Anda di halaman 1dari 129

PERKAWINAN SATU RUMPUN MARGA RAJA SONANG PADA SUKU

BATAK TOBA DI DESA ONAN RUNGGU, KEC.ONAN RUNGGU,

KAB.SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Sosial dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh:

YULIANA ANGELINA SIANIPAR

140905123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui dan dipertahankan oleh:

Nama : Yuliana Angelina Sianipar

NIM : 140905123

Judul : Perkawinan Satu Rumpun Marga Raja Sonang Pada Suku Batak

Toba di Desa Onan Runggu, Kec.Onan Runggu, Kab.Samosir

Medan, Mei 2018

Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen,

(Dra. Rytha Tambunan, M.Si) (Dr. Fikarwin Zuska,M.Ant)


NIP 196308291990032001 NIP 196212201989031005

Wakil Dekan Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Sumatera Utara

(Husni Thamrin, S.Sos., M.S.P.)


NIP.19640081991021001

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

PERKAWINAN SATU RUMPUN MARGA RAJA SONANG PADA SUKU

BATAK TOBA DI DESA ONAN RUNGGU, KEC.ONAN RUNGGU,

KAB.SAMOSIR

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan ini,

saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan

saya.

Medan, Mei 2018

` Peneliti,

Yuliana Angelina Sianipar

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Yuliana Angelina Sianipar, 140905123 (2018), Judul Skripsi: Perkawinan


Satu Rumpun Marga Raja Sonang Pada Suku Batak Toba di Desa Onan
Runggu, Kec.Onan Runggu, Kab.Samosir. Skripsi ini terdiri dari 6 bab,
Halaman, 4 Daftar gambar, 8 Daftar tabel dan Daftar Pustaka.
Skripsi ini mendeskripsikan bagaimana perkawinan satu rumpun marga
Raja Sonang dapat terjadi di Desa Onan Runggu yakni dengan membahas
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan satu rumpun tersebut
dan mendeskripsikan bagaimana perkawinan satu rumpun marga tersebut akan
mempengaruhi sistem kekerabatan dan interaksi diantara marga-marga yang ada
di rumpun marga Raja Sonang dan diantara keluarga yang kawin dalam satu
rumpun marga tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Kualitatif bersifat
deskriptif, dengan pengumpulan datanya adalah dengan observasi dan wawancara
mendalam dengan menggunakan interview guide. Peneliti mencari data dengan
melihat langsung bagaimana interaksi yang terjalin diantara mereka yang saling
menikah di dalam satu rumpun marga tersebut dan melakukan wawancara kepada
Tetua adat, Kepala Desa, Keluarga yang menikah sesama satu rumpun, dan
Masyarakat biasa.
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan selama di lapangan menunjukkan
bahwa perkawinan eksogami suku Batak Toba sudah mulai tidak diikuti dengan
baik di Desa Onan Runggu. Faktor terjadinya perkawinan ini dikarenakan adanya
faktor internal yakni terdiri dari faktor cinta, faktor budaya dan faktor lingkungan
dan sosial di Desa Onan Runggu. Perkawinan satu rumpun marga akan
menimbulkan kerancauan didalam partuturan masyarakat Batak Toba
berdasarkan dallihan natolu baik dalam acara peradatan maupun dalam praktek
kehidupan sehari-hari. Eksistensi dari rumpun marga Raja Sonang pun semakin
kurang terlihat di Desa Onan Runggu tersebut.
Kata-kata Kunci : Perkawinan Batak Toba, Rumpun Marga, Perkawinan
Incest

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMAKASIH

Puji serta syukur Peneliti sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat

kasih dan karunia-Nya lah peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi ini yang berjudul “PERKAWINAN SATU RUMPUN MARGA RAJA

SONANG PADA SUKU BATAK TOBA DI DESA ONAN RUNGGU,

KEC.ONAN RUNGGU, KAB.SAMOSIR”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dalam bidang Antropologi Sosial

pada Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

Peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua keluarga

peneliti yaitu T.M Sianipar uri Abeoji, E.W Siregar uri Eomeoni, Beta Saor

Iqnatius uri Oppa, Kasandra Mayank Sari uri Eonni, Josua uri Namdongsaeng,

Meirani Isabela dan Rahel Amelia Vega uri Yeodongsaeng. Peneliti mengucapkan

terimakasih karena bersedia selalu memberikan masukan dan pengetahuan yang

membantu untuk pengalaman peneliti selama berada di lapangan dan begitupula

dalam tahap penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk semua yang sudah bersedia

berdikusi dengan peneliti untuk merampungkan hasil penelitian ini. Semoga kita

semua selalu diberkati oleh kasih karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Peneliti juga mengucapkan rasa terimakasih kepada Ibu Dra. Rhyta

Tambunan M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan

waktu dan dengan ketulusannya membimbing dan memberikan masukan kepada

peneliti mulai dari penulisan proposal hingga selesainya skripsi ini. Semoga

Universitas Sumatera Utara


Tuhan selalu memberikan kesehatan dan panjang umur dan rezeki yang berlimpah

kepada Ibu.

Peneliti sampaikan juga ucapan terimakasih kepada Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik beserta staffnya, Kepada Ketua Departemen Antropologi

Sosial Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.Ant, kepada Sekretaris Departemen

Antropologi Sosial Bapak Drs. Agistrisno M.SP, Kepada Dosen Penasihat

Akademik saya Ibu Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc, kepada semua dosen yang

ada di Departemen Antropologi Sosial yang telah memberi dan mengajarkan ilmu

yang berguna bagi peneliti yakni Prof.Dr. R. Hamdani Harahap, M,Si, Dr. Zulkifli

Lubis,M.Si, Dra. Nita Savitri, M.Hum, Drs. Zulkifli, MA, Dra. Tjut Syahrini,

M.Soc.Sc, Drs. Ermansyah, M.Hum, Drs. Yance, MSi, Aida Fitria Harahap,

S.Sos.Msi, Nurman Achmad S,Sos, M,Soc,Sc, M.Si Wan Zulkarnain, S.Sos. Msi,

Farid Aulia, S.Sos. Msi, Drs. I Ketut Wiradyana, M.Si, Prof.Dr. Robert Sibarani,

MS, Dr. Asmyta Surbakti, Dra. Ria Manurung, M.Si dan Drs. Hendri Sitorus,Msi.

Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada staff di departemen Antropoogi

yakni Kak Sri dan Kak Aida.

Peneliti berterimakasih kepada Seluruh Keluarga Amangboru dan

Namboru Sari atas kebaikan hatinya bersedia memberikan peneliti tempat tinggal

selama peneliti melakukan penelitian di Desa Onan Runggu, begitu pula kepada

Kepala Bappeda samosir, Kepala Camat Onan Runggu dan Kepala Desa dan staff

di Desa Onan Runggu yang memberikan izin kepada peneliti agar dapat

menyelesaikan tugas akhir peneliti ini. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada

semua informan yang telah bersedia peneliti wawancarai dan mau meluangkan

Universitas Sumatera Utara


waktunya terimakasih kepada amangboru dan namboru Agnes, Abang dan Kakak

Rizki, kepada amangboru W. Harianja yang mengajarkan banyak hal yang

berhubungan dengan Perkawinan Batak Toba dan Sejarah Marga Raja Sonang,

begitu pula saya mengucapkan terimakasih kepada oppung B. Gultom selaku

Tetua Adat yang memahami betul bagaimana sejarah dari rumpun marga Raja

Sonang, kepada amangboru A. Harianja saya mengucapkan terimakasih sudah

memberikan peneliti gambaran mengenai bagaimana situasi perkawinan satu

rumpun marga yang terjadi di Desa Onan Runggu, kepada Abang Sianipar,

namboru R.Sinaga, amangboru J.W. Harianja, Abang G. Situmorang dan kepada

semua masyarakat yang ada di Desa Onan Runggu.

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada teman-teman peneliti selama

beberapa tahun terakhir ini yaitu Gresniar Uli S, Ropha Fadila A, Getrudra

Zeanne Sarah Magdalena S, Eva Tiara Osasi T, Irwansyah S, Ririn P, Amos S,

dan semua antropologi angkatan 2014, terimakasih sudah menjadi teman yang

membantu peneliti untuk menghabiskan waktu-waktu selama masa perkulihaan.

Begitu pula dengan teman-teman jauh peneliti yaitu Binawira S, Siska M, Luky S,

Ayu Pita S beserta dengan suami, terimakasih sudah mau mendengar keluh kesah

peneliti membahas mengenai perampungan dari skripsi ini.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih banyak kepada

moodmaker yang sangat bisa diandalkan yakni Dunia K-Pop dan K-Drama

terkhusus kepada Bangtan Sonyeondan (BTS) yang secara tidak langsung dengan

lagu-lagu yang menyemangati hari-hari peneliti saat menulis penelitian ini, begitu

pula dengan IU, BLACKPINK dan GOT7.

Universitas Sumatera Utara


Akhir kata peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran akan peneliti terima dengan senang hati

agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi kedepannya dan bermanfaat bagi

pengembangan Ilmu Antropologi Sosial. Sekian dan Terimakasih

Medan, Mei 2018

Peneliti

Yuliana Angelina Sianipar

Universitas Sumatera Utara


BIOGRAFI PENELITI

Peneliti bernama Yuliana Angelina


Sianipar, lahir di Parapat pada tanggal 22 Juli
1996 sebagai anak ke-3 dari 6 bersaudara dari
Bapak T.M Sianipar dan Ibu E.W Siregar.
Riwayat pendidikan peneliti dimulai dari pada
peneliti lulus dari SD 091471 Parapat, kemudian
melanjutkan pendidikan di SMP NEGRI 2
Parapat, lalu melanjutkan pendidikan ke SMA
ASISI Pematangsiantar, dan melanjutkan Kuliah
di Universitas Sumatera Utara jurusan Antropologi Sosial T.A 2014. Alamat
email yang dapat dihubungi yaitu: Yulianasianipar22@gmail.com.

Peneliti pada masa perkulihan pernah mengikuti beberapa kegiatan, antara

lain:

1. Mengikuti Kegiatan Penyambutan Mahasiswa baru pada Agustus 2014 di

FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik)

2. Mengikuti Kegiatan Inisiasi Antropologi Sosial pada tahun 2014 di

Parapat Danau Toba

3. Mengikuti Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI), Medan

2015

4. Mengikuti Seminar Sosialisasi Pilkada Kota Medan, Medan 2015

5. Mengikuti Training of Fasilitator Antropologi Sosial, Medan 2016

6. Mengikuti Survei Politik Masyarakat Jelang Pilkada Serentak di NAD

2016

Universitas Sumatera Utara


7. Mengikuti Survei Politik Masyarakat Kota Pematangsiantar pada

Pemilihan Walikota 2016

8. Menyelesaikan PKL MAGANG di PT. PLN PERSERO UIP II di Jl. Dr

Cipto Medan pada bulan Juli-September 2017.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “PERKAWINAN SATU RUMPUN MARGA RAJA

SONANG PADA SUKU BATAK TOBA DI DESA ONAN RUNGGU,

KEC.ONAN RUNGGU, KAB.SAMOSIR”. Penulisan skripsi ini merupakan salah

satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana sosial (S.1) dalam bidang Antropologi

Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisikan kajian yang mendeskripsikan apa saja faktor yang

melatarbelakangi perkawinan satu rumpun tersebut dan mendeskripsikan

bagaimana perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang ini akan mempengaruhi

sistem kekerabatan dan interaksi yang terjalin diantara marga-marga yang ada di

rumpun marga Raja Sonang dan diantara keluarga yang kawin dalam satu rumpun

marga tersebut.

Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi kerangka teoritis dan

permasalahan itu terdiri dari latar belakang masalah, tinjauan pustaka, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, lokasi

penelitian dan pengalaman penelitian.

Bab II merupakan gambaran umum lokasi penelitian dan dibagi kedalam

beberapa sub bab yang berkaitan dengan tema penelitian.

Bab III merupakan kajian yang membahas garis genealogis Raja Sonang

yang ditarik dari garis keturunan Siraja Batak.

Universitas Sumatera Utara


Bab IV berisi data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang di Desa Onan Runggu dan

membahas mengenai perkawinan satu rumpun marga di Rumpun Raja Sonang

yang dikaji berdasarkan data yang didapatkan dari para informan.

Bab V berisi sistem kekerabatan suku Batak Toba dalam hubungannya

dengan Dalihan natolu, bagaimana peran-peran didalam Dalihan Natolu dalam

upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari dilihat dari partuturan disetiap

keluarga yang menikah didalam rumpun marga Raja Sonang.

Bab VI berisi kesimpulan dan saran yang peneliti rumuskan berdasarkan

data-data yang peneliti dapatkan selama di lapangan.

Peneliti sudah berusaha menuliskan setiap pengalaman penelitian dengan

segala kemampuan baik tenaga, pikiran maupun waktu. Peneliti menyadari masih

terdapat banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, peneliti mengharapkan

kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca.

Medan, Mei 2018

Peneliti,

Yuliana Angelina Sianipar

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN ORIGINALITAS ......................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................ ii
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................... iii
BIOGRAFI PENELITI ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 6
1.2.1. Sistem Kekerabatan ....................................................................... 6
1.2.2. Perkawinan Ideal Suku Batak Toba .............................................. 9
1.3. Rumusan Masalah ................................................................................... 17
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian............................................................... 17
1.4.1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 17
1.4.2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 18
1.5. Metode Penelitian ................................................................................... 18
1.6. Lokasi Penelitian .................................................................................... 24
1.7. Pengalaman Penelitian ........................................................................... 25

BAB II GAMBARAN UMUM DESA ONAN RUNGGU


2.1. Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Samosir ................................ 31
2.2. Gambaran Umum Kecamatan Onan Runggu .......................................... 34
2.3. Gambaran Umum Desa Onan Runggu .................................................... 39
2.3.1. Sejarah Desa Onan Runggu........................................................... 39
2.3.2. Aspek Geografis dan Demografi Desa Onan Runggu. ................. 40
2.3.3. Keadaan Sosial .............................................................................. 45
2.3.4. Keadaan Ekonomi ......................................................................... 51
2.3.5. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Onan Runggu .................... 53

BAB III SEJARAH RUMPUN MARGA RAJA SONANG


3.1. Sejarah Siraja Batak ................................................................................ 55
3.2. Sejarah Marga Raja Sonang .................................................................... 59
3.3. Keberadaan Rumpun Marga Raja Sonang di Desa Onan Runggu .......... 63

BAB IV PERKAWINAN SATU RUMPUN MARGA RAJA SONANG


4.1. Faktor-Faktor Penyebab Perkawinan Satu Rumpun Marga Raja
Sonang di Desa Onan Runggu ................................................................ 66
4.1.1. Faktor Cinta ................................................................................... 66
4.1.2. Faktor Budaya ............................................................................... 67
4.1.3. Faktor Lingkungan Sosial ............................................................. 68

Universitas Sumatera Utara


4.2. Kasus Perkawinan Satu Rumpun Marga Raja Sonang ........................... 69
4.2.1. Informan Bapak C. Samosir dan Ibu P. br Harianja .............. 77
4.2.2. Informan Bapak L. Samosir dan Ibu J. F.br Harianja ............ 83
4.3. Pandangan Masyarakat Setempat Mengenai Perkawinan Satu
Rumpun Marga Raja Sonang .................................................................. 86
BAB V SISTEM KEKERABATAN SUKU BATAK TOBA DAN DALIHAN
NATOLU
5.1. Sistem Kekerabatan Suku Batak Toba .................................................... 89
5.2. Dalihan Natolu ........................................................................................ 91
5.3. Posisi Dalihan Natolu dalam Upacara ..................................................... 96
5.3.1. Informan Bapak C.Samosir dengan P.br Harianja ................. 97
5.3.2. Informan Bapak L. Samosir dengan J. F. br Harianja ............ 98
5.4. Posisi Dalihan Natolu dalam Kehidupan Sehari-hari .............................. 100
5.4.1. Informan Bapak C.Samosir dengan P.br Harianja ................. 100
5.4.2. Informan Bapak L. Samosir dengan J.F. br Harianja ............. 101
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan.............................................................................................. 102
6.2. Saran ........................................................................................................ 104

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 105

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Peta Kabupaten Samosir ......................................................................... 31


Gambar 2 : Peta Kecamatan Onan Runggu................................................................ 34
Gambar 3 : Peta Sosial Desa Onan Runggu ............................................................... 39
Gambar 4 : Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Onan Runggu ......................... 54

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Menurut Desa 2016 ..................................................................................... 35

Tabel 2 : Periode Setiap Kepala Desa yang Memimpin di Desa Onan Runggu ........ 40

Tabel 3 : Luas Wilayah Desa Onan Runggu Perdusun .............................................. 41

Tabel 4 : Sarana dan Prasarana yang Ada di Desa Onan Runggu ............................. 44

Tabel 5 : Data Penduduk Desa Onan Runggu Berdasarkan Agama .......................... 46

Tabel 6 : Indikator Pendidikan Desa Onan Runggu Tahun 2011 .............................. 51

Tabel 7 : Daftar Nama Kepala Keluarga yang menikah dalam Rumpun Marga

Raja Sonang ................................................................................................. 70

Tabel 8: Daftar Nama Kepala Keluarga yang menikah diluar Rumpun Marga

Raja Sonang ................................................................................................. 75

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan salah satu tahap yang ada dalam sepanjang siklus

hidup manusia, dimana dalam Ilmu Antropologi disebut sebagai

stangealongthelifecycle. Tahap-tahap yang ada disepanjang hidup manusia sama

seperti masa bayi, masa penyapihan, masa anak-anak, masa remaja, masa

pubertas, masa sesudah menikah, masa tua, dan sebagainya.(Koentjaraningrat

1985:89)

Perkawinan merupakan alat suatu kelompok masyarakat untuk

melanjutkan keberlangsungan kelompoknya. Perkawinan sebagai bagian unsur

budaya yang universal ditemukan di seluruh kehidupan sosial. Koentjaraningrat

(1992:93) dipandang dari sudut kebudayaan, perkawinan merupakan pengatur

kelakuan manusia yang bersangkutpaut dengan kehidupan seksnya, ialah

kelakuan-kelakuan seks, terutama persetubuhan. Perkawinan secara umum dapat

disahkan oleh hukum negara (dalam UU RI No1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan)1,hukum agama (hukum yang didasarkan pada kitab suci yang ada

pada agama tertentu) 2 maupun hukum adat (hukum masyarakat yang tidak

tertulis)3.

Hukum adat perkawinan adalah hukum masyarakat yang tidak tertulis

dalam bentuk perundang-undangan negara, yang mengatur tata tertib perkawinan.

Hampir di semua lingkungan masyarakat adat menempatkan masalah perkawinan


1
repo.unand.ac.id.UU.RI No1 Tahun1974
2
http://www.pengertianartidefenisi.com/pengertian-hukum-agama
3
Hadikusuma. 1997. Hukum Perkawinan Adat. Bandung:Alumni

Universitas Sumatera Utara


sebagai urusan keluarga dan masyarakat, karena perkawinan bukanlah semata-

mata hanya urusan pribadi untuk mereka yang sedang melaksanakan perkawinan.

Tata tertib adat perkawinan antara masyarakat adat yang satu berbeda dengan

masyarakat adat yang lain, berlakunya hukum adat perkawinan tergantung pada

pola susunan masyarakat adat bersangkutan.

Hadikusuma (1997:12) dikatakan bahwa susunan masyarakat adat terbagi

menjadi tiga yakni susunan masyarakat adat berdasarkan genealogis patrinial

(garis keturunan berdasarkan ayah); genealogis matrinial (garis keturunan

berdasarkan ibu); dan genealogis parental (garis keturunan berdasarkan orang tua

secara bersama-sama).

Hukum adat perkawinan Batak Toba mempunyai peraturan mengenai

tata tertib perkawinannya, disini dijelaskan siapa saja yang boleh nikahi dan siapa

yang tidak boleh dinikahi.

Hukum adat perkawinan masyarakat Batak Toba adalah sistem eksogami

yang bersifat assymetrisch connubium4. Togar (2006:70) perkawinan yang paling

ideal menurut orang Batak adalah perkawinan dengan pariban atau anak

perempuan dari saudara pria ibu, dalam istilah Antropologi disebut dengan

perkawinan matrineal cross-cousin. Bentuk perkawinannya adalah jujur yaitu

dengan pemberian jujur (mas kawin) yang bersifat religio magis kepada pihak

perempuan yang menyebabkan perempuan keluar dari klannya dan pindah ke klan

suaminya.

4
Orang Batak harus mencari pasangan hidup dari luar marganya dan tidak boleh timbal balik

Universitas Sumatera Utara


Adat Batak Toba mencakup aturan-aturan atau tata tertib bermasyarakat,

oleh karenanya semua itu dicakup dalam suatu struktur yang disebut dengan

Dalihan natolu. Dalihan natolu yang berarti tungku nan tiga, yang melambangkan

tiga kelompok kerabat dalam adat Batak Toba yang terdiri dari hula-hula, dongan

sabutuha, dan boru.

Dalihan natolu muncul karena perkawinan yang menghubungkan dua

buah keluarga besar. Melalui perkawinan maka akan terbentuk suatu sistem

kekerabatan yang baru pula, karena telah disatukannya dua buah Dalihan natolu

melalui perkawinan tersebut. Keterikatan referensial perkawinan melahirkan

terbentuknya kelompok hula-hula dan boru dan bahkan bere (keponakan) yang

baru akibat berlangsungnya perkawinan dengan marga-marga yang lain.

Antonius (2011:223) mengatakan bahwa bahkan dengan kerabat dalihan

natolu para boru dan para bere yang baru terbentuk tersebut terbangun keterikatan

extended dalihan natolu yang sifatnya berjenjang.

Dalihan natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan

kerabat darah dan hubungan perkawinan yang menghubungkan satu kelompok.

Tiga kelompok kekerabatan di dalam Dalihan natolu tersebut selalu tampak

dalam setiap aktivitas kehidupan bersama, seperti pada pesta-pesta dan upacara-

upacara adat, di dalamnya ketiga kelompok kerabat tersebut memiliki fungsi dan

perannya masing-masing. Kegiatan-kegiatan yang menunjukkan nampak nyatanya

prinsip Dalihan natolu dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan dalam perkawinan,

kematian, upacara peresmian rumah dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


Perkawinan Batak Toba mempunyai beberapa perkawinan yang dilarang

terjadi yaitu perkawinan satu marga/satu rumpun marga, namarpadan 5 , dua

punggu saparihotan6, dan marboru namboru7.

Bagi orang Batak, perkawinan semarga ataupun perkawinan satu rumpun

marga disebut dengan incest, hal ini dilarang dan tidak diperbolehkan terjadi

karena di dalam Vergowen (2006:159) dikatakan bahwa perkawinan satu rumpun

marga ini masih dianggap memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, dan bagi

orang Batak Toba orang yang satu rumpun marga dengan dirinya disebut dengan

dongan sabutuha atau dongan tubu yang artinya mereka berasal dari satu asal

perut ibu moyang yang pertama.

Perkawinan satu rumpun marga ini melanggar hukum perkawinan adat

yang ada di suku Batak Toba yaitu mengenai perkawinan ideal yang seharusnya

melakukan perkawinan dengan pariban. Perkawinan satu rumpun marga juga

dapat merusak atau mengganggu susunan dari struktur kekerabatan dalam Dalihan

natolu yang berlaku di dalam masyarakat Batak Toba. Hasil dari perkawinan satu

rumpun marga ini mengakibatkan seseorang tidak dapat martarombo 8 dengan

baik.

Di Desa Onan Runggu, Kabupaten Samosir, peneliti mendapati sebuah

fenomena mengenai perkawinan satu rumpun marga yang terjadi dalam jumlah

yang cukup banyak. Peneliti memilih Desa Onan Runggu sebagai lokasi

5
Ikrar janji yang sudah ditetepkan oleh marga-marga tertentu, dimana antara laki-laki dan
perempuan tidak bisa saling menikah yang padan marga. Contoh: Manullang-Panjaitan.
6
Pernikahan 2 orang kak beradik yang memilki mertua yang sama.
7
Jika laki-laki menikahi anak perempuan dari namboru kandungnya.
8
Martarombo atau martutur adalah mencari atau menentukan titik pertalian darah yang terdekat
dalam rangka menentukan hubungan kekerabatan

Universitas Sumatera Utara


penelitian pada awalnya karenamendapat informasi dari seseorang yang

merupakan masyarakat asli di daerah Tomok, yaitu Bapak Sidabutar. Bapak

Sidabutar memberi tahu bahwa perkawinan satu rumpun marga banyak terjadi di

daerah Onan Runggu. Beliau mengatakan bahwa perkawinan satu rumpun marga

banyak terjadi dan bahkan hampir setengah penduduk di desa itu. Berdasarkan

informasi tersebut peneliti memilih Desa Onan Runggu sebagai lokasi penelitian.

