Anda di halaman 1dari 13

BORANG PORTOFOLIO – BEDAH

Nama Peserta Romaulina Siahaan


Nama Wahana RSUD Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara
Timur
Topik Hematopneumothoraks
Tanggal (Kasus) 21 April 2018
Nama Pasien An. Fandri Bahan No RM 029030
Tanggal Presentasi Nama dr. Adryani Ottu
Pendamping dr. Dodik Pudjo
Tempat Presentasi
Obyektif Presentasi Keilmuan, Istimewa, Anak
 Deskripsi Laki-laki, 14 tahun, datang dengan luka tusuk pada dada kanan.
 Tujuan Menentukan diagnosis serta melakukan tata laksana awal dan juga
lanjutan Hematopneumothoraks
Bahan Bahasan Kasus
Cara Membahas Presentasi dan Diskusi
Data Pasien Nama: an. Fandri Bahan Nomor Registrasi: 029030
Nama Klinik: IGD RSUD Soe Terdaftar Sejak: 21 April
2018
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Pasien datang dengan rujukan dari puskesmas Siso. Pasien dengan keluhan
tertusuk ranting pohon, sebelum nya pasien memanjat pohon dan terjatuh
kemudian tertusuk ranting pohon pada sisi dada sebelah kanan. Os mengeluhkan
sesak napas dan nyeri pada dada sebelah kanan, pusing (+) , mual (+), Perdarahan
aktif (+). Riwayat demam, muntah , pingsan disangkal. Riwayat terbentur kepala ,
keluar darah dari telinga , keluar darah dari hidung disangkal.
2. Riwayat Pengobatan
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, diabetes mellitus, hipertensi, riwayat
trauma dan alergi sebelumnya disangkal.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, diabetes mellitus, hipertensi, riwayat
trauma dan alergi sebelumnya disangkal.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, diabetes mellitus, hipertensi, riwayat
trauma dan alergi sebelumnya disangkal.
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang pelajar SMP
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik
Pasien tinggal di daerah pemukiman yang padat penduduk.
7. Lain – lain
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Tampak sakit berat
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Tanda vital :
- Tekanan darah : 100/80 mmHg
- Laju nadi : 98 kali/menit
- Laju pernapasan : 38 kali/menit
- Suhu : 36.5 ˚C
- SpO2 : 98% tanpa O2
 Kepala : normosefali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat
isokor diameter 3 mm, refleks cahaya +/+, sianosis (-)
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Paru : : I = Pergerakan dada kanan dan kiri tidak simetris
P = Stem fremitus kanan menurun
P = Sonor pada lapang paru kiri, redup pada lapang paru kanan
A = Vesikuler kanan menjauh
 Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : supel, timpani, BU (+)
 Ekstremitas : akral dingin, CRT < 2 detik, edema -/-/-/-

Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen
Kesan :
- Hematopneumothoraks dekstra (batas caudal pneumothoraks di costae 5
dekstra aspek lateral) + bronchitis
- Tip distal WSD di proyeksi setinggi processus spinossus corpus vth 4 dekstra
- Besar cor tidak valid dinilai
- Frakture os costae 9-10 dekstra aspek posterior

Diagnosa
Laki-laki, 14 tahun, dengan Hematopneumothoraks

Tata Laksana
 IVFD NS 10 tpm
 INJ CEFTRIAXONE 2 x 750 mg
 INJ METRONIDAZOLE 3x 500 mg
 INJ ANTRAIN 3x750 mg
 pasang Chest Tube on WSD
 observasi di IGD

Daftar Pustaka
1. American College for Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life
Support : Student Course Manual. 9th ed. New Jersey: American College of
Surgeons; 2012.
Hasil Pembelajaran
1. Menentukan diagnosis Hematopneumothoraks
2. Tata laksana awal dan lanjut Hematopneumothoraks

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

Subjektif
Pasien datang dengan rujukan dari puskesmas Siso. Pasien dengan keluhan tertusuk
ranting pohon, sebelum nya pasien memanjat pohon dan terjatuh kemudian tertusuk ranting
pohon pada sisi dada sebelah kanan. Os mengeluhkan sesak napas dan nyeri pada dada
sebelah kanan, pusing (+) , mual (+), perdarahan aktif (+). Riwayat demam, muntah , pingsan
disangkal. Riwayat terbentur kepala , keluar darah dari telinga , keluar darah dari hidung
disangkal.

