Anda di halaman 1dari 12

Teori-Teori yang Melandasi Akuntansi Keperilakuan

1. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)/ Teori Efficient Market


Hypothesis (EMH)
Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory) atau yang biasa juga
disingkat dengan PAT merupakan cabang dari penelitian akuntansi yang akan berusaha
menjelaskan dan melakukan prediksi terhadap praktik dalam akuntansi. Teori akuntansi
positif akan melakukan sebuah pengamatan terhadap fenomena akuntansi yang
berdasarkan pada alasan yang mendasari terjadinya sebuah peristiwa tersebut. Dalam
teori akuntansi positif ini terdapat anggapan bahwa perusahaan akan melakukan organisir
diri dengan sangat efektif untuk memaksimalkan proses untuk bertahan hidup. Teori ini
mulai berkembang pada tahun 1960-an yang dipelopori oleh Watts dan Zimmerman yang
akan menitikberatkan pada sebuah pendekatan ekonomi dan perilaku dengan munculnya
sebuah hipotesis pasar efisien dan teori keagenan.
Teori akuntansi positif ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
1. Melakukan penjelasan dan prediksi terhadap praktik akuntansi, bukan
memberikan sebuah panduan
2. Memastikan bahwa tidak adanya tujuan yang lebih superior jika dibandingkan
dengan tujuan-tujuan perusahaan lain
3. Melakukan penilaian terhadap praktik akuntansi yang ada dengan cara yang
sistematis
4. Menganalisis persoalan-persoalan yang ada dalam kerangka kerja ekonomi
5. Menggambarkan sebuah model hubungan antara akuntansi, perusahaan, dan
pasar.

Fenomena dalam Teori Akuntansi Positif:

● Sebuah Teori Akuntansi Positif akan menjelaskan bagaimana alasan sebuah


fenomena akuntansi dapat terjadi. Salah satu contoh fenomena yang terjadi saat
ini ialah penerapan sebuah kebijakan akuntansi dalam perusahaan yang akan
dipengaruhi oleh beberapa hal. Saat ini, Indonesia menerapkan sebuah standar
akuntansi International Financial Reporting (IFRS) sejak 1 Januari 2012. Namun
sayangnya perbedaan lingkungan Indonesia dengan United States (US)
menimbulkan sebuah masalah terkait dengan perbedaan karakteristik. Teori
akuntansi positif ini dapat menjelaskan bagaimana sebuah penerapan akuntansi
keuangan dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan biaya keagenan dari setiap
pihak yang terlibat dalam mengutamakan kepentingan pribadi masing-masingnya.
Seperti halnya tuntutan karyawan terhadap upah mereka, karena para karyawan
menganggap bahwa perusahaan memiliki pendapatan yang besar namun upah
mereka tidak sebanding dan tetap rendah.
● Salah satu penjelasan yang terdapat dalam Teori Akuntansi Positif ialah
bagaimana perusahaan akan melakukan organisir diri dengan efektif untuk
memaksimal laba yang akan diperolehnya dalam upaya mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan salah satunya dengan penerapan kebijakan
akuntansi yang dianggap akan lebih menguntungkan perusahaan. Salah satu
fenomena yang terjadi ialah penerapan metode kompensasi berdasarkan earning
yang akan digunakan sebagai reward terhadap manajer. Seharusnya dalam
penerapan metode tersebut dibuat sebuah batasan dalam bentuk monitoring atau
proses audit agar batasan tersebut akan menghasilkan sebuah angka earning
sesuai dengan kontribusi manajer pada nilai perusahaan. Namun pada
kenyataannya, pemilihan prosedur akuntansi tersebut tidak bisa sepenuhnya
diberikan batasan, hal ini dikarenakan manajer memiliki pengetahuan lebih
mengenai prosedur akuntansi mana yang terbaik diterapkan untuk dapat
memaksimalkan laba perusahaan.

Penelitian yang menggunakan Teori Akuntansi Positif:

● Hadian, N., & Utomo, R. B. (2014, May). PENGARUH KEKUATAN BURUH


TERHADAP KEBIJAKAN AKUNTANSI YANG DIMODERASI
KEPEMILIKAN MANAJERIAL. Seminar Nasional, Fakultas Ekonomi,
Universitas Kristen Maranatha.
● Usmar, D. (2018). Tinjauan Teori Akuntansi Positif Terhadap Fenomena Creative
Accounting. Jurnal Wawasan dan Riset Akuntansi, 1(2), 80-92.
2. Teori Keagenan (AgencyTheory)
Teori Keagenan atau Agency Theory pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan
Meckling (1976). Menurut Jensen dan Meckling, teori keagenan merupakan sebuah
kontrak yang terjadi antara manajer yang berperan sebagai agen dan pemilik yang
berperan sebagai principal. Agar hubungan antara dua pihak tersebut dapat berjalan
dengan baik, maka pemilik akan mengandalkan otoritas pembuatan keputusan kepada
manajer selaku agen.
Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa masalah keagenan atau agency
problem dapat terjadi ketika perbandingan kepemilikan manajer atas saham perusahaan
kurang dari 100% sehingga manajer selaku agen bertindak untuk dapat memenuhi
kepentingan pribadi dan tidak berdasar kepada memaksimalkan nilai perusahaan dalam
pengambilan keputusan pendanaan.

Fenomena dalam Teori Keagenan (Agency Theory):


a) Pihak principal atau pemilik akan termotivasi untuk mengadakan kontrak yang dapat
mensejahterakan dirinya sendiri dengan profitabilitas yang dapat selalu meningkat.
Sedangkan agen atau manajer akan termotivasi untuk memaksimalkan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya, yaitu dalam memperoleh investasi, pinjaman maupun
kontrak kompensasi.
b) Konflik yang dapat terjadi misalnya antara pemegang saham dengan kreditor.
Kreditor memiliki klaim atas sebagian laba perusahaan untuk pembayaran bunga dan
juga untuk pokok hutang, selain klaim yang berasal dari aktiva perusahaan. Tetapi
dalam hal ini, pemegang saham memiliki peran kontrol melalui manajer atas
keputusan yang dapat mempengaruhi profitabilitas dan risiko perusahaan.
Misalnya, pemegang saham akan mengambil suatu proyek yang memiliki risiko
tinggi. Tetapi ketika proyek yang diambil tersebut berhasil maka akan sangat
menguntungkan untuk pemegang saham. Sedangkan tingkat pengembalian kepada
kreditor akan tetap pada risiko yang rendah. Tetapi pada saat proyek tersebut gagal,
maka pemegang obligasi akan menanggung kerugiannya.
Penelitian yang menggunakan Teori Keagenan (AgencyTheory):

a) Bilqis, F. (2016). PERAN INSENTIF DAN MONITORING PADA PROSES


PENEGAKKAN KONTRAK KEAGENAN (Studi Kasus Pada Restoran Pizza XXX
Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 3(2).
b) Hamdani, M. (2016). Good Corporate Governance (GCG) Dalam Perspektif Agency
Theory. Semnas Fekon, 279-283.

3. Teori Stewardship
Teori stewardship menggambarkan situasi para manajemen yang tidak termotivasi
oleh tujuan-tujuan individu dan kepentingan pribadi tetapi lebih ditujukan pada sasaran
hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi atau lebih mementingkan kepentingan
pricipal.
Fenomena Teori Stewardship
● PT Bank Lippo Tbk, terindikasi melakukan pelaporan keuangan ganda
tahun 2002 dan PT Bank Century yang terindikasi memanipulasi berbagai
transaksi fiktif tahun 2008. Akibatnya laba/rugi PT Bank Century Tbk
mengalami penurunan sangat drastis. Terjadinya berbagai kasus
penyajian laporan keuangan yang tidak semestinya ini mengakibatkan laba yang
dilaporkan diterapkannya Good Corporate Governance(GCG). Good Corporate
Governance(GCG) merupakan sitem tata kelola perusahaan yang digunakan
untuk meminimalisir tindakan manajemen laba oleh perusahaan.
● Laporan audit per 31 Desember 2001, laporan keuangan Kimia Farma menyajikan
laba bersih yang diperoleh sebesar Rp 132 milyar dan laporan tersebut di audit
oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Audit ulang yang dilakukan per 3
Oktober 2002, dalam laporan keuangan yang baru laba bersih yang disajikan
hanya Rp 99,56 miliar yaitu lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar dari laba bersih
laporan sebelumnya (Parsaroan, 2009).
Penelitian yang menggunakan teori stedwardship
● Nurochman, A., & Solikhah, B. (2015). Pengaruh good corporate governance,
tingkat hutang dan ukuran perusahaan terhadap persistensi laba. Accounting
Analysis Journal, 4(4).
● Dewi, N. K. H. S., & Putra, I. M. P. D. (2016). Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance Pada Integritas Laporan Keuangan. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 15(3), 2269-2296.

4. Teori Keberterimaan Model (Technology Acceptance Model)


Technology Acceptance Model (TAM) merupakan sebuah model yang dapat
digunakan untuk melakukan prediksi dan memberikan penjelasan mengenai bagaimana
pengguna teknologi menerima dan menggunakan teknologi yang berhubungan dengan
pekerjaan pengguna. Technology Acceptance Model (TAM) berasal dari teori psikologis
yang digunakan untuk menjabarkan perilaku pengguna teknologi informasi yang
beralaskan kepada kepercayaan (belief), sikap (attitude), niat (intention) dan hubungan
perilaku pengguna (user behavior relationship).
Fenomena Teori Keberterimaan Model (Technology Acceptance Model)
● Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 46
Tahun 2006 menyatakan kewajiban bagi pengelola keuangan di tiap SKPD untuk
menggunakan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIPKD). Setiap pengelola
keuangan tiap SKPD wajib memahami SIPkD dengan baik agar proses
penatausahaan keuangan daerah tidak terhambat.
● ALISTA (Application of Logistic and Supply Telkom Akses) merupakan aplikasi
Warehouse Management System (WMS) yang di kembangkan sendiri oleh PT.
Telkom Akses. Aplikasi yang dikembangkan oleh PT Telkom Akses ini bertujuan
untuk menyiapkan kebutuhan bahan yang akan digunakan dalam penyelesaian
pekerjaan. Penyiapan bahan/meterial yang dibutuhkan banyak dan berdampak pada
kesiapan material tersebut dalam penyelesaian pekerjaan. Selain itu banyaknya
material yang harus dipenuhi dengan waktu yang terbatas membuat petugas harus
melakukan pekerjaannya dengan cepat untuk memenuhi target pemenuhan barang
material dalam sehari. PT. Telkom Akses telah memiliki portal aplikasi sistem
penerimaan, pengeluaran dan pengembalian barang material. Penggunaan aplikasi
ALISTA ini perlu dilakukan penggukuran tingkat penggunaannya dan memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi di terimanya sistem pada perusahaan. Salah satu
metode yang digunakan untuk mengukur dengan menggunakan menerapkan Metode
Technology Acceptable Model (TAM) yang di gunakan oleh user.
Penelitian yang menggunakan Teori Keberterimaan Model (Technology Acceptance
Model):
● Irawati, T., Rimawati, E., & Pramesti, N. A. (2019). Penggunaan Metode
Technology Acceptance Model (TAM) Dalam Analisis Sistem Informasi Alista
(Application Of Logistic And Supply Telkom Akses). @ is The Best: Accounting
Information Systems and Information Technology Business Enterprise, 4(2), 106-
120.
● Sayekti, F., & Putarta, P. (2016). Penerapan Technology Acceptance Model (TAM)
dalam pengujian model penerimaan sistem informasi keuangan daerah. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied Management, 9(3).

5. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)


Freeman sebagai seorang penganjur pertama teori ini menjelaskan bahwa teori
pemangku kepentingan merupakan sebuah teori yang akan menekankan bahwa
perusahaan memiliki tanggung jawab yang akan menuntut untuk mempertimbangkan
seluruh pihak yang memiliki kepentingan yang akan merasakan pengaruh atas
tindakannya. Pemangku kepentingan ini merupakan kelompok atau individu yang akan
memperoleh keuntungan dan atau kerugian atas sebuah tindakan korporasi. Beberapa
pihak yang termasuk dalam kategori pemangku kepentingan ini bukan hanya para
pemegang saham saja, namun termasuk juga di dalamnya para kreditor, pelanggan,
pemasok, pekerja, masyarakat pada umumnya, dan berbagai pihak lain. Dalam teori ini,
bisnis akan dipandang sebagai suatu “kesadaran sosial”, yang mana perusahaan harus
peka terhadap berbagai kemungkinan terjadinya kerusakan atas tindakannya terhadap
para pemangku kepentingan. Selain itu juga, bisnis akan dipandang sebagai sebuah
aktivitas sosial yang mana perusahaan akan menggunakan segala sumber dayanya untuk
kepentingan publik. Teori pemangku kepentingan ini dapat digunakan dalam tiga cara,
yaitu deskriptif atau empiris, instrumental, dan normatif.

Fenomena dalam Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory):

● Dalam Teori Pemangku Kepentingan ini dijelaskan bahwa bagaimana pentingnya


adanya para pemangku kepentingan dalam suatu bisnis dan perusahaan dituntut
untuk memperhatikan seluruh pihak tidak hanya mementingkan kepentingan
manajemen dan para investornya saja namun harus turut peduli terhadap
bagaimana kepentingan karyawan, konsumen, dan masyarakat sekitar karena
perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pada kenyataannya,
saat ini masih banyak perusahaan yang memiliki tujuan hanya untuk
memaksimalkan laba dan mensejahterakan para investornya saja dan tidak peduli
dampak apa yang ditimbulkan akibat dari aktivitas operasi perusahaan. Beberapa
kasus yang terjadi ialah adanya kasus pencemaran limbah udara oleh PT.Rayon
Utama Makmur Sukoharjo, pencemaran air oleh PT.Energi Agro Nusantara,
perluasan pabrik pengolahan limbah B3 berbahaya yang dilakukan oleh PT.Pria,
dan masih ada beberapa kasus lain.
● Menjalankan sebuah proses bisnis perusahaan dituntut untuk turut memperhatikan
seluruh aspek termasuk juga di dalamnya masyarakat umum atau lingkungan
sekitar, hal ini sesuai dengan konsep dari Teori Pemangku Kepentingan. Namun
fenomena yang terkait teori ini masih saja terjadi saat ini, salah satunya ialah
masih belum terealisasi mengenai peranan stakeholders dalam mengatasi
kemiskinan Kota Madiun. Pada kenyataannya hal ini sudah di atur dalam Surat
Keputusan Walikota Keputusan Walikota Nomor 050-401.204/154.2017 tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kota Madiun.

Penelitian yang menggunakan Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory):

● Suharyani, R., Ulum, I., & Jati, A. W. (2019). Pengaruh Tekanan Stakeholder dan
Corporate Governance Terhadap Kualitas Sustainability Report. Jurnal Akademi
Akuntansi, 2(1).
● Putri, D. F. (2018). STUDI TENTANG ANALISA STAKEHOLDER DALAM
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI
KOTA MADIUN (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

6. Signalling Theory
Pencetus signalling theory adalah Spence yang sebelumnya telah melakukan
penelitian dengan judul Job Market Signalling pada tahun 1973. Menurutnya, asimetris
informasi terjadi pada pasar ketenagakerjaan. Menurut Spence (1973), pihak pengirim
(pemilik informasi) yang memberikan suatu isyarat atau sinyal berupa informasi yang
mencerminkan kondisi suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pihak penerima (investor).
Teori signal atau signalling theory melandasi mengenai pengungkapan sukarela.
Teori signal menerangkan mengenai bagaimana perusahaan seharusnya memberikan
sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal tersebut dapat berupa penyampaian
informasi laporan keuangan kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal yang
disampaikan berupa informasi yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk dapat
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal yang disampaikan dapat berupa informasi atau
promosi lain yang dapat menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada
perusahaan lain.

Fenomena dalam Signalling Theory:


a) Dalam ekonomi pasar sangat penting untuk suatu perusahaan mengambil keputusan
informasi yang valid, baik itu keputusan keuangan maupun keputusan non keuangan,
tetapi pada kenyataannya pada kegiatan perekonomian yang terjadi dalam ekonomi
pasar tidak memiliki cukup informasi untuk membuat keputusan. Salah satu upaya
untuk meminimalisir asimetri informasi tersebut adalah dengan memberikan sinyal
kepada pasar. Karena teori sinyal menjelaskan bahwa laporan keuangan perusahaan
akan dimanfaatkan bagi perusahaan untuk memberikan sinyal positif atau negatif bagi
para pemakai laporan keuangan yang selanjutnya akan membantu para pemakai
laporan keuangan untuk mengambil keputusan keuangan.
b) Pengungkapan informasi akuntansi yang diberikan oleh perusahaan dapat
memberikan sinyal baik atau buruk bagi perusahaan di masa yang akan datang. Hal
tersebut didorong oleh terdapatnya asimetri informasi antara manajemen (agent) dan
stakeholder (principal). Ketidaksamaan informasi merupakan situasi dimana manajer
memiliki informasi yang lebih baik dan berbeda mengenai kondisi atau prospek
perusahaan di masa yang akan datang daripada informasi yang dimiliki oleh investor.
Asimetri informasi dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan
praktik manajemen laba, yaitu keadaan dimana hal tersebut dapat menguntungkan
manajer itu sendiri. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan cara
mengurangi asimetri informasi, yaitu dengan cara memberikan sinyal kepada
stakeholder mengenai informasi keuangan yang dapat dipercaya yang akan
mengurangi ketidakpastian dalam prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Penelitian yang menggunakan Signalling Theory:


a) Rokhlinasari, S. (2016). Teori-teori dalam Pengungkapan Informasi Corporate Social
Responbility Perbankan. Al-Amwal: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syari'ah, 7(1).
b) Dewi, I. G. A. A. O., & Premashanti, N. M. N. (2020). Pengaruh Reputasi Kantor
Akuntan Publik, Keberadaan Komite Audit, dan Prior Opinion Terhadap Pemberian
Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
STATERA: Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2(2), 133-142.

7. Teori Fraud triangle


Teori fraud triangle merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang penyebab
terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey
(1953) yang dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan. Fraud triangle terdiri dari
tiga kondisi yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu incentive/pressure,
opportunity, dan attitude/rationalization (Turner et al., 2003).

Fenomena Teori Fraud Triangle :


● Kasus yang terjadi pada Lippo Bank yang merupakan bank swasta terkemuka
dengan 2,5 juta nasabah dan 676 ATM di 120 kota. Pada kasus ini perusahaan
melaporkan laporan keuangan ke publik dengan aset 24 Triliun dan laba bersih 98
M, tetapi ke BEJ dilaporkan aset 22,8 Triliun dengan rugi bersih 1,3 Triliun. Hal
ini menyebabkan Dana rekap pemerintah milik masyarakat susut dari 6 Triliun
menjadi 600 M demikian pula dengan investor lainnya. Menurut teori Cressey
(dikutip oleh Skousen et al., 2009), terdapat tiga kondisi yang selalu hadir dalam
tindakan fraud yaitu pressure, opportunity, dan rationalization yang disebut
sebagai fraud triangle. Ketiga kondisi tersebut merupakan faktor risiko munculnya
kecurangan dalam berbagai situasi. Temuan berbagai faktor risiko kecurangan
oleh Cressey (1953) didasarkan pada serangkaian wawancara dengan orang-orang
yang dihukum karena penggelapan (Skousen et al., 2009).
● Pada saat seseorang yaitu karyawan perusahaan sedang mengalami frustasi kerja,
terlilit utang, beban ekonomi yang menumpuk, bahkan kondisi lingkungan
keluarga yang tidak harmonis membawa dampak yang tidak baik bagi kinerja
karyawan tersebut. Pekerjaan jadi kacau balau, dan bisa berakibat melakukan
pencurian kas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Juga ada
kesempatan yang terbuka lebar untuknya melakukan tindakan kecurangan
tersebut, dimana biasanya kesempatan tersebut dapat terjadi karena kurangnya
pengawasan dari perusahaan dan bisa juga disebabkan karena pintarnya karyawan
tersebut, serta karena karyawan tersebut sudah mengenal dengan sangat baik
pekerjaan yang ditekuninya dan seluk-beluk kelemahan perusahaan.Dengan
pemikirannya yang “saya hanya meminjam, nanti akan dikembalikan”, “hal ini
tidak menyakiti siapa-siapa” membuatnya semakin merasa benar melakukan hal
tersebut yang mana memang mayoritas manusia akan memikirkan pembenaran
atas tindakan yang dilakukannya. Juga akibat jarangnya seorang karyawan
mendapatkan penghargaan atas kerja kerasnya, dapat membuat seseorang
membenarkan bahwa mengambil aset perusahaan adalah tindakan yang wajar.

Penelitian yang menggunakan Teori Fraud Triangle


● Iqbal, M. (2016, August). Analisa pengaruh faktor-faktor fraud triangle terhadap
kecurangan laporan keuangan pada perusahaan property dan real estate yang
terdaftar di bursa efek Indonesia. In Prosiding Seminar Nasional Cendekiawan
(pp. 17-1).
● Marliani, M., & Christiawan, Y. J. (2016). Persepsi Pengaruh Fraud Triangle
Terhadap Pencurian Kas. Business Accounting Review, 4(1), 21-30.

8. Pecking Order Theory:


Pecking Order Theory menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai
tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil.
Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber
pendanaan internal yang berlimpah. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-
urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam pecking order theory
adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba
(keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
2. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan
kesempatan investasi.
3. Karena kebijakan dividen yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan
kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang
diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran
investasi pada saat saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain.
4. Jika pandangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga
yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan utang, kemudian
dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, dan kemudian
barangkali saham sebagai pilihan terakhir.

Fenomena dalam Pecking Order Theory:


● Banyaknya perusahaan di Indonesia yang mengalami masalah hutang pada saat
terjadinya krisis, disebabkan banyaknya pinjaman dalam bentuk valuta asing dalam
jangka pendek dan tidak adanya antisipasi risiko (hedge). Untuk memperbaiki
keadaan ini, diperlukan komitmen manajemen dalam mengelola hutang agar tidak
berimbas pada nilai perusahaan. Rata-rata perusahaan di Indonesia cenderung
menganut pecking order theory yang menyebutkan bahwa perusahaan seharusnya
lebih konservatif dalam berhutang dan mendahulukan pendanaan internal,
sementara kekurangannya baru menggunakan pendanaan eksternal yaitu hutang
atau penambahan saham baru.

● Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan


dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hirarki)
yang disebutkan dalam pecking order theory. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa
“perusahaan-perusahaan di Negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan
ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya”. Hal ini berlawanan
dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih
untuk menerbitkan utang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat
membutuhkan pendanaan eksternal.

Penelitian yang menggunakan Pecking Order Theory:


● Christianti & Ratri. (2017). Pengaruh Size, Likuiditas, Profitabilitas, Risiko
Bisnis, dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal Pada Sektor
Industri Properti. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis, 12(1), 13-24.

● Herawati & Susanti. (2020). Pengaruh Defisit Pendanaan Internal Terhadap


Struktur Modal. Jurnal Ilmu Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi, 9(1), 22-29.

Anda mungkin juga menyukai