Anda di halaman 1dari 42

PENGENDALIAN MUTU BAHAN

BAKU PENGOLAHAN HEWANI

PRODUKSI

PENGOLAHAN HASIL

HEWANI

KELAS XI APHP
Oleh : Alya Oktavia Rizkiani
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga
Electronic Modul dengan judul “Pengendalian Mutu Bahan Baku Pengolahan Hewani” telah
dapat diselesaikan. Modul ini dibuat untuk mempermudah siswa dalam memahami dan
mengaplikasikan materi mengenai pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani. E-modul
ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan dan dipahami siswa untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang dipergunakan dalam Kurikulum
2013, siswa diberanikan untuk mencari dari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang
luas di sekitarnya. Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan daya serap
siswa dengan ketersediaan kegiatan pada modul ini. Guru dapat memperkayanya dengan kreasi
dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan
sosial dan alam.

Modul ini dapat tersusun dengan baik karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang amat dalam kepada keluarga, sahabat, dan
pihakpihak lain yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu. Kami menyadari masih terdapat
kekurangan dalam modul ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat
diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat bagi siswa jurusan Agribisnis
Pengolahan Hasil Pertanian (APHP) khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................ii


DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. iii
GLOSARIUM ............................................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
A. KOMPETENSI DASAR .................................................................................................. 1
B. INDEKS PENCAPAIAN KOMPETENSI ....................................................................... 1
C. DESKRIPSI ...................................................................................................................... 1
D. PRASYARAT .................................................................................................................. 2
E. PETUNJUK PENGGUNAAN ......................................................................................... 2
F. TUJUAN AKHIR ............................................................................................................. 2
G. CEK PENGUASAAN KOMPETENSI ........................................................................ 2
II. PEMBELAJARAN ........................................................................................................... 4
A. TUJUAN PEMBELAJARAN .......................................................................................... 4
B. URAIAN MATERI .......................................................................................................... 5
C. RANGKUMAN .............................................................................................................. 31
D. TUGAS ........................................................................................................................... 32
E. LATIHAN ...................................................................................................................... 33
F. PENILAIAN DIRI .......................................................................................................... 34
G. EVALUASI................................................................................................................. 35
H. KUNCI JAWABAN ................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 37

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bahan pangan hewani ............................................................................................... 5


Gambar 2. Perubahan warna daging ........................................................................................... 6
Gambar 3. Penampakan marbling daging sapi ........................................................................... 8
Gambar 4. Penampakan warna ikan ........................................................................................... 9
Gambar 5. Perbedaan warna susu ............................................................................................. 11
Gambar 6. Struktur telur ........................................................................................................... 14
Gambar 7. Perbedaan ukuran ikan ............................................................................................ 18
Gambar 8. Pengangkutan sapi .................................................................................................. 19
Gambar 9. Jamur yang menyerang ikan ................................................................................... 21
Gambar 10. Kerusakan fisik ikan ............................................................................................. 22
Gambar 11. Bakteri perusak bahan hewani .............................................................................. 23
Gambar 12. Material perusak bahan hewani ............................................................................ 24
Gambar 13. Proses curing daging ............................................................................................. 26
Gambar 14. Daging sapi beku .................................................................................................. 27
Gambar 15. Daging asap .......................................................................................................... 27
Gambar 16. Susu murni dan pasteurisasi .................................................................................. 29

iii
GLOSARIUM

Asam amino essensial : Asam amino yang dibutuhkan manusia namun tidak dapat
diproduksi oleh tubuh
Bahan pangan : Bahan baku dan bahan tambahan yan akan digunakan
sebagai bahan masukan dalam pengolahan suatu produk
pangan
Flavor : Keseluruhaan kesan yang diterima oleh indra manusia
terutama oleh rasa dan bau pada saat mengkonsumsi
sesuatu
Konsumen : Setiap orang pemakai bahan yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan
Mikroba : Kelompok organisme yang berukuran kecil dan hanya
dapat dilihat di bawah mikroskop
Mutu : Kumpulan parameter dan atribut yang mengindikasikan
atau menunjukkan sifat-sifat yang harus dimiliki suatu
bahan atau produk pangan
Organoleptik : Uji indra atau uji sensori sebagai alat utama pengukuran
daya penerimaan terhadap produk
pH : Derajat keasaman

iv
1

I. PENDAHULUAN

A. KOMPETENSI DASAR
Pada modul ini kompetensi dasar yang dipelajari adalah :
• Menerapkan pengendalian mutu bahan baku hewani
• Mengendalikan mutu bahan baku pengolahan hewani
B. INDEKS PENCAPAIAN KOMPETENSI
• Menjelaskan definisi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani
• Menentukan tujuan dan fungsi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani
• Menentukan karakteristik daging
• Menentukan karakteristik ikan
• Menentukan karakteristik susu
• Menentukan karakteristik telur
• Menentukan faktor yang mempengaruhi mutu bahan baku pengolahan hewani
• Mengklasifikasikan jenis kerusakan penurunan mutu bahan baku pengolahan hewani
• Menentukan cara pencegahan penurunan mutu daging
• Menentukan cara pencegahan penurunan mutu ikan
• Menentukan cara pencegahan penurunan susu
• Menentukan cara pencegahan telur
C. DESKRIPSI
Mata Pelajaran Produksi Pengolahan Hasil Hewani adalah ilmu yang mempelajari tentang bahan
hasil hewani yang memilki keunikan sifat dan keragaman karakteristik. Maka dari itu, modul ini berisi
mengenai pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani sebagai media pembelajaran.
Beberapa materi yang akan dibahas dalam modul ini, yaitu : sifat bahan baku pengolahan
hewani, definisi pengendalian mutu, faktor yang mempengaruhi mutu, jenis kerusakan mutu,
dan cara pencegahan penurunan mutu bahan baku pengolahan hewani. Modul ini membantu
siswa untuk lebih mudah memahami materi karena dikemas dengan berbagai gambar, tabel dan
diagram. Untuk mengetahui kemampuan siswa, disediakan beberapa tugas dan tes yang disertai
dengan kunci jawaban.

1
D. PRASYARAT
Untuk mempelajari pengendalian mutu bahan baku hasil hewani siswa dipersyaratkan
telah mempelajari sifat dan karakteristik hasil hewani sesuai dengan susunan kompetensi dasar
yang berlaku
E. PETUNJUK PENGGUNAAN
1. Modul ini terdiri dari kompetensi dasar menerapkan pengendalian mutu bahan baku hewani
dan mengendalikan mutu bahan baku hewani.
2. Lakukan pengisian cek penguasaan kompetensi sebelum memulai pembelajaran.
3. Jika dirasa sudah mampu mengerjakan bagian cek penguasaan kompetensi, mulailah
membaca uraian materi.
4. Pahami uraian materi dengan seksama.
5. Bacalah rangkuman materi untuk sedikit me-review materi.
6. Untuk lebih memahami materi, kerjakan tugas yang telah disediakan.
7. Setelah mengerjakan tugas, cek kemampuan anda dengan mengisi bagian tes pada lembar
selanjutnya.
8. Periksa jawaban anda pada dengan melihat kunci jawaban yang tersedia.
9. Apabila dirasa belum cukup dan nilai tes kurang dari 80, pelajari kembali uraian materi.
F. TUJUAN AKHIR
Setelah mempelajari modul ini siswa diharapkan mampu mengendalikan mutu hasil
hewani dengan benar dan tepat. Sehingga kerusakan atau penurunan mutu pada hasil hewani
dapat diminimalisir sebaik mungkin.
G. CEK PENGUASAAN KOMPETENSI

No Indikator Keberhasilan Ya Tidak


1 Apakah anda telah mempelajari apa itu
hasil hewani?
2 Bisakah anda menyebutkan beberapa
contoh hasil hewani?
3 Apakah telur dan susu termasuk ke
dalam hasil hewani?

