Anda di halaman 1dari 42

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PENGADAAN ALAT KIT POSBINDU UNTUK PENGENDALIAN CEDERA


DAN KECELAKAN TAHUN 2016

Kementerian Negara / Lembaga : KEMENTERIAN KESEHATAN


Unit Eselon I : DITJEN PENGENDALIAAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
Program : Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Hasil : Menurunnya Angka Kesakitan, Kematian dan
Kecacatan Akibat Penyakit Tidak Menular
Unit Eselon II/Satker : Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Kegiatan : Pengadaan Alat Kesehatan KIT Posbindu untuk
Pengendalian Cedera dan Kecelakaan
Indikator Kinerja Kegiatan : - 50 % Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan
Pengemudi di terminal Utama

Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : 1 (satu) paket dan alat kesehatan

Volume : 1. 2 Paket Alkes Pemeriksaan FR Kecelakan


2. 2 Paket Trauma Kit
3. 1 Paket alat bantuan Hidup Dasar

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
a. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
b. Peraturan Presiden No.29 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
c. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat;
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
e. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/160/160/I/2010, tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014;
f. Keputusan Menteri Kesehatan No 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang-Bidang Kesehatan 2005-2025;

1
g. Keputusan Menteri Kesehatan No 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
h. Keputusan Menteri Kesehatan No.1479 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu.
i. Instruksi Presiden No. 3 tahun 2004 tentang Koordinasi Penyelenggaraan
Angkutan Lebaran Terpadu
j. Undang - Undang RI No. 22 Tahun 2009 Pasal 203, tentang RUNK Jalan
Tahun 2011 – 2035
k. 1. Dekade Aksi Keselamatan jalan, yang dicanangkan oleh Wakil Presiden
Boediono di Istana Wapres Jakarta pada tanggal 20 Juni 2011
l. Peraturan Pemerintah RI No. 37 Tahun 2011, tentang Forum Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan
m. Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2013 tentang, Decade of Action (DOA)
n. Peraturan kepala Kepolisian negara RI No. 15 Tahun 2013, tentang Tata
cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas

2. Gambaran Umum

Diseluruh dunia sebanyak 20 – 50 juta orang yang selamat dari kematian akibat
kecelakaan lau lintas pada akhirnya harus mengalami disabilitas. Setiap tahun
hampir 1,3 juta orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas (KLL) dan
menyebabkan kematian lebih dari 3000 orang setiap hari mengalami cedera akibat
kecelakan lalu lintas yang merupakan salah satu dari tiga penyebab utama
kematian pada kelompok umur 15 – 24 tahun.

Kejadian kecelakan lalu lintas darat mendominasi diantara jenis kecelakaan yang
lain dengan proporsi sekitar 25 % (WHO, 2004). Kejadian kecelakaan lalu lintas
darat cenderung meningkat dalam jumlah maupun jenisnya dengan perkiaraan
angka kematian 5,1 juta pada tahun 1990 dan diperkirakan menjadi 8,4 juta pada
tahun 2020 atau meningkat sebanyak 65%. Data yang ada menyebutkan kejadian
kecelakaan lalu lintas darat berkisar antara 750.000 sampai 1.183.492 setiap
tahunnya. Data WHO pada tahun 2002 memperkirakan hampir 1,2 juta orang
didunia meninggal karena kecelakaan lalu lintas darat. Pada tahun2004 ditemukan
bahwa cedera karena KLLD merupakan penyebab kematian utam yang konsisten

2
berada diposisi ke-3 pada kelompok umur usia 5 – 44 tahun. Faktor usia penyebab
kematian oleh karena KLLD denga n urutan tertinggi diusia 15-29 tahun, ke-2 usia
5-14 tahun dan ketiga 30-44 tahun ( sumber: WHO 2008, Global Burden of
Disease : 2004 update).

Data Riskesdas (2007) menyebutkan bahwa prevalensi kecelakaan transportasi


darat mencapai 25,9% dari seluruh penyebab cedera lainnya. Berdasarkan data
kepolisian RI didapat pelaku yang terlibat kecelakaan lalu lintas tertinggi diusia 16
– 25 tahun sebanyak 23.283 jiwa (2008) dan meningkat menjadi 24.364 jiwa
(2009). Tahun 2010 kematian akibat kecelakaan telah mencapai 1.234 jiwa, berarti
setiap 1 jam terdapat 3-4 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas darat
(Rancangan Umum Nasional Keselamatan Jalan, 2011).

Mencermati kecenderungan meningkatnnya kejadian kecelakaan dan tingginya


cedera dan kematian akibat kecelakan lalu lintas di indonesia maka penting
dilakukan peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini
yang melibatkan program, sektor terkait pemerintah daerah serta masyarakat.
Dengan adanya komitmen global dan nasional melalui Decade of Action (DoA) for
Road Safety 2011 – 2020 Yang bertujuan untuk mengurangi dan mengendalikan
tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas secara global, maka setiap negara
anggota dituntut untuk melaksanakan dan meningkatkan kegiatan yang dijalankan
pada skala nasional, regional, dan global. Pemerintah indonesia telah menyusun
Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) dan Instruksi Presiden no. 4
Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan. Kementerian
Kesehatan diamanahkan menjadi Leading Sector pada pilar V pada Inpres no 4
tahun 2013 yaitu Penanganan Pra dan Paska Kecelakaan.

Pada penanganan Pra kecelakaan disebutkan salah satu aksi dalam rangka
promosi tentang prilaku sehat dijalan melalui terselenggaranya pemberdayaan
masyarakat tentang aspek kesehatan dalam keselamatan jalan, serta pelaksanaan
pemeriksaan kesehatan pengemudi untuk pencegahan kecelakaan yaitu program
pemeriksaan kesehatan pengemudi, bukan hanya pengemudi angkutan umum
namun juga masyarakat umum yang akan mengemudikan kendaraanya. Untuk itu
disusun suatu program yang disebut posbindu khusus. Dalam kegiatan tersebut
juga dilakukan edukasi kepada pengemudi dan masyarakat mengenai kondisi
sehat dan aman berlalu lintas berupa kegiatan posbindu khusus yang dapat
dilakukan diterminal, rest area, dan perusahaan otobus (PO).
3
Penanganan paska kecelakaan dilakukan dengan melaksanakan upaya
pencegahan dan penanggulangan sedini mungkin terhadap kejadian gangguan
akibat kecelakaan dan cedera yang lebih parah. Maka perlu optimalisasi periode
Emas (golden period) dalam penanganan korban kecelakaan, salah satunya
adalah dengan dengan mengoptimalkan peran masyarakat dengfan cara
memberikan pembekalan yaitu menningkatkan pengetahuan sumber daya manusia
pada masyarkat awam khusus didaerah rawan kejadian kecelakaan laluy lintas
(black spot).

Pemeriksaan kesehatan diberlakukan pada pengemudi yang memiliki jarak tempuh


yang cukup lama setidaknya lebih dari 4 jam, pengemudi Bus Antar Kota Antar
Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) berperan penting dalam
hal kesehatan penumpang. Kegiatan deteksi dini faktor resiko cedera akibat
kecelakaan lalu lintas darat yang dilakukan berupa pemeriksaan tekanan darah,
alkohol dalam darah melalui pernapasan, kadar amphetamine di urine dan kadar
gula darah sewaktu.

Kabupaten Merangin merupakan daerah yang terletak pada jalur lintas tengah
sumatera yang merupakan daerah rawan terjadinya KLLD. Disamping itu cukup
banyaknya PO baik AKAP maupun AKDP memungkinkan untuk dilakukannya
kegiatan deteksi dini kesehatan pengemudi di terminal utama.

3. TUJUAN
a. Umum :
Terdeteksi dan terlaksanaya tindak lanjut dini faktor resiko cedera akibat
kecelakaan lalu lintas darat pada pengemudi.
b. Khusus :
- Terdeteksinya tekanan darah pada pengemudi
- Terdeteksinya kadar alkohol dalam pernapasan pada pengemudi
- Terdeteksinya kadar amphetamine dalam urin pada pengemudi
- Terdeteksinya kadar gula darah sewaktu pada pengemudi
- Terlaksananya tindak lanjut dini pada pengemudi
4. Sasaran

4
a. Sasaran Pelaksana :Tenaga kesehatan, Petugas kesehatan dipuskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten dan sektor terkait, PO, kepolisian dan
perhubungan.
b. Sasaran Pemeriksaan : Pengemudi

3. Alasan Kegiatan Dilaksanakan.


- Masyarakat baik pengemudi maupun penumpang belum menyadari tentang
resiko dan dampak kesehatan bagi keselamatan di Jalan
- Mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular berupa cedera dan
kematian akibat kecelakaan lalu lintas darat
- Perlu dukungan prasarana atau alat kesehatan untuk dapat melakukan
pengukuran tekanan darah, mengukur kadar amphetamin dalam urine, alat
periksa gula darah sewaktu, trauma kit dan alat bantuan hidup dasar (BHD).

B. Penerima Manfaat
Kegiatan pengadaan alat kesehatan pemeriksaan kesehatan Pengemudi ini
diharapkan bermanfaat bagi masyarakat terutama pengemudi dan penumpang di
daerah yang telah melakukan kegiatan Pengendalian PTM.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
a. Persiapan pengadaan peralatan melakukan rapat intern, menyusun TOR, RAB
dan Spesifikasi Teknis
b. Penyerahan spesifikasi teknis peralatan kepada Kuasa Pemegang Anggaran
dan Pejabat Pembuat Komitmen dengan tembusan Panitia Pengadaan
Barang/Jasa Direktorat PPTM
c. Pelaksanaaan pengadaaan barang/tender dan keputusan pemenang
d. Distribusi : Franco Gudang Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan


No Kegiatan Februar Maret April Mei Juni
i
1 Persiapan/Rapat intern subdit
2. Penyerahan Spesifikasi teknis
3. Pelaksanaan tender
4. Distribusi

5
D. Waktu Pencapaian Keluaran
Kegiatan pengadaan alat kesehatan dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) bulan
terhitung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2016.

E. Biaya Yang Diperlukan


Biaya pengadaan alat pemeriksaan kesehatan pengemudi sebesar Rp 145.000.000,-
(Seratus empat puluh lima juta rupiah). Rincian anggaran biaya (RAB) sebagaimana
terlampir.

Bangko, 31 Maret 2015


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin

Dr. H. Solahuddin
NIP. 19650213 199803 1 002

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PENGADAAN ALAT KIT POSBINDU UNTUK
MONITORING FR PTM MELALUI POSBINDU PTM
6
TAHUN 2016

Kementerian Negara/Lembaga : KEMENTERIAN KESEHATAN


Unit Eselon I : DITJEN PENGENDALIAAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
Program : Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Hasil : Menurunnya Angka Kesakitan, Kematian dan
Kecacatan Akibat Penyakit Tidak Menular
Unit Eselon II/Satker : Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Kegiatan : Pengadaan Alat Kesehatan KIT Posbindu untuk
Monitoring FR PTM
Indikator Kinerja Kegiatan : Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan Bagi
Masyarakat di Posbindu PTM

Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : 1 (satu) paket dan alat kesehatan

Volume : 1. 1 Paket Posbindu Kit


2. 1 Paket Media Promosi Posbindu

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
a. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
b. Peraturan Presiden No.29 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
c. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat;
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
e. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/160/160/I/2010, tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014;
f. Keputusan Menteri Kesehatan No 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang-Bidang Kesehatan 2005-2025;
g. Keputusan Menteri Kesehatan No 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;

7
h. Keputusan Menteri Kesehatan No.1479 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu.

2. Gambaran Umum
Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar
36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh dunia, di mana sekitar 29
juta (80%) justru terjadi di negara yang sedang berkembang (WHO, 2010). Peningkatan
kematian akibat PTM di masa mendatang diproyeksikan akan terus terjadi sebesar 15% ( 44
juta kematian) dengan rentang waktu antara tahun 2010 dan 2020. Kondisi ini timbul
akibat perubahan perilaku manusia dan lingkungan yang cenderung tidak sehat terutama
pada negara-negara berkembang.
Pada awal perjalanan PTM seringkali tidak bergejala dan tidak menunjukkan tanda
klinis secara khusus sehingga datang sudah terlambat atau pada stadium lanjut akibat tidak
mengetahui dan menyadari kondisi kelainan yang terjadi pada dirinya. Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2013 menunjukan bahwa 69,6% dari kasus diabetes melitus dan 63,2%
dari kasus hipertensi masih belum terdiagnosis. Keadaan ini mengakibatkan penanganan
menjadi sulit, terjadi komplikasi bahkan berakibat kematian lebih dini.
Dalam kurun waktu tahun 1995 -2007, kematian akibat PTM mengalami
peningkatan dari 41,7% menjadi 59,5%. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan
prevalensi penyakit Stroke 12,1 per 1000, Penyakit Jantung Koroner 1,5%, Gagal Jantung
0,3%, Diabetes Melitus 6,9%, Gagal Ginjal 0,2%, Kanker 1,4 per 1000, Penyakit Paru Kronik
Obstruktif 3,7% dan Cidera 8,2%.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi merokok 36,3%, dimana
prevalensi perokok laki-laki 68,8% dan perempuan 6,9%, kurang aktifitas fisik 26,1%, kurang
konsumsi sayur dan buah 93,6%, asupan makanan yang berisiko PTM seperti makanan
manis 53,1%, makanan asin 26,2%, makanan tinggi lemak 40,7%, makanan berpenyedap
77,3% serta gangguan mental emosional 6,0%. obesitas umum 15,4%,dan obesitas sentral
26,6%.
Peningkatan prevalensi PTM berdampak terhadap peningkatan beban pembiayaan
kesehatan yang harus ditanggung Negara dan masyarakat. Penyandang PTM memerlukan
biaya yang relatif mahal, terlebih bila kondisinya berkembang semakin lama (menahun) dan
terjadi komplikasi.

Data Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada tahun


2012 memperlihatkan bahwa PTM menghabiskan biaya pengobatan yang cukup besar bila
dibandingkan dengan biaya pengobatan tertinggi dari seluruh penyakit menular.

8
Pembiayaan Hemodialisis pada kasus Gagal Ginjal Kronik sebesar Rp. 227.493.526.119,-
dan pada penyakit kanker sebesar Rp. 144.689.231.240 sementara pembiayaan untuk TBC
sebesar Rp. 106.502.636.171.

PTM dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya, yaitu merokok, diet
yang tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan konsumsi minuman beralkohol. Mencegah dan
mengendalikan faktor risiko relatif lebih murah bila dibandingkan dengan biaya pengobatan
PTM salah satu diantaranya adalah deteksi dini.

Masyarakat di perankan sebagai sasaran kegiatan, target perubahan, agen


pengubah sekaligus sebagai sumber daya dengan dibekali pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan deteksi dini dan pemantauan faktor resiko PTM dan tindak lanjutnya.
Disaat ini peran fasilitas pelayanan kesehatan primer belum optimal dalam pelaksanaan
pengendalian PTM karena masih berorientasi Kuratif dan rehabilitatif dan cenderung
tersegmentasi. Disisi lain masyarakat yang berkeinginan untuk memeriksakan kesehatannya
secara rutin masih jauh dari harapan sehingga dengan deteksi dini dan penanganan yang
lebih cepat dapat memelihara masyarakat sehat agar tetap sehat dan bagi para penyandang
PTM dapat meningkatkan kualitas hidup. Hal ini berimplikasi terhadap pembiayaan
kesehatan yang lebih murah.

3. TUJUAN
a. Umum :
Terdeteksi dan terlaksanaya kegiatan deteksi dini faktor resiko PTM di
Posbindu
b. Khusus :
- Terlaksananya kegiatan Pengukuran Faktor Resiko PTM di Posbindu
- Terselenggaranya Kegiatan pengembangan Posbindu di wilayah
Puskesmas
-
4. Sasaran
c. Sasaran Pelaksana :Tenaga kesehatan, Petugas kesehatan dipuskesmas,
Kader Posbindu PTM di Desa Dinas Kesehatan Kabupaten dan sektor
terkait,kelompok/organisis yang bersedia menyelenggarakan Posbindu.
d. Sasaran Pemeriksaan : Masyarakat diwilayah binaan Posbindu usia 15 – 60
Tahun

4. Alasan Kegiatan Dilaksanakan.


9
- Masyarakat belum menyadari tentang resiko dan dampak kesehatan bagi
keselamatan di Jalan
- Memelihara masyarakat sehat agar tetap sehat dan bagi para penyandang
PTM dapat meningkatkan kualitas hidup
- Mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular berupa cedera dan
kematian akibat PTM
- Perlu dukungan prasarana atau alat kesehatan untuk dapat melakukan
pengukuran tekanan darah, mengukur Tinggi Badan, Berat Badan
Penghitungan Indek Masa tumbuh, Lingkar Perut dan analisa lemak tubuh.

B. Penerima Manfaat
Kegiatan pengadaan alat kesehatan monitoring FR PTM ini diharapkan bermanfaat
bagi masyarakat terutama yang rentan terhadap resiko terjadinya PTM di daerah yang
telah melakukan kegiatan Pengendalian PTM.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
e. Persiapan pengadaan peralatan melakukan rapat intern, menyusun TOR, RAB
dan Spesifikasi Teknis
f. Penyerahan spesifikasi teknis peralatan kepada Kuasa Pemegang Anggaran
dan Pejabat Pembuat Komitmen dengan tembusan Panitia Pengadaan
Barang/Jasa Direktorat PPTM
g. Pelaksanaaan pengadaaan barang/tender dan keputusan pemenang
h. Distribusi : Franco Gudang Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

3. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan


No Kegiatan Februar Maret April Mei Juni
i
1 Persiapan/Rapat intern subdit
2. Penyerahan Spesifikasi teknis
3. Pelaksanaan tender
4. Distribusi

D. Waktu Pencapaian Keluaran


Kegiatan pengadaan alat kesehatan dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) bulan
terhitung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2016.

10
E. Biaya Yang Diperlukan
Biaya pengadaan alat pemeriksaan kesehatan pengemudi sebesar Rp 388.440.000,-
(Tiga Ratus delapan puluh delapan juta empat ratus empat puluh ribu rupiah). Rincian
anggaran biaya (RAB) sebagaimana terlampir.

Bangko, 31 Maret 2015


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin

Dr. H. Solahuddin
NIP. 19650213 199803 1 002

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PENGADAAN ALAT KIT UNTUK PEMERIKSAAN
PEREMPUAN USIA 30 – 50 TH YANG DI DETEKSI DINI
KANKER SERVIKS DAN PAYUDARA.
11
TAHUN 2016

Kementerian Negara/Lembaga : KEMENTERIAN KESEHATAN


Unit Eselon I : DITJEN PENGENDALIAAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
Program : Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Hasil : Menurunnya Angka Kesakitan, Kematian dan
Kecacatan Akibat Penyakit Tidak Menular
Unit Eselon II/Satker : Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Kegiatan : Pengadaan Alat Kesehatan KIT untuk deteksi dini
kanker servik dan payudara
Indikator Kinerja Kegiatan : persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang
melakukan deteksi dini kanker servik dan payudara
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : 3 (tiga) paket dan alat kesehatan

Volume : 1. 1 Paket bahan habis pakai IVA


2. 1 Paket Krioterapi
3. 1 Paket Sterilisator

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
i. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
j. Peraturan Presiden No.29 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
k. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat;
l. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
m. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/160/160/I/2010, tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014;
n. Keputusan Menteri Kesehatan No 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang-Bidang Kesehatan 2005-2025;
o. Keputusan Menteri Kesehatan No 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;

12
p. Keputusan Menteri Kesehatan No.1479 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu.

2. Gambaran Umum
Saat ini, penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama
di seluruh dunia. Menurut laporan WHO tahun 2010, pada tahun 2008 terdapat
kematian hampir 57 juta jiwa di seluruh dunia dan 63% diantaranya akibat penyakit
tidak menular (PTM). Angka ini jauh melebihi kematian akibat penyakit menular.
Salah satu penyakit tidak menular adalah kanker
Berdasarkan Data Global Burden 2012 data kasus baru kanker adalah 12,1
juta dengan jumlah kematian 8,2 juta. Bila tidak dilakukan upaya pengendalian yang
sesuai sekitar 13,1 juta orang diprediksikan akan meninggal pada tahun 2030 (WHO,
2013). Sedangkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), prevalensi kanker di
Indonesia sebesar 1,4 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian
nomor 7 (tujuh) di Indonesia dengan presentasi 5,7% dari seluruh penyebab
kematian (Riskesdas, 2007). Kanker payudara dan kanker serviks merupakan
kanker yang paling tertinggi di dunia maupun di Indonesia, estimasi Globocan(2008)
insiden kanker payudara di Indonesia 36 per 100.000 perempuan dan kanker serviks
12,6 per 100.000 perempuan.
Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, di
Indonesia kanker menjadi penyebab kematian nomor 3 dengan kejadian 7,7% dari
seluruh penyebab kematian karena penyakit tidak menular, setelah stroke dan
penyakit jantung. Kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker
tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia,
dengan jumlah pasien sebanyak 12.014 orang (28,7%) untuk kanker payudara, dan
kanker leher rahim 5.349 orang (12,8%), leukemia 4.342 orang (10,4%), lymphoma
3.486 orang (8,3%) dan kanker paru 3.244 orang (7,8%).
.
Pencegahan kanker payudara dan kanker leher rahim meliputi tiga tingkatan
pencegahan yaitu primer, sekunder, tersier. Pencegahan primer dimaksudkan untuk
mengeliminasi dan meminimalisasi pajanan penyebab dan faktor risiko kanker,
termasuk mengurangi kerentanan individu terhadap efek dari penyebab kanker.
Memberikan edukasi tentang perilaku gaya hidup sehat (termasuk konsumsi buah
dan sayur lebih dari 500 gram per hari, mengurangi konsumsi lemak dan lain-lain),
mempromosikan anti rokok termasuk menurunkan risiko terpajan asap rokok,

13
perilaku seksual yang aman, serta pemberian vaksin HPV, merupakan contoh
kegiatan pencegahan

Pencegahan Sekunder dilakukan dengan Deteksi Dini dan Pengobatan Segera. Ada
dua komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening) dan edukasi tentang
penemuan dini (early diagnosis). Penapisan atau skrining, adalah upaya
pemeriksaan atau tes yang sederhana dan mudah yang dilaksanakan pada populasi
masyarakat sehat, yang bertujuan untuk membedakan masyarakat yang sakit atau
berisiko terkena penyakit di antara masyarakat yang sehat. Skrining kanker leher
rahim dilakukan dengan pemeriksaan IVA, Pap Smear, VILI, dan lainnya. Penemuan
dini (early diagnosis), adalah upaya pemeriksaan pada masyarakat yang telah
merasakan adanya gejala. Salah satu bentuk peningkatan kesadaran masyarakat
tentang gejala dan tanda-tanda kanker adalah pemberian edukasi masyarakat
tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (yang dikenal dengan istilah SADARI).

Pencegahan Tersier dilakukan dengan Diagnosis dan Terapi, serta pelayanan paliatif.
Diagnosis kanker payudara dan kanker leher rahim membutuhkan kombinasi antara kajian
klinis dan investigasi diagnostik. Prioritas pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan
stadium awal dan yang lebih berpotensial untuk sembuh. Standar pengobatan kanker
meliputi: operasi (surgery), radiasi, kemoterapi, dan hormonal yang disesuaikan dengan
indikasi patologi. Pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan psikososial, rehabilitasi
dan terkoordinasi dengan pelayanan paliatif untuk memastikan peningkatan kualitas hidup
pasien kanker. Pelayanan Paliatif dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
kanker payudara dan kanker leher rahim, khususnya untuk mengurangi nyeri dan pelayanan
bio-psiko-sosiao-spiritual.

Upaya pengendalian kanker di Indonesia, khususnya kanker payudara dan kanker


leher rahim, dikembangkan upaya pencegahan melalui program deteksi dini
(skrining). Program ini dilakukan dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA) dan krioterapi untuk IVA positif untuk kanker leher rahim dan Clinical
Breat Examination (CBE) & mengajarkan Periksa Payudara Sendiri (SADARI) untuk
kanker payudara.

Beberapa keuntungan program IVA dan CBE:


1. Merupakan pemeriksaan yang sederhana, mudah, cepat, dan hasil dapat
diketahui langsung yang telah diterapkan dibanyak negara dengan angka
keberhasilan yang signifikan.
14
2. Tidak memerlukan sarana laboratorium dan dokter ahli (patologi anatomi)
3. Dapat dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan sederhana
4. Jika dilakukan dengan kunjungan tunggal (single visit approach), IVA dan
krioterapi akan meminimalisasi klien yang hilang (loss) sehingga menjadi
lebih efektif
5. Cakupan deteksi dini dengan IVA minimal 80% selama lima tahun akan
menurunkan insidens kanker leher rahim secara signifikan (WHO, 2006)
6. Sensitifitas IVA sebesar 77% (range antara 56-94%) dan spesifisitas 86%
(antara 74-94%) (WHO, 2006).
7. Skrining kanker leher rahim dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat
menurunkan kasus kanker leher rahim 83,6% (IARC, 1986)
8. Deteksi dini kanker payudara dengan CBE dapat menemukan stadium I dan
II (downstaging) sebesar 68% (Regional Workshop NCCP, India 2010 )

Pemeriksaan IVA dan CBE dapat dilaksanakan di Puskesmas atau pelayanan di luar
gedung (mobil services), dilakukan oleh dokter umum dan bidan. Untuk IVA positif
dilakukan tindakan krioterapi di Puskesmas. Sedangkan untuk benjolan payudara
dirujuk ke RS.

Hampir di semua negara, insidens kanker payudara dan kanker leher rahim invasif
sangat sedikit pada perempuan dengan umur di bawah 25 tahun, insidens akan
meningkat sekitar usia 35 tahun ke atas dan menurun pada usia menopause.
(McPherson, et.al 2000, PATH 2000). Berdasarkan hal ini, program penapisan di
Indonesia difokuskan pada perempuan usia 30–50 tahun, sedang pada usia di atas
50 tahun walaupun relatif sedikit insidensnya, sebaiknya dilakukan penapisan
minimal 1 kali.

Alur pemeriksaan IVA sebagai berikut:

Mengajak ibu ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker leher rahim

Melakukan konseling tentang kanker leher rahim, faktor risiko dan pencegahannya

Melakukan IVA

IVA (-) IVA (+) Kanker


15
Diulang 5 tahun yang akan datang Lesi luas*

Tidak Iya
Sarankan Krioterapi

Servisitis bukan kontra indikasi untuk krioterapi


Ibu memilih dirujuk

Anjurkan untuk ulangi IVA 1 tahun yang akan datang

RUJUK

Tidak krioterapi
Obati

Tunggu 2 minggu untuk krioterapi

Evaluasi
- apakah sudah bisa melakukan hubungan
Kembali 1 bulan pasca krioterapi
- lesi sudah sembuh

Kembali 6 bulan pasca krioterapi Acetowhite (+) atau lesi prakanker**6 bulan I

***6 bulan II

IVA (-) Ulangi setelah 5 tahun

Sampai 2014 Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, profesi, dan
telah mengembangkan deteksi dini kedua kanker tersebut ke 240 kabupaten di 34
provinsi yang dilaksanakan oleh 1390 Puskesmas. Setiap wilayah Puskesmas perlu
mempunyai provider yang mampu melakukan deteksi dini kanker payudara dan
kanker serviks, saat ini kita baru mempunyai 2202 providers ( pelaksana program )-
terdiri dari dokter umum dan bidan,dan telah ada 405 pelatih atau trainers yang
terdiri dari dokter spesialis obstetri ginekologi, dokter spesialis bedah onkologi,
dokter spesialis bedah.

16
Anjurkan untuk ulangi IVA
1 tahun yang akan datang
Untuk mengembangkan program diperlukan sumber daya manusia, peralatan, dan
pendanaan yang memadai. Kebutuhan sumber daya manusia meliputi Master
Trainer, Trainer melatih tim pelatih propinsi (onkolog obsgin dan bedah, dokter
bedah, obsgin, dokter umum, bidan), dan pelaksana di Puskesmas dan RS (dokter
umum dan bidan). Pelatih propinsi/kabupaten melatih tenaga pelaksana puskesmas
dan RS.

Peralatan yang dibutuhkan adalah: di tingkat Puskesmas diperlukan alat dan bahan
IVA (meja gyn, lampu halogen, spekulum, asam cuka, lidi kapas, dll), dan krioterapi..

Dalam rangka meningkatkan cakupan deteksi dini, kegiatan IVA dan CBE dilakukan
dengan cara deteksi dini secara aktif, deteksi dini secara pasif, integrasi dengan
program KB, integrasi dengan program PKK, integrasi dengan program IMS ( , dan
integrasi dengan lintas sektor lain.

Dikabupaten Merangin tenaga dokter dan bidan yang sudah mendapatkan pelatihan
pemeriksaan IVA sebanyak 6 Orang yang tersebar di 3 Puskesmas

1. Tujuan :

Umum

Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker payudara dan kanker
leher rahim

Khusus:

1. Meningkatkan cakupan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim

2. Menemukan lesi pra kanker (sebelum terjadinya kanker) dan dapat mengobati

lesi pra kanker .

3. Menemukan kanker payudara sedini mungkin (sehingga menemukan kanker

dalam stadium in situ/ down staging).

2. Kegiatan dan Indikator :


a. IKK

Perempuan usia 30- 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara (IVA
dan atau Papsmear untuk Ca Serviks dan Clinical Breast Examination/Pemeriksaan
Payudara Klinis {SADANIS untuk Ca Payudara)

17
b. Input
- Revisi Kepmenkes No 796/2010 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
kanker payudara dan kanker
- Penyusunan modul pelatihan kader IVA
- Penggandaan
o Pedoman Teknis Pengendalian kanker payudara dan kanker leher
rahim 2000 eksemplar
o Buku acuan pelatihan IVA dan CBE 1000 eksemplar
o Buku pegangan pelatih 1000 eksemplar
o Buku pegangan peserta 1000 eksemplar
o Buku saku pencegahan kankerr leher rahim dan payhudara 1000
eksemplar
o Leaflet IVA 1.000 eksemplar
o Leaflet SADARI 1.000 eksemplar
- Pemeriksaan IVA/CBE
o Alat dan bahan habis pakai/ iva kIT
o Krioterapi set
- TOT deteksi dini kanker payudara dan leher rahim
c. Proses :
- Dukungan dan komitmen Lintas Sektor dalam pelaksanaan deteksi dini
IVA/CBE dan diseminasi informasi kepada pengelola program dan
masyarakat
- Peningkatan dan penguatan kompetensi SDM
- Bimtek/ Monev (uji kompetensi petugas pelaksana deteksi dini)
- Pemeliharaan deteksi dini kanker IVA/CBE
- Pengadaan Bahan habis pakai
- Pengadaan alkes
- KIE
d. Output :
- Cakupan perempuan umur 30 – 50 tahun yang dideteksi dini dengan IVA
dan CBE sebesar 10 sd 50 % (2015 sd 2019) dari total penduduk
Kabupaten Merangin
- Prioritas program ditetapkan berdasarkan usia risiko tinggi terjadinya lesi
prakanker baik payudara dan kanker leher rahim. Angka diatas
berdasarkan total jumlah penduduk berdasarkan “Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015” yaitu Wanita
18
Usia Subur (WUS) usia 30-49 tahun adalah sebesar 37.415.483
perempuan. Dengan rincian masing-masing propinsi sebagai berikut:

4. Sasaran
a. Sasaran Pelaksana :Tenaga kesehatan, Petugas kesehatan dipuskesmas
yang terlatih pemeriksaan IVA/papsmear, dr spesialis obgyn, Dinas
Kesehatan Kabupaten dan sektor terkait,kelompok/organisis yang
bersedia menyelenggarakan kegiatan kampanye Kanker servik dan
payudara.
b. Sasaran Pemeriksaan : Perempuan usia 30 – 50 tahun

5. Alasan Kegiatan Dilaksanakan.


- Masih bayaknya perempuan yang terlambat dalam deteksi dini penyakit kanker
servik, rahim dan payudara
- Menemukan penderita kanker servik, rahim dan payudara sedini mungkin
- Mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular berupa berupa kanker
servik, rahim dan payudara
- Perlu dukungan prasarana atau alat kesehatan untuk dapat melakukan deteksi
dini kanker servik dan payudara.

B. Penerima Manfaat
Kegiatan pengadaan alat kesehatan deteksi dini kanker servik dan payudara ini di
harapkan dapat mencegah atai terdeteksinya secara dini perempuan usia 30 – 50
tahun dari penyakit kanker servik dan payudara.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
i. Persiapan pengadaan peralatan melakukan rapat intern, menyusun TOR, RAB
dan Spesifikasi Teknis
j. Penyerahan spesifikasi teknis peralatan kepada Kuasa Pemegang Anggaran
dan Pejabat Pembuat Komitmen dengan tembusan Panitia Pengadaan
Barang/Jasa Direktorat PPTM
k. Pelaksanaaan pengadaaan barang/tender dan keputusan pemenang
l. Distribusi : Franco Gudang Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

19
4. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Februar Maret April Mei Juni
i
1 Persiapan/Rapat intern subdit
2. Penyerahan Spesifikasi teknis
3. Pelaksanaan tender
4. Distribusi

D. Waktu Pencapaian Keluaran


Kegiatan pengadaan alat kesehatan dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) bulan
terhitung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2016.

E. Biaya Yang Diperlukan


Biaya pengadaan alat pemeriksaan kesehatan pengemudi sebesar Rp 170.620.000,-
(Seratus tujuh puluh juta enam ratus dua puluh ribu rupiah). Rincian anggaran biaya
(RAB) sebagaimana terlampir.
Bangko, 31 Maret 2015
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin

Dr. H. Solahuddin
NIP. 19650213 199803 1 002

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PENGADAAN ALAT UNTUK PEMERIKSAAN GULA DARAH
TAHUN 2016

Kementerian Negara/Lembaga : KEMENTERIAN KESEHATAN


Unit Eselon I : DITJEN PENGENDALIAAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
Program : Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Hasil : Menurunnya Angka Kesakitan, Kematian dan
Kecacatan Akibat Penyakit Tidak Menular
20
Unit Eselon II/Satker : Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Kegiatan : Pengadaan Alat Kesehatan untuk Pemeriksaan Gula
Darah
Indikator Kinerja Kegiatan : Terlaksananya Kegiatan Pemeriksaan Gula darah pada
penduduk usia >15 tahun
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : 10 (sepuluh) paket dan alat kesehatan

Volume : 1. 10 Paket Gluko Test


2. 10 Paket stik Gluko Test
3. 10 Paket Food Model

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
o. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
p. Peraturan Presiden No.29 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
q. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat;
r. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
s. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/160/160/I/2010, tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014;
t. Keputusan Menteri Kesehatan No 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang-Bidang Kesehatan 2005-2025;
u. Keputusan Menteri Kesehatan No 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
v. Keputusan Menteri Kesehatan No.1479 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu.

2. Gambaran Umum

Saat ini prevalensi obesitas di negara maju maupun negara berkembang


semakin meningkat, diperkirakan jumlah orang obesitas di seluruh dunia dengan IMT
> 30 kg/m2 melebihi 300 juta orang, adalah sebesar 7 % dari populasi orang dewasa
di dunia. Banyak negara mengalami peningkatan laju obesitas selama 10-20 tahun
terakhir ini, WHO telah menyatakan bahwa peningkatan jumlah obesitas berat akan
21
dua kali lipat dibandingkan dengan orang dengan berat badan kurang selama 1995-
2025 dan peningkatan prevalensi obesitas akan mencapai 50 % pada tahun 2025.

Di Indonesia, dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,


menunjukan prevalensi obesitas pada penduduk berusia > 18 tahun adalah 15,4 %.
Angka Prevalensi Obesitas ini meningkat dibandingkan tahun 2010 yang sebesar
11,7%. Riskesdas tahun 2013 juga menunjukan terdapat Disparitas Prevalensi
Obesitas dari Nilai Prevalensi Nasional pada beberapa Propinsi di Indonesia, antara
lain Propinsi Aceh 16.3%, Propinsi Sumatera Utara 18.1%, Propinsi Bangka Belitung
18.0%, Propinsi Riau 18.2%, DIY 15.8%, Propinsi Jawa Timur 16.4%, Propinsi
Gorontalo 21.0%, Propinsi Sulawesi Tengah 16.4%, Propinsi Sulawesi Utara 24.1%,
Propinsi Maluku Utara 18.3% Propinsi Papua 15.9%, Propinsi Papua Barat 18.0%.

WHO juga mengungkapkan data terkait Overweight dan obesitas yang menjadi
faktor risiko dari lima penyebab tertinggi kematian global. Lebih banyak kematian di
seluruh dunia disebabkan karena kedua hal tersebut daripada underweight.
Sebanyak 65% dari populasi dunia berada pada negara-negara yang overweight dan
obesitas, dan membunuh lebih banyak orang daripada underweight (termasuk pada
negara high dan middle income). Setidaknya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap
tahun akibat overweight atau obesitas. Selain itu, 44% dari beban diabetes, 23% dari
beban penyakit jantung iskemik dan antara 7% dan 41% dari beban kanker tertentu
yang disebabkan overweight dan obesitas. Lebih dari 1,4 miliar orang dewasa yang
overweight. Secara keseluruhan, lebih dari 10% dari populasi orang dewasa di dunia
mengalami obesitas (WHO, 2013).

Peningkatan Obesitas akan berdampak juga terjadinya peningkatan pembiayaan


kesehatan. Di Amerika Serikat, biaya pengeluaran kesehatan yang dikeluarkan untuk
anak-anak obesitas usia 6-17 tahun mencapai 5%-7% dan meningkat empat kali
lipat dari tahun 1979-1999. Sistem perawatan kesehatan diperkirakan akan 3 kali
lebih mahal dari asuransi anak itu sendiri karena mereka 2-3 kali akan dirawat di
rumah sakit setiap tahunnya di bandingkan anak yang tidak obesitas (Diane
Thompson, 2011). Estimasi 30 tahun mendatang mengenai biaya pengobatan balita
obesitas setiap tahun di Indonesia yang menderita penyakit Diabetes Melitus adalah
sekitar Rp. 2,9 triliun untuk yang tidak memiliki komplikasi dan 66,9 triliun untuk yang
mengalami komplikasi (PT. Askes, 2011).

22
Oleh karena itu, Obesitas merupakan suatu epidemik global sehingga menjadi
masalah kesehatan yang harus segera ditangani. Pencegahan dan pengendalian
Obesitas dilkukan dengan berfokus pada faktor risiko dan sosial determinan. Banyak
faktor yang berperan dalam terjadinya obesitas yang sebagian besar merupakan
interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan, antara lain kurang aktivitas
fisik, kurang komsumsi sayur dan buah, peningkatan konsumsi makanan padat
energi terutama kandungan karbohidrat sederhana dan sosial ekonomi. Perubahan
gaya hidup menyebabkan terjadinya perubahan pengetahuan, sikap, perilaku, pola
makan, serta pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Selain itu
perubahan gaya hidup juga menurunkan frekuensi dan intensitas aktivitas fisik yang
dilakukan. Terjadi penurunan aktivitas fisik ini dapat dilihat dari penurunan intensitas
olah raga dan permainan yang mempergunakan fisik pada anak digantikan dengan
jenis permainan elektronik seperti main games.

Peningkatan Obesitas dapat juga terjadi disebabkan oleh beberapa hal antara lain
ketidaktahuan petugas kesehatan dan masyarakat terhadap bahaya obesitas,
kurangnya ketrampilan petugas kesehatan dalam pengelolaan obesitas, kurangnya
sarana prasarana pendukung aktivitas fisik di masyarakat, belum tercukupinya
ketersediaan sayur dan buah, lemahnya sanksi hukum terhadap pelanggaran
peraturan terkait pengendalian obesitas, dan lemahnya dukungan Pemerintah
Daerah dalam pengendalian obesitas.

Di sisi lain, agar pengendalian obesitas dapat berjalan secara optimal, maka
kebijakan umum penanggulangan PTM harus didasari pada partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat karena kesehatan adalah tanggung jawab bersama
masyarakat, swasta dan pemerintah. Salah satu upaya penting adalah mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, maka strategi pengendalian obesitas
berbasis masyarakat secara umum meliputi penguatan hukum, peraturan dan
perundangan, peningkatan pemberdayaan masyarakat, pelaksanaan riset
operasional, pendekatan kemitraan, peningkatan dan pengembangan sumberdaya,
peningkatan intervensi berbasis bukti,

Implementasi kegiatan pengendalian obesitas berbasis masyarakat harus


dilaksanakan secara simultan bekerjasama dengan dunia industri , media massa,
organisasi profesi , organisasi masyarakat , perguruan tinggi karena melihat
besarnya masalah obesitas yang mengancam kesehatan masyarakat bila tidak
segera ditangulangi mengingat Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya berbagai
23
penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, Diabetes Melitus,
Kanker, Osteoarthritis, dan lain-lain.

Pengendalian obesitas berbasis masyarakat bertujuan meningkatkan kapasitas


tenaga kesehatan dalam pengelolaan obesitas, meningkatnya pengetahuan
masyarakat tentang obesitas, meningkatnya jumlah masyarakat yang menerapkan
makan sayur dan buah, menurunnya frekuensi mayarakat yang mengkonsumsi
makanan minuman yang manis, berlemak, asin, meningkatnya jumlah masyarakat
yang melakukan aktivitas fisik, dan meningkatnya dukungan kemitraan dalam
pengendalian obesitas.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan upaya serius yang inovatif
dengan melibatkan dari unsur Pemerintah maupun Pemerintah Daerah, Masyarakat
dan Dunia Usaha untuk menekan peningkatan laju prevalensi Obesitas di Indonesia
sebesar 15.4 % hingga pada akhir tahun 2019 sesuai dengan indikator yang telah
termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-
2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No.2 Tahun 2015.

3. TUJUAN
a. Umum :
Terlaksanaya kegiatan deteksi dini faktor resiko PTM melalui
pemeriksaan gula darah pada masyarakat usia > 15 tahun.
b. Khusus :
- Terlaksananya kegiatan pegendalian obesitas melalui identifikasi
tingkat Obesitas
- Terdeteksinya kadar gula darah masyarakat usia > 15 tahun
4. Sasaran
a. Sasaran Pelaksana :Tenaga kesehatan, Petugas kesehatan dipuskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten dan sektor terkait, Kader Posbindu.
b. Sasaran Pemeriksaan : Masyarakat Usia >15 tahun di daerah binaan
posbindu

5. Alasan Kegiatan Dilaksanakan.


- Masyarakat belum menyadari tentang resiko dan dampak kesehatan karena
kelebihan gula darah
- Mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular berupa diabetes melitus
dan obesitas
24
- Perlu dukungan prasarana atau alat kesehatan untuk dapat melakukan
pengukuran kadar gula darah,dan promosi tentang makanan rendah gula.

B. Penerima Manfaat
Kegiatan pengadaan alat kesehatan pemeriksaan gula darah ini diharapkan
bermanfaat bagi masyarakat terutama masyarkat usia >15 tahun yang mengalami
kegemukan ataupun potensial untuk menderita diabetes melitus di daerah yang telah
melakukan kegiatan Pengendalian PTM.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
a. Persiapan pengadaan peralatan melakukan rapat intern, menyusun TOR,
RAB dan Spesifikasi Teknis
b. Penyerahan spesifikasi teknis peralatan kepada Kuasa Pemegang
Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen dengan tembusan Panitia
Pengadaan Barang/Jasa Direktorat PPTM
c. Pelaksanaaan pengadaaan barang/tender dan keputusan pemenang
d. Distribusi : Franco Gudang Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

5. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan


No Kegiatan Februar Maret April Mei Juni
i
1 Persiapan/Rapat intern subdit
2. Penyerahan Spesifikasi teknis
3. Pelaksanaan tender
4. Distribusi

D. Waktu Pencapaian Keluaran


Kegiatan pengadaan alat kesehatan dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) bulan
terhitung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2016.

E. Biaya Yang Diperlukan


Biaya pengadaan alat pemeriksaan gula darah sebesar Rp 37.500.000,- ( tiga puluh
tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Rincian anggaran biaya (RAB) sebagaimana
terlampir.

25
Bangko, 31 Maret 2015
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin

Dr. H. Solahuddin
NIP. 19650213 199803 1 002

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PENGADAAN ALAT UNTUK
DETEKSI DINI , RAHABILITASI ATAU PALIATIF PTM DAN CEDERA
MELALUI POSBINDU PTM
TAHUN 2016

Kementerian Negara/Lembaga : KEMENTERIAN KESEHATAN


Unit Eselon I : DITJEN PENGENDALIAAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
Program : Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Hasil : Menurunnya Angka Kesakitan, Kematian dan
Kecacatan Akibat Penyakit Tidak Menular
Unit Eselon II/Satker : Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Kegiatan : Pengadaan Alat Kesehatan Deteksi dini rahabilitasi
atau paliatif ptm dan cedera melalui posbindu PTM
Indikator Kinerja Kegiatan : Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan Bagi
26
Masyarakat di Posbindu PTM

Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : 10 (sepuluh) paket dan alat kesehatan

Volume : 1. 10 Paket alat pemeriksaan LIPID PANEL


2. 10 Paket alat pemeriksaan kolesterol Total

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
q. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
r. Peraturan Presiden No.29 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
s. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat;
t. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
u. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/160/160/I/2010, tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014;
v. Keputusan Menteri Kesehatan No 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang-Bidang Kesehatan 2005-2025;
w. Keputusan Menteri Kesehatan No 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
x. Keputusan Menteri Kesehatan No.1479 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu.

2. Gambaran Umum
Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar
36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh dunia, di mana sekitar 29
juta (80%) justru terjadi di negara yang sedang berkembang (WHO, 2010). Peningkatan
kematian akibat PTM di masa mendatang diproyeksikan akan terus terjadi sebesar 15% ( 44
juta kematian) dengan rentang waktu antara tahun 2010 dan 2020. Kondisi ini timbul
akibat perubahan perilaku manusia dan lingkungan yang cenderung tidak sehat terutama
pada negara-negara berkembang.
Pada awal perjalanan PTM seringkali tidak bergejala dan tidak menunjukkan tanda
klinis secara khusus sehingga datang sudah terlambat atau pada stadium lanjut akibat tidak
mengetahui dan menyadari kondisi kelainan yang terjadi pada dirinya. Riset Kesehatan
27
Dasar pada tahun 2013 menunjukan bahwa 69,6% dari kasus diabetes melitus dan 63,2%
dari kasus hipertensi masih belum terdiagnosis. Keadaan ini mengakibatkan penanganan
menjadi sulit, terjadi komplikasi bahkan berakibat kematian lebih dini.
Dalam kurun waktu tahun 1995 -2007, kematian akibat PTM mengalami
peningkatan dari 41,7% menjadi 59,5%. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan
prevalensi penyakit Stroke 12,1 per 1000, Penyakit Jantung Koroner 1,5%, Gagal Jantung
0,3%, Diabetes Melitus 6,9%, Gagal Ginjal 0,2%, Kanker 1,4 per 1000, Penyakit Paru Kronik
Obstruktif 3,7% dan Cidera 8,2%.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi merokok 36,3%, dimana
prevalensi perokok laki-laki 68,8% dan perempuan 6,9%, kurang aktifitas fisik 26,1%, kurang
konsumsi sayur dan buah 93,6%, asupan makanan yang berisiko PTM seperti makanan
manis 53,1%, makanan asin 26,2%, makanan tinggi lemak 40,7%, makanan berpenyedap
77,3% serta gangguan mental emosional 6,0%. obesitas umum 15,4%,dan obesitas sentral
26,6%.
Peningkatan prevalensi PTM berdampak terhadap peningkatan beban pembiayaan
kesehatan yang harus ditanggung Negara dan masyarakat. Penyandang PTM memerlukan
biaya yang relatif mahal, terlebih bila kondisinya berkembang semakin lama (menahun) dan
terjadi komplikasi.

Data Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada tahun


2012 memperlihatkan bahwa PTM menghabiskan biaya pengobatan yang cukup besar bila
dibandingkan dengan biaya pengobatan tertinggi dari seluruh penyakit menular.
Pembiayaan Hemodialisis pada kasus Gagal Ginjal Kronik sebesar Rp. 227.493.526.119,-
dan pada penyakit kanker sebesar Rp. 144.689.231.240 sementara pembiayaan untuk TBC
sebesar Rp. 106.502.636.171.

PTM dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya, yaitu merokok, diet
yang tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan konsumsi minuman beralkohol. Mencegah dan
mengendalikan faktor risiko relatif lebih murah bila dibandingkan dengan biaya pengobatan
PTM salah satu diantaranya adalah deteksi dini.

Masyarakat di perankan sebagai sasaran kegiatan, target perubahan, agen


pengubah sekaligus sebagai sumber daya dengan dibekali pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan deteksi dini dan pemantauan faktor resiko PTM dan tindak lanjutnya.
Disaat ini peran fasilitas pelayanan kesehatan primer belum optimal dalam pelaksanaan
pengendalian PTM karena masih berorientasi Kuratif dan rehabilitatif dan cenderung
tersegmentasi. Disisi lain masyarakat yang berkeinginan untuk memeriksakan kesehatannya
secara rutin masih jauh dari harapan sehingga dengan deteksi dini dan penanganan yang
28
lebih cepat dapat memelihara masyarakat sehat agar tetap sehat dan bagi para penyandang
PTM dapat meningkatkan kualitas hidup. Hal ini berimplikasi terhadap pembiayaan
kesehatan yang lebih murah.

3. TUJUAN
a. Umum :
Terdeteksi dan terlaksanaya kegiatan deteksi dini faktor resiko PTM di
Puskesmas dan Posbindu dengan pemeriksaan kolesterol dan lemak
b. Khusus :
- Terlaksananya kegiatan Pengukuran Faktor Resiko PTM di
Puskesmas
- Terselenggaranya Kegiatan pengembangan Posbindu di wilayah
Puskesmas
-
4. Sasaran
e. Sasaran Pelaksana :Tenaga kesehatan, Petugas kesehatan dipuskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten dan sektor terkait,kelompok/organisis yang
bersedia menyelenggarakan Posbindu.
f. Sasaran Pemeriksaan : Masyarakat diwilayah binaan Puskesmas usia 15 –
60 Tahun

6. Alasan Kegiatan Dilaksanakan.


- Masyarakat belum menyadari tentang resiko dan dampak kesehatan karena
tingginya kadar kolesterol dalam darah dan lemak
- Memelihara masyarakat sehat agar tetap sehat dan bagi para penyandang
PTM dapat meningkatkan kualitas hidup
- Mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular berupa cedera dan
kematian akibat PTM
- Perlu dukungan prasarana atau alat kesehatan untuk dapat melakukan
pengukuran kadar kolesterol total, mengukur Tinggi Badan, Berat Badan
Penghitungan Indek Masa tumbuh, Lingkar Perut dan analisa lemak tubuh.

B. Penerima Manfaat
Kegiatan pengadaan alat kesehatan pemeriksaan kolesterol dan analisa lemak tubuh
ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat terutama yang rentan terhadap resiko
terjadinya PTM di daerah yang telah melakukan kegiatan Pengendalian PTM.
29
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
a. Persiapan pengadaan peralatan melakukan rapat intern, menyusun TOR,
RAB dan Spesifikasi Teknis
b. Penyerahan spesifikasi teknis peralatan kepada Kuasa Pemegang
Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen dengan tembusan Panitia
Pengadaan Barang/Jasa Direktorat PPTM
c. Pelaksanaaan pengadaaan barang/tender dan keputusan pemenang
d. Distribusi : Franco Gudang Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

6. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan


No Kegiatan Februar Maret April Mei Juni
i
1 Persiapan/Rapat intern subdit
2. Penyerahan Spesifikasi teknis
3. Pelaksanaan tender
4. Distribusi

D. Waktu Pencapaian Keluaran


Kegiatan pengadaan alat kesehatan dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) bulan
terhitung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2016.

E. Biaya Yang Diperlukan


Biaya pengadaan alat pemeriksaan kesehatan pengemudi sebesar Rp 120.400.000,-
(Seratus dua puluh juta empat ratus ribu rupiah). Rincian anggaran biaya (RAB)
sebagaimana terlampir.

Bangko, 31 Maret 2015


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin

Dr. H. Solahuddin
NIP. 19650213 199803 1 002

30
KERANGKA ACUAN KEGIATAN
PENGADAAN ALAT UNTUK
DETEKSI DINI HYPERTENSI
MELALUI PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH
TAHUN 2016

Kementerian Negara/Lembaga : KEMENTERIAN KESEHATAN


Unit Eselon I : DITJEN PENGENDALIAAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
Program : Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Hasil : Menurunnya Angka Kesakitan, Kematian dan
Kecacatan Akibat Penyakit Tidak Menular
Unit Eselon II/Satker : Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Kegiatan : Pengadaan Alat Kesehatan Pemeriksaan Tekanan
Darah
Indikator Kinerja Kegiatan : Jumlah Penduduk usia > 15 tahun yang telah
melakukan pemeriksaan tekanan darah

Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : 10 (sepuluh) paket dan alat kesehatan

Volume : 1. 10 Paket alat pemeriksaan tekanan darah semi


digital dan stetoskop
31
2. 10 Paket strip test PTS Chardiocheck

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
a. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
b. Peraturan Presiden No.29 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
c. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat;
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
e. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/160/160/I/2010, tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014;
f. Keputusan Menteri Kesehatan No 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang-Bidang Kesehatan 2005-2025;
g. Keputusan Menteri Kesehatan No 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
h. Keputusan Menteri Kesehatan No.1479 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu.

2. Gambaran Umum
Penyakit Tidak Menular (PTM) utama (kardiovaskular, stroke, kanker, diabetes
melitus, penyakit paru kronik obstruktif) dibanyak negara, terutama di negara
berkembang telah mengalami peningkatan kejadian dengan cepat yang
berdampak pada peningkatan angka kematian. Di Indonesia, Proporsi angka
kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi
59,5% pada tahun 2007 (Riskesdas 2007). Peningkatan proporsi tersebut diikuti
dengan meningkatnya angka prevalensi beberapa penyakit tidak menular, seperti;
Hipertensi (31,7%), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3%), diabetes melitus dari
5,7% menjadi 6,9, asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (4,3%) dan
cedera lalu lintas darat (25,9%).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 prevalensi hipertensi pada


penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 25,8%. Prevalensi
hipertensi tertinggi di provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan terendah di provinsi

32
Papua (16,8%). Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat,
merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka
Nasional. Hipertensi berkaitan erat dengan pola hidup, pencegahan dan mengatasi
hipertensi dilakukan dengan diet sehat, aktivitas fisik teratur, menghindari
konsumsi alkohol, mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal, serta
lingkungan bebas asap rokok. Telah dibuktikan di negara-negara maju, bahwa
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hipertensi dan modifikasi pola hidup,
berhasil menurunkan kematian akibat hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
(penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer).

Hipertensi sering disebut sebagai “the silent killer” karena sering tanpa keluhan,
sehingga penderita tidak tahu kalau dirinya mengidap hipertensi tetapi kemudian
mendapatkan dirinya sudah terdapat penyakit penyulit atau komplikasi dari
hipertensi. Pengendalian hipertensi dilaksanakan secara terintegrasi dan
berkesinambungan, mulai dari masyarakat, fasilitas kesehatan tingkat pertama,
tingkat lanjut ke rumah sakit dan kembali ke masyarakat dengan kepatuhan minum
obat serta perawatan di rumah/masyarakat yang disebut Continuum of Care. Di
tengah-tengah masyarakat dengan melakukan upaya promosi dan pencegahan
faktor risikonya dengan mengembangkan Posbindu PTM. Kegiatan pengukuran
tekanan darah di Posbindu PTM dengan menggunakan alat kesehatan yang
mudah dipahami penggunaannya oleh masyarakat yaitu alat ukur tensimeter
digital. Sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 Direktorat Pengendalian PTM
telah membeli sebanyak kurang lebih 7.500 buah yang didistribusikan ke daerah
(Dinkes Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskemas). Alat ukur tensimeter digital ini
dalam pengadaannya terintegrasi dalam Kit Posbindu PTM bersama-sama dengan
alat ukur LP, TB dan BB (Bodyfat analyzer).

PTM merupakan penyakit yang seringkali tidak terdeteksi karena tidak bergejala
dan tidak ada keluhan. Dan biasanya kasus yang ditemukan telah dalam tahap
lanjut sehingga sulit disembuhkan dan berakhir dengan kecatatan atau kematian
dini. Keadaan ini menimbulkan beban pembiayaan yang besar bagi penderita,
keluarga dan negara.

Tingginya permasalahan PTM di Indonesia memerlukan upaya pengendalian yang


memadai dan komprehensif melalui promosi, deteksi dini, pengobatan dan
rehabilitasi. Berbagai upaya telah dilakukan salah satunya adalah
mengembangkan dan memperkuat kegiatan pencegahan dan penanggulangan
33
faktor risiko penyakit tidak menular berbasis masyarakat, dengan strategi
pengembangan dan pemberdayaan wadah serta sumberdaya yang telah ada di
tingkat kelurahan/desa atau yang disebut dengan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu).

Adanya Indikator yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan turut menjadi


pendorong bagi Direktorat PTM untuk berusaha mencapai indikator tersebut
dengan penggembangan Posbindu di Pusat dan daerah.

Dalam rangka pengembangan Posbindu di daerah baik yang dilakukan oleh lintas
program maupun lintas sektor diperlukan pemenuhan alat pemeriksaan faktor
risiko PTM yaitu alat timbang berat badan, alat periksa gula darah, alat ukur lingkar
perut, tekanan darah dan alat periksa gula darah serta bodyfat analyzer. Alat ini
dibutuhkan untuk pemeriksaan fakto risiko penyakit tidak menular pada masyarakat
dalam rangka untuk deteksi dini faktor risiko diabetes dan jantung sehingga
dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan untuk menunjang terlaksananya kegiatan
Posbindu FR PTM di Desa/Kelurahan.

Oleh karena itu melihat permasalahan yang ada maka dipandang perlu untuk
membeli atau pengadaan alat kesehatan melalui dana APBN, Satker Direktorat
PPTM, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI Tahun 2016

3. TUJUAN
a. Umum :
Terdeteksi dan terlaksanaya kegiatan deteksi dini hipertensi serta
penyakit jantung dan pembuluh darah serta faktor resiko PTM di
Puskesmas dan Posbindu melalui pemeriksaan Tekanan darah
b. Khusus :
- Terlaksananya kegiatan Pengukuran Faktor Resiko PTM di
Puskesmas
- Terlaksananya deteksi dini hipertensi
- Terselenggaranya Kegiatan pengembangan Posbindu di wilayah
Puskesmas
-
4. Sasaran

34
a. Sasaran Pelaksana :Tenaga kesehatan, Petugas kesehatan dipuskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten dan sektor terkait,kelompok/organisis yang
bersedia menyelenggarakan Posbindu.
b. Sasaran Pemeriksaan : Masyarakat diwilayah binaan Puskesmas usia 15 –
60 Tahun

7. Alasan Kegiatan Dilaksanakan.


- Masyarakat belum menyadari tentang resiko dan dampak kesehatan karena
tingginya tekanan darah
- Memelihara masyarakat sehat agar tetap sehat dan bagi para penyandang
PTM dapat meningkatkan kualitas hidup
- Mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular berupa cedera dan
kematian akibat PTM
- Perlu dukungan prasarana atau alat kesehatan untuk dapat melakukan
pengukuran tekanan darah dan deteksi dini penyakit jantung dan pembuluh
darah.

B. Penerima Manfaat
Kegiatan pengadaan alat kesehatan pemeriksaan tekanan darah ini diharapkan
bermanfaat bagi masyarakat terutama yang rentan terhadap resiko terjadinya PTM di
daerah yang telah melakukan kegiatan Pengendalian PTM.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
a. Persiapan pengadaan peralatan melakukan rapat intern, menyusun TOR,
RAB dan Spesifikasi Teknis
b. Penyerahan spesifikasi teknis peralatan kepada Kuasa Pemegang
Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen dengan tembusan Panitia
Pengadaan Barang/Jasa Direktorat PPTM
c. Pelaksanaaan pengadaaan barang/tender dan keputusan pemenang
d. Distribusi : Franco Gudang Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

7. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan


No Kegiatan Februar Maret April Mei Juni
i
1 Persiapan/Rapat intern subdit
2. Penyerahan Spesifikasi teknis
35
3. Pelaksanaan tender
4. Distribusi

D. Waktu Pencapaian Keluaran


Kegiatan pengadaan alat kesehatan dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) bulan
terhitung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2016.

E. Biaya Yang Diperlukan


Biaya pengadaan alat pemeriksaan tekanan darah sebesar Rp 59.920.000,- (lima
puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah). Rincian anggaran biaya
(RAB) sebagaimana terlampir.

Bangko, 31 Maret 2015


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin

Dr. H. Solahuddin
NIP. 19650213 199803 1 002

36
KERANGKA ACUAN KEGIATAN
PENGADAAN ALAT UNTUK
UPAYA BERHEMTI MEROKOK DI FASYANKES PRIMER
TAHUN 2016

Kementerian Negara/Lembaga : KEMENTERIAN KESEHATAN


Unit Eselon I : DITJEN PENGENDALIAAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
Program : Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Hasil : Menurunnya Angka Kesakitan, Kematian dan
Kecacatan Akibat Penyakit Tidak Menular
Unit Eselon II/Satker : Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Kegiatan : Pengadaan Alat Kesehatan untuk upaya berhenti
merokok
Indikator Kinerja Kegiatan : tersedianya layanan upaya berhenti merokok di
fasyankes primer

Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : 10 (sepuluh) paket dan alat kesehatan

Volume : 1. 10 Paket Nebulizer


2. 10 Paket Co Analizer
3. 10 Paket Peak Flow Meter
4. 10 Paket Cotinin Urine Test

A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
a. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

37
b. Peraturan Presiden No.29 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
c. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat;
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
e. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/160/160/I/2010, tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014;
f. Keputusan Menteri Kesehatan No 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang-Bidang Kesehatan 2005-2025;
g. Keputusan Menteri Kesehatan No 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
h. Keputusan Menteri Kesehatan No.1479 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular Terpadu.

2. Gambaran Umum
Kebiasaan merokok masyarakat di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
oleh karena konsumsi merokok cenderung meningkat. Oleh karena hal perlu dilakukan
pengendalian terhadap konsumsi rokok terutama pada masyarakat usia dini untuk
mencegah risiko terjadinya gangguan penyakit tidak menular pada usia muda.

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa adalah negara dengan
jumlah perokok terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Menurut data Global
Adult Tobacco Survey 2011 sebanyak 67,4% laki-laki dewasa dan 4,5% perempuan
dewasa Indonesia atau 61,4 juta orang dewasa merupakan perokok. Indonesia dengan
luasnya cakupan wilayah dan besarnya jumlah penduduk sangat membutuhkan regulasi
yang komprehensif dalam pengendalian tembakau untuk melindungi orang dari bahaya
asap tembakau.

Riskesdas tahun 2010, menunjukkan bahwa konsumsi tembakau tertinggi terdapat pada
laki laki umur 25-29 tahun dan pada perempuan umur lebih tua (45-49 tahun). Pada
usia 15 tahun keatas, 59,9% tidak merokok, 28,2% merokok setiap hari, sekitar 6,5%
merokok tidak setiap hari , 5,4 % mantan perokok. Prevalensi perokok setiap hari pada
umur 15 tahun keatas (28,2%) dimana perokok menghisap 1-10 batang per hari sebesar
52,3% dan perokok yang menghisap 11-20 batang per hari sebesar 20%. Prevalensi
perokok aktif usia 15 tahun keatas pada laki laki dan perempuan sebesar 34,7%, dimana
laki-laki sebesar 65,9%, dan perempuan sebesar 4,2%. Terlihat kecenderungan
38
peningkatan perokok yang bermakna dari tahun ketahun. Riskesdas 2013 menunjukkan
bahwa rokok terbukti sebagai faktor risiko utama penyakit stroke sebesar 12,1%,
penyakit hipertensi 31,7%, dan penyakit jantung 0,3%.

Di Kabupaten Merangin termasuk salah satu kabupaten yang berada di bagian tengah
Provinsi Jambi dengan jumlah penduduk sebanyak 415 515 jiwa yang tersebar di 24
Kecamatan terdiri dari 10 Kelurahan dan 205 Desa. Penduduk terbesar berada pada
rentang usia produktif 15-64 tahun sebanyak 65, 83% dari jumlah penduduk, hal ini
memungkinkan produktifitas masyarakat akan sangat berdampak jika pada usia ini
mempunyai banyak masalah terutama masalah kesehatan, demikian juga pada generasi
muda atau usia sekolah yang sangat rentan terhadap penimpangan perilaku. Salah satu
masalah pada usia remaja adalah perilaku merokok pada remaja. Kebiasaan merokok di
kabupaten merangin menurut RISKESDA tahun 2010 menempati urutan teratas di
provinsi Jambi.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan Peraturan Pemerintah


Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan telah mengamanatkan bahwa Pemerintah baik Pusat
dan Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya terutama pada
tatanan sekolah. Hal ini merupakan upaya promotif dan preventif dalam rangka
melindungi segenap lapisan masyarakat yang selama ini terkena dampak dari rokok baik
perokok aktif maupun pasif, seperti wanita, balita dan anak sekolah.

Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2009 menunjukkan bahwa 20,3% remaja
13-15 tahun merokok. Perokok pemula remaja usia 10-14 tahun naik 2 kali lipat dalam
10 tahun terakhir dari 9,5% pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010 (SKRT,
2001; RISKESDAS, 2010).

Hasil Survei Jajak Pendapat Siswa Sekolah Menengah Terhadap Larangan Iklan Dan
Sponsor Rokok Tahun 2013 Dit PPTM KEMENKES RI dengan PUSLITKES UI juga
menunjukkan usia pertama kali merokok sejak usia dibawah lima tahun sebanyak 2-
7,5% dan mulai merokok pada usia 6-12 tahun sebanyak 27-68,5%. Siswa yang
merokok kurang dari 7 hari dalam sebulan (72-94%). Merokok lebih dari 20 hari dalam
sebulan berkisar antara 2,7-13%. Sebanyak 75-88% siswa menghisap rokok kurang dari
12 batang. Yang mengaku menghisap rokok 100 batang, 0,7-8%.

Dalam hal pencegahan, upaya yang dapat dilakukan di antaranya yaitu: dengan
menjauhkan anak dari akses rokok, perlindungan dari sasaran marketing industri rokok
(dengan pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok), pemberian informasi yang benar
tentang bahaya rokok (edukasi, peringatan kesehatan bergambar) dan perlindungan dari
39
terpapar asap rokok, penerapan Kawasan Tanpa Rokok, termasuk ketentuan bahwa
tempat khusus untuk merokok harus merupakan terbuka dan berhubungan langsung
dengan udara luar (untuk tempat kerja dan tempat umum), larangan iklan, promosi dan
sponsorship, perlindungan pada anak-anak dan ibu hamil. Dan Kelima, serta mengatur
penjualan produk tembakau kepada anak di bawah usia 18 tahun. Pelarangan ini
dimaksudkan sebagai upaya dalam penanggulangan masalah tembakau sebagai akibat
tingginya dampak penyakit yang ditimbulkan karena produk tembakau / rokok dengan
mempersempit jangkauan anak untuk memperoleh produk tembakau dan untuk
menghindari penjualan kepada anak dibawah umur, serta melakukan screening dan
konseling UBM di sekolah-sekolah.

Melihat kondisi tersebut, maka dipandang perlu untuk melaksanakan untuk melakukan
screening dan konseling kepada masyarakat dan siswa sekolah sehingga dapat
mengetahui sejauh mana permasalahan rokok pada masyarakat dan siswa, serta dapat
memberikan solusi bagaimana cara menghindar untuk menjadi seorang perokok, dan
bagi yang sudah terlanjur menjadi seorang perokok adalah bagaimana cara berhenti dari
ketergantungan merokok. Melalui layanan sreening dan konseling kepada masyarakat
dan siswa sekolah, akan dapat membantu meningkatkan motivasi dan tingkat
kepedulian siswa dan masyarakat untuk berhenti merokok agar tercegah dari penyakit
Kronis akibat dampak rokok. Keberhasilan upaya konseling berhenti merokok,
membutuhkan pemantauan secara berkala kadar CO paru kliennya disamping penilaian
motivasi dan kendala.

Dalam rangka hal tersebut di atas, diperlukan fasilitasi pengadaan alat deteksi kadar CO
paru untuk mendukung konseling Upaya Berhenti Merokok (UBM) yang dapat digunakan
di fasilitas pelayanan primer atau puskesmas dan sekolah – sekolah, yang dilaksanakan
oleh Guru dan tenaga Puskesmas terlatih.

Oleh karena itu melihat permasalahan yang ada maka dipandang perlu untuk membeli
atau pengadaan alat kesehatan melalui dana APBN, Satker Direktorat PPTM, Ditjen PP
dan PL, Kementerian Kesehatan RI Tahun 2016

3. TUJUAN
a. Umum :
melakukan pengendalian dampak rokok terhadap kesehatan,
menurunkan proporsi perokok dan tersedianyan layanan berhenti
merokok di fasilitas kesehatan primer.
b. Khusus :

40
- Mensukseskan implementasi peraturan kawasan tanpa rokok di
Indonesia, utamanya di sekolah
- Meningkatkan peran guru dan siswa dalam gerakan stop merokok di
sekolah dalam menurunkan prevalensi perokok pemula
- Tersedianya alat penunjang CO analyzer
- Tersedianya alat pemeriksaan cotinine urine
- Terlaksananya layanan konseling berhenti merokok
4. Sasaran
c. Sasaran Pelaksana :Tenaga kesehatan, Petugas kesehatan dipuskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten dan sektor terkait,kelompok/organisis yang
bersedia menyelenggarakan Posbindu.
d. Sasaran Pemeriksaan : Masyarakat diwilayah binaan Puskesmas usia 15 –
60 Tahun

8. Alasan Kegiatan Dilaksanakan.


- Masyarakat belum menyadari tentang dampak rokok terhadap kesehatan
- Proporsi perokok di kabupaten merngin masih sangat tinggi
- Memelihara masyarakat sehat agar tetap sehat dan bagi para penyandang
PTM dapat meningkatkan kualitas hidup
- Mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular berupa cedera dan
kematian akibat PTM
- Perlu dukungan prasarana atau alat kesehatan untuk dapat melakukan
konseling dan upaya berhenti merokok di fasilitas pelayanan.

B. Penerima Manfaat
Kegiatan pengadaan alat kesehatan pemeriksaan konseling dan upaya berhenti
merokok di fasilitas pelayanan kesehatan primer ini diharapkan bermanfaat bagi
masyarakat terutama perokok aktif dan generasi muda.
C. Strategi Pencapaian Keluaran
1. Metode Pelaksanaan
a. Persiapan pengadaan peralatan melakukan rapat intern, menyusun TOR,
RAB dan Spesifikasi Teknis
b. Penyerahan spesifikasi teknis peralatan kepada Kuasa Pemegang
Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen dengan tembusan Panitia
Pengadaan Barang/Jasa Direktorat PPTM
c. Pelaksanaaan pengadaaan barang/tender dan keputusan pemenang

41
d. Distribusi : Franco Gudang Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

8. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan


No Kegiatan Februar Maret April Mei Juni
i
1 Persiapan/Rapat intern subdit
2. Penyerahan Spesifikasi teknis
3. Pelaksanaan tender
4. Distribusi

D. Waktu Pencapaian Keluaran


Kegiatan pengadaan alat kesehatan dilakukan selama kurang lebih 5 (lima) bulan
terhitung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2016.

E. Biaya Yang Diperlukan


Biaya pengadaan alat pemeriksaan tekanan darah sebesar Rp 280.700.000,- (dua
ratus delapan puluh juta tujuh ratus ribu rupiah). Rincian anggaran biaya (RAB)
sebagaimana terlampir.

Bangko, 31 Maret 2015


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin

Dr. H. Solahuddin
NIP. 19650213 199803 1 002

42

Anda mungkin juga menyukai