Anda di halaman 1dari 106

LAPORAN PBLK

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN : POST APENDIKTOMI DI RUANG TAWAR
SEDENGE INSTALASI RAWAT INAP BEDAH RSUD
MUNYANG KUTE
KABUPATEN BENER MERIAH

Oleh :

IRMAYURNI
2014901416

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES FLORA
MEDAN
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan sebagai profesi adalah unik karena keperawatan ditujukan
ke berbagai respon individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang
dihadapinya. perawat memiliki berbagai peran seperti pemberi perawatan,
sebagai perawat primer pengambil keputusan klinik, advokat, peneliti dan
pendidik, dan perawat seringkali harus melakukan peran lebih dari satu dalam
suatu waktu yang bersamaan (Potter dan Perry, 2006).
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien
mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. proses
penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun
keterampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang
penting bagi pemberi asuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan
kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi,
spiritual, dan sosial. pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan
keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan
menggunakan energi dan waktu yang minimal (Potter dan Perry, 2006).
Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu sebagai
petugas kesehatan, khususnya perawat memiliki tangung jawab untuk
meningkatkan pegetahuan dan keterampilan guna menunjang dan memberikan
pelayanan yang baik. Perkembangan saat ini, juga mempengaruhi gaya hidup atau
pada kebiasaan sehari-hari, misalnya kurangnya mengonsumsi makanan berserat
dalam menu sehari-hari, yang diduga sebagai salah satu peyebab apendisitis
(Sander, 2011 dikutip dalam Wijaya, 2013).
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di
masyarakat awam yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui
fungsinya ini sering menimbulkan banyak masalah kesehatan. Peradangan akut
apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi umunya
berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
Data dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2015
menyebutkan bahwa insiden apendisitis menempati urutan delapan sebagai
penyebab utama kematian di dunia dan di perkiran pada tahun 2020 akan menjadi
penyebab kematian kelima di seluruh dunia dan WHO tahun 2017
memperkirakan insidens apendiksitis didunia mencapai 7% dari keseluruhan
jumlah penduduk dunia. di amerika angka kejadian apendiksitis dikatakan 7%
dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000 penduduk pertahun.
Data yang dirilis oleh departemen kesehatan RI pada tahun 2017
jumlah penderita apendiksitis di Indonesia mencapai 591.819 orang dan
meningkat pada tahun 2018 sebesar 596.132 orang.
Apendisitis merupakan penyakit yang biasa dikenal oleh masyarakat awam
sebagai penyakit usus buntu. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi
yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja , selain itu apendisitis
adalah suatu kondisi dimana infeksi terjadi diumbai cacing apendiks, Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan. Tetapi banyak kasus memerlukan
laparatomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi sebagai penyakit
yang paling sering memerlukan tindakan bedah kedaruratan, dan melekat pada
sekum (Kowalak, 2012).
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apediks) dilakukan segera
mungkin untuk mengurangi resiko perforasi (Brunner&Suddarth, 2005 dikutip
dalam Wijaya, 2013). Apendiktomi merupakan pembedahan atau operasi kelasik
pengangkatan apendiks. Apendiktomi direncanakan pada infiltrate peripendikuler
tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu
sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendiktomi (Sjamsuhidajat. 2010).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi ini dapat
timbul bebagai macam masalah keperawatan,salah satu diantaranya nyeri. Nyeri
pasca bedah mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi. Pada setiap keluhan
nyeri terdapat suatu nosisepsi disuatu tempat pada tubuh yang disebabkan oleh
noksa, baru kemudian mengalami nyeri. Akhirnya timbul sensasi reaksi nyeri
dalam bentuk sikap dan perilaku verbal maupun nonverbal untuk mengemukaan
apa yang dirasakan (Sjamsuhidajat, 2010). Berdasarkan lama waktu nyeri, nyeri
dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronik (Judha, 2012). Nyeri akut
terjadi setelah cidera penyakit akut atau intervensi bedah memilki awitan yang
cepat, dengan intensitas bervariasi, dan berangsung dalam waktu singkat.
Sedangkan nyeri konis berlansung dalam waktu lama dengan intensitas bervariasi,
dan berangsung dalam waktu lama lebih dari enam bulan (Potter dan Perry, 2006).
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2017, penyakit
apendisitis menduduki peringkat keempat penyebab sakit di Indonesia setelah
sistem sirkulasi, infeksi dan parasit. Hasil survei penyakit di 5 rumah sakit
provinsi di Indonesia pada tahun 2017, menunjukkan apendiksitis menempati
urutan kelima penyumbang angka kesakitan (25%) (Depkes RI, 2018).
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Medis


2.1.1 Pengertian Appendisitis
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi umumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut
kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum dari
pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja
lebih banyak dari orang dewasa; insiden tertinggi adalah mereka yang berusia 10
sampai 30 tahun (Baughman dan Hackley, 2016).
Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ pada
apendiks, dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang
disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat (Brunner
& Suddarth, 2013).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan
suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada
obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.
2.1.2 Etiologi
Penyabab apendisitis adalah : diet kurang serat batu, tumor, cacing/parasit,
infeksi virus dan benda asing (Inayah, 2011). Sedangka menurut Lippinco (2011)
penyebab apendisitis adalah obstruksi lumen intestinal karena gumpalan fekal,
penyempitan masuknya barium atau infeksi virus.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya yaitu umbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris, penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E.
hystolitica. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya tekanan
intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga karena
gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan tinggi serat.
2.1.3 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium. Apabila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan
akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas
dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktif akut. Apabila kemudian
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gengren. Stadium disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul
suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan
yang paling tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera
mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang (Mansjoer, 2012).
2.1.4 Klasisifikasi
Secara klinis Sjamsuhidayat (2011), apendisitis diklasifikasikan menjadi 2
yaitu:
a. Apendisitis akut
Apendisitis yang terjadi dengan diawali oleh nyeri periumbilikal yang diikuti
dengan rasa mual dan muntah sehingga bisa menyebabkan anoreksia, dan
peningkatan nyeri lokal pada perut bagian kanan bawah. Lamanya rasa nyeri
ini berlangsung selama 24 sampai 36 jam. Apendisitis akut merupakan infeksi
yang disebabkan oleh bakteria. Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh
sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit
(tinja/batu), tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan
sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite (E. histolytica).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut
ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan
umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian kanan
bawah yang tidak berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas terganggu dan
lebih dari dua minggu. Nyeri yang dirasakan berlangsung secara terus-
menerus dan bisa bertambah berat parah kemudian mereda lagi.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-
kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.
2.1.5 Manisfestasi Klinis
Manisfestasi klinis menurut Brunner dan Suddarth (2013).adalah:
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan terkadang
muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi.
b. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina
anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah rektus
kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri tekan,
spasme otot dan adanya diare atau konstipasi. Dan jika apendiks pecah, nyeri
lebih menyebar abdomen menjadi lebih terdistensi akibat ileus paralitik dan
kondisi memburuk.
Menurut Lippincott (2012) tanda dan gejala dari apendiksitis adalah
sebagai berikut :
a. Tanda awal : nyeri peri umbilikial atau epigastrik kolik yang tergeneralisasi
maupun setempatm anoreksia, mual dari muntah, nyeri setempat di kuadran
kanan bawah, igiditasi abdominal yang mirip papan, respirasi retraktif, rasa
perih yang semakin menjadi, spasma abdolminal yang semakin parah, rasa
nyeri yang tebalik (rasa perih yang terbalik disisi yang berlawanan dari
abdomen menunjukan adanya inflamasi peritoneal).
b. Gejala Selanjutnya : Konstipasi (tetapi diare juga bisa), suhu pasien 37,2°
sampai 39°C, takikadi, perforasi atau ifarksi apendiks yang diidikasikan oleh
berhentinya nyeri abdomial secara mendadak.
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado
Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Demam (suhu > 37,2° C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > l 0.000/ml) 2
Shift to the left (neutrofil > 75%) 1
TOTAL 10
Interpretasi:
Pembagian ini berdasarkan studi dari McKay (2007).
Skor 7-10 = apendisitis akut,
Skor 5-6 = curiga apendisitis akut,
Skor l-4 = bukan apendisitis akut.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan. Faktor
keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor penderita
dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis dapat berupa
kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani maslah dan
keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan penangggulangan.
Komplikasi yang terjadi pasca oprasi menurut Mansjoer (2012) :
a. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 derajat celcius, tampak toksik,
nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, nyeri abdomen, demam dan leukositosis.
c. Abses
Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba masa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila apendisitis gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) pemeriksaan penunjang apendiksitis
terdiri dari :
a. Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif
(CPR). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leokosit anta
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil datas 75% , sedangkan CPR
ditemukan jumah serum yang meningkat.
b. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ulrasonografi dan CT-Scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi imflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-Scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikali serta perluasan dari
apendiks yang mengalami implamasi serta adanya pelebaran sekum.
2.1.9 Penatalaksaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik
dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode
terbaru yang sangat efektif. Konsep asuhan keperawatan sebelum operasi
dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga
klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah
dioperasi dan diberiakan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan
duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena
banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap
penerimaan anastesi.
1. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi
risiko perforasi, memberikan obat antibiotik dan cairan IV sampai
tindakan pemebedahan dilakukan, agen analgesik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakan.
2) Operasi (apendiktomi), Apendiktomi adalah peradangan dari apendiks
vermiformis, apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks yang diakibatkan oleh fekalit/apendikdolit, hiperplasia
limfoid, benda asing, parasit, neoplasma, atau striktur karena fibrosis
akibat perdangan sebelumnya. Apendiks memiliki panjang bervariasi
sekitar 6 hingga 9 cm. Obstruksi lumen yang terjadi mendukung
perkembangan bakteri dan sekresi mukus sehingga menyebabkan distensi
lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat
akan menghambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri periumbilikal (Dermawan &
Rahayuningsih,2010).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang
lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka
yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra
abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
(Rahayuningsih dan Dermawan, 2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan
terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai dengan
kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit
volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang
disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila
terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda
obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.
(Brunner&Suddarth, 2013).
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam proses keperawatan, ada lima tahap dimana tahap terebut tidak dapat
dipisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap tersebut secara bersama-sama
membentuk pola pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kontak
dengan pasien (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah:
2.2.1 Pengkajian
Merupakan tahap dinamis yang terorganisasi, dan meliputi tiga aktivitas
dasar, yang pertama mengumpulkan data secara sistematis; kedua memilah dan
mengatur data yag dikumpulkan dan ketiga mendokumentasikan data dalam
bentuk format yang dibuka kembali.
Data data diperoleh dari riwayat keperawatan, keluhan utama pasien,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang atau tes diagnostic. Dalam
melakukan pengkajian diperlukan keahlian-keahlian seperti wawancara,
pemeriksaan fisik dan observasi. Hasil pengkajian tersebut dikelompokan kembali
menjada data subjektif dan objektif.
Ada beberapa cara dalam pengelompokan data, yaitu:
a. Berdasarkan sistem tubuh.
b. Berdasarkan kebutuhan dasar.
c. Berdasarkan teori keperawatan.
d. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.
Jadi yang dimaksuk dengan pengkajian adalah tahap terorganisir untuk
mendapatkan sejumlah data berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, menanyakan
keluhan dan berdasarkan dengan hasil pemeriksaan penunjang.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah actual atau risiko mengidentifikasi dan menentukan
intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau menghlangkan masalah
kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat dibedakan menjadi

actual, potensial, risiko dan kemungknan.

a. Aktual: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinik yang


harus di validasi perawat karena ada batasan mayor. Contoh: Jalan nafas tidak
efektif karena adanya akumulasi secret.
b. Potensial: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klien ke arah
yang lebih positif (kekuatan pasien). Contoh: potensial peningkatan status
kesehatan klien berhubungan dengan intake nutrisi yang adekuat.
c. Risiko: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis individu
lebih rentan mengalami masalah. Contoh: Risiko infeksi berhubungan denngan
efek pembedahan.
d. Kemungkinan: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis
individu yang memerlukan data tambahan sebagai sebagai faktor pendukung
yang lebih akurat.
Jadi yang dimaksud dengan diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
jelas yang berkaitan dengan masalah yang didapat pada pasien baik itu secara
aktual, potensial, risiko atau kemungkinan.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Terdapat 4 hal yang harus diperhatikan:
a. Menentukan prioritas masalah
1) Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu: Fisiologis, keamanan/keselamatan,
mencintai, hara diri dan aktualisasi diri.
2) Berdasarkan Griffith-Kenney, dengan urutan:
a) Ancaman kehidupan kesehatan.
b) Sumber daya dan dana tersedia.
c) Peran serta klien.
d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
b. Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan disertai
jangka waktu.
c. Menentukan kriteria hasil
Terdapat hal-hal berikut yang diperhatikan:
1) Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu.
2) Bersifat realistic, dalam menentukan tujuan harus dipertimbangkan faktor
fisiologi/patologis.
3) Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan dan dapat
mendemonstrasikan.
4) Mempertimbangkan keinginan dan keadaan pasien.
d. Merumuskan intervensi
Dengan mengacu pada Nursing Interventions Clasifikation (NIC) dan Nursing
Outcomes Clasification (NOC). Jadi, yang dimaksud dengan intervensi
keperawatan adalah rencana tindakan untuk menghilangkan atau mencegah
permasalahan kesehatan yang dihadapi klien dengan berdasarkan prioritas
masalah, tujuan dan kriteria hasil dengan melihat acuan teori kebutuhan dasar
manusia/hirarki Maslow.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi meru
a. Tindakan mandiri (independen)
Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan dan keputusan
sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah petugas kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama, seperti
dokter dan petugas kesehatan lain.
Berdasarkan referensi diatas, implementasi merupakan tindakan nyata
yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan intervensi yang telah dibuat baik itu
secara mandiri (independen) atau kolaborasi.
2.2.5 Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. langkah-langkah evaluasi sebagai berikut:
a. Daftar tujuan-tujuan pasien.
b. lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Melihat dari bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi merupakan
hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan kriteria hasil dan
tujuan.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Apendiktomi
2.3.1 Pengkajian
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status kesehatan
klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam melakukan
pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat, terutama dalam
menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang efektif dan teknik
terapeutik. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus apendisitis berdasarkan
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association), 2015:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Normal: Tidak tampak terjadinya distensi atau penegangan pada abdomen.
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign)
yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
Normal: Tidak teraba atau klien tidak memberikan respon nyeri.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat
tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa nyeri.
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
Normal: Suhu ketiak lebih tinggi dibandng dengan suhu dubur ata vagina.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka sudah
terjadi perforasi.
Normal: Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
2) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa Apendiktomi yang menggunakan pendekatan
(NANDA, 2015) dan Nurarif Huda (2013):
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat insisi
pembedahan.
b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terdapat luka insisi.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan yang
dirasakan.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan pasca operasi.
g. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap
tindakan/penyakit.
h. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
Tabel 2.2 Diagnosa Nyeri Akut
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Nyeri berhubungan NOC: NIC
dengan peradangan a. Pain level a. Pain management
pada apendiks/post b. Pain Control 1. Lakukan
apendiks. c. Comfort level pengkajian nyeri
Kriteria Hasil: secara
Batasan a. Mampu komperehensif
karakteristik: mengontrol nyeri termasuk lokasi,
a. Perubahan selera (tahu penyebab karakteristtik,
makan nyeri, mampu durasi, frekuensi,
b. Perubhana menggunakan kualitas dan
tekanan darah tekhnik faktor presipitasi
c. Perubahan nonfarmakologis, 2. Gunakan
frekuensi jantung mencari bantuan), komunikasi
d. Perubahan b. Melaporkan nyeri terapeutik untuk
frekuensi berkurang dengan mengetahui
pernapasan menggunakan pengalaman nyeri
e. Diaforesis manajemen nyeri, pasien,
f. Perilaku distraksi c. Mampu mengenali 3. Observasi reaksi
g. Mengekspresikan nyeri (skala, nonverbal dari
perilaku intensitas, ketidaknyamanan
(merengek, frekuensi dan 4. Kaji kultur yang
menagis) tanda), mempengaruhi
h. sikap tubuh d. Menyatakan rasa respon nyeri
melindungi nyaman setelah 5. Evaluasi respon
i. Gangguan tidur nyer berkurang nyeri masa
j. Melaporkan nyeri lampau
secara verbal 6. Bantu pasien dan
k. Perubahan posisi keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
7. Kontro
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan,
8. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
9. Ajarkan tekhnik
non farmakologis
(relaksasi
genggam jari)
10. Berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
11. Tingkatkan
istirahat
12. Evaluasi
keefektifan
control nyeri
13. Monitor
penerimaan
pasien tentang
mmanajemen
nyeri.
b. Analgesik
Admistration
1. Tentukan
karakteristik,
lokasi kualitas
dan derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Pilih analgesic
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgetik
ketika pemberian
lebih dari satu
4. Tentukan pilihan
anlgesik
tergantung tipe
dan berat
nyerinya
5. Tentukan
anlgesik pilihan,
rute pemberian
dan dosis
optimal,
6. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
anlgesik pertama
kali
7. Berikan analgesic
tepat waktu
terutama ketika
nyeri.
8. Evaluasi
efektivitas
analgesic, tanda
dan gejala.

b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.


Tabel 2.3 Diagnosa Hipetermi
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
2. Hipertermi NOC : NIC
berhubungan dengan Thermoregulation a. Fever Treattment
penyakit atau trauma 1. Monitor suhu
insisi. Kriteria Hasil : sesering mungkin
a. Suhu tubuh dalam 2. Monitor IWL
Batasan rentang normal 3. Monitor warna
karakteristik : b. Nadi dan RR dalam dan suhu kulit
a. Konvulsi rentang normal 4. Monitor tekanan
b. Kulit kemerahan c. Tidak ada darah, RR dan
c. Peningkatan suhu perubahan warna nadi
tubuh diatas kulit dan tidak ada 5. Monitor
kisaran normal pusing penurunan
d. Kejang tingkat kesadaran
e. Takikardi 6. Monitor WBC,
f. Takipnea Hb, dan Hct
g. Kulit terasa 7. Monitor intake
hangat dan output
8. Berikan anti
piretik
9. Berikan
pengobatan untuk
mengatasi
demam
10. Selimuti pasien
11. Berikan tapid
sponge
12. Kolaborasi
dalam pemberian
cairan intravena
13. Kompres pasien
pada lipat paha
dan aksila
14. Tingkatkan
sirkulasi udara
15. Berikan
pengobatan untuk
terjadinya
menggigil
b. Temperature
regulation
1. Monitor suhu
minimal 2 jam
2. Rencanakan
monitor suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi
dan RR
4. Monitor warna
dan suhu kulit
5. Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
6. Tingkatkan
intake cairan dan
nutrisi
7. Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan kepada
pasien untuk cara
mencegah
keletihan akibat
panas
9. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Berikan anti
piretik jika perlu
c. Vital sign monitor
1. Monitor TD,
nadi, RR dan
suhu
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Auskultasi TD
pada kedua
lengan lalu
bandingkan
4. Monitor TD,
nadi, RR
sebelum, selama
dan sesudah
aktivitas
5. Monitor kualitas
dari nadi
6. Monitor
frekuensi dan
irama dan
pernafasan
7. Monitor suara
paru

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia.
Tabel 2.4 Diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
3. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari a. Nutritional status a. Nutrition
kebutuhan b. Nutritional status : management
berhubungan dengan food and fluid 1. Kaji adanya alergi
anoreksia. intake makanan
c. Nutritional status : 2. Kolaborasi dengan
Batasan nutrient intake ahli gizi untuk
karakteristik : weight control. menentukan
a. Kram abdomen jumlah kalori dan
b. Nyeri abdomen Kriteria hasil : nutrisi yang
c. Menghindari a. Adanya dibutuhkan pasien
makanan peningkatan berat 3. Anjurkan pasien
d. Berat badan 20% badan sesuai untuk
atau lebih dengan tujuan meningkatkanprote
dibawah berat b. Berat badan sesuai in dan vitamin C
badan ideal dengan tinggi badan 4. Berikan substansi
e. Kerapuhan c. Mampu gula
kapiler mengidentifikasi 5. Yakinkan diet
f. Diare kebutuhan nutrisi yang dimakan
g. Kehilangan d. Tidak ada tanda- mengandung tinggi
rambut tanda mal nutrisi serat untuk
berlebihan e. Menunjukkan mencegah
h. Bising usus peningkatan fungsi konstipasi
hiperaktif pengecapan dari 6. Berikan makanan
i. Kurang makanan menelan yang terpilih
j. Kurang informasi f. Tidak terjadi (sudah
k. Kurang minat penurunan berat dikonsultasikan
pada makanan badan yang berarti dengan ahli gizi)
l. Penurunan berat 7. Ajarkan pasien
badan dengan bagaimana
asupan makanan membuat catatan
adekuat makanan harian
m. Tonus otot 8. Monitor jumlah
menurun nutrisi dan
n. Cepat kenyang kandungan kalori
setelah makan 9. Kaji kemampuan
o. Sariawan rongga pasien untuk
mulut mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
b. Nutrition
monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor turgor
kulit
5. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
6. Jadwalkan
pengobatan dan
dan tindakan tidak
dilakukan pada
saat jam makan
7. Monitor mual dan
muntah
8. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
9. Monitor
kemerahan, pucat
dan kekeringan
jaringan
konjungtiva
10. Monitor kalori
dan intake nutrisi

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung saraf.


Tabel 2.5 Kerusakan integritas jaringan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
4. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan a. Tissue integrity: a. Pressure ulcer
berhubungan dengan skin and muccous prevention wound
terputusnya ujung b. Wound healing: care
saraf. Primary and 1. Anjurkan pasien
secondary untuk memakai
Batasan intention. pakaian longgar
Karakteristik: 2. Jaga kulit agar
a. Kerusakan Kriteria Hasil: tetap kering dan
jaringan (Misal: a. Perfusi jaringan bersih
kornea, membrane normal 3. Mobilisasi pasien
mukosa, b. Tidak ada tanda- setap 2 jam sekali
integument, dan tanda infeksi 4. leskan lotion atau
subkutan) c. Ketebalan dan minyak/baby oil
b. Kerusakan tekstur jaringan pada daerah yang
jaringan normal tertekan
d. Menunjukan 5. Monitor kulit
pemahaman dalam adanya kemerahan
proses perbaikan atau tidak
kulit dan mencegah 6. Monitor status
terjadinya cedere nutrisi pasien
e. Menunjukan proses 7. Observasi luka
penyembuhan luka 8. Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
9. Cegah
kontaminasi feses
dan urin
10. Lakukan tekhik
perawatan luka
dengan prinsip
steril
11. Berikan posisi
yang mengurangi
tekanan pada luka
12. Hindari kerutan
pada tempat tidur
Mandikan pasien
dengan air hangat.

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan yang dirasakan


pasca post operasi.
Tabel 2.6 Diganosa Defisit perawatan diri
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
5. Defisit perawatan NOC NIC
diri berhubungan a. Activity a. Self Care Assistence:
dengan kelemahan tolerenrancy Bathing/Hygiene
yang dirasakan pada b. mobility: physical 1. Pertimbangkan
post op. impaired budaya ketika
c. Self care deficit mempromosikan
Batasan hygiene perawatan diri
Karakterisik: d. Sensory 2. Tempat handuk,
a. Ketidakmampuan perception: deodorant dan
dalam mengakses auditory disturbed. kebutuhan mandi
kamar mandi Kriteria hasil ditaruh disamping
b. Ketidakmampuan a. Perawatan diri tempat tidur atau
mengeringkan ostomi: tindakan kamar mandi.
tubuh pribadi dalam 3. Pertimbangkan
c. Ketidakmampuan mempertahan usia pasien ketika
dalam merasakan ostomi untuk memromisan
bagian tubuh eliminasi perawatan diri
d. Ketidakmampuan b. Perawatan diri: 4. Menyediakan
dalam merasakan aktivitas perawatan lngkungan yang
hubungan spasial fisik dan pribadi terapeutik dengan
e. Ketidakmampuan secara mandiri memastikan
dalam c. Peawatan diri hangat, santai,
menjangkau mandi: mampu dan personal
sumber air untuk 5. Memfasilitasi alat
f. Ketidakampuan membersihkan diri untuk menyikat
dalam mengatur sendiri secara gigi klien
air mandi mandiri 6. Memfasilitasi alat
g. Ketidkmampuan d. Perawatan diri yang dibutuhkan
dalam membasuh hygiene untuk mandi
tubuh e. Perawatan diri oral 7. Memfasilitasi
hygiene pemeliharaan
f. kebersihan. rutin yang biasa
pasien tidur,
isyarat sebelum
tidur
8. Memberikan
bantuan sampai
pasien
sepenuhnya dapat
mengansumsikan
perawatan diri.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan pasca op.


Tabel 2.7 Diagnosa Hambatan mobilitas fisik
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
6. Gangguan mobilitas NOC : NIC :
fisik Joint Movement : Exercise therapy :
Active ambulation
Berhubungan Mobility Level 1. Monitoring vital
dengan : sign sebelm/sesudah
Self care : ADLs
a. Gangguan latihan dan lihat
Transfer
metabolisme sel 2. respon pasien saat
Kriteria hasil:
b. Keterlembatan latihan
a. Klien meningkat
perkembangan 3. Konsultasikan
dalam aktivitas
c. Pengobatan dengan terapi fisik
fisik
d. Kurang support tentang rencana
b. Mengerti tujuan
lingkungan ambulasi sesuai
dari peningkatan
e. Keterbatasan dengan kebutuhan
mobilitas
ketahan 4. Bantu klien untuk
c. Memverbalisasika
kardiovaskuler menggunakan
n perasaan dalam
f. Kehilangan tongkat saat berjalan
meningkatkan
integritas struktur dan cegah terhadap
kekuatan dan
tulang cedera
kemampuan
g. Terapi pembatasan 5. Ajarkan pasien atau
berpindah
gerak tenaga kesehatan
d. Memperagakan
h. Kurang lain tentang teknik
penggunaan alat
pengetahuan ambulasi
Bantu untuk
tentang kegunaan 6. Kaji kemampuan
mobilisasi (walker)
pergerakan fisik pasien dalam
i. Indeks massa mobilisasi
tubuh diatas 75 7. Latih pasien dalam
tahun percentil pemenuhan
sesuai dengan usia kebutuhan ADLs
j. Kerusakan persepsi secara mandiri
sensori sesuai kemampuan
k. Tidak nyaman, 8. Dampingi dan Bantu
nyeri pasien saat
l. Kerusakan mobilisasi dan bantu
musculoskeletal penuhi kebutuhan
dan neuromuskuler ADLs ps.
m. Intoleransi 9. Berikan alat Bantu
aktivitas/penuruna jika klien
n memerlukan.
n. kekuatan dan 10. Ajarkan pasien
stamina bagaimana merubah
o. Depresi mood atau posisi dan berikan
cemas bantuan jika
p. Kerusakan kognitif diperlukan
q. Penurunan
kekuatan otot,
kontrol dan atau
masa
r. Keengganan untuk
memulai gerak
s. Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
t. Malnutrisi selektif
atau umum

g. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap


tindakan/penyakit.
Tabel 2.8 Diagnosa Ansietas
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
8 Ansietas NOC : NIC :
berhubungan dengan b. Kontrol Anxiety Reduction
ketidaktahuan pasien kecemasan (penurunan
terhadap a. Koping kecemasan)
Setelah dilakukan a. Gunakan
tindakan/penyakit.
asuhan selama klien pendekatan
kecemasan teratasi yang
DO/DS:
a. Insomnia dgn kriteria hasil: menenangkan
b. Kontak mata 1. Klien b. Nyatakan
kurang mampu dengan jelas
mengidentifikasi harapan
c. Kurang
dan terhadap pelaku
istirahat
mengungkapkan pasien
d. Berfokus pada
gejala cemas c. Jelaskan semua
diri sendiri 2. Mengidentifikasi, prosedur dan
e. Iritabilitas mengungkapkan apa yang
f. Takut dan menunjukkan dirasakan
g. Nyeri perut tehnik untuk selama
h. Penurunan TD mengontol cemas prosedur
dan denyut 3. Vital sign dalam d. Temani pasien
nadi batas normal untuk
i. Diare, mual, 4. Postur tubuh, memberikan
ekspresi wajah, keamanan dan
kelelahan
bahasa tubuh mengurangi
j. Gangguan
dan tingkat takut
tidur aktivitas e. Berikan
k. Gemetar menunjukkan informasi
l. Anoreksia, berkurangnya faktual
mulut kering kecemasan mengenai
m. Peningkatan diagnosis,
TD, denyut tindakan
nadi, RR prognosis
n. Kesulitan f. Libatkan
bernafas keluarga
untuk
o. Bingung
mendampingi
p. Bloking dalam
klien
pembicaraan
g. Instruksikan
q. Sulit pada pasien
berkonsentrasi untuk
menggunakan
tehnik relaksasi
h. Dengarkan
dengan penuh
perhatian
i. Identifikasi
tingkat
kecemasan
j. Bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien
untuk
mengungkapka
n perasaan,
ketakutan,
persepsi
l. Kelola
pemberian
obat anti
cemas

h. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.


Tabel 2.9 Diagnosa Risiko kekurangan cairan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
8. Risiko kekurangan cairan NOC NIC
berhubungan dengan a. Fluid balance a. Fluid management
mual dan muntah. b. Hydration 1. Timbang
Batasan Karakteristik: c. Nutritional status : popok atau
a. Perubahan status food and fluid pembalut jika
mental intake memungkinka
b. Penurunan tekanan n
darah Kriteria hasil : 2. Pertahankan
c. Penurunan tekanan a. Mempertahankan catatan intake
nadi urine output sesuai atau output
d. Penurunan volume dengan usia dan yang akurat
nadi BB, BJ urine 3. Monitor status
e. Penurunan turgor kulit normal, HT normal hidrasi
f. Penurunan turgor b. Tekanan darah, (kelembaban,
lidah nadi, suhu tubuh membran
g. Penurunan haluaran dalam batas mukosa, nadi
urin normal adekuat,
h. Penurunan pengisian c. Tidak ada tanda- tekanan darah
vena tanda dehidrasi, ortostatik), jika
i. Membran mukosa elastisitas turgor diperlukan
kering kulit baik, 4. Monitor vital
j. Kulit kering membran mukosa sign
k. Peningkatan lembab, tidak ada 5. Monitor
hematokrit rasa haus yang masukan
berlebihan. makanan/caira
n dan hitung
intake kalori
harian
6. Kolaborasi
cairan IV
7. Monitor status
nutrisi
8. Berikan cairan
IV pada suhu
ruangan
9. Dorong
masukan oral
10. Berikan
penggantian
nasogastrik
sesuai output
b. Hypovolemia
Management
1. Monitor status
cairan
termasuk
intake dan
output cairan
2. Pelihara IV
line
3. Monitor
tingkat Hb dan
hematokrit
4. Monitor tanda
vital
5. Monitor
respon pasien
terhadap
penambahan
cairan
6. Monitor berat
badan

2.3.4 Implementasi keperawatan


` Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki
dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum
maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini
perawat melakukan fungsinya secara independen. Interdependen dan dependen.
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan (Tarwoto & Wartonah, 2011). Tehnik Pelaksanaan SOAP
1) S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
2) (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
3) A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
4) P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
2.4 Penerapan EBN (Evidance Based Nursing)
Keperawatan sebagai profesi adalah unik karena keperawatan ditujukan
ke berbagai respon individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang
dihadapinya. perawat memiliki berbagai peran seperti pemberi perawatan,
sebagai perawat primer pengambil keputusan klinik, advokat, peneliti dan
pendidik, dan perawat seringkali harus melakukan peran lebih dari satu dalam
suatu waktu yang bersamaan (Potter dan Perry, 2006).
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien
mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. proses
penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun
keterampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang
penting bagi pemberi asuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan
kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi,
spiritual, dan sosial. pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan
keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan
menggunakan energi dan waktu yang minimal (Potter dan Perry, 2006).
Penerapan EBN (Evidance Based Nursing) pada pasien post Apendiktomi
berdasarkan penelitian oleh Penulis Neila Sulung, Sarah Dian Rani (2017), denga
judul : “Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien
Post Appendiktomi “ Metode Penelitian ini menggunakan Quasy Eksperimental
bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari
adanya perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut. Rancangan penelitian
eksperimen ini adalah Desaigns dengan metode rancangan One Group Pre-test
Post-test. Rancangan ini tidak mengggunakan kelompok pembanding (kontrol),
tetapi dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji
berubahan- perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen. Tujuan penelitian
ini bertujuan untuk meneliti pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap
intensitas nyeri pada pasien post appendiktomi. Populasi dan sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien post appendiktomi di RSUD Achmad
Mochtar Bukittinggi 2017. Populasi sebanyak 15 orang dengan jumlah sampek
diambil 10 orang yang diambil secara purposive sampling dengan memperhatikan
kriteria inklusi dan eksklusi sampel. Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini
adalah : Pasien berusia antara 15 tahun sampai 50 tahun, Bersedia menjadi
responden dengan menandatangani informed consent. Pasien post appendiktomi
hari ke-1, Pasien mendapatkan analgetik yang sama. Pasien dengan
skala nyeri ringan, sedang dan berat, dapat diajak berkomunikasi
Prosedur penelitian ini mempunyai teknik pengumpulan data dengan
pasien postoperasi apendiktomy yang di ukur dengan cara mengobservasi
intensistas nyeri pasien menggunakan lembaran pengukuran nyeri yang alatnya
menggunakan numeric skala rasa nyeri yaitu skala 1- 3: nyeri ringan,
skala 4-6 : nyeri sedang,.dan skala 7-10: nyeri berat. Teknik pengumpulan data
pada penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu :
1) Sebelum dilakukan relaksasi genggam jari (Pretest)
a) Peneliti sebelumnya menetapkan pasien post appendiktomi berdasarkan
kriteria dengan diagnosa appendiksitis dan direncanakan untuk
dilakukan tindakan appendiktomi
b) Sebelum peneliti mendapatkan siapa yang akan menjadi responden,
peneliti meminta daftar nama pasien post appendiktomi di Ruangan
bedah RSUD Dr. Achmad mochtar
c) Peneliti menemui langsung responden dengan post appendiktomi
keruang rawat bedah.
d) Peneliti memperkenalkan diri dan menjalin hubungan saling
percaya dengan responden yang menjadi responden yang telah
ditentukan penelitian.
e) Peneliti menjelaskan secara singkat tentang penelitian.
f) Peneliti meminta persetujuan kepada pasien untuk kesediaannya
menjadi responden untuk mendatangani lembar persetujuan menjadi
responden yang telah peneliti siapkan.
g) Pasien yang telah ditetapkan dijadikan kelompok eksperimen setelah
menyetujui lembar persetujuan (informed concent) yang telah diajukan
peneliti.
h) Penelitian melakukan tes awal (pretest) dengan memberikan
pertanyaan memilih skala nyeri yang dirasakan dan memilih skala
nyeri menggunakan lembaran checklist yang telah ditetapkan
mewakili sensasi nyeri yang dirasakan serta hasil tersebut dicatat dalam
lembaran hasil pengukuran.
2) Saat dilakukan relaksasi genggam jari (Intervensi)
a) Posisikan pasien dengan berbaring lurus ditempat tidur,
minta pasien untuk mengatur nafas dan merileksasikan otot.
b) Peneliti duduk berada disamping pasien, relaksasi dimulai dengan
menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam hingga
nadi pasien terasa berdenyut.
c) Pasien diminta unuk mengatur nafas dengan hitungan mundur
d) Genggam ibu jari selama kurang lebih 3-5 menit dengan napas secara
teratur dan kemudian seterusnya satu persatu beralih kejari
selanjutnya dengan rentang waktu yang sama.
e) Setelah dilakukan relaksasi genggam jari (Posttest)
f) Setelah kurang lebih 15-25 menit, alihkan tindakan untuk
tangan yang lain.
g) Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi genggam
jari 3 kali dalam sehari.
h) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan responden melakukan
tehnik relaksasi genggam jari.
i) Tes akhir dilakukan sama dengan melakukan tes awal dengan
memberikan pertanyaan tentang nyeri yang dirasakan dan memilih
skala nyeri menggunakan lembaran checklist yang telah ditetapkan
mewakili sensasi nyeri yang dirasakan serta hasil tersebut dicatat
dalam lembaran hasil pengukuran.
j) Catat dan dokumentasikan hasil observasi yang telah dilakukan
k) Ucapkan terima kasih atas kesediaan responden untuk berpartisipasi
l) Lakukan pengolahan data pada data yang telah terkumpul untuk
dijadikan laporan penelitian.
Hasil Rata – Rata intensitas nyeri pada pasien post appendiktomi di
ruangan bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 sebelum
diberikan Intervensi Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah 4,80 dengan
standar deviasi 0,689. Nilai minimal 4 dan nilai maksimal 6.Rata – Rata intensitas
nyeri pada pasien post appendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2017 sesudah diberikan Intervensi Teknik Relaksasi
Genggam Jari adalah 3,87 dengan standar deviasi 0,652. Nilai minimal 3 dan
nilai maksimal 5. Ada pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap
intensitas nyeri pada pasien - pasien post appendiktomi di ruangan bedah RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 dengan nilai p=0,000.
Kesimpulan Teknik relaksasi genggam jari memberikan suatu tindakan
untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Menggenggam jari sambil menarik nafas
dalam dapat mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi,
karena genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya
energy pada meridian yang terletak pada meridian yang terletak pada jari tangan
kita. Sehinggan intensitas nyeri akan berubah atau mengalami modlasi akibat
stimulasi relaksasi genggam jari yang lebih dahulu dan lebih banyak
mencapai otak. Genggam jari dapat dilakukan sendiri dan sangat
membantu dapat dilakukan sendiri dan sangat membantu dalam kehidupan sehari-
hari untuk merilekskan ketegangan fisik. Jadi, ada pengaruh teknik relaksasi
genggam jari terhadap intensitas nyeri terhadap pada pasien post appendiktomi di
ruangan bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.
37

2.5 Konsep Mapping Appendisitis

Pengertian : adalah peradangan akibat Sekresi mukus berlebihan Peradangan pada jaringan
APENDISITIS
infeksi pada usus buntu atau umbai cacing pada Lumen
(apendiks). (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Apendiks Tegang Dx : Hipertermi


Etiologi : Apendisitis akut merupakan
infeksi bakteri, fekalit, benda asing,
askaris, hiperplasia jarigan limfoid, dan
Spasme Dinding Apendiks
tumor apendik
Dx: Hypertermi
NOC: Thermoregulation NIC: Tempratur Regu
Manisfestasi Klinis : Nyeri dikuadran Pristaltik Usus Fever Treetment
kanan bawah disertai dengan demam ringan,
dan terkadang muntah kehilangan nafsu
Distensi Abdomen Mual Muntah Peradangan Ke Peritonium
makan kerap dijumpai konstipasi dapat
terjadi. Pada titik Mc Burney terasa nyeri
tekan local Anoreksi
Dx : Ketidak seimbangan Nyeri Kanan Bawah
nutrisi kebutuhan
kurang dari Kerusakan Kontrol Suhu Terhadap Imflamasi
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan
Laboratorium, pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan foto polos abdomen Dx: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
NOC:Nutritional status
NIC:Nutrition management
Klasifikasi :
Apendisitis akut, Apendisitis kronik
Komplikasi :
Abses, dan Perporasi, Peritonitas

Penatalaksanaan Apendisitis
Pre Operasi Intra operasi Post Operasi

Ansietas Insisi pembedahan Luka bekas operasi

Nyeri Akut

Dx : Ansietas Perdarahan
NOC : Gastrointestinal Jaringan kulit terbuka
fungsion NIC : Bowel
Mangement Ketidak seimbangan
Volume Cairan Dx: Nyeri Akut NOC: Pain level
Kerusakan Integritas Jaringan Pain Control Comfort level
NIC: Paint Mangement

Dx : Ketidakseimbangan
Volume cairan
NOC : Fluid balance Dx: Kerusakan Integritas Jaringan NOC: Tissue Integrity :
NIC : Fluid Mangement Skin and muccous membranes NIC: Pressure Management

Dx: Hambatan Mobilitas Fisik NOC: Activity Tolerancy


NIC: Self Care Assistence

52
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama Pasien : Nn. Y
Umur : 24 Tahun
Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Guru
Alamat : Desa Panji Mulia 1, Dsn Suka Maju
Tanggal Masuk RS : 10 agustb 2021
Jam Masuk : 20:00 WIB
Tanggal Operasi : 14 agustus 2021
Tanggal Pengkajian : 15 agustus 2021
No. RM 006192
Ruangan / Kamar : Ruang Rawat Inap Bedah / Kamar Kepies 7
Diagnosa Masuk : Apendisitis Akut
3.1.2 Penanggung Jawab Pasien
Nama : Ny. J
Hubungan Dengan Pasien : Ibu Kandung
Pekejaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Panji Mulia 1, Dsn Suka Maju
3.1.3 Keluhan Utama
Pasien mengeluh pada saat masuk rumah sakit dengan badan lemas, mual,
tidak nafsu makan, perut terasa perih dan terasa nyeri. Dan setelah pasca
dilakukan operasi pasien mengeluh nyeri, nyeri terasa seperti teriris-iris pada
bagian bekas luka operasinya di perut kanan bawah, timbul saat melakukan
pergerakan/ perpidahan tempat dengan skala nyeri 6 dan secara terus-menerus.
3.1.4 Riwayat Penyakit Sekarang
Setelah dilakukan pengkajian teradap pasien, pasien mengatakan nyeri
pada luka di bagian perut kanan pada bagian bawa payudara sebelah kiri dan
kanan, tetapi lebih dominan sebelah kanan. Nyeri timbul tidak menentu (tiba-
tiba), nyeri berlangsung selama ± 1 menit, seperti di tusuk-tusuk, nyeri menyebar
keseluruhan bagian dada, skala nyeri 6. Jika nyeri itu timbul hal-hal yang
memperbaiki keadaan pasien melakukan pada mengatur posisi duduk (orthopedic)
dan meminum obat.
Sebelum di rawat di Rumah Sakit pasien mengatakan nyeri pada perut
bagian kanan bawah. Hal ini dialami pasien sejak satu bulan yang lalu, nyeri
memberat sejak 3-4 hari, nyeri menjalar ke ulu hati dan kaki kanan terasa kebas,
nyeri hilang timbul serta memberat saat pasien melakukan aktivitas. Skala nyeri 6
secara terus menerus dan pasien meringis kesakitan. Oleh Keluarga, pada tanggal
10 Maret 2019 pasien di bawa ke RSUD Munyang Kute Kabupaten Bener Meriah
untuk diperiksa. Setelah di rawat di RSUD Munyang Kute Kabupaten Bener
Meriah pasien melakukan pemeriksaan USG dengan hasil (+) menderita
apendisitis akut pada tanggal 11 agustus 2011 setelah itu pada tangal 14 agustus
2021 dilakuan apendiktomi pada jam 20:00 WIB. Setelah post operasi pasien
dipindahan ke ruangan Tawar Sedenge Instalasi Rawat Inap Bedah pada kamar
Kepies 7.
3.1.5 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit serius yang
mengharuskannya untuk dirawat inap di Rumah Sakit. Selama ini klien hanya
menderita penyakit seperti demam, batuk, flu dan pasien hanya mengonsumsi obat
yang dibeli di warung dan apotik.

3.1.6 Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Orang Tua
Orang tua pasien mengatakan bahwa tidak ada penyakit seperti diabetes
melitus, jantung, dan hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan, klien
mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat
pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik
b. Saudara Kandung :

54
Orang tua pasien mengatakan bahwa tidak ada penyakit akut maupun
kronis seperti diabetes melitus, jantung, dan hipertensi yang pernah
diderita saudara nya
c. Penyakit Keturunan yang ada
Pasien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada penyakit
keturunan dan penyakit menular lainnya.

d. Genogram :

Keterangan :
: Laki – Laki

: Perempuan
: Klien

: Meninggal
: Serumah
: Cerai
3.1.7 Riwayat Psiksosial
Pasien dalam keseharian menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa,
pasien mengetahui akan penyakitnya dan pasien menerima keadaan dirinya
setelah pasien melakukan operasi, gambaran diri klien menerima dengan keadaan
sakitnya saat ini, ideal diri klien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah agar
bisa melakukan aktivitasnya kembali, harga diri klien tidak merasa rendah diri
dengan penyakitnya, peran diri klien seorang pengajar, sedangkan identitas diri
klien berjenis kelamin perempuan dengan usia 24 tahun sedangka keadaan
emosional pasien saat pengkajian cukup baik dan tenang , perhatian terhadap
orang lain dan lawan bicara pasien sangat kooperatif dan menanggapi lawan
bicara. Pasien memiliki hubungan dengan keluarga saudara, masyarakat dan
dilingkungan sekitar dengan baik.
3.1.8 Observasi dan Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum

Keadaan umum pasien pada saat pengkajian terbaring lemah post operasi
apendiktomi dengan tingkat kesadaran : Compos Mentis
b. Tanda tanda vital
Suhu Tubuh : 36,7 °C Nadi : 72 x/menit
TD : 120/80 mmHg RR : 24 x/menit
TB : 160 Cm BB : 50 Kg
c. Pemerksaan Kepala dan Leher
1) Kepala dan Wajah\
Bentuk kepala normal mesocnepal, rambut hitam kulit kepala bersih ,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada ketombe, rambut panjang,
penyebaran rambut merata, struktur wajah nomal, dan warna kulit
kuning langsat.
2) Mata
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan mata normal,
konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterik, pupil isokor, konea dan
iris normal , tiak memakai kaca mata.
3) Hidung
Hidung bersih, bentuk hidung normal, posisi septum normal dan tidak
ada pernapasan cuping hidung
4) Telinga
Bentuk dan ukuran telingan normal, serumen cukup dan pasien tidak
menggunakana alat bantu pendengaran dan pungsi pendengaran positif.
5) Mulut dan faring
Mukosa bibir kering, tidak terdapat stomatis, tidak terdapat caries pada
gigi, keadaan lidah normal dan bersih tanpa adanya tonsillitis.
6) Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid dan kelenjar limfe, tidak
terdapat bendungan pada vena jugularis dan denyut nadi karotis teraba.
7) Pemeriksaan Integumen
Kulit bersih, akral hangat, warna kulit kuning lansat, turgor kulit baik
tidak ada kelainan pada kulit.
8) Pemeriksaan Thoraks/Dada
Bentuk dada normal, pernapasan 24 x/menit, pengembangan dada
kanan sama dengan dada kiri, datar tidak ada bekas luka, tidak ada
nyeri tekan, suara perkusi sonor, suara nafas vesikuler, pada jantung
ictus cordia tidak tampak, ictus cordis teraba di SIC V, bunyi jantung I-
II terdengar.
9) Pemeriksaan Abdomen
Pada abdomen terdapat luka operasi di perut kanan bawah sepanjang
kurang lebih 5 cm dan heacting dengan jumlah 9, keadaan balutan rapi
dan bersih, tidak terdapat pengeluaran darah, bising usus 7 x/menit,
suara tympani, terdapat nyeri tekan di sebelah kanan bawah.
10) Pemeriksaan Kelamin
Rambut pubis normal, lubang uretra normal, tidak ada kelainan pada
anus seperti hemoroid.
11) Pemeriksaan Muskoloskeletal
Capilary < 2 detik, tangan kanan dapat di gerakan secara bebas, tangan
kiri hanya terbatas karena terpasang infus RL 20 tetes/menit, tidak
terdapat kemerahan, bengkak dan nyeri tekan. Untuk kedua kaki masih
bisa digerakan bebas tetapi masih lemas dan tidak ada oedema.
12) Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran GCS : 15 dengan E:4, V:5, V:6. Tidak ada tanda
meningitis, kondisi emosi normal dan stabil, pasien mengetahui waktu
dan tempat di rawat sekarang, motivasi pasien sangat kuat untuk
sembuh dan untuk komunikasi pasien menggunakan bahasa Indonesia.
3.1.9 Pola Kebiasaan sehari-hari
Tabel 3.1 Pola Kebiasaan Sehari-hari
No Pola Sebelum Sakit Sesudah Sakit
1. Tidur dan Kebiasaan Pasien tidur kurang lebih Pasien mengatakan
8 jam (21:00 – 05:00) banyak tidur karena
pasien beranggapan
dengan tidur nyeri tidak
terasa
2. Makan dan Minum Pasien mengatakan Nafsu makan pasien
makan 3 kali sehari menurun karena terasa
dengan 1 porsi habis mual dan muntah makan
dengan menu nasi, lauk, 3 kali sehari dengan
tempe dan tahu dan porsi makan Rumah
pasien jarang dan tidak Sakit dan pasien hanya
suka mengonsumsi menghabiskan ½ porsi
sayuran. Minum air makan minum kurang
putih 6-8 gelas perhari lebih 1-2 gelas perhari
3. Eliminasi Pasien mengatakan BAB Pasien mengatakan
1-2 kali perhari dengan setelah masuk Rumah
konsistensi lunak, warna Sakit hanya 1 kali BAB,
kuning, bau khas, BAK dan BAK 3 kali dengan
4-5 kali sehari bau khas warna kuning pekat
dan warna kuning jernih
4. Kebersihan Diri Pasien mandi 2 kali Pasien mandi dengan
sehari menggosok gigi bantuan keluarga dan
dan mencuci rambut 2 perawat dengan dilap
kali sehari saja. Menggosok gigi 3
hari sekali dan mencuci
rambut 2 kali sehari
5. Kegiatan dan Aktivitas Pasien dapat melakukan Aktivitasnya banyak
aktivitasnya sendiri berkurang. Dan hanya
tanpa bantuan orang lain bisa duduk di tempat
tidur dan jika ingin
berjalan dibantu dari
keluarga
3.1.10 Penatalaksanaa Medis dan Terapi
a. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Medis
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
REFERENSI
Glukosa Ad Random 67 mg/dL <200
Glukosa Puasa mg/dL 70-155
Glukosa 2 Jam PP mg/dL <140
HEMOTASIS
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
REFERENSI
Waktu Pembekuan 4 Menit 1-3/Duke
2-6/lvy
Waktu pendarahan 1 Menit 1-3/lvy
(Sumber : Hasil Laboratorium Patologi Klinik Pada RSUD Munyang
Kute Kab. Bener Meriah, Pada Tanggal 14/03/2019)
2. Pemeriksaan USG abdomen ginjal buli-buli, Appendik
Hasil Pemerisaan :
1) Liver, Ukuran, permukaan, dan echo parenkim homogen, tip tidak
tumpul, tidak tampak SOL, bile duck dan vasclar intrahepatik dalam
batas normal.
2) GB, Pancreas dan spleen echo normal
3) Kidney dextra ukuran normal, echocortex medulla normal, tak tampak
dilatasi pelvocalyceal system tak tampak batu maupun massa.
4) Kidney sinistra ukuran normal echocortex medulla normal, tak tampak
dilatasi pelvocalyceal system tak tampak batu maupun massa.
5) VU, permukaan licin, dinding tak tampak menebal, tak tampak echo
batu maupun massa.
6) Mc.Burney tampak tanda-tanda peradangan dengan penebalan dinding
(target sign).
Kesan : Appendicitis Acut

(Sumber : Hasil Instalasi Radiologi Pada RSUD Munyang Kute Kab.


Bener Meriah, Pada Tanggal 11/03/2019)
3. Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Darah

Positive
Morph.
WBC 10,51 [10^3/µl] 4,0-11,0
RBC 4,89 [10^6/µl] 4,0-5,40
HGB 13,9 [g/dL] 12-16
HCT 40,6 - [%] 36,0-48,0
MCV 83,0 [fL] 80,0-97,0
MCH 28,4 [pg] 27,0-33,0
MCHC 34,2 [g/dL] 31,5-35,0
PLT 304 [10^3/µl] 150-400
RDW-SD 40,4 [fL] 35-47
RDW-CV 13,0 [%] 10,0-15,0
PDW 8,4 - [fL] 10,0-18,0
MPV 8,4 - [fL] 6,5-11,0
P-LCR 13,0 [%] 15,0-25,0
PCT 0,25 [%] 0,2-0,5

Differenial
NEUT 5,21 * [10^3/µl] 5,0-7,0 NEUT% 64,8* % 50-70
LYMPH 0,70 * [10^3/µl] 1,0-4,0 LYMPH% 38,9* % 20,0-70,0
MONO 0,43 * [10^3/µl] 0,10-0,80 MONO% 4,5* % 2,0-8,0
EO 0,014 [10^3/µl] 0,00-0,50 EO% 1,5 % 0,0-0,5
BASO 0,03 [10^3/µl] 0,00-0,10 BASO% 0,3 % 0,0-0,5
IG 0,01 * [10^3/µl] 0,1* %
WBC IP Message : Blasts/Abn Lympho, Atypical Lympho
(Sumber : Hasil Laboratorium Patologi Klinik Pada RSUD Munyang Kute
Kab. Bener Meriah, Pada Tanggal 14/03/2019 15:30 WIB)

b. Penatalaksanaan Terapi Pengobatan


3.3 Tabel Penatalaksaan Terapi Pengobatan

No Nama Obat Dosis Fungsi


1. IVFD RL 20 gtt/i Memenuhi kebutuhan cairan
pasien
2. Ceftriaxone 200 mg/12 jam Mengobati dan mencegah infeksi
yang disebabkan oleh bakteri
3. Ranitidin 25 mg/12 Jam Untuk mengatasi mual dan
muntah
4. Keterolac 30 mg/8 jam Untuk mengatasi nyeri sedang
berat untuk sementara
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Analisa Data
Tabel 3.4 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. Data Subjektif : Tindakan Nyeri Akut


1) Klien mengatakan Pembedahan
nyeri pada daerah
operasi
2) Klien mengatakan Terputusnya
nyeri pada perut Kontinuitas
kanan bawah Jaringan
a) P : klien mengatkan
nyeri pada perut bekas
post operasi. Pelepasa mediator
b) Q : klien mengatakan kimia
nyeri yang dirasakan
sperti tertusuk-tusuk
c) R : klien mengatakan Merangsang
nyeri yang di rasakan hipotalamus
di perut bagian bawah
d) S : 6
e) T : Hilang timbul Stimulus Korteks
saat tejadinya Serebri
pergerakan dan
perpindahan tempat
oleh pasien. Rasa nyeri
DataOjektif : dipersepsikan
a. KU : Compos Mentis
b. Ekspresi wajah
Tanpak meringis
c. Nyeri tekan (+)
Abdomen kuadran
inguinal kanan bawah
d. Tanda – Tanda Vital
: TD : 120/80 mmHg
HR : 72 x/menit
T : 36,7°C
RR : 24 x/menit
2. Data Subjektif Pembedahan Keruskan
a. Pasien mengatakan Apendiktomi integritas
adanya luka pada jaringan
perut sebelah kanan Prosedur Pembedahan
bekas operasi
b. Pasien mengatakan
gatal pada luka Luka insisi
bekas operasi
Data Objektif
a. Terapat luka bekas Kerusakan jaringan
operasi dibagian
perut sebelah kanan
bawah, sepanjang Ujung syaraf putus
kurang lebih 5 cm
dan 9 heacting.
b. Keadaan rapi dan Rusaknya integritas
bersih serta luka jaringan
tampak belum kering
dan tidak ada
kemerahan, tidak ada
pembengkakan,
tidak ada edema dan
tidak ada pus
c. Tanda – Tanda Vital
:
TD : 120/80 mmHg
HR : 72 x/menit
T : 36,7°C
RR : 24 x/menit
3. Data Subjektif Pembedahan Hambatan
a. Pasien mengatakan Apendiktomi Mobilitas Fisik
sakit saat melakukan
pergerakan Aktivasi resepto nyeri
b. Pasien mengatakan
takutuntuk Nyeri kelemahan fisik
membolak-balik
posisi Hambatan mobilitas
Data Objekif

a. Pasien tampak
lemas
b. Pasien terbaring
ditempat tidur
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Integritas Jaringan
c. Hambatan Mobilitas Fisik
3.2.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 3.4 Intervensi Keperawatan


NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri Akut NOC: NIC
Batasan karakteristik: d. Pain level c. Pain management
l. Perubahan selera makan e. Pain Control 14. Lakukan pengkajian nyeri secara
m. Perubhana tekanan darah f. Comfort level komperehensif termasuk lokasi,
n. Perubahan frekuensi jantung Kriteria Hasil: karakteristtik, durasi, frekuensi, kualitas
o. Perubahan frekuensi pernapasan e. Mampu mengontrol nyeri (tahu dan faktor presipitasi
p. Diaforesis penyebab nyeri, mampu 15. Gunakan komunikasi terapeutik untuk
q. Perilaku distraksi menggunakan tekhnik mengetahui pengalaman nyeri pasien,
r. Mengekspresikan perilaku nonfarmakologis, mencari 16. Observasi reaksi nonverbal dari
(merengek, menagis) bantuan), ketidaknyamanan
s. sikap tubuh melindungi f. Melaporkan nyeri berkurang 17. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
t. Gangguan tidur dengan menggunakan nyeri
u. Melaporkan nyeri secara verbal manajemen nyeri, 18. Evaluasi respon nyeri masa lampau
v. Perubahan posisi g. Mampu mengenali nyeri (skala, 19. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
intensitas, frekuensi dan tanda), dan menemukan dukungan
h. Menyatakan rasa nyaman 20. Kontrol lingkungan yang dapat
setelah nyer berkurang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan,
21. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
22. Ajarkan tekhnik non farmakologis
(relaksasi genggam jari)
23. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
24. Tingkatkan istirahat
25. Evaluasi keefektifan control nyeri
26. Monitor penerimaan pasien tentang
mmanajemen nyeri.
d. Analgesik Admistration
9. Tentukan karakteristik, lokasi kualitas dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
10. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
11. Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika pemberian

65
lebih dari satu
12. Tentukan pilihan anlgesik tergantung tipe
dan berat nyerinya
13. Tentukan anlgesik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal,
14. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik pertama kali
15. Berikan analgesic tepat waktu terutama
ketika nyeri.
16. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan
gejala.
2. Kerusakan integritas jaringan NOC NIC
Batasan Karakteristik: c. Tissue integrity: skin and a. Pressure ulcer prevention wound care
c. Kerusakan jaringan (Misal: kornea, muccous 13. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian
membrane mukosa, integument, dan d. Wound healing: Primary and longgar
subkutan) secondary intention. 14. Jaga kulit agar tetap kering dan bersih
d. Kerusakan jaringan Kriteria Hasil: 15. Mobilisasi pasien setap 2 jam sekali
f. Perfusi jaringan normal 16. leskan lotion atau minyak/baby oil pada
g. Tidak ada tanda-tanda infeksi daerah yang tertekan
h. Ketebalan dan tekstur jaringan 17. Monitor kulit adanya kemerahan atau
normal tidak
i. Menunjukan pemahaman dalam 18. Monitor status nutrisi pasien
proses perbaikan kulit dan 19. Observasi luka
mencegah terjadinya cedere 20. Ajarkan keluarga tentang luka dan
j. Menunjukan proses perawatan luka
penyembuhan luka 21. Cegah kontaminasi feses dan urin
22. Lakukan tekhik perawatan luka dengan
prinsip steril
23. Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
24. Hindari kerutan pada tempat tidur
Mandikan pasien dengan air hangat.
NOC : NIC :
3. Gangguan mobilitas fisik Exercise therapy : ambulation
Joint Movement : Active
11. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
Berhubungan dengan :
Mobility Level dan lihat
u. Gangguan metabolisme sel
12. respon pasien saat latihan
v. Keterlembatan perkembangan Self care : ADLs 13. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
w. Pengobatan
rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
x. Kurang support lingkungan Transfer
y. Keterbatasan ketahan kardiovaskuler Kriteria hasil: 14. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
z. Kehilangan integritas struktur tulang e. Klien meningkat dalam berjalan dan cegah terhadap cedera
aa. Terapi pembatasan gerak aktivitas fisik 15. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
bb.Kurang pengetahuan tentang f. Mengerti tujuan dari tentang teknik ambulasi
kegunaan pergerakan fisik peningkatan mobilitas 16. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
cc. Indeks massa tubuh diatas 75 tahun g. Memverbalisasikan perasaan 17. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
percentil sesuai dengan usia dalam meningkatkan kekuatan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
dd.Kerusakan persepsi sensori dan kemampuan berpindah 18. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
ee. Tidak nyaman, nyeri h. Memperagakan penggunaan alat dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
ff. Kerusakan musculoskeletal dan Bantu untuk mobilisasi (walker) 19. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
neuromuskuler 20. Ajarkan pasien bagaimana merubah
gg.Intoleransi aktivitas/penurunan posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
hh.kekuatan dan stamina
ii. Depresi mood atau cemas
jj. Kerusakan kognitif
kk.Penurunan kekuatan otot, kontrol dan
atau masa
ll. Keengganan untuk memulai gerak
mm. Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
nn.Malnutrisi selektif atau umum
3.2.4 Implementasi dan Evaluasi

Tabel 3.5 Implementasi dan Evaluasi


Diagnosa Evaluasi
Jam Implementasi Jam Paraf
Keperawatan SOAP
Jumat, 15 Agustus 2021
Jam : 14 : 15 sampai dengan 20:00 WIB
Nyeri akut 14.15 1. Mengkaji nyeri, catat lokasi, 16.00 Subjektif:
karakteristik dan beratnya Klien mengatakan nyeri skala 6
Hasil: (sedang) seperti ditusuk- tusuk pada
P : klien mengatkan nyeri pada perut bagian perut saat bergerak
bekas post operasi. P : klien mengatkan nyeri pada
Q : klien mengatakan nyeri yang perut bekas post operasi.
dirasakan sperti tertusuk-tusuk Q : klien mengatakan nyeri yang
R : klien mengatakan nyeri yang di dirasakan sperti tertusuk-tusuk
rasakan di perut bagian bawah R : klien mengatakan nyeri yang
S : 6 (Sedang) di rasakan di perut bagian bawah
T : Hilang timbul saat tejadinya S : 6 (Sedang)
pergerakan dan perpindahan tempat T : Hilang timbul saat tejadinya
oleh pasien. pergerakan dan perpindahan
2. Mempertahankan istirahat dengan tempat oleh pasien.
14.20 posisi semi fowler Objektif:
Hasil : klien mengatakan agak Klien terlihat meringis menahan
nyaman posisi setengah duduk, klien nyeri
tampak tenang Asesment:
3. Mendorong ambulansi dini Masalah nyeri akut belum teratasi
Hasil: klien mengatakan agak kaku Planning:
14.30
dan takut bergerak, klien tampak
Kaji ulang nyeri, pertahankan
berhati-hati bergerak
istirahat dengan posisi semi
4. Mengajarkan tekhnik relaksasi non
fowler, dorong ambulansi dini,
14.40 farmakologis untuk mengurangi
ajarka tekhnik relaksasi non
nyeri
farmakologis untuk mengurangi
Hasil : Mengajarkan tekkhnik
nyeri denga tekhnik relaksasi
relaksasi genggam jari
genggam jari dan kolaborasi
5. Melakukan kolaborasi Memberikan
dengan dokter untuk
analgesic sesuai indikasi
15.00 memberikan anti nyeri
Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
Kerusakan integritas 14.40 1. Menganjurkan pasien untuk Subjektif
jaringan memakai pakaian longgar dan untuk Pasien mengatakan gatal pada luka
menjaga kulit agar tetap kering dan bekas operasi
bersih Objektif
Hasil : klien tampak menggunakan Terapat luka bekas operasi dibagian
baju longgar perut sebelah kanan bawah,
2. Mobilisasi pasien setap 2 jam sekali sepanjang kurang lebih 5 cm dan 9
3. Memonitor kulit adanya kemerahan heacting.
atau tidak dan mengobservasi luka Keadaan rapi dan bersih serta luka
16.00 Hasil : Tidak ada tanda kemerahan, tampak belum kering dan tidak ada
luka kering dan pembalut terlihat kemerahan, tidak ada pembengkakan,
bersih tidak ada edema dan tidak ada pus
4. Mengajarkan keluarga dan pasien Tanda – Tanda Vital :
perawatan luka TD : 120/80 mmHg
HR : 72 x/menit
5. Berkolaborasi pemberian anibiotik
T : 36,7°C
:Inj Ceftriaxone 1gr/12jam RR : 24 x/menit
Asesment:
Masalah Kerusakan integritas kulit
teratasi sebagian
Planning:
Intervensi dilanjutkan
Hamabatan Moblitas i. Mengkaji respon pasien terhadap Subjektif
Fisik aktivitas Pasien mengatakan takut untuk
Hasil : pasien mengatakan takt bergerak karena ada bekas luka
untuk bergerak karena ada bekas operasi
operasi Objektif
i. Menganjurkan pasien untuk Terdapat luka bekas operasi, pasien
istirahat dan meminta bantuan tampak lemah dan hanya terbarih di
keluarga bila ingin bergerak tempat tidur
Hasil : istirahat dengan perlahan, Asesment:
selalu meminta bantuan keluarga Masalah belum teratasi
bila bergerak/bangun Planning:
i. Memeberikan dorongan untuk Intervensi dilanjutkan
melakukan aktivitas perawatan diri
Hasil : pasien menyisir rambur dan
merapikan pakaian sendiri
v. Mengajarkan pasien dan keluarga
untuk melakukan mobilisasi dini
untuk miring kanan dan kiri
Hasil : pasien dan keluarga
melakukan mobilisasi dini miring
kanan dan kiri
Sabtu, 16 agustus 2021
Jam 14.15 sampai dengan 20.00 WIB
Nyeri akut 14.22 1. Mengkaji nyeri, catat lokasi, 16.30 Subjektif:
karakteristik dan beratnya Klien mengatakan nyeri skala 4
Hasil: (sedang) seperti teriris pada bagian
P: klien mengatakan nyeri pada perut saat bergerak
perut bekas post operasi. P: klien mengatkan nyeri pada
Q:klien mengatakan nyeri yang perut bekas post operasi.
dirasakan sperti teriris Q:klien mengatakan nyeri yang
R:klien mengatakan nyeri yang di dirasakan sperti teriris
rasakan di perut bagian bawah R:klien mengatakan nyeri yang
S : 4 (Sedang) di rasakan di perut bagian
T :hilang timbul saat tejadinya bawah
pergerakan dan perpindahan S : 4 (Sedang)
tempat oleh pasien. T :Hilang timbul saat tejadinya
2. Mempertahankan istirahat pergerakan dan perpindahan
dengan posisi semi fowler tempat oleh pasien.
Hasil: klien mengatakan agak Objektif:
nyaman posisi setengah duduk, Klien terlihat rileks
14.53
klien tampak tenang Asesment:
3. Mendorong ambulansi dini Masalah nyeri akut sebagian
Hasil: klien mengatakan agak kaku teratasi
dan takut bergerak, klien tampak Planning:
berhati-hati bergerak
Kaji ulang nyeri, pertahankan
15.15 4. Mengajarkan tekhnik relaksasi non
istirahat dengan posisi semi fowler,
farmakologis untuk mengurangi
dorong ambulansi dini, ajarkan
nyeri
tekhnik relaksasi non farmakologis
15.30 Hasil : Mengajarkan tekhnik
untuk mengurangi nyeri denga
relaksasi genggam jari
tekhnik relaksasi genggam jari dan
6. Memberikan analgesic sesuai
kolaborasi dengan dokter untuk
indikasi
16.00 memberikan analgesic sesuai
Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
indikasi
Kerusakan integritas 14.40 1. Menganjurkan pasien untuk 16.30 Subjektif
jaringan memakai pakaian longgar dan untuk Pasien mengatakan sudah tidak
menjaga kulit agar tetap kering dan merasakn gatal pada luka bekas
bersih operasi
Hasil : klien tampak menggunakan Objektif
baju longgar Terdapat luka bekas operasi bersih
2. Mobilisasi pasien setap 2 jam sekali serta luka tampak sudah mengering
3. Memonitor kulit adanya kemerahan dan tidak ada kemerahan, tidak ada
16.00 atau tidak dan mengobservasi luka pembengkakan, tidak ada edema dan
Hasil : Tidak ada tanda kemerahan, tidak ada pus
luka kering dan pembalut terlihat Tanda – Tanda Vital :
bersih TD : 120/90 mmHg
HR : 80 x/menit
4. Ajarkan keluarga tentang luka dan
T : 36,5°C
perawatan luka RR : 24 x/menit
5. Berkolaborasi pemberian anibiotik Asesment:
:Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam Masalah Kerusakan integritas kulit
teratasi sebagian
Planning:
Intervensi dilanjutkan
Hamabatan Moblitas 1. Mengkaji respon pasien terhadap Subjektif
Fisik aktivitas Pasien mengatakan takut untuk
Hasil : pasien mengatakan takut bergerak karena ada bekas luka
untuk bergerak karena ada bekas operasi
operasi Objektif
2. Menganjurkan pasien untuk Terdapat luka bekas operasi, pasien
istirahat dan meminta bantuan tampak lemah dan hanya terbarih di
keluarga bila ingin bergerak tempat tidur dan pasien sudah dapat
Hasil : istirahat dengan perlahan, mobilisasi miring kanan dan kiri.
selalu meminta bantuan keluarga Asesment:
bila bergerak/bangun Masalah belum teratasi
3. Memeberikan dorongan untuk Planning:
melakukan aktivitas perawatan diri Intervensi dilanjutkan
Hasil : pasien menyisir rambur dan
merapikan pakaian sendiri
4. Mengajarkan pasien dan keluarga
untuk melakukan mobilisasi dini
untuk miring kanan dan kiri
Hasil : pasien dan keluarga
melakukan mobilisasi dini miring
kanan dan kiri
Senin, 18 Agustus
Jam : 07.30 sampai dengan 14.15 WIB
Nyeri akut 08.00 1. Mengkaji nyeri, catat lokasi, 14.00 Subjektif:
karakteristik dan beratnya  klien mengatakan nyeri skala 2
Hasil: (ringan) pada bagian perut saat
P: klien mengatakan nyeri pada bergerak tapi kadang tidak nyeri
perut bekas post operasi sudah Objektif:
berkurang.  klien terlihat rileks, klien
Q:klien mengatakan nyeri yang tampak duduk di tempat tidur
dirasakan sperti teriris sudah P: klien mengatakan nyeri pada
tidak terasa perut bekas post operasi sudah
R:klien mengatakan nyeri yang di berkurang.
rasakan di perut bagian bawah Q:klien mengatakan nyeri yang
sudah mulai berkurang dirasakan sperti teriris sudah
S : 2 (Sedang) tidak terasa
T :nyeri kadang masih terasai R:klien mengatakan nyeri yang
hilang timbul saat tejadinya di rasakan di perut bagian
pergerakan dan perpindahan bawah sudah mulai berkurang
tempat oleh pasien. S : 2 (Sedang)
2. Mempertahankan istirahat dengan T :nyeri kadang masih terasai
posisi semi fowler hilang timbul saat tejadinya
09.00 Hasil : klien mengatakan agak pergerakan dan perpindahan
nyaman posisi setengah duduk, tempat oleh pasien.
klien tampak tenang Asesment:
3. Mendorong ambulansi dini  Masalah nyeri akut belum teratasi
Hasil: klien mengatakan agak kaku Planning:
10.00 dan takut bergerak, klien tampak  Pertahankan istirahat posisi
berhati-hati bergerak nyaman, dorong lakukan
5. Mengajarkan tekhnik relaksasi non ambulasi sesuai kemampuan,
farmakologis untuk mengurangi kolaborasi dengan dokter untuk
11.00 nyeri memberikan analgesic sesuai
Hasil : Mengajarkan tekhnik indikasi
relaksasi genggam jari
6. Memberikan analgesic sesuai
indikasi
12.00 Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
Kerusakan integritas 09.00 1. Menganjurkan pasien untuk 16.30 Subjektif
jaringan memakai pakaian longgar dan untuk Pasien mengatakan sudah tidak
menjaga kulit agar tetap kering dan merasakn gatal pada luka bekas
bersih operasi
Hasil : klien tampak menggunakan Objektif
baju longgar Terdapat luka bekas operasi bersih
2. Mobilisasi pasien setap 2 jam sekali serta luka tampak sudah mengering
3. Memonitor kulit adanya kemerahan dan jaringan mulai mengering tidak
10.00 atau tidak dan mengobservasi luka ada kemerahan, tidak ada
Hasil : Tidak ada tanda kemerahan, pembengkakan, tidak ada edema dan
luka kering dan pembalut terlihat tidak ada pus
bersih Tanda – Tanda Vital :
4. Memberi edukasi kepada keluarga TD : 120/90 mmHg
HR : 80 x/menit
dan pasien perawatan luka di rumah
T : 36,5°C
11.00 RR : 24 x/menit
Asesment:
Masalah Kerusakan integritas kulit
teratasi sebagian
Planning:
Intervensi dilanjutkan
Hamabatan Moblitas 1. Mengkaji respon pasien terhadap Subjektif
Fisik aktivitas Pasien mengatakan takut untuk
Hasil : pasien mengatakan takut bergerak karena ada bekas luka
untuk bergerak karena ada bekas operasi, pasien tampak sudah dapat
operasi melakukan mobilisasi dini.
2. Menganjurkan pasien untuk Objektif
istirahat dan meminta bantuan Terdapat luka bekas operasi, pasien
keluarga bila ingin bergerak tampak lemah dan hanya terbarih di
Hasil : istirahat dengan perlahan, tempat tidur dan pasien sudah dapat
selalu meminta bantuan keluarga mobilisasi miring kanan dan kiri.
bila bergerak/bangun Asesment:
3. Memeberikan dorongan untuk Masalah belum teratasi
melakukan aktivitas perawatan diri Planning:
Hasil : pasien menyisir rambur dan Intervensi dilanjutkan
merapikan pakaian sendiri
4. Mengajarkan pasien dan keluarga
untuk melakukan mobilisasi dini
untuk miring kanan dan kiri
Hasil : pasien dan keluarga
melakukan mobilisasi dini miring
kanan dan kiri
3.3 Konsep Mapping Apendiktomi

Apendisitis Klasifikasi
Etiologi Apendisitis Akut
Hiperplasi folikel limpoid, benda asing, Peradangan pada apendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith, gliferplasi jaringan limfoid
Apendisitis Kronik
erosi mukosa apendiks dan tumor
apendiks
Penatalaksanaan Pembedahan Komplikasi
Penanggulangan konservatif (terapi (Apendiktomi) Abses
antibiotik), operasi (apendiktomi) dan Perforasi
pencegahan tersier peritonitis
Luka Insisi
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium, Radiologi,
Pelepasan mediator Terputusnya kontiuitas jaringan Ujung Saraf Putus Aktivasi reseptor nyeri
Pemeriksaan foto polos abdomen,
USG Kimia

Manifestasi Klinis
Merangsang Hipotalamus Kerusakan jaringan
1. Adanya nyeri pada Lemah Sulit Beraktivitas
kuadran bawah terasa dan
umumnya disertai demam Stimulus Korteks Serebri
ringan, mual, muntah dan
hilang nafsu makan. Kerusakan Integritas Jaringan Hambatan Mobilitas Fisik
Dipersepsikan Nyeri
2. Adanya nyeri tekan lokal
pada titikMcBurney
3. Adanya Nyeri bekas post Nyeri Akut
operasi Dx : Kerusakan Integritas Dx : Hambatan Mobilitas
Jaringan NOC : Tissue Integrity : Fisik NOC : Joint Movement :
Skin and muccous Active
Dx : Nyeri Akut membranes NIC : Pressure Mobility Level
NOC : Pain level Management Self care : ADLs and
Pain Control Transfer NIC : Exercise therapy :
Comfort level 82
NIC : Paint Mangement
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Bab ini berisi tentang asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Data yang dapatkan pada kasus ini berasal dari pasien, keluarga
pasien, catatan keperawatan dan tim keperawatan.
4.1.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Agustus tus dengan metode
alloanamnesa dan autoanamnesa. Data yang diperoleh dari pengkajian ini
adalah nama klien Nn. Y umur 24 tahun, jenis kelamin perempuan, agama
Islam Suku Jawa, pendidikan Sarjana, alamat Desa Panji Mulia 1 Dusun Suka
Maju, klien masuk Rumah Sakit pada tanggal 10 agustus 2021, dengan
Nomor Rekam Medik 006192 dengan diagnosa medis post appendictomy.
Penanggung jawab terhadap klien adalah Ny. J, hubungan dengan pasien
adalah Anak, pekerjaan ibu rumah tangga dengan alamat di Desa Panji Mulia
1 Dusun Suka Maju.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : setelah operasi hari ke -1 klien mengatakan
nyerikarena pasca operasi, nyeri seperti di iris-iris dan timbul saat
pergerakan/perpindahan tempat, nyeri dibagian perut kanan bawah, skala 6
dan secara terus menerus.
Riwayat kesehatan sekarang bahwa sebelum di rawat di Rumah Sakit
pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah. Hal ini dialami
pasien sejak satu bulan yang lalu, nyeri memberat sejak 3-4 hari, nyeri
menjalar ke ulu hati dan kaki kanan terasa kebas, nyeri hilang timbul serta
memberat saat pasien melakukan aktivitas. Skala nyeri 6 secara terus menerus

83
dan pasien meringis kesakitan. Oleh Keluarga, pada tanggal 10 agustus 202-
pasien di bawa ke RSUD Munyang Kute Kabupaten Bener Meriah untuk
diperiksa. Setelah di rawat di RSUD Munyang Kute Kabupaten Bener Meriah
pasien melakukan pemeriksaan USG dengan hasil (+) menderita apendisitis
akut pada tanggal 11 agustus setelah itu pada tangal 14 Agustus dilakuan
apendiktomi pada jam 20:00 WIB. Setelah post operasi pasien dipindahan ke
ruangan Tawar Sedenge Instalasi Rawat Inap Bedah pada kamar Kepies 7.
Pada hari pertama klien mengatakan gatal pada luka operasi.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu pasien mengatakan tidak pernah
menderita penyakit serius yang mengharuskannya untuk dirawat inap di
Rumah Sakit. Selama ini klien hanya menderita penyakit seperti demam,
batuk, flu dan pasien hanya mengonsumsi obat yang dibeli di warung dan
apotik denga riwayat kesehatan keluarga yaitu orang tua pasien mengatakan
bahwa tidak ada penyakit seperti diabetes melitus, jantung, dan hipertensi.
Riwayat kesehatan lingkungan, klien mengatakan lingkungan rumahnya
bersih, terdapat ventilasi, ada tempat pembuangan sampah, jauh dari sungai
atau pabrik. Orang tua pasien mengatakan bahwa tidak ada penyakit akut
maupun kronis seperti diabetes melitus, jantung, dan hipertensi yang pernah
diderita saudara nya, pasien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak
ada penyakit keturunan dan penyakit menular lainnya.
Pada pengkajian fungsional didapatkan pola persepsi dan manajemen
kesehatan sebelum sakit : klien mengatakan bahwa ksehatan tu mahal
biayanya sehingga harus menjaga kesehatan, selama sakit : klien mengatakan
bahwa kondisi sakit merupakan suatu yang tidak menyenangkan dan pasien
berharap agar cepat sembuh dari penyakitnya. pola nutrisi sebelum sakit :
Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan 1 porsi habis dengan menu
nasi, lauk, tempe dan tahu dan pasien jarang dan tidak suka mengonsumsi
sayuran. Minum air putih 6-8 gelas perhari, sesudah sakit : Nafsu makan
pasien menurun karena terasa mual dan muntah makan 3 kali sehari dengan
porsi makan Rumah Sakit dan pasien hanya menghabiskan ½ porsi makan
minum kurang lebih 1-2 gelas perhari. Pola eliminasi sebelum sakit : Pasien
mengatakan BAB 1-2 kali perhari dengan konsistensi lunak, warna kuning,
bau khas, BAK 4-5 kali sehari bau khas dan warna kuning jernih, sesudah
sakit : Pasien mengatakan setelah masuk Rumah Sakit hanya 1 kali BAB, dan
BAK 3 kali dengan warna kuning pekat.
Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit : Pasien dapat melakukan
aktivitasnya sendiri tanpa bantuan orang lain dimana pasien beraktivitas rutin
sebagai guru di salah satu sekolah yang berada di Kabupaten Bener Meriah,
sesudah sakit : Aktivitasnya banyak berkurang. Dan hanya bisa duduk di
tempat tidur dan jika ingin berjalan dibantu dari keluarga.
Pola istirahat tidur sebelum sakit : pasien tidur kurang lebih 8 jam
(21:00 – 05:00), setelah sakit: Pasien mengatakan banyak tidur karena pasien
beranggapan dengan tidur nyeri tidak terasa. Pola persepsi dan konsep diri
pada pasien mengetahui akan penyakitnya dan pasien menerima keadaan
dirinya setelah pasien melakukan operasi, gambaran diri klien menerima
dengan keadaan sakitnya saat ini, ideal diri klien ingin segera sembuh dan
pulang ke rumah agar bisa melakukan aktivitasnya kembali, harga diri klien
tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya, peran diri klien seorang
pengajar, sedangkan identitas diri klien berjenis kelamin perempuan dengan
usia 24 tahun sedangka keadaan emosional pasien saat pengkajian cukup baik
dan tenang.
Pola pesan dan hubungan perhatian terhadap orang lain dan lawan
bicara pasien sangat kooperatif dan menanggapi lawan bicara. Pasien
memiliki hubungan dengan keluarga saudara, masyarakat dan dilingkungan
sekitar dengan baik. Pada pemeriksaan fisik pada Ny. Y didapatkan keadaan
umum pasien pada saat pengkajian terbaring lemah post operasi apendiktomi
dengan tingkat kesadaran : Compos Mentis. Tanda tanda vital Suhu Tubuh :
36,7 °C, Nadi : 72 x/menit, tekanan darah : 120/80 mmHg, pernapasan 24
x/menit, tinggi badan : 160 Cm dan berat badan klien: 50 Kg. Pada
pemeriksaan fisik : kepala dan wajah : bentuk kepala normal mesocnepal,
rambut hitam kulit kepala bersih , tidak ada nyeri tekan, tidak ada ketombe,
rambut panjang, penyebaran rambut merata, struktur wajah nomal, dan warna
kulit kuning langsat. Mata : posisi mata simetris, kelopak mata normal,
pergerakan mata normal, konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterik, pupil
isokor, konea dan iris normal , tiak memakai kaca mata. Hidung : hidung
bersih, bentuk hidung normal, posisi septum normal dan tidak ada pernapasan
cuping hidung. Telinga: bentuk dan ukuran telingan normal, serumen cukup
dan pasien tidak menggunakana alat bantu pendengaran dan pungsi
pendengaran positif. Mulut dan faring: mukosa bibir kering, tidak terdapat
stomatis, tidak terdapat caries pada gigi, keadaan lidah normal dan bersih
tanpa adanya tonsillitis. Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid dan
kelenjar limfe, tidak terdapat bendungan pada vena jugularis dan denyut nadi
karotis teraba. Pemeriksaan Integumen : Kulit bersih, akral hangat, warna
kulit kuning lansat, turgor kulit baik tidak ada kelainan pada kulit.
Pemeriksaan thoraks/dada : bentuk dada normal, pernapasan 24 x/menit,
pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri, datar tidak ada bekas luka,
tidak ada nyeri tekan, suara perkusi sonor, suara nafas vesikuler, pada jantung
ictus cordia tidak tampak, ictus cordis teraba di SIC V, bunyi jantung I-II
terdengar. Pemeriksaan abdomen : pada abdomen terdapat luka operasi di
perut kanan bawah sepanjang kurang lebih 5 cm dan heacting dengan jumlah
9, keadaan balutan rapi dan bersih, tidak terdapat pengeluaran darah, bising
usus 7 x/menit, suara tympani, terdapat nyeri tekan di sebelah kanan bawah.
Pemeriksaan kelamin : rambut pubis normal, lubang uretra normal, tidak ada
kelainan pada anus seperti hemoroid. Pemeriksaan muskoloskeletal : capilary
< 2 detik, tangan kanan dapat di gerakan secara bebas, tangan kiri hanya
terbatas karena terpasang infus RL 20 tetes/menit, tidak terdapat kemerahan,
bengkak dan nyeri tekan. Untuk kedua kaki masih bisa digerakan bebas tetapi
masih lemas dan tidak ada oedema.
Pemeriksaan neurologi : tingkat kesadaran GCS : 15 dengan E:4, V:5, V:6.
Tidak ada tanda meningitis, kondisi emosi normal dan stabil, pasien
mengetahui waktu dan tempat di rawat sekarang, motivasi pasien sangat kuat
untuk sembuh dan untuk komunikasi pasien menggunakan bahasa Indonesia.

Pemeriksaan penunjang pemeriksaan USG abdomen ginjal buli-buli,


appendik pada tanggal 11 agustusa2021 ustus dengan hasil Pemerisaan :
Mc.Burney tampak tanda-tanda peradangan dengan penebalan dinding (target
sign). Kesan : Appendicitis Acut. Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik pada
tanggal 14 Maret 2019 dengan hasil : WBC: 10,51 10^3/µl, HGB : 13,9
10^3/µl, NEUT : 5,21 10^3/µl, NEUT% : 64,8%, dan LYMPH :0,70
10^3/µl,
LYMPH% : 38,9%. Terapi obat: injeksi ceftriaxone 1g/12jam, ranitidine
50mg/12jam, dan ketorolac 30mg/8jam.
Pengkajian pada tanggal 15 agustusa 2021 ustus didapatkan data-data
fokus yang dibedakan mejadi data subjektif dan data objektif. Untuk data
subjektif didapatkan bahwa klien mengatakan nyeri pada daerah operasi, klien
mengatakan nyeri pada perut kanan bawah , klien mengatakan nyeri yang
dirasakan sperti tertusuk-tusuk , klien mengatakan nyeri yang di rasakan di
perut bagian bawah dengan skala nyeri 6 (enam), dan nyeri hilang timbul saat
tejadinya pergerakan dan perpindahan tempat oleh pasien dan pasien
mengatakan gatal pada luka bekas operasi. Data objektif yang didapakan
yaitu, keadaan umum pasien yaitu compos mentis, ekspresi wajah tampak
meringis,terdapat nyeri tekan (+) Abdomen kuadran inguinal kanan bawah,
tanda – tanda vital pasien : TD : 120/80 mmHg, HR : 72 x/menit, T : 36,7°C
dan RR : 24 x/menit, selain itu terapat luka bekas operasi dibagian perut
sebelah kanan bawah, sepanjang kurang lebih 5 cm dan 9 heacting, dengan
keadaan rapi dan bersih serta luka tampak belum kering dan tidak ada
kemerahan, tidak ada pembengkakan, tidak ada edema dan tidak ada pus.
4.1.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang telah penulis lakukan terhadap Ny.Y maka
ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Nyeri akut
b. Kerusakan integritas jaringan
c. Hambatan mobilisasi
4.1.3 Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat insisi
pembedahan. Tujuan yang diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam nyeri berkurang dengan keriteria hasil, ekspresi
klien tampak rileks, skala nyeri berkurang menjadi 2, tanda-tanda vital normal
dalam rentang : TD : 120/90 mmHg, HR : 80 x/menit, T : 36,5°C RR : 24
x/menit. Rencana keperawatan yang sesuai kaji nyeri, catat lokasi dan
karakteristik nyeri, ajarkan teknik relaksasi genggam jari, pertahankan
istirahat dengan posisi semifowler, beri penkes tentang nyeri dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik.
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka insisi pembedahan.
Tujuan yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam integritas kulit kembali utuh dengan kriteria hasil integritas kulit
membaik, tidak ada tanda-tanda infeksi, monitor jumlah leokosit, instruksikan
untuk selalu cuci tangan, observasi keadaan luka setiap hari, anjurkan pasien
menjaga area luka agar tetap bersih dan kering, lakukan perawatan luka, beri
penkes tentang perawatan luka, dan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotik.
c. Hambatan mobilisasi dini. Tujuan yang diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam yaitu klien dapat meningkat dalam aktivitas
fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah dan
memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker).
4.1.4 Implementasi
a. Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat insisi pembedahan, mengkaji nyeri, catat
lokasi, karakteristik dan beratnya, mempertahankan istirahat dengan posisi
semi fowler, mendorong ambulansi dini, mengajarkan tekhnik relaksasi non
farmakologis mengajarkan tekkhnik relaksasi genggam jari, melakukan
kolaborasi Memberikan analgesic sesuai indikasi.
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka insisi pembedahan,
menganjurkan pasien untuk memakai pakaian longgar dan untuk menjaga
kulit agar tetap kering dan bersih, mobilisasi pasien setap 2 jam sekali,
memonitor kulit adanya kemerahan atau tidak dan mengobservasi luka dan
memberi edukasi kepada keluarga dan pasien perawatan luka di rumah.
c. Hambatan mobilitas fisik, Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas,
menganjurkan pasien untuk istirahat dan meminta bantuan keluarga bila ingin
bergerak, memeberikan dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
dan mengajarkan pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi dini untuk
miring kanan dan kiri
4.1.5 Evaluasi
a. Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat insisi pembedahan, subjektif: klien mengatakan
nyeri skala 2 (ringan) pada bagian perut saat bergerak tapi kadang tidak
nyeri. objektif: klien terlihat rileks, klien tampak duduk di tempat
tidur, asesment: Masalah nyeri akut teratasi, planning: Pertahankan istirahat
posisi nyaman, dorong lakukan ambulasi sesuai kemampuan, kolaborasi
dengan dokter untuk memberikan analgesic sesuai indikasi
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka insisi pembedahan,
subjektif : pasien mengatakan sudah tidak merasakn gatal pada luka bekas
operasi, objektif : terdapat luka bekas operasi bersih serta luka tampak sudah
mengering dan jaringan mulai mengering tidak ada kemerahan, tidak ada
pembengkakan, tidak ada edema dan tidak ada pus, Tanda – Tanda Vital :
mTD : 120/90 mmHg HR : 80 x/menit , T : 36,5°C, RR : 24 x/menit,
asesment: masalah Kerusakan integritas kulit teratasi sebagian, planning:
intervensi dilanjutkan.
c. Hambatan mobilitas fisik, Subjektif : Pasien mengatakan takut untuk bergerak
karena ada bekas luka operasi, pasien tampak sudah dapat melakukan
mobilisasi dini. Objektif : Terdapat luka bekas operasi, pasien tampak lemah
dan hanya terbarih di tempat tidur dan pasien sudah dapat mobilisasi miring
kanan dan kiri. Asesment: Masalah belum teratasi, Planning: Intervensi
dilanjutkan
4.2 Pembahasan
a. Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat insisi pembedahan.
Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat insisi pembedahan, menurut NANDA (2015) nyeri akut
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (Intenational Association for the study of pain). Diagnosa ini
ditegakan karena ditemukan data subjektif pasien dengan hasil pengkajian berupa
pasien mengatakan nyeri pasca operasi, nyeri seperti teriris-iris saat melakukan
pergerakan/perpindahan tempat, nyeri dibagian perut kanan bawah, skala 6 dan secara
terus-menerus.
Data objektif yang didapatkan pasien tampak menahan nyeri karena nyeri ini
biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi. Nyeri akut akan berhenti dengan
sendirinya dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan
pulih pada area yang terjadi kerusakan. Data objektif lainnya juga terdapat luka pasca
operasi di perut kanan bawah karena letak apendiks dibagian perut kanan bawah.
Terdapat nyeri tekan pada perut kanan bawah karena stimulasi yan diterima oleh
reseptor di transmisikan berupa impuls nyeri dari serabut saraf perifer ke medulla
spinalis dan menuju batang otak dan thalamus melalui jalur spinotalamikus yang
membawa informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke thalamus dan sinyal
diteruskan ke korteks sensoriksomatik (tempat nyeri dipersepsikan) sehingga individu
mulai menyadari adanya rasa nyeri.
Diagnosa keperawaan ini muncul pada Ny.Y karena ditemukan data pasien
mengatakan nyeri pada perut kanan bawah tepatnya pada luka post operasi,nyeri
betambah ketika pasien bergerak/berpindah tempat dan yan dirasakan seperti di iris-
iris degan skala nyeri 6 dengan terus-menerus. Nyeri yang dirasakan pada Ny. Y
disebabkan putusnya kontuinitas jaringan akibat insisi pembedahan, didapat skala
nyeri 6 yang termasuk nyeri sedang (Potter dan Perry, 2006).
Diagnosa keperawatan ini muncul sebagai perioritas utama, karena menurut
Hierarki Maslow kebutuhan aman nyaman menempati urutan kedua. Masalah nyeri
apabila tidak segera di tangani akan menimbulan rasa tidak nyaman yang
berkepanjangan, sehingga mengganggu istirahat dan akan mengakibatkan syok
neurologik (syok karena nyeri yang berlebihan). Tujuan yang diharapkan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri berkurang bahkan hilang.
Intervensi yang dilakuan untuk mengatasi masalah berikut adalah kaji nyeri,
catat lokasi dan karakteristik nyeri dengan rasionalisasi berguna dalam pengawasan
keefektipan obat dan kemajuan penyembuhan. Ajarkan teknik relaksasi genggam jari
dengan rasionalisasi berguna sebagai mengalihkan rasa nyeri sehingga pasien lebih
nyaman. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler dengan rasionalisasi
menghilangkan tekanan abdomen dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik dengan rasionalisasi untuk menghilangkan nyeri (Bararah dan Jauhar,
2013).
Tindakan Keperawatan yang diberikan kepada pasien Ny. Y untuk mengatasi
nyeri yaitu mengkaji dan mengobservasi nyeri, mencatat lokasi, karakteristik dan
beratnya, mempertahankan istirahat dengan posisi semi fowler, mendorong ambulansi
dini, mengajarkan tekhnik relaksasi non farmakologis mengajarkan teknik relaksasi
genggam jari merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal ini
perawat mengajarkan pasien untuk menggenggam jari sambil mengatur napas
(relaksasi) dilakukan selama kurang lebih 3-5 menit , melakukan kolaborasi
memberikan analgesic sesuai indikasi ketorolak 30 mg/12 jam untuk penghilag
rasa nyeri dan peyembuhan.
Kekuatan dari pelaksanaan tindakan yaitu adanya peran serta aktif dan
kooperatif dari pasien dan keluarga dalam tindakan mandiri dan kolaboratif, sehingga
tindakan dapat dilaksanakan dengan baik. Kelemahan dari pelaksanaan tindakan
keperawatan adalah pasien sangat takut dengan adanya lukanya bila pasien
melakukan pergerakan.
Evaluasi yang dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
masalah teratasi karena sudah sesuai program dengan data subjektif : klien
mengatakan nyeri sudah berkuang skala 2 (ringan) pada bagian perut saat bergerak
tapi kadang tidak nyeri. objektif: klien terlihat rileks, klien tampak duduk di
tempat tidur dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Data yang dapat sudah sesuai
dengan kriteria hasil maka intervensi dihentikan.
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka insisi pembedahan
Integritas jaringan keadan dimana ketika seseoang individu mengalami atau
beresiko mengalami jaringan epdermis dan dermis (Carpenito, 2009). Gangguan
integritas kulit terjadi karena kerusakan sel ß yang menyebabkan produksi insulin
berkurang dan mengakibatkan terjadinya peningktan glukosa disekresi mukus, gula
darah meningkat, darah menjadi pekat dan mengaibatkan kerusakan sistem vaskuler,
terjadi gangguan fungsi imun, penurunan aliran darah menjadikan gangguan
penyembuhan luka pada ulkus.

Diagnosa ini ditegakan karena ditemukan data subjektif pasien dengan hasil
pengkajian pasien mengatakan gatal pada luka insisi karena pada saat peroses operasi
dilakukan proses pemotongan saraf-saraf dan ketika mulai terhubung kembali maka
akan menimbulkan rasa gatal yang dialami didaerah luka bekas operasi. Data objektif
yang didapatkan luka bekas operasi dibagian perut sebelah kanan bawah, sepanjang
kurang lebih 5 cm dan 9 heacting. Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus
pada garis yang menghubungkan pada spina iliaka anterior superior dengan umbilicus
pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Tujuan yang diharapkan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam integritas jaringan kembali utuh,
dalam hal ini tidak beresiko mengalami perubahan kulit yang buruk.
Tindakan yang dilakukan yaitu memonitor tanda dan gejala infeksi seperti
nyeri (dolor) dimana Ny.Y mengatakan adanya nyeri pada bagian perut kanan bahwa
pasca operasi, adanya rasa panas (kalor) dibagian perut kanan bawah pasien
mengatakan tidak terdapat rasa panas hanya terasa gatal, merah (rubor) tidak terdapat
kemerahan karena balutan boleh dibuka, pembengkakan (tumor) pada luka di perut
kanan bawah tidak tampak terjadi pembengkakan yang terjadi. Pada reaksi tersebut
disebabkan trauma atau kerusakan jaringan yang menyebabkan darah mengalir lebih
banyak ke daerah yang mengalami cidera (Sjamsuhidajat. 2010). Menginstruksikan
untuk selalu cuci tangan dan membeikan perawatan luka apabila tidak dilakukan
tindakan tersebut dapat terjadi pembusukan dan pernanahan yang disebabkan mikroba
pada luka. Menganjurkan pasien untuk menjaga area insisi agar tetap besih dan
kering, melakukan perawatan luka untuk meningkatkan proses penyembuhan
jaringan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka itu sendiri.
Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik Ceftriaxone 1gr/12
jam.
Kekuatan dari pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu tesedianya alat steril
yang digunakan untuk perawatan luka. Kelemahannya adalah meskipun dirumah sakit
sudah disediakan alat sterilisator, namun rumah sakit tidak memungkinkan untuk
menyediakan satu set alat medikasi untuk satu orang pasien sehingga alat yang
digunakan untuk satu pasien digunakan lagi untuk pasien lain.
Evaluasi yang dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
masalah teratasi sebagian karena sudah sesuai program dengan data subjektif yaitu
pasien mengatakan sudah tidak merasakn gatal pada luka bekas operasi, data objektif
terdapat luka bekas operasi bersih serta luka tampak sudah mengering dan jaringan
mulai mengering tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan, tidak ada edema dan
tidak ada pus dengan tanda – tanda vital dalam batas normal. Data yang didapatkan
sudah sesuai dengan kriteria hasil masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian
dan intervensi di hentikan.
c. Hambatan mobilitas fisik
Mobilisasi dini bertujuan untuk mengurangi komplikasi pasca bedah, terutama
atelektasis dan pneumoniahipostasis, mempercepat terjadinya buang air besar dan
buang air kecil secara rasa nyeri pasca operasi (Sjamsuhidajat, 2010). Mobilisasi
yang dilakukan untuk meningkatkan ventilasi, mencegah stasis darah dengan
meningkatkan kecepatan sirkulasi pada ekstremitas dan kecepatan pemulihan pada
luka abdomen (Sjamsuhidajat, 2010). Untuk diagnosa ketiga ini sudah sesuai dengan
perencanaan. Sedangkan, mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik
secara mandiri dan terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih
(Sjamsuhidajat, 2010).
Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik menurut (Rahayuningsih,
2010) yaitu perilaku meliputi : kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan rentang
gerak sendi, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar.
Penulis mencantumkan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kendali otot dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data
subyektif pasien mengatakan sulit untuk bergerak, sulit untuk memposisikan miring
kanan, miring kiri, data obyektif pasien tampak lemas, sulit untuk bergerak, aktivitas
dan latian dibantu oleh keluraga. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot karena antara
teori dan data pengkajian yang ditemukan penulis telah sesuai, sehingga diagnosa
tersebut sudah tepat untuk diangkat diagnosa.
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalh-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis
keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu
menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien, menurut lebih
(Rahayuningsih, 2010)
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan
kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencan tindakan dapat
dilaksanakan dengan SMART, spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan
Timing lebih (Sjamsuhidajat, 2010).
Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan
yaitu pada diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik . Pada kasus Nn. Y
penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu
melakukan aktifitas dan latian secara mandiri dengan kriteria hasil pasien mampu
memenuhi kebutuhan secara mandiri, pasien mampi melakukan aktifitas dan latihan
secara mandiri (Rahayuningsih, 2010).
Intervensi yang dilakukan adalah kaji TTV dan derajat mobilisasi, bantu klien untuk
melakukan latihan gerak dimulai dari duduk, instruksikan klien tidur kembali jika
saat duduk terasa nyeri, anjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali, bantu pasien
melakukan mobilisasi dini ditempat tidur (Sjamsuhidajat, 2010).
Pelaksanaan implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencari
tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksana tindakan, serta menilai data yang baru. Hambatan mobilitas fisik Tindakan
keperawatan yang dilakukan yaitu mengajarkan mobilisasi dini ROM dan
miring kanan, miring kiri untuk mengembalikan fungsi-fungsi otot dan
meningkatkan kekuatan otot. Latihan rentang gerak merupakan gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu, sagital,
frontal, dan transversal (Potter dan Perry, 2006).
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit adalah kaji TTV dan derajat mobilisasi, bantu klien
untuk melakukan latihan gerak dimulai dari duduk, instruksikan klien tidur
kembali jika saat duduk terasa nyeri, anjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali,
bantu pasien melakukan mobilisasi dini ditempat tidur.
Kekuatan dari implementasi ini adalahklien kooperatif pada saat dilakukan
tindakan keperawatan sehingga tindakan dapat dilakukan dengan lancar.
Kelemahan dari implementasi ini adalah klian masih takuttakut apabila dilatih
mobilitas dan kadang mengeluh sakit sehingga dalam melakukan latihan harus pelan-
pelan. Solusi untuk mengatasi kelemahan implementasi adalah memotifasi klien
untuk berlatih mobilisasi.
Mobilisasi dini bertujuan untuk mengurangi komplikasi pasca bedah,
terutama atelektasis dan pneumoniahipostasis, mempercepat terjadinya buang air
besar dan buang air kecil secara rasa nyeri pasca operasi. Mobilisasi yang dilakukan
untuk meningkatkan ventilasi, mencegah stasis darah dengan meningkatkan
kecepatan sirkulasi pada ekstremitas dan kecepatan pemulihan pada luka abdomen
(Suzanne, 2005).Untuk diagnosa ketiga ini sudah sesuai dengan perencanaan.
Evaluasi yang di lakukan oleh penulis di sesuaikan dengan kondisi pasien
dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP
(subyective, obyective, analisa, planning). (Dermawan, 2010). didapatkan hasil
bahwa ada pengaruh pemberian mobilisasi dini untuk mempersingkat waktu
penyembuhan pasca operasi appendiktomi. Dari hasil evaluasi penulis terlihat kasus
Nn. Y setelah diberikan mobilisasi dini intesitas luka mulai perlahan kering
tidak ada kemerahan tidak ada pus, jahitan terlihat bagus.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada tahap pengkajian penulis mendapatkan kerja sama yang baik yaitu
dengan cara berkomunikasi langsung dengan pasien, keluarga dan perawat ruangan
demi memperoleh pengumpulan data yang menyeluruh dan akurat. Pada tahap ini
penulis menemukan adanya kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan data yang aa
di tinjauan kasus.
Pada tahap diagnosa keperawatan pada tinjauan teoritis penulis menemukan
delapan diagnosa dengan mengangkat tiga diagnosa pada tinjauan kasus dan pada
tinjauan kasus ada lima diagnosa yan tidak ditemukan pada tinjauan teoritis. Pada
tahap perencanaan semua intervensi yang telah direncanakan disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Pada tahap pelaksanaan semua implementasi disesuaikan dengan
intervensi yang dibutuhkan pasien dapat dilakukan oleh penulis. Pada tahap evaluasi
yang telah dilakukan selama tiga hari menunjukan respon yang cukup baik. Dari hasil
evaluasi dapat diketahui bahwa semua diagnosa keperawatan teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. & Hackley, J. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta EGC.

Bararah, T. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap menjadi Perawat


Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Departemen Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Sistem.


Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Inayah, Iin. 2011. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pencernaan.


Jakarta : Salemba Medika

Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011. Buku Ajar Patofisiologi, Jakarta :


EGC(kowalak, welsh, 2011)

Judha, Mohamad. 2012. Teori Pengukuran Nyeri. Yogyakarta : Nuha Medika

Lippicon dan Williams & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam
Penyakit. Jakarta: Jurnal Nursing

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media

NANDA (Nursing Diagnosis and Clasification). 2015-2017.USA: NANDA. Jakarta :


EGC

Nurarif, Huda dan Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC. Jakarta. MediAction.

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses dann
Praktik. Jakarta : EGC

Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses dann
Praktik edisi 4 vol 1. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R dan Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Wartonah, Tarwoto. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2,


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
lampiran 1
Jurnal Endurance 2(3) October 2017 (397-405)

TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI TERHADAP


INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST
APPENDIKTOMI

PENDAHULUAN
Angka kejadian appendicitis cukup
Appendisitis adalah peradangan dari tinggi di dunia. Berdasarkan Word Health
apendiks vermiformis dan merupakan Organisation (2010) yang dikutip oleh
penyebab abdomen akut yang paling sering Naulibasa (2011), angka mortalitas akibat
(Mansjoer 2000, p. 307). Appendicitis appendicitis adalah 21.000 jiwa, di mana
ditemukan pada semua umur, hanya pada populasi laki-laki lebih banyak
anak kurang dari satu tahun jarang dibandingkan perempuan. Angka mortalitas
dilaporkan. Insiden tertinggi pada appendicitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu laki dan sekitar 10.000 jiwa pada
menurun. Insiden laki-laki dan perempuan perempuan. di Amerika Serikat terdapat
umunya sebanding, kecuali pada umur 20-
70.000 kasus appendicitis setiap tahunnya.
30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi,
namun pada tiga-empat dasawarsa ini Sementara untuk Indonesia sendiri
menurun secara bermakna (Sjamsuhidayat appendicitis merupakan penyakit dengan
urutan keempat terbanyak pada tahun 2006.
2005, p. 640) Data yang diliris oleh Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah
penderita appendicitis di Indonesia
mencapai 591.819 orang dan meningkat Pasca pembedahan (pasca operasi)
pada tahun 2009 meningkat mencapai pasien merasakan nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman yang
596.132 orang(Eylin, 2009 : Andika, 2016). kurang menyenangkan akibat nyeri yang
Berdasarkan data Dinas Kesehatan tidak adekuat (Sutanto, 2004, Novarizki,
Sumatera Barat menyebutkan bahwa pada 2009). Bila pasien mengeluh nyeri maka
tahun 2014 jumlah kasus appendisitis hanya satu yang mereka inginkan yaitu
sebanyak 5.980 penderita, dan 177 mengurangi rasa nyeri. Hal itu wajar,
penderita diantaranya menyebabkan karena nyeri dapat menjadi pengalaman
kematian. Dari data di RSUD Achmad yang kurang menyenangkan akibat
Mochtar pada tahun 2014 angka kejadian pengelolaan nyeri yang tidak adekuat
appendiksitis sebanyak 493 pasien dengan (Zulaik, 2008). Teknik farmakologi adalah
rincian 221 pria dan 272 wanita, dan pada cara yang paling efektif untuk
tahun 2015 angka kejadian appendiksitis menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri
sebanyak 521 pasien dengan perincian 204 yang sangat hebat yang berlangsung selama
pria dan 317 wanita dan 2 tahun berturut- berjam-jam atau bahkan berhari-hari
turut ada 7 pasien yang meninggal dunia. (Smeltzer and Bare,
Appendiktomi adalah pembedahan 2002).
untuk mengangkat apendiks
pembedahandiindikasikan bila diagnosa Pemberian analgesic biasanya
apendiksitis telah ditegakkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi nyeri. Selain
dilakukan sesegera mungkin untuk itu, untuk mengurangi nyeri umumnya
menurunkan resiko perforasi. Pilihan dilakukan dengan memakai obat tidur.
appendiktomi dapat Cito (segera) untuk Namun pemakaian yang berlebihan
apendiksitis akut, abses, dan perforasi. membawa efek samping kecanduan, bila
Pilihan appendiktomi elektif untuk overdosis dapat membahayakan
appendicitis kronik (Suratun dkk pemakainya (Coates, 2001 : Pinandita

2010, p.99 ). 2012). Beberapa penelitian, telah


menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam
Hampir semua pembedahan menurunkan nyeri pascaoperasi.Ini
mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri yang mungkin karena relatif kecilnya peran otot-
paling lazim adalah nyeri insisi. Nyeri otot skeletal dalam nyeri pasca-
terjadi akibat luka, penarikan, manipulasi operatif atau kebutuhan pasien untuk
jaringan serta organ. Nyeri pasca operasi melakukan teknik relaksasi tersebut agar
hebat dirasakan pada pembedahan efektif. Periode relaksasi yang teraturdapat
intratoraks,intra-abdomen, dan pembedahan membantu untuk melawan keletihan dan
ortopedik mayor. Nyeri juga dapat terjadi ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri
akibat stimulasi ujung serabut saraf oleh kronis dan yang meningkatkan nyeri
zat-zat kimia yang dikeluarkan saat (Smeltzer and Bare 2001, p. 233).
pembedahan atau iskemia jaringan karena
terganggunya suplai darah. Suplai darah Relaksasi merupakan kebebasan mental
terganggu karena ada penekanan, spasme dan fisik dari ketegangan dan stress, karena
otot, atau edema. Trauma pada serabut kulit dapat mengubah persepsi kognitif dan
mengakibatkan nyeri yang tajam dan motivasi afektif pasien.Teknik relaksasi
terlokalisasi (Bradero dkk, 2008, P.103) membuat pasien dapat mengontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri,
stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Berdasarkan survei awal yang peneliti
Perry 2005, p.1528). lakukan di ruang rawat inap RSUD Achmad
Mochtar Bukittinggi terhadap 2 pasien
Menurut Chanif, Petpichetchian & dengan post appendiktomi , pasien tersebut
Chongchaeron, (2013) salah satu jenis mengeluh nyeri dengan skala nyeri berat
relaksasi yang digunakan dalam terkontrol (skala nyeri 7), dan perawat yang
menurunkan intensitas nyeri setelah operasi bertugas juga mengatakan bahwa ada pasien
adalah dengan relaksasi genggam jari yang yang menangis dengan nyeri tersebut.
mudah dilakukan oleh siapapun yang Menurut perawat yang bertugas di rawat
berhubungan dengan jari tangan dan aliran inap tersebut, umumnya pasien yang
energi di dalam tubuh kita. Teknik mengalami keluhan nyeri post op tersebut
genggam jari disebut juga finger hold mendapat obat penghilang nyeri seperti obat
(Liana 2008 ; Andika 2006) analgetik dan dari perawat yang
Menggenggam jari sambil mengatur diwawancarai tidak pernah melakukan
napas (relaksasi) dilakukan selama kurang teknik genggan jari untuk menurunkan
lebih 3-5 menit dapat mengurangi intensitas nyeri. Berdasarkan uraian diatas
ketegangan fisik dan emosi, karena peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
genggaman jari akan menghangatkan titik- tentang pengaruh teknik relaksasi genggam
titik keluar dan masuknya energi jari terhadap intensitas nyeri pada pasien
meridian (energy channel) yang terletak post appendiktomi.
pada jari tangan kita. Titik-titik refleksi METODE PENELITIAN
pada tangan akan memberikan rangsangan
secara refleks (spontan) pada saat Penelitian ini menggunakan Quasy
genggaman. Rangsangan tersebut akan Eksperimental bertujuan untuk mengetahui
mengalirkan gelombang listrik menuju otak gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai
yang akan diterima dan diproses dengan akibat dari adanya perlakuan tertentu atau
cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada eksperimen tersebut (Notoatmodjo 2010,
organ tubuh yang mengalami gangguan, p.50). Rancangan penelitian eksperimen ini
sehingga sumbatan di jalur energi menjadi adalah Desaigns dengan metode rancangan
lancar (Puwahang, 2011 ; Andika 2006). One Group Pre-test Post-test. Rancangan
ini tidak mengggunakan kelompok
Hal ini pernah dibuktikan oleh Iin pembanding (kontrol), tetapi dilakukan
Pinandita dkk (2012) yang menyatakan observasi pertama (pretest) yang
terdapat perbedaan penurunan skala nyeri memungkinkan menguji berubahan-
rata-rata sebesar 4,88 % pada perubahan yang terjadi setelah adanya
pasienkelompok eksperimen yang eksperimen (Notoatmodjo 2010, p.57).
mendapat perlakuan relaksasi genggam jari
selama 3- Penelitian dilakukan diruang rawat inap
bedah RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi
5 menit berturut-turut sebanyak 3 kali. adalah seluruh pasien post appendiktomi di
Berdasarkan penelitian Iin Pinandita dkk RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi 2017.
(2012) dalam penelitiannya tentang Populasi sebanyak 15 orang dengan jumlah
“Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap sampek diambil 10 orang yang diambil
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien secara purposive sampling dengan
Post Operasi Laparatomi” bahwa teknik memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi
relaksasi genggam jari dapat menurunkan sampel. Kriteria inklusi sampel pada
intensitas nyeri pada pasien post operasi. penelitian ini adalah : Pasien berusia antara
15 tahun sampai 50 tahun, Bersedia 2. perawat menemui langsung
menjadi responden dengan responden dengan post
menandatangani informed consent. Pasien appendiktomi keruang rawat bedah.
post appendiktomi hari ke-1, Pasien
mendapatkan analgetik yang sama. 3. Perawat memperkenalkan diri dan
Pasien dengan skala nyeri ringan, menjalin hubungan saling percaya
sedang dan berat, dapat diajak dengan responden yang menjadi
berkomunikasi responden yang telah ditentukan

Variabel dalam penelitian ini 4. Perawat menjelaskan secara


adalah variabel independent (bebas)/ singkat t
Intervensi yaitu relaksasi genggam jari 5. Perawat meminta persetujuan
adalah sebuah teknik relaksasi yang kepada pasien untuk kesediaannya
digunakan untuk meredakan atau untuk menjadi pasien
mengurangi intensitas nyeri pasca
pembedahan yang dilakukan pada pasien 6. Pasien yang telah ditetapkan
postoperasi apendiktomy di Ruang Bedah dijadikan kelompok eksperimen
setelah menyetujui lembar
RSUD Dr. Achmad Mochtar persetujuan (informed concent) yang
Bukittinggi.Variabel Dependen pada telah diajukan
penelitian ini adalah Intensitas nyeri pasien
7. Perawat melakukan tes awal
postoperasi apendiktomy yang di ukur (pretest) dengan memberikan
dengan cara mengobservasi intensistas pertanyaan memilih skala nyeri
nyeri pasien menggunakan lembaran
yang dirasakan dan memilih skala
pengukuran nyeri yang alatnya
nyeri menggunakan lembaran
menggunakan numeric skala rasa nyeri checklist yang telah ditetapkan
yaitu skala 1- 3 : nyeri ringan, skala 4-6 mewakili sensasi nyeri yang
dirasakan serta hasil tersebut dicatat
: nyeri sedang,.dan skala 7-10: nyeri berat dalam lembaran hasil pengukuran.
(Potter & Perry 2005).Teknik pengumpulan
Saat dilakukan relaksasi genggam
data pada penelitian ini dilakukan dalam 3
jari (Intervensi)
tahap yaitu :
1. Posisikan pasien dengan
Sebelum dilakukan relaksasi genggam berbaring lurus ditempat tidur,
jari (Pretest)
minta pasien untuk mengatur nafas
1. Perawat sebelumnya menetapkan dan merileksasikan otot.
pasien post appendiktomi 2. Perawat duduk berada disamping
berdasarkan kriteria dengan pasien, relaksasi dimulai dengan
diagnosa appendiksitis dan menggenggam ibu jari pasien
direncanakan untuk dilakukan dengan tekanan lembut, genggam
hingga nadi pasien terasa
tindakan appendiktomi berdenyut.
1. Sebelum perawat mendapatkan 3. Pasien diminta unuk mengatur nafas
siapa yang akan menjadi responden, dengan hitungan mundur
peneliti meminta daftar nama pasien
post appendiktomi di
Ruanganbedah RSUD Dr. Achmad
mochtar
4. Genggam ibu jari selama kurang langkah intervensi sehingga dapat
lebih 3-5 menit dengan napas secara mengurangi rasa nyeri pada pasien. Dengan
teratur dan kemudian seterusnya
teknik genggam jari.
satu persatu beralih ke jari
1. Intensitas nyeri sebelum
selanjutnya dengan rentang waktu yang
dilakukan teknik relaksasi
sama.
genggam jari
Setelah dilakukan relaksasi genggam
Tabel 1. Rata - rata intensitas nyeri
jari (Posttest)
sebelum dilakukan teknik relaksasi
1. Setelah kurang lebih 15-25 genggam jari pada pasien post
menit, alihkan tindakan untuk appendiktomi di Ruangan bedah RSUD
tangan yang lain. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017

2. Anjurkan pasien untuk


melakukan teknik relaksasi
VariabelMean SD Minimum
genggam jari 3 kali dalam sehari.
MaximumN
3. Berikan reinforcement positif atas
Pre test 4,80 0,689 4
keberhasilan responden melakukan
6 10
tehnik relaksasi genggam jari.
Berdasarkan tabel 5.1 diatas rata-
4. Tes akhir dilakukan sama dengan
rata intensitas nyeri sebelum
melakukan tes awal dengan
dilakukanintervensi genggam jari
memberikan pertanyaan tentang
terhadap pasien post appendiktomi adalah
nyeri yang dirasakan dan memilih
4,80 dengan standar deviasi 0,689,
skala nyeri menggunakan lembaran
intensitas nyeri minimal-maksimal adalah 4-
checklist yang telah ditetapkan
6. Kebanyakan pasien dengan post
mewakili sensasi nyeri yang
appendiktomi masih merasakan nyeri.
dirasakan serta hasil tersebut
Nyeri merupakan suatu mekanisme
dicatat dalam lembaran hasil
proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
pengukuran.
sedang rusak, dan menyebabkan individu
5. Catat dan dokumentasikan hasil tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa
observasi yang telah dilakukan nyeri (Andarmoyo 2013, p.16). Menurut
potter & perry usia merupakan variabel
6. Ucapkan terima kasih atas kesediaan penting yang mempengaruhi nyeri
responden untuk berpartisipasi khususnya pada anak dan orang
dewasa. Pada usia anak kesulitan untuk
7. Lakukan pengolahan data pada
memahami nyeri dan beranggapan perawat
data yang telah terkumpul untuk
dapat menyebabkan nyeri. Usia lebih muda
dijadikan laporan penelitian.
yang belum mempunyai kosakata yang
banyak, mempunyai kesulitan untuk
mendiskripsikan secara verbal dan
HASIL DAN PEMBAHASAN mengekspresikan nyeri kepada orang tua
atau perawat. Sementara orang dewasa
Pada penelitian ini penulis dapat mengekspresikan dan mengatakan
melakukan intervesi pada 10 responden secara langsung rasa nyeri yang
post appendiktomi dengan melakukan dirasakannya.
beberapa
dengan Usaha untuk mengurangi atau VariabelMean SD Minimum
menghilangkan rasa nyeri biasanya MaximumN
menggunakan pengobatan farmakologi dan
Post test 3,87 0,652 3
non-farmakologi. (Asmita Dahlan, 2017)
5 10
Menurut asumsi peneliti bahwa
nyeri yang dirasakan oleh pasien post
operasi appendiktomi berbeda-beda, hal ini Berdasarkan tabel 5.2 diatas rata-
terbukti darihasil penelitian terlihat bahwa rata intensitas nyeri sesudah dilakukan
nyeri paling berat ditemukan pada pasien intervensi genggam jari terhadap pasien
laki-laki dimana dari penelitian yang post appendiktomi adalah 3,87 dengan
peneliti dapat ada 2 orang pasien laki- standar deviasi 0,652 ,intensitas
laki yang mengalami nyeri berat yaitu nyeriminimal- maksimal adalah 3-5.
dengan skala nyeri 7 pada hari I post
Penelitian ini juga diperkuat oleh
appendiktomi sedangkan nyeri sedang
Yuliastuti C (2015) yang meneliti tentang
ditemukan paling banyak pada pasien
Pengaruh Relaksasi Genggam Jari Terhadap
perempuan dimana dari penelitian yang
Pengurangan Intensitas Nyeri Pada
peneliti dapat ada 4 orang pasien
Penderita Post Appendiktomi di Ruangan
perempuan yang mengalami nyeri sedang
Inap RSUD Sidoarjo didapatkan bahwa
yaitu dengan skala nyeri 5 dan 6.
pasien post appendiktomi yang mengalami
Sedangkan dari teori Andika (2016) faktor-
nyeri berat dan setelah menggenggam jari
faktor yang mempengaruhi nyeri pada
selama 30-50 menit, mayoritas pasien
pasien post appendiktomi disebabkan
appendiktomi mengalami nyeri sedang,
karena banyak faktor seperti perhatian
dimana didapatkan (ρ= 0,001).
responden terhadap nyeri dengan cara
responden tidur untuk mengurangi nyerinya Penelitian ini juga diperkuat oleh
dan dukungan dari keluarga seperti Andika & Mustafa (2016) yang meneliti
keluarga selalu menemani ketika pasien tentang Pengaruh Teknik Relaksasi
mengeluh nyeri dengan tidak meninggalkan Genggam Jari terhadap Penurunan
pasien diruangan sendiri. Sehingga dapat Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi
disimpulkan bahwa intensitas nyeri pada Apendiktomy didapatkan hasil bahwa
setiap pasien berbeda-beda sesuai dengan teknik relaksasi genggam jari membantu
jenis kelamin dan faktor-faktor yang mengurangi nyeri dan menghasilkan
mempengaruhi relaksasi dan melancarkan sirkulasi.

Penelitian ini diperkuat oleh


penelitian yang dilakukan oleh Karokaro
2. Rata-rata intensitas nyeri sesudah
M(2014) yang meneliti tentang
dilakukan teknik relaksasi genggam jari
pengaruh teknik relaksasi genggam jari
Tabel 5.2 Rata - rata intensitas nyeri terhadap penurunan intensitas nyeri pada
sesudah dilakukan teknik relaksasi pasien post operasi laparatomi di RSUD
genggam jari pada pasien post Deli Semarang Lubuk Pakam, didapatkan
appendiktomi di Ruangan bedah RSUD
Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017 bahwa adanya pengaruh teknik relaksasi
genggam jari terhadap terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien post operasi
laparatomi di RSUD Deli Semarang Lubuk
Pakam. Didapatkan rata-rata intensitas nyeri

6,25 sebelum perlakuan, kemudian


menurun menjadi 3,33 sesudah perlakuan.

Menurut asumsi peneliti, teknik


relaksasi genggam jari merupakan salah
satu pengobatan nonfarmakologi yang
dilakukan dengan message pada tangan,
yang sangat sederhana dan mudah
dilakukan oleh siapapun yang berhubungan
dengan jari tangan. Teknik relaksasi
genggam jari dapat dilakukan sendiri dan
sangat membantu dalam kehidupan sehari-
hari untuk merilekskan ketegangan fisik.
Namun pada penelitian ini masih
ditemukan bahwa intensitas nyeri tidak
berubah atau tetap sesudah diberikan teknik
relaksasi genggam jari, hal ini disebabkan
karena pasien saat dilakukan intervensi
tidak
merasa senang dengan kehadiran peneliti Menurut potter & perry (2005), terapi
sehingga mempengaruhi pasien saat itu. genggam jari dapat mengontrol diri ketika
terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress
fisik dan emosi pada nyeri. Relaksasi juga
dapat menurunkan kadar hormone stress
3. Pengaruh Teknik Relaksasi Gengam cortisol, menurunkan sumber-sumber
Jari Terhadap Intensitas Nyeri di depresi sehingga nyeri dapat terkontrol dan
Ruangan bedah RSUD Achmad fungsi tubuh semakin membaik.
Mochtar BukittinggiTahun 2017
Penelitian ini sejalan dengan
Tabel 5.3Pengaruh Teknik Relaksasi penelitian yang dilakukan oleh Karokaro M
Gengam Jari Terhadap Intensitas Nyeri (2014) berjudul pengaruh teknik relaksasi
di Ruangan bedah RSUD Achmad genggam jari terhadap penurunan intensitas
Mochtar BukittinggiTahun 2017 nyeri pada pasien post operasi laparatomi di

Intensita 4,80 0,689 4-6 0,000 10 R


Variabel
Nyeri Rata-rata SD Min-Maks S
Pvalue N U
Intensita 3,87 0,652 3-5 10 D

D
e
l
i

S
e
m
a
r
a
n
g

L
u
b
u
k

P
a
k
a
m

d
e
n
g
a
n

h
adalah 0,000 < a 0,05 berarti ada
asil perbedaan statistic dengan
yang signifikan antara
meng menggunakan uji
genggam
gunak jari
T atau paired
an adalah sebesar
T atau
1,400, dengan sample t test
paired
nilai standar menunjukkan
deviasi sebesar bahwa reratai
0,699. ntensitas nyeri
Nyeri tentang Pengaruh
Berdasarkan hasil sebelum dan
Teknik Relaksasi
uji normalitas sesudah teknik
Genggam Jari
dengan relaksasi
terhadap Penurunan
Berdasar menggunakan uji genggam jari
Intensitas Nyeri
kan tabel 5.3 di Shapiro wilk yaitu 2,917
atas terlihat Pasien Post didapatkan nilai p dengan standar
statistik Operasi > 0,05 maka data deviasi 0,669.
deskriptif berupa Apendiktomy berdistribusi Hal tersebut
rata-rata dan didapatkan hasil normal dan uji menunjukkan
standar deviasi bahwa dilihat hipotesis yang
intensitasnyeri perbedaan digunakan adalah
sebelum dan intensitas nyeri uji parametric
sesudah sebelum dan yaitu uji paired t-
perlakuan. Rata- sesudah teknik test. Hasil uji
rata intensitas statistik (paired t-
nyeri sebelum test ) didapatkan
perlakuan adalah nilai p value
0,000 (p<0,05)
4,80 dengan
berarti terdapat
standar deviasi
pengaruh teknik
0,689. Pada
genggam jari
pengukuran
terhadap
intensitas nyeri
penurunan
sesudah
intensitas nyeri
pelakuan
pada pasien post
didapatkan rata-
operasi
rata intensitas
apendiktomy di
nyeri sesudah
RS Dr.
adalah 3,87
Reksodiwiryo
dengan standar
Padang Tahun
deviasi 0,652.
2016. nyeri
sebelum dan
sesudah
Penelitian ini
sejalan dengan dilakukan teknik
penelitian yang relaksasi
dilakukan oleh genggam jari
Andika & pada pasien post
Mustafa (2016) operasi
yang meneliti laparatomi.
Berdasarkan uji
bahwa terdapat pengaruh yang positif sesudah diberikan Intervensi Teknik
antara sebelum dan sesudah teknik Relaksasi Genggam Jari adalah 3,87
dengan standar deviasi 0,652. Nilai minimal
relaksasi genggam jari.
3 dan nilai maksimal 5. Ada pengaruh
Menurut asumsi peneliti, semua responden teknik relaksasi genggam jari terhadap
mengalami penurunan intensitas nyeri intensitas nyeri pada pasien - pasien post
sebelum dan sesudah teknik relaksasi appendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017
genggam jari. Hal ini terjadi karena teknik
dengan nilai p=0,000. Agar rumah sakit
relaksasi genggam jari memberikan suatu dapat menerapkan pelaksanaan terapi non
tindakan untuk membebaskan mental dan farmakologis pada pasien post operasi
fisik dari ketegangan dan stress, sehingga apendiktomi berupa teknik relaksasi
dapat meningkatkan toleransi terhadap genggam jari. Diharapkan penelitian ini
dapat dikembangkan lebih lanjut dengan
nyeri. Menggenggam jari sambil menarik
nafas dalam dapat mengurangi dan meneliti faktor-faktor yang
menyembuhkan ketegangan fisik dan mempengaruhi nyeri pada pasien post
emosi, karena genggaman jari akan apendiktomi dengan menggunakan metode
menghangatkan titik-titik keluar dan penelitian yang berbeda dan menggunakan
masuknya energy pada meridian yang teknik non farmakologis lainnya seperti
terletak pada meridian yang terletak pada faktor usia, jenis kelamin dan pengalaman
jari tangan kita. Sehinggan intensitas nyeri masa lalu
akan berubah atau mengalami modlasi
DAFTAR PUSTAKA
akibat stimulasi relaksasi genggam jari
Asmita Dahlan, T. V. S. (2017). Pengaruh
yang lebih dahulu dan lebih banyak Terapi Kompres Hangat Terhadap
mencapai otak. Genggam jari dapat Nyeri Haid (Dismenorea) Pada Siswi
dilakukan sendiri dan sangat membantu SMK Perbankan Simpang Haru
dapat dilakukan sendiri dan sangat Padang Asmita. Endurance, Journal,
membantu dalam kehidupan sehari- hari 2 (February), 37–44. Http://Doi.Org/:
untuk merilekskan ketegangan fisik. Jadi, Http://Dx.Doi.Org/10.22216/Jen.V2i
ada pengaruh teknik relaksasi genggam jari 1.278
terhadap intensitas nyeri terhadap pada
Yuliastuti, C. (2015). Effect Of Handheld
pasien post appendiktomi di ruangan bedah Finger Relaxation On Reduction Of
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Pain Intensity In Patients With Post-
tahun 2017. Appendectomy At Inpatient Ward ,
RSUD Sidoarjo, 5(3), 53–58.

SIMPULAN Andika M, Mustafa, R, (2016), Pengaruh


Teknik Relaksasi Genggan Jari
Rata – Rata intensitas nyeri pada Terhadap Penurunan Inte (Yuliastuti,
pasien post appendiktomi di ruangan bedah 2015) Intensitas Nyeri Paisen Post
Operasi Apendiktomy di RS DR.
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Reksodiwiryo, STIKes
tahun 2017 sebelum diberikan Intervensi Mercubaktijaya Padang.(Oral,
Teknik Relaksasi Genggam Jari adalah Andramoyo, S, 2013. Konsep & Proses
Keperawatan Nyeri, penerbit Ar-
4,80 dengan standar deviasi 0,689. Nilai
Ruzz Media Jogjakarta., (Andarmoyo,
minimal 4 dan nilai maksimal 6.Rata – Rata
intensitas nyeri pada pasien post 2013)
appendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 Almeta. 2015. Bagaimana Obat Bekerja
Dalam Tubuh. Diakses dari Desember 2012].
:(file:///D:/obat/Bagaimana-Obat-
Bekerja- Dalam- Maliya A, dkk, (2016). Pengaruh Teknik
Tubuh- ALMETA.htm) 9 Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Januari 2017 Penurunan Kecemasan Pada Pasien
Pre Operasi Sectio Caesarea.
Andika M, Mustafa, R, (2016), Pengaruh
Teknik Relaksasi Genggan Mansjoer, A, Suprohaita, dkk,
Jari Terhadap 2000.Kapita
Penurunan Intensitas Nyeri Selekta Kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, Jakarta.
Paisen Post
Operasi Apendiktomy di RS Potter & Perry, 2005. Buku
DR. Reksodiwiryo, Ajar Fundamental Keperawatan :
STIKes Konsep, Proses dan Praktik. Volume
Mercubaktijaya Padang. 2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
(Oral, Poster, & Kesehatan, 2016) (Andarmoyo, 2013)
.

Baradero, M, Dayrit, M, & Siswandi, Y, Notoatmodjo, S. 2010, Metodologi


2008. Prinsip dan praktik Keperawatan Penelitian Kesehatan. Jakarta :
perioperatif, EGC. Jakarta Rineka Cipta.
(baradero,
2008) Notoatmodjo, S. 2012, Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Faridah, V 2015.Penurunan Tingkat Nyeri Rineka Cipta.
Pasien Post Op Apendisitis Dengan Program Studi S1 Keperawatan
Tehnik Distraksi Nafas PinanSdTiItaK,EIS, Purwanti, E,
Ritmik, M&uhammUadtoiyyaoh, B
(2012).Pengaruh Teknik Relaksasi
Lamongan.(Tehnik & Nafas, 2015) Genggam Jari Terhadap Penurunan
Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011.Buku Intensitas Nyeri Pada Pasien
Ajar PostOperasi Laparatomi, Jurusan
Patofisiologi, Keperawatan STIKes Muhammadiyah
EGC. Jakarta.(kowalak, welsh, 2011) Gombong.(“Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, Volume 8, No. 1,
Krisanty, P, ( 2009), Asuhan Keperawatan Februari 2012,”
Gawat Darurat, Penerbit buku Trans 2012)
Info Media. Jakarta
Potter & Perry, 2005.Buku Ajar
Karokaro, M, (2015).Pengaruh Teknik Fundamental Keperawatan :
Relaksasi Genggam Jari Terhadap Konsep, Proses dan Praktik.
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Volume 2, Edisi 4, EGC,
Pasien Post Operasi Laparatomi di Jakarta.(Andarmoyo, 2013)
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Deli Serdang Lubuk Pakam.(Volume Ramadina, S, Utami, S, & Jumaini (2014),
3, No.4, Desember 2014- februari Efektifitas Teknik Relaksasi Genggam
2015) Jari dan Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Dismenore, Program
Liana, E. (2008).Teknik Relaksasi : Studi Ilmu Keperawatan, Universitas
Genggam Jari untuk Keseimbangan Riau.(Ramadina, Utami, Studi,
Emosi.Diakses dari Keperawatan, & Riau, n.d.)
:http://www.pembelajar.
com/teknikrelaksasi -genggam-jari Rekam Medik RSUD Dr. Achmad
untuk keseimbangan emosi [6
Mochtar
(2016)

Suratun & Lusianah, 2010.Asuhan


Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Gastrointestinal,
Jakarta.

Sjamsuhidajat, R, & Jong, W 2005.Buku


Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Smeltzer, S & Bare, B 2001.Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1,
Edisi 8 p. 233, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta

Widyawati, E, (2015), Pemberian teknik


relaksasi genggam jari terhadap
penurunan intensitas nyeri pada
asuhan keperawatan An, A dengan
post operasi appendicitis laparatomi
diruang kantil 2 RSUD karanganyar.
(Laparatomi & Ruang, 2015)
lampiran 2
lampiran
3
SATUAN ACARA PENYULUHAN
“MOBILISASI “

Pokok pembahasan : Mobilisasi


Sasaran : Pasien dan Keluarga
Tempat : Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Munyang
Kute Hari / tanggal : Senin, 18 Agustus 2021
Waktu : 30 Menit

A. Tujuan
1.1 Tujuan umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan klien mampu melakukan
mobilisasi secara mandiri dan dapat memahami pentingnya mobilisasi
pasif dan aktif
Tujuan khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, klien mampu :
1. Menyebutkan kembali pengertian mobilisasi
2. Menjelaskan jenis-jenis mobilisasi
3. Menyebutkan kembali manfaat mobilisasi
4. Menjelaskan kembali hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mobilisasi
5. Mampu menggerakan kembali gerakan mobilisasi

B. Metoda : ceramah dan tanya jawab

C. Media : Leaflet Tabel

kegiatan :
Kegiatan
Waktu Tahap Kegiatan Penyuluh Sasaran
1. Membuka acara dan 1. Membalas salam
mengucapkan salam
2 menit Pembukaan
2. Menyampaikan tujuan 2. Memperhatikan
Penkes kepada sasaran
3. Kontrak waktu untuk 3. Menyetujui
kesepakatan kesepakatan
penyelenggaraan Penkes waktu

69
1. Apersepsi kepada klien 1. Menyampaikan
post operasi pengetahuannya
10 menit Isi Kegiatan Inti
prostatektomi tentang tentang materi
materi penyuluhan penyuluhan
2. Menjelaskan materi 2. Mendengarkan
tentang mobilisasi penyuluh
kepada klien post operasi menyampaikan
prostatektomi dengan materi
menggunakan media 3. Memberikan
leaflet pertanyaan
3. Memberikan kesempatan
bertanya atau feedback
kepada klien
1. Mengklarifikasi kembali 1. Memperhatikan
materi
3 menit Penutup
2. Menyampaikan 2. Memahami
kesimpulan
3. Mengucapkan salam 3. Menjawab salam

Evaluasi :
- Jenis : Sumatif
- Daftar pertanyaan :
1. Jelaskan tentang pengertian mobilisasi
2. Jelaskan jenis-jenis mobilisasi
3. Sebutkan manfaat mobilisasi
4. Jelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mobilisasi
5. Demonstrasikan menggerakan kembali gerakan mobilisasi
lampiran 4

MATERI MOBILISASI

1. Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, teratur untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat menuju kemandirian.

2. Jenis – jenis Mobilisasi


- Aktif

Yaitu latihan pada tulang dan sendi yang dapat dilakukan sendiri tanpa
bantuan perawata atau keluarga.

- Pasif

Mobilisasi pasif adalah latihan yang diberikan pada klien yang mengalami
kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang dan
sendi dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga klien
memerlukan bantuan perawat atau keluarga. Mobilisasi Pasif ini sebaiknya
dilakukan sejak hari pertama klien tidak diperkenankan meninggalkan
tempat tidur atau klien yang jarang bergerak sehingga terjadi kekakuan
pada otot, maka dalam hal ini dilakukan mobilisasi pasif.

3. Manfaat Mobilisasi
a. Memelihara fleksibilitas dari tulang dan sendi
b. Menjaga agar tidak terjadi kerapuhan tulang
c. Meningkatkan kekuatan otot
4. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam Mobilisasi
a. Perhatikan keadaan umum penderita, apakah merasa kelelahan, pusing
atau kecapaian
b. Pastikan cincin dan perhiasan dilepas untuk menghindari terjadinya
pembengkakan dan luka
c. pastikan pakaian dalam keadaan longgar
d. Jangan lakukan pada penderita patah tulang
e. Jangan lakukan latihan fisik segera setelah penderita makan
f. Gunakan gerakan badan yang benar untuk menghindari
ketegangan atau luka pada penderita
g. Gunakan kekuatan dengan pegangan yang nyaman ketika melakukan
latihan
h. Gerakan bagian tubuh dengan lancar, pelan dan berirama
i. Hindari gerakan yang terlalu sulit
j. Jika kejang pada saat latihan, hentikan
k. Jika terjadi kekakuan tekan pada daerah yang kaku, teruskan latihan
dengan perlahan
5. Gerakan – gerakan Mobilisasi
Pergerakan Leher
a. Pegang pipi pasien lalu gerakan kekiri dan kekanan
b. Gerakan leher menekuk kedepan dan kebelakang
Pergerakan bahu
a. Pegang pergerakan tangan dan siku penderita, lalu angkat selebar
bahu, putar ke luar dan ke dalam
b. Angkat tangan gerakan ke atas kepala dengan di bengkokan, lalu
kembali ke posisi awal
c. Gerakan tangan dengan mendekatkan lengan kearah badan, hingga
menjangkau tangan yang lain
Pergerakan siku
a. Buat sudut 90 0 pada siku lalu gerakan lengan keatas dan ke bawah
dengan membuat gerakan setengah lingkaran
b. Gerakan lengan dengan menekuk siku sampai ke dekat dagu
Pergerakan tangan
a. Pegang tangan pasien seperti bersalaman, lalu putar pergelangan
tangan

b. Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke bawah


Pergerakan jari tangan
a. Putar jari tangan satu persatu
b. Pada ibu jari lakukan pergerakan menjauh dan mendekat dari jari
telunjuk, lalu dekatkan pada jari – jari yang lain.
Pergerakan kaki
a. Pegang pergelangan kaki dan bawah lutut kaki lalu angkat sampai
30 o lalu putar
b. Gerakan lutut dengan menekuknya sampai 90 o
c. Angkat kaki lalu dekatkan kekaki yang satu kemudian gerakan
menjauh
d. Putar kaki ke dalm dan ke luar
e. Lakukan penekanan pada telapak kaki keluar dan kedalam
f. Jari kaki di tekuk – tekuk lalu di putar

DAFTAR PUSTAKA

Ganong W. F. Fisiologi Kedokteran, 2010 CV. EGC. Jakarta.


Gibson G. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat, 2010. EGC. Jakarta.
Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, 2011. EGC. Jakarta.
Potter A. P. & Perry G. A. Fundamental Keperawata, 2006. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai