Anda di halaman 1dari 10

HIGEIA 1 (2) (2017)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

LINGKUNGAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Culex quinquefasciatus


DI SEKITAR RUMAH PENDERITA FILARIASIS

Imaduddin Zaid Harviyanto , Rudatin Windraswara

Kesehatan Lingkungan, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,


Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Kota Pekalongan adalah salah satu kota di Jawa Tengah dengan banyak penderita filariasis (Mf
Diterima Februari 2017 rate 3,8%). Puskesmas Jenggot merupakan puskesmas dengan kasus terbanyak. Culex
Disetujui Maret 2017 quinquefasciatus merupakan nyamuk yang mempunyai kepadatan populasi tertinggi. Penelitian ini
Dipublikasikan April dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran lingkungan tempat perindukan
2017 nyamuk Culex quinquefasciatus di sekitar rumah penderita filariasis. Jenis dan rancangan penelitian
________________ ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Populasi dan sampel adalah
Keywords: seluruh penderita filariasis di wilayah kerja Puskesmas Jenggot berdasarkan Survey Darah Jari
filariasis, environment, tahun 2016 dengan jumlah 21 orang. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Hasil
breeding, Culex dari penelitian ini adalah sebanyak 42,9% rumah responden terdapat genangan air dan berjarak 0-
quinquefasciatus 100 meter dari rumahnya. Sebanyak 100% rumah responden terdapat sungai dengan jarak 0-100
____________________ meter dan airnya mengalir. Sungai yang ada sampahnya terdapat di 76,2% rumah responden.
Sebanyak 66,7 % rumah responden terdapat bekas potongan bambu di sekitar rumahnya dengan
jarak 0-100 meter. Sebanyak 66,7% rumah responden terdapat selokan di sekitar rumahnya dengan
kondisi terbuka. Kondisi selokan yang terdapat sampah sebanyak 57,1%. Air selokan tidak
mengalir di 47,6 % rumah responden. Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
tempat perindukan yang paling banyak disukai oleh nyamuk adalah bekas potongan bambu.
Abstract
___________________________________________________________________
Pekalongan is one of the cities in Central Java with a lot case of filariasis (Mf rate of 3.8%). Puskesmas Jenggot
is a health center with a lot of cases. Culex quinquefasciatus is mosquito which has the highest population
density. This research was conducted to obtain information on the environment of Culex quinquefasciatus
mosquito breeding sites around the home filariasis sufferers. The type and design of this research is descriptive
quantitative with survey method. The sample population was all patients with filariasis in Puskesmas Jenggot
with the number of 21 people. The results of this study are 42,9% respondents there’s puddle of water with a
distance of 0-100 meters. A total of 100% respondents there’s a river with a distance of 0-100 meters, the water
flows, and waste contained at 76.2% of respondent houses. A total of 66.7% respondents, there’re pieces of
bamboo with a distance of 0-100 meters. A total of 66,7% respondents, there’re gutters around the house with
an open condition. Conditions contained gutter trash are 57,1%. Sewer water is not flowing in the house 47,6%
of respondents. The conclusion in this research is breeding place which most like by mosquitos is a pieces of
bamboo.

© 2017 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
e ISSN 1475-222656
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: viyandudud@gmail.com

131
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

PENDAHULUAN Timor, Sumba, umumnya endemik di daerah


persawahan dengan nyamuk penularnya adalah
Filariasis atau penyakit kaki gajah Anopheles barbirotis (Depkes RI, 2009).
(elephantiasis) adalah penyakit menular menahun Menurut Utami (2017), upaya-upaya
yang disebabkan oleh cacing filaria yang untuk mencegah penyakit akibat vektor nyamuk
menyerang saluran dan kelenjar getah bening telah banyak dilakukan, di antaranya dengan
(limfe). Penyakit ini menyebabkan gejala klinis pengendalian nyamuk itu sendiri maupun
akut maupun kronis yang penularannya melalui perlindungan terhadap gigitan nyamuk.
gigitan nyamuk yang dapat merusak limfe, Pemilihan cara pengendalian tersebut perlu
menimbulkan pembengkakan pada tangan, mempertimbangkan faktor penderita, tempat
kaki, skrotum, dan glandula mammae, tinggal penderita, faktor lingkungan fisik dan
menimbulkan kecacatan seumur hidup serta biologis, agen biologis untuk pemberantasan
stigma sosial bagi penderita dan keluarganya. vektor, metode pemberantasan vektor yang
Kasus filariasis dapat menyerang semua sesuai, serta biaya (Tejasaputra, 2014).
golongan (Depkes RI, 2009). Di Indonesia diketahui sebanyak 31
Filariasis ditetapkan WHO sebagai provinsi dan 337 kabupaten/kota endemis
penyebab kecacatan permanen nomor dua filariasis dan 11.914 kasus kronis. Mf rate di
setelah penyakit kusta. Di dunia diperkirakan Indonesia berdasarkan hasil Survei Darah Jari
1/5 penduduk dunia atau sekitar 1,1 milyar (SDJ) berkisar dari 1% hingga 38,57%. Mf rate
penduduk di 83 negara berisiko terinfeksi di Maluku, Papua, Irian Jaya Barat, Nusa
filariasis, terutama di daerah tropis dan Tenggara Timur dan Maluku Utara umumnya
beberapa daerah subtropis, seperti Asia, Afrika, lebih tinggi dari pulau lainnya di Indonesia. Mf
dan Pasifik Barat. Oleh karena itu, WHO rate di Jawa, Bali, dan NTB sebesar 1% hingga
mencanangkan kesepakatan global untuk 9,2%. Prevalensi filariasis di Pulau Jawa
memberantas penyakit ini dengan mengangkat berturut-turut adalah DKI Jakarta 0,14, Jawa
tema The Global Goal of Elimination of Lymphatic Tengah 0,07, Banten 0,06, Jawa Barat 0,05,
Filariasis as a Public Health Problem by the Year Jawa Timur 0,04, dan DIY 0,03 (Kementrian
2020. Dari 1,1 milyar penduduk dunia, 660 juta Kesehatan RI, 2010).
atau 60% kasus berada di Asia dengan Provinsi Jawa Tengah merupakan salah
Indonesia menjadi negara dengan kasus satu provinsi endemis filariasis dengan
filariasis tertinggi (WHO, 2009). prevalensi kasus filaria tertinggi kedua setelah
Secara epidemiologi, filariasis disebabkan DKI Jakarta. Jumlah kasus filariasis di
oleh Wuchereria bancrofti yang menjadi dua tipe, Provinsi Jawa Tengah, dari tahun 2009
yaitu tipe perkotaan dan pedesaan. W.bancrofti sampai dengan tahun 2011 semakin bertambah.
tipe perkotaan ditemukan di daerah perkotaan Secara kumulatif, Mf rate kasus filariasis
seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, pada tahun 2009 sebesar 1,1 %, tahun 2010
Lebak, Pekalongan dan sekitarnya, ditularkan sebesar 1,4%, tahun 2011 sebesar 1,6%. Pada
oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. W.bancrofti tahun 2011, kota Pekalongan menempati posisi
tipe pedesaan banyak ditemukan di pedesaan di tertinggi dengan Mf rate 3,8% (Dinas Kesehatan
luar Jawa, mempunyai periodesitas nokturna Provinsi Jawa Tengah, 2011).
yang ditularkan melalui berbagai jenis spesies Kota Pekalongan adalah salah satu Kota
nyamuk Anopheles spp, Culex spp, dan Aedes spp. di Jawa Tengah dengan banyak penderita
Brugia malayi banyak ditemukan di Sumatra, filariasis (Mf rate 3,8%). Dari catatan Dinas
Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, ditularkan Kesehatan Kota Pekalongan tahun 2005-2015
oleh berbagai jenis nyamuk Anopheles barbirotis, terdapat tujuh puskesmas dengan mikrofilaria
Mansonia sp, dan Mansonia uniformis. Brugia positif, yaitu Puskesmas Jenggot, Dukuh,
timori banyak ditemukan di daerah timur Pekalongan Selatan, Tirto, Kramatsari, Klego,
Indonesia seperti Kepulauan Flores, Alor, Rote, dan Sokorejo. CDR (Chronic Disease Rate)

132
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

filariasis sebesar 0,003% di 12 puskesmas di Parasit penyebab filariasis di Kota


Kota Pekalongan tahun 2015. Dari sebaran pekalongan yaitu Wuchereria bancrofti yang
kasus klinis dan kronis filariasis tahun 2005- bersifat periodik nokturnal dengan puncak
2015 di Kota Pekalongan menunjukkan adanya kepadatan mikrofilaria mulai pukul 22:00-04:00.
peningkatan kasus tiap tahunnya. Berturut-turut Nyamuk tertangkap sebanyak 19.306 ekor,
sejak tahun 2005-2015, Kota Pekalongan terdiri dari 4 genus, dari yang paling banyak
memiliki Mf rate 0,4%, 1,1%, 0,1%, 1,5%, tertangkap yaitu Culex 19.229 ekor, Anopheles
0,06%, 0,8%, 1,9%, 3,8%, 2%, 2,1% dan 2,1%. 51 ekor, Aedes 24 ekor dan Malaya 2 ekor.
Dari ketujuh puskesmas dengan mikrofilaria Culex quinquefasciatus merupakan nyamuk yang
positif, Puskesmas Jenggot merupakan mempunyai kepadatan populasi tertinggi. Larva
puskesmas dengan kasus terbanyak, yaitu infektif (L3) ditemukan pada 3 ekor nyamuk
dengan jumlah kasus tertinggi disetiap tahunnya Culex quinquefasciatus hasil umpan orang
(1/4 jumlah kasus dari seluruh kasus di Kota didalam dan di luar rumah, selain itu hasil
Pekalongan terdapat di Puskesmas Jenggot). pembedahan nyamuk resting pagi hari
Angka Mf rate di puskesmas Jenggot berturut- didapatkan infection rate sebesar 38,40% dan
turut sejak tahun 2005-2015 adalah 1,6%, 4,3%, infective rate sebesar 34,40%. Vektor utama
0,5%, 4,9%, 0,3%, 3,3%, 7,7%, 11,8%, 8,2%, nyamuk di Kota Pekalongan adalah nyamuk
8,2% dan 8,2% (Dinas Kesehatan Kota Culex quinquefasciatus (Dinkes Kota Pekalongan,
Pekalongan, 2015). 2015).
Kepadatan vektor, suhu, dan kelembaban Penelitian serupa juga dilakukan oleh
sangat berpengaruh terhadap penularan Ramadhani (2009) di Kelurahan Pabean Kota
filariasis. Suhu dan kelembaban berpengaruh Pekalongan. Dari penelitian ini didapatkan hasil
terhadap umur nyamuk, sehingga mikrofilaria yaitu dari hasil penangkapan nyamuk di
yang telah ada dalam tubuh nyamuk tidak Kelurahan Pabean diketahui bahwa nyamuk
cukup waktunya untuk tumbuh menjadi larva yang dominan adalah C. quinquefasciatus dengan
infektif L3 (masa inkubasi ekstrinsik dari jumlah 13.495 ekor dari 15.113 nyamuk yang
parasit). Masa inkubasi ekstrinsik untuk W. tertangkap.
bancrofti antara 10-14 hari, sedangkan B. Culex sp adalah genus dari nyamuk
malayi dan B. timori antara 8-10 hari. yang berperan sebagai vektor penyakit yang
Periodisitas mikrofilaria dan perilaku menggigit penting seperti West Nile Virus, Filariasis,
nyamuk berpengaruh terhadap risiko penularan. Japanese enchepalitis, dan St. Louis encephalitis.
Mikrofilaria yang bersifat periodik nokturna Nyamuk dewasa dapat berukuran 4-10 mm
memiliki vektor yang aktif mencari darah pada (0,16-0,4 inci). Dalam morfologinya nyamuk
waktu malam, sehingga penularan juga terjadi memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala,
pada malam hari. Di daerah dengan mikrofilaria dada, dan perut. Nyamuk Culex yang
sub periodik nokturna dan non periodik, banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis
penularan terjadi siang dan malam hari. Khusus Culex quinquefasciatus (Wahyudi, 2010).
untuk B. malayi tipe sub periodik dan non Bionomik secara umum pada nyamuk
periodik nyamuk Mansonia menggigit manusia tersebut antara lain yaitu berkembang biak di
atau kucing, kera yang mengandung genangan air tanah, ruas-ruas bambu, potongan
mikrofilaria dalam darah tepi, maka mikrofilaria pohon, barang bekas, air yang kotor, selokan.
masuk kedalam lambung nyamuk menjadi larva Perilaku makan nyamuk Culex quinquefasciatus
infektif. Di samping faktor-faktor tersebut, yaitu menggigit pada malam hari. Perilaku
mobilitas penduduk dari daerah endemis istirahat nyamuk Culex quinquefasciatus yaitu
filariasis ke daerah lain atau sebaliknya, istirahat di dalam rumah, sehingga sering
berpotensi menjadi media terjadinya disebut nyamuk rumahan.
penyebaran filariasis antar daerah (Nasrin, Wilayah kerja Puskesmas Jenggot berada
2008). di kelurahan Jenggot. Kelurahan Jenggot