2
4 Apakah anda mengetahui sifat yang
dimiliki oleh hasil hewani?
5 Apakah anda mengetahui apa itu
pengendalian mutu?

3
II. PEMBELAJARAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah membaca dan memahami modul ini siswa dapat :
1. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menjelaskan definisi dan tujuan pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani
2. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan tujuan dan fungsi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani
3. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan karakteristik daging
4. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan karakteristik ikan
5. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan karakteristik susu
6. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan karakteristik telur
7. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan faktor yang mempengaruhi mutu bahan baku pengolahan hewani
8. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
mengklasifikasikan jenis kerusakan penurunan mutu bahan baku pengolahan hewani
9. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan cara pencegahan penurunan mutu daging
10. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan cara pencegahan penurunan mutu ikan
11. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan cara pencegahan penurunan mutu susu
12. Melalui diskusi dan menggali informasi menggunakan e-modul siswa dapat
menentukan cara pencegahan penurunan mutu telur

4
B. URAIAN MATERI
SIFAT BAHAN HASIL HEWANI

Gambar 1. Bahan Pangan Hewani


Secara umum hasil pertanian dan perikanan dapat di kelompokan ke dalam kelompok
besar yang biasanya didasarkan pada sumber komoditas tersebut diperoleh/dihasilkan, yaitu
kelompok bahan nabati dan bahan hewani. Bahan nabati merupakan bahan yang diperoleh
dan berasal dari tumbuhan misalnya serealia dan kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran,
umbi-umbian, rempah-rempah, hasil perkebunan, sedangkan bahan hewani diperoleh dari
hewan, bagian-bagian dari hewan atau yang diproduksi oleh hewan tersebut, misalnya:
daging, susu, telur, ikan
Bahan makanan hewani adalah bahan makanan yang berupa atau berasal dari hewan
atau produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal hewan. Bahan hasil
hewani merupakan sumber protein yang kaya akan asam amino esensial, tidak dapat
disintesis dalam tubuh yang berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ
sehingga harus ada dalam makanan. Berikut beberapa sifat bahan hewani :
● Tidak bertahan lama dalam keadaan segar.
● Bahan pangan hewani umumnya bersifat lunak, tidak tahan terhadap tekanan dan
hantaman.
● Sifat-sifat bahan pangan hewani sangat spesifik dan sangat sukar diadakan
generalisasi. Sifat-sifat daging sangat berbeda dengan sifat-sifat susu, telur
ataupun ikan.
● Bahan pangan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak

5
Karakteristik Daging
Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value)
yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein
dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Komposisi daging
menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan 3,5% zat-zat
non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70%
air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan
digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan
persentase lemak (Romans et al. 1994).
Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial.
Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat,
dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih
tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan
protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70 oC akan mengalami
pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan
menurunkan jumlah lisin hingga 50%. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit
mengurangi kadar asam amino (Lawrie 1991). Karakteristik daging dapat meliputi
warna, juiciness, keempukan dan flavor. Berikut penjelasan dari karakteristik daging:
• Warna

Gambar 2. Perubahan Warna Daging


Mioglobin merupakan pigmen utama daging dan konsentrasinya akan
mempengaruhi intensitas warna merah daging. Perbedaan kadar mioglobin
menyebabkan perbedaan intensitas warna daging. Faktor-faktor yang
6
mempengaruhi kadar mioglobin adalah spesies, jenis kelamin, umur dan aktifitas
fisik hewan. Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah
warna merah keunguan dari mioglobin. Setelah beberapa saat terpapar dengan
oksigen diudara, maka permukaan daging segar tersebut akan berubah warna
menjadi merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin menjadi
oksimioglobin. Permukaan daging yang mengalami kontak dengan udara untuk
waktu lama, akan berwarna coklat, karena oksimioglobin teroksidasi menjadi
metmioglobin.
• Juiciness
Juiciness atau kesan juicy produk daging dipengaruhi oleh jumlah air yang
dapat dipertahankan untuk tetap berada di dalam daging setelah dimasak; dan
produksi saliva (air udah) pada saat pengunyahan. Daya ikat air (WHC) daging akan
mempengaruhi seberapa besar air yang dapat dipertahankan didalam produk
sementara kadar lemak marbling akan membantu merangsang pembentukan saliva.
WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air bebasnya
pada saat mendapat tekanan dari luar, seperti proses pemanasan, penggilingan atau
pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC yang baik biasanya akan
menghasilkan produk dengan karakter juiciness yang baik.
Denaturasi protein daging karena penurunan pH daging beberapa waktu
setelah penyembelihan, akan menyebabkan turunnya WHC daging. Akibatnya,
daging tidak mampu mempertahankan air daging selama proses pemasakan dan
produk yang dihasilkan akan terasa kering (airnya hilang selama pengolahan) dan
hambar (komponen flavor larut air terbuang bersama air yang keluar). Proses
pelayuan (aging) daging dapat meningkatkan WHC daging sehingga juicinessnya
dapat ditingkatkan. Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler.
Secara visual, marbling terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara
daging. Juiciness meningkat ketika kadar marbling meningkat. Marbling yang
meleleh pada saat pemasakan dan pelepasannya selama pengunyahan bersama-sama
dengan sebagian air bebas daging akan meningkatkan sensasi jus daging. Secara
tidak langsung, lemak juga berpengaruh pada juiciness dengan menghambat
penguapan air daging selama pemasakan

7
Gambar 3. Penampakan marbling daging sapi

• Keempukan
Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai
mutu daging. Spesies, umur dan jenis kelamin hewan akan menentukan tekstur
dagingnya. Daging dengan tekstur yang halus lebih mudah empuk dibandingkan
dengan yang teksturnya kasar. Inilah sebabnya mengapa daging sapi butuh waktu
lebih lama untuk mengempukannya dibandingkan daging babi, domba atau ayam.
Peningkatan ukuran serabut otot dengan meningkatnya umur menyebabkan tekstur
daging dari hewan yang lebih tua akan menjadi lebih kasar dan keempukan akan
menurun. Dari jenis kelamin secara umum diketahui bahwa daging hewan jantan
memiliki tekstur yang lebih kasar dari daging hewan betina. Daging (otot) yang
banyak bergerak, misalnya daging dibagian betis, akan memiliki tekstur lebih kasar
dan menjadi kurang empuk jika dibandingkan dengan daging (otot) yang terletak
pada bagian yang jarang digerakkan, misalnya
• Flavor
Flavor adalah keseluruhan kesan (sensasi) yang diterima oleh indra manusia
terutama oleh rasa dan bau pada saat makanan dan minuman dikonsumsi (Rothe
1989).Flavor daging dihasilkan dari kombinasi berbagai komponen yang
menstimulasi reseptor penciuman dan rasa yang ada di saluran mulut dan hidung.
Senyawa pembentuk flavor daging terutama komponen-komponen hasil pemecahan
protein (peptida dan asam amino), komponen aroma yang larut air dan gula
pereduksi. Perbedaan jenis dan komposisi lemak menyebabkan adanya sedikit
perbedaan flavor daging dari hewan yang berbeda pada saat daging dimasak.
Sebagian besar dari senyawa atau zat yang bertanggung jawab terhadap flavor
pangan memiliki sifat larut dalam lemak. Juga diduga bahwa lemak di dalam pangan
akan menstimulir mengalirnya cairan pencernaan. Joo & Kim (2011) menyatakan

8
bahwa flavor utama daging olahan berupa komponenkomponen volatil maupun
nonvolatil berpengaruh besar terhadap penerimaan daging olahan, terutama
terhadap rasa (taste).
Penghilangan komponen bersulfur menurut Mottram (1991) dapat
menyebabkan penurunan flavor pada daging, sedangkan penghilangan komponen
karbonil akan menyebabkan penurunan flavor khasnya dan peningkatan flavor
secara umum pada daging. Komponen karbonil sebagai hasil produk utama
degradasi lipida merupakan pembentuk flavor khas pada daging ayam (Mottram
1991)
Karakteristik Ikan

Gambar 4. Penampakan Warna Ikan


Karakteristik ikan dapat ditentukan dari kesegaran ikan terdiri atas faktor-
faktor fisikawi, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Menurut
Adawiyah (2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan
lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik,
yaitu sebagai berikut:
1) Kenampakan luar
Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram.
Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokomia yang terjadi.
Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak
ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna

9
makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya
proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikrobia.
2) Lenturan daging ikan
Daging ikan sangat cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan
kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu
dikarenakan belum terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan
pada ikan busuk, jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan
dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kelihatan
kelenturan.
3) Keadaan mata
Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan
kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan
matanya. Ikan segar memiliki mata yang tampak terang, jernih, menonjol,
dan cembung.
4) Keadaan daging
Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar,
berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka
bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan
daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir
yang menyebabkan kenampakan ikan akan menjadi suram/kusam dan
tidak menarik. Setelah ikan mati, beberapa jam kemudian daging ikan
menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka makin
lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang
mengalir keluar, dan daging kehilangan kekenyalan tekstur.
5) Keadaan insang dan sisik
Warna insang dapat dikatakan sebagai indikator, apakah ikan masih segar
atau tidak. Ikan yang segar berwarna merah cerah, sedangkan ikan yang
tidak segar berwarna cokelat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah
mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan
peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga
warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi
parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat
10
kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan tersebut masih
segar
Karakteristik Susu
Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang
diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau
ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun (SNI 01-3141-
1998). Susu mempunyai warna, bau, dan ras khas. Namun sifat kekhasan susu
tersebut sering dipengaruhi oleh faktor keturunan, makanan di samping dipengaruhi
pula oleh bakteri (Eckless dkk, 1951). Berikut adalah karaktersitik susu:

Gambar 5. Perbedaan Warna Susu


Warna
Air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang lain, tergantung dari
bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk warna.
Susu normal berwarna putih keabu-abuan sampai agak kuning keemasan. Warna
kuning disebabkan oleh zat warna karoten dalam lemak susu yang berasal dari jenis
pakan yang diberikan, bila lemak diambil dari susu maka susu akan menunjukkan
warna kebiruan. Warna putih banyak disebabkan oleh globula – globula lemak,
protein kasein yang biasanya mengikat kalsium dan fosfat ( Hadiwoyoto, 1994).
Susu segar yang baik dan normal mempunyai rasa sedikit manis. Rasa manis
tersebut disebabkan oleh adanya gula susu (laktosa). Kandungan laktosa yang cukup
rendah dapat menyebabkan rasa susu berubah menjadi asin (karena adanya klorida).
Disamping memberikan rasa manis susu segar juga memberikan bau harum yang
berasal dari lemak susu (Judkins dan Krener, 1996). Bau susu akan lebih nyata jika
susu dibiarkan beberapa jam terutama pada suhu kamar. Bau air susu mudah
berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang tidak sedap. Bau ini dipengaruhi

11
oleh sifat lemak air susu yang mudah menyerap bau disekitarnya. Demikian juga
bahan pakan ternak sapi dapat merubah bau air susu
Titik Beku dan Titik Didih
Suhu Titik beku susu -0.55 °C dengan kisaran paling umum adalah -0.50 °C
sampai -0.61°C. Unsur yang dapat larut, laktosa dan mineral menentukan titik beku
susu dan mengakibatkan rendahnya titik beku susu dibandingkan dengan air, lemak
dan protein tidak berpengaruh terhadap titik beku. Titik didih susu sedikit tinggi dari
pada air yaitu 100,17 °C. Susu bila dipanaskan sampai mendidih pada bagian
permukaan akan terbentuk lapisan film yang merupakan sejumlah kasein dengan
kalsium, dan lemak susu (Muchtadi dan Sugiono 1992). Apabila terdapat pemalsuan
air susu dengan penambahan air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian
dengan uji penentuan titik beku. Karena campuran air susu dengan air akan
memperlihatkan titik beku yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu.
Titik didih air adalah 100°C dan air susu 100.16°C. Titik didih juga akan mengalami
perubahan pada pemalsuan air susu dengan air.
Bobot Jenis
Pada suhu yang sama, bobot jenis susu segar lebih besar dibandingkan dengan
bobot jenis air, hal ini disebabkan oleh adanya zat – zat terlarut seperti lemak dan
padatan bukan lemak dalam susu. Susu normal mempunyai bobot jenis rata – rata
1,030 atau berkisar antara 1,028 – 1,032. Variasi bobot jenis terjadi karena
perbedaan besarnya kandungan lemak, laktos, protein dan garam – garam mineral
(Hadiwiyoto, 1994). Semakin tinggi bobot jenis semakin banyak padatan tanpa
lemak, semakin banyak lemak bobot jenis susu semakin rendah. Kegunaan dari
penghitungan bobot jenis antara lain : - Menghitung berat susu per liter -
Menghindarkan dari penipuan susu - Menghitung kadar air pada susu untuk mentega
- Dalam pengeringan susu dapat menghitung rendemen
Kekentalan Susu
Susu pada suhu 20°C mempunyai kekentalan 1,005 cp (sentipois). Kekentalan
susu dipengaruhi oleh komposisi susu segar, umur hewan dan beberapa perlakuan
seperti adanya pengadukan cukup lama yang akan menurunkan kekentalan susu.
Sebaliknya pengasaman, aktivitas bakteri, pemeraman akan menaikan
kekentalannya (Hadiwiyoto, 1994). Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi
12
viskositas. Temperatur ikut juga menentukan viskositas air susu. Sifat ini sangat
menguntungkan dalam pembuatan mentega
Keasaman dan pH Susu
Susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa
sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah,
sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru.
Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 – 6.7. Jika dititrasi dengan
alkali dan kataliasator penolptalin, total asam dalam susu diketahui hanya 0.10 –
0.26% saja. Sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat. Meskipun
demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai senyawa yang bersifat
asam seperti senyawa-senyawa pospat komplek, asam sitrat, asam-asam amino dan
karbondioksida yang larut dalam susu. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 biasanya
menunjukan adanya gangguan pada puting sapi (masitis), sebaliknya jika nilai pH
lebih rendah dari 6,5 menunjukan kerusakan susu yang disebabkan oleh bakteri
(Hadiwiyoto, 1994).
Komposisi air susu dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya :
1. Jenis ternak dan keturunannya (hereditas).
2. Tingkat laktasi.
3. Umur ternak.
4. Infeksi/peradangan pada ambing.
5. Nutrisi/pakan ternak.
6. Lingkungan dan
7. Prosedur pemerahan susu

13
Karakteristik Telur

Gambar 6. Struktur telur


Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi
yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur mempunyai mutu
yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga
dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain. Tetapi
disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah
rusak.
Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 - 0,4 mm yang berkapur dan berpori-pori.
Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat, telur bebek berwarna kehijauan
dan warna kulit telur burung putih ditandai dengan adanya bercak-bercak (totol-totol)
dengan warna tertentu. Bagian sebelah dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang
menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang
tumpul membentuk kantung udara. Kantung udara mempunyai diamater sekitar 5 mm
pada telur segar dan bertambah besar ukurannya selama penyimpanan. Kantung udara
dapat digunakan untuk menentukan umur telur.
Kualitas telur segar bagian dalam tidak dapat dipertahankan terutama
penyimpanan di suhu kamar. Semakin lama penyimpanan, kualitas dan kesegaran telur
semakin menurun. Penyimpanan telur konsumsi akan mengalami kerusakan setelah
disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan tersebut terjadi karena telur mengalami
evaporasi air dan mengeluarkan CO2 dalam jumlah tertentu sehingga kesegaran telur
semakin menurun pada penyimpanan yang lama (Winarno, 2002)

14
PENGENDALIAN MUTU
1. Pengendalian
Menurut Hansen dan Mowen dalam Abdul Halim (1995) pengendalian adalah
proses penetapan standar, dengan menerima umpan balik berupa kinerja
sesungguhnya dan mengambil tindakan yang diperlukan jika kinerja sesungguhnya
berbeda setara siginifikan dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.
sedangkan menurut Anthony (1987) pengendalian adalah proses mengarahkan
sekumpulan variable untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah
suatu proses atau kegiatan yang dilaksanakan dalam upaya penetapan standar supaya
kegiatan-kegiatan yang sedang dan yang akan dijalankan oleh manajemen dapat
memperoleh hasil yang memuaskan, sesuai dengan yang direncanakan dan yang
ditetapkan sebelumnya.
2. Mutu
Menurut Kramer dan Twigg (1983), mutu adalah gabungan sejumlah atribut
yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik.
Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur dan rasa. Mutu juga
dapat diartikan sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang
dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standard spesifikasi terutama
sifat organoleptiknya (Hubeis, 1984). Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan
(akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang
dihasilkan produsen. Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan
dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan
produsen. Berdasarkan ISO/DIS 8402-1992, mutu didefinsilkan sebagai
karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses,
organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan yang telah ditentukan (Fardiaz, 1997).
Menurut Fardiaz (1997), mutu didefinisikan sebagai karakteristik menyeluruh
dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia yang
menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Karakteristik mutu bahan pangan dikelompokan menjadi dua (2) yaitu:
15
1. Karakter fisik/ tampak meliputi penampilan (warna ukuran, bentuk, cacat fisik)
dan kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi, flavor.
2. Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Mutu berbeda dengan kualitas, Istilah kualitas berbeda pengertiannya antara satu
orang dengan lainnya. Kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya karena
karakter ukuran, jenis, atau kesegarannya. Harga jual bahan pangan yang mahal
dianggap lebih berkualitas dibandingkan dengan harga jual yang lebih murah.
3. Pengendalian mutu
Pengendalian mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, dan objektif dalam memantau dan menilai barang,
jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan perusahaan atau institusi dibandingkan
dengan standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalahyang ditemukan
dengan tujuan untuk memperbaiki mutu.
Sedangkan, pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani yaitu dilakukan
dengan cara menerapkan sistem inspeksi pada setiap mata rantai proses produksi
dimulai dari penanganan bahan baku hewani, penyimpanan, fase pembusukan,
pengujian kualitas mutu, fisik, kimiawi dan biologi.
4. Tujuan pengendalian mutu
Tujuan pengendalian mutu meliputi dua tahap, yaitu tujuan antara dan tujuan
akhir. Tujuan antara pengendalian mutu adalah agar dapat diketahui mutu barang,
jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan. Tujuan akhirnya yaitu untuk dapat
meningkatkan mutu barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan
Sedangkan tujuan pengendalian mutu bahan hewani untuk memperpanjang
masa simpan, meningkatkan daya tahan, meningkatkan kualitas, nilai tambah dan
sebagai sarana diversifikasi produk.
5. Fungsi pengendalian mutu
Fungsi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani untuk
mengawetkan bahan baku dan mencegah adanya reaksi kimia atau biologis pada
bahan baku pengolahan hewani seperti daging, ikan, susu dan telur.

16
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU
Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri,
yaitu jenis kelamin, ukuran, spesies, perkawinan, dan cacat. Faktor eksternal berasal dari
lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tempat konsumen, makanan
yang dikonsumsi, lokasi budidaya, keberadaan organisme parasite.
1. SPESIES
Spesies tanaman, ternak atau ikan mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap
bahan pangan yang berasal dari bahan hasil petanian tersebut. Spesies yang satu dapat
diterima atau banyak diminta oleh konsumen dibandingkan spesies yang lain.
Demikian pula harga spesies yang satu dapat lebih mahal bila dibandingkan spesies
lainnya. Penerimaan konsumen terhadap bahan pangan dipengaruhi oleh kecocokan
kenampakan, rasa, adanya tulang halus atau duri, tabu menurut agama, atau kebiasaan
social. Bahan pangan yang cocok untuk dibuat produk tertentu dianggap lebih
berkualitas bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. daging yang berasal dari
sapi Australia dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging sapi lokal karena dapat
diolah menjadi bistik yang lebih enak. Dalam pembuatan produk filet ikan, daging
ikan kakap dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging ikan nila atau mas. Ikan
bandeng yang berukuran terlalu besar dianggap kurang berkualitas karena di dalam
dagingnya banyak mengandung tulang halus yang sangat mengganggu waktu
memakannya. Sebaliknya, ikan bandeng yang ukurannya terlalu kecil juga dianggap
kurang berkualitas karena dagingnya sedikit. Demikian pula ikan yang tesktur
dagingnya terlalu keras atau lunak. Spesies yang satu lebih diterima oleh masyarakat
di suatu daerah, sedangkan di daerah lain spesies tersebut kurang diterima oleh
konsumen. Contoh yang paling khas adalah cumi-cumi. Di wilayah Propinsi Jawa
Barat, cumi-cumi disukai dan harganya mahal, namun di Sumatera Utara cumi-cumi
ini banyak digunakan sebagai umpan pancing. Perbedaan komposisi tubuh darisetiap
spesies jelas akan mempengaruhi mutu. Spesies ikan dengan kandungan lemak tidak
jenuh tinggi relatif lebih mudah mengalami proses pembusukan dibandingkan ikan
yang memiliki kandungan lemak tidak jenuh rendah. Spesies ikan berbentuk bulat
lebih mudah membusuk dibandingkan dengan spesies yang pipih

17
2. UKURAN
Ukuran bahan pangan juga dapatmempengaruhi mutu. Bahan panganyang
memiliki ukuran besar dianggap lebih bermutu dibandingkan dengan bahan
panganberukuran lebih kecil. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan
pangan berukuran besar lebih banyak dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk
membeli bahan pangan sejenis namun memiliki ukuran relatif lebih kecil. Bahan
pangan berukuran besar dianggap dapat memberikan cita rasa lebih baik, bagian yang
dapat dimakan (edible part) lebih banyak, dan biaya penanganan per unit berat lebih
murah. Ukuran yang lebih seragam juga dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi
dibanding dengan ukuran yang tidak seragam. Dalam bidang perikanan, ikan
berukuran besar dianggap lebih baik dibandingkan ikan kecil karena beberapa alasan,
yaitu: (a) ikan besar yang tertangkap selalu disiangi dengan membuang saluran
pencernaan yang berisi mikroba pembusuk dan enzim proteolitik sehingga proses
pembusukan dapat dihambat; (b) untuk satuan bobot yang sama, ikan besar memiliki
luas permukaan lebih kecil untuk memungkinkan kontak dengan mikroba pembusuk
atau enzim proteolitik sehingga proses pembusukan lebih lambat; dan (c) ikan besar
memiliki pH setelah mati lebih rendah dibandingkan dengan ikan kecil sehingga
pertumbuhan mikroba pembusuk pada ikan besar lebih lambat. Ternyata tidak semua
yang berukuran besar dianggap lebih bermutu. Ikan berukuran kecil lebih disukai
sebagai bahan baku pembuatan baby fish karena dapat dimakan semua, termasuk
tulangnya

Gambar 7. Perbedaan ukuran ikan

18
3. JARAK KE KONSUMEN
Untuk beberapa jenis bahan pangan yang mudah mengalami proses penurunan
mutu, jarak antara tempat produksi bahan pakan ke tempat dimana konsumen berada
akan berpengaruh terhadap mutu. Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban
lingkungan relatif tinggi, sehingga jarak ke konsumen berpengaruh nyata terhadap
penurunan mutu bahan pangan Bahan pangan yang mudah rusak sebaiknya diangkut
menggunakan sarana transportasi yang dilengkapi unit pendingin atau menggunakan
pesawat terbang untuk mempersingkat waktu. di Sulawesi Tengah dan Selatan, ikan
laut dipasarkan sampai ke daerah pegunungan dengan mengendarai sepeda motor yang
dilengkapi sarana pengangkut berupa kotak berlapis stirofom. Stirofom tersebut
berperan sebagai isolator. Kotak yang diberi lapisan stirofom akan mampu
mempertahankan suhu di dalam lingkungan kotak tetap rendah, sehingga penurunan
kesegaran ikan dapat dihambat. Mahalnya harga ikan di daerah pegunungan tersebut
bukan karena mutunya yang baik tetapi lebih sebagai pengganti biaya untuk
mengangkut ikan tersebut ke pegunungan.

Gambar 8. Pengangkutan sapi


4. PAKAN
Pakan yang diberikan kepada ikan atau ternak akan berpengaruh terhadap
citarasa ikan dan hewan ternak. Ikan yang diberi pelet akan menghasilkan daging
dengan citarasa seperti pelet, demikian pula bandeng yang memakan ganggang
tertentu akan memiliki rasa seperti lumpur. Ikan mas di Jepang diberi pakan berupa
kepompong ulat sutra, di Israel diberi ampas kacang dan tepung darah, sedangkan di
Indonesia menggunakan pelet. Dengan pemberian jenis pakan yang berbeda, ketiga
19
ikan tersebut memiliki aroma daging yang spesifik dan berbeda antara ikan yang satu
dengan lainnya
5. LOKASI
Lokasi budidaya atau penangkapan ikan atau ternak akan berpengaruh terhadap
mutu ikan atau ternak. Kondisi lingkungan seperti angin, gelombang, kondisi air, dan
pola migrasi akan mempengaruhi jenis dan kelimpahan makanan ikan sehingga
berpengaruh terhadap citarasa ikan. Hasil ikan atau ternak yang diperoleh di daerah
dimana sedang musim perkawinan, memiliki mutu lebih rendah dibandingkan ikan
yang sama tetapi ditangkap di daerah lain
6. JENIS KELAMIN
Ikan dan ternak memiliki jenis kelamin dan masa perkawinan Jenis kelamin
akan berpengaruh terhadap cita rasa dagingnya. Kepiting biru di Amerika yang
berjenis kelamin jantan lebih disukai karena rasa dagingnya lebih enak. Kepiting
Bakau lebih disukai yang berjenis kelamin betina, terutama yang masih memiliki telur.
Udang galah berjenis kelamin jantan dengan capitnya yang besar dianggap memiliki
kualitas lebih rendah dibandingkan betinanya. Bagian daging yang dapat dimakan dari
udang galah jantan lebih kecil dibandingkan udang galah betina. Masa perkawinan
juga berpengaruh terhadap mutu daging ikan atau ternak. Energi yang banyak
dikeluarkan melakukan perkawinan menyebabkan citarasa daging ikan atau ternak
mengalami perubahan
7. ORGANISME PARASIT
Organisme parasit yang menyerang akan berpengaruh nyata terhadap mutu
bahan pangan. Parasit dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, serangga atau cacing.
Bakteri dan jamur banyak menimbulkan kerugian karena kemampuannya merusak
bahan pangan. Selain penampakan bahan pangan menjadi tidak menarik, serangan
bakteri dan jamur sering disertai dengan timbulnya bau busuk. Ikan segar dengan
kandungan air lebih tinggi lebih sesuai untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan ikan
asin yang kandungan airnya lebih rendah cocok sebagai media pertumbuhan jamur.
Protozoa sering menyerang ikan dan ternak. Serangan protozoa dapat mengakibatkan
jaringan daging melunak atau luka pada kulit. Serangga juga sering menyerang bahan
panganterutama sayuran. Serangga cenderung meletakkan telurnya pada bahan
pangan dan efek dari serangannya baru terlihat setelah telur menetas. Serangan cacing
20
terhadap bahan pangan tidak mudah terlihat, terutama cacing yang berukuran kecil.
Cacing cenderung menyerang bagian dalam. Keberadaan cacing dalam bahan pangan
tentu saja akan mempengaruhi perasaan konsumen dalam menerima bahan pangan
tersebut

Gambar 9. Jamur yang menyerang ikan

JENIS KERUSAKAN
Kerusakan Fisik
Memar dialami oleh bahan pangan yang disebabkan karena dipukul, terbanting
atau tergencet. Ikan yang meronta sesaat sebelum mati atau pedagang yang
membanting ikan gurame agar segera mati telah menyebabkan ikan mengalami
memar. Pada distribusi daging , seringkali pedagang membanting daging dan tidak
memperhatikan proses penyimpanan sehingga terjadi memar pada daging. Bahan
pangan yang memar akan mudah mengalami proses pembusukan. Pada bagian daging
ikan yang mengalami memar, aktivitas enzimnya meningkat sehingga akan
mempercepat proses pembusukan. Enzim akan merombak karbohidrat, protein dan
lemak menjadi alkohol, amonia, dan keton. Pada produk hewani telur, tidak terjadi
memar namun dapat timbul keretakan pada cangkang telur bahkan hingga pecah.
Kerusakan pada cangkang telur dapat membuka jalan untuk mikroba masuk kedalam
telur sehingga pertumbuhan mikroba akan berjalan cepat di dalam telur. Dengan
adanya mikroba, mutu telur akan mengalami penurunan hingga terjadinya
pembusukan.
Luka yang diakibatkan tusukan atau sayatan oleh benda tajam. Penggunaan
pengait pada saat pengangkatan ikan akan menyebabkan luka pada mulut atau badan

21
ikan. Apabila tidak segera ditangani dengan benar, luka tersebut dapat menjadi jalan
bagi mikroba pembusuk untuk memasuki bagian tubuh ikan dan merombak
komponen di dalamnya. Berdasarkan definisinya, bahaya fisik dapat diartikan
sebagai benda-benda asing yang berasaI dari luar dan tidak normal ditemukan dalam
bahan pangan yang secara potensial dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen
yang secara tidak sengaja memakannya. Perlakuan yang diberikan, baik selama
penanganan dan pengolahan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik bahan
pangan. Perlakuan pemanasan yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya
dehidrasi, yaitu menguapnya cairan dari bahan pangan. Pemanasan juga dapat
menyebabkan komponen protein mengalami denaturasi, yaitu berubahnya struktur
fisik dan struktur tiga dimensi dari protein. Suhu pemanasan yang dapat menyebabkan
denaturasi protein adalah lebih besar dari 70° C.

Gambar 10. Kerusakan fisik ikan

Kerusakan Biologis
Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba
patogen dan pembusuk, baik berupa bakteri, virus, jamur, kamir ataupun protozoa.
Tubuh ikan mengandung banyak mikroba, terutama di bagian permukaan kulit,
insang, dan saluran pencernaan. Ikan yang tertangkap dalam keadaan perutnya
kenyang, maka disaluran pencernaan banyak mengandung enzim pencernaan. Enzim
tersebut merupakan gabungan dari enzim yang berasal dari bahan pangan atau
mikroba yang hidup disekelilingnya. Apabila tidak segera disiangi, enzim ini akan
mencerna dan merusak jaringan daging yang ada di sekitarnya, terutama di bagian

22
dinding perut. Peristiwa pecahnya dinding perut ikan yang disebabkan aktivitas enzim
dikenal dengan sebutan burst belly
Kerusakan biologis yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh adanya
mikroba merugikan, bahan pangan sudah beracun, atau bahan pangan yang menjadi
beracun. Bahan pangan mengandung sejumlah mikroba, baik mikroba yang
menguntungkan maupun merugikan. Mikroba ini hidup secara berdampingan.
Mereka biasa disebut sebagai flora alami. Mikroba merugikan terdiri dari mikroba
pembusuk dan pathogen. Mikroba pembusuk merupakan mikroba yang dapat
menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan biologis yang ditimbulkan
oleh aktivitas mikroba merugikan adalah meningkatnya kandungan senyawa racun
atau penyakit yang disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen. Mikroba pembusuk
akan menyebabkan bahan pangan menjadi busuk sehingga tidak dapat atau tidak
layak dikonsumsi. Mikroba pembusuk akan merombak bahan pangan menjadi
komponen yang tidak diinginkan, seperti protein yang diubah menjadi amonia dan
hidrogen sulfida; karbohidrat menjadi alkohol, dan lemak menjadi keton dan asam
butirat.

Gambar 11. Bakteri perusak bahan hewani

Kerusakan Kimia
Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama
proses pencucian dan pemanasan. Selama berlangsung proses pencucian bahan
pangan, banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein,

23
vitamin B dan C, dan mineral. Autolisis adalah proses perombakan sendiri, yaitu
proses perombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari bahan pangan itu tersebut.
Proses autolisis terjadi pada saat bahan pangan memasuki fase post rigor mortis. Ikan
yang mengalami autolisis memiliki tekstur tubuh yang tidak elastis, sehingga apabila
daging tubuhnya ditekan dengan jari akan membutuhkan waktu relatif lama untuk
kembali kekeadaan semula. Bila proses autolisis sudah berlangsung lebih lanjut, maka
daging yang ditekan tidak pernah kembali ke posisi semula. Ikan termasuk salah satu
bahan pangan yang banyak mengandung lemak, terutama lemak tidak jenuh. Lemak
tidak jenuh adalah lemak yang mengandung ikatan rangkap pada rantai utamanya.
Lemak demikian ber-sifat tidak stabil dan cenderung mudah bereaksi. Lemak pada
ikan didominasi oleh lemak tidak jenuh berantai panjang (Polyunsaturated fatty acid
/ PUFA). Selama penyimpanan, lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi
sehingga terbentuk senyawa peroksida. Peristiwa yang sama dapat terjadi pada bahan
pangan yang mengandung susu atau santan.

Gambar 12. Material perusak bahan hewani

24
CARA PENCEGAHAN PENURUNAN MUTU
SELAMA PENANGANAN
❏ Precooling, pendinginan bahan sebelum dilakukan pengolahan
❏ Penanganan steril, penaganan bahan pangan dengan bebas dari pencemar

❏ Pencucian bahan pangan

❏ Penyiangan, yaitu pembuangan kulit, insang, isi perut sebagai sumber


mikroorganisme
❏ Blanching, yaitu pemanasan yang bertujuan diantaranya adalah untuk inaktivasi
enzim.
❏ Pemfillet-an, yaitu pemisahan daging dari tulang, duri, kulit dan bagian lain yang
tidak dikehendaki
❏ Sortasi, yaitu pemisahan bahan pangan berdasarkan baik buruk, diterima atau tidak
diterima.
❏ Grading, yaitu pemisahan bahan pangan berdasarkan pengkelasan mutu.
❏ Pemisahan daging dari tulang
SELAMA PENGAWETAN
❏ Penggunaan suhu rendah, bisa dengan pendinginan ataupun pembekuan ❏ Iradiasi,
yaitu penggunaan sinar radioaktif (yang biasa digunakan sinar gamma) untuk
pengawetan.
❏ Penggunaan bakteri antagonis, yaitu bakteri –bakteri yang bekerja secara
berlawanan dengan bakteri pembusuk atau pathogen.
SELAMA PENGOLAHAN
❏ Penggunaan suhu tinggi

❏ Penurunan kadar air


❏ Penambahan senyawa kimia

❏ Fermentasi

25
CARA PENCEGAHAN PENURUNAN MUTU PADA BAHAN
HEWANI
DAGING
Penurunan mutu pada daging dapat dicegah dengan:
1. Curing
Merupakan salah satu proses pengawetan daging secara kimia melalui
pemeraman dengan menggunakan garam (sendawa) yang biasanya dalam
bentuk, NaNO3, KNO2, Na-Nitrit dan atau Na-Nitrat, dan gula (dekstrosa atau
sukrosa atau pati hidrolisis) (Soeparno, 2005), sehingga mampu memberikan
sifat unik pada produk akhir, seperti dalam pembuatan daging corned (corned
beef), dendeng (dried meat), sosis dan lain-lain. Adanya penambahan agensia-
agensia tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan dalam daging yang
mengarah pada pembentukan sifat-sifat tertentu, seperti terjadinya pengurangan
jumlah mikrobia, perubahan tekstur, pembentukan rasa dan warna. Pada proses
kuring secara basah (wet /brine curing), campuran kuring dilarutkan dalam air
sehingga membentuk larutan kuring (curing brine). Larutan kuring kemudian
digunakan untuk merendam daging (teknik immersion), atau diinjeksikan dalam
daging melalui pembuluh arteri (teknik artery pumping) atau diinjeksikan
langsung ke dalam daging (stitch pumping)

Gambar 13. Proses curing daging

26
2. Penyimpanan Beku,

Gambar 14. Daging sapi beku


Merupakan cara pengawetan dengan menyimpan daging dalam keadaan
beku pada suhu -15°C dimana mikroorganisme tidak akan tumbuh. Sebelum
dilakukan penyimpanan pada freezer, pengeluaran dasar saat proses pemotongan
harus setuntas mungkin
3. Pengasapan Daging
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap
yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan
lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-
masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa
tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa
membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga
membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging

Gambar 15. Daging asap


27
IKAN
Kunci penting yang perlu diperhatikan di dalam penanganan produk
perikanan adalah sebagai berikut.
1. Hindarkan kondisi-kondisi yang mungkin merangsang pembusukan ikan.
2. Kapan pun apabila memungkinkan, lakukan prosedur-prosedur yang dapat
memperlambat pembusukan.
3. Hindarkan atau minimalkan kontaminasi ikan dari penyebabpenyebab
pembusukan.
4. Pindahkan ikan tanpa ada penundaan pada setiap tahap proses dan pantau
waktu yang diperlukan pada setiap tahap.
Pengolahan produk-produk perikanan terdapat dalam berbagai bentuk,
mulai dari yang tradisional, seperti ikan asin dan ikan asap, sampai pengolahan
produk modern, seperti ikan kaleng dan iradiasi. Tujuan dari pengolahan adalah
untuk (a) mengawetkan ikan, (b) mengubah bahan baku menjadi produk yang
disukai konsumen, (c) mempertahankan mutu ikan, (d) menjamin keselamatan
konsumen akibat mengonsumsi produk olahan ikan, dan (e) memanfaatkan bahan
baku lebih maksimal.
Proses-proses yang dapat mengawetkan ikan dan produk olahannya agar
aman untuk dikonsumsi adalah:
1. mengintroduksikan panas dengan cara memasak, pasteurisasi atau sterilisasi
2. menghilangkan panas tubuh ikan sehingga menjadi dingin atau beku;
3. menambahkan bahan kimia;
4. menghilangkan sebagian air;
5. mengiradiasi untuk pasteurisasi dan sterilisasi;
6. kombinasi perlakuan-perlakuan di atas.

SUSU
1. Pendinginan
Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan
berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif
singkat. Pendinginan susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling

28
unit, lemari es ataupun freezer. Cara pendinginan susu dapat pula dilakukan secara
sederhana, yakni meletakkan milk can ataupun wadah susu lainnya dalam air yang
dingin dan mengalir terus. Cara sederhana ini biasanya dilakukan di daerah-daerah
pegunungan yang berhawa sejuk.
Penyimpanan pada suhu rendah (4-5oC) Prinsip : menghambat aktivitas
mikrobiology & reaksi kimia. peralatan:
a. Cooling unit (stainless steal, suhu 4oC)
b. Tangki air susu (dilengkapi alat pendingin)
c. Kamar dingin/lemari es
d. Bak-bak pendingin (balok-balok es)
e. Penggunaan Dry Ice (CO2 , N2)
f. Penggunaan air mengalir
2. Pemanasan
Pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu :
a. Pasteurisasi (HTST,LTLT,UHT) HTST (High Temperature Short Time) dilakukan
pada suhu 72°C selama 15 detik LTLT (Low Temperature Long Time) dilakukan
pada suhu 62,8°C sampai 65,6°C selama 30 menit. UHT (Ultra High Temperature)
dilakukan pada suhu 135°C-150°C selama 2-3 detik
b. Sterilisasi (pemanasan dengan suhu 121°C selama 15 menit dengan tujuan
membunuh semua mikroba hingga spora di dalam susu

Gambar 16. Susu murni dan pasteurisasi

29
TELUR
Pengawetan telur utuh bertujuan untuk mempertahankan mutu telur segar.
Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan
terlepasnya gas-gas lai dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya
mikroba di dalam telur selama mungkin Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan cara
menutup pori-pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara
dalam ruangan penyimpanan. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan
dengan menggunakan larutan kapur, parafin, minyak nabati (minyak sayur), air kaca
(water glass), dicelupkan dalam air mendidih dan lain-lain.
Sedangkan pengaturan kecepatan dan kelembaban udara dapat dilakukan
dengan penyimpanan di ruangan khusus. Sebelum dilakukan prosedur pengawetan,
penting diperhatikan kebersihan kulit telur. Hal ini karena meskipun mutunya sangat
baik, tetapi jika kulitnya kotor, telur dianggap bermutu rendah atau tidak dipilih
pembeli. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium
hidroksida (soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang
menempel hilang.
b) Mencuci telur dengan air hangat suam-suam kuku (sekitar 60oC) yang
mengalir.
Untuk mempercepat hilangnya kotoran dapat digunakan kain. Setelah kilit
telur bersih, dapat dilakukan pengawetan telur segar dengan metode antara lain
pengemasan kering, perendaman dalam berbagai janis cairan, penutupan pori-pori
kulit telur dan penyimpanan dingin

30
C. RANGKUMAN
• Sifat bahan hewani yaitu tidak bertahan lama dalam keadaan segar, bahan pangan
hewani umumnya bersifat lunak, tidak tahan terhadap tekanan dan hantaman, sifat-sifat
bahan pangan hewani sangat spesifik dan sangat sukar diadakan generalisasi. sifat-sifat
daging sangat berbeda dengan sifat-sifat susu, telur ataupun ikan, bahan pangan hewani
pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak.
• Karakteristik daging meliputi warna, juiciness, keempukan dan flavor
• Karakteristik ikan yang perlu dipahami dalam rangka menjadikan ikan sebagai bahan
baku pengolahan hasil perikanan adalah spesiesnya beragam, pasokannya tidak
konsisten, dan umur simpannya pendek.
• Karakteristik susu dapat dilihat dari warna, titik beku dan titik didih, bobot jenis,
kekentalan susu, keasaman dan pH susu.
• Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang
lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur mempunyai mutu yang
tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan
patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain.
• Pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani yaitu dilakukan dengan cara
menerapkan sistem inspeksi pada setiap mata rantai proses produksi dimulai dari
penanganan bahan baku hewani, penyimpanan, fase pembusukan, pengujian kualitas
mutu, fisik, kimiawi dan biologi.
• Tujuan pengendalian mutu bahan hewani untuk memperpanjang masa simpan,
meningkatkan daya tahan, meningkatkan kualitas, nilai tambah dan sebagai sarana
diversifikasi produk.
• Fungsi pengendalian mutu bahan baku pengolahan hewani untuk mengawetkan bahan
baku dan mencegah adanya reaksi kimia atau biologis pada bahan baku pengolahan
hewani seperti daging, ikan, susu dan telur.
• Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun
ekternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, yaitu
jenis kelamin, ukuran, spesies, perkawinan, dan cacat. Faktor eksternal berasal dari
lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tempat konsumen,

31
makanan yang dikonsumsi, lokasi budidaya, keberadaan organisme parasit, kandungan
senyawa beracun, atau kandungan polutan
• Jenis kerusakan pada mutu bahan baku pengolahan hewani meliputi kerusakan fisik,
kerusakan biologi dan kerusakan kimia
• Cara pencegahan penurunan mutu bisa dilakukan dengan selama penanganan, selama
pengawetan dan selama pengolahan.
• Penurunan mutu pada daging dapat dicegah dengan curing, penyimpanan beku dan
pengasapan daging
• Proses-proses yang dapat mengawetkan ikan dan produk olahannya agar aman untuk
dikonsumsi adalah mengintroduksikan panas dengan cara memasak, pasteurisasi atau
sterilisasi, menghilangkan panas tubuh ikan sehingga menjadi dingin atau beku,
menambahkan bahan kimia, menghilangkan sebagian air, mengiradiasi untuk
pasteurisasi dan sterilisasi, kombinasi perlakuan-perlakuan di atas.
• Penurunan mutu pada susu dapat dilakukan dengan cara pendinginan dan pemanasan
• Penurunan mutu pada telur dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori kulit telur
atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan.

D. TUGAS
Bentuk kelompok dengan anggota 5 orang lalu buatlah bagan atau mindmap mengenai
Pengendalian mutu bahan hasil hewani!

32
E. LATIHAN
1
Mendatar :
3. Karakteristik mutu bahan pangan
2
yang meliputi tampilan
4. Pengawetan daging
3
5. Warna merah keunguan daging
Menurun :
1. Pengawetan susu dengan mikroba
4 2. HTST, LTLT,
UHT
6. Pengkelasan mutu
5 6

33
F. PENILAIAN DIRI

NO PERNYATAAN YA TIDAK
1 Saya dapat menjelaskan ulang definisi
pengendalian mutu bahan baku
hewani
2 Saya dapat menentukan tujuan dan
fungsi pengendalian mutu bahan baku
hewani
3 Saya dapat menganalisis sifat bahan
baku hewani
4 Saya dapat mengklasifikasin faktor
kerusakan mutu bahan baku hewani
5 Saya dapat menentukan cara
pencegahan penurunan mutu bahan
baku hewani

34
G. EVALUASI
Tes Objektif

1. Susu merupakan suatu produk hewani yang beresiko mengalami pembusukan.


Pembusukan ini dapat dicegah dengan cara pendinginan. Suatu pendinginan bertujuan
agar produk susu…
a. Menahan mikroba perusak agar tidak berkembang
b. Membuat susu mengalami perubahan warna menjadi lebih bening
c. Menjadikan susu memiliki rasa yang lebih enak
d. Menahan laju pertumbuhan bakteri baik pada susu
e. Menjadikan susu memiliki suhu yang lebih hangat
2. Proses pengawetan bahan baku dan mencegah adanya reaksi kimia atau biologis pada
bahan baku pengolahan hewani seperti daging, ikan, susu dan telur merupakan fungsi
dari…
a. Faktor penurunan mutu
b. Faktor peningkatan mutu
c. Cara pencegahan mutu
d. Pengendalian mutu
e. Jenis pengendalian mutu
3. Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino essensial. Terdapat
pada bagian tubuh sapi bagian manakah asam amino essensial yang disebut alanin…
a. Kepala
b. Lidah
c. Perut
d. Ekor
e. Otot segar
4. Umur telur merupakan faktor yang sangat penting pada saat penyimpanan telur. Bagian
telur manakah yang dapat menentukan umur telur..
a. Kulit telur
b. Kantung udara
c. Yolk
d. Ovalbumin
e. Membrane vitelin
5. Mutu bahan pangan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal terdiri dari beberapa faktor. Salah satu faktor internal adalah…
a. Jenis kelamin
b. Lingkungan
c. Bentuk kemasan
d. Jenis kemasan
e. Ransum

35
H. KUNCI JAWABAN
Mendatar :
3. Fisik
4. Curing
5. Mioglobin

Menurun :
1. Fermentasi
2. Pasteurisasi
6. Grading

EVALUASI

1. A
2. D
3. E
4. B
5. A

36
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.
Liberty. Yogyakarta.
Muchtadi, T dan Sugiono. 1992 Ilmu Pengetahuan Bahan pangan. Departemen pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Purba, M. 2014. Pembentukan Flavor Daging Unggas oleh Proses Pemanasan dan
Oksidasi Lipida. Wartoza Vol. 24 No. 3 Th. 2014 Hlm. 109-118
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
6; 152-156; 289-290; 297–299.
Susilorini T.E dan M.E Sawitri,2007 .“Produk Olahan Susu”,Jakarta: Penebar Swadaya,
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G.1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai