Anda di halaman 1dari 12

ORGANISME YANG BERPERAN DALAM DEKOMPOSISI BAHAN

ORGANIK
Dosen Pengampu

Prof. Dr. Ir. Nursyirwani, M. Sc

Disusun Oleh : Kelompok 3

Avicenna Pramodya O.Y 1904112716

Bintang Rapshodio Tane 1904111935

Cici Apriani 1904110569

Dinda Klaudia G. 1904113556

M. Alief Furqan 1904112686

Patricia Tania 1904110590

Pera Pepio 1904110733


Putri Marwah Fairuzia
1904124306

Resty Fauziah Putri 1904111775

Suri Anggiriani 1904155162

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan YME atas rida dan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Biokimia Kelautan, dengan judul : “Organisme yang Berperan dalam Dekomposisi Bahan
Organik”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahka kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Pekanbaru, 11 September 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1


1.2 Tujuan dan Manfaat ........................................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Organisme Perombak Bahan Organik. ......................................... 3


2.2 Organisme Dekomposisi ................................................................................ 4
2.3 Bakteri Heterotrofik Dalam Ekosistem Laut ….............................................. 6
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 11

3.2 Saran .............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan organik berperan sangat penting di dalam tanah. Disamping mengatur aliran
energi dan hara dalam tanah, bahan organik juga berperan untuk memperbaiki struktur tanah.
Bahan organik (BO) bertindak sebagai perekat antar fraksi mineral primer (Sanchez, 1992).
Bahan organik merupakan sumber makanan atau energi bagi organisme tanah. Semakin
banyak bahan organik dalam tanah maka semakin tinggi aktifitas organik tanah semakin
intensif. Hasil dekomposisi bahan organik dan gum yang dihasilkan mikroba berperan
sebagai perekat butir-butir tanah dan agregat mikro.
Di dalam ekosistem, organisme perombak bahan organik memegang peranan penting
karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam
tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH4 atau CO2) sebagai hara yang dapat
digunakan kembali oleh tanaman sehingga siklus hara berjalan sebagai-mana mestinya dan
proses kehidupan di muka bumi dapat berlangsung.
Bahan organik yang terkandung di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pengelolaan
yang diterapkan pada lahan. Hal ini disebabkan karena bahan organik bersifat dinamis yang
dapat berubah dengan waktu, iklim, dan kondisi lingkungan. Pada ekosisten alami, laju
kehilangan bahan organik akibat oksidasi biologi akan terimbangi oleh bahan organik yang
terakumulasi dari sisa tanaman dan makhluk hidup di atasnya.
Adanya aktivitas organisme perombak bahan organik seperti mikroba dan mesofauna
(hewan invertebrata) saling mendukung keberlangsungan proses siklus hara dalam tanah.
Belakangan ini, mikroorganisme perombak bahan organik digunakan sebagai strategi untuk
mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengandung lignin dan selulosa,
selain untuk meningkatkan biomassa dan aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit,
larva insek, biji gulma, volume bahan buangan, sehingga pemanfaatannya dapat
meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah yang pada gilirannya merupakan kebutuhan
pokok untuk meningkat-kan kandungan bahan organik dalam tanah.
B. Tujuan
1. Mengetahui peran organisme dalam dekomposisi bahan organik.
2. Mengidentifikasi organisme yang berperan dalam dekomposisi bahan organik.
3. Mengetahui perombakan bahan organik terdiri atas perombak primer dan perombak
sekunder.

C. Manfaat
1. Memahami peran organisme dalam dekomposisi bahan organik.
2. Mampu menganalisa organisme yang berperan dalam dekomposisi bahan organik.
3. Memahami perombakan bahan organik terdiri atas perombak perimer dan perombak
sekunder.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Organisme Perombak Bahan Organik


Di dalam ekosistem, organisme perombak bahan organik memegang peranan penting
karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsurunsur yang dikembalikan ke dalam
tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH4 atau CO2) sebagai hara yang dapat
digunakan kembali oleh tanaman, sehingga siklus hara berjalan sebagai-mana mestinya dan
proses kehidupan di muka bumi dapat berlangsung, Adanya aktivitas organisme perombak
bahan organik seperti mikroba dan mesofauna (hewan invertebrata) saling mendukung
keberlangsungan proses siklus hara dalam tanah. Belakangan ini, mikroorganisme perombak
bahan organik digunakan sebagai strategi untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa
tanaman yang mengandung lignin dan selulosa, selain untuk meningkatkan biomassa dan
aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, volume bahan
buangan, sehingga pemanfaatannya dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah yang
pada gilirannya merupakan kebutuhan pokok untuk meningkat-kan kandungan bahan organik
dalam tanah.
Pengertian umum yang saat ini banyak dipakai untuk memahami organisme perombak
bahan organik atau biodekomposer adalah organisme pengurai nitrogen dan karbon dari
bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yaitu
bakteri, fungi, dan aktinomisetes. Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer dan
perombak sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik, seperti
Colembolla, Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan organik/serasah menjadi
berukuran lebih kecil. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah tadi yang lalu dikeluarkan
sebagai faeces setelah melalui pencernaan dalam tubuh cacing.
Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan organik seperti Trichoderma
reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas,
Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces. Adanya aktivitas
fauna tanah, memudahkan mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik, sehingga
proses mineralisasi berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi tanaman lebih baik.
Menurut Eriksson et al. (1989), umumnya kelompok fungi menunjukkan aktivitas
biodekomposisi paling signifikan, dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai
menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang
menyimpan dan melepaskan nutrien di sekitar tanaman.
Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh
alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu
kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses dekomposisi
atau pengomposan. Proses dekomposisi bahan organik di alam tidak dilakukan oleh satu
mikroorganisme monokultur tetapi dilakukan oleh konsorsia mikroorganisme.

2. Organisme Dekomposisi
2.1 Bakteri
Bakteri perombak bahan organik dapat ditemukan di tempat yang mengandung senyawa
organik berasal dari sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik di laut maupun di darat. Berbagai
bentuk bakteri dari bentuk yang sederhana (bulat, batang, koma, dan lengkung), tunggal
sampai bentuk koloni seperti filamen/spiral mendekomposisi sisa tumbuhan maupun hewan.
Sebagian bakteri hidup secara aerob dan sebagian lagi anaerob, sel berukuran 1 µm - ≤ 1.000
µm. Dalam merombak bahan organik, biasanya bakteri hidup bebas di luar organisme lain,
tetapi ada sebagian kecil yang hidup dalam saluran pencernaan hewan (mamalia, rayap, dan
lain-lain).
Bakteri yang berkemampuan tinggi dalam memutus ikatan rantai C penyusun senyawa
lignin (pada bahan yang berkayu), selulosa (pada bahan yang berserat) dan hemiselulosa
yang merupakan komponen penyusun bahan organik sisa tanaman, secara alami merombak
lebih lambat dibandingkan pada senyawa polisakarida yang lebih sederhana (amilum,
disakarida, dan monosakarida). Demikian pula proses peruraian senyawa organik yang
banyak mengandung protein (misal daging), secara alami berjalan relatif cepat.

2.2 Mikrodekomposer : Fungi


Fungi memainkan peran penting dalam mendaur ulang nutrien dalam jaring-jaring
makanan dan dapat juga membentuk komunitas organisme makro sebagai parasit dan
mutualis.
Fungi berkontribusi dalam siklus biogeokimia laut. Setiap bahan organik yang diproduksi
oleh fitoplankton akan menjadi bahan dasar jaring-jaring makanan dalam laut, mendukung
bakteri heterotropik, protista, virus, zooplankton, dan setiap konsumen tingkat atas yang
mencakup ikan dan dan mamalia laut. Bahan-bahan organik yang dihasilkan di zona eufotik
kemudian tenggelam sebagai “salju laut” melalui zona mesopelagik dan batipelagis melalui
pompa karbon, dengan menghilangkaan karbon yang diasingkan dari permukaan air dan
mentransfernya ke laut dalam. Tidak hanya berperan dalam mendaur ulang nutrien, namun
fungi juga berperan dalam pompa karbon yang diyakini dapat berkontribusi mengatasi
perubahan iklim.
Aktivitas fungi laut tidak terbatas hanya pada wilayah perairan namun juga pada sedimen
laut. Dalam analisis metatranskriptom dari sampel sedimen dengan kedalaman mencapai 159
meter di bawah permukaan laut di wilayah perairan Peru Margin menemukan bahwa fungi
juga beraktivitas dalam pengolahan bahan organik yang berbeda seperti lipid, protein, dan
karbohidrat melalui hidrolase spesifik.
Peran jamur/fungi dalam siklus karbon laut dengan memproses bahan organik yang
diturunkan dari fitoplankton. Dengan melepaskan zoospora, jamur kemudian menjembatani
hubungan trofik dengan zooplankton. Hal ini dilakukan dengan memodifkasi partikulat dan
karbon organik terlarut.
Dalam siklus karbon, fungi juga memainkan peran dalam mendaur sumber-sumber
karbon antropogenik atau karbon yang berasal dari aktivitas manusia. Hal ini ditemukan saat
adanya fungi yang mendominasi zona bentik yang terkena tumpahan minyak (oil spill) .
Fungi juga mampu untuk mengurai hidrokarbon dengan berat molekkul tinggi melalui enzim
dan kerja ekstraseluler yang disekresikan sinergis dengan bakteri pendegradasi minyak dalam
perairan yang tercemar. Fungi diperkirakan memiliki toleransi tinggi terhadap hidrokarbon
dan lebih dari 100 genera ditemukan berperan penting dalam biodegradasi hidrokarbon di
tanah dan sedimen. Jamur berfilamen seperti Cladosporium dan Aspergillus termasuk jenis
fungi yang berperan dalam mendegradasi hidrokarbon alifatik. Fungi yang termasuk dalam
genus Cunninghamella, Penicillium, Fusarium, Mucor, dan Aspergillus merupakan jamur
pendegradasi hidrokakarbon aromatik.
3. Bakteri Heterotrofik Dalam Ekosistem Laut
Pada ekosistem laut selalu terjadi in-teraksi antara organisme laut yang merupakan
komponen biotik, dengan lingkungan laut sebagai komponen abiotik yang merupakan
habitatnya. Hal ini disebabkan dalam Air laut banyak terkandung unsur-unsur esensial yang
sangat diperlukan oleh organisme laut, untuk berbagai aktifitas kehidupannya, Unsur-unsur
esensial yang merupakan sumber nutrisi, selain berasal dari lingkungan laut tersebut dapat
pula berasal dari organisme laut itu sendiri sebagai hasil aktifitasnya. Sehingga saling
berinteraksinya antara organisme dan lingkungan, dalam hal penyediaan sumber nutrisi pada
ekosistem laut tersebut akan selalu tersedia terus menerus.
Salah satu penyedia sumber nutrisi pada ekosistem laut yang sangat penting ialah bakteri
heterotrofik. Seperti yang diungkapkan oleh ELLENBERG (dalam RHEINHEIMER 1980)
bahwa bakteri heterotrofik, merupakan komponen biotik pada ekosistem laut yang berfungsi
sebagai dekomposer untuk menghasilkan mineral-mineral sebagai nutrien. Jadi peranan
bakteri heterotrofik selain sebagai penyedia sumber nutrisi, juga sebagai penjaga
keseimbangan terhadap kehidupan organisme air (aquatik life) dan ekosistem di laut.
RESOSOEDARMO et al. (1984) menjelaskan proses dekomposisi adalah reaksi penguraian
bahan-bahan organik oleh bakteri heterotrofik untuk memperoleh energi yang diperlukan
bagi kehidupannya.
Oleh karena itu peranan bakteri heterotrofik pada proses dekomposisi sangatlah penting,
sebab seandainya proses dekomposisi tidak terjadi maka di pennukaan bumi ini akan penuh
dehgan serasah tumbuhan dan hewan mati, serta bahan pencemar yang bersifat organik
sehingga kehidupan baru tidak akan terjadi. Pada dasarnya reaksi yang terjadi dalam proses
dekomposisi oleh bakteri heterotrofik ialah reaksi katabolisme, yaitu suatu reaksi
perombakan bahan makanan menjadi konstituen-konstituen yang sederhana dengan disertai
pembebasan energi (PELCZAR & REID 1958 : RYADI 1981).
Akan tetapi pada ekosistem laut proses dekomposisi ini tidaklah dilakukan sendiri oleh
bakteri heterotrofik, melainkan bersama-sama mikroorganisme laut lainnya seperti jamur,
khamir, algae dan protozoa (RHEINHEI-MER 1980 : RYADI 198l).Walaupun reaksi
tersebut sangat rumit dan komplek, proses dekomposisi oleh bakteri heterotrofik harus
berjalan terus. Sehingga hasil reaksi dari proses tersebut yaitu mineralisasi dari bahan-bahan
organik oleh bakteri heterotrofik, dapat berfungsi sebagai pendaur zat-zat hara dalam
ekosistem laut. Bakteri heterotrofik di lingkungan laut merupakan komponen biotik yang
penting, tetapi aktivitas yang dilakukan pada proses dekomposisi sebagai sumber penyedia
zat hara masih belum banyak diketahui.
Meskipun demikian beberapa peneliti sebelumnya telah banyak memberikan informasi
ilmiah dari hasil penelitian-penelitiannya dan eksperimen yang berkaitan dengan peranan
bakteri heterotrofik dalam ekosistem laut. STEVENSON et al. (dalam COLWELL &
MORITA 1974) yang melakukan penelitian terhadap kandungan populasi bakteri
heterotrofik pada contoh air laut dan sedimen di perairan estuaria. Selanjutnya THAYIB &
SOEHADI (1977) mengadakan studi pendahuluan tentang distribusi bakteri heterotrofik dan
bakteri indikator di perairan Teluk Jakarta. Kemudian eksperimen mengenai remineralisasi
yang dilakukan oleh bakterioplankton juga dilakukan oleh GAST & HORSTMANN (1983).
Selain itu degradasi bahan-bahan organik dan siklus elemen biogenik pada sedimen diteliti
oleh BALZER (1984). Tulisan ini mencoba memberikan gambaran dan informasi tentang
peranan bakteri heterotrofik dalam lingkungan laut.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
1.) Bakteri perombak bahan organik merupakan tehnik yang dapat mengurangi
penggunaan input yang tidak dapat diperbaharui dan mengurangi energi yang
hilang.
2.) Bakteri perombak bahan organik dapat membuat keseimbangan ekologi dalam
suatu lingkungan pertanian, hama, penyakit dan gulma dapat hidup bersama
dalam satu lingkungan pertanian dalam kondisi masing-masing memberi
kontribusi dalam keseimbangan ekologi.
3.) Bakteri perombak bahan organik menekan biaya produksi pertanian dengan input
berasal dari lingkungan sendiri
4.) Mikroba-mikroba yang hidup pada bakteri perombakan organik dapat
memperbaiki kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah serta menekan
pertumbuhan hama dan penyakit .
5.) Potensi mikroba-mikroba yang ada di dalam bakteri perombakan organik dapat
terus dikembangkan dengan mengembangkan juga metode perbanyakannya yang
sederhana sehingga kita dapat melakukannya tanpa tekan toologi yang rumit.

2. Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. sehingga perlu di lakukan
kajian yang lebih mendalam untuk memahami organisme perombak bahan organik dan
organisme dekomposisi seperti bakteri dan fungi.
DAFTAR PUSTAKA

Zobell CE. 1946. Marine microbiology. A monogram on hydrobacteriology. Chronica


Botanica Co., Waltham, MA.

Johnson TW, Sparrow FK. 1961. Fungi in oceans and estuaries, p 668. J.Cramer, Weinheim.

Kohlmeyer J, Kohlmeyer E. 1979. Marine mycology: the higher fungi. Academic Press, New
York, NY.

Montagne C. 1846. Flore d’Algérie. Classis I. Acotyledoneae Juss. Ordo I. Phyceae Fries. In
Bory de Saint-Vincent JBGM, Durieu De Maisonneuve MC (ed), Exploration
scientifique de l’Algérie pendant les années 1840, 1841, 1842. Sciences physiques.
Botanique. Vol. 1, Paris, Imprimerie Royale p 197, plates 1-16.

Jones EBG. 2011. Fifty years of marine mycology. Fungal Diversity 50:73–112.
https://doi.org/10.1007/s13225-011-0119-8.

Gutiérrez MH, Pantoja S, Tejos E, Quiñones RA. 2011. The role of fungi in processing
marine organic matter in the upwelling ecosystem off Chile. Mar Biol 158:205–219.
https://doi.org/10.1007/s00227-010-1552-z.

Kagami M, de Bruin A, Ibelings BW, Van Donk E. 2007. Parasitic chytrids: their effects on
phytoplankton communities and food-web dynamics. Hydrobiologia 578:113–129.
https://doi.org/10.1007/s10750-006-0438-z.

Anda mungkin juga menyukai