Data yang diperoleh dari kecamatan Onan Runggu mengenai data demografi

menunjukkan bahwa data tentatif yang diperoleh sebelumnya memang benar

bahwa hampir setengah penduduk di Desa Onan Runggu telah melakukan

perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang.

Peneliti mendapatkan data dari wawancara yang dilakukan kepada salah

satu masyarakat yang bermarga Samosir. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui

bahwa rumpun marga Raja Sonang terdiri dari beberapa sub marga yakni Gultom,

Samosir/Harianja, Pakpahan dan Sitinjak. Di Desa Onan Runggu ini, kelima

marga yang ada di rumpun marga Raja Sonang tersebut saling mengawini satu

sama lain. Hal ini seharusnya tidak bisa terjadi karena hukum adat perkawinan

Batak Toba mengatur perkawinan berdasarkan assymetrich connubium dan

adanya perkawinan yang ideal bagi orang Batak untuk mengawini paribannya.

Penelitian ini dimaksudkan untuk membahas bagaimana perkawinan satu rumpun

marga dapat terjadi di Desa Onan Runggu tersebut.

Perkawinan satu rumpun marga ini akan mengganggu susunan

kekerabatan yang ada dalam struktur dalihan natolu pada rumpun marga Raja

Sonang, maka oleh karena itu peneliti tertarik melihat apa faktor-faktor yang

Universitas Sumatera Utara


melatarbelakangi perkawinan satu rumpun tersebut dapat terjadi dan bagaimana

sistem kekerabatan dan interaksi yang terjalin dari perkawinan satu rumpun marga

tersebut.

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam

struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Menyer Fortes mengemukakan bahwa

sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat digunakan untuk menggambarkan

struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Menurut Pide (2014:51)

kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang

memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Kelompok kekerabatan

tersebut bisa saja berjumlah relatif kecil maupun besar.

Berdasarkan pola susunan masyarakat adatnya, Batak Toba adalah

masyarakat adat yang tersusun berdasarkan geneologis patrinial. Masyarakat

dengan susunan geneologis patrinial adalah masyarakat yang mempunyai

pembagian kelompok keturunan yang ditarik lurus dari pihak laki-laki (bapak),

dalam suku Batak Toba garis patrinial ini dipakai guna menentukan status

keanggotaan dalam sebuah kelompok kekerabatan yang disebut dengan marga

(klan). Sehingga, kelompok marga Batak adalah sebuah organisasi keluarga yang

luas, mereka membentuk grup-grup menjadi sebuah kelompok marga(descent

group) dimana dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan sebutan satu rumpun

marga yaitu sebagai kesatuan sosial, kesatuan yang diakui oleh umum.

Universitas Sumatera Utara


Marga adalah kelompok kekerabatan yang eksogam dan unlinear, secara

patrinial(laki-laki). Marga yang terdapat di dalam suku Batak Toba sangatlah

banyak, hal ini dapat terjadi karena walaupun sudah ada marga induk namun di

dalamnya masih terdapat beberapa sub-sub marga lagi. Alur pokok dari struktur

silsilah(Tarombo) Batak Toba yang beragam.

Bagi orang Batak semua orang yang memiliki marga yang sama ataupun

mereka yang ada di dalam satu rumpun marga yang sama dianggap dengan

dongan sabutuha atau dongan tubu, yang artinya mereka berasal dari satu asal

perut ibu moyang yang pertama.

Penentuan kedudukan yang ditimbulkan berdasarkan marga membuat

seseorang dapat menempatkan dirinya dalam adat istiadat berdasarkan Dalihan

natolu. Semua yang berhubungan dengan kehidupan suku Batak Toba akan

terlaksana dengan baik atau sejahtera apabila berlangsung sesuai dengan Dalihan

natolu.

Dalihan natolu adalah filosofis yang menyangkut masyarakat dan budaya

Batak. Dalihan natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan

kerabat darah dan hubungan perkawinan yang menghubungkan satu kelompok.

Falsafah ini mengajarkan kepada orang Batak bahwa sejak lahir hingga meninggal

kelak, orang Batak Toba harus jelas di dalam struktur hubungan kekeluargaan dan

kekerabatannya. Dalihan natolu yang berarti tungku nan tiga yang melambangkan

tiga unsur atau tiga kelompok kerabat dalam adat Batak Toba yang terdiri dari

hula-hula, dongan tubu, dan boru. Filosofi hubungan antar unsur Dalihan natolu

yang berbunyi somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek

Universitas Sumatera Utara


marboru.Artinya bersikap sembah dan hormat kepada hula-hula, hati-hati dan

bijaksana dalam bersaudara semarga, dan kasih sayang kepada boru.

Sikap menghormati kelompok marga hula-hula, yang merupakan sumber

istri, bersumber pada pemikiran filosofis bahwa istri adalah pemberi keturunan

bagi keluarga suami karena istri memberi anak dan boru bagi suaminya maka itu

artinya bahwa hula-hula telah memberi berkat dan restu kepada keluarga laki-laki

melalui putrinya, maka karena itu layak untuk disembah dan dihormati. K

Sikap kepada kelompok semarga adalah manatmardongan tubu yang

artinya penuh kehati-hatian, penuh kebijaksanaan kepada saudara semarga. Hal ini

terjadi karena mereka yang bersaudara selalu bertempat tinggal pada

perkampungan yang sama, memilki perladangan yang sama, perkebunan yang

sama, bahkan persawahan yang berdekatan. Setiap hari bertemu dan terlibat

didalam upacara-upacara adat dan keagaaman bersama. Situasi hubungan yang

frekuensinya tinggi demikian adalah rentan terhadap timbulnya kecemburuan,

persaingan, dan pertikaian. Oleh karena itu untuk menghindari timbulnya konflik

sesama saudara maka diperlukan sikap hati-hati dan bijaksana diantara mereka.

Sikap kepada kelompok boru, pihak hula-hula harus bersikap mengelek

yang artinya membujuk, mengambil hati, mengasihi dan mengayomi. Hal ini

terdapat pemikiran kultural berbau ekonomi, bahwa si putri sudah “dijual” kepada

marga lain. Sang putri tidak mendapat apa-apa lagi dari ayah dan saudaranya.

Sementara sang istri dan suaminya wajib somba (hormat) kepada hula-hulanya

selama hidupnya bahkan sampai kepada keturunan-keturunanya.

Universitas Sumatera Utara


Secara simbolis Dalihan natolu dipakai untuk relasi perkawinan Batak

Toba karena Dalihan natolu adalah inti struktur sosial Batak Toba, hal ini dapat

terjadi karena orang Batak Toba mempunyai prinsip untuk menjaga keseimbangan

di dalam berinteraksi. Keberadaan tiap peran-peran yang ada dalam Dalihan

natolu akan menjadi tumpang tindih, apabila terjadi perkawinan satu marga

ataupun perkawinan satu rumpun marga karena mereka tidak akan dapat

menentukan mana pihak paranak ataupun pihak parboru pada setiap acara adat

yang berlangsung dalam masyarakat Batak Toba, termasuk pada acara adat

perkawinan.

1.2.2. Perkawinan Ideal Suku Batak Toba

Sudah ketentuan hukum alam bahwa kehidupan itu berkembang biak dan

mempertahankan diri. Sejajar dengan ketentuan tersebut setiap kehidupan itu

dilengkapi dengan unsur-unsur yang memungkinkan dapat berkembang biak dan

mempertahankan diri. Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai hubungan

satu sama lain dan diikat oleh suatu ketentuan, baik sebagai makhluk individu

maupun sebagai kelompok, rukun tetangga, rumpun masyarakat, kehidupan

bernegara dan sebagai warga dunia.

Koentjaraningrat (1981:92) menyatakan bahwa pada masyarakat

kebanyakan suku bangsa di dunia yaitu perkawinan yang sangat diinginkan oleh

sebagian besar pada warga masyarakat dan dianggap sebagai perkawinan ideal.

Demikian masyarakat Batak Toba, perkawinan ideal untuk masyarakat

Batak Toba adalah dengan cross-cousin yaitu dengan anak saudara perempuan

Universitas Sumatera Utara


ayah atau anak saudara laki-laki ibu.9 Masyarakat batak juga untuk berketurunan

diikat oleh ketentuan-ketentuan untuk membentuk keluarga dengan jalan

perkawinan. Ketentuan-ketentuan tersebut dari sejak semula mencari jodoh dan

kelanjutannya dilandasi dengan dalihannatolu. Penjelasan mengenai ketentuan-

ketentuan dimulai dari Martandang, Marhata Sinamot dengan Dasar Dalihan

natolu, lalu dilanjutkan dengan Upacara Perkawinan.

Dalihan natolu itu terjadi dan didasarkan pada perkawinan, maka oleh

karena itu selama ada perkawinan suku Batak maka Dalihan natolu itu akan tetap

masih ada. Rajamarpodang (1992: 303) menyatakan bahwa perkawinan pada

masyarakat batak terutama pada masyarakat Batak Toba adalah sakral bukan

sekedar membentuk rumah tangga dengan keluarga. Masyarakat Batak

memandang perkawinan itu suci, perpaduan hakekat kehidupan antara laki-laki

dengan perempuan menjadi satu. Oleh karena itu di dalam perkawinan bahwa satu

tambah satu adalah satu, yaitu dua insan manusia yang menjadi suami isteri harus

menjadi satu pada arti sebenarnya dari hakikat kehidupan.

Perkawinan pada masyarakat Batak Toba adalah perkawinan keluarga.

Perkawinan Batak Toba sangatlah unik, oleh karenanya keunikan itu menjadi ciri

khas masyarakat batak toba. Sangatlah sulit untuk menggambarkan hakekat jiwa

masyarakat Batak Toba didalam perkawinan. Menggambarkan sesuatu yang

bersifat sakral itu maka akan hanya dapat dirasakan dan dilihat dari sikap perilaku

serta budaya rasa perkawinan itu sendiri. Maka dari itu, hanya Batak Toba itu

sendirilah yang dapat merasakan bagaimana hikmat dan teguhnya perkawinan

9
Rajamarpodang 1992 : 278

Universitas Sumatera Utara


masyarakat Batak Toba. Perkawinan pada masyarakat Batak Toba adalah

tanggung jawab dalam arti keseluruhan, dimana pahit getirnya perkawinan harus

dihadapi dengan kerelaan bersama antara suami istri.

Upacara perkawinan masyarakat Batak Toba dikenal dengan nama

Upacara Perkawinan Adat Nagok. Upacara perkawinan adat nagok dikatakan

demikian apabila tata cara adat dilaksanakan sesuai dengan prosedur adat yang

berlaku. Dimana yang dimaksud upacara perkawinan itu melibatkan unsur

Dalihan Natolu Paopat Sihal-Sihal turut berperan didalamnya dan prosedur

pelaksanaan adat sesuai dengan pandangan hidup Dalihan natolu antara lain

dengan upacara adat peresmian perkawinan dialap jual atau ditaruhon jual.

Upacara peresmian perkawinan Dialap jual adalah apabila tempat peresmian

perkawinan diadakan dikampung atau dirumah pihak parboru dan pihak paranak

menjemput pengantin perempuan didalam adat maksudnya dengan cara adat dari

keluarga pihak perempuan.

Rajamarpodang (1992:353) menyatakan bahwa perkawinan pada

masyarakat Batak Toba dapat terjadi diawali dengan jalan martandang sampai

dengan peresmian perkawinan dengan acara adat. Martandang dapat terjadi

apabila calon istri dari seorang anak belum ada begitupun calon dari si ibu, maka

sianak akan bertandang baik ke lingkungannya sendiri maupun ke lingkungan

lain. Pada umumnya sianak mencari jodohnya di lingkungannya sendiri yang ada

hubungannya dengan kekerabatannya atau hubungannya dengan desa sendiri.

Bertandang di lingkungan sendiri dapat dimulai dengan berkunjung kerumah

calon tersebut pada saat musim yang baik, misalnya pada saat-saat ada pesta atau

Universitas Sumatera Utara


upacara-upacara adat atau keagamaan atau pada saat-saat musim kerja di ladang

adat di sawah maka sianak akan berusaha turut bekerja membantu keluarga

sasaran yang dituju.

Mangaririt adalah kesempatan dimana sianak dan si calon istri saling

menunjukkan isi hati masing-masing, dimana memilih si calon istri yang akan

dijadikan menjadi calon istrinya sesuai dengan kriterianya sendiri dan kriteria

keluarga. Apabila kedua kriteria ini kira-kira sudah terpenuhi pada diri si calon

istri itu, maka sianak akan dengan cara halus menyampaikan maksudnya dan

kemudian disampaikan dengan cara terbuka dengan calon istri tersebut. Maka

tahapan selanjutnya adalah diikuti dengan adanya Tanda hata-hata olo tukar, tukar

cincin.

Tanda-tanda olo yang dimaksudkan adalah dimana pihak laki-laki

memberikan sejumlah uang kepada si calon istri dan itulah yang disebut dengan

tanda hata, maka si calon membalasnya dengan memberikan sehelai kain dari ulos

atau kain sarung yang disaksikan kedua muda-mudi di lingkungan mereka yang

disebut dengan tanda olo. Bertukar tanda itu dilakukan sebagai simbol “mufakat

mereka” atau kata mereka telah padu untuk membentuk satu rumah tangga.

Pemberian cincin adalah salah satu proses dalam tanda-tanda olo yang merupakan

hasil dari penambahan karena mengikuti perkembangan zaman.

Tahapan dalam marhatasinamot dengan dasar dalihan natolu diawali

dengan Marhusip. Marhusip adalah suatu kegiatan penjajakan akan kelanjutan

yang akan dilaksanakan kedua belah pihak akibat tukar cincin. Suami dari saudara

perempuan sianak laki-laki berinisiatif untuk menggumpulkan keluarga dekat

Universitas Sumatera Utara


dirumah orang tua si anak laki-laki. Pada pertemuan itu, orang tua si laki-laki

memberitahukan kepada yang datang bahwa anaknya sudah bertunangan dengan

calon istri yang dipilihnya tadi. Pada pertemuan tersebut diadakan pembahasan

mendalam akan lanjutan kegiatan semisalnya siapa yang akan menjadi utusan

untuk menjajaki (marhusip) kepihak orang tua si calon istri, berapa mahar

(sinamot) yang disanggupi. Bagaimana perjamuan saat meminang dan saat

perjamuan pesta.

Tahap selanjutnya adalah dengan memohon izin dan berkat dari paman

pihak laki-laki, dimana pada tahap ini pihak laki-laki meminta keluarga dekat

termasuk boru membawa makanan adat kepada paman si laki-laki. Sebagaimana

adat Batak, apabila boru membawa makanan adat kepada hula-hula atau tulang

maka lauknya harus dari ternak hewan, dan apabila hula-hula atau tulang

membawa makanan adat kepada boru maka lauknya harus dari ternak ikan.

Setelah si paman memberikan berkat kepada kemenakannya maka tahap ini

selesai dan dilanjutkan tahapan selanjutnya.

Setelahnya adalah tahap marhatasinamot, dimana tahap ini adalah salah

satu acara untuk melihat sejauh mana beban yang dapat dipikul oleh kedua belah

pihak yaitu pihak laki-laki dan pihak perempuan agar perkawinan tersebut dapat

dilaksanakan. Pada acara marhatasinamot itulah terjadi musyawarah dari raja-raja

baik dari raja ni dongan tubu, raja ni boru, raja ni hula-hula, raja ni

dongansahuta, ale-ale dan semua yang hadir dari masing-masing kedua belah

pihak. Mereka mengambil keputusan yang harus dilaksanakan kedua belah pihak

Universitas Sumatera Utara


dari hasil jajakan mereka dan sejauh mana perkenalan akan dilaksanakan secara

vertikal dan horizontal berdasarakan sistem kekerabatan orang Batak Toba.

Setelah selesai dengan marhatasinamot dengan dasar Dalihan natolu,

maka dilaksanakanlah upacara perkawinan adat nagok yang mempunyai acara

yang sakral.

Pernikahan adat Batak Toba mengandung nilai sakral karena dalam

pemahaman pernikahan adat Batak, terdapat pengorbanan bagi parboru (pihak

pemberi perempuan) karena ia berkorban memberikan satu nyawa manusia yang

hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain yaitu kepada pihak paranak

(pihak pemberi anak). Hukum perkawinan adat Batak Toba disebut adat

pardongan-saripeon, dimana di dalamnya diatur segala hal yang berkaitan dengan

urusan perkawinan termasuk di dalamnya pihak-pihak yang terkait, proses yang

harus dilalui, peralatan upacara, tempat dan tanggal pelaksanaan, dan lain

sebagainya.

Filosofi 3H pada masyarakat Batak Toba mempunyai tujuan sekaligus

pandangan hidup yang yang sama secara turun-temurun yakni Hamoraon

(kekayaan), Hagabeon (banyak keturunan), dan Hasangapon (kehormatan) 10 .

Hamoraon yang dimaksud disini adalah harta milik yang berwujud materi

maaupun non-materi yang diperoleh melalui usaha maupun melalui warisan yang

ada. Hagabeon dimaksudkan ialah mempunyai banyak anak, cucu, cicit, dan

keturunan-keturunannya, hal ini terjadi karena keturunan juga dianggap sebagai

kekayaan. Hasangapon merupakan adanya pengakuan dan penghormatan dari

10
http://www.researchgate.net-perpepsi-terhadap-nilai-budaya-
batak(hamoraon,hagabeon,hasangapon)-dan-pola-asuh-pada-perantau-di-bali

Universitas Sumatera Utara


orang lain atas martabat dan wibawa dari seseorang. Selain itu, perkawinan juga

berfungsi sebagai jembatan dalam pelaksanaan adat Dalihan natolu pada

masyarakat Batak Toba.

Sistem perkawinan Batak Toba mempunyai sitem pembatasan jodoh

yakni adanya larangan untuk kawin dengan orang dari marga yang sama yang

dianggap serumpun (eksogami marga), karena dianggap sebagai saudaranya

sendiri. Bagi orang Batak, perkawinan semarga disebut dengan”sumbang”.

Perkawinan semarga adalah suatu perkawinan seorang laki-laki dan

perempuan yang mempunyai marga yang sama. Orang yang menikah dengan satu

rumpun marga juga dapat dikatakan dengan perkawinan semarga karena masih

dianggap saudara ataupun kerabat. Perkawinan semarga adalah suatu

penyimpangan dalam masyarakat berdasarkan adat yang berlaku di tengah-tengah

masyarakat. Penyimpangan merupakan perilaku yang sejumlah besar orang

dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi.

Sanksi bagi pelanggar hukum adat diyakini datang dari kutukan Illahi

yang mereka percayai, misalnya mereka tidak akan mendapat keturunan,

menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, kerugian ekonomis dalam setiap

pekerjaan bahkan sanksi kematian. Hukuman ini berlaku bagi pelanggar adat

hingga keturunan selanjutnya dalam beberapa generasi. Hukuman yang datang

dari masyarakat setempat adalah diusir dari kampung (desa), tidak diakui sebagai

anggota marga dan dilarang mengikuti upacara adat.

Di berbagai daerah di Indonesia maupun di dunia terdapat perbedaan-

perbedaan larangan terhadap perkawinan antara pria dan wanita yang ada

Universitas Sumatera Utara


hubungan kekerabatannya. Berikut contoh perbedaan-perbedaan larangan

terhadap perkawinan antara wanita dan pria yang ada hubungan kekerabatannya,

Negara bagian Amerika mempunyai larangan yang lebih luas yaitu orang pantang

kawin dengan saudara kandungnya sendiri serta dilarang dengan aturan undang-

undang untuk kawin dengan saudara sepupu tingkat pertama dari pihak ayah

maupun pihak ibu, dan juga dilarang kawin dengan perempuan yang mempunyai

darah Afrika (perempuan Negro).

Pada suku Aborigin di Negara Australia, dimana mereka mengenal

sistem Totem yang berarti bahwa anggota-anggota totem tidak diperbolehkan

melakukan hubungan seksual antara satu sama lain. Maka oleh karena itu mereka

tidak bisa menikah satu sama lainnya. Di Australia terdapat larangan perkawinan

satu klan. Dalam masyarakat suku Tionghoa di Cina mempunyai adat larangan

perkawinan yakni orang Tionghoa dilarang kawin dengan yang semarga.

Pada masyarakat Batak Toba di Indonesia, dimana orang Batak Toba

dilarang kawin dengan perempuan yang mempunyai marga ataupun rumpun

marga yang sama, hal ini terjadi karena pernikahan semarga (namariboto)

dianggap sebagai pernikahan sedarah (incest).

Universitas Sumatera Utara


1.3.Rumusan Masalah

Menurut ilmu Antropologi perkawinan incest adalah hubungan seksual

antara kerabat dekat yang ilegal secara yurisdiksi dan dianggap tabu secara sosial.

Perkawinan satu rumpun marga adalah perkawinan yang dilarang terjadi pada

suku Batak Toba karena yang satu rumpun marga masih dianggap kerabat, oleh

karena itu perkawinan satu rumpun marga termasuk kepada perkawinan incest.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perkawinan satu rumpun marga

yang dilarang terjadi dapat berlangsung pada suku Batak Toba di Desa Onan

Runggu. Pokok permasalahan ini akan dijabarkan ke dalam 2 pertanyaan

penelitian yaitu:

1. Apa faktor penyebab perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang di Desa

Onan Runggu?

2. Bagimana pengaruh perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang tersebut

kepada sistem kekerabatan dan interaksi dalam hubungannya dengan

Dalihan natolu?

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan dari rumusan

masalah, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi

perkawinan satu rumpun tersebut dan mendeskripsikan bagaimana perkawinan

Universitas Sumatera Utara


satu rumpun marga tersebut akan mempengaruhi sistem kekerabatan dan interaksi

dalam hubungannya dengan Dalihan natolu.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan hasil dari penelitian ini

dapat memberikan penjelasan yang cukup atas faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi perkawinan satu rumpun marga tersebut dan penjelasan mengenai

bagaimana nantinya perkawinan satu rumpun marga tersebut akan berpengaruh

kepada sistem kekerabatan dan interaksi dalam hubungannya dengan Dalihan

natolu.

1.5. Metode Penelitian

Peneliti dalam memperoleh data dan gambaran yang mendalam

mengenai perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang di Desa Onan Runggu

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskripsi.

 Wawancara11

Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Snowball

yaitu dibantu ditunjukkan oleh informan kunci dalam penelitan ini terkhususnya

dalam menentukan keluarga yang melakukan perkawinan satu rumpun marga Raja

Sonang. Pemilihan informan tersebut akhirnya dipilih berdasarkan jawaban dari

informan yang mewakili sebagian besar keluarga yang juga melakukan

perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang di Desa Onan Runggu.

Informan Pangkal pada penelitian ini adalah Bapak Sidabutar, Informan

Kunci yaitu D. Gultom, Informan Pokok yaitu 2 Keluarga yang terdiri dari C.
11
Teknik wawancara dilakukan untuk mendapat keterangan dan penjelasan yang lebih mendalam
secara lisan dari informan. Wawancara mendalam ini akan dibantu dengan pedoman wawancara
agar lebih mudah dan lebih terarah.

Universitas Sumatera Utara


Samosir dan P. Harianja dengan keluarga L.Samosir dengan J.F. Harianja, begitu

pula Tetua Adat yang bernama Op. B. Gultom, Masyarakat Biasa yang bernama

W. Harianja dan yang lain bernama R. Br Sinaga, dan Staff Kantor Desa Onan

Runggu yang bernama J.W. Samosir.

Proses penelitian skripsi yang peneliti lakukan di Desa Onan Runggu

adalah suatu proses penelitian yang terstruktur. Pada awalnya peneliti sudah

datang ke kantor Kecamatan Onan Runggu untuk melakukan penelitian, akan

tetapi dikatakan bahwa peneliti harus mengikuti struktur yang ada yakni harus

mempunyai surat rekomendasi dari Bappeda, maka oleh karenanya peneliti

terlebih dahulu harus meminta izin penelitian kepada Kantor Bappeda Samosir

untuk dijadikan rekomendasi penelitian yang akan diteruskan kepada Kantor

Kecamatan Onan Runggu. Peneliti akhirnya mengurus surat izin yang diperlukan

untuk mempermudah segala urusan yang akan peneliti perlukan di lapangan.

Setelah surat izin peneliti keluar, peneliti segera menjumpai Kepala

Camat dan mengurus surat izin tersebut, dan akhirnya surat izin penelitian dari

Kantor Kecamatan Onan Runggu pun keluar. Bertepatan dengan keluarnya surat

izin penelitian dari Kantor Camat, peneliti segera pergi ke Kantor Desa untuk

memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti datang ke Desa

Onan Runggu.

Berdasarkan bimbingan dari kantor camat dan kantor desa maka peneliti

disarankan untuk mencari kos-kosan ataupun tempat tinggal selama berada di desa

tersebut. Dengan meminta bantuan masyarakat setempat, peneliti diarahkan untuk

tinggal di rumah salah satu masyarakat disana. Sesampai di rumah yang

Universitas Sumatera Utara


ditunjukkan akhirnya peneliti meminta izin untuk bisa tinggal bersama dengan

mereka, keluarga tersebut menerima peneliti dengan sangat baik.

Keluarga tersebut sangatlah membantu peneliti dalam mempermudah

menentukan siapa-siapa saja yang dapat diwawancarai untuk mendapatkan data

yang diperlukan. Keluarga ini akhirnya peneliti panggil dengan sebutan

amangboru dengan namboru. Namboru menjadi informan kunci yang

menunjukkan siapa-siapa saja orang yang dapat saya wawancarai, pertama

peneliti mewawancarai amangboru Harianja yang merupakan seorang guru Mulok

di SMA Onan Runggu, bersama dengan amangboru saya bertanya mengenai

bagaimana sejarah dari Siraja Batak dan hal yang berhubungan dengan adat

istiadat Batak Toba. Amangboru sangatlah banyak memberikan informasi yang

peneliti butuhkan, bahkan amangboru juga memberikan peneliti referensi buku

yang membantu peneliti mendapatkan data mengenai topik penelitian tersebut.

Peneliti selanjutnya pergi ke kantor Desa Onan Runggu untuk melakukan

wawancara mengenai gambaran umum dan sejarah dari Desa Onan Runggu

dimana peneliti melakukan wawancara dengan pengurus kantor desa yaitu Abang

G. Situmorang, amangboru J.Samosir dan dengan Abang R. Harianja. Pengurus di

Kantor Desa sangatlah ramah dan antusias dalam memberikan jawaban yang

peneliti tanyakan selama proses wawancara berlangsung.

Wawancara selanjutnya peneliti diarahkan oleh informan kunci untuk

menjumpai oppung Gultom yang merupakan tetua adat di Desa Onan Runggu,

selama wawancara berlangsung peneliti menanyakan mengenai sejarah dari

rumpun marga Raja Sonang tersebut, bertanya mengenai darimana asal daerah

Universitas Sumatera Utara


dari Raja Sonang dan persebaran marga Raja Sonang di Kecamatan dan Desa

Onan Runggu. Oppung Gultom selama wawancara memberikan penjelasan yang

jelas dan sudah menjelaskan semua hal-hal penting yang berkaitan dengan

rumpun marga Raja Sonang.

Pemilihan informan yang menikah sesama rumpun marga Raja Sonang

sudah cukup lama peneliti pikirkan, dimana selama berada di lapangan ada

beberapa keluarga yang tidak bersedia untuk diwawancarai dengan alasan tidak

mau dikatakan menikah sesama saudara atau pernikahan sedarah, dan ada juga

yang mengatakan bahwa mereka tidak terlalu pandai mengenai adat dan merasa

tidak akan bisa menjawab pertanyaan yang akan peneliti ajukan. Berdasarkan

pengalaman tersebut akhirnya peneliti dibantu oleh informan kunci untuk memilih

keluarga yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini.

Peneliti beberapa kali datang untuk menjumpai keluarga tersebut untuk

dapat melakukan wawancara dan mendapatkan data yang dibutuhkan. Pertanyaan

yang peneliti ajukan berhubungan dengan bagaimana silsilah keluarga dari kedua

belah pihak sebelum menikah dan bagaimana setelah perkawinan tersebut terjadi,

lalu mengenai bagaimana proses perkawinan yang dilakukan dulunya saat

perkawinan tersebut terlaksana, dan peneliti mewawancarai mengenai bagaimana

hubungan kekerabatan dan interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari yang

dijalani oleh keluarga informan hingga saat ini selama peneliti melakukan

wawancara.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat setempat di Desa

Onan Runggu yang tidak menikah sesama rumpun marga Raja Sonang, dimana

Universitas Sumatera Utara


pertanyaan yang peneliti ajukan adalah mengenai bagaimana pendapat mereka

melihat dan menanggapi perkawinan yang terjadi di Desa Onan Runggu ini

dimana perkawinan tersebut didominasi oleh marga Raja Sonang.

 Observasi

Peneliti selama berada di lapangan menggunakan salah satu Metode

Penelitian Antropologi yakni live-in. Peneliti memutuskan untuk tinggal bersama

dengan masyarakat di Desa Onan Runggu dimana peneliti tinggal bersama dengan

masyarakat.

Selama tinggal bersama masyarakat, peneliti pun melakukan observasi

yakni observasi berupa cara bersikap, cara bertutur yang terjalin diantara keluarga

yang menikah sesama satu rumpun Raja Sonang yang ada di Desa Onan Runggu.

Peneliti melihat bahwa didalam hubungan keluarga inti hubungan mereka tetap

terlihat harmonis akan tetapi didalam hubungannya dengan marga-marga yang ada

didalam rumpun marga Raja Sonang sekarang sudah tidak terlihat interaksi yang

erat.

Peneliti juga melakukan analisis berdasarkan wawancara dengan

informan mengenai bagaimana dulunya upacara pernikahan mereka yang menikah

didalam satu rumpun marga Raja Sonang tersebut, apakah masih sesuai dengan

adat istiadat Batak Toba, dan bagaimana proses upacara perkawinan mereka

dahulu apakah terdapat masalah-masalah dalam menentukan posisi-posisi yang

ada berdasarkan dalihan natolu.

Selama berada di desa tersebut dan tinggal bersama dengan masyarakat,

peneliti mengikuti setiap aktifitas yang mereka lakukan setiap harinya dan peneliti

Universitas Sumatera Utara


memperhatikan bagaimana cara mereka bersikap dan bagaimana sopan santun

mereka kepada orang lain. Aktifitas yang mereka lakukan setiap harinya dimulai

saat bangun pagi sekitar jam setengah 5 pagi, lalu anak-anak di desa ini akan

segera membersihkan rumah seperti menyapu rumah dan pekarangan, mengepel

rumah, menyuci piring dan memasak nasi. Jam 6 pagi, orang tua di desa ini akan

bangun lalu memasak lauk untuk mereka. Anak-anak di desa ini akan segera

mandi setelah selesai mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.

Setelah semua pekerjaan dipagi hari selesai, mereka akhirnya makan

bersama sambil menonton. Acara makan pagi selesai lalu dilanjutkan dengan

aktifitas mereka masing-masing yakni anak-anak pergi ke sekolah dan para orang

tua pergi bekerja yaitu sebagian besar bekerja ke sawah, lalu sebagian lagi bekerja

membuka kedai tempat minum dan beberapa pekerjaan lainnya. Sebelum

berangkat ke sekolah anak-anak akan berpamitan dengan orang tua dengan

menyalam dan mencium kedua pipi dari orangtuanya, peneliti mengamati

interaksi yang terjalin diantara keluarga tempat peneliti tinggal, dimana yang

peneliti melihat interaksi yang terjalin berjalan harmonis dengan contoh diatas

yang disebutkan.

Aktifitas pekerjaan masyarakat di desa ini mayoritas dilakukan di pagi

hari, oleh karenanya pada pagi dan siang hari desa ini akan terlihat sepi. Sore

harinya setelah pulang dari sawah, masyarakat di desa ini akan banyak terlihat

berada di kedai minum terutama bagi laki-laki, sedangkan perempuan akan berada

di rumah. Semua anggota keluarga akan berkumpul lagi pada malam hari sekitar

pukul 7 malam untuk makan malam bersama. Aktifitas dalam satu hari selesai saat

Universitas Sumatera Utara


semua anggota keluarga pergi tidur pada jam 10 malam. Seperti itulah jadwal

kegiatan masyarakat di Desa Onan Runggu berulang setiap harinya berdasarkan

pengamatan yang dilakukan oleh peneliti.

Peneliti menggunakan data-data yang ada sebelumnya mengenai

perkawinan dalam masyarakat Batak Toba dan semua yang berhubungan dengan

judul penelitian ini sebagai referensi dalam menulis kerangka teori dan

kepentingan yang lainnya.

Peneliti juga menggunakan analisis data, dimana data yang peneliti

dapatkan dari lapangan mengenai data-data Desa Onan Runggu, data-data dari

hasil wawancara dengan informan dan data kepustakaan agar nantinya hasil dari

penelitian ini dapat disimpulkan dengan baik.

Peneliti pun selalu tidak lupa membuat catatan lapangan (fieldnote) agar

tidak mudah lupa dengan sebutan-sebutan tertentu yang ada pada bahasa Batak.

1.6.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Onan Runggu, Kec.Onan Runggu,

Kab.Samosir. Tempat ini dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan awalnya

peneliti sedang berjalan-jalan di daerah Tomok dan berjumpa dengan Bapak

Sidabutar yang merupakan warga asli disana yang berprofesi sebagai guide di

daerah Tomok. Awalnya peneliti sedang berbincang-bincang dengan Bapak

Sidabutar mengenai hal-hal yang menarik menngenai budaya Batak Toba di

daerah Samosir tersebut, setelah berbincang cukup lama, peneliti bertanya

bagaimana dengan proses perkawinan di daerah samosir ini, informan menjawab

kalau di daerah Tomok semuanya baik-baik saja, akan tetapi ada sebuah kabar

Universitas Sumatera Utara


atau informasi yang beredar bahwa terdapat perkawinan yang terjadi di dalam satu

rumpun marga di Onan Runggu, Bapak Sidabutar menjelaskan bahwa hal ini

mengherankan karena jumlah orang yang melakukan perkawinan satu rumpun

marga ini ada dalam jumlah yang besar. Hal ini merupakan hal yang tidak

diperbolehkan terjadi pada suku Batak Toba.

Rute perjalanan dari kota Medan ke Desa Onan Runggu Kec.Onan

Runggu ini dilakukan dengan naik Bus Sejahtera tujuan Parapat yang berloket di

Amplas (dalam waktu 5 jam perjalanan) setelah sampai Parapat menuju

Pelabuhan Ajibata menaiki kapal dengan tujuan Ajibata-Onan Runggu (dalam

waktu 2 jam perjalanan) dan berhenti di pelabuhan Onan Runggu.

1.7.Pengalaman Penelitian

Pengalaman peneliti selama proses pengerjaan dan penulisan skripsi ini

sangatlah banyak yaitu dimulai dari awal peneliti mengajukan judul skripsi ini

yang dibimbing oleh dosen Penasihat Akademik peneliti yakni Ibu Sabariah

Bangun lalu dilanjutkan dengan penulisan proposal dan pengerjaan disaat

penelitian lapangan yang selalu dibimbing oleh Ibu Rhyta Tambunan. Proses

pengerjaan dan penulisan yang peneliti alami sangatlah menguji kesabaran,

kerajinan dan semangat dari peneliti. Melalui pengalaman tersebut peneliti

sangatlah berterimakasih banyak kepada Tuhan yang Maha Esa karena

mempermudah semua urusan peneliti selama mengerjakan skripsi ini. Ucapan

terimaksih tidak pernah lupa kepada Dosen pembimbing peneliti Ibu Rhyta

Tambunan karena selalu dengan sabar memberikan masukan-masukan yang

berharga bagi penulisan skripsi ini dan selalu melulangkan waktu kepada peneliti.

Universitas Sumatera Utara


Proses penelitian ini berada di Desa Onan Runggu dimana peneliti saat

menentukan tempat tinggal ditemani oleh Bapak dari peneliti yaitu Bapak

Sianipar dan juga dibantu oleh masyarakat yang kebetulan peneliti jumpai di lapo

tuak12. Berdasarkan informasi amang dan inang tersebut sebaiknya peneliti datang

langsung kerumah yang disarankan oleh mereka karena pemilik rumah yang

mereka sarankan terkenal di daerah ini sangatlah baik. Peneliti akhirnya sampai

kerumah yang disarankan oleh amang dan inang tersebut dengan diantarkan oleh

salah satu dari mereka. Sesampai disana peneliti disambut dengan hangat oleh

pemilik rumah yang sekarang peneliti panggil dengan sebutan namboru Sari.

Setelah menjelaskan maksud dan tujuan peneliti, namboru sangatlah ramah dan

langsung menawarkan kepada saya untuk memanggil siapa orang-orang yang

dapat memberikan informasi yang peneliti butuhkan.

Namboru juga langsung menawarkan bahwasanya apabila peneliti masih

belum mendapatkan tempat tinggal maka dengan senang hati namboru

menawarkan untuk peneliti tinggal dirumahnya saja. Dengan keramahan dan

kebaikan hati namboru maka saya akhirnya tinggal dirumah namboru dan

kehadiran saya dirumah mereka sangatlah menyenangkan karena namboru

sangatlah antusias membantu apa saja yang saya butuhkan dalam proses

pengumpulan data selama peneliti berada di Desa Onan Runggu.

Pada malam hari sesudah peneliti tinggal bersama namboru, namboru

segera memanggilkan seseorang yang dapat memberikan informasi kepada saya

yang berprofesi sebagai guru Mulok (Muatan Lokal) di SMA Pakpahan. Peneliti

12
Kedai atau tempat menjual minuman tradisional (tuak)

Universitas Sumatera Utara


memanggil guru mulok tersebut sebagai Amangboru, dimana amangboru ini

sangatlah baik dan sabar dalam menjelaskan sejarah dan silsilah dari Siraja Batak

sampai dengan kepada rumpun marga Raja Sonang. Tidak jarang amangboru

mengulang-ulang penjelasan dengan cara yang lebih mudah agar peneliti lebih

cepat memahami bagaimana silsilah marga Raja Sonang tersebut. Peneliti pun

merasa amangboru sangatlah baik dalam menjelaskan sebutan-sebutan di dalam

bahasa Batak yang sebagiannya kadang kurang dimengerti oleh peneliti. Dengan

penjelasan yang diberikan amangboru Harianja maka peneliti sedikit demi sedikit

mulai memahami sebutan-sebutan dalam bahasa Batak tersebut. Selama

wawancara dengan amangboru suasananya terlihat santai dan menyenangkan

sehingga kadang tidak terasa waktu yang kami lewati cukup lama.

Peneliti melakukan aktifitas sesuai dengan jadwal yang memang setiap

harinya masyarakat setempat lakukan. Peneliti sudah mulai beradaptasi dengan

situasi yang ada disana selama peneliti tinggal bersama dengan masyarakat di

Desa Onan Runggu. Peneliti melihat rata-rata masyarakat di desa itu bangun pagi-

pagi sekali dan langsung membersihkan rumah, memasak, menyuci piring dan

beberapa aktifitas lainnya. Orang tua yang berada di Desa Onan Runggu rata-rata

pekerjaannya adalah petani oleh karenanya setiap pagi mereka selalu langsung

pergi bekerja di sawah dan pulang setelah sore harinya, dan untuk orang tua yang

lainnya ada yang bekerja sebagai guru maupun pekerja di kedai kelontong

maupun lapo tuak. Masyarakat di usia muda pergi ke sekolah dengan sangat cepat

karena jarak sekolah dari rumah mereka cukuplah jauh. Berdasarkan aktifitas

tersebut, satu kampung itu di pagi hari sangatlah sepi jika sedang berada di rumah,

Universitas Sumatera Utara


sangat jarang ditemukan masyarakat yang berada di rumahnya masing-masing

pada saat pagi hari karena rutinitas mereka setiap hari memang sudah seperti itu.

Peneliti juga sempat merasakan pengalaman yang sangat menarik disaat

peneliti diajak pergi oleh Kak Sari anak dari namboru untuk melihat Tugu Raja

Sonang dimana tempat inilah yanng membuktikan eksistensi dari marga-marga

dalam rumpun si Raja Sonang adalah saling bersaudara, dan bukan hanya itu

peneliti juga pergi ketempat Mual Raja Sonang yang merupakan tempat sakral

dimana tempat ini adalah tempat persembunyian si Raja Sonang dari saudaranya

yang disebabkan adanya pertikaian, peneliti pergi ke tempat air yang dianggap

dapat menyembuhkan segala penyakit yang memang masih berhubungan dengan

tempat dari Mual Raja Sonang. Peneliti sangat berterimakasih atas kesempatan

tersebut yang menambah ilmu peneliti. Peneliti dapat datang kesana dengan

bantuan beberapa adik-adik kecil yang tinggal disana, peneliti sangat

berterimakasih dengan adik-adik kecil yang mau menuntun peneliti agar sampai di

tempat tujuan yang direncanakan diawal perjalan peneliti dengan Kakak Sari.

Seiring hari-hari peneliti berada di Desa Onan Runggu, akhirnya peneliti

atas dasar saran namboru Gultom menjumpai seorang tokoh adat yang dikenal

mengetahui semua cerita mengenai rumpun marga Raja Sonang yang bernama

Oppung B. Gultom, maka peneliti melakukan wawancara bersama oppung

Gultom. Selama wawancara tersebut, oppung menceritakan secara jelas sejarah

rumpun marga Raja Sonang dan itu sudah menjelaskan secara keseluruhan

informasi dari data yang peneliti butuhkan.

Universitas Sumatera Utara


Peneliti juga melakukan wawancara dengan 2 keluarga yang merupakan

keluarga yang suami istri menikah dalam satu rumpun marga Raja Sonang.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan keluarga yang peneliti pilih menjadi

informan ini sudah dapat mewakili jawabab-jawaban dari beberapa keluarga yang

ada di Desa Onan Runggu yang menikah didalam satu rumpun marga Raja

Sonang. Keluarga ini menjadi perwakilan atas jawaban-jawaban dari informasi

yang peneliti butuhkan. Memang pada awalnya mereka merasa sedikit tidak

nyaman dengan sebutan perkawinan sedarah yang dimaksudkan oleh peneliti,

tetapi dengan kerja sama yang baik dari kedua keluarga tersebut maka peneliti

mendapatkan data-data yang sangat dibutuhkan oleh peneliti dalam pengerjaan

tulisan ini.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa masyarakat yang

ada di Desa Onan Runggu yang tidak menikah dengan satu rumpun marga Raja

Sonang, mereka juga tidak segan-segan memberikan informasi bagi peneliti

mengenai pendapat mereka mengenai perkawinan satu rumpun marga yang

memang mereka ketahui banyak terjadi di Desa Onan Runggu, dan bahkan

mereka masyarakat Desa Onan Runggu memberitahu peneliti mengenai contoh

nyata mengenai perkawinan Batak Toba yang memang belum sepenuhnya

dipahami oleh penelilti.

Berdasarkan kerjasama yang baik dan keramah-tamahan seluruh

masyarakat yang ada di Desa Onan Runggu baik itu dari orang pemerintahan di

kantor camat maupun kantor desa dan seluruh masyarakat yang ada di Desa Onan

Runggu, peneliti bisa mendapatkan informasi darimana saja yang dapat

Universitas Sumatera Utara


menambah pengetahuan peneliti untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Akhir

kata peneliti sangatlah menikmati proses selama penelitian dan mendapatkan

kesempatan merasakan pengalaman meneliti di Desa Onan Runggu. Peneliti

berharap tetap dapat menjaga hubungan yang lebih baik lagi kedepannya dengan

seluruh masyarakat yang ada di Desa Onan Runggu.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

GAMBARAN UMUM DESA ONAN RUNGGU

2.1. Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Samosir

Gambar 1: Peta Kabupaten Samosir

Sumber: Kabupaten Samosir Dalam Angka 2016

Kabupaten Samosir merupakan kabupaten yang terbentuk dari hasil

pemekaran Kabupaten Toba Samosir yang didasarkan pada Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten

Serdang Berdagai di Provinsi Sumatera Utara.13 Di tengah perjalanan 4 tahun usia

Kabupaten Toba Samosir, masyarakat Samosir yang bermukim di bona pasogit

bersama putera-puteri Samosir yang tinggal di perantauan kembali melakukan

upaya pemekaran untuk membentuk Samosir menjadi kabupaten baru.

Hal ini juga didasari oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah yang memberi peluang keleluasaan pada daerah untuk

mengatur dan megurus sendiri rumah tangga daerahnya dalam bentuk pemekaran

13
Samosirkab.go.id/web/sejarah-singkat-kabupaten-samosir/

Universitas Sumatera Utara


daerah atau pembentukan daerah otonomi baru. Hal ini diperkuat dengan adanya

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara

pusat dan daerah.

Pada tanggal 20 Juni 2002 anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir

melakukan rapat paripurna yang bersamaan dengan desakan masyarakat maka

usul pemekaran Kabupaten Toba Samosir didasarkan pada:

1. Kabupaten Toba Samsor (induk), terdiri dari 10 Kecamatan yaitu

Kecamatan Balige, Laguboti, Silaen, Habinsaran, Porsea, Lumbanjulu,

Uluan, Pintupohan Meranti, Ajibata dan Borbor.

2. Kabupaten Samosir (kabupaten baru), terdiri dari 9 kecamatan yaitu

Kecamatam Pangururuan, Ronggur Nihuta, Sianjur Mula-mula,

Simanindo, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Harian dan Sitio-Tio.

Melalui musyawarah mufakat ditetapkan keputusan DPRD Kabupaten

Toba Samosir Nomor 4 tahun 2002 tentang pembentukan pemekaran Kabupaten

Toba Samosir untuk pembentukan Kabupaten Toba Samosir sekaligus

merekomendasikan dan mengusulkannya ke pemerintah pusat.

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia atas nama Presiden Republik

Indonesia pada tanggal 7 Januari 2004 kemudian meresmikan Pembentukan

Kabupaten Samosir sebagai salah satu kabupaten baru di Provinsi Sumatera Utara

dengan wilayah administrasi pemerintahan sebanyak 9 kecamatan dan 111 desa

serta 6 kelurahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten

Simalungun

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan

Kabupaten Humbang Hasundutan

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten

Pakpak Barat

Atas dasar itu, disepakati bahwa tanggal 7 Januari sebagai Hari Jadi

Kabupaten Samosir sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Samosir Nomor

28 Tahun 2005 tentang Hari Jadi Kabupaten Samosir. Seiring dengan

diresmikannya Kabupaten Samosir, melalui keputusan Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia Nomor 131.21.27 tanggal 6 Januari 2004 diangkat dan

ditetapkan Pejabat Bupati Samosir atas nama Bapak Drs. Wilmar Elyascher

Simanjorang, M.Si yang dilantik pada tanggal 15 Januari 2004 di Medan oleh

Gubernur Sumatera Utara.

Sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang ditetapkan pemerintah

melalui proses demokrasi-ketatanegaraan, pada bulan Juni 2004 diadakan

pemilihan legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD yang

dilanjutkan dengan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden.

Universitas Sumatera Utara


2.2. Gambaran Umum Kecamatan Onan Runggu

Gambar 2: Peta Kecamatan Onan Runggu

Sumber: Kecamatan Onan Runggu Dalam Angka 2017

Kecamatan Onan Runggu adalah salah satu wilayah yang ada di

Kabupaten Samosir, dimana terletak diantara 2° 26’-2° 33’LU dan 98° 54’-99°

01’ BT dengan ketinggian 904-1.355 meter di atas permukaan air laut. Wilayah

Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km2. 14 . Jarak antara kantor camat

menuju kantor bupati Samosir adalah 43 km. Batas-batas wilayah disekitar

kecamatan Onan Runggu terbagi menjadi sebagai berikut ini:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Simanindo

2. Sebelah Selatan : Danau Toba

3. Sebelah Timur : Danau Toba

4. Sebelah Barat : Kecamatan Nainggolan

Data yang diperoleh peneliti menyatakan bahwa yang menjadi Kepala

Camat di Kecamatan Onan Runggu sekarang ini adalah Junita Sinaga, S.SOS.

Kecamatan Onan Runggu mempunyai 12 Desa yakni Desa Harian, Sitinjak,

14
Kecamatan Onan Runggu Dalam Angka 2017

Universitas Sumatera Utara


Pakpahan, Onan Runggu, Tambun Sukkean, Sitamiang, Pardomuan, Huta Hotang,

Rina Bolak, Sipira, Janji Matogu dan Silima Lombu.

Tabel 1: Luas wilayah, Banyaknya Penduduk Dan Kepadatan Penduduk

Menurut Desa 2016

Sumber: Kecamatan Onan Runggu Dalam Angka 2017

Masyarakat Samosir khususnya Kecamatan Onan Runggu pada periode

pra-kolonial merupakan kelompok terpencil dimana awalnya merupakan daerah

perbukitan tanpa jalan keluar. Keadaan itu tentu saja membuat masyarakat Onan

Runggu menjadi terisolasi. Menurut beberapa ahli antropologi dan sosiologi, latar

belakang daerah ini menyebabkan masyarakat setempat tidak mempunyai

hubungan dengan dunia luar, bersifat eksklusif, berjiwa keras serta berjiwa

independen. Mereka sesungguhnya cenderung bersifat heterogen dibanding

homogen. Hal ini terlihat dari ragam kesatuan yang dimiliki oleh penduduk

Universitas Sumatera Utara


setempat yakni adanya pemisahan huta15. Akibatnya hubungan antara satu huta

dengan huta lain akan merasa berbeda, misalnya huta Sipira akan menganggap

lain huta Nainggolan walaupun hanya berjarak ratusan meter.

Setiap huta mempunyai raja huta. Setiap huta ditandai dengan satu

marga pemilik huta, yang pada akhirnya menciptakan sifat harga diri yang tinggi

sebagai keturunan raja. Dari aspek sosiologis setiap huta biasanya tidak

mempunyai hubungan yang dekat karena ketertutupan lingkungan serta ketiadaan

jalan yang memadai antar huta. Hal inilah yang turut menciptakan ke-ekslusifan

tersendiri bagi penduduk setempat. Alhasil muncullah istilah yang sampai saat ini

dikenal dengan sebutan raja-raja Toba.

Kecamatan Onan Runggu merupakan daerah yang memiliki banyak mata

air sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Masyarakat

Onan Runggu juga dikenal dengan ternaknya seperti kerbau, babi dan kambing.

Kegiatan memelihara kerbau merupakan kegiatan yang sangat mudah dilakoni

sebab kerbau-kerbau tersebut dapat dilepaskan di ladang-ladang rumput yang

banyak terdapat di Onan Runggu. Kegiatan menggembala kerbau disebut dengan

marmahan sehingga pada siang hari ladang rumput tersebut akan dipenuhi dengan

kerbau yang merumput. Kerbau dan babi merupakan ternak wajib yang harus

dimiliki oleh setiap keluarga karena ternak ini sangat penting dalam upacara adat

istiadat dan merupakan tabungan keluarga yang dapat dipergunakan untuk hal-hal

yang mendesak seperti untuk perobatan keluarga, tidak jarang pula ternak-ternak

masyarakat dijual untuk menambah pendapaatan keluarga.

15
Kampung

Universitas Sumatera Utara


Pedagang yang ada di Kecamatan Onan Runggu terbagi menjadi

pedagang eceran yang menjual minyak bensin. Ada 66 penjual dan warung nasi

ada 17 warung. Jumlah kilang padi disetiap desa yakni 40 kilang padi yang ada

disetiap desa kecuali Desa Janji Matogu dan Desa Silima Lombu. Industri yang

ada di Kecamatan Onan Runggu adalah kebanyakan Industri Rumah Tangga

yakni berjumlah 192 dan disetiap desa ada.

Data mengenai tingkat pendidikan di Kecamatan Onan Runggu yang

didapatkan oleh peneliti dikelompokkan sebagai berikut yakni jumlah SD yang

ada berjumlah 21 SD, dimana pembagian SD disetiap desa ada kecuali di Desa

Silima Lombu, jumlah semua murid SD adalah 1566 orang, dan guru berjumlah

164 orang. Jumlah SLTP ada 4, dimana SLTP tersebut hanya ada di Desa

Pakpahan, Onan Runggu, Huta Hotang dan Sipira, jumlah siswa di ke-4 SLTP

adalah 686 orang dan jumlah guru 50 orang. Jumlah SLTA di Kecamatan Onan

Runggu hanya ada 1 yakni di Desa Pakpahan, jumlah murid yang ada di SLTA

yakni 464 orang, dan jumlah guru ada 33 orang.

Sarana kesehatan umum yang ada di Kecamatan Onan Runggu tidak

memiliki Rumah sakit tetapi mempunyai sarana kesehatan seperti yakni 1

Puskesmas yang berada di Onan Runggu. Pustu (Puskesmas Pembantu) ada 3

yang berada di Desa Sitamiang, Pardomuan dan Sipira. Posyandu ada 23 dimana

disetiap desa ada. Polindes (Pondok Bersalin Desa) ada 4 yakni di Tambun

Sukkean, Huta Hotang, Sipira, dan Silima Lombu. Tenaga medis yang ada di

Kecamatan Onan Runggu hanya memiliki 2 dokter yakni yang berada di Onan

Runggu, bidan ada disetiap desa kecuali Desa Janji Matogu. Perawat lain ada 10

Universitas Sumatera Utara


berada di Onan Runggu dan terdapat 2 dukun bayi yang berada di Sitamiang dan

Rina Bolak.

Tempat ibadah yang ada di Kecamatan Onan Runggu yakni berupa 1

Masjid yang berada di Desa Tambun Sukkean, dan ada 55 Gereja yang ada di

kedua belas desa di Kecamatan Onan Runggu. Kecamatan Onan Runggu adalah

masyarakat yang saling menghargai sesama umat beragama lainnya, walaupun

masyarakat Onan Runggu dikenal mayoritas beragama Kristen. Sehingga tidak

terdapat konflik mengenai agama sejauh ini, mereka hidup berdampingan secara

damai.

Data mengenai Dermaga yang ada di Kecamatan Onan Runggu

didapatkan dari BPS Samosir yakni ada 10 yakni di 1 di Desa Sitinjak, 3 di Desa

Pakpahan, 2 di Desa Onan Runggu, 1 di Desa Tambun Sukkean, 2 di Desa

Sitamiang, dan 1 di Desa Silima Lombu. Untuk sarana angkutan yang ada di

Kecamatan Onan Runggu ada berupa kapal motor dengan jumlah 10, bus

sebanyak 6, oplet sebanyak 8, pickup ada 25, truk ada 43, becak mesin ada 36 dan

itu hanya ada dibeberapa desa saja dan tidak tersebar secara rata disetiap desa.

Tempat objek wisata yang ada di Kecamatan Onan Runggu yanng

terkenal ada 4 yakni Mual Ni Si Raja Sonang (wisata alam yang berada di

Pardomuan), Rumah Parsaktian Lumanraja (wisata rintisan yang ada di Harian),

Pohon besar dan Lapangan Volly (wisata alam di Tambun Sukkean), Pondok

wisata Remaja lagundi (wisata alam di Sitamiang).

Universitas Sumatera Utara


2.3. Gambaran Umum Desa Onan Runggu

Gambar 3: Peta Sosial Desa Onan Runggu

DESA PARDOMUAN

DESA PARDOMUAN

DESA TAMBUN SUKKEAN


DESA PAKPAHAN

DANAU TOBA

Sumber : Data dari Kantor Desa Onan Runggu (2018)

2.3.1. Sejarah Desa Onan Runggu

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dilapangan yakni wawancara

dengan para pengurus kantor Desa Onan Runggu dijelaskan bahwa Desa Onan

Runggu terbentuk dari 2 desa yaitu Desa Lumban Lintong dan Desa Harianja

semenjak tahun 1992 sesuai dengan peraturan Pemerintah. Sejak keluarnya

peraturan Pemerintah maka terbentuklah Pemerintahan Desa Onan Runggu. Desa

Onan Runggu adalah desa yang termasuk kedalam klasifikasi Swakarya (self

developing).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2: Periode Setiap Kepala Desa Yang Memimpin Di Desa Onan Runggu

PERIODE KEPALA DESA


1. TAHUN 1992-2000 BINSAR HARIANJA
2. TAHUN 2001-2006 BINSAR HARIANJA
3. TAHUN 2007-2013 LIBER SAMOSIR
4. TAHUN 2014-SEKARANG JUNI FERAWATI HARIANJA
Sumber: Wawancara dengan Staff Kantor Desa Onan Runggu (2018)

2.3.2. Aspek Geografis dan Demografi Desa Onan Runggu

Desa Onan Runggu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan

Onan Runggu, dimana jika melakukan perjalanan dari Medan maka peneliti harus

menempuh jalur darat menaiki bus selama 6 jam menuju Parapat, kemudian

dilanjutkan menaiki angkot untuk menuju ke Pelabuhan Tigaraja untuk menaiki

kapal dengan tujuan Onan Runggu. Peneliti menggunakan jalur air yaitu dimana

kapal yang menuju ke Desa Onan Runggu hanya ada beberapa saja, dan waktu

yang ditempuh kesana juga cukup lama yaitu sekitar 2 jam lamanya.

Desa Onan Runggu memilki batas-batas wilayah sebagai berikut:

o Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tambun Sukkean

o Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba

o Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pakpahan

o Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pardomuan dan Desa Tambun

Sukkean

Luas wilayah Desa Onan Runggu adalah sekitar 4,86 Km 2 atau 386 Ha

dimana 30% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit, dan 70% daratan

dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk persawahan

irigasi, persawahan tadah hujan dan areal perkebunan rakyat.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3: Luas Wilayah Desa Onan Runggu per Dusun

Jumlah Luas Wil.


No. Dusun % Luas
Huta (Km²)

1 I 8 1.3 34

2 II 10 3.4 36

3 III 11 1,16 30

Jumlah 29 5,86 100

Sumber : Wawancara dengan Staff Kantor Desa Onan Runggu (2018)


Pembagian wilayah Desa Onan Runggu dibagi menajdi 3 Dusun yang

dipimpin oleh Kepala Dusun yang merupakan bagian dari struktur Pemerintahan

Desa. Masing-masing dusun tidak ada pembagian wilayah secara administrasi

pemerintahan, namun secara kultur bisa dibedakan atas beberapa kampung yang

dikenal dengan “huta” ataupun “lumban”, masing-masing kampung ini memilki

nama sendiri yang menjadi identitas setiap warga yanng bermukim di dalamnya.

Pembagian Ke-3 Dusun tersebut yakni sebagai berikut Dusun I yang

dipimpin Kepala Dusun Nurmiana Samosir berada di paling Barat dari Desa Onan

Runggu dengan luas wilayah 1.3 Km2.

Jumlah penduduk yang ada di Dusun I adalah 543 Jiwa dengan

pembagian sex ratio di Dusun I yaitu Laki-laki sebanyak 249 Orang dan

Perempuan sebanyak 293 Orang. Dusun ini mempunyai 8 huta yaitu:

1. Sitio-tio

2. Sosor Sibabiat

3. Gurgur

4. Lumban Manurung

Universitas Sumatera Utara


5. Banjar Pasir

6. Banjar Dolok

7. Banjar Tonga

8. Onan Runggu

Dusun II dipimpin oleh Jhon Wenry Samosir berada di paling Timur dari

Desa Onan Runggu yakni di Buntu Pasir dengan luas wilayah seluas 3.4 Km 2.

Jumlah penduduk yang ada di Dusun II adalah 544 Jiwa, dengan pembagian sex

ratio di Dusun II yakni Laki-laki sebanyak 215 Orang dan Perempuan 329 Orang.

Dusun II mempunyai 10 huta yaitu:

1. Lumban Holbung

2. Sosor Mamukka

3. Morga

4. Buntu Pasir

5. Siampi Pira

6. Simarjojong

7. Sosor Hoda

8. Sosor Gaol

9. Purba Dolok

10. Sosor Sihotang

Dusun III dipimpin oleh Lambok Agustinus Harianja berada di Gorat

yakni di paling timur dari Desa Onan Runggu yakni dengan luas wilayah sekitar

1.16 Km2. Jumlah penduduk yang ada di Dusun III adalah 242 Jiwa dengan

Universitas Sumatera Utara


pembagian sex ratio di Dusun III yakni Laki-laki sebanyak 214 Orang dan

Perempuan 210 Orang. Dusun III mempunyai 11 huta yaitu:

1. Gorat

2. Sosor Parhorasan

3. Sosor Buntu

4. Siarok

5. Sumbungan

6. Sakkar Nihuta

7. Lumban Habissaran

8. Siborong-borong

9. Dagal

10. Sigumbang

11. Batu Lamak

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4: Sarana dan Prasarana yang ada di Desa Onan Runggu

SARANA DAN PRASARANA DESA

NO SARANA/PRASARANA JUMLAH/VOLUME KETERANGAN

1 Kantor Desa 1 Dusun II


2 Puskesmas 1 Dusun II
3 Gereja 4 Dusun I,II
4 SD Negeri 1 Dusun I, II
5 SD Swasta 1 Dusun I
6 SMP Swasta 1 Dusun I
7 Balai Pengobatan Swasta 1 Dusun I
8 Sungai 4 Dusun I,II, III
9 Jembatan 4 Dusun I, II

Sumber : Wawancara dengan Staff Kantor Desa Onan Runggu (2018)

Sarana dan Prasarana yang ada di Desa Onan Runggu yakni sebagai

berikut Kantor Kepala Desa, Puskesmas, Gereja, SD Negeri, SD Swasta, SMP

Swasta, Balai Pengobatan Swasta, Sungai dan Jembatan. Rumah masyarakat di

Desa Onan Runggu sudah jarang menggunakan rumah Batak, sekarang ini rumah

masyarakat sudah banyak dimodifikasi seperti mencampurkan gaya rumah Batak

dengan gaya rumah Moderen.

Onan 16 hanya ada pada hari Senin dimana Onan ini hanya ada dalam

sekali seminggu yang berada di Jalan Pelabuhan, berdasarkan data wawancara dan

hasil observasi, peneliti mendapati bahwa bentuk dari Onan ini cukup

memprihatikan karena dari bentuknya yang sudah tidak layak karena hanya

seperti seng seperti atap jabu bolon, dimana ruang dari Onan terbuka luas tanpa

16
Pekan Tempat Perbelanjaan

Universitas Sumatera Utara


ada sekat yang membatasi antara penjual yang satu dengan yang lainnya, Onan ini

dibuat di atas lapang sehingga saat hujan turun kondisi tanah tersebut akan sangat

becek dan akan sedikit menggangu proses jual beli di Onan tersebut.

2.3.3. Keadaan Sosial

Data mengenai keadaan sosial masyarakat Desa Onan Runggu ini

didapatkan peneliti setelah melakukan wawancara dengan para pengurus yang ada

di kantor Desa Onan Runggu. Hasil yang peneliti dapatkan menyatakan bahwa

keadaan sosial di Desa Onan Runggu cukup baik dimana keadaan ini juga

didukung oleh masyarakatnya yang tidak terlalu heterogen dan hampir semua

masyarakat di desa ini satu suku yakni suku Batak Toba dan menganut agama

Kristen Protestan dan Katolik. Gesekan sosial skala besar hampir tidak pernah

terjadi di desa ini, tetapi konflik individu skala kecil pernah ada. Secara kultural

penduduk di Desa Onan Runggu ini masih berasal dari satu rumpun Marga Raja

Sonang, dimana marga yang termasuk kedalam Rumpun Marga ini adalah

Gultom, Samosir/Harianja, Pakpahan, Sitinjak. Marga-marga lain yang juga masih

sanak saudaranya juga tinggal dan menempati Desa Onan Runggu

Masyarakat di Desa Onan Runggu termasuk aktif dalam mengikuti

program-program yang dilaksanakan melalui kantor desa, contohnya saat kegiatan

gotong royong yang dilaksanakan setiap hari jumat masyarakat selalu ikut aktif

dalam kegiatan tersebut. Kegiatan setiap bulan seperti PKK yang dilaksanakan

setiap hari rabu minggu Ke-3, dan senam lansia atau pembinaan lansia,

masyarakat sebisa mungkin mengikuti kegiatan tersebut.

1. Agama

Universitas Sumatera Utara


Penduduk Desa Onan Runggu sebagian besar menganut agama nasrani

yang terbagi kedalam Agama Kristen Protestan dengan dua aliran yaitu

Pentakosta dan HKBP, akan tetapi ada juga Agama Islam dan Katolik. Desa Onan

Runggu mempunyai 4 tempat ibadah yaitu hanya ada 1 Gereja Katolik dengan

nama Gereja Katolik Santo Paulus Onan Runggu, ada 2 Gereja HKBP dengan

nama Gereja HKBP Lumban Lintong dan Gereja HKBP Agave, ada 1 Gereja

GKPI dengan nama Gereja GKPI Onan Runggu. Jemaat yang ada di Gereja Desa

Onan Runggu ini tidaklah semua berasal dari masyarakat Onan Runggu itu sendiri

melainkan bisa berasal dari desa yang yang lainnya di luar desa Onan Runggu,

dan sebaliknya sebagian masyarakat Desa Onan Runggu menjadi jemaat gereja

yang terletak tidak di Desa Onan Runggu. Data yang didapatkan peneliti

menyatakan bahwa sepanjang sejarah tidak pernah terjadi gesekan antar agama di

Desa Onan Runggu ini.

Tabel 5: Data Penduduk Desa Onan Runggu Berdasarkan Agama

No Agama Pria Wanita Jumlah


1 Protestan 943
2 Katolik 343
3 Islam -
Sumber: Data dari Kantor Desa Onan Runggu (2018)

2. Sosial Politik

Peneliti mendapatkan data berdasarkan wawancara bahwa sosial politik

yang ada di Desa Onan Runggu selama ini berlangsung sangat kondusif, dimana

hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kali pelaksanaan Pemilihan Umum baik

itu Pemilihan Legislatif maupun Eksekutif dan yang terutama dalam Pemilihan

Kepala Daerah, dan juga partisipasi masyarakat di Desa Onan Runggu ini sangat

Universitas Sumatera Utara


aktif dan tinggi. Partai yang aktif ada di desa Onan Runggu yakni PD Perjuangan,

Perindo, Nasdem, Golkar dan Gerindra.

Pemilihan di Desa Onan Runggu selalu berjalan lancar, kondusif dan

penuh dengan semangat kekeluargaan dan tidak ditemukan adanya perpecahan di

kalangan masyarakat dan seluruh aspirasi masyarakat tetap terakomodir dengan

baik.

3. Sosial Ekonomi

Data yang peneliti dapatkan melalui wawancara dengan pengurus kantor

kepala desa menyatakan bahwa dari segi ekonomi, Desa Onan Runggu memiliki

potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Salah satu potensi yang tampak

adalah masih luasnya lahan tidur yang cukup subur khususnya di Dusun I dan

Dusun II dimana lahan ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi areal

pertanian khusunya tanaman pangan dan Palawija, Palawija sayur dan buah, serta

tanaman kopi yang sudah terbukti dapat tumbuh dan produktif. Pertanian lahan

juga bisa dikembangkan untuk perternakan khusunya untuk perternakan besar

seperti Kerbau, Sapi dan Kambing.

Desa Onan Runggu memang dihuni penduduk bermatapencaharian petani

lebih dari 95 persen, namun pertanian yang dikembangkan selama ini masih

pertanian tradisional seperti padi, kopi, pisang, cabai, cengkeh, cacao dan lain

sebagainya. Desa Onan Runggu membutuhkan pembaharuan dibidang pertanian

untuk meningkatkan produksi pertanian yang telah ada khusunya untuk menyikapi

lahan pertanian yang relatif subur khusunya Dusun I dan Dusun II, keterbatasan

lahan dan teknologi pertanian yang ramah lingkungan mutlak diperlukan.

Universitas Sumatera Utara


Penduduk yang lainnya juga aktif berdagang sebagai usaha sampingan dan serta

ada segelintir yang berprofesi sebagai pegawai sipil.

4. Sosial Budaya

Desa Onan Runggu sudah sejak lama dikenal sebagai sebuah wilayah

adat yang aktif dan terpelihara hingga saat ini. Desa Onan Runggu identik ataupun

dikenal dengan “bius” Onan Runggu yang dikenal dengan “Bius Parbonaran”.

Dalam kehidupan sehari-hari adat batak sangatlah dominan dan sudah tertata

dengan baik oleh para tetua-tetua di Desa Onan Runggu. Berdasarkan hasil

observasi yang peneliti lakukan selama peneliti tinggal bersama dengan

masyarakat yang ada di Desa Onan Runggu ini, peneliti menyadari masyarakat

disini masih kental menggunakan bahasa Batak dalam kehidupan sehari-hari

dengan menggunakan intonasi yang kuat, akan tetapi meskipun demikian

masyarakat disini sangat menjungjung sopan santun kepada yang lebih tua.

Hal yang belum tercipta adalah kelompok-kelompok seni budaya, dimana

hal ini tentunya menjadi tugas pemerintah desa kedepannya untuk menciptakan

kelompok seni yang bertujuan mengangkat citra Desa Onan Runggu sekaligus

menjadi sarana pembinaan kaum muda dan bermanfaat untuk dibidang

Kepariwisataan.

5. Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

Situasi keamanan dan Ketertiban masyarakat yang ada di Desa Onan

Runggu tetap terjaga dengan baik, dan hampir tidak ada peristiwa kriminal di

Desa Onan Runggu ini selama beberapa tahun terakhir. Persoalan yang menjadi

masalah di Desa Onan Runggu ini adalah perlu mendapatkan perhatian dari

Universitas Sumatera Utara


Pemerintah baik itu dari pemerintah desa maupun jajaran pemerintah diatasnya

yaitu mengenai masalah sengketa lahan pertanian yang kerap terjadi dan tetap

berpotensi menjadi masalah yang besar di masa yang akan datang.

6. Kesehatan

Desa Onan Runggu memiliki 2 sarana kesehatan yakni 1 Puskesmas di

Dusun II dan 2 Posyandu. Dari sisi jumlah penduduk, sesungguhnya keberadaan 2

sarana kesehatan ini sudah cukup memadai dan begitu pula berdasarkan sisi

sebaran wilayah sebagian wilayah di Desa Onan Runggu ini masih sulit

mengakses sarana kesehatan ini, hal ini disebabkan oleh Topografi dari Desa

Onan Runggu yang membentang sejauh 3 Kilometer dan jarak antar

perkampungan yang cukup jauh.

Salah satu masalah kesehatan yang sangat mendesak untuk dibenahi

adalah masih sulitnya mewujudkan masyarakat berPerilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) dimana hal ini disebabkan oleh belum adanya sarana air bersih.

Masyarakat di Desa Onan Runggu masih sedikit yang memakai sumur bor,

meskipun memakai sumur bor akan teteapi air yang dihasilkan masih bewarna

coklat tidak jernih, oleh karenanya tidak jarang masyarakat di desa ini pergi ke

danau toba untuk mencuci pring, mencuci kain dan kegiatann yang lainnya.

Program Keluarga Berencana (KB) masih sulit untuk dilaksanakan di Desa Onan

Runggu ini dikarenakan sebagian besar pengetahuan masyarakat dipengaruhi oleh

budaya masyarakat setempat yang di dalam bahasa Batak disebut “maranak

sampulupitu, marboru sampuluwalu” yang secara harafiah diartikan “punya anak

laki-laki tujuh belas, dan anak perempuan delapan belas” dimana yang artinya

Universitas Sumatera Utara


punya anak banyak maka akan mempunyai banyak rejeki, walaupun seperti itu

akhir-akhir ini sedikit demi sedikit jumlah warga yang menggunakan kontrasepsi

KB sudah semakin meningkat.

7. Pendidikan

Tingkat pendidikan di Desa Onan Runggu terbilang masih cukup kurang,

hal ini dapat dilihat dari masih sedikitnya bangunan sekolah disetiap tingkatannya.

Desa Onan Runggu memilki 3 PAUD yakni PAUD ANUGERAH, PAUD CERIA

CLARIET dan PAUD FIA SOFIA. SD di Desa Onan Runggu ada 2 SD yang

berada di Dusun I yakni SD 6 dan SD SANTO PAULUS. SMP di desa ini hanya

ada 1 SMP yang berada di Dusun I yakni SMP BAKTI MULIA. Desa Onan

Runggu tidak memilki SMA. SMA yang ada di Kecamatan Onan Runggu hanya

ada 1 dan itu berada di desa lain yaitu Desa Pakpahan.

Secara umum penduduk Desa Onan Runggu menjungjung tinggi

pendidikan dan ilmu pengetahuan. Salah satu kebutuhan yang cukup mendesak di

bidang pendidikan di desa Onan Runggu adalah pendirian Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD), hal ini juga sesuai dengan program yang sudah dicanangkan oleh

Pemerintah Kabupaten Samosir yakni “Satu Desa, Satu PAUD” tetapi disisi lain

pendirian PAUD ini juga terkendala oleh topografi wilayah dan jarak antar

kampung yang menyebar dan berbukit-bukit.

Untuk anak usia sekolah SMP dan SMU sebagian besar bersekolah di

desa Pakpahan, dari Onan Runggu menempuh perjalanan antara 1 hingga lebih

dari 2 kilometer, dan hampir sebagian ditempuh dengan berjalan kaki hingga naik

sepeda motor. Masyarakat di Desa Onan Runggu masih mengharapkan ada

Universitas Sumatera Utara


program khusus yang bisa diambil oleh Pemerintah Desa maupun Pemerintahan

Daerah untuk mengadakan sarana transportasi anak sekolah antar desa.

Tabel 6: Indikator Pendidikan Desa Onan Runggu Tahun 2011


Jumlah
Indikator Pendidikan Laki- Perempuan Jumlah
laki
1. Partisipasi Pendidikan
a. Penduduk 10 Tahun ke atas menurut status pendidikan
1). Tidak/belum pernah 4 6 10
sekolah
2). Masih Sekolah
a. SD 30 29 59
b. SMP 28 31 59
c. SMA 37 47 84
d. Diploma/Sarjana 1 4 5
3). Tidak Sekolah lagi 100 117 217
b. Penduduk 10 Tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan
1). Tidak/ Belum Pernah
Sekolah 4 6 10
2). Tidak/ Belum Tamat
SD 34 37 71
a. SD 74 46 120
b. SMP 32 46 78
c. SMA 105 99 204
d. Diploma/Sarjana 6 11 17
2. Angka Buta Huruf 2011 7 16 23
3. Angka Melek Huruf 2011 258 261 519
Sumber: Data dari Kantor Desa Onan Runggu (2018)

2.3.4. Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi masyarakat Onan Runggu sesungguhnya masih jauh

dari sejahtera sekalipun tidak ditemukan Rawan Pangan di Desa Onan Runggu ini

atau penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Pertanian merupakan

sektor ekonomi yang menopang kehidupan hampir seluruh kehidupan masyarakat

Desa Onan Runggu kecuali beberapa orang yang berprofesi sebagai PNS Guru di

2 Sekolah Dasar dan SMP yang ada di Onan Runggu. Pertanian yang digeluti

hampir seluruhnya bersifat tradisional, sehingga sekalipun luas terbatas tidak

Universitas Sumatera Utara


seluruhnya bisa diusahai oleh massyarakat. Masih terdapat lahan tidur yang cukup

luas di Desa Onan Runggu ini. Persoalan utama tanah-tanah yang tidak diusahai

adalah keterbatasan teknologi dan pemilikan lahan yang masih belum jelas, karena

sebagian besar dimilki bersama satu rumpun keluarga atau bahkan satu keturunan

yang kerap menimbulkan persoalan untuk dikelola.

1. Pertanian

Pertanian di Desa Onan Runggu secara umum dibagi menjadi dua bagian

yakni pertanian lahan basah dan lahan kering. Pertanian lahan basah terdapat di

setiap Dusun. Pertanian lahan basah merupakan pertanian tadah hujan dan

menggunakan bibit padi jenis lokal, pasca panen pun satu kali setahun sebab umur

padi dari mulai bibit sampai dengan panen rata-rata 5 bulan. Persawahan di Desa

Onan Runggu pada umumnya berbentuk terasering dan pengolahannya sebagian

besar menggunakan kerbau. Persawahan ini mampu memproduksi padi dengan

kualitas dan produktifitas yang baik. Persoalan umum yang dihadapi adalah

kecenderungan ketergantungan terhadap pupuk kimia semakin besar.

Pertanian lahan kering terdapat di ketiga dusun, dan masih terdapat

potensi yang sangat besar untuk mengembangkan pertanian lahan kering ini

khususnya tanaman Palawija dan Holtikultura terkhususnya buah dan sayur.

Selain itu tanaman keras seperti Jagung, Kopi jenis Robusta dan Arabika juga

tumbuh subur, sejak satu dekade terakhir desa Onan Runggu ini juga sudah

menjadi salah satu Sentra Tanaman Kopi Ateng atau sering disebut dengan “Kopi

sigarar utang”. Tanaman perkebunan lainnya adalah Cengkeh dan Kakao.

Universitas Sumatera Utara


2. Peternakan

Masyarakat di Desa Onan Runggu bukan hanya petani, akan tetapi

hampir seluruh warga di desa ini juga peternak secara tradisional. Hewan ternak

yang diusahai penduduk secara umum terdiri dari ternak besar, ternak kecil dan

unggas. Ternak besar seperti Kerbau. Ternak kecil diantaranya adalah Kambing

dan Babi, sedangkan unggas diantaranya adalah Ayam dan Bebek. Kegiatan

beternak biasanya masih bersifat tradisional dan merupakan usaha sampingan.

Produksi ternak yang terbatas menyebabkan sebagian besar hasil ternak warga

hanya untuk konsumsi rumah tangga sendiri dan hanya sedikit yang dijual.

Melihat dari sisi luas wilayah, topografi, iklim dan suhu udara di Desa

Onan Runggu mempunyai potensi untuk peternakan besar yakni di Dusun I dan

Dusun III. Masyarakat di Desa Onan Runggu juga mengharapkan daerah ini dapat

dikembangkan menjadi sentra ternak di Kabupaten Samosir.

3. Perikanan

Desa Onan Runggu juga menyimpan potensi perikanan khususnya

perikanan darat. Perikanan ini ada dalam bentuk kolam darat yang tersebar di

seluruh wilayah Desa Onan Runggu.

2.3.5. Struktur Organisasi Pemerintah Desa (SOPD)

Struktur organisasi Desa Onan Runggu Kecamatan Onan Runggu

menganut Sistem Kelembagaan Pemerintahan Desa dengan Pola Minimal,

Selengkapnya akan disajikan dalam gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4: Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Onan Runggu
KEPALA DESA
JUNI FERAWATI
HARIANJA

BADAN
--------------------------------------------
PERMUSYAWARA
TAN DESA (BPD)
SEKERTARIS
DESA
LIBER SAMOSIR

KEPALA URUSAN KEPALA URUSAN


UMUM DAN KEUANGAN
PERENCANAAN
GUIDO HOTLAN TUA SRIDEVITA
SITUMORANG HARIANJA

KEPALA SEKSI
KEPALA SEKSI
KESEJAHTERAAN
PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN

MANOTAR SAMOSIR JANTER HARIANJA

KEPALA DUSUN I KEPALA DUSUN II KEPALA DUSUN III

NURMANIA SAMOSIR JHON WENRY SAMOSIR LAMBOK HARIANJA

Sumber : Staff Kantor Desa Diolah Oleh Peneliti (2018)

Universitas Sumatera Utara


BAB III

SEJARAH RUMPUN MARGA RAJA SONANG

3.1. Sejarah Siraja Batak

Simanjuntak (2004:20) mengatakan dalam tulisannya bahwa suku Batak

Toba sebagai salah satu sub suku Batak mengakui bahwa sub suku mereka adalah

induk dari seluruh sub suku Batak yang ada di Sumatera Utara. Suku Batak terdiri

dari Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing dan Pakpak.

Berdasarkan catatan-catatan sejarah ada dugaan bahwa kerajaan Batak

sudah ada pada permulaan tarikh masehi dan mengalami kehancuran sebagai

Kerajaan maritim mulai tahun 1023 Masehi oleh serbuan pertama Rayendra Chola

III dari India Selatan. Rumpun batak sejak permulaan tarikh masehi sampai

dengan hancurnya kerajaan Aru disebut Kerajaan Batak Tua dan kerajaan Batak

yang mucul setelah itu disebut dengan sebagai Kerajaan Batak Dalihan natolu. 17

Sejajaran dengan hancurnya kerajaan Aru atau kerajaan Batak yang

terpusat di Teluk Aru itu pada saat itu pulalah timbul kembali mitologi “Siraja

Batak” bahwa asal usul Batak itu adalah di Sianjur Mula Sianjur Mula Tompa di

kaki Pusuk Buhit, Kecamatan Harian dekat kota Pangururan sekarang. Mitologi

silsilah Siraja Batak adalah merupakan catatan sejarah sebagai amanat kepada

generasi berikutnya. 18Di kaki Gunung Pusuk Buhit terdapat berbagai peninggalan

sejarah dan legenda, antara lain Batu Hobon, Batu Pangarsipan, Lokasi Sianjur

Mula-mula, Mual Siboru Pareme, Hariara Lontung. Hariara Lontung adalah

17
Dalihan Natolu nilai budaya Suku Batak, Rajamarpodang,1992:140, CV.Armada, Medan
18
Adat Budaya Batak dan Biografi, Simatupang, 2016, Bornrich Publishing, Tangerang

Universitas Sumatera Utara


pohon yang ditanam Si Raja Lontung sebagai tanda perdamaian perselisihan

antara si raja Lontung dengan Si Borbor Marsada.

Rajamarpodang 1992: 142 menjelaskan bahwa dari silsilah mitologi

Siraja Batak, marga-marga Batak terbagi atas 2 besar yaitu Pihak I adalah turunan

pihak Nai Lontungan dan Pihak II adalah turunan Nai Isumbaon (Lontung dan

Sumba).

Siraja Batak mempunyai 2 orang putra yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja

Isumbaon.

Guru Tatea Bulan dengan istrinya yang bernama Si Boru Baso Burning

mempunyai 5 putra yaitu:

1. Siraja Biak-biak (Siraja Uti)

2. Tuan Sariburaja

3. Limbong Mulana

4. Sagala Raja

5. Malau Raja

Guru Tatea Bulan juga mempunyai 4 orang putri yaitu:

1. Siboru Pareme

2. Siboru Anting Sabunga

3. Siboru Biding Laut

4. Siboru Nantinjo

Keturunan dari Siraja Biak-biak adalah tidak ada. Keturunan Tuan

Sariburaja mempunyai 2 orang putra yang bernama Siraja Lontung dan Siraja

Borbor. Keturunan dari Limbong Mulana ada 2 dan kedua anak tersebut sudah

Universitas Sumatera Utara


memakai marga Limbong, dan pada generasi ke-V tumbuh pula marga Sihole dan

marga Habeahan. Keturunan dari Sagala Raja ada 3 yaitu Tuan Mulanihuta, Tuan

Banuarea dan Naiasangpagar dan ketiganya sudah memakai marga Sagala sejak

generasi ke-IV. Keturunan dari Malau Raja yaitu Naseraja, Ambarita, Gurning,

lamberaja sudah memakai marga Malau, akan tetapi turunan-turunan mereka

adapula yang telah memakai marga Nase, Ambarita, Gurning dan Lambe.

Sedangkan dari marga Lambe sendiri tumbuh pula satu marga lagi yaitu marga

Manik.

Raja Isumbaon hanya mempunyai 3 orang putra yaitu:

1. Tuan Sori Mangaraja

2. Raja Asiasi

3. Sangkarsomalindang

Keturunan dari Tuan Sori Mangaraja mempunyai 3 orang putra yaitu

Ompu Raja Nabolon (Raja Naiambaton), Raja Mangarerak (Raja Nairasaon) dan

Tuan Sorbadibanua (Raja Naisuanin). Keturunan dari Raja Asiasi dan

Sangkarsomalindang tidak diketahui turunannya dan ke daerah mana tempat

penyebarannya juga tidak diketahui.

Walaupun Siraja Batak telah menetapkan bahwa perkawinan sesama

saudara kandung adalah tabu, akan tetapi masih ada cucu-cucu dari Siraja Batak

yang melanggarnya yaitu Sariburaja anak dari Tatea Bulan yang mengawini
19
saudaranya sendiri yaitu Siboru Pareme. Akibat perkawinan inilah muncul

pertentangan kuat antara Borbor Marsada dengan Siraja Lontung yang kemudian

19
Rajamarpodang 1992 : 141

Universitas Sumatera Utara


harus dicampuri amangborunya yaitu Tuan Sori Mangaraja untuk

mendamaikannya. Mereka mengambil keputusan bahwa segala sesuatu

permasalahan akan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mendapatkan

kesepakatan, yaitu:

1. Segala sesuatu permasalahan akan diselesaikan dengan jalan musyawarah

untuk mendapatkan kesepakatan,

2. Musyawarah itu harus diselesaikan oleh tiga unsur yaitu Raja ni

dongantubu, Raja ni Hula-hula dan Raja ni boru,

3. Perkawinan sesama saudara satu turunan garis laki-laki adalah tabu dan

tidak boleh dilakukan.

Sebagai tindak lanjut keputusan ini adalah melanggar adat apabila masih

ada yang melakukan perkawinan sesama saudara. Untuk mencegah perkawinan

sesama saudara itu dan untuk memperjelas keturunan siapa seseorang itu, maka

seseorang itu harus mencantumkan nama ayahnya dibelakang namanya. Dan oleh

sejak itulah semua keturunan dari suku Batak harus membuat nama nenek

moyangnya dibelakang namanya. Dengan mengetahui nama nenek moyang

seseorang, maka setiap orang akan mengetahui boleh tidaknya seseorang itu

dikawini.

Hal inilah yang menjadi permulaan marga-marga pada suku Batak. Oleh

karenanya sudah menjadi jelas bahwa perkembangan marga-marga itu adalah

akibat dari perkawinan sesama saudara dan terjadinya marga-marga itu adalah

untuk menjaga agar sesama saudara kandung tidak boleh saling mengawini karena

dianggap tabu. Penyebutan marga bagi orang Batak adalah menggambarkan

Universitas Sumatera Utara


identitas pribadi etnis kekerabatan masyarakat Batak Toba dan dipergunakan

sebagai titik tolak untuk berkomunikasi sesama masyarakat Batak sesuai dengan

falsafah Dalihan natolu.20 Dengan mengetahui marga orang lain, seseorang suku

Batak akan dapat menempatkan dirinya dimana kedudukannya berdasarkan

Dalihan natolu. Dengan mengetahui kedudukannya berdasarkan Dalihan natolu,

seorang suku Batak akan dengan sendirinya mengatur dirinya sendiri, mengatur

sikapnya, mengatur sikap sopan santunnya, sikap perilakunya terhadap lawan

bicaranya apakah dia marhula-hula atau mardongan tubu atau marboru.

Salah satu fungsi marga adalah sebagai landasan pokok yang mengatur

ketertiban dalam suku Batak, agar perkawinan antar saudara tidak terjadi dan juga

untuk mengatur hubungan-hubungan antara berbagai pihak akibat kompleksnya

hubungan antara keturunan serta untuk mengurangi konflik dan hal-hal yang tidak

di inginkan. Dengan adanya marga, hubungan kekerabatan terjalin yang teratur

satu marga atau keluarga, menunjukkan tali pengikat untuk mempersatukan antara

seseorang dengan orang lain, mengikat rasa persaudaraan dan kekerabatan dalam

kelompok suku Batak.

3.2. Sejarah Marga Raja Sonang

Setiap marga-marga Batak Toba mempunyai silsilah masing-masing

maka oleh karena itu dalam tulisan ini peneliti akan menggambarkan sisilah Raja

Sonang tersebut jika ditarik dari Silsilah Siraja Batak. Data yang didapatkan oleh

peneliti ini adalah hasil dari wawancara yang peneliti dengan beberapa informan

yang ada di Desa Onan Runggu.

20
Rajamarpodang 1992: 36

Universitas Sumatera Utara


Dimulai dengan Siraja Batak yakni berdasarkan dari anak pertamanya

yang bernama Guru Tatea Bulan lalu turun ke anak keduanya yaitu Tuan

Sariburaja lalu turun ke anak pertamanya yang bernama Raja Lontung.

(♂) Raja Lontung + (♀) Br. Pareme

Sinaga Situmorang PandianganNainggolan Simatupang Siregar

Pandiangan

Parhutala

Raja Humirtap RajaSonang

Sumber : Wawancara dengan informan (2018)

Dari keturunan Raja Lontung inilah akan terlihat dimana garis dari Raja

Sonang, maka yang diikuti adalah dari tulisan yang bewarna merah. Diatas ini

peneliti memberikan gambaran mengenai silsilah tersebut. Raja Lontung

mengawini Br. Pareme yang pada kenyatannya adalah ibunya sendiri lalu mereka

mempunyai 7 anak yakni Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan,

Simatupang dan Siregar dan 2 boru yaitu Siboru Amak Pandan dan Siboru

Panggabean. Selanjutnya ditarik garis dari Pandiangan yang mempunyai 1

keturunan yaitu namanya pandiangan. Dari keturunan pandiangan mempunyai 1

keturunan yang namanya adalah Parhutala, lalu dari Parhutala ada 2 anak yang

namanya adalah Raja Humirtap dan Raja Sonang.

Universitas Sumatera Utara


Alasan disebutkan si Raja Sonang adalah diawalai dengan adanya alkisah

yang diceritakan dari zaman-zaman dahulu kala dari satu generasi ke generasi

selanjutnya atau didalam bahasa batak dikatakan dengan turi-turian. Berdasarkan

data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan salah satu informan

peneliti yang bernama amangboru dan namboru Sari mulai menjelaskan yakni

dikisahkan bahwa ada dua orang abang beradik yang bernama Raja Humirtap dan

Raja Sonang. Mereka mendapatkan pesan dari Parhutala yang merupakan ayah

dari kedua abang beradik tersebut, bahwa mereka diberi pesan untuk membangun

rumah adat Batak di kampung Urat yaitu kampung halaman Raja Humirtap dan

Raja Sonang.

Mereka abang beradik berangkat ke Uluan Darat melintasi Danau Toba

untuk mencari rotan. Saat berada di hutan mereka mendengar ada suara orang

yang sedang bertenun, karena penasaran mereka akhirnya mendatangi tempat

dimana suara orang yang sedang menenun itu dimana. Akhirnya sesampai disana

ternyata mereka menjumpai saudara perempuan mereka yang bernama boru

Sarudin yang ternyata sudah lama tidak mereka jumpai atau dalam kata lain

hilang.

Saudara perempuan mereka ternyata sudah menikah dengan lelaki yang

bernama Guru Sodundangon (yang merupakan jelmaan). Kedua abang beradik

tersebut sangatlah terkejut mendengarkan cerita dari saudara perempuan mereka

tersebut bahwa suami dari boru Sarudin itu merupakan pemakan manusia dan adik

perempuannya itu segera menyuruh kedua abangnya untuk pulang. Abang dari

boru Sarudin tidak mau pulang dan mengatakan harus pulang bersama dengan

Universitas Sumatera Utara


mereka karena sudah bertahun-tahun mereka mencari adik perempuan mereka

yang hilang tersebut. Akan tetapi sebelum kedua saudaranya pulang, suami dari

boru Sarudin sudah pulang, akan tetapi diluar ekspektasi boru Sarudin ternyata

suaminya menyambut dengan baik kedua saudara istrinya karena dia menggangap

kedua saudara istrinya itu adalah hula-hulanya.

Keesokan harinya mereka pamit untuk pulang dan disitu Guru

Sodundangon membekali dan memberikan dua guci yang berbungkuskan kain,

dimana Guru Sodundangon memberikan pesan yaitu guci tersebut jangan dibuka

sebelum 7 hari 7 malam. Ternyata setelah sampai di rumah dalam jangka hari 3

hari 3 malam Raja Humirtap tidak sabar lagi dan membuka guci tersebut dan yang

keluar dari isi guci tersebut adalah binatang, kunyit, padi dan lain sebagainya.

Berbeda dengan Raja Sonang yang masih dengan sabar menunggu sesuai dengan

pesan yang disampaikan oleh Guru Sodundangon, setelah 7 hari 7 malam

akhirnya si Raja Sonang membuka guci tersebut dan akhirnya yang keluar adalah

kerbau, emas dan perak. Oleh karena itu akhirnya Raja Sonang menjadi kaya

raya. Dan dari cerita tersebutlah juga dikatakan si Raja Sonang, dimana dalam

bahasa Indonesia arti Sonang adalah Senang atau Bahagia.

Berdasarkan kejadian tersebut terjadilah pertentangan dari saudara Raja

Sonang, oleh karena itu untuk menghindari pertentangan tersebut akhirnya Raja

Sonang lari dan bersembunyi ditanah Habinsaran (sebelah timur) dan itulah

menjadi suatu bahan ataupun tempat untuk membentuk suatu keluarga. Disinilah

marga Raja Sonang membentuk keluarga dan melanjutkan hidup bersama dengan

Universitas Sumatera Utara


boru Sitindaon. Berikut adalah silsilah keluarga yang dihasilkan berdasarkan

perkawinan diantara keduanya.

(♂) Raja Sonang+ (♀) Br. Tindaon (Siboru Oloan)

Toga Gultom Toga Samosir/Harianja Toga Pakpahan Toga Sitinjak

Sumber : Wawancara dengan Informan (2018)

Raja Sonang mempunyai keturunan yang bernama Toga Gultom, Toga

Samosir/Harianja, Toga Pakpahan, Toga Sitinjak. Untuk sekarang ini, Ke-4 Toga

5 marga ini masuk kedalam satu kesatuan yaitu dikenal dengan satu rumpun

marga Raja Sonang. Dari Raja Sonang inilah yang menjadi fokus penelitian yang

peneliti lakukan.

3.3. Keberadaan Rumpun Marga Raja Sonang di Desa Onan Runggu

Keturunan marga Raja Sonang yang terdiri dari beberapa marga yaitu

Gultom, Samosir, Harianja, Pakpahan dan Sitinjak, semua marga ini tersebar di

semua Kecamatan yang ada di Kecamatan Onan Runggu. Begitupula di Desa

Onan Runggu, rata-rata masyarakatnya adalah marga-marga yang ada di rumpun

marga Raja Sonang. Marga-marga di dalam rumpun marga Raja Sonang juga rata-

rata mempunyai jabatan kepemimpinan di setiap Desa yang ada di Kecamatan

Onan Runggu.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan salah satu tetua

adat di Desa Onan Runggu yakni bernama Oppung B. Gultom, oppung

menyatakan:

Universitas Sumatera Utara


“bahwa Raja Sonang dinamakan empat bersaudara lim fam. Rumpun
marga Raja Sonang dikenal juga sebagai 4 Toga dan 5 marga. Raja Sonang
menjadi satu keturunan terpisah dari parhutala dikarenakan berdasarkan
perpisahan dari kakaknya Raja Humirtap. Itu menjadi satu bahasa yang
tidak bisa menjadi satu pendapat dan menjadi satu padan/sumpah”.

Alasan disebut sebagai 4 Toga 5 Marga adalah berdasarkan sejarahnya

dahulu, keturunan dari Siraja Sonang adalah hanya ada 4 yaitu Toga Gultom,

Toga Samosir, Toga Pakpahan dan Toga Sitinjak. Pada perkembangan marga

selanjutnya pada keturunan ketiga dari Toga Samosir yaitu yang bernama Parhoris

terjadi pernikahan sedarah.

Akibat dari pernikahan tersebut terjadi pertentangan diantara Toga

Gultom, Toga Samosir, Toga Pakpahan dan Toga Sitinjak, dan oleh karena itu

diambillah jalan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara membuat

marga Parhoris menjadi marga Harianja dengan cara dirajakan atau dibiuskan.

Akhirnya marga Harianja dibuat menjadi saudara dari Toga Samosir dimana

sampai sekarang ini penyebutan marga Samsosir selalu disertai ataupun diikuti

langsung oleh marga Harianja.

Seperti itulah marga-marga yang ada di rumpun marga Raja Sonang

disebut sebagai 4 Toga 5 Marga. Harianja akhrinya diangkat menjadi marga

ataupun diangkat menjadi saudara keempat marga yang terdahulu.

Oppung Bosar melalui wawancara menjelaskan bahwa:

“dalam rumpun marga Raja Sonang menjadi suatu perkumpulan


dikarenakan adanya makam atau kuburannya yang menjadi tempat Raja
Sonang mulai dari Riate Gultom sampai dengan Ayam Borbor dan
sekitarnya. Tanda bukti dari Raja Sonang adalah dengan adanya makam
yang memilki keanehan yakni rumah berupa liang dari mualnya diatas
sungai disamping gunung yang tidak begitu tinggi (dikenal dengan nama
Dolok Nangal) tetapi suatu keanehan bisa keluar air.

Universitas Sumatera Utara


Air minum Raja Sonang sampai saat ini dipercayai sebagai hening cipta
bagi keturunannya, dimana air tersebut dianggap bisa menyembuhkan
segala jenis penyakit dan biasanya para keturunannya akan berdoa sambil
mengeluarkan suara dan harapan mereka sebanyak tiga kali sambil
membasuh wajah mereka”.

Pada awal cerita adanya marga-marga Batak diceritakan bahwa dulunya

marga-marga tersebut adalah nama-nama dari seseorang, dan oleh karena itu di

dalam keluarga nama-nama anak tadi dari seorang Raja Sonang adalah mereka

saling bersaudara. Seiring perkembangan sekarang ini, nama-nama tadi dijadikan

sebagai marga, dan marga ayahnya lah yang menjadi nama perkumpulan atau

nama rumpun mereka. Jelaslah sudah bahwa marga-marga yang ada didalam

rumpun Raja Sonang adalah hubungan abang-adik.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PERKAWINAN SATU RUMPUN MARGA RAJA SONANG DI DESA

ONAN RUNGGU

4.1. Faktor- Faktor Penyebab Perkawinan Satu Rumpun Marga Raja

Sonang di Desa Onan Runggu

Perkawinan di dalam satu rumpun marga Raja Sonang ini kerap terjadi di

Desa Onan Runggu bukan karna tanpa alasan. Berdasarkan hasil wawancara dan

pengamatan yang peneliti dapatkan selama peneliti tinggal bersama dengan

masyarakat di Desa Onan Runggu, maka berikut dijelaskan faktor-faktor

penyebab perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang dapat terjadi di Desa Onan

Runggu yakni:

4.1.1. Faktor Cinta

Cinta adalah salah satu bentuk dari emosi dan perasaan yang dimiliki

oleh setiap individu. Cinta juga berarti sebuah perasaan memperhatikan,

menyukai, menyayangi secara mendalam yang disertai rasa rindu serta hasrat

kepada sebuah objek.21

Data di lapangan yang didapatkan oleh peneliti berdasarkan wawancara

dengan informan yang menikah satu rumpun marga Raja Sonang menyatakan

bahwa alasan mereka menikah satu rumpun marga Raja Sonang adalah karena

dianta individu tersebut mereka saling mencintai dan mengaggap mereka sudah

saling rokkap (berjodoh). Informan yang peneliti wawancarai di Desa Onan

21
Dosenpsikologi.com

Universitas Sumatera Utara


Runggu mengatakan bahwa bisa saja saat mereka sudah keluar dari kampung

mereka untuk merantau dan sudah mengenal banyak marga-marga diluar marga

nya, akan tetapi saat sudah pulang kembali ke kampung halaman dia tetap

memilih menikah dalam satu rumpun marganya. Hal inilah yang dianggap oleh

masyarakat penduduk Desa Onan Runggu bahwa mereka sudah berjodoh dan

mengutamakan faktor Cinta yang yang mempengaruhi dalam perkawinan satu

rumpun marga Raja Sonang.

4.1.2. Faktor Budaya

Koentjaraningrat (1987) menyatakan bahwa kebudayaan sebagai

keseluruhan sistem gagasan, tindakan serta hasil dan karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia yang didapat melalui proses

belajar. Budaya juga merupakan suatu cara hidup yang diwariskan dari generasi

ke generasi berikutnya.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan dapat

dikatakan hampir semua dari mereka setuju bahwa perkawinan ini sudah sejak

lama dilakukan di desa ini. Masyarakat di Desa Onan Runggu mengatakan bahwa

budaya yang dari dulu dari nenek moyang kalau di Desa Onan Runggu memang

memiliki perputaran pernikahan yang hanya berada disitu-situ saja yaitu pada

rumpun marga Raja Sonang. Jadi walaupun biasanya ada hukuman yang diberikan

kepada orang yang melanggar adat perkawinan tersebut, ini tidak berlaku bagi

Desa Onan Runggu. Mereka beranggapan bukan mereka yang memulainya, yang

memulai adalah nenek-nenek moyang mereka jadi mereka beranggapan itu tidak

ada masalah.

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan perkawinan ini terjadi karena sudah ada kesepakatan

diantara mereka secara tidak tertulis atau yang biasa disebuut dengan self

regulation di Desa Onan Runggu tersebut.

Selain dari faktor budaya melalui sejarah tadi, perkawinan satu rumpun

marga Raja Sonang di desa Onan Runggu juga dikatakan karena ada pendapat

bahwa menikah diluar rumpun mereka tidak akan mendapatkan Hagabeon

(keturunan), dan biasanya hubungan diantara suami istri tersebut tidak akan baik,

oleh karena melihat contoh tersebut maka masyarakat yang lain akan tetap

memilih menikah satu rumpun marga Raja Sonang, terutama di desa ini ada

dikatakan kalau marga Samosir dengan Pakpahan adalah gabe.

4.1.3. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah tempat dimana masyarakat saling berinteraksi

dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antar sesama maupun dengan

lingkungannya.22

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Onan Runggu,

mereka menyatakan perkawinan satu rumpun marga ini dapat terjadi dikarenakan

pada dulunya, daerah di Desa Onan Runggu masihlah hutan dan transportasinya

masih belum lancar, manusia pun masih jarang. Akan tetapi keturunan dari si Raja

Sonang pada saat itu ada dan anak-anaknya sudah dibeda-bedakan berdasarkan

marga. Hal inilah yang mendasari agar mereka tetap mempunyai keturunan maka

mereka saling menikah ataupun mengambil dengan saudara nya yang ada disana.

Sejarah pernikahan satu rumpun marga inilah yang akhirnya turun temurun diikuti

22
Ayuniindya.wordpress.com

Universitas Sumatera Utara


sampai dengan sekarang oleh keturunan rumpun marga Raja Sonang yang hanya

ada di Desa Onan Runggu.

Berdasarkan pengamatan peneliti saat ini di Desa Onan Runggu, faktor

lingkungan dapat mempengaruhi perkawinan satu rumpun marga adalah karena di

Desa Onan Runggu ini mayoritas penduduknya adalah popparan dari si Raja

Sonang. Berdasarkan Kecamatan Onan Runggu yang terdiri dari 12 Desa, 10

diantaranya masyarakatnya terdiri dari popparan marga Raja Sonang. Mengenai

banyaknya keturunan Raja Sonang di Kecamatan Onan Runggu, peneliti

simpulkan dikarenakan bahwa ini merupakan hasil dari perkawinan yang

dilakukan sesama serumpun marga mulai dari zaman dahulu, dan berdasarkan

waktu demi waktu akhirnya bertumbuh semakin banyak. Menurut peneliti,

masyarakat yang ada di Desa Onan Runggu mengutamakan konsep Hagabeon

dalam melaksanakan perkawinan.

4.2. Kasus perkawinan Dalam Rumpun Marga Raja Sonang

Bab ini peneliti akan menjabarkan mengenai perkawinan satu rumpun

marga yang terjadi di Desa Onan Runggu, dimana berdasarkan data yang peneliti

dapatkan di lapangan bahwa perkawinan satu rumpun marga ini kerap terjadi dan

dapat dikatakan hampir semua masyarakat di Desa Onan Runggu dimana mereka

saling menikah/mengambil satu sama lain di dalam satu rumpun marga yang

disebut dengan Raja Sonang. Pengalaman pertama peneliti datang untuk observasi

awal mengenai perkawinan satu rumpun marga, setiap masyarakat yang peneliti

tanyai selalu mengatakan memang rata-rata masyarakat di desa ini memang

menikah seperti itu.

Universitas Sumatera Utara


Berikut akan peneliti sertakan data mengenai kependudukan yakni daftar

Kepala Keluarga yang saling mengawini satu rumpun marga Raja Sonang di Desa

Onan Runggu, dimana daftar nama kepala keluarga yang peneliti sertakan adalah

sebagian besarnya yang memang menjadi seorang kepala keluarga disatu

keluarga. Membahas perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang ini jika dilihat

bukan hanya terlihat dari nama kepala keluarga dan istri yang tercantum, akan

tetapi disebagian besar data yang terlihat banyak juga data yang didapatkan bahwa

orang tua dari kepala keluarga tersebut juga saling mengawini di dalam satu

rumpun marga Raja Sonang. Oleh karenanya, apa yang ingin peneliti sampaikan

adalah bahwa selain data yang peneliti sertakan dibawah ini masih banyak lagi

suami istri yang saling mengawini didalam satu rumpun marga Raja Sonang di

Desa Onan Runggu.

Data-data yang peneliti sajikan berisi infromasi mengenai nama- nama

setiap kepala keluarga, pendidikan terakhir, pekerjaan dan agama. Hal ini

disajikan dengan tujuan mencari informasi bahwa apakah ke-3 aspek tersebut

dapat mempengaruhi terjadinya perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang di

Desa Onan Runggu yang menjadi fokus tempat penelitian yang dilaksanakan.

Tabel 7: Daftar Nama Kepala Keluarga yang Menikah Satu Rumpun


Marga Raja Sonang

Jenis
Rumpun Marga
No Nama Lengkap Kelam Agama Pendidikan Pekerjaan
Raja Sonang
in
1 Freddy Samosir Lk KATOLIK SLTA PNS Gultom- Samosir
2 Palti Harianja Lk KRISTEN SLTA PETANI Harianja- Samosir
Metro Dominikus
3 Lk KATOLIK DIII PETANI Gultom- Harianja
Gultom
4 Kiman Samosir Lk KATOLIK DIII PNS Samosir- Pakpahan
5 Gopuk Harianja Lk KATOLIK SLTA PETANI Harianja- Samosir

Universitas Sumatera Utara


BELUM
6 Manangi Harianja Lk KRISTEN PETANI Harianja- Samosir
TAMAT SD
7 Rudolf Samosir Lk KRISTEN TAMAT SD PETANI Samosir- Gultom
TIDAK
8 Boston Gultom Lk KATOLIK PETANI Gultom- Samosir
SEKOLAH
9 Dondi Samosir Lk KATOLIK SLTA PETANI Samosir- Pakpahan
10 Mamontang Samosir Lk KATOLIK SLTA PETANI Samosir- Gultom
11 Manaor Harianja Lk KRISTEN S1 PNS Harianja- Gultom
12 Sobirin Harianja Lk ISLAM SLTP PETANI Harianja- Samosir
13 Binter Harianja Lk KATOLIK SLTP PETANI Harianja- Gultom
Felix Tunggul
14 Lk KATOLIK SLTA PETANI Harianja- Samosir
Harianja
WIRASWAST
15 Banua Raja Harianja Lk KATOLIK SLTP Harianja- Samosir
A
16 Herwindo Harianja Lk KATOLIK SLTA PETANI Harianja- Gultom
17 Bistok Gultom Lk KRISTEN SD PETANI Gultom- Samosir
TIDAK
18 Gusman Gultom Lk KATOLIK PETANI Gultom- Samosir
SEKOLAH
19 Demak Samosir Lk KRISTEN SLTP PETANI Samosir- Sitinjak
20 Pandapotan Gultom Lk KATOLIK TAMAT SD PETANI Gultom- Samosir
21 Jahuat Samosir Lk KATOLIK SLTA PETANI Samosir- Sitinjak
22 Liber Samosir Lk KATOLIK SLTA PNS Samosir- Harianja
23 Lariston Samosir Lk KATOLIK SLTA PETANI Samosir- Pakpahan
24 Miro Samosir Lk KATOLIK TAMAT SD PETANI Samosir- Harianja
25 Victor Harianja Lk KRISTEN SLTA PETANI Harianja- Gultom
26 Sahat Harianja Lk KRISTEN SLTA PNS Harianja- Samosir
WIRASWAST
27 Juaksa Samosir Lk KATOLIK SLTA Samosir- Sitinjak
A
WIRASWAST
28 Kalam Samosir Lk KRISTEN SLTA Samosir- Pakpahan
A
WIRASWAST
29 Cernikus Samosir Lk KATOLIK SLTA Samosir- Harianja
A
30 Aker Gultom Lk KATOLIK SLTP PETANI Gultom- Samosir
Tumpak Damanis WIRASWAST
31 Lk KATOLIK SLTA Samosir- Gultom
Samosir A
32 Bistok Harianja Lk KATOLIK SLTA PETANI Harianja- Samosir
BELUM
33 Tajom Sitinjak Lk KATOLIK PETANI Sitinjak- Harianja
TAMAT SD
32 Esau Gultom Lk KATOLIK TAMAT SD PETANI Gultom- Samosir
BELUM
35 Mardus Harianja Lk KATOLIK PETANI Harianja- Gultom
TAMAT SD
BELUM
38 Deman Harianja Lk KATOLIK PETANI Harianja- Samosir
TAMAT SD
37 Jhon Karlos Samosir Lk KATOLIK SLTA PETANI Samosir- Gultom

Universitas Sumatera Utara


38 Purba Samosir Lk KATOLIK S1 PETANI Samosir- Gultom
BELUM
38 Maripul Samosir Lk KRISTEN PETANI Samosir- Gultom
TAMAT SD
Saut Marulitua
40 Lk KATOLIK TAMAT SD PETANI Samosir- Sitinjak
Samosir
41 Baharuddin Gultom Lk ISLAM SLTA PETANI Gultom- Samosir
TIDAK
42 Lindon Samosir Lk KATOLIK PETANI Samosir- Pakpahan
SEKOLAH
43 Mangada Harianja Lk KATOLIK SLTA PETANI Harianja- Samosir
WIRASWAST
44 Nerlan Harianja Lk KATOLIK SLTA Harianja- Samosir
A
BELUM
45 Mantan Harianja Lk KATOLIK PETANI Harianja- Samosir
TAMAT SD
46 Kristo Samosir Lk KATOLIK SLTA PNS Samosir- Harianja
BELUM
47 Kamaruddin Samosir Lk KATOLIK PETANI Samosir- Harianja
TAMAT SD
Alexius Roylen
48 Lk KATOLIK SLTP PETANI Harianja- Samosir
Harianja
49 Osbal Samosir Lk KATOLIK TAMAT SD PETANI Samosir- Pakpahan
50 Karto Harianja Lk KRISTEN SD PETANI Harianja- Samosir
51 Kuatman Samosir Lk KRISTEN SLTP PETANI Samosir- Sitinjak
TIDAK
52 Kuriman Samosir Lk KATOLIK PETANI Samosir- Pakpahan
SEKOLAH
53 Hangoluan Gultom Lk KRISTEN TAMAT SD PETANI Gultom- Samosir
BELUM
Resman Gultom Lk ISLAM PETANI Gultom- Samosir
54 TAMAT SD
BELUM
55 Desmaria Gultom Pr KATOLIK PETANI Gultom- Samosir
SEKOLAH
WIRASWAST
56 Gokman Samosir Lk KATOLIK D-I Samosir- Harianja
A
57 Alam Maria Samosir Pr KATOLIK TAMAT SD PETANI Samosir- Gultom
58 Tioripa Gultom Pr KATOLIK TAMAT SD PETANI Gultom- Samosir
BELUM
59 Lisbet Samosir Pr KATOLIK PETANI Samosir- Harianja
SEKOLAH
60 Nelli Pakpahan Pr KRISTEN TAMAT SD PETANI Pakpahan- Harianja
61 Rosma Samosir Pr KATOLIK TAMAT SD PETANI Samosir- Gultom
62 Marsita Pakpahan Pr KRISTEN SLTA PENSIUNAN Pakpahan- Samosir
WIRASWAST
63 Marida Gultom Pr KRISTEN SLTA Gultom- Samosir
A
BELUM
64 Rasmita Harianja Pr KATOLIK PETANI Harianja- Samosir
TAMAT SD
BELUM
65 Maren Samosir Pr KRISTEN PETANI Samosir- Harianja
TAMAT SD
66 Tiurlan Sitinjak Pr KATOLIK BELUM PETANI Sitinjak- Samosir

Universitas Sumatera Utara


TAMAT SD
BELUM
67 Anna Samosir Pr KATOLIK PETANI Samosir- Harianja
TAMAT SD
68 Martahan Harianja Lk KATOLIK SLTP PETANI Harianja- Samosir
69 Augus Samosir Lk KATOLIK TAMAT SD PETANI Samosir-Gultom
TIDAK
70 Marojan Samosir Lk KRISTEN PETANI Samosir-Gultom
SEKOLAH
71 Rustina Pakpahan Pr KATOLIK SLTA PETANI Pakpahan-Gultom
72 Oloan Samosir Lk KATOLIK SLTA PETANI Samosir-Sitinjak
BELUM
73 Berliana Gultom Pr KRISTEN PETANI Gultom- Samosir
TAMAT SD
BELUM
74 Marudut Samosir Lk KATOLIK PETANI Samosir-Sitinjak
TAMAT SD
75 Kortina Gultom Pr KATOLIK TAMAT SD PETANI Gultom- Harianja
76 Marlon Samosir Lk KATOLIK SLTA PETANI Samosir-Gultom
TIDAK
77 Toman Harianja Pr KATOLIK PETANI Harianja-Gultom
SEKOLAH
TIDAK
78 Lemeria Samosir Pr KRISTEN PETANI Samosir- Harianja
SEKOLAH
BELUM
79 Saur Gultom Pr KATOLIK PETANI Gultom- Samosir
TAMAT SD
BELUM
80 Roylen Harianja Lk KATOLIK PETANI Harianja- Samosir
TAMAT SD
BELUM
81 Mangeran Harianja Lk KATOLIK PETANI Harianja- Samosir
TAMAT SD
82 Alberson Samosir Lk KATOLIK SLTA PENSIUNAN Samosir-Gultom
83 Rusty Sitinjak Pr KATOLIK SLTP PETANI Sitinjak- Samosir
84 Manahan Samosir Lk KATOLIK SLTP PETANI Samosir- Harianja
Sumber : Diolah Peneliti dari Data Kependudukan Desa Onan Runggu (2018)

Berdasarkan data dari tabel diatas dapat lihat bahwa ini adalah data

sebagian besar dari masyarakat Desa Onan Runggu yang saling kawin dalam

rumpun marga Raja Sonang. Informasi yang dapat disimpulkan jika melihat dari

data tabel tersebut dikatakan bahwa rata-rata masyarakat yang menikah satu

rumpun marga ini tingkat pendidikannya kurang, sebagian besar masih belum

tamat SD, lulusan SD, SMP, dan SMA, dimana hanya sedikit masyarakat yang

lulusan DIII dan S1. Berdasarkan pekerjaan rata-rata mereka suami istri adalah

Universitas Sumatera Utara


seorang petani, dan hanya sedikit dari mereka yang bekerja sebagai wiraswasta,

guru dan PNS.

Berdasarkan perkawinan dalam satu rumpun marga Raja Sonang di Desa

Onan Runggu dilihat dari data diatas, yang paling banyak melakukan perkawinan

rumpun marga Raja Sonang adalah antara marga Samosir dengan Harianja

sebanyak 28 Keluarga, lalu diikuti antara marga Samosir dengan Gultom

sebanyak 26 Keluarga, lalu marga Samosir dengan Sitinjak sebanyak 9 Keluarga,

marga Harianja dengan Gultom sebanyak 8 Keluarga, marga Samosir dengan

Pakpahan sebanyak 8 Keluarga, marga Sitinjak dengan Harianja sebanyak 1

Keluarga, marga Pakpahan dengan Gultom 1 keluarga dan marga Pakpahan

dengan Harianja sebanyak 1 Keluarga.

Berikut peneliti juga sertakan data mengenai kepala keluarga yang

marganya termasuk kedalam rumpun marga Raja Sonang akan tetapi melakukan

perkawinan diluar rumpun marganya. Data tersebut dijadikan sebagai bahan

pertimbangan untuk melihat seberapa banyak keluarga yang melakukan

perkawinan diluar marga di Desa Onan Runggu.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 8: Daftar Nama Kepala Keluarga yang Menikah Diluar Satu Rumpun
Raja Sonang

Jenis
No
Nama Lengkap Kelam Agama Pendidikan Pekerjaan Marga
in
Samosir-Butar-
1 Bungatio Samosir Pr Kristen TAMAT SD Mengurus RT butar
2 Normaida Harianja Pr Katolik D IV Guru Harianja- Silaen
3 Hotrijon Samosir Lk Kristen SLTA Petani Samosir-Sihite
4 Tangi Harianja Lk Kristen SLTA Wiraswasta Harianja- Sinaga
Samosir-Lumban
5 Martinus Samosir Lk Katolik SLTA Petani
Raja
Samosir-
6 Baha Raja Samosir Lk Katolik TAMAT SD Petani Hutabalian
7 Nicolas P Samosir Lk Katolik SLTA Petani Samosir-Siringo
Lasma Darwin Samosir-
8 Pr Katolik SLTP Wiraswasta
Samosir Situmorang
Tahi Parsaoran Samosir-
9 Lk Kristen TAMAT SD Petani
Samosir Situmorang
Sandro Adon Samosir-Lumban
10 Lk Kristen TAMAT SD Petani
Samosir Raja
Samosir-
11 Gokman Samosir Lk Katolik TAMAT SD Wiraswasta Situmorang
12 Basiang Samosir Lk Katolik SLTA Petani Samosir-Br Jawa
13 Ediver Samosir Lk Katolik SLTA Petani Samosir-Sinaga
TIDAK
14 Pesanto Samosir Lk Katolik Petani Samosir-Simarmata
SEKOLAH
Alexandro Avaller
15 Lk Katolik SLTA Petani Samosir-Smnjtk
Samosir
Remaja Agustinus
16 Lk Katolik SLTP Petani Gultom- Tamba
Gultom
17 Nurdin Samosir Lk Kristen SLTP Pensiunan Samosir-Simarmata
Harianja-Lumban
18 Piter Harianja Lk Kristen SLTA Petanin Siantar
19 Wander Samosir Lk Katolik TAMAT SD Petani Samosir-Sirait
Harianja-
20 Mangadar Harianja Lk Katolik SLTP Petani Simarmata
21 Goktua Harianja Lk Kristen SLTA Petani Harianja-Damanik
22 Sabam Harianja Lk Kristen SD Wiraswasta Harianja-Nababan
23 Hotnel Harianja Lk Katolik SLTA Wiraswasta Harianja- Sinurat
24 Jonni Samosir Lk Katolik SLTP Petani Samosir-Simbolon
25 Nelson Harianja Lk Kristen SD Petani Harianja-Manik
Sumber: Diolah Peneliti dari Data Kependudukan Desa Onan Runggu (2018)

Universitas Sumatera Utara


Jika dilihat berdasarkan data yang didapatkan keluarga yang menikah di

dalam satu rumpun marga lebih banyak daripada keluarga yang menikah diluar

rumpun marga Raja Sonang. data diatas merupakan kepala keluarga yang yang

termassuk kedalam rumpun marga Raja Sonang tetapi memutuskan untuk tidak

menikah di dalam satu rumpun marganya.

Pada dasarnya semua pernikahan dalam rumpun marga Raja Sonang

adalah pernikahan yang masih dianggap bersaudara. Dan jika ada pesta adat

pernikahan yang dilakukan dari salah satu marga di Raja Sonang, contohnya jika

ada pesta yang dilaksanakan oleh Marga Samosir, maka marga-marga yang

lainnya seperti Harianja, Gultom, Sitinjak dan Pakpahan akan bertindak dan

berada di posisi sebagai dongan tubu. Tetapi dengan adanya perkawinan satu

rumpun marga ini, posisi mereka sebagai dongan tubu bisa saja bergeser menjadi

seorang pihak hula-hula maupun seorang pihak boru.

Untuk menjelaskan bagaimana akibat dari perkawinan satu rumpun

marga yang terjadi tersebut akan berdampak kepada sistem panggilan kekerabatan

mereka di dalam dalihan natolu (disebut dengan partuturan) dan bagaimana

interaksi yang terjalin diantara keluarga yang dihasilkan oleh perkawinan tersebut,

maka peneliti akan membahasnya melalui penjelasan dari 2 informan yang

peneliti tentukan berdasarkan bantuan dari informan kunci. Kedua informan

tersebut adalah 2 keluarga yang berbeda yang saling menikah di dalam satu

rumpun marga Raja Sonang.

Universitas Sumatera Utara


4.2.1. Informan C. Samosir dengan P. br Harianja

Berdasarkan pengalaman selama berada di lapangan, maka peneliti

memanggil informan dengan sebutan amangboru dan namboru. Untuk

memudahkan panggilan maka disini peneliti akan menggunakan nama dari

informan dibandingkan menggunakan panggilan amangboru agar mempermudah

adanya perbedaan dalam panggilan-panggilan dalam pernikahan mereka nantinya.

Setelah berjumpa beberapa kali dengan informan, peneliti akhirnya mendapat

banyak informasi mengenai rumpun marga Raja Sonang, begitu pula peneliti

mengetahui sebahagian informasi mengenai keluarga informan.

C. Samosir lahir di Sosor Mangadar tanggal 05-08-1951 dimana

C.Samsosir sekarang sudah berumur 67 tahun. C. Samosir adalah seorang

pensiunan guru dan sekarang bekerja sebagai petani. Istri dari C. Samosir adalah

wanita bernama P. Harianja yang lahir di Rianiate pada tanggal 11-09-1968 dan

sekarang berumur 50 tahun. Pekerjaan dari P. Harianja adalah seorang guru.

Keluarga C. Samosir dan P.Harianja menganut agama Katolik.

Perkawinan dari C. Samosir dengan P. Harianja ini adalah perkawinan

kedua yang dilakukan oleh C. Samosir. Pada perkawinan pertama, C.Samosir

mengambil namboru dari istri keduanya yang bernama Sartika Harianja. S.

Harianja adalah namboru kandung dari istri keduanya P. Harianja. Karena adanya

perkawinan antara C. Samosir dengan S. Harianja, seharusnya P. Harianja

memanggil C. Samosir sebagai amangboru. Perkawinan C. Samosir dengan S.

Harianja mempunyai 3 putri yaitu yang bernama Agnes, Angelina dan Anna.

Universitas Sumatera Utara


Sekarang ini ketiga putri C. Samosir sudah hidup dengan baik bersama

dengan suami yang menjadi keluarga baru mereka. Anak pertama mereka yang

bernama Agnes menikah dengan marga Situmorang dan sudah mempunyai anak 3

yang bernama Celine, Cahaya dan Abraham. Anak kedua mereka yang bernama

Angelina sudah menikah tetapi belum mempunyai keturunan. Anak ketiga mereka

yang bernama Anna sudah menikah dengan marga Pardosi dan sudah mempunyai

seorang putri yang diberi nama Dea.

C.Samosir memutuskan untuk menikah lagi dengan P. Harianja.

Keluarga C.Samosir dengan P. Harianja terdaftar di Kantor Desa dengan No KK

1217040310070528.

C.Samosir adalah keturunan ke-16 dari Toga Samosir, Berikut garis

keturunan dari kedua belah pihak ditarik dari Toga Samosir.

Tarombo Ni Toga Samosir dari C.Samosir

Toga Samosir

Ruma Bolon Ruma surung Ruma Sidari

Tumpak Bolon Si Debata

Op. Raja Minar Op. Raja NapoduOp. Raja Horis

Amarjana Podu Siantur Mogatogat Namora Porhas

Op. Raja Nangon Op. Raja Natarus Op. Tarhudir

Op. Sorminan Op. Saudara Op. Porhas

Universitas Sumatera Utara


Br. Pakpahan Naomas Br. Sirait

Op. Pamontang Laut

Br. Pakpahan Br. Manurung Motung

Op. Mulana

Op. Sipahal Na Bolon Op. Saungangin Op. Raja Silo Op. Barita Mopul Op. Dolok Surungan

Op. Galasa Op. Batulan Raja Pontas

A.Batulan Op. Pangasa Gogo Op. Gumoring Op. Bisker

Gogo

Op. Mario Op. Abdul Op. Fredson Op. Marjatur

C.Samosir

Di atas merupakan garis keturunan dari C.Samosir jika ditarik dari toga

Samosir, dimana cara melihatnya adalah dengan mengikuti tulisan berwarna

merah. Dari garis keturunan C.Samosir pada nenek moyangnya pada dahulunya

juga sudah ada yang melakukan perkawinan sesama satu rumpun marga Raja

Sonang yaitu pada generasi ke-6 yaitu Op.Saudara yang kawin dengan boru

Pakpahan. Lalu pada generasi ke-7 yaitu Op. Pamontang Laut yang kawin dengan

boru Pakpahan. Begitupula Gogo di genersi ke-12 yang kawin dengan boru

Pakpahan. Generasi ke-13 yang merupakan ayah dari C. Samosir juga sudah

Universitas Sumatera Utara


melakukan perkawinan satu rumpun marga yaitu Op.Fredson yang menikah

dengan boru Pakpahan. Sampai kepada generasi ke-14 yaitu C.Samosir juga

melakukan perkawinan di dalam rumpun marga yaitu dengan mengawini istrinya

mempunyai boru Harianja.

Selanjutnya akan dijelaskan garis keturunan dari P. Harianja, dimana

P.Harianja yang juga keturunan ke-16 dari Toga Samosir.

Tarombo Ni Toga Samosir dari P. Harianja

Toga Samosir

Ruma Bolon Ruma surung Ruma Sidari

Tumpak Bolon Si Debata

Op. Raja MinarOp. Raja Napodu Op. Raja Horis

Tunggal Nabolon Tuan Jopul Partukkok Bosi

Baga Laut Op. Raja Sigordong Tuan Uhir

Op. Raja Undul Op. Somagohon Op. Soindaon

Appar Hutandar

Op. Biduan Op. Patar Op. Sorang Laut

Op. Tuan Nabolas Appahutami

Universitas Sumatera Utara


Op. Tuan Naoga Op. Ranjo

Op. Baga Op. Mardaup

Appanael Op. Losung Op. Giring Op. AlbidenOp. Desman

A.Albiden

Albiden Sartika

Pestaria

Peneliti selanjutnya hanya akan mengambil 3 garis keturunan dari ayah

C.Samosir dan P.Harianja untuk dijelaskan mengenai bagaimana perkawinan yang

dihasilkan oleh kedua belah pihak yang sudah mempunyai Dalihan natolu dan

menghasilkan Dalihan natolu yang baru akibat dari perkawinan ini.

Garis keturunan ini diambil dari garis C.Samosir dan P. Harianja dan

berlanjut kepada keturunan yang dimiliki oleh informan C.Samosir dengan

P.Harianja.

(♂)Op. F. Samosir + Br. Pakpahan (♂) Albiden Harianja + Br. Samosir

(♂) C. (♀) P.
Samosir Harianja

(♂)Appolinaris (♂)Advent (♀) Astrid (♂)Axel (♀) Anggun

Universitas Sumatera Utara


Hasil dari perkawinan antara C.Samosir dengan P.Harianja mempunyai 3

putra dan 2 putri. Jika dilihat berdasarkan garis keturunan diatas ini, maka dapat

dimengerti bahwa ayah dan ibu dari C.Samosir juga menikah dalam satu rumpun

marga Raja Sonang, begitupula halnya dengan ayah dan ibu dari P.Harianja.

Berdasarkan perkawinan yang dilakukan oleh ayah dari C. Samosir maka yang

menjadi pariban dari C.Samosiradalah boru Pakpahan.

Sebelum perkawinan sudah jelas seharusnya C. Samosir memanggil ibu

dari P.Harianja dengan sebutan Namboru. Dan berdasarkan garis keturunan dari P.

Harianja, C.Samosir adalah Tulangnya. Akan tetapi dengan adanya perkawinan

ini, yang dulunya pihak boru akhirnya menjadi hula-hula dari C.Samosir.

Berdasarkan perkawinan antara C.Samosir dengan P.Harianja ini mereka

menghasilkan dalihannatolu yang baru yakni: Hula-hula adalah Harianja, Boru

adalah Samosir, DonganTubu adalah Samosir.

Pada dasarnya hasil perkawinan dari hubungan yang masih mempunyai

hubungan kekerabatan akan berdampak pada hasil yang tidak baik, akan tetapi hal

tersebut seperti berbeda dengan hal yang ada di desa Onan Runggu, bisa dilihat

dari keluarga C.Samosir dengan P.Harianja dimanan bisa dilihat semua anak

mereka dalam keadaan sehat sempurna dan dapat bersekolah sama seperti

layaknya anak-anak lainnya. Anak pertama mereka yang bernama Appolinaris

bekerja di Medan, anak kedua bernama Advent juga dalam masa sekolah di

Jakarta, anak ketiga mereka yang bernama Ayu masih sekolah di Bandung, anak

keempat mereka bernama Axel yang dalam posisi sekolah di SMA Balige dan

Universitas Sumatera Utara


anak terakhir yang bernama Anggun berada dalam jenjang SMP Putri Hati Kudus

Onan Runggu Kab. Samosir.

Perkawinan keluarga C.Samosir dalam interaksi dengan keluarga yang

terjalin diantara kedua belah pihak sangatlah baik, tidak pernah ada pertentangan

ataupun perselisihan yang berskala besar. Observasi selama peneliti melakukan

wawancara dengan amangboru dan namboru mereka terlihat saling menyayangi

dan menghargai satu sama lain, begitupun peneliti pernah melihat interaksi antara

amangboru dengan mertuanya yang juga pada dulunya disebut dengan

namborunya. Mereka terkadang saling melemparkan candaan kepada satu sama

lain.

4.2.2. Informan L. Samosir dengan J. F. Harianja

Peneliti memanggil informan ini dengan sebutan abang dan kakak karena

adanya hubungan marga. L.Samosir adalah seorang PNS sekretaris desa di Desa

Onan Runggu lahir pada tanggal 24-06-1972 di Desa Onan Runggu dan sekarang

sudah berumur 46 tahun, dan istrinya J.Harianja adalah seorang PNS kepala desa

di Desa Onan Runggu yang lahir pada tanggal 12-06-1978 di Desa Harian dan

sekarang sudah berumur 40 tahun.

Keluarga ini tinggal di Jl.Pelabuhan 44 Onan Runggu Dusun I dan selain

menjabat di pemerintahan kantor desa, L.Samosir dan J.Harianja juga membuka

usaha sampingan di rumah yaitu toko yang cukup lengkap yakni menjual barang

perlengkapan sehari-hari, juga menjual alat-alat memancing, paku, dan selain itu

juga dirumah mereka membuka usaha foto kopi. Keluarga L.Samosir dan

J.Harianja menikah pada tahun 2004 terdaftar di Kantor Desa dengan No KK

Universitas Sumatera Utara


1217040310070528. Kehidupan sehari-harinya keluarga L.Samosir dnegan

J.Harianja menganut agama Katolik.

Perkawinan serumpun marga yang dilakukan L.Samosir dengan

J.Harianja akan peneliti jelaskan dibawah ini, akan sebelum itu terlebih dahulu

peneliti akan memberikan gambaran mengenai garis keturunan L.Samosir dengan

J.Harianja jika ditarik dari ayah dan ibu dari kedua belah pihak yang tidak ada

catatan mengenai perkawinan serumpun marga Raja Sonang. Peneliti akan

menjelaskan garis keturunan didasarkan 3 generasi dari kedua belah pihak, yakni

sebagai berikut:

(♂) M. Samosir + (♀) S. Parhusip (♂) B. Harianja + (♀) S. Lumbanraja

(♂) L. (♀) J. F.
Samosir Harianja

(♀) Rizky (♀) Adel (♂)Valentino (♀) Sumpta (♂)Yostoto

Perkawinan antara L.Samosir dengan J. Harianja ini adalah salah satu

hasil dari perkawinan didalam satu rumpun marga Raja Sonang yaitu antara marga

Samosir dengan boru Harianja. Hasil perkawinan dari L.Samosir dengan

J.Harianja mempunyai 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Anak pertama

mereka bernama Rizky yang sekarang merupakan siswa SMP kelas 1, selanjutnya

bernama Adel yang sekarang merupakan siswa kelas 6 SD, anak ketiga bernama

Valentino yang merupakan siswa kelas 4 SD, anak keempat bernama Sumpta

Universitas Sumatera Utara


merupakan siswa kelas 2 SD dan anak terkahir yang bernama Yostoto yang masih

belajar di PAUD.

Selama peneliti melakukan wawancara dengan L. Samosir, saya melihat

anak-anak dari mereka dan yang saya lihat semua dari mereka terlihat sehat dan

ceria. Peneliti juga sempat menikmati alunan musik dari gendang yang dimainkan

oleh anak L.Samosir yang masih kecil tersebut, jadi menurut peneliti walaupun

mereka masih kecil ternyata mereka sudah mahir bermain beberapa jenis alat

musik.

Berdasarkan sistem kekerabatan Raja Sonang, harusnya harianja adalah

dongan tubu dari samosir, akan tetapi karena adanya perkawinan ini maka

harianja menjadi Hula-hula dari samosir. Dalihan natolu yang baru terbentuk

berdasarkan perkawinan ini yaitu bila dilihat berdasarkan keluarga L. Samosir

dengan J. Harianja terdiri dari; yang menjadi hula-hula adalah harianja;

selanjutnya yang menjadi boru adalah samosir; dan yang menjadi dongantubu

adalah samosir.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan, alasan L.Samosir

menikah dengan J. Harianja didukung dan dipercaya dengan berdasarkan adanya

perkataan : dang na mambukka, mangulakkon, dimana didalam arti bahasa

indonesianya bukan L. Samosir lah orang yang membukanya dan bukan duluan

yang mengambil boru Harianja, akan tetapi sudah ada dari garis keturunan leluhur

sebelumnya.

L. Samosir pun bercerita mengenai cerita awal dari terjadinya

perkawinan antara mereka. Pada awalnya L. Samosir juga mempunyai pemikiran

Universitas Sumatera Utara


untuk menikah dengan gadis diluar rumpun marga Raja Sonang. Diceritakan

dulunya L. Samosir sudah berangkat ke Jawa, sudah membawa pakaian jas dan

membawa mahar untuk lamaran dan begitupun sudah berbicara dengan orang tua

si perempuan. Berdasarkan hasil pembicaraan bahwa orangtua si perempuan tidak

setuju bahwa anaknya dibawa ke kampung karena tidak akan ada yang mengurus

orangtua si perempuan. Oleh karena itu timbullah ucapan gabe maho gabe ma au.

Setelah itu seiring berjalannya waktu akhirnya pulang lagi ke kampung, dulu

diceritakan L. Samosir ingin mencalonkan diri sebagai dewan, dan kebetulan

istrinya yang sekarang sebagai pendamping karena harus ada kesetaraan gender.

Berdasarkan pertemuan tersebutlah ada kata karena sering bertemu akhirnya

tumbulah cinta diantara mereka dengan proses yang sangat singkat.

4.3. Pandangan Masyarakat Setempat Mengenai Perkawinan Satu

Rumpun Marga Raja Sonang

Peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat setempat yang

tidak menikah didalam satu rumpun marga baik secara formal maupun non formal

untuk mendapatkan berbagai pendapat masyarakat mengenai perkawinan satu

rumpun marga Raja Sonang di desa Onan Runggu.

Peneliti memilih informan yang bernama W. Harianja dimana peneliti

memanggil informan tersebut dengan sebutan amangboru. Amangboru sekarang

sudah berumur 49 Tahun dan mulai dari kecil lahir dan menetap di Desa Onan

Runggu. Amangboru adalah seorang petani yang juga merupakan seorang Guru

Mulok (Muatan Lokal) di SMA Onan Runggu. Amangboru menikah dengan

seorang yang bernama S. Siringo-ringo yang sekarang sudah berumur 30 Tahun

Universitas Sumatera Utara


dan berprofesi sebagai petani. Amangboru mempunyai 2 orang anak laki-laki dan

1 anak perempuan.

Pendapat amangboru yang sudah lama berada dan menetap di Desa

Onan Runggu mengenai perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang,

mengatakan bahwa bila perkawinan satu rumpun marga terjadi di Desa Onan

Runggu kenyataannya tidak ada hukum ataupun aturan yang melarang perkawinan

satu rumpun tersebut. Amangboru mengatakan masyarakat kebanyakan di desa ini

saling menikah satu sama lain dan merasa tidak ada yang salah dengan

perkawinan tersebut. Walaupun begitu amangboru tidak menikah dengan satu

rumpun marga Raja Sonang.

Informan lain yang juga peneliti wawancara untuk mengetahui pendapat

masyarakat biasa mengenai perkawinan satu rumpun marga yaitu bernama R.

Sinaga dimana peneliti menyebutnya dengan namboru. Namboru sekarang sudah

berumur 52 Tahun, dan menikah dengan amangboru yang bernama H. Gultom

yang sudah berumur 58 Tahun. Dulunya keluarga ini menetap di Jakarta dan

menikah di disana, akan tetapi akhirnya pindah ke Desa Onan Runggu karena

kalau berada di Jakarta keluarga ini masih menyewa rumah dan sudah tidak

sanggup lagi membiayai kehidupan dengan cara hidup seperti itu.

Pendapat namboru mengenai perkawinan satu rumpun di desa itu

awalnya namboru merasa sedikit aneh karena menurut namboru mereka kan

masih ada hubungan saudara lalu kenapa saling mengambil dan lebih anehnya lagi

yang melakukan itu adalah dalam jumlah yang besar. Menurut namboru kalau

orang luar seperti namboru menilai mereka yang menikah sesama dalam satu

Universitas Sumatera Utara


rumpun marga adalah tidak baik, dan juga tidak ada didapati perkawinan seperti di

Desa Onan Runggu ini mengenai marga Raja Sonang di daerah lain.

Berdasarkan yang diketahui namboru alasan mereka melakukan

perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang adalah ada prinsip “rundut ni eme do

gabena” dimana yang maksudnya tidak apa menikah seperti itu yang penting

gabe yaitu punya anak laki-laki dan anak perempuan.

Namboru juga berharap bahwa perkawinan dalam satu rumpun ini sudah

cukuplah dilakukan oleh generasi-generasi tua, dan berharap untuk anak-anaknya

maupun untuk generasi lainnya jangan lagi mengambil ataupun dalam bahasa

Batak disebut dengan mangoli marga-marga dari rumpun marga Raja Sonang.

Namboru berharap bahwa jikalau generasi-generasi sekarang merantau maka

dimengertilah dan dilihat bahwa masih banyak marga diluar sana untuk dapat

dijadikan calon pendamping hidup mereka. Hal ini juga dikatakan namboru agar

kelak kedepannya hubungan dalam rumpun marga Raja Sonang tetap kuat.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

SISTEM KEKERABATAN SUKU BATAK TOBA DAN DALIHAN

NATOLU

5.1. Sistem Kekerabatan Suku Batak Toba

Sistem kemasyarakatan mempunyai beberapa aspek, dan salah satunya

adalah sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan adalah pola tingkah laku

berdasarkan pengalaman dan penghayatan yang menyatu secara terpadu dalam

wujud ideal dan fisik kebudayaan23.

Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan

baik antara individu ataupun individu dengan masyarakat lingkungannya. Dari

sistem ini biasanya menyangkut mengenai sistem kemasyarakatan, kelompok

kekerabatan, sistem keturunan, sistem istilah kekerabatan dan sopan santun

pergaulan di dalam kekerabatan. Sistem keturunan adalah yang menentukan siapa

diantara kerabat yang begitu luas termasuk kedalam lingkungan kekerabatannya

dan siapa yang tidak termasuk kedalamnya. Sistem keturunan melalui garis laki-

laki yang disebut prinsip patrinial dan ada juga sistem keturunan melalui garis

perempuan disebut prinsip matrinial.24

Forman (2009) menyatakan bahwa dalam lingkungan suku Batak Toba,

sistem kekerabatannya diatur di dalam sistem kekerabatan patrinial yang

berlandaskan organisasi sosial marga. Marga merupakan dasar untuk menetukan

partuturan juga hubungan persaudaraan baik untuk kalangan semarga maupun di

marga-marga lainnya. Marga juga merupakan nama persekutuan dari orang-orang

23
Dalihan Natolu Nilai Suku Batak, 1992:2
24
Ibid hal 59

Universitas Sumatera Utara


bersaudara (sedarah), seketurunan menurut garis bapak yang mempunyai tanah

sebagai milik bersama di tanah asal atau tanah leluhurnya, sehingga dengan

adanya marga hubungan kekerabatan menjadi jelas dan setidak-tidaknya dapat

memperkecil terjadinya perkawinan satu marga yang sangat di larang di dalam

budaya batak.

Adat adalah kebiasaaan masyarakat maka oleh karena itu, kelompok-

kelompok dalam masyarakat lambat laun menjadikan alat itu sebagai adat yang

seharusnya berlaku bagi semua orang dan anggota masyarakat dengan diikuti oleh

sanksi sehingga akhirnya dikenal menjadi Hukum Adat.

Menurut konsep masyarakat Batak Toba, adat merupakan nilai-nilai yang

diwarisakan dari nenek moyang kepada keturunannya agar dijaga dan dijalankan

yang berfungsi untuk mengatur kehidupan seseorang sebagai masyarakat adat.

Masyarakat Batak yang bertindak atau bertingkah laku tidak sesuai dengan adat

disebut dengan naso maradat. Adat Batak adalah norma atau aturan dan ketentuan

yang dibuat oleh pemimpin dalam suku Batak untuk mengatur kehidupan dan

kegiatan sehari-hari baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam keluarga

besar.

Hubungan kekerbatan masyarakat Batak Toba masih sangat kuat dan

tetap dipertahankan, oleh karenanya untuk mengetahui hubungan kekerabatan

antara seseorang dengan yang lainnya maka perlu ditelusuri silsilah leluhur

beberapa generasi diatas. Martutur atau martarombo adalah mencari dan

menentukan titik pertalian darah yang terdekat untuk menentukan hubungan

kekerabatan.

Universitas Sumatera Utara


Dengan mengetahui hubungan kekerabatan tersebut maka dengan

sendirinya pula dapat ditentukan kata sapaan yang bisa digunakan, dimana sapaan

yang ada dalam hubungan kekerabatan suku Batak. Biasanya sapaan sementara

saat seseorang belum mengetahui bagaimana hubungan kekerabatan diantara dua

orang adalah amang, inang, ito, dan lae. Sapaan amang ditujukan kepada seorang

laki-laki yang sudah berumur dan sudah berkeluarga, sedangkan sapaan inang

ditujukan kepada seprang wanita yang sudah berumur dan sudah berkeluarga yang

menjadi ibu rumah tangga. Sapaan ito ditujukan kepada seorang wanita muda oleh

laki-laki dan oleh seorang laki-laki yang lebih tua. Sapaan lae ditujukan kepada

seorang anak muda oleh teman sebayanya.

5.2.Dalihan Natolu

Struktur sosial masyarakat Batak Toba diatur di dalam dalihannatolu.

Rajamarpodang (1992:52) menyatakan bahwa Dalihan artinya adalah tungku

yang dibuat dari batu, Na artinya adalah yang, dan Tolu artinya adalah tiga. Jadi

Dalihan natolu adalah tiga tiang tungku. Rajamarpodang (1992:2) menjelaskan

bahwa Dalihan natolu adalah ide vital, suatu kompleks gagasan yang merupakan

pandangan hidup dan sumber sikap perilaku masyarakat Batak dan menumbuhkan

komples aktivitas masyarakat itu sendiri dalam wujud karya budaya baik budaya

spritual maupun budaya material.

Terbentuknya Dalihannatolu merupakan bentuk dari penyelesaian

perselisihan mengenai perkawinan saudara yang dilakukan oleh Tuan Sariburaja

dengan saudara perempuannya yaitu Siboru Pareme yang melibatkan Siraja

Lontung di satu pihak, Borbor Marsada dipihak lain sedang pihak ketiga adalah

Universitas Sumatera Utara


Tuan Sori Mangaraja sebagai boru anak dari Raja Isumabon. Jalan penyelesaian

yang diambil oleh mereka adalah bersumber dari kepercayaan kepada pada

Mulajadi Nabolon yang diyakini mereka adalah Tuhan Yang Maha Esa. Justru

penetapan Debata Batara Guru-Debata Sori Sohaliapan, Debata Balabulan yang

disebut Debata Natolu diwujudkan menjadi pandangan hidup yang menata

kehidupan sehari-hari di dunia ini yang disebut dengan Dalihan natolu. Berkat

Mulajadi Nabolon dengan wujud pancaran kuasanya pada Debata Natolu

diterapkan dalam kehidupan untuk menata kehidupan mereka dan masih menjadi

sumber sikap masyarakat Batak terutama suku Batak Toba.

Dalihan natolu terdiri dari 3 unsur yakni Hula-hula, Dongan sabutuha

dan Boru. Diantara ketiga posisi ini yang menempati posisi yang paling tinggi

adalah hula-hula, sedangkan dongan sabutuha dan boru memilki posisi yang

hampir sama. Struktur sosial ini dimaksudkan bukan sebagai bentuk penguasaan

melainkan sistem yang akan mengatur kekerabatan antar masyarakat sehingga

hubungan dalam masyarakat akan seimbang dan masyarakat Batak Toba dapat

mengerti akan dimana kedudukan mereka masing-masing di dalam adat.

Disebut sebagai dongansabutuha karena lahir dari rahim (butuha) yang

sama yaitu ibu mereka sendiri, selanjutnya yang termasuk kedalam kelompok

kekerabatan dongansabutuha ini adalah saudara-saudara laki-laki seayah, saudara-

saudara laki-laki senenek, saudara-saudara laki-laki senenek moyang, saudara-

saudara laki-laki semarga berdasarkan sistem keturunan kekeluargaan garis laki-

laki atau patrinial.

Universitas Sumatera Utara


Orang tua dari pihak istri suhut25 atau mertua dari suhut dinamai hula-

hula. Dalam hubungannya lebih luas, keluarga hula-hula, kelompok kekerabatan

hula-hula, saudara laki-laki semarga dari hula-hula berdasarkan sistem

kekerabatan prinisp patrinial, keseluruhannya menjadi hula-hula kepada hula-hula

suhut. Dengan kata lain dongansabutuha dari suhutberhula-hula kepada

dongansabutuha dari pihak hula-hula.

Begitupun dijelaskan bahwa saudara perempuan dari suhut yang kawin

dengan seseorang disebut boru, dimana yang lebih jelasnya adalah suami dari

saudara perempuan suhut dinamai boru. Dengan begitu semua saudara-saudara

laki-laki dari boru, kelompok kekerabatan dari boru, saudara-saudara dari laki-

laki semarga dari boru menjadi boru dari suhut. Demikianlah sistem kekerabatan

suku batak berdasarkan Dalihannatolu, tiga kelompok kekerabatan yaitu

dongansabutuha atau dongantubu, hula-hula dan boru yang harus saling berkaitan

dalam usaha melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam sikap perilakunya. Perlu

dijelaskan juga bahwa tiap-tiap kekerabatan yakni dongansabutuha, hula-hula dan

boru mempunyai kekerabatan yang serupa. Mempunyai masing-masing dongan

tubu, hula-hula dan boru tersendiri.

Hubungan kekerabatan suku Batak dengan Dalihannatolu empat generasi

vertikal keatas baik dari garis dongan tubu, garis hula-hula maupun dari garis

boru. Sampai empat generasi vertikal kebawah dalam hubungannya,

Dalihannatolu akan ada istilah Sabonaniari, Sabonatulang, Sadahula-hula. Pada

sistem kekerabatan Dalihan natolu ini yang harus diingat adalah siapa yang

25
Titik pusat kegiatan/ penanggung jawab horja (pekerjaan)

Universitas Sumatera Utara


memegang pusat kegiatan (suhut) dalam satu kegiatan itulah yang akan menjadi

titik tolak dongan sabutuha, hula-hula dan juga boru.26

Rajamarpodang (1992:53) menjelaskan bahwa perbuatan hula-hula itu

harus dipandang hormat oleh boru, sebab oleh karena itu boru didalam hikmatnya

harus selalu somba marhula-hula dimana yang maksudnya adalah agar setiap

boru harus bersikap sembah atau hormat kepada hula-hula. Suhut atau kawan

semarganya disebut dengan sabutuha hendaklah besikap manat mardongan tubu

dimana maksudnya adalah agar sesama semarga hendaklah merasa prihatin dan

hati-hati. Setiap hula-hula hendaklah elek marboru dimana yang dimaksud adalah

agar hula-hula tersebut selalu dalam sikap membujuk sayang terhadap boru,

karena boru lah yang berperan sebagai penanggung jawab kegiatan.

Salah satu aktivitas dalihan natolu adalah sistem kemasyarakatan yang

tergambar dalam istilah dalihan natolu, paopat sihal-sihal, suhi ni ampang

naopat. Dimana maksudnya adalah sikap perilaku masyarakat Batak Toba adalah

bersumber dari Dalihannatolu dan ditambah dengan masyarakat luas yang turut
27
terlibat pada suatu kegiatan yang dilakukan. Dalihannatolu dalam hak dan

kewajiban yang paling mendasar terletak pada SuhiniAmpangNaOpatpatNiPansa

dimana yang fungsinya adalah pendukung utama dari kegiatan atau pekerjaan

suhut dan terdiri dari:

1. Paramai adalah saudara kandung laki-laki dari suhut,

2. Simolohon atau Simandokhon adalah anak laki-laki dari suhut

3. Tulang adalah saudara kandung laki-laki dari istri suhut

26
Rajamarpodang 1992:114
27
Rajamarpodang 1992:133

Universitas Sumatera Utara


4. Pariban adalah anak perempuan yang sudah kawin dari suhut.

Dalihannatolu oleh karena itu mengandung sifat ritual dan dengan

demikian pula selain pada hubungannya kepada Tuhan, dalam hubungan

kekerabatanpun serta material yang berkaitan dengan itu adalah bersifat ritual.

Budaya rasa, sangat memegang peranan pada Dalihannatolu, sehingga pada

pelaksanaan Dalihannatolu dilaksanakan dengan simbol-simbol spritial berbentuk

material seperti mangulosi dan pembagian jambar. Wujud nyata ritual dalam

kehidupan masyarakat Batak Toba juga dapat dilihat pada sistem kekerabatan

batak baik pada pelaksanaan upacara spritual maupun pada acara-acara adat dan

aset-aset budaya lainnya seperti bertutur dan dalam istilah kekerabatan atau

panggilan kekerabatan, sopan santun kekerabatan, moral kekerabatan, budaya rasa

(hikmat) kekerabatan termasuk karya budaya atau karya seni, bentuk benda dan

bentuk seni yang mengandung sifat ritual.

Filosofi 3H pada masyarakat Batak Toba mempunyai tujuan sekaligus

pandangan hidup yang yang sama secara turun-temurun yakni Hamoraon

(kekayaan), Hagabeon (banyak keturunan), dan Hasangapon (kehormatan) 28 .

Hamoraon yang dimaksud disini adalah harta milik yang berwujud materi

maaupun non-materi yang diperoleh melalui usaha maupun melalui warisan yang

ada. Hagabeon dimaksudkan ialah mempunyai banyak anak, cucu, cicit, dan

keturunan-keturunannya, hal ini terjadi karena keturunan juga dianggap sebagai

kekayaan. Hasangapon merupakan adanya pengakuan dan penghormatan dari

orang lain atas martabat dan wibawa dari seseorang. Selain itu, perkawinan juga

28
http://www.researchgate.net-perpepsi-terhadap-nilai-budaya-
batak(hamoraon,hagabeon,hasangapon)-dan-pola-asuh-pada-perantau-di-bali

Universitas Sumatera Utara


berfungsi sebagai jembatan dalam pelaksanaan adat Dalihan natolu pada

masyarakat Batak Toba.

5.3.Posisi Dalihan Natolu dalam Upacara

Penentuan posisi-posisi di dalam dalihannatolu disesuaikan dengan pesta

atau upacara yang sedang dilaksanakan oleh suhut. Saat menentukan posisi di

dalihan natolu tidak ada pertentangan dalam menentukan peran-peran tersebut,

karena mereka saling menghargai dan saling mengerti posisi. Akan tetapi peran-

peran mereka hanya berlaku pada saat upacara berlangsung.

Di Desa Onan Runggu, Proses adat yang dilakukan sudah tidak

didasarkan pada dongansabutuha Siraja Sonang, tetapi sudah masing-masing

berdasarkan marga-marga yang ada di dalam Raja Sonang. Misalnya jika ada

acara- acara pernikahan, maka sistem peradatannya sudah menggunakan marga

masing-masing.

Rumpun marga Raja Sonang hanya akan dipakai pada upacara besar

seperti Upacara Kematian, dan Pesta Tugu. Hanya pada acara-acara besar inilah

marga-marga yang ada di rumpun Raja Sonang semuanya berstatus ito atau

saudara. Jika berada diluar Desa Onan Runggu, marga-marga yang ada di dalam

rumpun marga tersebut tetap bersatu dengan rumpun marga tersebut. Mereka

memakai rumpun marga Raja Sonang sebagai kesatuan hubungan kekerabatan

mereka.

Universitas Sumatera Utara


5.3.1. Informan Bapak C.Samosir dengan P.br Harianja

Wawancara yang peneliti lakukan bersama dengan informan menjelaskan

bahwa dalam hal perkawinan C.Samosir dengan P. Harianja, mereka mengatakan

bahwa perkawinan mereka tetap saja dilaksanakan berdasarkan adat Batak Toba

seperti biasanya, dan sah berdasarkan adat Batak Toba. Hanya saja peran-peran

dalam dalihannatolu yang bertugas didalam pesta adat pernikahan mereka saling

bergeser satu sama lain.

Saat pesta upacara perkawinan C.Samosir dengan P. Harianja terjadi

timpangtindih peran di dalam dalihannatolu yakni terdiri dari:

Hula -
Boru
Hula
Samosir
Harianja

Dongan
Tubu
Samosir

Semua peran yang ada di dalam dalihan natolu yang ada akibat dari

perkawinan ini semuanya terdiri dari marga-marga yang ada di dalam rumpun

marga Raja Sonang, maka akibatnya dalam upacara-upacara adat mereka

Universitas Sumatera Utara


mempunyai peran yang berubah-ubah sesuai dengan acara yang sedang

berlangsung.

Pada saat pesta perkawinan C.Samosir dan P.Harianja ini terjadi contoh

perubahan peran yakni saat proses mangulosi, dimana saat dari pihak wanita ingin

mangulosi maka akan ada sopan santun yang langsung disadari oleh mereka

bahwa tulang tidaklah bisa diulosi. Maka dari itu, akan ada kata-kata seperti

sattabi29saat mangulosi dan pada saat-saaat pembicaraan dalam ulaonparadaton.

Berdasarkan wawancara dengan keluarga ini mengatakan bahwa

interaksinya dengan rumpun marga Raja Sonang sudah mulai kurang dikarenakan

mereka sudah sulit untuk menentukan posisi duduk mereka ada dimana karena

saling bertimpang tindih. Oleh karenanya di dalam pesta-pesta adat Batak mereka

harus menyesuaikan diri dan harus saling mengerti akan posisi yang didapatkan

setelah perkawinan tersebut.

Selanjutnya dalam mengikuti pesta-pesta adat yang lainnya mereka juga

mengalami penggandaan peran di dalam Dalihan natolu, dimana bisa saja didalam

satu pesta itu mereka bisa berperan dalam beberapa pihak baik itu menjadi pihak

hula-hula maupun pihak boru dan dongan tubu.

5.3.2. Informan Bapak L.Samosir dengan J.F.br Harianja

Wawancara yang peneliti lakukan bersama dengan informan dikatakan

bahwa didalam perkawinan L.Samosir dan J.Harianja ini mereka tetap menikah

berdasarkan pesta adat perkawinan Batak Toba, akan tetapi pada saat pesta

29
maaf

Universitas Sumatera Utara


pernikahan dilaksanakan peran-peran yang ada di dalam dalihan natolu saling

bertimpang tindih.

Hula –
Boru
hula
Samosir
Harianja

Dongan
Tubu
Samosir

Dahulunya saat upacara pernikahan mereka dilaksanakan, terjadi

pergeseran peran, yaitu hula-hula menjadi marga Harianja, peran boru menjadi

marga Samosir dan peran dongantubu menjadi marga Samosir. Semua peran

dalam dalihan natolu bersumber dari rumpun marga Raja Sonang. Saat upacara

berlangsung tidak ada pertentangan yang terjadi diantara peran-peran yang ada di

dalam dalihan natolu, karena mereka sudah saling menghargai akan keputusan

yang diambil oleh kedua belah pihak yang melaksanakan perkawinan tersebut.

5.4.Posisi Dalihan Natolu dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari panggilan mereka kembali lagi kepada

panggilanatau tutur yang sudah ada sebelum perkawinan itu terjadi. Hubungan

Universitas Sumatera Utara


kekerabatan mereka dalam rumpun marga Raja Sonang semakin tidak terlihat.

Akan tetapi dalam hubungan sesama marga mereka masih sangat dekat. Hal itu

terlihat dalam hubungan mereka yang baik saat ada pesta pembagunan tugu

masing-masing marga, mereka ikut terlibat.

Dalam kehidupan sehari-hari, rumpun marga Raja Sonang mempunyai

perkumpulan marga yang biasanya melaksanakan kegiatan-kegiatan salah satunya

dalam bentuk partangiangan. Biasanya masyarakat Desa Onan Runggu jarang

mengikutinya, yang biasanya mengikutinya dalah masyarakat-masyarakat

perantau.

5.4.1. Informan Bapak C.Samosir dengan P.br Harianja

Dalam kehidupan sehari-hari panggilan diantara C. Samosir dengan P. Br

Harianja, mereka yang saling menikah satu rumpun marga tersebut terkadang

masih tetap dengan panggilan awal mereka sebelum mereka menikah, dan

begitupula dengan panggilan mereka dengan kerabat-kerabat luas yang dihasilkan

oleh perkawinan tersebut.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti bersama dengan

C.Samosir dengan P.Harianja, mereka mengatakan didalam perkawinan

C.Samosir dengan P. Harianja diceritakan dalam kehidupan sehari-hari P.Harianja

terkadang memanggil C.Samosir sebagai tulangnya. Walaupun begitu setelah ada

pesta lah terlihat dimana posisi mereka yang dihasilkan oleh dalihan natolu dari

pernikahan satu rumpun yang mereka lakukan.

Universitas Sumatera Utara


5.4.2. Informan Bapak L.Samosir dengan J.F.br Harianja

Data yang didapatkan peneliti melalui wawancara dari L .Samosir

dengan J. Harianja menyatakan bahwa perkumpulan si Raja Sonang memang ada

di Desa Onan Runggu ini akan tetapi kurang berlaku dan didominasi oleh orang-

orang perantau. L. Samosir tidak masuk kedalam organisasi Raja Sonang yang ada

di Desa Onan Runggu tersebut dengan alasan L. Samosir karena nantinya tidak

mengetahui posisi duduknya ada dimana, yang artinya berdasarkan garis istri

posisinya sebagai boru akan tetapi jika berdasarkan garis suami posisinya sebagai

hula-hula.

Adanya kegiatan-kegiatan dari Raja Sonang biasanya perantaulah yang

mendominasi, walaupun kadang ada beberapa orang-orang dari bona

pasogit.Panggilan J.F Harianja dengan L. Samosir masih tetap memakai panggilan

ito yaitu abang dan adik.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hukum adat perkawinan Batak Toba yang menganut perkawinan

eksogami sudah mulai tidak diikuti dengan kuat dan baik terutama yang terjadi di

Desa Onan Runggu, Kec.Onan Runggu, Kab. Saosir. Konsep sedarah/

dongantubu sudah berubah dimana pada awalnya, mereka yang dianggap sedarah

terdiri dari mereka yang memilki marga yang sama termasuk mereka yang masih

satu rumpun marga, akan tetapi pengertian sedarah sekarang ini menurut

masyarakat Desa Onan Runggu adalah mereka yang disebut dengan keluarga inti.

Perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang di Desa Onan Runggu ini

terjadi dalam jumlah yang banyak. Banyaknya jumlah perkawinan tersebut yang

terjadi secara berulang menyebabkan ketimpangtindihan peran-peran seseorang

berdasarkan Dalihannatolu didalam pelaksanaanya baik didalam kehidupan

sehari-hari maupun didalam setiap acara-acara peradatan yang dilakukan

berdasarkan adat Batak Toba.

Faktor dari terjadinya perkawinan serumpun marga Raja Sonang ini

sebagian besarnya dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor cinta, faktor budaya dan

faktor lingkungan dan sosial di Desa Onan Runggu.

Perkawinan serumpun di Desa Onan Runggu ini membuat eksistensi dari

rumpun marga Raja Sonang semakin kurang terlihat, hal ini terjadi dikarenakan

bahwa saat ini sistem peradatan yang ada maupun berlaku di Desa Onan Runggu

ini sudah tidak mengatasnamakan Raja Sonang. Sistem peradatan yang berlaku

Universitas Sumatera Utara


disesuaikan dengan hubungan kekerabatan yang ada berdasarkan perkawinan

yang akan terjadi tersebut.

Proses berjalannya pesta perkawinan di Desa Onan Runggu berjalan

sesuai dengan adat Batak Toba. Akan tetapi dalam proses pelaksanaan pesta adat

Batak Toba tersebut terdapat peran-peran yang saling bertimpangtindih

berdasarkan Dalihan natolu, maka oleh karena itu masyarakat di Desa Onan

Runggu pada saat pesta berlangsung, semua mencoba untuk saling mengerti dan

memposisikan atau berperan sesuai dengan peran-peran yang ada didasarkan oleh

bentuk kegiatan yang sedang dilaksanakan. Sesudah pesta adat tersebut maka

peran-peran tadi itu kembali seperti biasanya dan kembali kepada partuturan

(panggilan kekerabatan) sehari-harinya berdasarkan garis kekerabatan seseorang

sebelum perkawinan tersebut terlaksana.

Eksistensi dari rumpun marga Raja Sonang akan terlihat dengan jelas

apabila ada pesta-pesta besar atas nama si Raja Sonang seperti contohnya pesta

dalam pembuatan Tugu Raja Sonang dan juga jika ada yang meninggal, oleh

karenanya pada kesempatan inilah akan nampak nantinya keempat ama lima

marga yang ada di rumpun marga Raja Sonang semua hadir mempunyai posisi

yang sama yaitu semua adalah hubungan bersaudara yakni abang-beradik.

6.2. Saran

Pada dasarnya hukum perkawinan Batak Toba adalah perkawinan

eksogami dan perkawinan yang ideal pada suku Batak Toba adalah melakukan

perkawinan dengan pariban yaitu anak dari saudara laki-laki ibu. Perkawinan

yang terlaksana berdasarkan hukum perkawinan Batak Toba tersebut akan

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan dengan jelas posisi-posisi peran didalam Dalihan natolu dengan

baik. Suku Batak Toba mempunyai larangan mengenai perkawinan satu marga

maupun satu rumpun marga, hal ini menyebabkan posisi peran didalam Dalihan

natolu akan menjadi tidak jelas dan saling berantakan.

Masyarakat Batak Toba terlebih yang ada di Desa Onan Runggu

diharapan sudah cukuplah melakukan perkawinan di dalam satu rumpun marga

Raja Sonang ini dan berharap kedepannya perkawinan tersebut berjalan sesuai

dengan hukum perkawinan Batak Toba melalui perkawinan ideal yang berlaku

yakni perkawinan dengan pariban.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Antonius, Bungaran. 2011. Pemikiran tentang Batak. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Samosir. 2016

Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Onan Runggu. 2017

Brunner, Edward. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Hadikusuma, Hilman. 1977. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Alumni

Hadikusuma, Hilman. 1987. Hukum Kekerabatan Adat. Jakarta: Fajar Agung

Ihromi, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: UI Pres

Koenjaraningrat. 1990. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: P.T. Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian

Rakyat

Koentjaraningrat. 1998. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Jakarta:Djambatan

Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : PT.

Rineva Cipta

Laporan penelitian Fakultas Hukum USU Medan di Sumatera Tentang Garis2

Besar

Universitas Sumatera Utara


Hukum Kekeluargaan dan warisan dikalangan Suku

Batak dan Nias. Medan:Alumni

Pide, Suriyaman. 2014.Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang. Jakarta:

Kencana

Rajamarpodang, Gultom. 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak.

Medan: CV. Armanda

Sihombing, T.M. 1986. Filsafat Batak. Balai Pustaka: Jakarta

Silalahi, Parasdy. Panduan Perkawinan Adat Dalihan Natolu (Adat Batak). Papas

Sinar-Sinar

Simatupang, R.M 2016. Adat Budaya Batak dan Biografi. Bornrich Publishing:

Tangerang

Spardley, James. 1977. Metode Etnografi. Yoyakarta: P.T Tiara Wacana

Togar. 2006. Batak Toba di Jakarta. Medan: Bina Media

Vergouwen, J.C. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta:

LkiS

Wulansari, C. Dewi. 2009. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung:

PT. Refika Aditama

Sumber Skripsi dan Jurnal:

Andrian, David. Fogar, Indri. 2015. Akibat Perkawinan Semarga Menurut Hukum

Adat Batak Toba. UNESA

Ginting, Gintarus. 2015. Perkawinan Semerga (Studi Etnografi mengenai Marga

Silima Masyarakat Karo di Desa Sungau, Kecamatan

Pancur Batu, Kab. Deli serdang:Medan

Universitas Sumatera Utara


Lubis, Erliyanti. 2015. Perkawinan Satu Marga dalam Adat Mandailing di Desa

Huta Pungut Perspektif Hukum Islam. Jakarta

Novelita, Maria. 2012. Gambaran Konflik pada Individu yang Menikah Semarga

Suku Batak Toba. Medan. PPS Universitas Sumatera

Utara

Pane Forman. 2009. Peranan Pola Sagu-sagu Marlangan dalam Mempertahankan

Hubungan Kekerabatan Marga Silalahi Sabungan (Studi

Kasus di Silalahi Nabolak. Kec. Silalahi Sabungan Kab.

Dairi

Pohan, Muslim. 2015. Perkawinan Semarga dalam Masyarakat Batak Mandailing

Migran di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yoguakarta

Sembiring, A. Fauziyah. 2005. Perkawinan Semarga dalam Klan Sembiring pada

Masyarakat Karo di Kelurahan Tiga Bananga,

Kec.Tiga Binanga, Kab. Karo. Semarang

Siallagan, S. Gita. Perkawinan Antar Bangsa (Studi Kasus: Perkawinan Campur

Antara Orang Batak dengan Wisatawan Asing di Samosir

Simatupang Sartika. Perkawinan Semarga dalam Suku Batak Toba di Kecamatan

Sipahutar, Kab. Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Universitas

Negeri Medan

Sumber Internet :

http://www.kompasiana.com/daretowritng/tarombo-marga-batak-silsilah-marga-

batak_550e4145813311bb2bc62ed

http://www.suarakomunitas.net/baca/10634/incest-dalam-suku-batak-1.html

Universitas Sumatera Utara


http://shinwary.blogspot.co.id/2013/11/sitem-kekerabatan.html

http://www.sigotom.com/2015/07/pernikahan-orang-batak-yang-tidak-

di.html?m=1

http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2598/marga-keluarga-dan-kekerabatan-

dalam-pengetahuan-orang-batak-toba-sumatera-utara

http://singularination.blogspot.co.id/2014/01/incest-dlm-tijauan-

antropologi.html?m=1

http://www.pengertianartidefensi.com/pengertian-hukum-agama/

http://legalstudies71.blogspot.co.id

samosirkab.go.id

repo.unand.ac.id.UU RI No 1 Tahun 1974

http://www.researchgate.net-perpepsi-terhadap-nilai-budaya-

batak(hamoraon,hagabeon,hasangapon)-dan-pola-asuh-pada-perantau-di-bali

Universitas Sumatera Utara


Daftar Informan Penelitian

1. Nama : L.Samosir

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Onan Runggu, 24 Juni 1972

Agama : Katolik

Pekerjaan : PNS (Sekretaris Desa Onan Runggu)

2. Nama : J.F. br Harianja

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Harian, 12 Juni 1978

Agama : Katolik

Pekerjaan : PNS (Kepala Desa Onan Runggu)

3. Nama : C.Samosir

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Sosor Mangadar, 05 Agustus 1951

Agama : Katolik

Pekerjaan : Pensiunan Guru

4. Nama : P. br Harianja

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Rianiate, 11 September 1968

Agama : Katolik

Pekerjaan : Guru

5. Nama : W. Harianja

Jenis Kelamin : Laki-laki

Universitas Sumatera Utara


TTL : Gorat, 03 Mei 1969

Agama : Katolik

Pekerjaan : Petani/ Guru Mulok

6. Nama : R.br Sinaga

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Simalungun, 07 Januari 1965

Agama : Kristen

Pekerjaan : Wiraswasta

7. Nama : Op. B. Gultom

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Katolik

Alamat : Desa Pakpahan

8. Nama : D. br Gultom (Informan Kunci)

TTL : 27 Juli 1970

Agama : Kristen

Pekerjaan : Wiraswasta

9. Nama : J.W. Samosir

TTL : Morja, 06 November 1981

Agama : Kristen

Pekerjaan : Kepala Dusun II

10. Nama : Bpk. Sidabutar (Informan Pangkal)

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Tomok
Pekerjaan : Guide

Universitas Sumatera Utara


Interview Guide

1. Apa yang saudara ketahui mengenai sejarah dari rumpun marga Raja

Sonang?

2. Bagaimana persebaran rumpun marga Raja Sonang di Desa Onan

Runggu?

3. Apakah perkumpulan marga Raja Sonang aktif melakukan kegiatan di

Desa Onan Runggu?

4. Apa yang saudara ketahui mengenai sistem kekerabatan Suku Batak

Toba?

5. Apa yang saudara ketahui mengenai perkawinan Suku Batak Toba?

6. Apakah sekarang ini perkawinan Suku Batak Toba masih berjalan

sesuai dengan Adat Suku Batak Toba?

7. Apa-apa saja yang termasuk pelanggaran yang ada di dalam

perkawinan Suku Batak Toba?

8. Apa yang saudara ketahui mengenai perkawinan Satu Rumpun Marga?

9. Apa yang saudara ketahui penyebab perkawinan Satu Rumpun Marga

Raja Sonang di Desa Onan Runggu?

10. Bagaimana pandangan saudara melihat keluarga yang melakukan

perkawinan dalam satu Rumpun Marga?

11. Apakah ada sanksi yang diberikan kepada keluarga yang melakukan

perkawinan Satu Rumpun Marga?

12. Bagaimana awalnya saudara berkenalan?

Universitas Sumatera Utara


13. Bagaimana saudara saat berkenalan, apakah tidak memberitahukan

marga saudara masing-masing?

14. Apakah saudara tahu mengenai silsilah genealogis saudara jika dilihat

dari rumpun marga Raja Sonang?

15. Apakah saudara tahu bahwasanya perkawinan di dalam satu rumpun

marga itu dilarang terjadi di masyarakat Suku Batak Toba?

16. Apakah selama saudara membangun hubungan sebelum pernikahan

ada larangan dari orang tua kedua belah pihak?

17. Apa alasan saudara melakukan perkawinan di dalam satu Rumpun

Marga Raja Sonang?

18. Sebelum melakukan perkawinan satu rumpun marga ini, apa hubungan

kekerabatan diantara saudara?

19. Bagaimana acara perkawinan yang saudara lakukan apakah masih

menggunakan acara adat Batak Toba?

20. Apakah melalui perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang ini

berpengaruh kepada fisik mental anak-anak saudara?

21. Bagaimana hubungan kekerabatan saudara setelah melakukan

perkawinan satu rumpun Marga ini?

22. Apakah saudara ada mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat di

dalam dan di luar Desa tempat anda tinggali?

23. Bagaimana cara saudara menyesuaikan diri dengan masyarakat di Desa

Onan Runggu yang tidak melakukan perkawinan di dalam Satu

Rumpun Marga Raja Sonang?

Universitas Sumatera Utara


24. Bagaimana pendapat saudara jika nantinya anak anda juga melakukan

perkawinan di dalam Satu Rumpun Marga Raja Sonang?

25. Apakah saudara paham mengenai peran-peran yang ada di dalam

dalihan natolu?

26. Bagaimana pendapat saudara melihat peran-peran yang ada di dalihan

natolu saling bertimpang tindih yang diakibatkan oleh adanya

perkawinan Satu Rumpun Marga tersebut?

27. Bagaimana posisi dalihan natolu saudara dalam upacara adat maupun

dalam kehidupan sehari-hari?

28. Apakah ada masalah yang terjadi dalam menentukan peran di dalam

dalihan natolu karena sudah saling bertimpang tindih akibat

perkawinan Satu Rumpun Marga?

29. Bagaimana sistem kekerabatan dan interaksi saudara setelah

melakukan perkawinan satu rumpun marga Raja Sonang?

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai