Kimia Farma Apotek memiliki jaringan yang dan tersebar di seluruh

nusantara, diantaranya terdapat di Bandar Lampung. Apotek Kimia Farma di

Bandar Lampung memiliki 10 cabang apotek pelayanan, yaitu : Apotek Kimia

Farma No. 131 Kartini, Apotek Kimia Farma No. 222 Gajah Mada, Apotek Kimia

Farma No. 256 Bumi Waras, Apotek Kimia Farma No. 285 Way Halim, Apotek

Kimia Farma No. 318 Raja Basa, Apotek Kimia Farma No. 327 Gatot Subroto,

51
Apotek Kimia Farma No. 467 Antasari, Apotek Kimia Farma No.553 Bandar

Jaya, Apotek Kimia Farma No. 647 Teuku Umar, Apotek Kimia Farma No. 648

Walter Mongonsidi.

3.2 Visi dan Misi

1. Visi

Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu

memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.

2. Misi

a. Jaringan layanan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik,

laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.

b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.

c. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (fee

based income).

3.3 Struktur Organisasi

Apotek Kimia Farma di Bandar Lampung dipimpin oleh seorang Bisnis

Manager (BM). BM bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan

administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. BM secara struktur

organisasi langsung membawahi manager apotek pelayanan, supervisor akutansi

dan keuangan serta supervisor inventory. Manager Apotek Pelayanan (MAP)

adalah seorang apoteker yang membawahi karyawan di apotek yang terdiri dari

Tenaga Teknis Kefarmasian, juru resep dan kasir. MAP bertugas mengelola dan

52
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kefarmasian di Apotek. Dengan

adanya konsep BM, diharapkan pengelolaan aset, sediaan farmasi dan keuangan

dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien. Demikian juga

kemudahan dalam mengambil keputusan yang menyangkut antisipasi dan

penyelesaian masalah.

Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah :

a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah.

b. Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga mutu

pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada

peningkatan penjualan.

c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan

berimbas pada efisiensi biaya administrasi.

d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber

barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar

range margin atau HPP rendah.

3.4 Simbol PT. Kimia Farma Apotek

PT. Kimia Farma, memiliki logo yang menggambarkan matahari terbit

berwarna orange dan tulisan kimia farma berwarna biru di bawahnya.

53
Gambar 3.1 Simbol PT. Kimia Farma Apotek

Simbol tersebut memiliki makna tersendiri, yaitu :

a. Simbol Matahari

1. Paradigma baru : Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru

kehidupan yang lebih baik.

2. Optimis : Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya

tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam

menjalankan bisnisnya.

3. Komitmen : Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat

secara teratur dan terus menerus, memiliki makna adanya komitmen dan

konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia

Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.

4. Sumber energi : Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma

baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan

masyarakat.

5. Semangat yang abadi : Warna orange berarti semangat, warna biru berarti

keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna

yaitu semangat yang abadi.

b. Jenis huruf

54
Dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan dengan nilai

dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip sebuah

identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada.

c. Sifat huruf

1. Kokoh : Memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam

bidang Farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan

farmasi pertama yang dimiliki Indonesia.

2. Dinamis : Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan

optimisme.

3. Bersahabat : Dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan

keramahan Kimia Farma dalam melayani konsumennya dalam konsep

Apotek Jaringan. Konsep apotek jaringan sendiri telah dicanangkan pada

tahun 1998 yang artinya sudah kurang lebih 13 tahun kebijakan itu

diberlakukan untuk menjadikan beberapa apotek bergabung ke dalam grup

yang pada akhirnya diharapkan menjadi suatu jaringan apotek yang kuat.

3.5 Lokasi dan Tata Ruang Apotek Kimia Farma

1. Lokasi Apotek Kimia Farma

Secara umum 10 cabang Apotek Kimia Farma berlokasi di tempat yang

straategis karena berada di pusat kota, terletak di pinggir jalan raya yang ramai

dilalui kendaraan dan berdekatan dengan pemukiman penduduk serta mudah

dijangkau baik dengan kendaraan pribadi maupun umum.

2. Tata Ruang Apotek Kimia Farma

55
Bangunan Apotek Kimia Farma dibagi atas beberapa ruangan yang diatur

sedemikian, sehingga memudahkan berlangsungnya kegiatan-kegiatan di apotek

tersebut. Tata ruangan apotek diatur sebagai berikut :

a. Ruang Tunggu

Ruang tunggu menjadi satu dengan tempat kasir, penerimaan resep,

penjualan obat bebas, kosmetika, alat kesehatn serta makanan dan

minuman. Di ruang ini terdapat etalase-etalase obat bebas, kosmetika dan

alat kesehatan, rak dan lemari pendingin untuk soft drink, dan makanan

ringan. Di ruangan ini juga dilengkapi dengan kursi tunggu, TV dan AC

yang memberikan kenyamanan bagi pelanggan yang menunggu.

b. Ruang Obat dan Peracikan

Terletak di samping ruang tunggu, dibatasi oleh dinding berskat

terbuka yang diatur sedemikian, sehingga pelanggan dapat melihat seluruh

aktifitas kegiatan di dalamnya. Ruangan ini ditata dengan rapih agar

memudahkan dan mempercepat pelayanan obat yang diterima dari

pelanggan di ruang tunggu.

c. Ruang Praktek Dokter

Untuk meningkatkan jumlah resep yang masuk ke apotek, Apotek

Kimia Farma merasa perlu bekerjasama dengan dokter untuk membuka

tempat praktek bersama. Dokter-dokter yang sudah melakukan kerja sama

antara lain : Dokter Umum, Penyakit Dalam, Penyakit Jiwa, Obsgin, Anak,

Saraf, Paru, Gigi dan THT, yang terbagi dalam 10 apotek yang ada.

d. Ruang penunjang lainnya

56
Ruang penunjang lainnya terdiri dari klinik, laboratorium klinik dan

ruang pemeriksaan telinga. Selain itu terdapat juga fasilitas penunjang lain

seperti : kamar mandi karyawan, toilet untuk pasien dan ruang sholat.

3.6 Pengelolaan Sediaan Farmasi

a. Pemilihan

Selama ini seleksi atau pemilihan obat yang dilakukan di Apotek Kimia

Farma dilakukan berdasarkan kebutuhan obat fast moving maupun slow moving.

Dengan metode seleksi tersebut apotek kimia farma mampu memenuhi kebutuhan

pasien akan obat dan hampir tidak pernah menolak resep yang datang ke apotek.

b. Perencanaan dan Pengadaan

Tahap perencanaan sangat penting karena persediaan obat yang efektif dan

efisien merupakan kunci keberhasilan apotek sehingga permintaan obat bebas

maupun resep dapat terlayani. Perencanaan pembelian barang di apotek kimia

farma dilakukan berdasarkan metode konsumsi, dengan melihat sejarah pembelian

1-3 bulan sebelumnya. Barang yang banyak terjual direncanakan untuk dilakukan

pembelian setidaknya memenuhi 50% dari periode bulan sebelumnya untuk

kebutuhan satu sampai dua minggu. Hal ini dilakukan untuk menghindari

penumpukan barang, karena penumpukan barang belum tentu dapat meningkatkan

omset, sehingga sisa dana tersebut dapat digunakan untuk keperluan lain agar

perputaran modal tidak berhenti. Selain itu cara ini lebih efektif untuk

mempermudah pengontrolan obat kadaluwarsa dan obat rusak karena dimonitor

setiap hari.

57
Pengadaan barang di apotek kimia farma dilakukan oleh staf pengadaan

yang diberi wewenang dan tanggung jawab di bawah pengawasan langsung Bisnis

Manager. Pengadaan barang yang dilakukan berdasarkan pengadaan terbatas,

pengadaan barang dilakukan apabila persediaan barang telah menipis. Hal tersebut

dilakukan untuk mengurangi stok obat dalam jumlah besar dan pertimbangan

masalah biaya yang minimal.

Untuk pengadaan obat yang dilakukan secara konsinyasi : yaitu titipan

barang dari distributor kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen

komisioner yang akan menerima komisi bila barang terjual, namun bila barang

tidak terjual maka barang tersebut dapat dikembalikan. Konsinyasi biasanya

dilakukan untuk obat-obat baru, obat-obat yang kurang laku atau yang sedang

dalam masa promosi, seperti obat-obatan tradisional dan alat-alat kesehatan.

c. Pemesanan dan Pembelian

Pemesanan dan pembelian sediaan dan perbekalan farmasi kepada Pedagang

Besar Farmasi (PBF) dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut, yaitu:

1. Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang resmi.

2. Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan.

3. Kecepatan pengiriman barang yang baik dan tepat waktu.

4. Besarnya potongan harga (quantity discount) bila pembelian dalam jumlah

banyak.

5. Tempo pembayaran lama atau syarat pembayaran yang mudah.

6. Kelengkapan dan kualitas barang terjamin.

58
Pembelian barang di apotek kimia farma baik berupa obat dan perbekalan

farmasi lain yang berkaitan dengan penjualan seperti botol, pot dan lain-lain

dilakukan setiap hari, dengan menggunakan SP yang telah disetujui oleh APA lalu

dikirimkan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) melalui telepon ataupun

melalui salesman yang datang ke apotek. Untuk pembelian obat yang bersifat

mendesak (cito), apotek dapat membelinya dari apotek yang terdekat, dalam

jumlah atau seperlunya saja.

Untuk pembelian obat Narkotika dan Psikotropika, surat pemesanannya

harus ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan diberi cap

apotek, sedangkan untuk pembelian dan pemesanan obat bebas maupun obat

untuk resep cukup ditandatangani oleh bagian pembelian.

Prosedur pembelian barang di Apotek Kimia Farma yaitu :

1. Bagian pembelian (TTK) mengumpulkan data barang yang harus

dipesan berdasarkan buku defekta. Kemudian bagian pembelian

membuat surat pesanan (SP) yang berisi nama distributor, nama barang,

kemasan, jumlah dan keterangan (potongan harga) lalu ditanda tangani

dan distempel apotek. Surat pesanan dibuat 2 rangkap yang masing-

masing diberikan kepada salesman dan bagian penerimaan obat/barang

sebagai arsip apotek.

2. Surat pesanan ini akan diberikan kepada sales dari pihak distributor

yang biasanya datang untuk menanyakan apakah apotek akan memesan

barang atau tidak. Apabila pesanan dilakukan melalui telepon maka SP

59
akan diberikan kepada pengantar barang pada saat mengantarkan barang

yang dipesan.

d. Penerimaan Barang

1. Setelah barang yang dipesan datang dilakukan penerimaan dan

pemeriksaan barang oleh bagian penerimaan barang (TTK). Pemeriksaan

yang dilakukan antara lain pemeriksaan nama, kemasan, jumlah kondisi

barang, tanggal kadaluwarsa serta dilakukan pemeriksaan kesesuaian

antara faktur dengan surat pesanan meliputi nama, kemasan, jumlah,

harga barang, serta nama distributor. Setelah sesuai, faktur asli

diserahkan kembali ke pengantar salinan faktur dipegang oleh bagian

penerimaan.

2. Bagian penerimaan kemudian mencatat pesanan barang yang telah

diterima ke dalam buku penerimaan barang berdasarkan salinan faktur

dan surat pesanan. Kemudian salinan faktur ini akan diberikan ke bagian

administrasi hutang dagang untuk dicatat besarnya jumlah biaya yang

harus dibayarkan serta jangka waktu pembayaran, dan juga ke bagian

pembelian untuk memasukkan data perubahan harga ke dalam komputer

jika ada perubahan harga barang.

e. Penyimpanan

Setelah barang diterima oleh petugas penerimaan, kemudian sediaan dan

perbekalan farmasi tersebut disimpan. Penyimpanan dilakukan di dalam rak-rak

bersusun, diletakkan secara sistematis berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan

dan masing-masing disusun secara alfabetis dengan sistem FEFO (First Expired

60
First Out) artinya obat yang telah mendekati waktu kadaluarsa yang terlebih

dahulu digunakan, sehingga kecil kemungkinan terjadinya obat rusak atau

kadaluarsa dan FIFO (First In First Out) artinya obat yang terlebih dahulu masuk

akan terlebih dahulu dikeluarkan. Setiap jenis obat yang akan disimpan disertai

dengan kartu stok obat untuk mencatat mutasinya. Obat yang harus disimpan

dalam suhu rendah, disimpan dalam lemari pendingin seperti sediaan suppositoria.

Sedangkan obat-obat bebas, kosmetika, perbekalan kesehatan lainnya disimpan di

dalam lemari sirkulasi dan etalase berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan

masing-masing disusun secara alfabetis juga.

Sedangkan untuk obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari

khusus yang dilengkapi dengan kunci, dan kuncinya disimpan oleh Apoteker

Pengelola Apotek dan TTK yang diberi wewenang, untuk menghindari

penyalahgunaan. Masing-masing obat memiliki kartu stok untuk mencatat

mutasinya.

3.7 Apotek Asuhan Kefarmasian

3.7.1 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Apoteker sangat bertanggung jawab dalam membantu pasien memperoleh

informasi obat yang tepat dan dapat dipercaya untuk menuju pengobatan yang

lebih aman, tepat, rasional dan ekonomis serta mengatasi masalah yang terjadi

saat penggunaan obat.

Apotek Kimia Farma secara umum telah melaksanakan fungsi pelayanan

kesehatan berupa pelayanan informasi obat untuk memantau, mengawasi dan ikut

61
serta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada setiap transaksi obat

di Apotek, selalu dilengkapi dengan pemberian informasi tentang obat yang akan

digunakan, secara jelas dan lengkap.

3.7.2 Konseling

Tujuan dari konseling tidak hanya memberitahukan aturan dan cara pakai

obat, tetapi mempunyai tujuan yang lebih luas yang secara umum bertujuan untuk

meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengikuti instruksi pengobatan,

diantaranya :

a. Pendidikan pasien

b. Merubah tingkah laku pasien ke arah yang lebih baik

c. Merangsang pasien untuk ikut aktif dalam terapi yang dijalaninya

d. Menjamin keselamatan melalui penggunaan obat yang tepat, aman, dan

rasional.

Apotek Kimia Farma secara umum telah melakukan konseling kepada pasien,

namun masih belum menyediakan ruang khusus untuk konseling.

3.7.3 Pengobatan Mandiri

Pengobatan mandiri dapat dilakukan oleh pasen yang menderita sakit

ringan. Obat-obat yang dapat digunakan untuk pengobatan mandiri antara lain

adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (OWA). Ketiga jenis

obat ini dapat dibeli pasien tanpa menggunakan resep dokter, namun perlu

diberikan informasi yang tepat untuk pemakaiannya.

62
Di Apotek Kimia Farma pengobatan mandiri ini disebut Upaya

Pengobatan Diri Sendiri (UPDS). Apotek juga sudah melakukan pengobatan

mandiri ini kepada pasien-pasien yang membutuhkan. Dalam pelaksanaannya

sudah baik dan sesuai persyaratan peraturan yang berlaku, diantaranya rutin

mmbuat catatan pasin : nama, alamat, nomor telepon, dan obat yang diserahkan,

serta pemberian informasi tentang obat yang akan digunakan.

3.7.4 Pelayanan Apotek

Setiap pelayanan yang dilakukan oleh karyawan Apotek Kimia Farma

sudah baik, untuk obat resep misalnya, pelayanannya dilakukan secara

menyeluruh dari awal penerimaan resep dari pasien sampai penyerahan obat

disertai informasinya.

Pelayanan obat di Apotek Kimia Farma dilakukan dengan sistem

pembayaran tunai dan kredit. Pembayaran tunai obat dengan resep dilakukan

terhadap pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang

dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Pembayaran dengan cara kredit obat dengan

resep dokter adalah penjualan obat dengan resep berdasarkan perjanjian kerjasama

yang telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang

pembayarannya dilakukan secara kredit melalui penagihan kepada perusahaan

secara berkala.

63
3.7.5 Monitoring Efek Samping Obat

Monitoring efek samping obat di Apotek Kimia Farma masih belum

dilakukan secara maksimal. Kegiatan monitoring efek samping obat seharusnya

dilaksanakan secara rutin di Apotek. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya efek samping yang merugikan pasien, sehingga pasien akan lebih

mengerti dan lebih berhati-hati dengan obat yang diminum.

3.7.6 Dispensing

Dispensing adalah proses penyiapan sampai pemberian obat kepada pasien

berdasarkan resep. Di Apotek Kimia Farma proses dispensing ini sudah dilakukan

dengan baik, ini terlihat dari alur pelayanan obat Resep di Apotek yang mana

Resep diterima kemudian divalidasi dan dianalisis resepnya. Kemudian diambil

keputusan berdasarkan analisis resep tersebut, menyiapkan item obat berdasarkan

standar praktek dan ilmu kefarmasian. Memberi label dan etiket, menyerahkan

obat kepada pasien dengan informasi yang memadai, dan mendokumentasikan

seua yang telah dilakukan. Untuk lebih meningkatkan eksistensi Apoteker di

masyarakat, sebaiknya obat diserahkan oleh apoteker. Selama PKPA, mahasiswa

diberi kesempatan untuk menyerahkan obat dalam pengawasan APA/TTK.

64
3.7.7 Jumlah Rata-Rata Resep Perhari, dan Pelayanan Resep di Apotek

Kimia Farma 327 Gatot Subroto Bandar Lampung

Jumlahr esep rata-rata perhari di Apotek Kimia Farma 327 Gatot Subroto

Bandar Lampung yaitu 30 sampai dengan 50 resep, yang merupakan tunai dan

kredit.

Setiap pelayanan yang dilakukan oleh karyawan Apotek Kimia Farma

sudah baik, untuk obat resep misalnya, pelayanannya dilakukan secara

menyeluruh dari awal penerimaan resep dari pasien sampai penyerahan obat

disertai informasinya.

Pelayanan obat di Apotek Kimia Farma dilakukan dengan sistem

pembayaran tunai dan kredit. Adapun pelayanan yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

a. Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang

membeli obat dengan resep dokter secara tunai. Proses pelayanan secara tunai

adalah :

1. Tenaga Teknis Farmasi pada bagian penerimaan resep menerima resep

dari pasien, lalu dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep

tersebut.

2. Ada tidaknya obat pada persediaan akan diperiksa oleh Tenaga Teknis

Farmasi. Bila obat yang dibutuhkan tersedia, kemudian dilakukan

pemberian harga dan pemberitahuan kepada pasien.

65
3. Setelah disetujui oleh pasien, segera dilakukan pembayaran atas obat dan

dibuatkan struk pembayaran obat tersebut yang disatukan dengan resep

aslinya.

4. Pasien menerima struk pembayaran dan diminta untuk menunggu.

5. Informasi kepada pasien akan dicatat di Catatan Pengobatan

Pasien/Patient Medication Records.

6. Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas membuat salinan

resep/copy resep untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang

memerlukan kuitansi dapat pula dibuatkan kuitansi dan salinan resep di

belakang kuitansi tersebut.

7. Obat disiapkan.

8. Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan label bila perlu

dan dikemas dengan kemasan.

9. Pemeriksaan kembali dilakukan sebelum obat diberikan yang meliputi

nomor resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah dan etiketnya, serta

dilakukan juga pemeriksaan salinan resep sesuai resep aslinya serta

kebenaran kuitansi.

10. Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep yang disertai

dengan informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang

diperlukan pasien. Konseling dapat dilakukan bersamaan pada saat

pemberian informasi obat atas permintaan pasien.

11. Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep

dan disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun.

66
b. Proses pelayanan resep secara kredit adalah sebagi berikut :

1) Setelah resep dokter diterima dan diperiksa kelengkapannya maka

dilakukan penetapan harga oleh petugas apotek. Namun tidak dilakukan

pembayaran oleh pasien.

2) Harga resep kredit ditetapkan berdasarkan perjanjian kerjasama oleh

intansi/perusahaan dengan Apotek Kimia Farma sehingga harganya

berbeda dengan pembelian resep tunai.

3) Penomoran resep dokter yang dibeli secara kredit dibedakan dengan resep

yang dibeli secara tunai.

4) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep yang dibeli secara tunai

kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan

masing-masing instansi atau perusahaan untuk dilakukan penagihan pada

saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama.

Apotek Kima Farma bekerjasama dengan PT. BPJS, PT. Inhealth, PT.

Jamsostek, PT. Pertamina, PT. POS Indonesia, PT. TELKOM, PT. Nestle,

PT. PLN, PT. Bank Indonesia, PT. Bukit Asam, dan PT. Coca Cola.

Apotek Kimia Farma mampu menjaga kepuasan konsumen dalam hal

pelayanan sehingga banyak konsumen yang menjadi pelanggan tetap

apotek selama bertahun-tahun, meskipun banyak apotek baru yang berdiri

di sekitarnya.

67
BAB IV

PEMBAHASAN

Apotek adalah suatu tempat tertentu dimana dilakukan pekerjaan

kefarmasian yaitu penyaluran obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi yang

sangat dibutuhkan masyarakat sekaligus membantu pemerintah dalam

pengawasan dan pengendalian obat yang beredar di masyarakat. Apotek yang

memiliki dua fungsi sosial dan fungsi ekonomi, merupakan suatu badan usaha

yang harus menghasilkan keuntungan agar kelangsungan operasional dapat

berjalan dan juga berperan sebagai sarana pelayanan kesehatan yang mendukung

pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penyediaan

sediaan farmasi yang bermutu dengan harga terjangkau. Dalam pemberian

pelayanan kefarmasian, apotek senantiasa berpegang pada peraturan pemerintah

disamping adanya tanggung jawab moral untuk senantiasa mengutamakan

kepentingan sosial dari pada sekedar memperoleh keuntungan.

Apotek Kimia Farma merupakan Apotek jaringan yang berjumlah 700

Apotek pelayanan dan tersebar di seluruh Indonesia. Dalam konsep baru, Apotek

Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk menjual obat, melainkan

menjadi pusat pelayanan kesehatan yang didukung oleh berbagai aktifitas

penunjang seperti praktek dokter, Klinik, Laboratorium Klinik, Optik dan Health

centre untuk obat-obat tradisional Indonesia seperti herbal medicine. Apotek

Kimia Farma selalu berusahan memberikan pelayanan semaksimal mungkin

kepada masyarakat (non profit oriented). Selain itu, apotek ini juga merupakan

68
suatu institusi bisnis (profit oriented) karena modal yang ditanam tidaklah sedikit.

Dengan berdirinya Apotek Kimia Farma, diharapkan dapat membantu masyarakat

untuk memperoleh obat-obatan yang dibutuhkan serta dapat lebih berperan dalam

menjaga, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan

pemberian informasi yang jelas dan benar tentang obat dan penggunaannya serta

perbekalan farmasi lainnya sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi obat

dengan aman, efektif, bermutu dengan harga yang terjangkau.

Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab terhadap seluruh

kegiatan apotek baik secara teknis maupun non teknis. Kegiatan teknis farmasi di

Apotek meliputi kegiatan profesional, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan

pelayanan farmasi di Apotek mulai dari memeriksa keabsahan resep, peracikan,

pengemasan obat hingga melakukan monitoring terhadap pasien atau memberikan

pelayanan swamedikasi kepada pasien dan kegiatan masyarakat selaku konsumen.

Seorang Apoteker juga harus dapat mengelola karyawan dan pelanggannya dapat

diwujudkan. Selain itu Apoteker harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang

efektif sehingga dapat memajukan dan mengembangkan Apoteknya.

Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan mempunyai tempat

penyimpanan seperti lemari pendingin dan lemari obat, di ruang peracikan

terdapat peralatan meliputi timbangan, mortir, gelas ukur, pilling kapsul, wadah

pengemas, dan etiket. Buku penunjang yang digunakan di apotek yaitu MIMS

tahun 2013/2014 edisi 13, Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995, Farmasi

Klinis, Obat-Obat Penting, ISO tahun 2012/2013 vol. 27, dan Kapita Selekta

Kedokteran, untuk alat administrasinya dilengkapi dengan buku pesanan obat,

69
faktur, kuitansi, salinan Resep, buku pengeluaran obat dan buku penerimaan obat,

buku harian narkotika dan buku harian psikotropika. Pengelolaan sediaan farmasi

dan perbekalan kesehatan sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan

pelayanan. Pelayanan kesehatan di Apotek Kimia Farma meliputi skrining resep,

pelayanan informasi obat, konseling dan monitoring efek samping obat. Skrining

resep perlu dilakukan untuk meminimalkan Drug Related Problem setelah itu

penyiapan obat dan penyerahan yang disertai dengan informasi obat yang lengkap

agar masyarakat menggunakan obat dengan lebih baik dan tepat. Konseling

berguna untuk pasien yang memerlukan konsultasi mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan kesehatan serta penggunaan obat, pelayanan konseling di

Apotek Kimia Farma masih berjalan meskipun belum ada ruangan khusus untuk

penyerahan obat.

Pengelolaan Apotek tidak terlepas dari unsur untuk mendapatkan laba,

mengingat pendirian suatu Apotek memerlukan investasi yang besar berupa

bangunan, peralatan dan modal kerja. Dalam mencari laba hendaknya

dipertimbangkan sosial dan ekonomi, dimana keuntungan yang diperoleh tidak

akan merugikan Apotek namun juga terjangkau oleh masyarakat. Untuk itu pada

bab ini akan dibahas mengenai pengelolaan Apotek Kimia Farma yang meliputi :

Penempatan struktur organisasi di setiap apotek dapat berbeda-beda

disesuaikan dengan kebutuhan dan besarnya volume aktivitas Apotek yang

ditetapkan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Struktur organisasi di Apotek

Kimia Farma terdiri dari pemilik apotek, APA, TTK, juru resep dan kasir, serta

70
petugas kebersihan. Penerapan sistem manajemen di Apotek Kimia Farma telah

terlaksana dengan baik di mana dapat dilihat dari adanya struktur organisasi

apotek beserta tugasnya masing-masing di setiap bagian sehingga fungsi dan

wewenang dapat dilakukan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang telah

ditentukan.

Peran Apoteker di Apotek Kimia Farma sudah maksimal karena Apoteker

Pengelola Apotek (APA) selalu ada di tempat sehingga resep dilakukan langsung

oleh Apoteker. Peran dan fungsi APA dalam menentukan arah terhadap seluruh

kegiatan di Apotek Kimia Farma diambil alih langsung oleh APA, wewenang

dalam penandatanganan Surat Pesanan (SP) serta laporam narkotika dan

psikotropika yang tetap harus dilakukan oleh seorang APA.

Pemilihan lokasi Apotek yang tepat dalam bisnis Apotek berperan besar

terhadap maju-mundurnya kondisi usaha apotek tersebut. Lokasi Apotek yang

tidak strategis, jauh dari konsumen, atau lokasi yang telah memiliki terlalu banyak

apotek kompetitor akan menyebabkan rendahnya omzet Apotek, khususnya bila

apotek tersebut tidak mampu menawarkan suatu yang lebih kepada konsumen.

Apotek Kimia Farma memiliki lokasi yang cukup strategis karena berada di

pinggir jalan dua arah yang cukup padat kendaraan dan terletak di daerah

pemukiman padat penduduk.

Pengembangan bisnis Apotek Kimia Farma dilakukan dengan penambahan

Praktek Dokter Umum dan Hearing Mart ( Pusat Alat Bantu Dengar ) yang

ditempatkan pada Lantai atas.

71
Di bagian dalam bangunan Apotek, merupakan bagian inti yang terdapat

ruang peracikan dengan meja racik di tengah ruangan dan dikelilingi dengan

lemari obat ethical. Dengan jalur masuk ruang tengah yang berada di antara

lemari obat ethical, karyawan di dalam ruang peracikan tetap dapat melihat

ruangan depan dan dapat memantau konsumen, begitu juga sebaliknya.

Dalam kegiatan administrasi dan keuangan Apotek, seluruh kegiatan

transaksi baik uang maupun barang yang terjadi pada semua fungsi kegiatan

disajikan dalam bentuk pembukuan yang berisi pencatatan dan pengikhtisaran

transaksi dagang dan keuangan serta analisis, pembuktian dan pembuatan laporan.

Pengelolaan administrasi dan keuangan di Apotek Kimia Farma pada dasarnya

sudah berjalan dengan baik, rapi dan efisien. Hal itu terlihat dari lembar-lembar

resep, faktur atau nota pembelian memiliki tempat penyimpanan khusus yang

tertata dengan baik dan rapi. Selain itu, administrasi dan keuangan Apotek sudah

menggunakan sistem komputerisasi.

Di Apotek Kimia Farma, seluruh transaksi penjualan setiap harinya selalu

dicatat dan dibedakan antara pendapatan shift pagi dan pendapatan shift sore.

Pencatatan dilakukan di buku harian secara rinci dan jelas dalam bentuk laporan

harian, untuk kemudian dibuat laporan bulanannya. Setiap Tenaga Teknis

Kefarmasian menjalankan fungsi ganda yaitu fungsi pembelian, fungsi pelayanan

dan administrasi umum yang meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan

narkotika, psikotropika dan dokumentasi lainnya. Tenaga Teknis Kefarmasian dan

teknisi farmasi Apotek Kimia Farma bertanggung jawab dan berkoordinasi

dengan melaporkan pekerjaannya secara langsung kepada APA.

72
Setiap tahunnya, dari data laporan bulanan akan dilakukan evaluasi

keuangan setiap tahun dalam bentuk neraca dan laporan laba rugi yang dikerjakan

oleh akuntan untuk kemudian dilaporkan ke pemilik sarana apotek. Dari laporan

tersebut dapat dilakukan analisis apakah administrasi sudah berjalan baik seperti

yang diharapkan dan dapat melihat laba/rugi yang dialami oleh apotek unuk

kemudian dilakukan atau tidak lanjut dari hasil evaluasi.

Di Apotek Kimia Farma sistem perencanaan barang dilakukan berdasarkan

buku defekta berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan arus perjalanan

obat (fast moving atau slow moving) untuk kemudian dilakukan pengadaan

barang. Pertimbangan dalam pengadaan barang di Apotek Kimia Farma

berdasarkan kepada jumlah stok barang yang masih tersedia, pemakaian obat di

lingkungan setempat dan perkiraan perputaran sediaan. Pengadaan dilakukan

setiap hari melalui telepon atau secara langsung ke pengantar obat (salesman)

yang datang ke Apotek Kimia Farma. Pemesanan obat dilakukan dengan melihat

sejarah pembelian 1-3 bulan sebelumnya dan yang tercatat dalam buku defecta

atau buku permintaan barang kemudian dipindahkan dalam surat pemesanan yang

telah ditandatangani oleh apoteker kemudian diserahkan pada bisnis manager

untuk dajukan pada PBF terkecuali untuk obat psikotropik dan narkotik apotek

langsung memesan dari Pedagang Besar Farmasi. Barang yang banyak terjual

direncanakan untuk dilakukan pembelian setidaknya memenuhi 50% dari periode

bulan sebelumnya untuk kebutuhan satu sampai dua minggu. Hal ini dilakukan

untuk menghindari penumpukan barang dan pertimbangan efisiensi biaya.

73
Barang yang sudah dipesan biasanya akan dikirim oleh PBF pada hari itu

juga atau dikirim keesokan harinya tergantung kebijakan dari PBF. Barang

pesanan yang datang akan dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu pemeriksaan

kesesuaian antara barang yang datang dengan daftar barang yang dipesan di buku

pemesanan dan dengan faktur pembeliannya terhadap jenis barang, merk, jumlah,

harga satuan, jumlah harga perbarang dan jumlah harga keseluruhan obat yang

tertera di dalam faktur dan tanggal kadaluarsa. Jika obat sudah sesuai, faktur

ditandatangani oleh petugas apotek dan obat di input ke komputer serta dilakukan

pencatatan di buku penerimaan barang. Untuk obat golongan non narkotika,

pemesanan dapat dilakukan melalui telepon dan surat pesanan yang dapat

diberikan setelah obat datang. Sedangkan untuk obat golongan narkotika, surat

pesanan langsung di kirim ke PBF, baru kemudian obat narkotika dapat dikirim,

begitu juga untuk obat golongan psikotropika surat pesanan langsung di kirim ke

PBF.

Pada saat penerimaan barang, setiap barang yang datang terlebih dahulu

dilakukan pengecekan oleh petugas apotek apakah sama barang yang datang

dengan faktur. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik yaitu dilihat kondisi

kemasan obat, jumlah barang, expired date. Setelah obat diperiksa, faktur obat

disimpan untuk dicatat ke buku sebagai hutang dagang. Untuk obat-obat OTC

sebelum dilakukan penyimpanan ke lemari etalase terlebih dahulu diberi label

harga dengan tujuan untuk mempercepat proses pelayanan dan pembayaran

barang oleh pembeli. Sedangkan untuk obat-obat ethical langsung di simpan di

lemari-lemari obat ethical serta dilakukan pencatatan di kartu stok.

74
Pengembalian barang kepada distributor atau retur dilakukan berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, setiap distributor memiliki ketentuan

retur yang berbeda satu dan lainnya. Retur barang dapat berupa penggantian

barang, penggantian uang atau pemotongan tagihan sesuai dengan perjanjian yang

telah disepakati dengan setiap distributor.

Sistem pembayaran kepada distributor dilakukan secara tunai dan kredit.

Untuk sediaan narkotika sistem pembayaran dilakukan tunai. Sedangkan untuk

sediaan selain narkotika dilakukan secara kredit dengan terlebih dahulu

mengumpulkan faktur-faktur setiap distributor. Sebelum pembayaran dilakukan

distributor diharuskan menukar faktur terlebih dahulu.

Penyimpanan obat-obat di Apotek Kimia Farma sudah cukup baik, karena

obat-obat tersebut disimpan berdasarkan jenis sediaannya yaitu padat, cair,

semisolid, injeksi, obat yang perlu penyimpanan dengan suhu dingin (1-5°C) di

refrigerator seperti insulin, dan sebagainya. Kemudian masing-masing kelompok

penyimpanan obat tersebut disusun pada etalase berdasarkan kelas terapi,

golongan obat generik dan bermerek, bentuk sediaan kemudian masing-masing

disusun berdasarkan alfabetis. Penyusunan dibuat sedemikian, sehingga menarik

perhatian dan menjadi nilai tambah tersendiri dalam segi estetikanya. Penempatan

obat di Apotek menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out) dimana obat-

obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan yang

memungkinkan diambil terlebih dahulu dan sistem FIFO (First In First Out), yaitu

barang yang pertama kali masuk akan keluar terlebih dahulu.

75
Penataan obat-obat Over The Counter (OTC), alat kesehatan, produk

suplemen dan obat-obatan herbal di etalase depan sudah cukup rapih dan menarik

dan penyusunannya pun dilakukan berdasarkan jenis sediaan dan farmakologi

sehingga memudahkan pelanggan untuk memilih barang yang akan dibelinya serta

memudahkan petugas apotek untuk mencari barang yang dibutuhkan pelanggan.

Obat dalam bentuk sediaan cair disimpan secara terpisah dengan obat

sediaan solid seperti kapsul dan tablet. Obat generik, obat paten, dan obat

psikotropika disimpan di satu etalase khusus agar memudahkan karyawan dalam

pelayanan obat.

Sementara itu, Obat narkotika di lemari yang tidak terlihat oleh umum,

terbuat dari kayu dan dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian untuk menyimpan

persediaan obat narkotika, satu bagian untuk menyimpan obat psikotropika, hal ini

dilakukan untuk memberikan perhatian dan meningkatkan kewaspadaan petugas

apotek agar berhati-hati dalam memilih atau memberi obat tersebut, karena obat

tersebut tidak boleh diserahkan tanpa resep dokter. Kunci lemari narkotika di

pegang oleh asisten apoteker yang diberi wewenang.

Pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma yang terdiri dari pelayanan

obat resep dan non resep sudah berjalan cukup baik. Apotek Kimia Farma

melayani pembelian obat secara tunai dan kredit. Untuk pelayanan resep kredit,

Apotek Kimia Farma bekerjasama dengan suatu instansi swasta, dimana instansi

tersebut akan mengirimkan resepnya melalui fax atau karyawan Apotek yang akan

mendatangi perusahaan tersebut untuk mengambil resep dan kemudian obat akan

disiapkan oleh petugas apotek dan diantar kembali ke instansi tersebut. Sedangkan

76
pelayanan dengan resep tunai berasal dari dokter praktek di Apotek Kimia Farma

maupun diluar Apotek Kimia Farma. Jika obat hanya ditebus sebagian, maka

Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian membuatkan salinan resep untuk

pasien tersebut. Bila ada permintaan dari pasien dapat pula dibuatkan kuitansi atas

harga obat-obatan yang dibeli pasien.

Pengelolaan terhadap resep yang masuk dilakukan dengan cara

mengelompokkan resep tiap bulan berdasarkan bulan penerimaan resep dan

diurutkan sesuai dengan nomor resep. Apotek Kimia Farma menyimpan resep

selama 3 tahun dan memusnahkannya setelah lebih dari 3 tahun.

Dalam melayani pelanggan, petugas Apotek Kimia Farma tidak terlalu

berorientasi pada keuntungan semata namun juga berorientasi pada kesembuhan

pelanggan. Apotek Kimia Farma juga melakukan pelayanan swamedikasi, yang

merupakan tindakan pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu untuk

mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Untuk pelayanan

swamedikasi pilihan penggunaan obat diserahkan kepada pelanggan dan tidak

bersifat memaksa. Petugas Apotek hanya memberikan arahan dan saran terhadap

obat yang akan dipilih oleh pasien. Dan untuk pelayanan resep atau mungkin

hanya sebagian dulu, disesuaikan juga dengan keuangan pasien. Untuk pasien

yang mungkin kesulitan untuk menebus obat yang nilainya cukup tinggi maka

petugas dapat menyarankan untuk menggantinya dengan obat generik yang lebih

murah dan mudah dijangkau. Namun terlebih dahulu harus meminta kesepakatan

kepada dokter yang meresepkannya.

77
Obat-obat yang bisa diberikan langsung tanpa resep dokter di Apotek

meliputi golongan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Wajib Apotek

(OWA). Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan tanpa

resep dokter oleh Apoteker di Apotek dan terbatas pada obat keras yang tercantum

dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA).

Dari segi pelayanan, pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh petugas

Apotek Kimia Farma terhadap pelanggan secara keseluruhan tergolong cukup

baik. Pada pelayanan kefarmasian di Apotek peran Apoteker sangatlah dibutuhkan

terutama dalam pemberian informasi pada pasien dan pengelolaan apotek dengan

baik, seperti pada pelayanan dan penyerahan Obat Wajib Apotek (OWA)

merupakan tanggung jawab Apoteker dan saat penyerahan disertai dengan

informasi yang penting seperti dosis, cara pakai, kontra indikasi, efek samping

dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien, serta membuat catatan pasien

dan obat yang diserahkan. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia

Farma oleh Apoteker di Apotek sudah sepenuhnya berjalan dengan optimal.

Semua pelayanan kefarmasian yaitu pemeriksaan resep, dispensing, penyerahan

obat dan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta pelayanan

dalam bentuk komunikasi, informasi serta edukasi kepada pelanggan dilakukan

oleh Apoteker.

78
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilakukan di Apotek

Kimia Farma, dapat disimpulkan bahwa :

1. Calon Apoteker memahami peran dan fungsi Apoteker Pengelola Apotek

(APA) di Apotek Kimia Farma No.327 terletak di Jalan Jalan Gatot Subroto,

Bandar Lampung meliputi dalam melaksanakan fungsi pelayanan,

managerial, profesional dan kewirausahaan dan APA berperan dalam

mengelola seluruh kegiatan di Apotek meliputi kegiatan kefarmasian

(Pharmaceutical Care), operasional Apotek dan sumber daya manusia untuk

memastikan layanan yang prima, pencapaian target penjualan, laba, dan

pengendalian biaya operasional sesuai dengan yang telah ditetapkan.

2. Calon Apoteker dapat mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam bidang

perapotekan serta membandingkan antara praktek dengan pengetahuan yang

diperoleh secara teori.

3. Dalam kegiatan PKPA calon Apoteker telah memahami cara pengelolaan

Apotek yang sesuai dengan peraturan etika yang berlaku meliputi tentang

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,

pengendalian, dan pencatatan laporan.

79
5.2 Saran

Demi mempertahankan eksistensi Apotek Kimia Farma pada masa yang akan

datang, sebaiknya Apotek Kimia Farma dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Perlu adanya evaluasi kepuasan pasien dengan cara membuat kuisioner atau

menyediakan kotak keluhan, saran, dan kritik, terhadap pelayanan yang

diberikan, sehingga dapat dianggap sebagai bahan evaluasi diri untuk

perbaikan dan peningkatan pelayanan produk.

2. Perlu dilakukannya peningkatan pelayanan informasi obat, konseling dan

monitoring obat dengan lebih optimal untuk mendapatkan kepuasan

konsumen dan melaksanakan asuhan kefarmasian dengan baik.

3. Perlu adanya peningkatan promosi konsultasi Apoteker untuk meningkatkan

jumlah konsumen dan nilai jual Apotek.

80
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2000, Manajemen Farmasi, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Keputusan Menteri

Kesehatan RI No.347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib

Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 34 Tahun 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi

(PBF), Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata

Cara Pemberian Izin Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 924/Menkes/Per/IX/1993 Tentang Daftar Obat Wajib

Apotek No. 2, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999, Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib

Apotek No. 3, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

81
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51

Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 13 Tahun 2014 Tentang Penggolongan Narkotika,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015, Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,

Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor

Farmasi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Hartini dan Sulasmono, 2007, Apotek, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Hartono, 2003, Manajemen Apotek, Depot Informasi Obat, Jakarta.

Umar, Muhammad, 2009, Manajemen Apotek Praktis Cetakan Ketiga, Wira

Putra Kencana, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika,


Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
Jakarta.

82
LAMPIRAN

83
Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma

Apoteker Pengelola
Apotek (APA) Dokter

Asisten Apoteker Juru Tenaga Tenaga


resep administrasi Kebersihan
(AA)

Lampiran 2. Papan Nama Apotek Kimia Farma

84
Lampiran 3. Desain Interior Apotek Kimia Farma Bagian Luar

Lampiran 4. Desain Interior Apotek Kimia Farma Bagian Depan

85
Lampiran 5. Surat Pesanan Narkotika Apotek Kimia Farma

86
Lampiran 6. Surat Pesanan Psikotropika

Lampiran 7. Laporan Penggunaan Obat Bebas

87
Lampiran 8. Skema Pengadaan Obat Umum di Apotek Kimia Farma

Defekta barang-barang yang dibutuhkan

BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek)

Gudang (bagian pembelian)

Distributor

Faktur

Gudang

Apotek

Lampiran 9. Skema Pengadaan Obat Narkotika dan Psikotropika di Apotek

Kimia Farma

Defekta barang-barang yang dibutuhkan

Surat permintaan khusus narkotika / psikotropika

PBF Kimia Farma / Pabrik Kimia


Farma

Apotek
88
Lampiran 10. Rak Penyimpanan Obat Generik dan Obat Nama Dagang

89
Lampiran 11. Rak Penyimpanan Obat Psikotropika Dan Narkotika

Lampiran 12. Kartu Stok Obat Apotek Kimia Farma

90
Lampiran 13. Salinan Resep Apotek Kimia Farma

Lampiran 14. Etiket Apotek Kimia Farma

91

Anda mungkin juga menyukai