Anda di halaman 1dari 12

Tugas Mata Kuliah

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Dosen Pengampu : Tresya, SH, MH

Oleh :

Irfan Yulanda Syaputra

1600874201474

FAKULTAS HUKUM

PRODI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS BATANGHARI

JAMBI

2017
Jurnal

Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Di Indonesia:

Kasus Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah

Irfan Yulanda Syaputra

Abstraksi

Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia, dijadikan sebagai acuan


adalam penegakkan hak asasi manusia (HAM). Karena Pancasila merupakan
ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Pancasila sangat
menghormati hak asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara
Indonesia. Pancasila menjamin HAM melalui nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.

Kata-kata kunci

Hak Asasi Manusia (HAM); kasus; pelanggaran

Pendahuluan

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hal-hal yang didapatkan oleh
individu, bersifat pokok, fundamental, yang merupakan pemberian dari tuhan
Yang Maha Esa yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi oleh individu lain, dan
sudah ada didalam diri setiap manusia dari lahir, serta tidak dapat direbut atau
digantikan.

Salah satu karakteristik HAM adalah bersifat universal, artinya, hak asasi
merupakan hak yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia tanpa membedakan
suku bangsa, agama, ras maupun golongan. Oleh karena itu, setiap negara wajib
menegakkan HAM. Akan tetapi, karakteristik penegakkan HAM berbeda-beda
antar negara satu dengan yang lainnya. Ideologi, kebudayaan dan nilai-nilai khas
yang dimiliki suatu negara akan mempengaruhi pola penegakan HAM di suatu
negara.

Hak asasi manusia (HAM) diatur dalam UUD 1945 Pasal 28A-28J dan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tantang Hak Asasi Manusia.
Instrumen-instrumen penegakan HAM tersebut menjadi kekuatan hukum yang
mengikat dan memaksa bagi warga negara Indonesia.

Secara yuridis, Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39


Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi
manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok, termasuk aparat
negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlangsung.

Pelanggaran HAM dibedakan menjadi Pelanggaran HAM ringan dan Pelanggaran


HAM berat. Pelanggaran HAM ringan seperti melecehkan, mengejek, tidak
menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya. Pelanggaran HAM berat itu
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu, Kejahatan Genosida
dan Kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida adalah perbuatan yang
dimaksudkan untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, etnis, agama, dengan berbagai cara. Sedangkan kejahatan
terhadap kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
penyerangan yang meluas dan sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditunjukan secara langsung kepada penduduk sipil.

Pembahasan

1. Kronologis
Marsinah, buruh wanita dibunuh tahun 1993. Dia tewas mengenaskan
dengan kemaluan ditembak.

Marsinah memimpin aksi pekerja PT Catur Putra Surya untuk


mendapatkan kenaikan gaji dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari.

Hal ini sesuai dengan instruksi Gubernur KDH TK I Jawa Timur


mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada
pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan
kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok.

Namun aksi itu membuat perusahaan panas. Gaji memang naik, namun
akhirnya Marsinah dan teman temannya harus berurusan dengan aparat
Kodim.

Rekan Marsinah, Uus (43), membeberkan hilangnya Marsinah hingga


ditemukan tewas. Kejadiannya bermula saat Kodim memanggil 10 orang
buruh PT CPS yang aktif berdemo. Marsinah yang mendengar hal itu segera
menyusul teman-temannya ke Kodim.

"Saat kami datang ke kantor Kodim, ternyata ada teman kami yang
disiksa," tutur Uus saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu (30/4).

"Kamu tidak usah demo lagi, kamu harus keluar dari pabrik tidak usah
bekerja. Kamu tahu siapa yang ada di dalam itu. Dengar suaranya, dia itu
sekarang disiksa. Kalau tidak mau, kalian semua nasibnya itu seperti yang ada
di dalam," kata Uus menirukan salah satu aparat Kodim waktu itu.

Mendengar jeritan siksaan dari teman seperjuangan, Marsinah tidak


gentar. Meski mendapatkan ancaman, akan diculik dan disiksa Marsinah terus
melakukan pertemuan dan mendampingi teman-temannya.

Tapi menurut Uus sebenarnya para buruh pun sudah puas dengan
keputusan perusahaan yang menaikan gaji. Bahkan Marsinah meminta teman-
temannya giat bekerja karena perjuangan sudah selesai.
"Wes yo rek, perjuangane awak dewe wes mari. Upahe awak dewe wes
diundakno. Saiki, aku titip. Ayo kerjo sing temen, gawe masa depane awak
dewe sesuk (Sudah iya rek, perjuangan kita semua sudah selesai. Upah kita
sudah dinaikan. Sekarang, saya titip. Ayo kerja yang benar, buat masa depan
kita)," kata Uus menirukan perkataan Marsinah.

Dari pertemuan yang dilakukan di salah satu tempat kos dekat gapura
Siring Kuning, Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa
Timur, Marsinah dan tim buruh lainnya membubarkan diri.

"Sekitar pukul 10 malam (22.00 WIB), kita selesai pertemuan. Mbak


Marsinah saat itu pamit makan ke seberang Jalan Raya Porong. Sedangkan
kami, kembali ke kos masing-masing di Desa Siring," ujar dia.

Dari perpisahan itu, ternyata itu pertemuan Uus dan buruh lainnya dengan
Marsinah, yang terakhir. Sebab, mereka semuanya selama tiga hari mengira,
kalau Marsinah pergi untuk pulang ke kampung halamannya di Nganjuk.
Bahkan, buruh juga mendatangi kantor Kodim setempat, untuk mencari
keberadaan Marsinah selama tiga hari.

"Setelah tiga hari kami mencari keberadaan mbak Marsinah. Baru pagi
hari (8 Mei 1993), kami mendapat kabar, mbak Marsinah ditemukan dalam
keadaan meninggal penuh luka di hutan Dusun Jegong, Desa Wilangan,
Nganjuk," kata Uus yang sudah tampak lemas.

Mendengar kabar itu, Uus dan seluruh karyawan pabrik seolah tidak
percaya. Mereka hanya bisa menangis dan larut dalam kesedihan. Hingga pagi
harinya (9 Mei 1993), Uus dan sejumlah rekannya memutuskan untuk melayat
sekaligus memastikan kebenaran kabar tersebut ke rumah Marsinah di Desa
Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

"Setelah mendapat kabar, beberapa teman kami, datang kesana untuk


melayat dan melihat apakah itu memang Mbak Marsinah teman buruh kami?
Ternyata saat didatangi, memang benar," cerita Uus.
Kematian Marsinah berbuntut panjang. Aparat membentuk Tim Terpadu
kemudian menciduk 8 orang petinggi PT CPS. Penangkapan ini dinilai
menyalahi prosedur hukum. Tak ada yang tahu kalau mereka dibawa ke
markas TNI.

Mereka disiksa untuk mengaku telah membuat skenario membunuh


Marsinah. Pemilik pabrik PT CPS Yudi Susanto ikut dicokok.

Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di


tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah.

Menurut penyidikan polisi, Marsinah dijemput oleh pegawai PT CPS


bernama Suprapto, lalu dihabisi Suwono, Satpam PT CPS setelah disekap tiga
hari.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan


sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun.
Mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan
bebas.

Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik


Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).
Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, menimbulkan ketidakpuasan sejumlah
pihak. Muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah direkayasa.

Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya


rekayasa aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.

Setelah 23 tahun sulit sekali mengungkap kasus ini. Saat mendatangi


Kodim Sidoarjo, tak ada lagi yang mau bicara.

"Mereka sudah tak ada lagi di sini. Sudah pensiun," kata seorang anggota
Kodim pada merdeka.com.
Sementara itu KontraS tak henti-hentinya meminta Komnas HAM
membuka ulang kasus ini. Presiden Gus Dur dan Megawati sudah meminta
kasus Marsinah diungkap total.

Hingga hari ini KontraS menyebut kematian Marsinah masih menjadi teka
teki. 1

Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya
(CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan
terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya
ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan Nganjuk, dengan
tanda-tanda bekas penyiksaan berat.

Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah
Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr.
Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya),
menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat


edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar
menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji
sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan
senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya
beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT.
Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut
dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa
tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp
2250.

Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang
aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk
rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk
rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.
1
https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-kronologi-hilangnya-marsinah-hingga-ditemukan-tewas.html
3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando
Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.

4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan,


termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari
menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan
ont diterima, termasuk oleh buruh yang absen.

Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-
rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah
menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan
perundingan dengan pihak perusahaan.

Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap


menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo.
Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh
telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah
bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan
rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar
pukul 10 malam, Marsinah lenyap.

Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-


rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei
1993.

2. Penanggulangan
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda
Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan
Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim
dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan
penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur
resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya
perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama
diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V
Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat
control dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS,
Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di
tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah.
Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya
rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh
Marsinah.2
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang
yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10
orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian
ontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos
Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih
ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah
disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan
sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun,
namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto
dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah
Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan
(bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah
menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa
penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada 1993. Ia
menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Kasus ini pun menjadi catatan
Organisasi Buruh Internasional atau ILO, dikenal sebagai kasus 1713.
Namun, pembunuh yang sebenarnya belum menerima hukuman.

2
http://www.jatikom.com/2017/01/18-contoh-kasus-pelanggaran-ham-di.html
Kasus diatas menunjukkan masih banyaknya pelanggaran HAM di
Indonesia. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
sekelompok orang baik disengaja maupun tidak mengganggu atau mencabut
hak asasi orang lain. Kasus diatas dapat digolongkan dalam kejahatan
terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu kegiatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematikdan serangan tersebut
dijtujukan langsung terhadap penduduk sipil berupa :3
 Pembunuhan;
 Pemusnahan;
 Perbudakan;
 pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
 Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
 Penyiksaan;
 Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara,
 Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai
hal yang dilarang menurut hukum internasional;
 Penghilangan orang secara paksa;
 Kejahatan apartheid.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menegakkan HAM dilakukan dalam
dua bentuk, yaitu pencegahan dan penindakan. Pencegahan merupakan upaya
menciptakan kondisi yang semakin kondusif bagi penghormatan HAM.
Sedangkan penindakan merupakan upaya untuk menangani kasus pelanggaran
HAM berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku. Dalam upaya pencegahan

3
https://www.kompasiana.com/asrinayuni/kasus-marsinah_54f5d2f2a33311d6508b45b4
terjadinya pelanggaran terhadap HAM, pemerintah melalui peraturan
perundang-undangan yang dibuatnya, dimasukkanlah masalah HAM tersebut.
Selain itu, juga dapat dilakukan dengan cara :
1) Pelayanan, konsultasi, pendampingan dan advokasi bagi masyarakat
yang menghadapi kasus HAM, biasanya dilakukan oleh Lembaga
Bantuan Hukum.
2) Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM, Komnas HAM,
lembaga bantuan hukum, dan LSM HAM memiliki peranan penting.
3) Investigasi, yaitu pencarian data,informasi, fakta yang berkaitan
dengan peristiwa pelanggaran HAM, merupakan tugas Komnas HAM
dan LSM HAM.
4) Penyelesaian perkara melali perdamaian, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
dan penilaian ahli, tugas Komnas HAM.
5) Penyelesaian pelanggaran HAM berat melalu proses peradilan di
pengadilan HAM, misalnya kejahatan genosida dan
kejahatan kemanusiaan.
3. Komentar
Kasus Marsinah merupakan kejadian yang memilukan, dimana seorang
buruh yang menuntut haknya harus kehilangan nyawanya dengan tragis.
Selain itu, dalam proses pengadilan, tidak ditetapkan siapa yang menjadi
pembunuh dalam kasus tersebut, sehingga tidak ada yang diadili dan dihukum.
Kejadian seperti ini mengingatkan kepada kita semua, bahwa dalam
kehidupan baik dalam lingkup masyarakat maupun berbangsa dan bernegara
haruslah kita menjunjung HAM orang lain yang sama-sama harus kita
hormati. Dengan cara seperti itu, dapat mencegah terjadinya lagi kasus seperti
Kasus Marsinah ini. Selain itu juga, harusnya pemerintah, khususnya
pengadilan harus memberikan keputusan yang sebaik-baiknya, tanpa adanya
tindakan tercela seperti penyuapan ataupun yang lainnya, yang dapat
menimbulkan rasa tidak percaya masyaratak terhadap kepastian hokum di
Indonesia.4

4
https://fuad-myers.blogspot.com/2011/11/analisa-kasus-pelanggaran-ham-berat.html
Kesimpulan

Pelanggaran HAM berat itu menurut Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu, Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan genosida adalah perbuatan yang dimaksudkan untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,
ras, etnis, agama, dengan berbagai cara. Sedangkan kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
penyerangan yang meluas dan sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditunjukan secara langsung kepada penduduk sipil.

Dengan melihat kasus pelanggaran HAM diatas, dalam penyelesaiannya di


Indonesia dainggap tidak tuntas. Seperti kasus Marsinah yang menurut
peradilan sudah selesai, namun masih belum diketahui siapa pembunuhnya,
sehingga tidak ada yang diadili, dengan alasan bukan termasuk kasus
pelanggaran HAM berat. Jadi, penegakan HAM di Indonesia ini belum
sepenuhnya tegak dan dilaksanakan. Padahal dengan acuan Pancasila yang
sedemikian bagusnya sebagai landasan dalam penegakan HAM, harusnya
penegakan di Indonesia ini sudah dapat tegak dengan sebagaimana mestinya.
Tinggal bagaimana sekarang bangsa Indonesia akan bersungguh-sungguh
menegakan HAM di Indonesia atau malah sebaliknya dengan penegakan
HAM yang masih sangat lemah ini. Semuanya tergantung kepada bangsa
Indonesia itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai