Anda di halaman 1dari 19

DAMPAK PERTAMBANGAN BATU GAMPING OLEH PT ISTINDO MITRA

MANGGARAI DAN PT SINGA MERAH BAGI MASYARAKAT DESA SATAR


PUNDA KECAMATAN LAMBA LEDA KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONFLIK

NAMA :YULIUS YANSEN PUTRA DAVISTA

NIM :2003010212

DOSEN WALI :Dr.DAVID B.W PANDIE,Msi

SEMESTER/KELAS :I/E

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu.Pada
prinsipnya tugas ini merupakan tugas mata kuliah pengantar ilmu sosiologi dengan judul
“Dampak Pertambangan Batu Gamping Oleh PT Istindo Mitra Manggarai dan PT
Singa Merah bagi Masyarakat Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten
Manggarai Timur Ditinjau dari Perspektif Konflik”

Segala upaya telah penulis kerahkan dalam menyelesaikan tugas ini.Namun penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini.Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Demikian,saya ucapkan terima kasih.

Kupang,13 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Profil Manggarai Timur dan Pertambangan


B. Konsep Pertambangan
C. Perspektif Konflik dalam Sosiologi

BAB III PEMBAHASAN

A. Kegiatan Penambangan
B. Dampak Penambangan Batu Gamping
C. Analisis Konflik Dalam Persoalan Tambang

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Persoalan pertambangan di Indonesia sudah sejak lama menjadi isu menarik karena
pertambangan merupakan persoalan yang berhubungan langsung dengan merubah bentuk
lingkungan dan akan mengakibatkan perubahan tertentu pada lingkungan.Pertambangan
selalu mejadi perbincangan banyak pihak juga karena selalu berhubungan dengan masyarakat
lokal dimana tempat atau lokasi pertambangan itu ada.Intervensi terhadap area tambang
akan memengaruhi tata ruang wilayah lokal secara keseluruhannya,bisa saja wilayah yang
menjadi zona eksklusif secara ekonomi bagi masyarakat akan terganggu.Perubahan tidak
saja terjadi pada lingkungan ekologis secara fisik,namun juga mempengaruhi lingkungan
sosial kultur setempat.Karena itu juga persoalan pertambangan selalu mengundang banyak
pihak berpendapat dengan berbagai perpektif yang dibangun.Yang paling nyata antara
perspektif ekonomi dan budaya.Secara sederhana,secara ekonomi investasi perusahaan
pertambangan dan kehadiran pertambangan akan mendatangkan pekerjaan bagi
masyarakat,secara ekonomi akan membantu peningkatan PDRB masyarakat lokal dan PAD
bagi daerah setempat.Namun sisi lain persoalan pertambangan di Indonesia selalu
“menyisakan cerita” kerusakan lingkungan dan berbagai kontroversial lainnya.Hal yang
diuraikan diatas sesungguhnya pengungkapan realitas konflik yang menghadirkan
Negara,masyarakat dan perusahaan tambang atas nama kepentingan.Namun realitas
kepentingan yang memang berbeda dari masing-masing pihaklah yang menjadi ketegangan
dan perdebatan.Perusahaan pasti mendapat keuntungan secara ekonomi,bagi pemerintah akan
menyelesaikan persoalan kemiskinan dan pengangguran dengan mendapatkan pekerjaan dari
perusahaan pertambangan tersebut.Bagi masyarakat lokal selain dipakai sebagai tenaga kerja
namun juga mengalami berbagai persoalan baik internal masyarakat setempat maupun
lingkungan.Tulisan ini hadir bukan sebagai pengadilan yang menjelaskan siapa yang menang
antar Negara,perusahaan dan masyarakat.Tulisan ini bersifat mendeskripsikan fakta konflik
antara ketiga nya dalam berbagai peran sebagai persoalan sosiologis khusunya ditinjau dari
perspektif konflik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak pertambangan batu gamping bagi masyarakat di Desa Satar Punda
Kecamatan Lamba Leda kabupaten Manggarai Timur.
2. Bagaimana model konflik yang terbangun dalam persoalan tambang di wilayah
Manggarai Timur.

C. Tujuan Penulisan
a. Umum
Secara umum tulisan ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu
sosiologi tahun 2020.
b. Khusus
Secara khusus tulisan ini bertujuan memahami dampak penambangan batu gamping bagi
masyarakat Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur.

D. Manfaat Penulisan
1.Akademis

a. Secara akademis tulisan ini sebagai pengetahuan yang dapat menambah kekhasan
dalam pengembangan ilmu sosial terutama sosiologi dengan pendekatan konflik.

b. Tulisan ini juga dapat menjadi informasi awal bagi masyarakat yang berminat
terhadap pengembangan ilmu sosiologi umumnya dan teori konflik khususnya.

2. Praktis

Secara praktis tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dan informasi
tentang kebijakan dan dampak pertambangan batu gamping bagi masyarakat Desa Satar
Punda Kecamatan Lamba Leda khususnya dan Kabupaten Manggarai Timur umumnya.

E. Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan
menghimpun data dan bacaan yang relevan dengan masalah yang dibahas.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Profil Manggarai Timur dan Pertambangan


Kabupaten Manggarai Timur merupakan salah satu dari 22 kabupaten/kota di Provinsi
Nusa Tenggara Timur.Pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2007
tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Manggarai Timur sebagai Daerah Otonom dalam
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wacana pembentukannya sudah dimulai sejak
tahun 1986. Pada saat itu dibicarakan supaya Kabupaten Manggarai dibagi menjadi tiga
daerah otonom, yaitu Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten
Manggarai Timur. Pembagian ini lebih pada pembagian wilayah administratif pemerintahan,
bukan pembagian wilayah kultural karena memang Manggarai – dari Selat Sape (batas
bagian barat) hingga Wae Mokel (batas bagian timur) – hanya memiliki satu budaya, yaitu
budaya Manggarai.
Ada berbagai alasan yang mendasari wacana pemekaran wilayah Kabupaten Manggarai, di
antaranya wilayah Kabupaten Manggarai terlalu luas.Topografinya berlereng-lereng;
sebagian kecil saja yang rata. Isu-isu pembangunannya pun sangat kompleks, seperti
keterbatasan jumlah fasilitas pendidikan dan kesehatan, kesulitan akses antarwilayah,
kemiskinan, dan hal-hal serupa lainnya. Pemekaran dianggap menjadi solusi terbaik, yang
harus segera direalisasikan, supaya cakupan pelayanan publik dasar dapat menjangkau semua
lapisan masyarakat.
Berdasarkan Penjelasan UU Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten
Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur, luas wilayah Kabupaten Manggarai
Timur sebesar 264,293 Ha, yang terdiri atas luas wilayah daratan sebesar 251.955 Ha dan
luas wilayah lautan sebesar 12,438 Ha
Kabupaten Manggarai Timur terletak di bagian barat pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Secara administratif batas-batas wilayahnya sebagai berikut:
 Sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores;
 Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Sawu;
 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ngada;
 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Manggarai.
Kondisi saat ini Kabupaten Manggarai Timur terdiri atas 9 kecamatan, 17 kelurahan dan
159 desa. Pusat pemerintahannya ada di Borong, Kecamatan Borong. Pembagian wilayah
Kabupaten Manggarai Timur dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

LUAS
NO KECAMATAN IBU KOTA WILAYAH
DARATAN
(HA)
1 Borong Borong 28.202
2 Rana Mese Golo Mongkok 20.824
3 Poco Ranaka Mano 10.601
4 Poco Ranaka Lawir 10.423
Timur
5 Lamba Leda Benteng Jawa 35.943
6 Sambi Ramas Pota 40.009
7 Elar Lengko Elar 32.825
8 Elar Selatan Wukir 23.934
9 Kota Komba Wae Lengga 49.194
Kabupaten Manggarai Timur 251.955
Sumber: Bappeda Kabupaten Manggarai Timur, 2013

Kawasan Pertambangan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertambangan,


baik wilayah yang sedang, maupun yang akan segera dilakukan tahapan eksplorasi. Jadi
selain kawasan tersebut, kawasan yang mempunyai potensi tambang harus melakukan tahap
investigasi dan eksplorasi terlebih dahulu.

a. Peruntukan Mineral
Wilayah pertambangan Kabupaten Manggarai Timur meliputi:
 Mineral logam sebagaimana meliputi:
 Mangan, terletak di Kecamatan Lamba Leda (Desa Satar Punda, Desa
Satar Teu, Desa Nampar Tabang, Desa Goreng Meni, Desa Tengku
Lawar, Desa Necak, Desa Golo Munga), Kecamatan Elar (Kelurahan
Tiwu Kondo, Desa Rana Kulan), Kecamatan Sambi Rampas (Kelurahan
Nanga Baras, Desa Nanga Mbaur, Desa Nanga Mbaling). Pasir Besi
terletak di Kecamatan Kota Komba (Desa Bamo);
 Besi terletak di Kecamatan Lambaleda (Desa Lencur);
 Barit terletak di Kecamatan Kota Komba (Kelurahan Tanah Rata);
 Tembaga terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas,
Desa Ngkiong Dora, Desa Rende Nau), Kecamatan Sambi Rampas (Desa
Nanga Mbaur, Desa Satar Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun,
Desa Golo Lebo);
 Emas terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas, Desa
Ngkiong Dora, Desa Rende Nau), Kecamatan Sambi Rampas (Desa
Nanga Mbaur, Desa Satar Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun,
Desa Golo Lebo);
 Seng terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas, Desa
Ngkiong Dora, Desa Rende Nau), Kecamatan Sambi Rampas (Desa
Nanga Mbaur, Desa Satar Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun,
Desa Golo Lebo);
 Timbal terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas, Desa
Ngkiong Dora, Desa Rende Nau), Kecamatan Sambi Rampas (Desa
Nanga Mbaur, Desa Satar Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun,
Desa Golo Lebo);
 Perak terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas, Desa
Ngkiong Dora, Desa Rende Nao), Kecamatan Sambi Rampas (Desa
Nanga Mbaur dan Satar Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun dan
Golo Lebo).
 Mineral non logam meliputi:
 Batu Gamping: terletak di Kecamatan Lamba Leda (Desa Satar Punda,
Desa Satar Teu, Nampar Tabang, Goreng Meni, Tengku Lawar, Compang
Necak, Golo Munga), Kecamatan Elar (Kelurahan Tiwu Kondo dan Desa
Rana Kulan), Kecamatan Sambi Rampas (Kelurahan Naga Baras, Desa
Nanga Mbaur dan Desa Nanga Mbaling);
 Oker: terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Pocong); Toseki:
terletak di Desa Nanga Mbaur Kecamatan Sambi Rampas dan Desa
Golo Lijun Kecamatan Elar;
 Zeolit terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas);
Kaolin terletak di Desa Haju Ngendong Kecamatan Elar;
 Dolomit terletak di Desa Golo Munga Kecamatan Lamba Leda;
 Dasit terletak di Desa Golo Munga Kecamatan Lamba Leda.
 Mineral batuan meliputi:
 Marmer: terletak di Desa Nanga Mbaur Kecamatan Sambi Rampas;
 Tras : terletak di Desa Sita dan Nanga Labang Kecamatan Borong;
Pasir: terletak di Kecamatan Borong (Wae Laku, Wae Bobo, Wae
Musur), Kecamatan Poco Ranaka (Wae Togong), Kecamatan Kota Komba
(Wae Mokel), Kecamatan Sambi Rampas (Wae Togong, Wae lampang,
Wae Pota, Wae Tiwu Sengit), Kecamatan Elar (Wae Reno, Wae Larik);
 Batu : terletak di Kecamatan Borong (Wae Laku, Wae Bobo,Wae
Musur), Kecamatan Poco Ranaka (Wae Togong dan Wae Reno),
Kecamatan Kota Komba (Wae Mokel), Kecamatan Sambi Rampas (Wae
Togong, Wae Lampang, Wae Pota, Wae Tiwu Sengit), Kecamatan Elar
(Wae Reno, Wae Larik.

Luas wilayah pertambangan Mineral Logam di Kabupaten Manggarai Timur adalah


9,908.8487 Ha. Wilayah pertambangan terluas terdapat di Kecamatan Lamba Leda, yaitu
seluas 8,458.7937 Ha, sedangkan luas terkecil terdapat di Kecamatan Poco Ranaka, yaitu
hanya 136.4983 Ha.

B. Konsep Pertambangan

Konsep Pengelolaan Pertambangan Menurut Sudrajat (2010), cap atau kesan buruk bahwa
pertambangan merupakan kegiatan usaha yang bersifat zero value sebagai akibat dari
kenyataan berkembangnya kegiatan penambangan yang tidak memenuhi kriteria dan
kaidahkaidah teknis yang baik dan benar, adalah anggapan yang segera harus segera diakhiri.
Caranya adalah melakukan penataan konsep pengelolaan usaha pertambangan yang baik dan
benar. Menyadari bahwa industri pertambangan adalah industri yang akan terus berlangsung
sejalan dengan semakin meningkatnya peradaban manusia, maka yang harus menjadi
perhatian semua pihak adalah bagaimana mendorong industri pertambangan sebagai industri
yang dapat memaksimalkan dampak positif dan menekan dampak negatif seminimal
mungkin melalui konsep pengelolaan usaha pertambangan berwawasan jangka panjang.
Berdasarkan pada pengamatan dan pengalaman Sudrajat (2010), yang bergelut dalam dunia
praktis di lapangan, munculnya sejumlah persoalan yang mengiringi kegiatan usaha
pertambangan di lapangan diantaranya : 1) Terkorbankannya pemilik lahan Kegiatan usaha
pertambangan adalah kegiatan yang cenderung mengorbankan kepentingan pemegang hak
atas lahan. Hal ini sering terjadi lantaran selain 19 kurang bagusnya administrasi pertanahan
di tingkat bawah, juga karena faktor budaya dan adat setempat. Kebiasaan masyarakat adat di
beberapa tempat dalam hal penguasaan hak atas tanah biasanya cukup dengan adanya
pengaturan intern mereka, yaitu saling mengetahui dan menghormati antara batas-batas
tanah. Keadaan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok orang dengan cara
membuat surat tanah dari desa setempat.

C. Perspektif Konflik Dalam Sosiologi


Menurut perspektif konflik, sebuah kelompok dalam masyarakat terlibat dalam perebutan
kekuasaan yang berkelanjutan untuk mengendalikan sumber daya yang langka. Konflik dapat
berbentuk politik, litigasi, negosiasi atau diskusi keluarga tentang masalah keuangan.
Simmel, Marx, dan Weber memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perspektif ini
dengan berfokus pada perselisihan yang tak terhindarkan antara kelompok sosial. Saat ini,
para penganjur perspektif konflik memandang perebutan kekuasaan terus menerus terjadi di
antara kelompok sosial yang bersaing.
Karl Marx memandang perjuangan antara kelas sosial sebagai hal yang tak terhindarkan,
mengingat eksploitasi pekerja di bawah kapitalisme. Memperluas karya Marx, sosiolog dan
ilmuwan sosial lainnya telah melihat konflik tidak hanya sebagai fenomena kelas tetapi
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari di semua masyarakat. Jadi, dalam mempelajari
budaya, organisasi, atau kelompok sosial apa pun, sosiolog ingin mengetahui siapa yang
diuntungkan, siapa yang menderita, dan siapa yang mendominasi dengan mengorbankan
orang lain. Mereka prihatin dengan konflik antara perempuan dan laki-laki, orang tua dan
anak-anak, kota-kota dan pinggiran kota dan kulit putih dan Afrika-Amerika, untuk
menyebutkan beberapa saja. Dalam mempelajari pertanyaan-pertanyaan seperti itu, para ahli
teori konflik tertarik pada bagaimana lembaga-lembaga masyarakat termasuk keluarga,
pemerintah, agama, pendidikan, dan media - dapat membantu mempertahankan hak-hak
istimewa beberapa kelompok dan menjaga yang lain dalam posisi tunduk.
Seperti para fungsionalis, sosiolog konflik cenderung menggunakan pendekatan tingkat
makro. Namun, jelas ada perbedaan mencolok antara kedua perspektif sosiologis ini.
Teoretisi konflik terutama berkaitan dengan jenis perubahan yang dapat terjadi, sedangkan
fungsionalis mencari stabilitas dan konsensus.
Model konflik dipandang sebagai lebih "radikal" dan "aktivis" karena penekanannya pada
perubahan sosial dan perlunya redistribusi sumber daya untuk menghilangkan
ketidaksetaraan sosial yang ada. Di sisi lain, perspektif fungsionalis, karena fokusnya pada
stabilitas, umumnya dipandang sebagai lebih "konservasi" (Dahrendorf, 1958).
Saat ini, teori konflik diterima dalam disiplin sosiologi sebagai salah satu cara yang valid
untuk mendapatkan wawasan tentang masyarakat.
Salah satu kontribusi penting dari teori konflik adalah bahwa teori ini telah mendorong
sosiolog untuk melihat masyarakat melalui mata segmen-segmen populasi yang jarang
mempengaruhi pengambilan keputusan.
Teori feminis membangun cara penting pada perspektif konflik. Seperti ahli teori konflik
lainnya, cendekiawan feminis melihat perbedaan gender sebagai cerminan penaklukan satu
kelompok (perempuan) oleh kelompok lain (laki-laki). Menggambar pada karya Marx dan
Engels, teoretikus feminis kontemporer sering melihat subordinasi perempuan sebagai
melekat dalam masyarakat kapitalis. Akan tetapi, beberapa ahli teori feminis radikal
memandang penindasan perempuan sebagai hal yang tak terhindarkan di semua masyarakat
yang didominasi pria, termasuk yang dicap kapitalis, sosialis, dan komunis (Tuchman, 1992).
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kegiatan Penambangan
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan paska tambang.

Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber


daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi Indonesia. Pembangunan
pertambangan bertujuan untuk menyediakan bahan baku bagi industri dalam negeri,
meningkatkan ekspor dan penerimaan negara serta memperluas kesempatan berusaha dan
lapangan kerja.  Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan
bahan-bahan galian dibedakan menjadi 8 (delapan) macam yaitu:

1. Penyelidikan umum, adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi


geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
2. Eksplorasi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi
secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber
daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup.
3. Operasi produksi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi,
penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta
sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
4. Konstruksi, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh
fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
5. Penambangan, adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral
dan/atau batu bara dan mineral ikutannya.
6. Pengolahan dan pemurnian, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan
mutu mineral dan/atau batu bara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral
ikutan.
7. Pengangkutan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral
dan/atau batu bara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian
sampai tempat penyerahan.
8. Penjualan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan
mineral atau batu bara.

B. Dampak Penambangan Batu Gamping Terhadap Masyarakat Desa Satar Punda


Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, akan
tetapi kegiatan–kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak positif juga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama perusahaannya, bentang
alam, berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi rusak, penurunan
kualitas tanah, penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah, timbulnya debu
dan kebisingan.
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah
Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa industri pertambangan
juga menyedot lapangan kerja dan bagi Kabupaten dan Kota merupakan sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Kegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang meliputi:
Eksplorasi, eksploitasi, pengolahan pemurnian, pengangkutan mineral/bahan tambang.
Industri pertambangan selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan
terhadap pengrusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang sorotan
masyarakat sekitarnya karena pengrusakan lingkungan, apalagi penambangan tanpa izin yang
selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan
pengetahuan si penambang dan juga karena tidak adanya pengawasan dari dinas instansi
terkait
Dampak lingkungan (environmental impact) adalah perubahan lingkungan yang
diakibatkan oleh suatu aktivitas. Berdasarkan definisi ini, berarti perubahan lingkungan yang
terjadi langsung mengenai komponen lingkungan primernya, sedang perubahan lingkungan
yang disebabkan oleh berubahnya kondisi komponen lingkungan dikatakan bukan dampak
lingkungan, melainkan karena pengaruh perubahan komponen lingkungan atau akibat tidak
langsung dapat disebut juga sebagai pengaruh.
Kekayaan akan barang tambang diwilayah manggarai timur hingga saat ini terus
menggoda para investor.Khususnya didaerah Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda
Kabupaten Manggarai Timur.Yang dimana wilayah ini mengandung begitu banyak barang
tambang yang membuat para investor keluar masuk untuk memanfaatkannya. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya pertambangan yang sudah dan tengah berjalan didaerah tersebut.salah
satunya ialah pertambangan batu gamping dan sebelumnya juga terdapat pertambangan
mangan yang beraktivitas kurang lebih selama belasan tahun.Kehadiran tambang didaerah ini
tentu memberi dampak besar bagi masyarakat.Dari fakta konflik yang terjadi di Desa Satar
Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur sangat nampak menampilkan
pihak pengusaha,pemerintah dan masyarakat lokal yang terlibat didalamnya.
Pengolahan batu gamping/kapur (limestone) di Desa Satar punda mempunyai dampak
yang positif dan negatif kepada masyarakat dan lingkungannya. Sebagai dampak yang positif
pemerintah melihat kegiatan tambang ini merupakan upaya pembangunan dalam rangka
meningkatan kesejahteraan masyarakat.Kehadiran tambang ini tentu juga membuka lapangan
pekerjaan baru bagi para penduduk sekitar wilayah tersebut.Dimana akan terjadi
transisi/perahilan kehidupan masyarakat dari sektor pertanian menjadi sektor industry. Hal
ini tentu dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat manggarai timur, khususnya
mansyarakat Desa Satar Punda,serta meningkatkan PAD bagi daerah manggarai
timur.Keuntungan tentu akan diperoleh para pengusaha dari produk investasi yang mereka
lakukan.
Dipihak lain dapat timbul dampak negatif yang tentunya sangat merugikan masyarakat
lokal dan lingkungannya..Masyarakat lokal tantu menjadi pihak yang paling merasakan
dampak ini.Dimana wilayah kelola masyarakat, baik itu pemukiman maupun pertanian
diambil penguasa dalam hal ini pemerintah melalui pihak pertambangan.Wilayah mereka di
korbankan untuk keperluan para investor yang membangun pertambangan ditanah mereka,
baik itu pemukiman maupun tanah pertanian, seperti sawah dan ladang yang tentunya
menjadi sumber penghasilan dan penghidupan mereka.Selama ini sebagian besar masyarakat
Desa Satar Punda menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.Lahan yang subur
membuat berbagai jenis tanaman pangan seperti padi,jagung,sorgum,jambu mete serta
tanaman pakan terrnak bisa tumbuh dan menjadi penopang ekonomi warga. Kerusakan
lingkungan secara besar-besaran juga tentunya tidak akan luput dari kegiatan pertambangan
ini.Salah satunya ialah degradasi lahan. Degradasi lahan adalah proses di mana kondisi
lingkungan biofisik berubah akibat aktivitas manusia terhadap suatu lahan. Perubahan
kondisi lingkungan tersebut cenderung merusak dan tidak diinginkan. Bencana alam tidak
termasuk faktor yang mempengaruhi degradasi lahan, namun beberapa bencana alam seperti
banjir, longsor, dan kebakaran hutan merupakan hasil secara tidak langsung dari aktivitas
manusia sehingga dampaknya bisa disebut sebagai degradasi lahan. Degradasi lahan
memiliki dampak terhadap produktivitas pertanian, kualitas lingkungan, dan memiliki efek
terhadap ketahanan pangan. Disisi lain masyarakat Desa Satar Punda juga sudah melihat
bagaimana pertambangan mangan yang sebelumnya beraktivitas didesa tetangga mereka
yang hanya meninggalkan kerusakan dari pada perbaikan hidup mereka, seperti lubang-
lubang serta sisa barang tambang yang tidak di reklamasi kembali, yang tentunya
mengakibatkan lahan tidak dapat digunakan lagi baik sebagai pemukiman maupun sebagai
lahan pertanian, karena tingkat kesuburan tanah yang sudah menurun dan sumber air bersih
yang sudah tidak tersedia lagi,karena fakta nya menunjukan setiap pertambangan akan
membutuhakan suplay air yang banyak.Itu berarti akan mengeringkan sumber air yang
digunakan untuk pertanian warga dan keperluan sehari-hari. Perubahan kondisi lingkungan
pasca penambangan harus diimbangi dengan kegiatan reklamasi.Reklamasi ini dapat
membuat kembali suasana lingkungan yang kondusif untuk kelangsungan hidup flora dan
fauna.
Dampak negative lain yang dapat timbul yaitu munculnya berbagai penyakit yang
diakibatkan oleh zat-zat yang terjadi pada proses pengolahan batu kapur tersebut. Apabila
tidak mendapatkan penanganan yang baik akan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat
setempat, serta menurunnya kualitas lingkungan yang ditandai adanya pencemaran udara.
Dari segi sosial masyarakat, menimbulkan konflik lahan yang kerap terjadi antara perusahaan
dengan masyarakat lokal yang lahannya menjadi obyek penggusuran (sebanyak 40 kepala
keluarga),serta terjadi pergeseran/perpindahan masyarakat yang tentunya akan merubah pola
kehidupan mereka.Tentu bukan suatu hal yang mudah memindahkan kampung(beo) sebagai
warisan leluhur yang membentuk identitas mereka sebagai orang satar punda.

C. Analisis Konflik Dalam Persoalan Tambang Batu Gamping di Desa Satar Punda
Dalam tulisan ini dan dalam masalah pertambangan batu gamping yang dibahas,kajian
yang dapat dilihat secara konflik adalah bagaimana perjuangan demokrasi lokal masyarakat
adat dan perjuangan lembaga lainnya dalam menegakkan haknya secara ulayat dalam
wilayah kelola atas tanah dan kekayaan ditanah tersebut.Selain itu bagaimana juga
perjuangan hak masyarakat atas resiko ekologis dan struktur sosial diwilayah
tersebut.Konflik ketika komponen di sana mengungkapkan berbagai basis kepentingan dan
cara pandang yang berbeda.Karena itu mengacu pada teori konflik ini sesungguhnya
masyarakat di Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur
merupakan sebuah living unit yang terbangun atas realitas konflik.Berbagai komponen
masing-masing mempertahankan kepentingannya karena berbeda cara pandang terhadap
tambang.Maka membutuhkan solusi tepat.Namun secara teori konflik dalam ketengangan di
Lingko Lolok (Desa Satar Punda) menampilkan fakta perjuangan antara komponen, lalu akan
diketahui kekurangan masing-masing komponen dan akan jelas aka nada patronisasi politik
antara penguasa dan masyarakat lokal.Kebuntuan komunikasi antar komponen tersebut akan
menuai konflik selamanya.
BAB IV
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persoalan pertambangan batu gamping di
Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur selain
berdampak positif juga negative.Namun positif atau negative sangatlah tergantung cara
pandang masing-masing komponen.Pemerintahan lebih melihat positif dan akan ada
prospek yang baik dengan hadirnya pertambangan.Karena itu perusahaan harus
melaksanakan prosedur sesuai kesepakatan yang aman bagi semua.Pengusaha juga harus
melakukan langkah-langkah yang sesuai arahan pemerintah melalui warning dalam
dokumen perencanaan tata ruang wilayah.pengusaha harus menyatakan kesanggupannya
mengelola dengan tetap tidak mengabaikan masyarakat lokal.Disis lain masyarakat lokal
cenderung melihat sisi negative.Selain akan merusak lingkungan dan pergeseran agraris
menjadi industry,juga resiko akibat akibat eksploitasi tambang dikemudian
hari,Masyarakat lokal berjuang atas nama kedaulatan masyarakat ada lokal.secara
sosiologis,ada pola hubungan dan konflik terungkap dalam tiga kelas di Lingko Lolok
Desa Satar Punda.

B.Saran
Apapun kepentingannya baik pemerintah,pengusaha dan masyarakat lokal seharusnya
dapat melihat Lingko Lolok(Desa Satar Punda) sebagai sebuag anugerah.Perebutan
wilayah kelola atas nama tambang memang tegang namun harus ada solusi.Apa yang
menjadi kewajiban pemerintah,pengusaha dan masyarakat.dan konsisten demi
kesejahteraan bersama

DAFTAR PUSTAKA
Boni Hargens (editor) Kebuntuan Demokrasi Lokal Di Indonesia (Study Konflik Tambang di
Manggarai Flores);
Margaret M.Poloma,sosiologi kontemporer,cetakan kelima 2003,pt Rajagrafindo persada,Jakarta
Rencana Pembangunan Menengah Daerah (RPJMD) Manggarai Timur Tahun 2019-2024.
Metronews,polemik tambang di Manggarai Timur;2020,youtube.com

Anda mungkin juga menyukai