MAKALAH
Dosen Pengampu :
(11200220000050)
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah Kemajuan
Kesultanan Islam Banten” ini tepat pada waktunya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk tugas mata kuliah Metode Sejarah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang sejarah berkembangnya kesultanan Banten pada masa Sultan
Ageng Tirtayasa bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Selain itu, makalah yang saya susun ini ditulis dengan merujuk dari beberapa sumber
dan selama penulisan makalah ini, saya telah menerima banyak bantuan dan dukungan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah bersedia untuk berkomitmen dalam
penyusunan makalah ini
Saya menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………...…………………………………………………………………...i
BAB 1 Pendahuluan
a. Latar Belakang…………………………….……………………………………..…...1
b. Rumusan Masalah…………………………………….……………....………………3
c. Metode Penelitian……..………………………………………………………….…..1
d. Heuristik
e. Kritik Sumber
f. Interpretasi
g. Historiografi
BAB 2 Pembahasan
a. Sejarah Kota Banten………………………………………………………………….6
b. Pendirian Kesultanan Banten………………………………………………………...7
c. Awal Kenaikan Tahta Sultan Ageng Tirtayasa………………………..……………..8
d. Peran Sultan Ageng Tirtayasa untuk memahukan wilayah
Banten………………………………………………………………………………..8
e. Kemunduran Sultan Ageng Tirtayasa dan Peran VOC dalam konflik Sultan Ageng
Tirtayasa dan Sultan Haji……………………………………………...…………….10
BAB 3 Penutup
Kesimpulan…………………………………………………………………………...…12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………13
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banten merupakan salah satu bumi intelektualitas yang banyak melahirkan ulama
ilmiah dan pejuang. Syekh Nawawi Al-Bantani yang berasal dari Banten, menjadi salah satu
contoh teladan bagi kemajuan perkembangan gerakan keagamaan Islam di Indonesia. Pada
awalnya, Banten masih bercorak Hindu di dalam lingkungan masyarakatnya. Lalu, Syarif
Hidayatullah datang ke Banten dan sedikit demi sedikit melakukan penyebaran agama Islam
di wilayah Banten. Pada tahun 1457, Syarif Hidayatullah menikah dengan anak dari bupati
Banten dan dikaruniai dua anak yang bernama Nhay Kawangantan dan Pangeran Hassanudin.
Ketika Pangeran Hassanudin sudah dewasa, Syarif Hidayatullah pergi ke Cirebon untuk
mengemban tugas sebagai Tumenggung disana. Sedangkan tugas penyebaran Islam di Banten
diserahkan kepada Pangeran Hassanudin.
Perkembangan agama Islam yang secara bertahap di kawasan wilayah Banten pada
akhirnya menggantikan posisi politis. Kesultanan pun perlahan mulai muncul untuk
menggoreskan tinta sejarahnya di tataran wilayah Banten. Hal ini sangat penting untuk dikaji
mengenai perkembangan kesultanan Banten dari masa ke masa dan kesultanan Banten pernah
memuncaki kejayaanya sebagai kerajaan Islam di Nusantara.
Sultan pertama Banten yaitu Maulana Hasanuddin yang memerintah pada tahun 1527-
1570 mulai mendirikan kerajaan Islam Banten yang sejak pengambil alihan kekuasaan oleh
kerajaan Demak. Pada masa kesultanan Maulana Hasanuddin ia menguasai hingga kedua sisi
selat sunda dan meluas hinga ke Sumatra Selatan. Pada masa Maulana Hasanuddin
kesultanan Banten menunjukkan signifikan kemajuan sebagai sebuah kerajaan Islam di
Nusantara. Sultan Maulana Yusuf sebagai kesultanan yang kedua sekaligus sebagai pengganti
ayahnya hanya memberikan strategi pembangunan lebih dititik beratkan pada pengembangan
infrastruktur kota, pemukiman penduduk, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian.1
1
Hadiwibowo, T. U. (2013). Perkembangan Kesultanan Banten Pada Masa Pemerintahan Sultan Maulana
Yusuf (1570-1580). 17–18.
2
Puncak kejayaan dari Kesultanan Banten mulai berjaya dan berkuasa di Nusantara
pada masa pemerintahan Abdul Fatah atau Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa
kesultanannya, beliau sudah memberikan pengaruh besar dan perubahan ksultanan Banten
pada masanya, serta merubah sosial masyarakat Banten menjadi sejahtera. Sultan Ageng
Tirtayasa dikenal sebagai orang yang ahli dalam strategi dan berhasil membina mental para
prajurit Banten dengan cara mendatangkan guru-guru agama dari Aceh, Makassar, Arab, dan
daerah lainnya. Kesultanan Banten mulai bergerak ke Batavia untuk Menyerang VOC dan
memperluaskan wilayah kekuasaannya hingga ke wilayah kesultanan Sunda. Upaya yang
dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa dalam upaya mengembangkan kesultanan Banten dalam
aspek politik adalah menjalin hubungan kerjasama Internasional dengan bangsa Eropa dan
bangsa Timur Tengah.
Terjadilah suatu perang antara anak dan ayahnya untuk berkuasa di wilayah
kesultanan Banten. Konflik tersebut tidak luput dari campur tangan VOC yang mengadu
domba antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa termasuk
salah satu orang yang sangat menentang segala bentuk penjajahan asing atas negaranya dan
bahkan tidak pernah berkeinginan untuk berkompromi dengan Belanda.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal dari Kenaikan Tahta Sultan Ageng Tirtayasa ?
2. Apa penyebab dari Kemunduran Sultan Ageng Tirtayasa dan apa peran VOC
dalam konflik Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji ?
C. Metode Penelitian
Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini, untuk
memperoleh jawaban atas segala masalah, fakta dan realita yang dihadapi, serta memberikan
pemahaman dan pengertian baru atas masalah tersebut setelah menganalisis data yang sudah
tersedia.2 Denzy dan Lincoln menerangkan bahwa dengan menggunakan metode ini, peneliti
akan mengungkapkan arti terdalam dari pengalaman sejarah hidup seseorang yang kemudian
dapat memberi pencerahan kepada orang lain. 3 Hasil dari metode ini yaitu adanya
pemahaman baru bagi yang membacanya.
Menurut pendapat Moeleong (1990), penelitian kualitatif ialah tradisi dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam
kawasan sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan
peristilahannya.4 Para peneliti kualitatif menekankan sifat realita yang terbangun secara
sosial, serta hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti dan tekanan situasi yang
membentuk penelitian. Peneliti kualitatif memntingkan jawaban atas pertanyaan yang
menyoroti tentang cara munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya.5
2
Conny R. Semiawan. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
3
Conny R. Semiawan. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
4
Farida Nugrahani. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. Solo: Cakra
Books.
5
Farida Nugrahani. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. Solo: Cakra
Books.
4
Teori Tokoh
Peran Individu atau kelompok sangat menentukan konteks sejarah. Peran merupakan
aspek yang kedudukannya bersifat dinamis. Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan norma, maka dia menjalankan suatu peran dan keduanya tidak
dapat dipisahkan.
Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat. Peranan dalam arti adalah rangkaian peraturan-peraturan yang yang
membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.6 Terkait dengan judul ini Sultan Ageng
Tirtayasa sangat berperan penting bagi kemjuan dan kejayaan Kesultanan Banten.
Bandarsyah mengemukakan bahwa “tokoh menjadi sangat penting dan sentral dalam
setiap dinamika yang berlangsung karena ia menginspirasi dan menggerakan umat dan
masyarakat, mendorong terbentuknya sistem sosial masyarakat, dan menembus
ketidakpastian masa depan”7. Melihat tafsiran mengenai tokoh diatas, maka teori tokoh ini
merupakan orang yang mempunyai peran penting bai penggerak masyarakat untuk bergerak
kearah yang lebih baik. Selain itu, tokoh yang berpengaruh harus memiliki norma-norma
perilaku yang baik agar dijadikan contoh kepada masyarakat.
D. Heuristik
Heuristik berasal dari bahasa Yunani, heuriskein, yang artinya menemukan. Heuristik,
maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber
berbagai data agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa
lampau yang relevan dengan topik/judul penelitian. Untuk melacak sumber tersebut, penulis
mencari sumber berbagai dokumen melalui metode kepustakaan atau arsip nasional dan
mengutip dari dari suatu tulisan, dokumen-dokumen materi, dan dari pendapat para tokoh
sejarah.
6
Soekanto, S. (2006), Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
7
Bandarsyah, D. (2015), Titipan Sejarah: Mengenang Kiprah Prof. Dr. Wr. Hendra Saputra, M. Hum. Jakarta:
UHAMKA Press.
5
E. Kritik Sumber
Kritik adalah suatu proses untuk menilai sumber-sumber sejarah. Kritik dalam hal
ini terbagi menjadi dua macam yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal
atau kritik luar yaitu menilai otentisitas sumber sejarah. Dalam kritik ekstern dipersoalkan
bahan dan bentuk sumber, umur dan asal dokumen, kapan dibuatnya, oleh siapa
dibuatnya, dari instansi mana, atas nama siapa dan apakah sumber itu asli atau salinan dan
masih utuh atau sudah berubah. Sedangkan kritik internal adalah kritik dalam untuk
menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatnya,
tanggung jawab dan moralnya. Isinya dinilai dengan membandingkan dengan kesaksian-
kesaksian yang ada pada sumber lain agar mendapatkan sumber yang dapat dipercaya.
F. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah adalah biasa dinamakan dengan analisis
sejarah, Analisis berarti menguraikan, dan secara terminologi berbeda sintesis yang
berarti menyatukan. Analisis dan sintesis berarti dipandang sebagai metode utama dalam
interpretasi. Penafsiran bertujuan untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang
diperoleh dari sumber sejarah, maka disusunlah fakta tersebut dalam interpretasi yang
menyeluruh.
G. Historiografi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kota Banten
Banten tidak hanya dikenal dengan intelektualitas keulamaannya, tetapi juga dari segi
pewacanaan masa lampau, daerah ini menyimpan segudang sejarah yang banyak dikaji oleh
peneliti dari dalam maupun manca. Daerah yang dikenal dengan permainan tradisional
debusnya ini, banyak sekali dibahas dalam literaturliteratur asing. Claude Guillot, seorang
sejarawan dan arkeolog asal Prancis, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya akan
kekayaan sumber-sumber sejarah Banten, ia berujar bahwa, “Banten adalah negeri yang kaya
sekali akan sumbersumber sejarah. Kerajaan ini bukan hanya telah menulis sejarahnya
sendiri, melainkan juga merangsang banyak tulisan dari pengunjung-pengunjung asing,
khususnya Eropa”.8
Kekhasan dan keunikan sumber sejarah Banten yang beraneka ragam tidak bisa lepas
dari letak geografis yang berada di ujung barat Pulau Jawa dan berbatasan Pulau Sumatera
dengan Selat Sunda sebagai pemisah kedua wilayah. Letak geografisnya menjadikan Banten
termasuk ke dalam “dua dunia” yaitu Jawa dan Sumatera yang keduanya memiliki perbedaan
mendasar.
Posisi Banten berada di perbatasan antara dua tradisi utama nusantara, yaitu tradisi
Kerajaan Jawa dan tempat perdagangan Melayu.9 Keunikan itu ternyata mempengaruhi
komposisi budaya masyarakat Banten yang multikultural dan sejak dahulu menjadi daerah
ataupun kota kosmopolitan yang mempunyai jaringan dagang sampai ke negeri Inggris pada
abad ke-16.10
Memotret perkembangan Banten yang kini tengah menjadi salah satu daerah industri
nusantara,11 tidak terlepas dari sejarah yang menyelimuti sebelumnya. Sejak awal abad ke-16,
pelabuhan Banten merupakan salah satu pelabuhan besar Kerajaan Pajajaran setelah Sunda
Kelapa yang ramai dikunjungi para pedagang asing. Wilayah ini dikuasai oleh suatu kerajaan
bercorak Hindu dan merupakan daerah penting dari Kerajaan Pajajaran, nama kerajaan itu
terkenal dengan nama Banten Girang. Penguasa terakhir Kerajaan Banten Girang adalah
Pucuk Umun.
8
Claude Guillot, (2008), Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, Hlm
11-12
9
Ibid
10
Karangan yang ditulis Mrs. Fruin Mess tahun 1923 membahas kunjungan utusan Banten ke London tahun
1682. Ada dua utusan dari Banten yang Diterima menjadi tamu Kehormatan Raja Inggris, Charles II, selama
tiga setengah bulan. Kedua utusan itu bernama Kyai Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana,
potret kedua tokoh tersebut berhasil ditemukan dari Museum of Mankind di London. Lukman Hakim, (2006),
Banten dalam Perjalanan Jurnalistik. Pandeglang : Divisi Publikasi Banten Heritage, Hlm 30.
11
Pengembangan industri di Banten dimulai Sejak tahun 1970-an ketika pemerintah membangun kawasan
industry di sana. Pabrik-pabrik raksasa menjamur, sebagian diantaranya perusahaan asing. Hingga akhir 2007,
setidaknya ada 1.500 industri di Banten. Sidik Pramono (Ed.), (2008), Ekspedisi Anjer-Panaroekan Laporan
Jurnalistik Kompas : 200 Tahun Anjer Panaroekan, Jalan (Untuk) Perubahan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas,
Hlm 252.
7
12
Dalam abad ke-17, para perintis luar negeri Perancis membuka salah satu kantor perwakilannya yang pertama
di Banten, suatu pilihan yang beralasan dan tak terelakkan karena Banten dengan 150.000 penduduknya
termasuk ke dalam kota-kota besar yang paling dinamis dan cosmopolitan pada masa itu. Jika dibandingkan,
Paris hanyalah kota yang sangat kecil dengan pengaruh yang sangat terbatas di kawasan itu saja. Bernard
Dorleans, (2006), Orang Indonesia & Perancis Dari Abad XVI Sampai dengan Abad XX. Jakarta : Kepustakaan
Populer Gramedia, Hlm xxxvii.
13
H. A. Ambary, (2001), Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia. Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, Hlm 117.
14
H.A Ambary dan J. Dumarcay, (1990), The Sultanate of Banten
15
Prof. Dr. Tarmizi Taher, (2002), Menyegarkan Akidah Tauhid Insani : Mati di Era Klenik
8
Daerah Banten telah menjadi pusat pemerintahan kesultanan sejak tanggal 8 Oktober
1526. Pendirian kota lengkap dengan prasarananya yaitu keraton, alun-alun, masjid, dan lain-
lain.16 Banten telah menjadi wilayah yang lebih maju daripada dahulu. Beliau telah
menduduki tahta Kesultanan Banten dengan nama Sultan Abdul Fattah dan lebih dikenal
dengan gelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).17
Sultan Ageng Tirtayasa dilantik menjadi Sultan pada tahun 1651 M. Beliau
menggantikan kakeknya, yaitu Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir yang meninggal
pada tahun itu juga. Pemimpin kesultanan Banten yang kelima ini memiliki gelar Pangeran
Ratu Ing Banten dan gelar yang diterimanya dari Syarif Mekkah yaitu Sultan Abdulfath
Abdul Fattah Muhammad Syifa Zainal Abidin.
Situasi sosial keagamaan masyarakat Banten pada masa Sultan Ageng Tirtayasa ini
dapat dikatakan sedang mengalami kemajuan yang pesat. Hal itu disebabkan karena beliau
memiliki kesadaran dan perhatian terhadap perkembangan pendidikan agama Islam. Beliau
16
Patanjala, A. (2010), Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutera, Vol. 2, No, 82.
17
Hamid, A. (1994), Syaikh Yusuf Seorang Ulama; Sufi dan Pejuang, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
18
Setiawan, B. (2019), Perdagangan Maritim di Pelabuhan Banten Pada Masa Sultan Ageng Tirtayasa Tahun
1652- 1681 M. 25, 27, 29.
9
menghimbau kepada para ulama untuk membuka pengajian-pengajian. Beliau juga mengirim
beberapa ulama ke luar negeri sebagai usaha untuk melanjutkan dan mempertahankan
wilayah Banten dari ancaman kompeni VOC. Untuk membina mental para prajurit Banten,
beliau mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh dan daerah lainnya. Salah satu guru
agama tersebut ialah seorang ulama besar dari Makassar, yaitu Syekh Yusuf Tajul Khalwati.19
Pada awal kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, adanya pertumbuhan penduduk yaitu
sekitar 150.000 jiwa menjadi 200.000 jiwa pada akhir kekuasaannya. Secara keseluruhan,
kebijakan Sultan Ageng Tirtayasa sangat memajukan perdagangan luar negeri maupun
pertanian di daerah pedalaman tergolong berhasil.20
Sultan Ageng Tirtayasa telah menunjuk putra sulungnya yaitu Pangeran Gusti dan
lebih dikenal sebagai Sultan Haji yang pada saat itu masih muda sebagai putra mahkota untuk
mencegah terjadinya perang yang dapat terjadi akibat pergantian kepemimpinan. Sultan Haji
mempunyai wewenang yang cukup besar, sehingga semua kebijakan Sultan Ageng harus
merupakan hasil musyawarah antara Sultan Ageng, penasehat, dan putra mahkota. Sultan
Ageng memberikan Sultan Haji kekuasaan untuk mengatur semua urusan dalam negeri di
Kraton Surosowan, sedangkan urusan luar negeri sepenuhnya masih dipegang oleh Sultan
Ageng Tirtayasa. Sejak itu Sultan Ageng pindah ke Kraton Tirtayasa yang terletak di
Pontang, desa Tirtayasa.21
Pindahnya Sultan Ageng Tirtayasa tersebut dimanfaatkan oleh pihak Belanda untuk
mendekati Sultan Haji, dan pada akhirnya sedikit demi sedikit Sultan Haji dapat terbujuk
olehnya. Pihak Kompeni Belanda banyak mendapatkan kemudahan, baik itu di bidang
19
Ambary, Agama dan Masyarakat Banten, halaman 49-50
20
Setiawan, B. (2019), Perdagangan Maritim di Pelabuhan Banten Pada Masa Sultan Ageng Tirtayasa Tahun
1652- 1681 M. 25, 27, 29.
21
Ambary, H. M. (1980), Tinjauan Tentang Penelitian Perkotaan Banten Lama, Jakarta: P4N.
10
perdagangan maupun bidang lainnya. Bahkan dalam setiap upacara penting di istana, wakil
Belanda selalu hadir. Sultan Haji dan Belanda memiliki hubungan yang semakin dekat
sehingga bisa merubah tingkah laku Sultan Haji dalam kehidupan sehari-hari, seperti cara
berpakaian, makan dan sebagainya. Sultan Haji banyak meniru kebiasaan-kebiasaan orang
Belanda yang dirasa asing oleh masyarakat Banten, sehingga sebagian masyarakat dan
pembesar kerajaan tidak menyukainya.22
E. Kemunduran Sultan Ageng Tirtayasa dan Peran VOC dalam Konflik Sultan
Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji
Pada masa pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa sudah banyak memberikan
kemajuan dan kejayaan bagi Kesultanan Islam Banten. Selama memerintah, situasi
kesultanan Banten tidak ada masalah dan berjalan dengan baik. Akan tetapi semuanya
berubah ketika Sultan Haji menjadi pemimpin muda dari Kesultanan Banten. Disini mulailah
titik kemunduran dan berakhirnya kekuasaan dari Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tahun 1680
terjadi perselisihan yang menimbulkan konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan anaknya,
Sultan Haji. Sehingga menimbulkan keretakan didalam istana.
VOC yang mengetahui hal tersebut mulai memanfaatkan kesempatan ini untuk
melakukan politik Devide Et Empire (politik memecah belah dan menaklukkan yang
diterapkan oleh Belanda). VOC mulai melakukan strateginya dengan membantu Sultan Haji
untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.24 VOC memberikan dukungan kepada
Sultan Haji untuk memicu perang saudara yang tidak dapat dipisahkan. Ia juga mengambil
alih kekuasaan dan berpihak kepada Belanda serta menahan Sultan Ageng Tirtayasa di
kediamannya yang membuat situasi semakin buruk.
Untuk memperkuat posisinya, pada tahun 1682 Sultan Haji sempat mengirim
utusannya ke Inggris untuk menemui Raja Inggris dengan tujuan untuk mendapatkan
22
Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, (1993), Catatan Masa Lalu Banten, Serang: Saudara
23
Hamid, A. (1994), Syaikh Yusuf Seorang Ulama; Sufi dan Pejuang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
24
Republika. (2017), Masa Keruntuhan Kesultanan Banten, p. 1.
11
dukungan dan bantuan persenjataan. Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari
istananya dan pindah ke wilayah pedalaman. Disini beliau bersama pengikut dan kedua
anaknya, Pangeran Purabaya dan Syekh Yusuf bersembunyi dan mengatur strategi untuk
melawan Sultan Haji dan para pendukungnya.
Akan tetapi, pada tahun 1683 posisi Sultan Ageng Tirtayasa telah diketahui oleh
Sultan Haji dan melaporkan hal ini kepada pihak Belanda. Sultan Haji mengutus 52 orang
keluarganya untuk membujuk Sultan Ageng Tirtayasa agar kembali ke istana. Ia tidak
mengetahui bahwa itu merupakan tipuan muslihat untuk mengepungnya. Setelah berhasil
membujuk, Sultan Haji dan pasukan Belanda akhirnya menangkap Sultan Ageng Tirtayasa,
sedangkan kedua anaknya dan para pengikutnya berhasil kabur.
Pada tahun 1684 Sultan Haji yang berkuasa selalu dibayang-bayangi oleh Belanda. 25
Belanda mulai menguasai kesultanan Banten secara perlahan melalui perjanjian atau
persyaratan yang sudah disepakati antara Belanda dan Sultan Haji. Belanda meminta bayaran
besar terhadap bantuan VOC kepada Sultan Haji, diantaranya dengan melalui monopoli
perdagangan dan hubungan internasional, serta wilayah Lampung diserahkan kepada VOC.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
25
Yoga Permana Wijaya, (2014), Kejatuhan Kerajaan Banten ke Tangan VOC.
12
Banten merupakan kota yang banyak melahirkan banyak ulama-ulama dan tokoh
masyarakat muslim, contohnya Sultan Ageng Tirtayasa ini. Berkat beliau, Kesultanan Banten
mengalami perkembangan yang pesat baik dari segala aspek. Hingga pada saat pergantian
pemimpin yang digantikan oleh Sultan Haji, anak dari Sultan Ageng Tirtayasa yang telah
menyalahgunakan kekuasaannya seperti bekerja sama dengan VOC. Tentu hal ini membuat
pihak Belanda mendapatkan kesempatan untuk merebut kekuasaan Kesultanan Banten.
Kesultanan Banten menuju ke ambang keruntuhan dan mulai lenyap dari kejayaannya
akibat dari monopoli dan penjajahan oleh Belanda. Kehidupan masyarakat Banten mulai
berubah serta mengalami penderitaan akibat dari dampak tersebut. Rakyat dipaksa untuk
menjual hasil pertaniannya terutama lada dan cengkeh. Hal ini semua menjadi penyesalan
dari Sultan Haji karena ia sudah berkompromi dengan Belanda dan menggulingkan ayahnya
sendiri dari tahtanya. Setelah kematian Sultan Haji, VOC berperan penuh terhadap pemilihan
kesultanan Banten, dan secara perlahan-lahan kesultanan Banten menghilang akibat dari
adanya peran VOC yang berkuasa secara penuh di kesultanan Banten.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, H. M. (1980), Tinjauan Tentang Penelitian Perkotaan Banten Lama, Jakarta: P4N.
Bandarsyah, D. (2015). Titipan Sejarah: Mengenang Kiprah Prof. Dr. Wr. Hendra Saputra,
M. Hum. Jakarta: UHAMKA Press.
Bernard Dorleans, (2006), Orang Indonesia & Perancis Dari Abad XVI Sampai dengan Abad
XX. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, Hlm xxxvii.
Claude Guillot, (2008), Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. Jakarta : Kepustakaan Populer
Gramedia, Hlm 11-12
Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, (1993), Catatan Masa Lalu Banten, Serang:
Saudara.
Hamid, A. (1994), Syaikh Yusuf Seorang Ulama; Sufi dan Pejuang, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Ibid
Lukman Hakim, (2006), Banten dalam Perjalanan Jurnalistik. Pandeglang : Divisi Publikasi
Banten Heritage, Hlm 30.
Patanjala, A. (2010), Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutera, Vol. 2, No, 82.
Prof. Dr. Tarmizi Taher, (2002), Menyegarkan Akidah Tauhid Insani: Mati di Era Klenik.
Setiawan, B. (2019), Perdagangan Maritim di Pelabuhan Banten Pada Masa Sultan Ageng
Tirtayasa Tahun 1652- 1681 M. 25, 27, 29.
Setiawan, B. (2019), Perdagangan Maritim di Pelabuhan Banten Pada Masa Sultan Ageng
Tirtayasa Tahun 1652- 1681 M. 25, 27, 29.