Objekif
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan di IGD, diagnosis STEMI diperoleh dari :
 Tanda vital :
- Tekanan darah : 100/80 mmHg
- Laju nadi : 98 kali/menit
- Laju pernapasan : 38 kali/menit
- Suhu : 36.5 ˚C
- SpO2 : 98% tanpa O2
 Foto rontgen :
Kesan :
- Hematopneumothoraks dekstra (batas caudal pneumothoraks di costae 5 dekstra
aspek lateral) + bronchitis
- Tip distal WSD di proyeksi setinggi processus spinossus corpus vth 4 dekstra
- Besar cor tidak valid dinilai
- Frakture os costae 9-10 dekstra aspek posterior

Assessment (Penalaran)

Planning
Diagnosis :
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, yaitu Foto Rontgen

Penanganan :
Tatalaksana awal pneumotoraks selalu diawali dengan primary survey:
a. Airway. Pemeriksaan jalan napas pasien apakah terdapat sumbatan? Pasien yang
dapat berbicara diagnggap memiliki jalan napas baik.Jaga jalan napas dengan jaw
thrust, chin lift.
b. Breathing. Cara bernapas pasien dinilai apakah spontan atau tidak, menghitung
frekuensi napas pasien dan memonitor saturasi oksigen pasien. Pada pneumotoraks
gerakan dada tidak simetris, trakea bergeser kea rah kontralateral, vena jugularis
mengalami distensi.
c. Circulation. Mengukur sirkulasi pasien dengan mengukur tekanan darah dan frekuensi
nadi pasien. Pasien pneumotoraks akan mengalami takikardi dan hipotensi.
d. Disability. Melihat GCS pasien dari eye, movement, dan verbal.
Setelah dilakukan pemeriksaan ABC, dapat diberikan oksigen 3-4L dengan nasal
kanul. Apabila pneumotoraks <15% dan pasien asimtomatis, maka pilihan terapi
adalah dengan observasi dan pemberian oksigen. Apabila pneumotoraks >15% atau
luas, udara perlu dikeluarkan dengan water sealed drainage (WSD).

Pendidikan :
Kondisi ini gawat darurat dan harus segera dilakukan tindakan segera untuk mencegah
kerusakan yang lebih luas atau komplikasi lainnya.

Konsultasi :
Konsultasi dengan spesialis Bedah untuk penangan lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA
HEMATOPNEUMOTHORAKS
PNEUMOTHORAKS

Defenisi Pneumothoraks
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara di dalam
rongga pleura sehingga membuat paru menjadi kolaps dan kehilangan daya regangnya. Hal
ini dapat terjadi karena adanya cedera pada jaringan paru, robekan pada bronkus, atau pun
cedera dinding dada yang memungkinkan udara luar terhisap masuk.

Patofisiologi
Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh trauma yang secara
langsung mengenai dinding dada, bisa disebabkan oleh benda tajam seperti pisau,atau
pedang, dan juga bisa disebabkan oleh benda tumpul. Mekanisme terjadinya pneumotoraks
trauma tumpul, akibat terjadinya peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak,
sehingga menyebabkan alveolar menjadi ruptur akibat kompresi yang ditimbulkan oleh
trauma tumpul tersebut, pecahnya alveolar akan menyebabkan udara menumpuk pada
pleura visceral, menumpuknya udara terus menerus akan menyebabkan pleura visceral
rupture atau robek sehingga menimbulkan pneumotoraks.

Mekanisme terjadinya hematopneumotoraks pada trauma tajam disebabkan oleh


penetrasi benda tajam pada dinding dada dan merobek pleura visceral dan pleura parietal
sehingga sumber perdarahan yang umumnya berasal dari A. Interkostalis dan A. Mamaria
interna serta udara masuk melalui luka ke dalam rongga pleura sehingga terjadi
hemopneumotoraks.

Klasifikasi

1. Berdasarkan terjadinya

a. Artifisial
Pneumothoraks artifisial ialah pneumothoraks yang disebabkan tindakan tertentu atau
memang disengaja untuk tujuan tertentu.
b. Traumatik
Pneumothoraks jenis ini disebabkan oleh jejas yang mengenai dada.
1. Terjadi pada waktu perang :
- Peluru menembus dada dan paru
- Ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan
pada dada yang mendadak, menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat.
2. Kecelakaan
Kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada. Sebagai
penyebab kecelakaan lalu lintas yang tersering adalah kendaraan bermotor.

c. Spontan
Pneumothoraks terjadi secara spontan tanpa didahului oleh kecelakaan atau trauma
seringkali didapatkan penyakit dasar berupa :
- Tuberkulosis paru yang prosesnya sudah lama, dengan multiple caverty,
fibrosis, emfisema, TB milier.
- Bronkitis kronis, dengan kekambuhan akut.
- Emfisema
2. Berdasarkan lokasi

Berdasarkan lokasi pneumothoraks di rongga dada, pneumothoraks dibagi menjadi


- Pneumothoraks parietalis
- Pneumothoraks medialis
- Pneumothoraks basalis
3. Berdasarkan derajat kolaps
Berdasarkan kolaps paru, pneumothoraks dibagi enjadi :
- Pneumothoraks totalis
- Pneumothoraks parsialis
4. Berdasarkan jenis fistel
a. Pneumothoraks terbuka
Pneumothoraks ini suatu pneumothoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar.
b. Pneumothoraks tertutup
Pneumothoraks ini rongga pleura tertutup sehingga tidak ada hubungan dengan dunia
luar. Udara yang berada di rongga pleura tidak mempumyai hubungan dengan udara
luar.
c. Tension pneumothoraks
Penumothoraks ini dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu
inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangan nya dan selanjutnya
terus meunju pleura fistel yang terbuka. Watu eskpirasi udara didalam rongga pleura
tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama semakin
tinggi.

Diagnosis

a. Anamnesis
Diagnosis awal pada tension pneumothorax adalah dengan anamnesis. Pasien
biasanya mengeluhkan nyeri dada hebat yang makin memberat, dispnue, cemas dan
terdapat riwayat trauma. Pada keadaan pasien trauma. Pasien bisa mengalami pingsan
dan terdapat mual. Pada beberapa kasus pasien tension pneumothoraks tidak sempat
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto thorax. Karena pasien sudah
mengalami sesak napas yang memberat sehingga perlu dilakukan dekompresi
secepatnya.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada
daerah thoraks. Pada inspeksi pasien tampak takipnue karena kompensasi dari dispnue
yang dialami pasien yang dilihat dari peningkatan frekuensi napas. Terdapat pula
peningkatan volume tidal, serta takikardi. Pada palpasi didapatkan deviasi trakea
kearah kontralateral. Pada inspeksi, dinding thoraks yang mengalami pneumothoraks
terlihat lebih besar dibandingkan yang normal. Dinding dada yang abnormal akan
tertinggal saat ekspirasi.Palpasi dilakukan untuk menilai fremitus, pada sisi yang
mengalami penumothoraks fremitus akan melemah. Pasien penumothoraks sering
mengalami krepitasi akibat emfisema subkutis. Jika dilakukan perkusi pada bagian
penumothoraks akan ditemukan hipersonor. Suara napas akan berkurang pada sisi
yang mengalami pneumothoraks.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk pneumotoraks adalah analisa gas darah serta
pemeriksaan foto rontgen inisal dan serial. Analisa gas darah dilakukan untuk mengetahui
adanya hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik. Sementara pemeriksaan rontgen
bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis pneumotoraks desak sebab pneumotoraks desak
memerlukan tindakan segera. Pencitraan radiografi rontgen juga penting untuk mengetahui
berat pneumotoraks, serta sebagai panduan untuk pemasangan pungsi toraks.

Gambaran radiografi pneumotoraks pada posisi tegak

Komplikasi

1. Tension Pneumotoraks
2. Fistula bronkopleura
3. Re-expansion pulmonary edema (REPE)

Tatalaksana

Tatalaksana awal pneumotoraks selalu diawali dengan primary survey:


e. Airway. Pemeriksaan jalan napas pasien apakah terdapat sumbatan? Pasien yang
dapat berbicara diagnggap memiliki jalan napas baik.Jaga jalan napas dengan jaw
thrust, chin lift.
f. Breathing. Cara bernapas pasien dinilai apakah spontan atau tidak, menghitung
frekuensi napas pasien dan memonitor saturasi oksigen pasien. Pada pneumotoraks
gerakan dada tidak simetris, trakea bergeser kea rah kontralateral, vena jugularis
mengalami distensi.
g. Circulation. Mengukur sirkulasi pasien dengan mengukur tekanan darah dan frekuensi
nadi pasien. Pasien pneumotoraks akan mengalami takikardi dan hipotensi.
h. Disability. Melihat GCS pasien dari eye, movement, dan verbal.
Setelah dilakukan pemeriksaan ABC, dapat diberikan oksigen 3-4L dengan nasal kanul.
Apabila pneumotoraks <15% dan pasien asimtomatis, maka pilihan terapi adalah dengan
observasi dan pemberian oksigen. Apabila pneumotoraks >15% atau luas, udara perlu
dikeluarkan dengan water sealed drainage (WSD). Pada pasien pneumotoraks sekunder
dengan penyakit dasar yang berat perlu dilakukan torakostomi. Pleurodesis dilakukan setelah
paru mengalami reinflasi untuk mencegah rekurensi.

HEMATOTHORAKS

Hematothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi darah pada ruang
intrapleura. Keadaan ini paling banyak disebabkan oleh trauma dada, baik tajam maupun
tumpul, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah yang terdapat pada rongga toraks
seperti arteri intercostalis dan arteri mammaria internal. Pada hematothoraks, tekanan
intrapleura menjadi positif sehingga mendesak paru dan mengurangi volume paru. Akibat
proses ventilasi yang terganggu, pasien akan merasa sesak.3,5

Hematothoraks masif terjadi akibat akumulasi darah dengan cepat sebanyak 1500 mL
atau lebih dalam rongga pleura. Penyebab tersering adalah luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hematothoraks masif harus
dipikirkan menjadi penyebab syok yang disertai dengan hilangnya suara napas atau perkusi
yang redup pada hemitoraks. 3,5

Diagnosis hematothoraks ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan radiologi. Dari anamnesis pada umumnya akan didapatkan riwayat trauma pada
dada. Selain trauma tajam, hematothoraks dapat terjadi akibat trauma tumpul, sebagai contoh
yaitu trauma tumpul yang menyebabkan fraktur iga sehingga menyebabkan robekan pada
arteri intercostalis dan hematothoraks. Secara klinis, pasien akan mengeluhkan nyeri dan
sesak napas. Dari pemeriksaan fisik dapat didapatkan ekspansi dada yang tidak simetris
dimana hemitoraks yang mengalami hematothoraks akan tertinggal, fremitus sisi terkena
lebih lemah dari sisi lain, perkusi pekak serta bunyi napas melemah atau menghilang pada
sisi terkena. Pada rontgen thoraks didapatkan kesuraman pada hemitoraks yang terkena dan
gambaran sudut costophreniucus yang menghilang. Apabila hematothoraks disertai dengan
pneumotoraks, dijumpai gambaran air-fluid level. 3,5,7
Gambar 10. Gambaran radi ol ogi hemat ot horaks

Tatalaksana pada kasus hematothoraks dapat mengacu pada derajat hematothoraks


yang didasarkan pada jumlah darah dalam rongga pleura. Adapun taksiran jumlah darah
dapat dilihat dari foto thoraks, dimana disebutkan bahwa 1 rongga costae yang suram ditaksir
200 – 250 cc darah. Berikut adalah derajat hematothoraks dan rencana penanganannya :6
- Ringan : < 300 cc ; penanganan dengan pungsi
- Sedang : 300 - 800 cc; penanganan dengan WSD
- Berat : > 800 cc; penanganan dengan WSD dan torakotomi
Tujuan dari pemasangan WSD yaitu untuk mengevakuasi darah dari rongga
intrapleura sehingga tekanan kembali menjadi negatif. Selain itu jumlah produksi darah juga
dapat dipantau dengan WSD. Apabila produksinya 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-
turut atau lebih dari 5 cc/kgBB/jam, perlu dilakukan pembedahan segera untuk
menghentikan perdarahan.5
Pada hematopneumotoraks, pertemuan darah dengan udara menyebabkan terjadinya
pembekuan darah sehingga perlu dilakukan penghisapan untuk mengeluarkan bekuan
tersebut. Pembedahan dapat dilakukan apabila penghisapan tidak berhasil. Bekuan darah
yang banyak dalam rongga pleura dapat menyebabkan berkurangnya volume paru, empiema
serta kerusakan diafragma. 3,5,7

WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

Defenisi

WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.

Indikasi

a. Pneumothoraks :

- Spontan > 20% oleh karena ruptur

- Luka tusuk tembus

- Klem dada yang terlalu lama

- Kerusakan selang dada pada sistem drainase


b. Hemothoraks :

- Robekan pleura

- Kelebihan antikoagulan

- Pasca bedah thoraks

c. Thorakotomy :

- Lobektomy

- Pneumoktomy

d. Efusi pleura

e. Empiema :

- Penyakit paru serius

- Kondisi inflamasi

Tujuan

• Mengeluarkan cairan atau darah, dan udara dari rongga pleura dan rongga thorak

• Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura

• Mengembangkan kembali paru yang kolaps

• Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada

Jenis-jenis WSD

a. WSD dengan sistem satu botol

-Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks
- Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang
yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
- Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk
mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru
- Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi
udara dari rongga pleura keluar
- Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi
- Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :
• Inspirasi akan meningkat
• Ekpirasi menurun
b. WSD dengan sistem 2 botol
-Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2
botol water seal
- Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa
udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang
berisi water seal
- Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga
pleura masuk ke water seal botol 2
- Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari
rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang
masuk ke WSD
- Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks,
efusi pleural
c. WSD dengan sistem 3 botol

- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah


hisapan yang digunakan
- Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
- Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.
Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam
air botol WSD
- Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan
- Botol ke-3 mempunyai 3 selang :
• Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke
dua
• Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
• Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan
terbuka ke atmosfer

Gambar 11. Macam-macam WSD

Komplikasi Pemasangan WSD

a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia


b. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema

Pencabutan selang WSD

Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :

a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :


i. Tidak ada undulasi
ii. Cairan yang keluar tidak ada
iii. Tidak ada gelembung udara yang keluar
iv. Kesulitan bernafas tidak ada
v. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
vi. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara
b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada
slang.10
Cara melepas WSD :

1. Simpul hidup fiksasi chest tube dibuka.


2. Pasien disuruh inspirasi dalam dan menahan napas selama mungkin.
3. Saat menahan napas, selang chest tube ditarik keluar dengan cepat sambil benang
fiksasi chest tube dilakukan simpul mati. Saat tindakan ini berlangsung, pasien harus
tetap dalam posisi menahan napas.

Anda mungkin juga menyukai