133
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

merupakan daerah dengan jumlah kasus menjadi tempat perindukan yang baik sekali
tertinggi setiap tahunnya. Wilayah kelurahan ini bagi nyamuk Culex quinquefasciatus karena masih
memiliki luas 123.500 km2. Wilayahnya terdiri banyak mengandung nutrisi dan bahan organik
dari perumahan, persawahan, perladangan, yang dibutuhkan nyamuk Culex quinquefasciatus
perkebunan, pertambangan, dan industri. (Candriana, 2014). Nyamuk Culex
Di wilayah Kelurahan Jenggot terdapat 2 quinquefasciatus tempat perindukannya adalah
sungai yang cukup lebar. Lebar sungai kurang air yang tercemar (Syuhada, dkk.,2012).
lebih 2-3 meter. Sungai mengalir dari Warga yang tidak memiliki selokan
Kecamatan Pekalongan Barat menuju ke sebagai sarana pembuangan air kotor
Kelurahan Kertoharjo yang melewati RW 4, mengalirkan air ke septic tank dan lubang-
RW 5, RW 6, RW 9, dan RW 10. Sungai yang lubang di samping/belakang rumah. Air limbah
lainnya lebih lebar, yang membatasi antara rumah tangga ini menimbulkan genangan-
Kelurahan Jenggot dan Kelurahan Kuripan Lor, genangan yang dapat digunakan nyamuk
melewati RW 5 dan RW 11. Sungai yang sebagai tempat perindukan.
mengalir di Kelurahan Jenggot banyak Tumbuhan bakau, lumut ganggang, dan
ditumbuhi tanaman enceng gondok. berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat
Di sekitar rumah penduduk di wilayah melindungi kehidupan larva nyamuk karena
Kelurahan Jenggot terdapat kebun yang berisi dapat menghalangi sinar matahari masuk atau
tanaman bambu dan semak-semak. Keberadaan melindungi larva tersebut dari serangan
semak-semak yang rimbun akan menghalangi makhluk hidup yang lain (predator) seperti ikan
sinar matahari menembus permukaan tanah kepala timah, ikan gabus, ikan nila, sehingga
sehingga menyebabkan terjadinya semak-semak dapat mengurangi populasi nyamuk di suatu
yang rimbun, teduh, serta lembab, sehingga daerah. Di bidang kesehatan keberadaan
keadaan ini merupakan tempat yang disenangi tumbuhan air tertentu merupakan tumbuhan
oleh nyamuk untuk menjadi tempat inang bagi vektor filariasis Mansonia sp.
peristirahatan, sehingga jumlah populasi Berdasarkan studi pendahuluan yang
nyamuk di sekitar rumah bertambah dan dilakukan yakni observasi lingkungan
menyebabkan penularan penyakit filariasis. Kelurahan Jenggot didapatkan data bahwa
Dalam potongan bambu terisi air hujan yang terdapat telur nyamuk di berbagai tempat
digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk antara lain di sungai, bekas potongan bambu di
Culex quinquefasciatus. Dari potongan bambu kebun, dan di genangan air.
tersebutlah yang dapat menampung air hujan, Penelitian ini dilakukan untuk
sehingga nyamuk Culex quinquefasciatus dapat memperoleh informasi mengenai gambaran
berkembang biak. lingkungan tempat perindukan nyamuk Culex
Warga di Kelurahan Jenggot quinquefasciatus di sekitar rumah penderita
menggunakan selokan untuk mengalirkan air filariasis di wilayah kerja Puskesmas Jenggot
limbah ke sungai. Selokan memiliki lebar 20-30 Kota Pekalongan. Penelitian ini penting
cm. Kondisi selokan di Kelurahan Jenggot ada diketahui sebagai upaya pencegahan untuk
yang mengalir dengan baik dan ada pula yang menurunkan terjadinya kasus filariasis.
tidak mengalir dikarenakan tidak adanya
perawatan selokan yang dilakukan oleh warga. METODE
Kondisi parit/selokan yang merupakan tempat
pekembangbiakan nyamuk (breeding place) Pedoman Program Eliminasi Filariasis di
adalah parit yang airnya menggenang/tidak Indonesia menyebutkan bahwa penyebab
mengalir. Saluran air merupakan tempat filariasis salah satunya lingkungan, berupa
bersembunyi bagi larva dan nyamuk Culex hutan rawa, sungai yang ditumbuhi tanaman
quinquefasciatus. Selain itu genangan air limbah air, genangan air kotor, dan persawahan. Jenis
rumah tangga yang mengalir melalui parit dan rancangan penelitian ini merupakan

134
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
untuk mendeskripsikan lingkungan tempat Kelompok
Frekuensi (n) Persentase (%)
perindukan nyamuk Culex quinquefasciatus di Umur
sekitar rumah penderita filariasis di wilayah < 20 tahun 1 4,8
kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan. 20 – 29 tahun 9 42,8
Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan 30 – 39 tahun 1 4,8
metode survei dimana tidak ada intervensi 40 – 49 tahun 3 14,3
terhadap variabel manapun, sekedar mengamati 50 – 59 tahun 5 23,8
fenomena alam atau mencari hubungan > 60 tahun 2 9,5
fenomena tersebut dengan variabel-variabel Jumlah 21 100,0
yang lain. Variabel yang diteliti adalah
genangan air, sungai, bekas potongan bambu dan 30-39 tahun dengan masing-masing
dan selokan. Sumber informasi berasal dari data sebanyak 1 orang (4,8 %).
primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Populasi dalam penelitian ini adalah bahwa distribusi jenis kelamin penderita
lingkungan rumah seluruh penderita filariasis filariasis sebanyak 21 orang. Jumlah responden
yang dinyatakan positif oleh petugas kesehatan laki-laki sebanyak 10 orang (47,6 %), lebih
Dinas Kesehatan Kota Pekalongan di wilayah sedikit daripada jumlah anak perempuan
kerja Puskesmas Jenggot. Sampel dalam sebanyak 11 orang (52,4 %).
penelitian ini adalah seluruh populasi (sampel Variabel pertama yang diteliti adalah
jenuh/total sampling). Sumber data yang keberadaan genangan air. Distribusi keberadaan
digunakan dalam penelitian ini adalah data genangan air di sekitar rumah penderita
primer dan data sekunder. Data primer dari filariasis sebanyak 9 orang (42,9 %) terdapat
observasi keberadaan tempat perindukan genangan air sedangkan sebanyak 12 orang
nyamuk di sekitar tempat tinggal responden. (57,1%) tidak terdapat genangan air.
Data sekunder kasus filariasis dari Dinas Berdasarkan hasil observasi, dari 9 rumah
Kesehatan Kota Pekalongan. Instrumen yang terdapat genangan air di sekitar rumahnya,
penelitian menggunakan lembar observasi. ada 6 rumah (66,7%) genangan air yang
Observasi dilakukan untuk mengetahui tempat terdapat jentik nyamuk.
perindukan nyamuk yang ada di sekitar tempat Berdasarkan hasil analisis univariat
tinggal responden antara lain keberadaan didapatkan hasil bahwa sebanyak 9 rumah
genangan air, keberadaan sungai, kondisi (42,9%) terdapat genangan air di sekitar rumah.
sungai, aliran air sungai, keberadaan bekas Berdasarkan hasil observasi terdapat genangan-
potongan bambu di kebun, keberadaan selokan, genangan air di dalam lubang. Lubang ini
kondisi selokan, aliran air selokan dan jenis sengaja dibuat sebagai tempat pembuangan air
selokan. limbah. Genangan air ini adalah air kotor hasil
limbah rumah tangga yang dibuang di belakang
HASIL DAN PEMBAHASAN rumah melalui saluran pipa. Genangan air ini
lambat untuk meresap ke dalam tanah karena
Karakteristik penderita filariasis di kadar perkolasi yang rendah terutama pada saat
Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota musim hujan.
Pekalongan pada tahun 2016 dapat dilihat pada Wuchereria bancrofti tipe perkotaan (urban)
tabe 1. ditemukan di daerah perkotaan seperti Jakarta,
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui Bekasi, Tangerang, Semarang, Pekalongan, dan
bahwa distribusi umur penderita filariasis, kasus sekitarnya memiliki periodisitas nokturna,
terbanyak berada pada rentang umur 20-29 ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus
tahun yaitu 9 orang (42,8 %), sedangkan kasus yang berkembang biak di air limbah rumah
terendah berada pada rentang tahun < 20 tahun tangga (Depkes RI, 2009).

135
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

Genangan air ini terbuka tanpa penutup, tempat perindukan nyamuk yaitu genangan air
sehingga mudah dijangkau oleh nyamuk. yang berada tepat di belakang rumah responden
Genangan air yang ada di sekitar rumah mempengaruhi kejadian filariasis karena
responden berpengaruh terhadap nyamuk dapat mencapai rumah responden.
perkembangbiakan nyamuk Culex Di RW 4, RW 6, dan RW 9 yang tidak
quinquefasciatus karena nyamuk ini menyukai terdapat kasus filariasis ada beberapa rumah
tinggal di air yang tercemar. Hal ini sesuai yang juga memiliki tempat pembuangan air
dengan penelitian Syuhada, dkk (2012) yang berupa lubang yang membentuk genangan air di
menyatakan bahwa nyamuk Culex belakang rumah. Hal ini membuktikan bahwa
quinquefasciatus tempat perindukannya adalah genangan air bukanlah satu-satunya faktor
air yang tercemar. penyebab kejadian filariasis. Namun, kejadian
Hasil penelitian ini juga didukung oleh filariasis juga dapat dipengaruhi oleh faktor
penelitian Akhmad Hasan Huda (2002) bahwa lingkungan lain seperti keberadaan kebun dan
di desa Gondanglegi Kulon banyak terdapat selokan.
buangan air limbah rumah tangga yang berupa Hasil observasi variabel keberadaan
genangan air atau got terbuka yang kurang sungai di sekitar rumah penderita filariasis
lancar airnya dan banyak didapatkan jentik didapatkan hasil bahwa sebanyak 21 rumah
Culex quinquefasciatus. Empang dan buangan air responden (100,0%) ditemukan adanya sungai
limbah yang kurang memenuhi syarat kesehatan di sekitar rumahnya.
tersebut sangat cocok untuk tempat perindukan Berdasarkan hasil analisis univariat
nyamuk, tempat perkembangbiakan pradewasa didapatkan hasil bahwa terdapat 21 rumah
Culex quinquefasciatus adalah air tawar yang (100%) responden yang dekat dengan sungai.
mengandung material organik seperti genangan Sungai mengalir di sepanjang RW 05 dan RW
air tanah yang kotor dan terutama air yang 11dan memiliki lebar 2-3 meter. Terdapat
terpolusi. banyak sungai lain yang lebarnya 1-2 meter di
Berdasarkan penelitian dari Sapada dkk sekitar rumah responden.
(2012) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan Nyamuk Culex quinquefasciatus memiliki
keberadaan genangan air di sekitar rumah kemampuan jarak terbang yang pendek, kurang
responden dengan kejadian filariasis dengan dari 100 meter. Jarak rumah yang dekat dengan
nilai p=0,004 dan nilai OR 4,348 yang artinya tempat perindukan nyamuk mempengaruhi
orang yang di sekitar rumahnya ada genangan kejadian filariasis karena nyamuk dapat
air beresiko terkena filariasis sebesar 4,348 kali mencapai rumah responden.
dibandingkan dengan yang tidak terdapat Sungai yang mengalir di Kelurahan
genangan air. Genangan air menjadi tempat Jenggot merupakan batas wilayah antar RW.
dengan kepadatan perindukan nyamuk lebih Wilayah yang terdapat penderita filariasis hanya
tinggi daripada tempat perindukan lain seperti di wilayah RW 05 dan RW 11, padahal sungai
kaleng atau botol bekas yang terisi air hujan. juga mengalir di RW 06, RW 09, RW 10, dan
Penelitian lain yang juga relevan yaitu RW 04. Hal ini membuktikan bahwa sungai
penelitian yang dilakukan oleh Mulyono (2008) bukan merupakan faktor utama penyebab
yaitu adanya genangan air menjadi faktor risiko filariasis di Kelurahan Jenggot, namun ada
kejadian filariasis dengan OR 4,08 yang artinya faktor-faktor lain yang mendukung seperti
rumah yang dekat dengan genangan air beresiko keberadaan bekas potongan bambu, keberadaan
sebesar 4,08 kali terkena filariasis dibandingkan genangan air, dan keberadaan kebun.
dengan rumah yang tidak dekat dengan Keberadaan sungai di dekat rumah
genangan air. responden berpengaruh terhadap kejadian
Nyamuk Culex quinquefasciatus memiliki filariasis. Berdasarkan penelitian yang
kemampuan jarak terbang yang pendek, kurang dilakukan oleh Marko, dkk (2016) diperoleh
dari 100 m saja. Jarak rumah yang dekat dengan kesimpulan bahwa responden yang bertempat

136
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

tinggal dekat dengan sungai beresiko terkena tempat perindukan (Depkes RI, 2006).
filariasis1,13 kali dibandingkan dengan Distribusi keberadaan bekas potongan
responden yang tidak bertempat tinggal dekat bambu di sekitar rumah responden dalam
dengan sungai. penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Berdasarkan data hasil penelitian pada variabel
hasil bahwa kondisi sungai yang terdapat keberadaan bekas potongan bambu di sekitar
sampah sebanyak 16 orang (76,2 %), sedangkan rumah penderita filariasis, diketahui bahwa
kondisi sungai yang tidak terdapat sampah sebanyak 14 responden (66,7 %) ditemukan ada
sebanyak 5 orang (23,8%). bekas potongan bambu di sekitar rumah dan
Berdasarkan hasil analisis univariat sebanyak 7 responden (33,3 %) tidak ada bekas
didapatkan hasil bahwa kondisi sungai yang potongan bambu di sekitar rumah.
terdapat sampah sebanyak 16 rumah (76,2%). Berdasarkan hasil observasi, diketahui
Sampah yang ada di sungai dapat menyebabkan bahwa bekas potongan bambu di sekitar rumah
air sungai tercemar. Sampah berupa sampah yang terdapat jentik nyamuk sebanyak 5 (35,7%)
padat dari sisa rumah tangga seperti bungkus rumah dan terdapat telur sebanyak 3 (21,4%)
makanan dan dedaunan kering. Sungai yang rumah. Berdasarkan hasil analisis univariat
terdapat sampah mengandung banyak material didapatkan hasil bahwa sebanyak 14 rumah
organik yang dibutuhkan nyamuk. Menurut (66,7%) responden terdapat bekas potongan
penelitian yang dilakukan oleh Syuhada, dkk bambu di sekitar rumahnya. Di Kelurahan
(2012), nyamuk Culex quinquefasciatus tempat Jenggot RW 05 dan RW 11 terdapat banyak
perindukannya adalah air yang tercemar. sekali warga yang memiliki pohon bambu.
Sungai yang terdapat banyak sampah dapat Pohon bambu ini dijadikan aset untuk dijual.
menghambat alirannya, sehingga menimbulkan Berdasarkan hasil observasi, tanaman bambu
genangan dan menjadi tempat perindukan yang ada di sekitar rumah responden sangat
nyamuk. rimbun. Bekas potongan bambu terisi oleh air
Sampah yang ada di sungai dapat hujan yang kemudian menjadi tempat
menyebabkan air sungai tercemar. Menurut perkembangbiakan nyamuk. Hal ini sesuai
penelitian yang dilakukan oleh Syuhada, dkk dengan pernyataan Soemirat (2002) yaitu
(2012) nyamuk Culex quinquefasciatus tempat potongan bambu yang berisi air hujan dapat
perindukannya adalah air yang tercemar. digunakan nyamuk untuk meletakkan telur.
Sungai yang terdapat banyak sampah dapat Rumah yang sekitarnya terdapat pohon bambu,
menghambat alirannya sehingga menimbulkan bila terdapat potongan bambu atau bambu yang
genangan dan menjadi tempat perindukan patah lebih baik untuk segera dimanfaatkan
nyamuk. sehingga tidak terjadi genangan air di bambu
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tersebut saat musim penghujan (Depkes RI,
data distribusi aliran sungai di sekitar rumah 2011).
penderita filariasis, diketahui bahwa aliran Ditemukan jentik-jentik dan telur
sungai yang berada di sekitar rumah responden nyamuk di bekas potongan bambu. Telur-telur
sebanyak 21 responden (100 %) mengalir. ini membentuk rakit yang semakin menguatkan
Kondisi sungai di dekat rumah responden bahwa itu adalah telur dari nyamuk Culex
terdapat banyak sampah namun alirannya tetap quinquefasciatus. Selain itu pada saat diberi
mengalir walaupun tidak deras. Di bagian tepi cahaya dengan menggunakan senter jentik
sungai terdapat tanaman seperti rerumputan liar nyamuk bergerak menjauh masuk ke dalam air,
yang tidak terawat. Tanaman ini dapat sesuai dengan pernyataan Nasrin (2008) yaitu
menghambat aliran sungai, selain itu tanaman jika terkena gangguan oleh gerakan, cahaya,
ini dapat melindungi dari sinar matahari dan atau tempat perindukannya tersentuh larva akan
serangan makhluk lain sehingga nyamuk Culex bergerak cepat masuk ke dalam air selama
quinquefasciatus dapat menggunakannya sebagai beberapa detik kemudian muncul kembali ke

137
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

permukaan air. bila dibandingkan dengan orang tinggal di


Tanaman bambu yang ada di sekitar rumah yang tidak terdapat parit/selokan.
rumah responden tergolong rimbun, sehingga Berdasarkan data hasil penelitian
menutupi sinar matahari menembus permukaan mengenai kondisi selokan di sekitar rumah
tanah dan menyebabkan lingkungan lembab. penderita filariasis, diketahui bahwa kondisi
Lingkungan yang lembab merupakan tempat selokan yang terdapat sampah sebanyak 12
yang disenangi nyamuk sebagai tempat orang (57,1%), sedangkan kondisi sungai yang
peristirahatan sehingga jumlah populasi nyamuk tidak terdapat sampah sebanyak 2 orang (9,5%).
di sekitar rumah bertambah sesuai dengan teori Sampah yang ada di selokan adalah
kelembaban udara mempengaruhi umur sampah padat berupa plastik bungkus makanan
nyamuk. Tempat yang gelap, lembab, dan dan sampah dedaunan kering. Sampah yang ada
sedikit angin adalah tempat-tempat yang di selokan mengandung nutrisi dan bahan
disenangi nyamuk untuk hinggap dan organik yang dibutuhkan nyamuk Culex
beristirahat selama menunggu waktu bertelur quinquefasciatus untuk berkembangbiak. Vektor
(Sari, 2005; Syachrial, dkk, 2004). memiliki kesukaan berkembangbiak pada
Di wilayah lain selain RW 05 dan RW 11 genangan air kotor karena tersumbat sampah
tidak ditemukan penderita filariasis. Hal ini yang menghambat alirannya (Munawwaroh,
semakin menguatkan bahwa yang berpengaruh 2016).
paling besar sebagai tempat perindukan nyamuk Di beberapa rumah warga ada pula yang
Culex quinquefasciatus adalah keberadaan bekas tidak terdapat selokan, namun juga tidak
potongan bambu. Di wilayah lain juga terdapat terdapat pembuangan air limbah dari tanah
kebun namun bukan kebun bambu dan yang digali. Setelah dilakukan wawancara
pepohonan lain tidak serimbun seperti di RW kepada warga, diperoleh hasil bahwa limbah
05 dan RW 11. rumah tangga dibuang ke septic tank.
Berdasarkan data hasil penelitian pada Berdasarkan data hasil penelitian
variabel keberadaan selokan di sekitar rumah mengenai aliran air pada selokan di sekitar
penderita filariasis, diketahui bahwa sebanyak rumah penderita filariasis, diketahui bahwa
14 orang (66,7%) terdapat selokan sedangkan 7 sebanyak 10 responden (47,6 %) ditemukan
orang (33,3%) tidak terdapat selokan di sekitar aliran air pada sekolan di sekitar rumah yang
rumah. tidak lancar, sedangkan sebanyak 4 responden
Berdasarkan hasil analisis univariat (19,0%) aliran air pada sekolan di sekitar rumah
didapatkan hasil bahwa di 14 rumah (66,7%) mengalir lancar.
responden terdapat selokan. Berdasarkan hasil Aliran air selokan yang tidak mengalir ini
observasi, selokan ada yang berupa selokan terdapat di rumah responden yang memiliki
permanen yang terbuat dari semen, ada pula selokan sendiri di belakang rumahnya. Selokan
selokan non permanen yang terbuat dari tanah berupa lubang di dalam tanah. Responden
yang digali. Air yang mengalir ke selokan membuang air limbah rumah tangga ke selokan
merupakan hasil limbah rumah tangga. Selokan tersebut. Selokan yang tidak mengalir ini
menjadi tempat perindukan yang baik sekali menimbulkan genangan yang disukai nyamuk
bagi nyamuk Culex quinquefasciatus karena masih sebagai tempat perindukan. Hal ini sesuai
banyak mengandung nutrisi dan bahan organik dengan penelitian Lailatul Munawwaroh (2016)
yang dibutuhkan nyamuk Culex quinquefasciatus bahwa keberadaan genangan air pada
(Candriana, 2014). got/SPAL terbuka di sekitar rumah dapat
Berdasarkan hasil penelitian Rudi meningkatkan resiko tertular filariasis.
Anshari (2004) didapatkan hasil bahwa orang Ada 4 rumah responden yang aliran air
tinggal di rumah yang terdapat parit/selokan selokannya mengalir lancar. Aliran air selokan
<100 meter dari rumah mempunyai risiko untuk ini mengalir lancar karena tidak terdapat
terjadinya penularan penyakit filariasis 8 kali sampah yang menyumbat alirannya. Namun

138
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

selokan ini juga tidak dapat digunakan nyamuk case control untuk mengetahui besarnya risiko
sebagai tempat perindukan karena merupakan kejadian.
tempat pembuangan limbah batik yang
mengandung bahan kimia tinggi, sehingga DAFTAR PUSTAKA
nyamuk tidak dapat hidup disana.
Berdasarkan data hasil penelitian jenis Anshari, R. 2004. Analisis Faktor Risiko Kejadian
selokan di sekitar rumah penderita filariasis, Filariasis di Dusun Tanjung Bayur Desa Sungai
diketahui bahwa jenis selokan yang berada di Asam Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
sekitar rumah responden sebanyak 14 responden Pontianak. Tesis. Semarang: Pascasarjana
Universitas Diponegoro
(66,7 %) berjenis terbuka.
Candriana, Y. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan
Selokan yang ada di rumah responden
dengan Kejadian Filariasis di Puskesmas Tirto I
tidak memiliki penutup. Selokan yang terbuka Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Semarang:
dapat meningkatkan resiko terkena filariasis. Universitas Muhammadiyah Semarang
Hasil penelitian Mardiana, dkk (2010) Huda, A.H. 2002. Studi Komunitas Tersangka Vektor
menunjukkan bahwa terjadinya filariasis pada Filariasis di Daerah Endemis Desa Gondanglegi
orang yang tinggal dengan rumah tangga yang Kulon Malang Jawa Timur. Tesis. Bogor: Pasca
saluran air limbahnya terbuka memiliki resiko Sarjana Institut Pertanian Bogor
lebih besar yaitu 2,56 kali dibandingkan dengan Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Program
Eliminasi Filariasis di Indonesia, Departemen
rumah tangga yang saluran air limbahnya
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
tertutup. Kondisi SPAL dapat dikatakan baik
Departemen Kesehatan RI
jika SPAL dalam kondisi tertutup dengan aliran Dinas Kesehatan Kota Pekalongan. 2015. Profil
air yang lancar/tidak menggenang. Kesehatan Kota Pekalongan tahun 2015.
Pekalongan: Dinas Kesehatan Kota
PENUTUP Pekalongan
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Profil
Lingkungan rumah responden Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011.
Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
mendukung terjadinya penyebaran penyakit
Tengah
filariasis di Kelurahan Jenggot. Di wilayah
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Rencana Nasional
tersebut terdapat faktor-faktor lingkungan yang Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di
mendukung sebagai tempat perindukan nyamuk Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementerian
Culex quinquefasciatus yaitu genangan air, sungai, Kesehatan Republik Indonesia
selokan dan bekas potongan bambu. Tempat Mardiana, Wahyu, E., dan Perwitasari, D. 2011.
perindukan yang paling banyak disukai oleh Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
nyamuk adalah bekas potongan bambu dan Filariasis di Indonesia (Data Riskesdas 2007).
selokan terbuka. Bekas potongan bambu jarang Jurnal Ekologi Kesehatan,10(2): 83-92
Marko, Baskoro, T., dan Kusnanto, H. 2016. Zona
dijamah warga karena wilayahnya sulit untuk
Kerentanan Filariasis Berdasarkan Faktor
dilalui. Selain itu tanahnya merupakan tanah
Risiko dengan Pendekatan Sistem Informasi
liat yang menyebabkan para petugas jumantik Geografis. Journal of Information System for
enggan untuk melakukan pengecekan di daerah Public Health,1(1): 16-24
tersebut, sehingga mengakibatkan pertumbuhan Mulyono R.A. 2008. Faktor Risiko Lingkungan dan
nyamuk Culex quinquefasciatus berkembangbiak Perilaku yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
dengan baik. Selokan yang ada tidak memiliki Filariasis (Studi Kasus di Wilayah Kerja
penutup. Selokan yang terbuka dapat Kabupaten Pekalongan). Tesis. Semarang: Pasca
meningkatkan resiko terkena filariasis. Sarjana Universitas Diponegoro
Munawwaroh, L. 2016. Evaluasi Program Eliminasi
Saran untuk peneliti selanjutnya yang
Filariasis dari Aspek Perilaku dan Perubahan
terkait dengan penelitian ini adalah memperluas
Lingkungan. Skripsi. Semarang: Universitas
wilayah penelitian dan menggunakan metode Negeri Semarang

139
Imaduddin Zaid H dan Rudatin Windraswara/Lingkungan Tempat Perindukan/HIGEIA 1 (2) (2017)

Nasrin. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku


Yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis Di
kabupaten Bangka Barat. Tesis. Semarang:
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Sapada, I.E. 2012. Enviromental and Socioeconomics
Factors Associated with Cases of Clinical
Filariasis in Banyuasin District of South
Sumatera, Indonesia. International Journal of
Collaborative Research on Internal Medicine &
Public Health,7(6): 132-140
Sari, C.I.N. 2005. Pengaruh Lingkungan Terhadap
Perkembangan Penyakit Malaria. Disertasi.
Bogor: Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Soemirat, J. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Syachrial, Z., Martini, S., Yudhastuti, R., dan Huda,
A.H. 2004. Populasi Nyamuk Dewasa di
Daerah Endemis Filariasis Studi di Desa
Empat Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Banjar Tahun 2004. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 2(1): 85-96
Syuhada, Y., Nurjazuli, Endah, N. 2012. Studi
Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku
Masyarakat Sebagai Faktor Risiko Kejadian
Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto
Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia,11(1):95-101
Tejasaputra, C. 2014. Daya Insektisidal Minyak Atsiri/
Vetiver Oil (Vetiveria zizanioides) sebagai Bahan
Dasar Obat Nyamuk Elektrik Cair terhadap
Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Utami, I.W. 2017. Potensi Ekstrak Daun Kamboja
sebagai Insektisida terhadap Nyamuk Aedes
aegypti. HIGEIA, 1(1): 22-28

140

Anda mungkin juga menyukai