Anda di halaman 1dari 144

BUKU PEDOMAN

GEOLOGI LAPANGAN
(Diadopsi dari Buku Pedoman Lapangan Geologi Teknik Geologi ITB)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2017

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


ii

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


iii

PRAKATA
Buku ini disusun dengan maksud untuk dipergunakan sebagai penuntun bagi
para mahasiswa Geologi dan Tambang Eksplorasi. yang untuk pertama kalinya
belajar melakukan pengukuran-pengukuran. pengamatan dan analisis geologi di
lapangan. Selain itu buku ini dapat juga digunakan sebagai pegangan bagi para
ahli geologi atau ahli pertambangan dalam melaksanakan tugasnya terutama yang
berkaitan dengan pekerjaan geologi. Bahan·bahan yang digunakan di sini berasal
dari staf Departemen Teknik Geologi. baik itu berupa tulisan. saran atau diskusi
selama berlangsungnya kegiatan fieldcamp.

Peta geologi merupakan suatu sarana yang paling penting dan merupakan
landasan bagi segala kegiatan geologi yang diperlukan dalam melaksanakan
segala jenis perencanaan dan pembangunan. Suatu rencana akan mencakup
kesempurnaan apabila peta geologi yang digunakan sebagai dasar dibuat dan
disusun secara sempurna. Ini sangat tergantung kepada pengamatan-pengamatan
dan pengukuran-pengukuran di lapangan yang dilakukan oleh pemeta. Seorang
pemeta geologi harus mempunyai pengetaltuan yang luas mengenai stratigrafi,
sedimentologi, geologi struktur, petrologi, geomorfologi, pateontologi dan
mempunyai pandangan-pandangan mengenai masalah yang berkaitan dengan
endapan-endapan cebakan. Di samping itu. ia juga harus mengenal dan
menguasai konsep·konsep tersebut diperlukan dalam memecahkan persoalan-persoalan
geologi, maka hal ini akan dapat mempengaruhi corak peta geologi yang
dibuat.

Di dalam pendidikan geologi lapangan ini, kepada para mahasiswa akan


ditekankan agar mereka mampu untuk dapat meneropong dalam tiga dimensi,
dengan melihat kepada singkapan yang ada, topografi dan hubungan antara
batas-batas singkapan. Di samping itu akan dibantu pula dengan jalan membuat
beberapa latihan menggambar peta singkapan. peta geologi dan penampang
geologi. Sebagai tahap akhir, juga akan dibahas bagaimana cara menyusun suatu
laporan geologi sebagai penuntun membuat laporan yang baik

Tugas seorang ahli geologi lapangan memang cukup berat, karena data yang
dihimpun baik olehnya sendiri maupun oleh pembantu-pembantunya akan menjadi
tanggung-jawabnya. Pengenalan-pengenalan menunjukkan bahwa walaupun
beberapa pekerjaan seperti penentuan usia dengan mikrofosil, cara radioaktif
atau analisis geokimia dilakukan oleh orang lain, namun dia harus mampu
menguasai cara-cara tersebut agar dapat menyediakan dan mengambil contoh-
conloh batuan yang di.syaratkan, dan dengan sendirinya sebagai
penanggungjawab, harus dapat menilai apakah hasil-hasil yang didapat dari para
peneliti tersebut cukup baik.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


iv

PENGANTAR EDISI 2010


Buku pedoman Geologi Lapangan ini telah banyak mengalami penyempurnaan hingga sampai
pada versi tahun 2010 ini. Penyempurnaan dari tahun 2008 sampai tahun ini berupa
penambahan/penyempurnaan ringan terutama yang berkaitan dengan hal-hal teknik
redaksional.

Terima kasih kami ucapkan kepada para penulis perintis dan kontribusi penulis lain yang
merupakan pakar-pakar di bidangnya sehingga Buku Pedoman Lapangan ini dapat dipakai
sebagi penuntun yang memadai untuk kegiatan Kuliah Lapangan.

Banda Aceh, 8 Juni 2017

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


v

DAFTAR ISI

Prakata .............................................................................................................................. iv

Kata Pengantar ................................................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................................................vii

1. Pendahuluan ......................................................................................................... 1

2. Perlengkapan Lapangan ..................................................................................... 3

3. Pengamatan Singkapan ....................................................................................... 13

4. Pengenalan Batuan di Lapangan ........................................................................ 26

5. Sketsa .................................................................................................................... 40

6. Geomorfologi ........................................................................................................ 45

7. Lintasan Kompas ................................................................................................. 53

8. Analisa Struktur Geologi .................................................................................... 60

9. Pengukuran Penampang Stratigrafi .................................................................. 79

10. Pemetaan dengan Plane Table ............................................................................ 93

11. Pemetaan Geologi ................................................................................................. 99

12. Eksplorasi Geokimia ............................................................................................ 107

13. Penyusunan Laporan ........................................................................................... 114

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 119

Lampiran

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


vi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


1

Bab 1
Pendahuluan

1.1. Geologi Lapangan

Bagi seorang ahli geologi. "lapangan" berarti tempat ketika keadaan batuan atau tanah
dapat diamati, dan "geologi lapangan" (field geology) merupakan cara-cara yang digunakan
untuk mempelajari dan menafsirkan struktur dan sifat batuan yang ada pada suatu singkapan.
Kajian lapangan merupakan dasar yang utama untuk memperoleh pengetahuan geologi. lni
dapat dilakukan mulai dengan cara sederhana. Misalnya dengan mengunjungi suatu singkapan
atau tempat-tempat pengupasan batuan (quarry), membuat catatan-catatan dan
sketsa tentang hubungan batuannya dan mengumpulkan contoh batuan, sampai kepada cara
yang memerlukan teknik yang lebih tinggi dan waktu yang cukup lama, misalnya dengan
melakukan pemetaan geologi kemudian melengkapinya dengan analisis laboratorium.
Pada hakekatnya. kajian lapangan didasarkan pada tiga jenis informasi;
Yang pertama dan sangat fundamental adalah fakta sebenamya, yang didapatkan secara
langsung dan pengamatan (observasi) dan pengukuran. Pemerian (deskripsi) tentang tekstur
batuan, pengukuran kedudukan lapisan, hubungan antara dua tubuh batuan, merupakan contoh
dari hasil pengamatan langsung di lapangan. Ini merupakan data yang objektif. dan yang akan
membangun informasi utama, misalnya pada peta geologi.
Hal kedua merupakan informasi yang sifatnya adalah penafsiran (interpretatif). Sebagai
contoh, "struktur sedimen" atau "kumpulan dari beberapa batuan", akan menjadikan suatu
pemikiran tentang lingkungan pembentukannya atau kejadiannya. Seorang ahli geologi
dituntut untuk mampu melihat kondisi lingkungan pada masa lalu, dengan bantuan pengertian-
pengertian tersebut. Penafsiran akan tergantung pada teori dan hipotesa geologi yang ada, dan
tentu saja juga akan tergantung kepada penglihatan dan pengalaman seseorang, dan
kemungkinan dapat terjadi suatu kesalahan. Meskipun demikian, penafsiran merupakan dasar
yang sangat berharga bagi pengkajian lapangan.
Jenis informasi yang ketiga mengandung pengertian tentang hubungan umur atau waktu
kejadian. Hubungan ini sebagian dapat bersifat objektif dan sebagian interpretatif, dan
merupakan jenis yang khas karena membahas tentang geologi sebagai suatu urutan kejadian.
Di dalam geologi, setiap satuan batuan mencerminkan sejarah pembentukannya. Sebagai
contoh, aliran lava mencerminkan suatu peristiwa erupsi dari gunung api yang spesifik. Aliran
lava ini dapat digunakan untuk membahas tentang lokasi dan sejarah letusan gunung api dan
akan dapat menjelaskan tentang perkembangan tektonik dari bagian dari bumi tersebut.
Hubungan umur sebagian dapat ditentukan dengan hubungan struktur potong memotong atau
tumpang tindih (superimposed). Urutan stratigrafi juga mempunyai arti sebagai urutan
peristiwa geologi. Penentuan umur, baik relatif atau mutlak adalah suatu usaha yang sangat
berharga untuk membahas urutan kejadian.
Kajian lapangan, di samping merupakan kegiatan teknis. juga mengandung pengertian
yang dalam. Fakta dari data lapangan, yang merupakan inti dari pengetahuan geologi, akan
mendorong seorang ahli geologi untuk menemukan hubungan-hubungan geologi yang baru.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


2

Penafsiran di lapangan, yang didasarkan pada teori-teori atau hipotesis, walaupun tidak selalu
benar, akan dapat mengembangkan kajian-kajian dalam banyak hal. Penentuan hubungan umur
merupakan dasar untuk membahas fakta-fakta dan penafsiran ke dalam sejarah kejadian yang
sebenamya.

1.2. Peta geologi dan pemetaan geologi

Peta geologi merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran
batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar-satuan batuan
serta merangkum berbagai data lainnya. Peta geologi juga merupakan gambaran teknis
permukaan bumi dan sebagian bawah permukaan, yang mempunyai arah, unsur-unsurnya,
yang merupakan gambaran geologi. dinyatakan sebagai garis yang mempunyai kedudukan
yang pasti. Peta geologi merupakan sesuatu yang berharga bagi pemakainya dan
terutama juga bagi yang membuatnya.
Pemetaan geologi merupakan bagian yang sangat penting didalam berbagai kajian
lapangan, dan pada dasarnya "Peta Geologi'' merupakan rangkaian dari hasil dari berbagai
kajian lapangan.
Hal ini pula yang menyebabkan mengapa pemetaan geologi diartikan sama dengan
"geologi lapangan".

1.3. Persiapan dan bekerja di lapangan

Sebelum melakukan kegiatan lapangan, di samping mempelajari tentang pustaka


geologi dari daerah yang akan dikunjungi, perlu dipersiapkan tentang perlengkapan yang akan
digunakan di lapangan (» lihat bab 2 dan lampiran 20).
Geologi lapangan merupakan kegiatan yang harus dipelajari di lapangan. Oleh karena
itu, ini sebaiknya dimulai sejak dini dan sedapat mungkin sering dilakukan. Pemetaan
geologi merupakan salah satu cara untuk memulai bekerja di lapangan, karena pekerjaan
pemetaan dapat dimulai dengan penerapan konsep yang sederhana. Pemetaan geologi dapat
dimulai dengan pengamatan batuan yang tersingkap, melakukan deskripsi dan melokasikan
posisinya pada peta.
Walaupun pemetaan geologi merupakan bagian yang penting dari kajian lapangan,
"pengamatan" atau observasi yang dilakukan pada satu singkapan tunggal merupakan hal yang
sangat fundamental, karena batuan harus dapat dikenali sebelum dipetakan.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


3

Bab 2
Perlengkapan Lapangan

2.1. Perlengkapan dasar dan kegunaannya

Dalam kegiatan lapangan, selain perlengkapan pribadi yang disesuaikan dengan kondisi
lapangan, misalnya pakaian, sepatu, topi dan sebagainya, diperlukan perlengkapan yang
dipakai di lapangan atau di pangkalan kerja. Beberapa perlengkapan dasar yang penting di
antaranya adalah :
- Kompas, dilengkapi dengan clinometer dan horizontal levelling
- Palu geologi dan pahat
- Lensa pembesar (loupe/hand-lens)
- Buku catatan lapangan, alat-alat tulis, mistar dan busur derajat
- Peta dasar topografi dan foto udara, atau citra inderaja yang lain
- Clipboard atau map untuk peta/foto udara.
- Pita atau tali ukur
- Komparator dan skala
- Larutan asam hidroklorida (HCl)
- Kantong untuk contoh batuan
- Tas lapangan
- Kamera

Kompas yang diperlukan di dalam kegiatan geologi lapangan adalah kompas yang
dapat dipakai untuk mengukur besaran arah (azimut) dan besaran sudut kecondongan. Selain
itu, komponen untuk menentukan posisi horisontal (horizontal levelling) secara tepat juga
mutlak diperlukan.
Terdapat dua jenis palu geologi yang sering digunakan (Gambar 2.1), yaitu jenis yang
berujung runcing (pick-point), umumnya dipakai untuk batuan yang relatif masif, atau jenis
yang berujung seperti pahat (chisel point), umumnya dipakai untuk batuan yang berlapis atau
berfoliasi. Untuk membantu mendapatkan contoh batuan secara baik, dapat dipergunakan pahat
yang berukuran sedang.
Lensa pembesar (loupe) yang umum dipakai adalah perbesaran 8 sampai 20 kali. Tidak
dianjurkan memakai lensa untuk keperluan teknis, seperti lensa untuk rajut benang,
suryakanta dan sejenisnya.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


4

Gambar 2.1 Palu geologi dengan bentuk “pick point” dan “chisel point”.

Buku catatan lapangan pada dasarnya adalah buku tulis yang cukup baik, berukuran
sedang, yang praktis dipakai di lapangan, dan sebaiknya dengan kulit buku yang tebal. Alat-
alat tulis meliput: pensil (HB atau 2H), pena atau ballpen, pensil berwarna, penghapus, mistar
segitiga, busur derajat, peruncing pensil, dan "marker pen", yang sangat berguna untuk
menandai contoh batuan.
Pada umumnya peta dasar topografi yang dipakai adalah peta berskala 1:25.000 atau
1:50.000, tergantung pada wilayah yang telah dipetakan. Foto udara atau citra inderaja
yang lain (pada skala yang kurang lebih sama), sangat membantu di dalam kegiatan geologi
lapangan. Di samping dapat menentukan lokasi secara lebih tepat foto udara, juga
sangat membantu untuk penafsiran penyebaran jenis batuan. Perlu diingat bahwa gambaran
pada foto udara tidak tepat benar seperti pada peta topografi (belum dikoreksi), dan untuk
melihat secara sempuma beberapa pasangan foto udara diperlukan stereoscope.
Untuk memudahkan dalam mencatat atau memberi tanda di peta atau pada foto udara,
sebaiknya digunakan alas clipboard atau map untuk peta, yang juga berfungsi untuk
menyimpan peta atau foto tersebut.
Pita atau tali ukur berukuran besar (25 - 50 m) dimaksudkan untuk dipakai pada saat
melakukan lintasan atau pengukuran terinci. Pita ukur gulung ("roll-meter"), berukuran
pendek (3 m) juga seringkali dipakai untuk mengukur tebal perlapisan batuan.
Terdapat beberapa jenis komparator yang dlpakai untuk membantu dalam pemerian
batuan, misalnya komparator besar butir, pemilahan (sorting) dan persentase komposisi
mineral, atau skala.
Larutan asam HCl digunakan untuk menguji kandungan karbonat, sebaiknya tidak
terlalu pekat, umumnya adalah 0,1 N.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


5

Untuk contoh batuan dapat digunakan kantong plastik yang kuat atau kantong jenis lain
yang dapat dipakai untuk membungkus dengan baik contoh batuan dengan ukuran kurang leblh
(13 x 9 x 3) cm. Beberapa lnstansi/perusahaan menggunakan kantong dari kain blacu, atau
bahan khusus yang kedap air.

Gambar 2.2 Contoh tas lapangan dan tas untuk peta dan alat-alat tulis.

Untuk membawa perlengkapan ini perlu diperhatikan mengenai tas yang dipakai di
lapangan. Sebaiknya dibedakan antara tas yang dipakai untuk membawa alat-alat dan peta, dan
yang dipakai untuk perbekalan dan contoh batuan. Selain itu juga perlu dipertimbangkan
ukurannya, sebaiknya disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi lapangan. Pada umumnya
tas punggung berukuran sedang akan lebih sesuai untuk melakukan kegiatan geologi la pangan
terdapat kamera, perbekalan dan alat tulis dapat disimpan, serta tidak mengganggu dalam
melakukan pekerjaan dalam melakukan pengamatan singkapan di medan yang sulit (Gambar
2.2).
Kamera sudah menjadi suatu kelengkapan yang umum pada hampir semua kegiatan
lapangan dan selalu terbawa sepanjang perjalanan. Untuk ini, kamera sebaiknya kompak dan
kuat dengan tempat pelindung yang baik. Saat ini banyak sekali pilihan kamera dari berbagai
jenis dan merk. Sebagai pertimbangan bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik, kamera
sebaiknya mempunyai pengaturan kecepatan, cahaya dan titik api, dan bahkan akan lebih
apabila lensanya dapat diganti sesuai dengan kebutuhan atau dilengkapi dengan pengatur lensa.

2.2. Kompas Geologi

Kompas, klinometer (pengukur kecondongan), dan hand level (penentu posisi


horisontal) merupakan alat-alat yang umum dipakai dalam berbagai kegiatan survei. Kompas
geologi yang dimaksud merupakan gabungan dari ketiga fungsi alat tersebut, yaitu selain

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


6

digunakan untuk menentukan arah, juga dapat dipakai untuk mengukur besamya sudut
kemiringan dan menentukan posisi horisontal. Salah satu jenis kompas ini, yang akan dibahas
adalah tipe Brunton dari berbagai merek.

2.2.1. Komponen utama kompas geologi

Jarum magnet

Ujung jarum utara umumnya diberi tanda wama (merah, biru atau kuning). Ujung jarum
ini selalu mengarah ke kutub utara magnet bumi, bukan kutub utara geografi sebenarnya.
Perbedaan kedua posisi utara ini dikenal sebagai deklinasi. Perlu diperhatikan, bahwa pada
posisi horisontal jarum magnet harus dapat berputar dengan bebas atau mendekati horisontal.
Kecondongan jarum ini adalah akibat perbedaan lokasi pemakaian kompas terhadap garis
katulistiwa yang dikenal sebagai inklinasi. (» lihat 2.2.2)

Gambar 2.3 Kompas tipe Brunton dan komponen utamanya

Lingkaran pembagian derajat (graduated circle)

Pada umumnya dikenal dua jenis pembagian derajat pada kompas geologi (Gambar
2.4), yaitu kompas azimut dengan pembagian derajat dimulai 0° pada arah utara (N) sampai
3600, tertulis berlawanan dengan arah perputaran jarum jam kompas kuadran dengan
pembagian derajat 0° pada arah utara (N) dan selatan (S), sampai 90° pada arah timur (E) dan
barat (W).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


7

Gambar 2.4 Jenis pembagian derajat “Azimut: 00-3600” dan “Kuadran”

Klinometer

Yaitu komponen kompas untuk mengukur besarnya kecondongan atau kemiringan


suatu bidang atau lereng. Letaknya di dasar kompas bagian dalam, dan dilengkapi dengan
gelembung pengatur horisontal (clinometer level) dan pembagian skala (Gambar 2.5), pada
satu piringan yang bebas bergerak. Gelembung pengatur horisontal untuk posisi kompas
normal (bull’s eye level) juga terletak pada bagian ini. Pada bagian luar terdapat pengumpil
untuk mengatur posisi piringan tersebut. Pembagian skala kemiringan dinyatakan dalam
derajat dan persen.

Gambar 2.5 a. Bagan klinometer pada kompas, b. Pembacaan kemiringan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


8

Kompas tipe Brunton ini dilengkapi dengan lengan penunjuk (sighting arm) dan tanda
bidikan (sighting tip) yang kesemuanya merupakan satu arah (lurus) dengan garis yang
terlera pada cermin. Cermin dipakaJ untuk melihat objek bidikan didepan pengamat. dan dapat
pula dipakai untuk mcmbatu melihat pembacaan pada lingkaran derajat. (>> llhal
2.3. 2.4 & 2.5)

2.2.2. Deklinasi dan Inklinasi

Deklinasi (magnetik) adalah besarnya perbedaan antara arah utara jarum kompas (utara
magnetik) dan arah utara sebenamya (utara geografi). Besarnya deklinasi berbeda dari
satu tempat ke tempat lain, dan selalu berubah secara teratur sepanjang waklu. Deklinasi di
suatu wilayah umumnya ditunjukkan pada peta topografi yang standard.
Untuk menyesuaikan agar kompas yang akan dipakai menunjukkan arah utara yang
sebenamya, lingkaran derajat pada kompas harus digeser dengan cara memutar adjusting
screw yang terdapat pada sisi kompas (>> lihat Gambar 2.3) sebesar deklinasi yang disebutkan.
Contoh : Deklinasi di suatu daerah adalah 15° east, artinya, utara magnetik berada
15° di sebelah timur dari utara geografi. Dalam hal ini lingkaran derajat harus
diputar, sehingga penunjuk ("index pin") akan menunjuk angka 15° pada sisi
lingkaran derajat bertanda E.

Untuk memeriksa kembali, apabila kompas diarahkan hingga jarum utara menunjukkan
angka 0°, artinya arah bidikan (sighting arm) menunjukkan arah Utara sebenarnya, dapat
dilihat apakah jarum utara kompas menunjuk 17° ke arah kanan dari index pin, arah yang secara
geografis diketahui sebagai arah Timur dari Utara sebenarnya.
Inklinasi adalah kecondongan jarum kompas yang disebabkan oleh perbedaan letak
geografi suatu daerah terhadap kutub bumi. Sudut kecondongan akan hamper 0° (horisontal)
apabila kita berada di dekat/di sekitar katulistiwa, dan semakin bertambah besar apabila
mendekati kutub bumi. Dengan demikian. maka tiap tempat di atas bumi ini akan mempunyai
sudut inklinasi yang berbeda-beda.
Untuk mengatasi hal ini biasanya pembuat kompas sudah menyesuaikan
kesetimbangan jarum kompas untuk daerah tertentu. atau melengkapi jarum kompas dengan
beban yang dapat digeser sepanjang jarum kompas untuk mengimbangi
pengaruh inklinasi. Sehubungan dengan ini, perlu diingatkan, sebelum
kompas digunakan di lapangan, hendaknya diperiksa dahulu apakah kompas tersebul telah
disesuaikan dengan deklinasi dan inklinasi pada suatu daerah tempat bekerja.

2.3. Menentukan arah dan lokasi

Penentuan arah yang dimaksud disini adalah arah dari titik tempat pengamat berdiri, ke
tempat yang dibidik atau yang dituju. Titik tersebut dapat berupa puncak bukit atau obyek
geografi yang lain, atau rambu yang sengaja dipasang, misalnya untuk rencana lintasan. Untuk
mendapatkan hasil pembacaan yang baik, dianjurkan mengikuti tahapan sebagai berikut:

1. Kompas dipegang dengan tangan kiri setinggi pinggang (Gambar 2.6a)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


9

2. Kompas dibuat horisontal (dengan bantuan "bull's eye"- 8 pada Garnbar 2.3) dan
dipertahankan demikian selama pengamatan.
3. Cermin diatur, terbuka kurang lebih 135° menghadap ke depan dan sighting arm dibuka
horisontal dengan peep sight ditegakkan (Gambar 2.6b)
4. Badan diputar sedemikian rupa sehingga titik atau benda yang dimaksud tampak pada
cermin dan berimpit dengan ujung pembidik dan garis tengah pada cermin. Untuk
mempermudah prosedur ini, yang diputar tidak hanya tangan dengan kompas, akan tetapi
seluruh badan.
5. Baca jarum utara kompas, setelah jarum tidak bergerak. Hasil bacaan adalah arah yang d
imaksud. Pada gambar 2.4a, azimut = S 45°E dan pada gambar 2.4b, azimuth = N 220° E.

Gambar 2.6. Cara membidik dan membaca arah

Membaca arah dapat juga dilakukan dengan memegang dan menempatkan kompas
pada posisi pandangan mata (Gambar 2.7a).
Kompas dipegang horisontal dengan cermin dilipat 45° dan menghadap ke mata
(Gambar 2.7b). Arah yang ditunjukkan jarum dapat dibaca melalui cermin. Karena tangan
penunjuk arah terbalik (menghadap kita), maka yang dibaca adalah ujung selatan jarum
kompas. Yang mana dari kedua cara ini yang paling baik adalah tergantung dari kebiasaan kita
dan keadaan medan.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


10

Gambar 2.7. Cara membidik dengan pandangan obyek secara langsung

Menentukan lokasi pada peta topografi

Langkah pertama adalah mengenal bentang alam sekitarnya seperti yang dtgambarkan
pada peta topografi. Pembidikan dapat dilakukan ke beberapa obyek yang lokasinya diketahui
dengan pasti di peta (sebaiknya tiga obyek) kemudian arah-arah tersebut ditarik pada peta
dengan menggunakan busur derajat dan mistar segitiga. Titik potong ketiga garis tersebut, yang
bila pembacaannya tepat akan hanya berpotongan disatu titik, adalah titik lokasi dimana
pengamat berdiri (Gambar 2.8).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


11

Gambar 2.8. Cara menentukan lokasi dari 3 obyek yang dikenal pada peta topografi

2.4. Mengukur kemiringan dan ketinggian

Untuk mengukur besamya sudut lereng dilakukan tahapan sebagai berlkut:


l. Tutup kompas dibuka kurang lebih 45°, sighting arm dibuka dan ujungnya ditekuk 90°
2. Kompas dipegang dengan posisi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.8, skala
klinometer harus di sebelah bawah.
3. Melalui lubang "peep-sight" dan "sighting-window" dibidik titik yang dituju. Usahakan
agar titik tersebut mempunyai tinggi yang sama dengan jarak antara mata pengamat dengan
tanah tempat berdiri.
4. Klinometer kemudian diatur dengan jalan memutar pengatur di bagian belakang kompas,
sehingga gelembung udara dalam "clinometer level" berada tepat di tengah (>> Gambar
2.5a).
5. Baca skala yang ditunjukkan klinometer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5b.
Satuan kemiringan dapat dinyatakan dalam derajat maupun dalam persen.

Apabila jarak antara tempat berdiri dan titik yang dibidik diketahui, misalnya dengan
mengukurnya di peta maka perbedaan tinggi antara kedua titik tersebut dapat dihitung.
Perbedaan tinggi tersebut dapat juga diketahui dengan cara seperti yang diperlihatkan dalam
Gambar 2.9. Dalam hal ini, ikutilah prosedur sebagai berikut:

1. Letakkan angka 0° klinometer berimpit dengan angka 0° pada skala.


2. Pegang kompas seperti Gambar 2.9. gerakkan dalam arah vertikal sedemikian rupa
sehingga gelembung udara berada di tengah.
3. Bidiklah melalui lubang pengintip sehingga : pandangan mata, lubang pengintip dan garis
pada jendela pandang, berada dalam satu garis lurus. Perpanjangan dari garis lurus tersebut
akan "menembus" permukaan tanah di depan pada suatu titik tertentu. Ingat-ingatlah titik
"tembus" ini.
4. Beda tinggi antara pengamat berdiri dan "titik tembus" tadi sama dengan tinggi pengamat
dari telapak sepatu sampai mata.
5. Berpindahlah ke "titik tembus" tadi dan ulangilah prosedur no. 2 dan 3 di atas sampai
daerah yang akan anda ukur selesai.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


12

Gambar 2.9. Posisi kompas pada pembacaan kemiringan

Gambar 2.10. Cara membaca kemiringan dan menentukan beda tinggi

Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam pengukuran arah dan sudut lereng, dapat
digunakan kaki-tiga (tripod) seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Penggunaan Tripod pada pengukuran dengan Kompas

Bab 3
Pengamatan Singkapan

Singkapan (outcrop) adalah bagian dari tubuh batuan yang masih belum mengalami
ubahan (pelapukan dan proses eksogen lainnya), yang tersingkap di permukaan, yang dapat
dipelajari di tempatnya. Pengamatan terhadap suatu singkapan merupakan hal yang sangat
fundamental didalam kegiatan geologi lapangan, dan mempunyai sasaran yang cukup luas di
dalam lingkup pekerjaan geologi. Pembuatan penampang-penampang geologi, peta geologi,
dan sampai pada tahap akhir sebagai laporan geologi yang lengkap, ke semuanya berdasar pada
hasil pengamatan dari berbagai singkapan.
Kegiatan pengamatan akan meliputi; dari melihat keadaan wilayah, mencari dan
menentukan lokasi-lokasi penting singkapan, melakukan pengamatan pada singkapan dan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


13

pemerian (deskripsi) dengan seksama, kemudian merekam apa yang diamati ke dalam buku
catatan lapangan secara lengkap, sistematis dan informatif.

3.1. Menentukan lokasi pengamatan

Di dalam melakukan kegiatan lapangan, sebelum melakukan pengamatan secara


seksama pada suatu singkapan, seorang ahli geologi akan selalu melihat situasi, keadaan
wilayah dan harus mengetahui posisi tempat dia berada. Ketepatan penentuan lokasi akan
mempengaruhi nilai tentang apa yang akan dan telah didapatkan dari hasil pengamatan
terhadap suatu singkapan. Hal ini juga akan mempengaruhi nilai peta atau penampang-penam
pang yang dihasilkan dari rangkaian pengamatan dari banyak lokasi, apabila seseorang seda ng
melakukan kegiatan pemetaan.
Pada umumnya, sepanjang kegiatan pengamatan, digunakan peta topografi atau foto
udara untuk membantu menentukan lokasi secara tepat. Di samping itu pengamatan
terhadap obyek geografi, penentuan arah dengan kompas juga diterapkan (>> lihat bab 2.3).
Dalam keadaan tertentu, misalnya untuk pengamatan yang terinci atau skala besar, dituntut
suatu ketelitian yang maksimal, sehingga diperlukan tumpuan untuk membidikan kompas,
yaitu dengan menggunakan tripod (>>lihat Gambar 2.11), bahkan, bila diperlukan, dapat
digunakan alat ukur seperti Theodolit, atau pemetaan dengan Plane Table (» Lihat bab 10).
Didalam pelaksanaannya. pertimbangan untuk menggunakan metode tertentu akan
sangat tergantung banyak hal, misalnya tujuan dan sifat penyelidikannya, sarana peta yang ada,
keadaan medan dan sebagainya. Dalam hal ini akan selalu dipilih cara·yang paling tepat,
efisien, dan cepat.
Dari segi praktis, penggunaan peta topografi, foto udara dan kompas, masih dianggap
efisien dan cepat. Hal ini tentu akan tergantung pada akurasi peta yang ada dan kondisi
medan. Berikut ini beberapa pedoman yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan
lokasi secara cepat:

1. Dengan melihat dan mengamati keadaan/bentuk bentang alam di sekitar titik pengamatan,
dan disesuaikan dengan peta, misalnya: kelokan sungai, suatu bukit yang menonjol,
pertemuan dua sungai, jalan dan sebagainya.
2. Apabila ketinggian tempat kita berada dapat diketahui, misalnya dengan altimeter, arah
yang didapatkan dari suatu obyek yang pasti dapat membantu untuk menentukan lokasi,
yaitu dengan memotongkan garis tersebut dengan garis kontur pada ketinggian yang
diketahui.
3. Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan hutannya yang lebat, seringkali cara-cara dengan
orientasi arah sulit untuk diterapkan. Untuk itu bisa diterapkan penentuan posisi
dengan menggunakan tali dan kompas, yang dimulai dari titik-titik yang mudah dikenali
dalam peta topografi. misalnya: muara sungai, puncak bukit, belokan sungai besar, dan
lain-lain. Cara ini juga bisa dilakukan untuk daerah-daerah dimana peta dasar belum ada
yang berskala besar (>> lihat bab ll).

3.2. Mengukur kedudukan unsur struktur

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


14

Kedudukan unsur struktur geologi dinyatakan dalam besaran arah (azimuth) dan
kecondongan (sudut). Secara geometri dikenal dua jenis unsur struktur, yaitu struktur
bidang (planar) dan struktur garis (linear).

3.2.1. Struktur Bidang (Planar) : Jurus dan Kemiringan

Pada dasarnya komponen yang diukur adalah arah jurus (strike), besaran kemiringan
(dip), dan perlu dinyatakan ke arah mana kemiringan tersebut. Beberapa unsur struktur yang
termasuk struktur bidang di antaranya adalah; bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, dan
sejenisnya. Kedudukannya umumnya dinyatakan dengan jurus dan kemiringan, akan tetapi
ada sebagian orang menyatakannya dengan kemiringan dan arah kemiringan. Dalam hal ini,
cara pernyataan kemiringan dan arah kemiringan dapat dilihat segi praktisnya, akan tetapi
dengan segi kekurangannya, tidak menyatakan arah jurus, yang seringkali diperlukan untuk
mendapatkan gambaran penyebaran lateral batuan.

Cara mengukur jurus dan kemiringan

Untuk mengukur jurus dan kemiringan dengan kompas dapat diikuti prosedur berikut
(Gambar 3.1) :
1. Bukalah cermin kompas sehingga membentuk sudut tumpul dengan dasarnya.
2. Letakkan salah satu sisi kompas yang bertanda E atau W pada bidang yang akan diukur
(Gambar 3.la).
3. Aturlah posisi kompas sedemikian rupa sampai horisontal dengan bantuan "mata lembu".
Tetapi harus dijaga agar sisi kompas tetap menempel pada bidang yang diukur. Bila
bidangnya tidak rata, lakukanlah itu dengan bantuan clipboard atau sejenisnya (Gambar 3.
1d).
4. Bacalah Jarum Utara dan segera catat agar tidak lupa (Pengunci jarum pada kompas dapat
digunakan agar bila kompas diangkat, jarum tidak akan bergerak). Angka yang
anda baca adalah "Jurus" bidang yang diukur.
5. Tandailah garis potong antara bidang yang diukur dengan bidang dasar kompas/bidang
horisontal (>> Jurus).
6. Ubahlah posisi kompas, tegak pada sisi samping kompas (Gambar 3.1b), dan tegak lurus
terhadap jurus (pada butir 5).
7. Aturlah klinometer sehingga gelembung pengatur horisontal terletak di tengah. Kemudlan
bacalah angka yang ditunjukkan (dalam hal ini kompas dapat diangkat). Hasil yang
diperoleh adalah besamya “kemiringan” (Dip).
8. Unluk mengetahui arah kemiringan, letakkan sisi belakang kompas (tanda S) sedemikian
sehingga posisinya seperti dalam (Gambar 3.lc). Aturlah posisinya menjadi horizontal, dan
bacalah arah (kwadran) yang ditunjukkan jarum utara. Hasil pembacaan adalah arah
kemiringan, misalnya N, NE, E, SE, S, SW, W, NW.

Cara pembacaan

Kedudukkan struktur bidang diukur dan dicatat sebagai berikut, misalnya:

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


15

N 45° E/20° SE, artinya Jurus bidang adalah Timur-laut dan Kemiringan 20° ke arah
Tenggara. Bidang N 45°E/20°SE dapat juga dibaca dan dicatat sebagai N 225°E/20°SE.
Angka yang pertama diperoleh karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda E
sedang angka yang kedua karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda W.
Untuk kompas yang berskala kwadran, prosedur yang dilakukan sama, hanya
pembacaan arah akan ditunjukkan dengan N-E a tau N-W. Dianjurkan agar selalu membaca
angka yang ditunjukkan oleh jarum pada belahan utara kompas (atau bagian dengan tanda N).
Dengan demikian kita akan mempunyai bacaan-bacaan sebagai berikut N-E atau N-W (tidak
akan terjadi S-E atau S-W).

Contoh: N 30°E/ l5°NW


N 40°W/ 20° NW
N 40°W/25° SW dan sebagainya.

Untuk mendapatkan pembacaan kemiringan dan arah kemiringan sebagai ganti jurus dan
kemiringan, prosedur pembacaan jurus tidak perlu dilakukan. Pada saat membaca
arah kemiringan (butir h), pengaturan horisontal hendaknya dengan seksama (dengan bantuan
"bull's eye”), dan besamya derajat yang ditunjukkan oleh jarum utara dan. arah (kwadran)
harus dibaca.
Umumnya hasil pembacaan akan dinyatakan sebagai kemiringan dan arah kemiringan.
Contoh : 20°, N 45° E, artinya, bidang itu miring 20° ke arah Timur-Laut.

Gambar 3.1. Cara pengukuran Jurus dan Kemiringan lapisan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


16

3.2.2. Struktur Garis (linear) ; Arah dan Penunjaman

Struktur garis yang dirnaksud disini diantaranya adalah sumbu lipatan, lineasi mineral,
gores-garis (striation) pada cermin sesar dan sebagainya. Kedudukannya dinyatakan dengan
arah (bearing/trend) dan besaran penunjaman (plunge). Satu komponen lain, yaitu "pitch",
adalah besaran sudut yang dibentuk oleh struktur garis terhadap jurus bidang dimana struktur
tersebut terletak, dan diukur pada bidang tersebut. Pada prinsipnya pengukuran komponen arah
dan kecondongan sama seperti yang telah dibahas pada 3.2.1.
Cara mengukur arah, dapat dilakukan dengan meletakkan langsung kompas itu pada
struktur yang diukur, atau sambil berdiri seperti pada Gambar 3.2a. Letakkan atau arahkan
kompas dalam posisi horizontal sedemikian rupa sehingga salah satu sisinya berimpit dengan
liniasi yang akan diukur, dan "sighting arm" sejajar dengan arah garis pada cermin, kemudian
dibaca jarum Utara.
Plunge adalah besaran sudut penunjaman garis, yang dibentuk oleh struktur garis
tersebut dengan bidang horisontal, diukur pada bidang vertikal yang melalui garis tersebut
(Gambar 3.2b).
Cara menentukan besarnya penunjaman atau plunge, adalah dengan membaca
klinometer seperti pada Gambar 3.2c, akan tetapi harus dianggap bahwa garis tersebut berdiri
sendiri, dengan kata lain yang diukur bukan kemiringan bidang (tempat dimana garis itu
terletak). Dalam hal ini kedudukan kompas pada saat pengukuran adalah vertikal.

Gambar 3.2. Cara pengukuran Arah dan Penunjaman lineasi (struktur garis)

Mencantumkan hasil pengukuran pada peta atau catatan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


17

Hasil pengukuran unsur struktur, selain dinyatakan sebagai angka hasil pembacaan,
juga digambarkan (plot) sebagai symbol pada peta atau pada catatan dengan membubuhkan
besaran derajatnya.

Untuk struktur bidang hasil


pembacaan skala azimuth 0-3600

Untuk struktur bidang, hasil


pembacaan skala kwadran

Untuk struktur garis, atau hasil


pembacaan kemiringan dan arah
kemiringan

3.3. Pengamatan atau “observasi” pada suatu singkapan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


18

Singkapan atau outcrop, adalah bagian dari batuan dasar yang masih asli, dan belum
mengalami ubahan karena pelapukan. Oleh karena itu, singkapan biasanya terbatas dan tidak
menerus. Untuk ini diperlukan prinsip-prinsip geologi untuk dapat menghubungkan satu
singkapan dengan lainnya, sehingga akhimya menghasilkan suatu gambaran yang lengkap
dan menyeluruh tentang keadaan geologi wilayah tersebut.
Di daerah tropis seperti Indonesia, singkapan relatif jarang karena tertutup oleh tanah
pelapukan tebal, hutan tropis yang lebat, tanah garapan (sawah, kebun, dan sebagainya).
Dengan demikian, agar suatu kegiatan pengamatan geologi dapat tercapai dengan hasil yang
optimal, maka perlu dipertimbangkan tentang dimana saja suatu singkapan pada umumnya
dapat dijumpai untuk kemudian dapat dilakukan pengamatan.
Salah satu gejala yang dapat dilihat di alam bahwa batuan tersingkap oleh proses
pengikisan. Karena itu tempat-tempat di atas muka bumi di mana singkapan-singkapan
terutama dapat ditemukan adalah :
- Di sungai (terutama dikelokannya, dimana pengikisan cukup intensif).
- Pada puncak-puncak bukit.
- Dapat juga di tempat-tempat di mana terjadi kegiatan oleh manusia, seperti: pembuatan
bangunan-bangunan teknik sipil seperti jalan, jalan kereta api, bendungan, dan sebagainya
penggalian, baik itu untuk sumur, bahan galian atau bahkan berkebun sekalipun.

Karena sifatnya yang tidak menerus dan jarang atau sukar dijumpai, maka sekali kita
mendapatkan singkapan, pengamatan terhadapnya hendaknya dilakukan seteliti
mungkin sehingga setiap gejala yang teramati harus dapat dimanfaatkan. Dengan keterangan
yang lengkap dan dilandasi oleh konsep-konsep geologi yang berlaku, dengan sendirinya akan
mempermudah menafsirkan hubungan geologi antara satu singkapan dengan lainnya, sehingga
sasaran pengamatan itu dapat tercapai.
Sikap yang perlu ditempuh dalam melakukan pengamatan singkapan:
1. Jelajahi daerah sekitar singkapan, kemudian pilih bagian yang paling baik, paling segar
singkapannya.
2. Karena untuk melakukan pengamatan diperlukan perhatian yang penuh, maka hal-hal yang
dapat mengganggu sebaiknya diletakkan dulu (ransel yang berat, dsb)
3. Mulailah dengan mengetahui jenis singkapan (batuan beku, sedimen, atau malihan), dan
kemudian mengarah kepada segi-segi detail yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
bagaimana dan kapan terbentuknya.
4. Melakukan pengukuran-pengukuran yang perlu dan memerikan batuan dengan lebih
seksama.
(» lihat BAGAN CHECK-LIST pada lampiran l)

3.3.1. Deskripsi

Setelah batuan dapat dikenal secara umum, mulailah melakukan pemerian lebih terinci
terhadap jenis batuan yang ada. Beberapa hal yang utama harus diperhatikan adalah:
l. Untuk batuan sedimen, mengukur jurus dan kemiringan lapisan, arah arus purba (bila ada).
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui arah sedimentasi batuan tersebut,

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


19

mengukur ketebalan masing-masing lapisan untuk mengetahui urutan vertikal, dan lain-
lain.
2. Untuk batuan beku, penyebaran batuan "outcrops" adalah penting untuk memperkirakan
bentuk batuan beku dan macamnya (ekstrusi, intrusi) mencari batas kontak dengan
batuan sekitamya, bukti-bukti kontak (kalau ada) pengukuran struktur khusus pada batuan
beku seperti struktur bantal, struktur aliran, perlapisan semu, dan juga unsur-unsur struktur
geologi (kalau ada) misalnya kekar-kekar.
3. Untuk batuan malihan (metamorf), perhatikan adanya foliasi, liniasi, dan lakukan
pengukuran pada gejala tersebut.
Lakukanlah pengamatan dengan tenang sambil duduk. Lakukan tanpa tergesa-gesa,
karena ini dapat menimbulkan adanya bagian-bagian yang terlewat.
Bila diperlukan, ambillah contoh batuan, membuat foto dan sketsa, dan menentukan
lokasi di mana pengamatan itu dilakukan, kemudian mencantumkan di dalam peta (seringka li
hal ini dilakukan pada tahap awal sebelum memulai dengan pengamatan).

3.3.2. Membuat sketsa dan foto singkapan

Sketsa adalah salah satu cara untuk menyatakan gambaran dari singkapan yang diamati.
Seringkali hal ini sangat efisien, karena suatu keadaan singkapan yang menarik
dan rumit sulit untuk hanya diterjemahkan kedalam kalimat. Adakalanya membuat sketsa
dimaksudkan untuk menonjolkan sesuatu yang penting, misalnya hubungan struktur pada
batuan, mineralisasi dan sebagainya. Pada beberapa kondisi, pembuatan foto singkapan akan
lebih sempuma, akan tetapi apabila kita ingin menunjukkan atau membuat analisis tentang
singkapan yang tidak mudah terekam pada foto, sketsa akan lebih bermanfaat.
(» lihat bab 5)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam pembuatan foto singkapan diantaranya
adalah skala, terutama untuk foto jarak dekat, dan obyek yang ingin ditonjolkan. Pengetahuan
yang minimal tentang fotografi tentu diperlukan, misalnya jenis kamera yang dipakai,
pengaturan cahaya dan kecepatan dan sebagainya.

3.4. Interpretasi

Pada dasarnya, untuk seorang pengamat dituntut berpengetahuan geologi (petrologi,


paleontologi, struktur geologi, stratigrafi, sedimentologi) yang luas. Disamping dia juga harus
dibekali dengan teori-teori hipotesa, apabila bekerja di lapangan. Kondisi ini akan tercipta
apabila seseorang mempunyai keingin-tahuan yang besar, dan daya imajinasi yang luas.
Kemampuan-kemampuan tersebut di atas adalah mutlak, karena seringkali masalah-masalah
geologi yang dijumpai di lapangan harus dipecahkan ketika mengamati singkapan, mengingat
beberapa sifat singkapan tidak mungkin untuk dibawa dan dipelajari di laboratorium. Untuk
ini dituntut bagi seorang pengamat untuk melakukan penafsiran atau
interpretasi berdasarkan teori atau hipotesa yang ada. Juga bertitik tolak bahwa sebaiknya kita
tidak kembali lagi untuk melihat dan mempelajari suatu singkapan berulang kali. Oleh

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


20

karena itu kita harus melakukan suatu dialog dengan singkapan. Dialog atau diskusi tersebut
pada dasarnya akan menjawab pertanyaan berikut ;

1. Apa yang sedang kita amati (jenis batuan)


2. Bagaimana bentuk serta hubungannya satu sama lain (struktur)
3. Bagaimana mereka terbentuk (intrusif, ekstrusif, lingkungan dan mekanisme
pengendapannya, fasies, dan sebagainya).
4. Kapan terbentuknya (umur, hubungan kejadiannya)

Cara yang ditempuh oleh pemeta dapat berlainan, juga kemampuan untuk mengamati
dan menginterpretasi dapat berbeda. Interpretasi juga kemungkinan tidak benar, akan letapi ini
merupakan dasar berpikir untuk melihat persoalan lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
pribadi masing-masing, antara lain; latar belakang pengetahuan geologi, pengalaman, dan
ketelitian pelaku pengamatan.

3.5. Cara merekam dalam Buku Catatan

Suatu laporan geologi yang lengkap, akan memuat di dalamnya keadaan bentang alam
(geomorfologi), stratigrafi, struktur geologi, kemudian mengevaluasi kondisi geologi yang ada
dikaitkan dengan tujuan utama penelitian, misalnya pencarian minyak bumi, batubara, geologi
teknik, dan bahan galian lainnya. Pada laporan ini kemudian juga akan dilampirkan peta-peta
geologi, penampang, gambar-gambar, dan foto. Kesempurnaan dari ini semua akan sangat
tergantung kepada kelengkapan pengamatan dan kemampuan untuk merekam data. Oleh
karena itu pencatatan dalam buku catatan hendaknya selengkap mungkin walaupun ringkas,
sistimatik dan informatif, karena catatan ini juga akan dipakai oleh peneliti lain.
Untuk dapat mencapai sasaran tersebut, maka di dalam melakukan pengamatan
terhadap suatu singkapan, hendaknya diperhatikan petunjuk berikut ini.

- Setiap hari selalu memulai dengan halaman baru, dengan mencantumkan ;


Tanggal/hari :
Keadaan cuaca pada hari itu :
Daerah atau lintasan yang akan ditempuh :
Nama-nama pengamat dan pembantunya :
Untuk setiap pengamatan diberikan nomor (sesuai dengan nomor lokasi pengamatan
(LP) yang dicantumkan di dalam peta). Nomor-nomor lokasi pengamatan sebaiknya
merupakan nomor urut.

- Cara penulisan sebaiknya singkat tetapi jelas, dan sebaiknya pula menggunakan singkatan
singkatan yang umum dipakai, misalnya (» lihat lampiran) :
dg = dengan
bps = batupasir
hbl = homblenda
bx = breksi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


21

and = andesit
bsl = basalt dsb.

- Semua observasi lapangan harus dicatat dalam buku lapangan. Tetapi biasanya kemampuan
observasi seseorang terbatas pada interest nya. Meskipun demikian harus diusahakan
mencatat selengkap mungkin apa yang diamati dan dideskripsi di lapangan. Sangat
diutamakan adalah hal-hal yang tidak mungkin diamati dalam contoh batuan di base camp
atau di laboratorium. Paling tldak dapat diamati pada potret singkapan secara terbatas.

3.5.1. Pemerian (Deskripsi)

Urutan-urutan yang perlu dilakukan pada pemerian singkapan dan pencatatan pada
buku catatan:
1. Catatan singkat mengenai lokasi dan keadaan geografi dan singkapan, umpamanya di
kelokan sungai, di bukit, pinggir jalan kereta api, dan sebagainya. Hal ini sangat penting
terutama untuk singkapan-singkapan yang menunjukkan data-data yang kritis, seperti
adanya bukti ketidakselarasan, bukti-bukti sesar, tempat terdapatnya fosil, atau gejala-
gejala geologi yang mengandung sifat pembuktian, apalagi yang mempunyai nilai regional.
Maksudnya adalah agar yang ingin mengutik-utiknya kembali data tersebut tidak terlalu
susah untuk menemukan kembali singkapan tersebut.

2. Fakta-fakta mengenai singkapan : ini adalah sangat penting mengenal yang harus diamati
dalam suatu singkapan (lihat 3.1). Pada umumnya hal tersebut akan memuat pemerian yang
lengkap tentang:
a. keadaan singkapan : besar (luas) /kecilnya singkapan, derajat pelapukan (jika tidak
segar); apakah "insitu" atau tidak, masif, hancur pecah-pecah, sheared, keadaan normal
atau terbalik, dsb.
b. Susunan litologi : apakah terdlri dari satu jenis batuan atau lebih, dalam batuan
sedimen dan metamorf; apakah selang-seling antara 2 batuan, sisipan satu litologi
dalam
litologi lain; dalam batuan beku, dilihat adanya dyke/retas, inklusi-inklusi, xenolith,
atau perubahan susunan mineral/tekstur, dll).
c. Batas antara berbagai jenis litologi (jika ada), kemungkinan kontak intrusi, batas
erosi, kontak patahan. Dalam hal batuan sedimen kontak antar lapisan dapat berangsur
tajam, batas erosi, selain itu urutan perlapisan/interkalasi (menebal ke atas atau menipis
ke atas) perlu dicatat.
d. Struktur primer batuan dari masing-masing litologi. Untuk batuan beku, misalnya
masif, ada penghalusan ke satu arah, adanya konsentrasi mineral tertentu. Untuk batuan
metamorf, adakah sifat foliasi, schistosity, apakah ada perlapisan asli, apakah
bergelombang, terlihat dalam perlipatan kecil atau tidak.
Untuk batuan sedimen dibahas sifat berlapis, masif, berlapis tebal, berlapis tipis,
laminasi, struktur sedimen seperti graded bedding, cross bedding, gelembur

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


22

gelombang, dan sebagainya untuk setiap jenis litologi, dan jika mungkin dibahas dalam
urutan profil.
e. Pemerian detail masing-masing litologi (susunan utama sisipan interkalasi, xenolith).
Pemerian lebih ditekankan pada hal-hal yang sifat menonjol daripada pemerian rutin
(yang dapat dilakukan di Base Camp atau di laboratorium dari contoh), seperti
misalnya glaukonitan, khas berbutir kasar, warna khas, khas porphyrite dsb.) Pemerian
litologi lapangan ini dimaksudkan untuk pengenalan batuan sebagai satuan peta (map
unit).
f. Kandungan khusus dari batuan (jika ada) seperti kandungan fosil, mineralisasi, dan
sebagainya.
g. Keadaan struktur geologi dari singkapan : (diikuti pengukuran-pengukuran) apakah
terganggu secara tektonik, joint, keadaan lapisan/foliasi, tegak, landai,
terbalik, terlipat, lipatan minor (ukur arah dan penunjaman sumbu), apakah jenis Z atau
jenis S (dragfold?), sesar dsb.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


23

Gambar 3.3. Contoh deskripsi pada buku catatan lapangan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


24

3. Usahakan untuk selalu membuat penafsiran lapangan (meskipun sifatnya sementara),


umpamanya meliputi:
- nama batuan (klasifikasi lapangan)
- lingkungan pembentukannya
Paling tidak, disarankan untuk memberikan sugesti, yang didasarkan pada hipotesa-
hipotesa (lihat bab 3.4). Bagian ketiga ini, tidak mutlak harus dilaksanaka,n sebab kadang-
kadang atau bahkan sering sekali karena datanya kurang ,tidak satu kesimpulan pun dapat
ditarik dari suatu singkapan.

3.6. Mengambil contoh batuan

Contoh batuan (“sample”) diambil untuk keperluan analisa lebih lanjut, misalnya
analisa petrografi, kandungan fosil dan sebagainya. Contoh tersebut harus diambil pada bagian
yang masih segar dan utuh. Faktor pelapukan, pelarutan oleh air akan sangat mempengaruhi
kwalitas contoh batuan. Ukuran yang diperlukan bisa bervariasi, tergantung kepentingannya.
Ukuran yang ideal kurang lebih adalah (12 x 9 x 3) cm.
Untuk analisa yang lebih khusus, misalnya untuk batuan metamorfik, diperlukan contoh
batuan yang terarah (oriented samples). Untuk ini perlu dilakukan pemilihan dan pemberian
tanda kedudukannya pada contoh tersebut (Gambar 3.4).

Gambar 3.4. Pengambilan contoh terarah, A batuan dengan struktur bidang dan B tanpa
struktur

Arti suatu Buku Lapangan

1. Buku lapangan dengan isinya merupakan dokumen yang sangat penting dan harus
dilestarikan, dijaga, dan diamankan. Buku tersebut memuat semua hasil
pengamatan, analisa dan penafsiran sementara berdasarkan data lapangan, dan kadang-
kadang juga permecahan masalah lapangan yang dilandasi oleh hipotesa-hipotesa,
yang merupakan bahan guna menyusun laporan. Buku tersebut merupakan hasil kerja
selama beberapa hari, minggu atau bahkan bulan, dan telah menyita waktu,
tenaga, dan pikiran, serta mungkin juga biaya yang sangat besar (apabila pekerjaan
penelitian itu melibatkan sejumlah tenaga seperti halnya suatu ekspedisi). Dapat
dibayangkan kerugian yang timbul apabila benda yang berharga itu
kemudian hilang, rusak atau keadaannya sedemikian tidak terawat sehingga tidak dapat
dibaca.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


25

2. Buku lapangan bukan saja milik pribadi pemeta, tetapi milik instansi yang memberi
pekerjaan dan juga ahli-ahli geologi lainnya yang berminat atau harus melanjutkan
penelitian anda. Karena itu sebuah buku lapangan bukan saja harus mudah dibaca oleh
pembuatnya tetapi juga oleh orang lain, juga bahasanya harus dapat dimengerti sehingga
tidak menimbulkan salah tafsir terhadap apa yang dimuat. Dengan demikian, dianjurkan
untuk menulis dengan huruf cetak dan menggunakan alat tulis yang tidak akan hilang atau
luntur dimakan hari atau air (tinta akan hilang terkena air). Untuk lebih memperjelas
pemerian, dianjurkan agar dilengkapi dengan sketsa-sketsa pada halaman yang disediakan.

3. Bentuk dari, buku lapangan dapat berbeda-beda tergantung dari selera instansi yang
menggunakan. Tetapi, pada dasamya mempunyai persamaan-persamaan umum,
misalnya:
- dibuat atau dilengkapi dengan bahan yang tahan terhadap kerusakan.
- terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kiri dipergunakan untuk mernbuat sketsa (dengan
pola garis tegak lurus seperti kertas mm), sedangkan bagian kanan bergaris biasa untuk
menuliskan catatan.
- mempunyai tanda pengenal yang jelas, antara lain; instansi atau badan yang
menggunakan, nama pemeta, daerah, hari dan tanggal pelaksanaan pekerjaan lapangan,
dengan demikian apabila buku tersebut hilang, akan dapat dikembalikan kepada yang
berhak.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


26

Bab 4
Pengenalan Batuan di Lapangan

4.1. Pengenalan Batuan

Didalam kegiatan pengamatan atau observasi, pengenalan batuan adalah bagian yang
sangat penting. Batuan harus dikenal dilapangan, agar supaya dapat mempelajari dan
penafsirkan gejala geologi yang lain. Pengenalan batuan secara langsung dilapangan sangat
membantu dalam kajian geologi karena kita melihat secara langsung hubungan struktur antara
satu dengan yang lain. Beberapa jenis batuan memang memerlukan pengamatan mikroskopik
untuk mengidentifikasikannya, akan tetapi adakalanya kita masih dapat melihat dengan
bantuan lensa pembesar (loupe).
Unsur utama sebagai pembeda jenis batuan adalah tekstur dan komposisi mineral.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa tekstur adalah aspek batuan yang dipengaruhi oleh
ukuran, bentuk dan keteraturan dari butirannya, sedangkan Kemas (fabrik) adalah komponen
tekstur yang merupakan hubungan ukuran dan bentuk dari butir.

4.2. Batuan Sedimen

Ada tiga kategori yang utama pada batuan sedimen yaitu : tekstur klastik (fragmental)
dan non-klastik, terrnasuk tekstur kristalin dan tekstur kristalin karena proses diagenesa.
Kebanyakan batuan sedimen dikelompokkan berdasarkan tekstur klastik, walaupun yang lain
juga penting untuk diamati secara langsung di lapangan.

4.2.1 Batuan Sedimen Klastik

Besar Butir (Grain Size)


Besar butir adalah unsur utama dari tekstur klastik, yang berhubungan dengan tingkat enersi
pada saat transportasi dan pengendapan. Tabel 4.1 adalah skala besar butir yang umum dipakai.

Tabel 4.1 Klasifikasi batuan sedimen klastik berdasarkan ukuran butir

Diameter
Skala phi Nama butir Nama kelompok
(mm)
256> -8 Boulder
128-256 -7 Coarse Cobble
64-128 -6 Fine Cobble
32-64 -5 Very coarse Pebble
Rudite (psephit)
16-32 -4 Coarse Pebble
8-16 -3 Medium Pebble
4-8 -2 Fine Pebble
2-4 -1 Very fine Pebble
1-2 0 Very coarse Sand
0.5-1 1 Coarse Sand Arenite (psammite)
0.25-0.5 2 Medium Sand

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


27

0.125-0.25 3 Fine Sand


0.06-0.125 4 Very fine Sand
0.03-0.06 5 Coarse Silt
0.015-0.03 6 Medium Silt
Lutite (pelite)
0.004-0.03 7 Very fine Silt
<0.004 8 Clay

Derajat pemilahan (Sorting)


Pemilahan adalah derajat kesamaan atau keseragaman antar butir. Gambar 4.1
menunjukkan tingkat pemilahan yang masih dapat diamati dengan menggunakan lensa
pembesar.


Gambar 4.1 Pemilahan dan tingkat penamaan keseragaman butir

Kebundaran Butir (Rounding)


Merupakan aspek bentuk butir yang menyatakan ketajaman sudut butiran. Aspek ini
mencerminkan tingkat abrasi selama transportasi.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


28

Gambar 4.2 Derajat Kebundaran (Powers M.C., 1953)

Kemas (Fabric)
Merupakan sifat hubungan antar butir sebagai fungsi orientasi butir dan 'packing'. Secara
umum dapat memberikan gambaran tentang arah aliran dalam sedimentasi serta keadaan
porositas dan permeabilitas batuan.

4.2.2 Tekstur batuan sedimen kristalin

Beberapa tekstur lain, yailu tekstur yang terbenuk karena pertumbuhan mineral setelah
pengendapan (misalnya oolitik) dan tekstur biogenic, hasil pengendapan organik karbonat
(misalnya stromatolit). Tekstur hasil dari diagenesa misalnya pressure-solution atau stylolite.

Gambar 4.3 Batugamping dengan tekstur a, oolitik, b, peletal, c, stilolit

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


29

Tabel 4.2 Tabel untuk determinasi batuan sedimen

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


30

4.2.3 Penamaan batuan sedimen

Batuan sedimen diklasifikasikan terutama berdasarkan komposisi dan besar butirnya.


Penamaannya secara umum dapat menggunakan klasifikasi seperti pada tabel 4.2. Berdasarkan
ukuran butirnya dapat dikatakan batupasir, batulempung, konglomerat, atau kombinasi dari
sifat kedua komponen utamanya misalnya, batulempung konglomeratan.
Pada batupasir yang kaya akan silika, berdasarkan teksturnya dapat dibedakan antara
wacke, yaitu yang mengandung lempung dan lanau diantara butirnya, dan arenite, yang tidak
atau sedikit sekali kandungan lempungnya.
Penamaan batupasir juga didapat dari perbandingan komponen kwarsa, felspar dan
fragmen batuan (lithic), misalnya batupasir litik, batupasir kwarsa dan sebagainya.
Sifat semennya juga dapat dipakai sebagai kelengkapan nama batuan misalnya
batupasir gampingan atau kersikan (silika).

4.3. Batuan Beku

Batuan beku adalah hasil kristalisasi magma, dan kehadirannya pada kerak bumi akan
mengikuti urutan kristalisasi dari suatu komposisi larutan asalnya. Oleh karena
itu komposisi dan teksturnya juga merupakan pencerminan dari sifat larutan silikatnya.

4.3.1 Tekstur batuan beku

Berdasarkan teksturnya, secara umum batuan beku dapat dikelompokkan menjadi;


batuan fanerik, batuan afanitik dan batuan bertekstur gelas (glassy). Dalam uraian disini lebih
ditekankan pada batuan yang dapat dikenal dilapangan (batuan fanerik).
Batuan fanerik dengan tekstur granular terdiri dari butiran mineral atau kristal. Tekstur
ini dapat berupa porfiritik, yaitu terdiri dari butiran kristal yang lebih besar
(fenokris/phenocryst) pada masa yang lebih halus. Istilah kesempurnaan bentuk kristal
ditunjukkan pada gambar 4.4 dan sifat deskriptifnya ditunjukkan pada tabel 4.3.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


31

Gambar 4.4 Sketsa Bentuk Butir (Kristal/Mineral) (a) euhedral, (b) subhedral, dan (c)
anhedral

Tabel 4.3. Bentuk Kristal/mineral


(Untuk batuan beku berbutir sedang sampai kasar)
Bentuk butir Tekstur Keterangan
Euhedral Panidiomorfik Sebagian besar kristal mempunyai batas
granular sempurna (euhedral) dan berukuran butir
sama
Subhedral Hypidiomorfik Batas kristal peralihan antara sempurna dan
granular tidak beraturan (subhedral) dan berukuran
butir sama
Anhedral Allotrimorfik granular Batas Kristal tak beraturan (anhedral) dan
berukuran butir sama.

Gambar 4.5 Beberapa contoh tekstur pada batuan fanerik


A.Hipidiomorfik granular, B. Alotriomorfik granular, C. Porfiritik

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


32

4.3.2 Petunjuk pemerian batuan beku di lapangan

1. Dari singkapan yang baik, ambillah contoh batuan segar yang mewakili. Apabila pada
singkapan sebagian batuan telah lapuk, perhatikanlah tekstur dan warna pelapukan
batuan tersebut. Kadang-kadang hasil lapukan batuan tersebut dapat menunjukkan
kekerasan relatif mineral pembentuk batuan dan komposisi batuan segarnya, misalnya
lapukan batuan yang banyak mengandung ortopiroksen dan olivin dapat bewarna coklat
kemerahan.
2. Amatilah bagaimana besar butir, bentuk butir, serta hubungan antar butir.
Pergunakanlah Loupe atau lensa pembesar 10x sampai 20x untuk diskripsi lebih detail dan
perhatikanlah hal-hal dibawah ini:
Jika besar butir relatif homogen (Aphryc) dan teramati dengan mata telanjang atau
dengan bantuan lensa pembesar, catatlah kenampakan (bentuk kristal/mineral) butirannya,
apakah euhedral, subhedral atau anhedral dan bagaimana komposisi mineral-mineral
terang dan gelapnya. Simpulkan apakah termasuk batuan felsik, intermedier atau mafik
(lihat tabel).
Bila besar butir tidak homogen (Porphyritic) amatilah besar butirnya dan bagaimana
hubungan tekstur antara fenokris dan masa dasar.
Selajutnya amatilah derajat homogenitas pada singkapan dan batuan serta kehadiran
laminasi, vesikular dan tekstur khas lainnya, misalnya kehadiran fragmen batuan asing
(xenolith) atau batuan samping yang terbawa intrusi atau aliran lava.
Kombinasikanlah seluruh pengamatan anda pada singkapan ini untuk menghasilkan
nama satuan batuan dan hubungan struktur dengan batuan disekitarnya. Untuk membantu
menentukan komposisi mineral, terutama untuk mineral yang utama dan sangat menyolok
dapat dipakai komparator seperti pada gambar 4.6.

4.3.3 Penamaan batuan beku

Penamaan batuan beku didasarkan pada komposisi mineral dan teksturnya. Dari
deskripsi megaskopik secara umum dapat digunakan bagan pada tabel 4.4. Penamaan
batuan beku juga dapat menggunakan dasar klasifikasi yang dikeluarkan oleh IUGS, 1973.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


33

Gambar 4.6. Komparator untuk memperkirakan presentase mineral gelap (Mafik) dan terang
(Felsik)

Gambar 4.7. Beberapa tekstur khusus batuan beku

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


34

TUFA BREKSI BREKSI TUFA AGLOMERAT


Berlapis/ Piroklastik
Akumulasi OBSIDIAN, PORLIT, PICTHSTONE, PUMIGE
TRAKHILIT (gelas silika >>)
fragmen Gelas (gelas silika >>)
NEFELINI
KWARSA PORFIR
VOLKANIK

Afanitik/ T LEUSIT

TRAKHIT

ANDESIT

FONOLIT
Aliran

BASALT
permukaan/ RIODASIT BASALAT
NEFELIN
qeta Fanitik Porfir DASIT BASALT
Aliran RIOLIT DATIT OLIVIN
permukaan Diabasik LEUSIT
TEKSTUR

MONZONIT GABRO
LEUSIT

SYENIT
PORFIR

PORFIR
DIORIT
KWARSA GRANO- PORFIR
Korok GRANIT TONALIT PORFIR
PORFIR DIORIT

GARIS PEMISAH KWARSA


dangkal PORFIR PORFIR NEFELIN
MONZONIT PORFIR
PORFIR
PORFIR DIABAS
Hipabisal/d MINET LAMPR KERSANTIT
PLUTONIK

alam Panidiomorfik (Ortoklas-Biotit) OFIR (Plagioklas-Biotit)


Pegmatit GRANIT PEGMATIT
Aplitik APLIT
VOGESIT MALKHIT
Intruksi (Ortoklas- (Plagioklas-
minor Hornblende) Hornblende)
MONZONIT HORNBLEND
GABRO

SYENIT

DIORIT
Intrusi PIROKSEN
KWARSA GRANO- OLIVIN SYENIT
Granular GRANIT TONALIT GABRO NEFELIN
DINTT
basal DIORIT SERPENTINIT
ASAL KEJADIAN

ANORTOSIT
MONZONIT PERIDOTIT
Muskovit Ortokl Piroksen
Biotit, Hornblende,
Karakteristik Biotit Biotit, Hornblende, Piroksen as Alkali
KOMPOSISI

Piroksen
MINERAL

Hornblende
KWARSA HADIR KWARSA ABSEN
Orto Na->> Ca->> Feldspa Hornblende,
Utama Ortoklas > Ortoklas <
Ortoklas Na ->> klas Plagiok Plagio toid Piroksen
(Esensial) Plagioklas Plagioklas Olivin
Plagioklas Plagioklas >> las klas Leusit
< > Feldspar
TIPE BATUAN FELSIK INTERMEDIER MAFIK ALKALIK ULTRA MAFIK
Tabel 4.3. Tabel untuk determinasi batuan beku

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


35

KLASIFIKASI BATUAN BEKU SECARA MEGASKOPIK


(Menurut IUGS, 1973)

Secara megaskopik batuan beku dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu:

1. Golongan Fanerit

Batuan bertekstur fanerik, dapat teramati secara megaskopik (mata biasa), berbutir
sedang-kasar (lebih besar dari 1 mm).
Golongan/kelompok fanerit dapat dibagi atas beberapa jenis batuan. Seperti terlihat
pada diagram segitiga 1a, 1b, dan lc. Dasar pembagiannya adalah kandungan MINERAL
KUARSA (Q) atau MINERAL FELSPATOID (F), FELSPAR ALKALI (A), serta kandungan
MINERAL PLAGIOKLAS.
Cara penentuan nama batuan dihitung dengan menganggap jumlah ketiga mineral
utama (Q+A+P atau (F+A+P) adalah lOO%.
Contoh :
Suatu batuan diketahui Q = 50%, A = 30%, P = l0%, dan mineral opak = l0%. Jadi jumlah
masing-masing mineral Q A dan P yang dihitung kembali unluk diplot di diagram adalah
sebagai berikut (Gambar 4.8):

Jumlah mineral Q+A+P=


50%+30%+10% = 100% - 10% (Jumlah mineral opak) = 90%

Jadi mineral Q = 50 /90 x l00% = 55,55%


A = 30/90 X 100% = 33,33%
P = 100% - (Q+A) = 11,12%
Bila di plot pada diagram a, hasilnya adalah Batuan Granit (Granitoid).

2. Golongan Afanit

Bertekstur afanitik, tidak dapat dideskripsikan secara megaskopik, berbutir halus (lebih
kecil dari 1 mm). Jenis batuan ini tidak dapat ditentukan prosentasenya secara megaskopik.
Cara yang terbaik untuk memperkirakan komposisi mineralnya adalah didasarkan atas warna
batuan, karena warna batuan umumnya mencerminkan proporsi kandungan mineral; mineral
felsik (Felspar, berwarna terang) dan mineral mafik (warna gelap). Semakin banyak mineral
mafik warna batuan, semakin gelap warna batuan.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


36

Gambar 4.8 Diagram klasifikasi batuan beku fanerit (IUGS, 1973)


a. Klasifikasi umum, b. Batuan ultramafik, gabroik dan anortosit, c. Batuan ultramafik I.
Granitoid, II. Syenitoid, III. Diontoid, IV. Gabroid, V. Syenitoid (fold), VI. Dioritoid
(fold), VII. Foldolit, VIII. Anortosit, IX. Peridotit, X. Piroksenit, X. Hornblendit, II-IV
qualifier fold = bearing, bila fold hadir, IX-XI. Batuan Ultramafik >

Apabila batuan mempunyai tekstur porfiritik, dimana fenokris masih dapat terlihat,
sehingga dapat ditentukan jenisnya. Dengan menghitung prosentase mineral fenokris, serta
didasarkan pada warna batuan/masa dasarnya, maka dapat diperkirakan prosentase masing-
masing mineral Q/F, A, P ; maka nama batuan dapat ditentukan. (Gambar 4.8)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


37

Gambar 4.9 Diagram klasifikasi batuan beku afanit


Q-kwarsa, A. Felspar Alkali (termasuk ortoklas, sanidin, pertit dan anortoklas, P-plagioklas,
F-Felspatoid, Mel-melilit, Ol-Olivin, Px-Piroksen, M-Mineral mafik

4.4. Batuan Metamorf

4.4.1 Tekstur batuan metamorf

Tekstur batuan metamorf merupakan hasil pertumbuhan didalam fasa padat, seringkali
sejalan dengan proses deformasi. Hal ini yang menyebabkan pencerminan tekstur/bentuk
kristal akan mudah menjadikan petunjuk jenis batuannya.

Tabel 4.4 Beberapa bentuk mineral karakteristik

Bentuk kristal Euhedral Staurolit, Silimanit, Kianit, Rutil, Khlorit,


Ilmenit, Turmalin, Pirit, Lawsonit
Andalusit, Garnet, Sphene, Epidot, Zoisit,
Magnetit, Spinel, Ankerit, Idokras
Bentuk kristal Subhedral Mika dan Khlorit (bentuk memipih),
Amfibol dan Piroksin (prismatik),
Wollastonit, Dolomit dan Apatit
Bentuk kristal Anhedral Kuarsa, Feldspar, Kalsit, Aragonit, Olivin,
Kordierit, Scapolit, Humites

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


38

Jenis tekstur batuan metamorf utama ditunjukkan pada Gambar 4.10

Gambar 4.10 Beberapa tekstur batuan metamorfik


A. Granoblastik (butir tak teratur), C. Schistose dengan porfiroblast, D. Scistose
dengan granoblasik lentikuler, E. Filitik, G. Milonitik, H. Milonitik, I. Granoblastik
dalam milonit.

4.4.2 Penamaan batuan metamorfik

Beberapa jenis batuan metamorfik utama ditujukan pada tabel 4.5.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


39

TEKSTUR
NAMA BATUAN ASAL MINERAL UTAMA
SIFAT
BUTIR & KEMAS
FOLIASI

Halus
HORNFELS Granoblastik/ Batuan berbutir halus Sangat bervariasi
Hornfelsik
KWARSIT Batupasir Kuarsa
Tak Berfoliasi

MARMER Batugamping, Dolomit Kalsit Ca & Mg – Silikat

TAGITE Batugamping, Dolomit Ca, Mg, Fe, Silikat (Garnet,


Granoblastik Epidot, Piroksen, Amfibol)
AMFIBOLIT Basalt, Gabro, Tufa Horblenda, Plagioklas, Garnet,
Kuarsa
Kasar

GRANULIT Serpih, Graywacke, atau Feldspar, Piroksen, Garnet,


batuan beku Kyanit, silikat lain
Slaty
Halus

BATUSABAK & Lepidoblastik Slaty – Tufa, Serpih Mika, Kuarsa


LIFT Schistose
Basalt, Andesit, Tufa Klorit, Plagioklas, Epidot
SEKISKHLORIT Schistose
Gneisose Serpih, Tufa, Riolit Muskovit, Kuarsa, Biotit
SEKIS-MIKA
Nunatoblastik Amfibol, Plagioklas
Basalt, Andesit, Gabro, Tufa
AMFIBOLIT
Granoblastik Felspar, Kuarsa, Mika, Amfibol,
& Granit, Serpih, Diorit, Sekis,
GENEIS Garnet, dll
Lepidoblastik Riolit, dll.
Kasar

MICMATIT Campuran batuan metamorf Felspar, Amfibol, Kuarsa, Biotit


Granoblastik dan batuan beku
Tabel 4.5 Tabel untuk determinasi batuan metamorf

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


40

Bab 5
Sketsa

5.1. Sketsa sebagai kelengkapan catatan

Bagi seorang oleh seorang ahli geologi kadang-kadang diperlukan kemampuan untuk
mengabadikan gejala alam, disamping cara lain seperti penggunaan alat foto. Sketsa
merupakan salah satu cara yang praktis dan mudah disajikan sebagai kelengkapan catatan.
Kadang-kadang suatu singkapan atau pemeriannya sulit diuraikan dengan kalimat tetapi akan
lebih jelas apabila dilengkapi dengan sketsa. Pembuatan sketsa diperlukan untuk banyak hal,
dari keadaan lapangan misalnya bentang alam, singkapan, lintasan stratigrafi, dan sebagainya,
hingga sketsa hasil pengamatan laboratorium seperti Paleontologi, Petrografi dan sebagainya.
Dalam pembuatan sketsa, ada beberapa manfaat yang akan kita peroleh dibandingkan
dengan pembuatan foto, yaitu:
- Melatih seseorang untuk teliti dalam melihat gejala lapangan, baik ada saat melakukan
pengamatan maupun saat membuat analisis.
- Mengambil makna yang penting dari apa yang dilihatnya gambaran yang tidak mudah
ditonjolkan pada foto, dapat ditunjukkan pada sketsa.
- Memiliki rekaman pengganti bila terjadi kegagalan pada pembuatan foto.

5.2. Perspektif dan teknik peng-arsiran (arseering)

Dalam pembuatan sketsa (terutama untuk bentang alam atau singkapan yang luas),
kesan perspektif sebaiknya dapat ditonjolkan. Hal yang penting dalam perspektif adalah
gambaran relatif terhadap jarak. Pengertian ini mencakup beberapa ketentuan sebagai berikut:
a. makin jauh letak benda, makin kecil kenampakan benda tersebut, dan sebagainya
b. makin jauh letak benda, makin kabur detail benda tersebut dan sebagainya
c. garis-garis sejajar yang menjauhi si penglihat akan bertemu pada satu titik. Titik temu
tersebut terletak di cakrawala
d. garis-garis sejajar dengan cakrawala akan tetap sejajar. Sebagai contoh, adalah gambaran
jalan kereta api atau tiang listrik.

Pengarsiran dilakukan untuk menimbulkan kesan gambaran tiga dimensi, misalnya


adanya tonjolan atau lekukan. Cara yang dilakukan umumnya berupa garis-garis atau titik-titik.
Cara titik untuk membuat bayangan pada dasarnya adalah menaburi titik-titik lebih banyak
pada bagian yang gelap oleh bayangan. Makin terang, titik yang ditaburkan makin sedikit.
Demikian halnya dengan garis, perlu diingat bahwa jalur garis sebaiknya mengikuti arah
lekukan.
Dalam pembuatan sketsa, dapat pula digunakan berbagai alat untuk memudahkan dan
mendapatkan hasil yang lebih baik, seperti meja gambar atau alas gambar, bingkai gambar, dan
lain-lain. Bingkai gambar, seperti bingkai lukisan tetapi diberi kawat dengan jaringan grid

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


41

tegak lurus. Jika bingkai ini diarahkan pada bentang alam, maka kita akan dapat membuat
sketsa yang lebih baik, dengan perbandingan tinggi dan lebar yang lebih tepat pula.

5.3. Sketsa bentang alam

Pada sketsa bentang alam, untuk mencapai kesan perspektif dilakukan tahapan sebagai
berikut:
1. Menentukan letak garis cakrawala
a. Letak cakrawala tinggi terhadap gambar, didapat pada penglihatan "pandangan burung
terbang".
b. Letak cakrawala lebih kurang 2/3 dari batas bawah gambar. Pengamatan seolah-olah
berada di suatu ketinggian dan memandang ke bawah.
c. Letak cakrawala membagi dua bidang gambar ("pandangan horisontal"). Penggambar
letaknya rata terhadap yang digambar.
d. Letak cakrawala lebih rendah terhadap gambar, didapat pada penglihatan "pandangan
katak". Letak cakrawala lebih kurang 1/3 dari batas bawah gambar. Penggambar
seolah-olah berada pada suatu kaki bukit atau gunung dan memandang ke atas.

Dengan memakai berbagai letak cakrawala ini dapat diperoleh kesan akan perspektif terhadap
arah pandangan ke bawah, horisontal, atau ke atas.

2. Membagi bidang pa nda ngan


Bidang muka (fore ground) adalah bidang yang paling dekat dengan sisi penggambar,
dapat ditimbulkan dengan garis-garis yang lebih tebal, perbandingan yang lebih besar, atau
warna-warna yang tegas. Dalam penggambaran tidak perlu detail, untuk tidak "menutupi"
sasaran gambar yang sesungguhnya (bidang gambar). Bidang gambar merupakan bidang
utama di mana sasaran gambar diletakkan. Gambar terperinci terletak di sini.
Garis-garis jelas, teliti dan bermakna. Utamakan garis-garis yang mengandung arti
geologi, seperti bentuk bukit, "tekstur" lereng, dan batas-batas litologi. Timbulkan suatu
kesan dalam gambar yang mencerminkan karakter morfologi daerah tersebut. Proporsi
dimensi bukit dan lembah sangat penting.
Latar belakang (back ground) merupakan bidang yang letaknya terjauh. Garis-garis
dibuat tipis dan agak kabur. Pada umumnya dapat dikatakan permukaan bentang alam yang
halus dapat dinyatakan dengan titik-titlk yang merata atau garis-garis yang menerus,
sedangkan permukaan kasar dengan titik-titik kasar tak merata atau garis putus-putus.

Hasil terbaik dalam membuat sketsa dengan bayangan pada pagi hari pada antara jam
00 00
09 - ll pada saat matahari condong terhadap bentang alam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sketsa bentang alam :
a. Pemilihan batas-batas pada pemilihan bentang alam yang akan digambarkan dengan
mengingat faktor-faktor geologi dan sketsa gambar.
b. Pengamatan bentuk bentang alam.
c. Perbandingan (proporsi) dari unsur-unsur bentang alam (gunung, bukit, gawir, lembah) dan
lain-lain.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


42

d. Unsur-unsur geologi yang tampak pada bentang alam tersebut (perlapisan batuan, kekar,
nada warna, vegetasi)
e. Perbedaan keterjalan lereng yang disebabkan oleh macam batuan, struktur geologi dan
erosi
f. Interpretasi gejala geologi yang penting seperti rekonstruksi garis utama lapisan, batas
kontak instruksi, bidang sesar dan lain-lain.
g. Lokasi pandangan dan arah gambar.

Judul sketsa, akan mencakup hal-hal tersebut di atas dan disertai pesan khusus bagi
pembaca, misalnya "Bentang alam daerah Gunung Bujil dan sekitamya" atau "Karangsambung
dilihat dari bukit Pesanggrahan", dengan pesan khusus misalnya: "Perhatikan struktur sesar
sungkup dan lipatan rebah pada batupasir" (Gambar 5.1).

Gambar 5.1. Sketsa bentang alam Gunung Bukitunggul, perhatikan struktur sesar sungkup
dan lipatan rebah pada batupasir

Pada sketsa bentang alam diutamakan penggunaan garis-garis sederhana tetapi dapat
mencerminkan gejala-gejala geologi dengan jelas. Bila tidak perlu, keadaan yang bersifat tidak
ada hubungannya dengan geologi dapat diabaikan seperti vegetasi, bangunan, awan, dan
sebagainya.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


43

5.4. Sketsa singkapan

Sketsa singkapan dimaksudkan menonjolkan dan memperinci arti yang penting dari
suatu singkapan. Dalam sketsa ini dapat juga dikemukakan penafsiran mengenai gejala geologi
yang ada.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sketsa singkapan:
- Pengamatan gejala struktur (bidang perlapisan, bidang sesar, bidang dan sumbu-sumbu
kekar kolom)
- Macam batuan (batuan sedimen berlapis, batuan beku dengan kekar kolom, batuan
metamorfis berfoliasi)
- Dimensi singkapan dan gejala struktur
- Lokasi singkapan dan skala gambar
- Skala garis, suatu sketsa singkapan yang tidak dilengkapi dengan skala garis akan menjadi
tak berarti.
Judul sketsa sebaiknya mencakup hal tersebut di atas dan disertai dengan pesan bagi
pembaca, sebagai contoh: "Sketsa struktur sesar pada batupasir dan serpih Eosen yang
tersingkap di tebing selatan S. Luk Ulo Karangsambung. Perhatikan arah bidang sesar dan
seretan yang terbentuk".

Gambar 5.2. Sketsa gejala perlipatan dan sesar-sesar minor pada batupasir konglomeratan di
lokasi K.Luk Ulo, pergerseran menunjukkan gerak normal.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


44

Gambar 5.3. Sketsa gejala sesar di lokasi K. Jaya, gejala seretan sesar (drag fault)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


45

Bab 6
Geomorfologi

6.1. Pendahuluan

Geomorfologi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari geologi. Ilmu ini adalah ilmu
yang mempelajari bentang alam (landscape): bagaimana bentang alam itu terbentuk secara
konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen : aktivitas tektonik/struktur geologi), dan
bagaimana bentang alam tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti
iklim, sungai, dan lainnya yang bersifat destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam
darat tertentu (landform). Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan, intrusi,
ketidakselarasan, termasuk dldalamnya jenis-jenis batuan) yang bersifat konstruksional, dan
proses yang bersifat destruksional (pelapukan, longsoran kerja air, angin, gelombang,
pelarutan, dll.), sudah diakui oleh para ahli geologi dan
geomorfologi sebagai dua buah parameter sangat penting dalam pembentukan rupa bumi.
Selain itu batuan sebagai bagian dari struktur dan tahapan proses geologi merupakan faktor
cukup penting.
Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset geomorfologi terutama
ditujukan sebagai alat interpretasi geologi saja, dengan menganalisa bentang alam dan bentuk-
bentuk alam yang mengarah pada kecurigaan pada unsur-unsur struktur geologi tertentu atau
jenis-jenis batuan, seperti pembelokan atau kelurusan sungai, bukit-bukit, dan bentuk-bentuk
alam lainnya. Tetapi dalam 4 dekade terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan pada
studi tentang proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi masih tetap tidak
ditinggalkan dan tetap diperlukan. Selain itu pembangunan fisik memerlukan informasi
mengenai geomorfologi yang menyangkut antara lain:
a. Geometri bentuk muka bumi
b. Proses-proses geomorfologi yang sedang berjalan beserta besaran-besarannya, dan antisipasi
terhadap perubahan bentuk muka bumi di waktu yang akan dating; perubahan
bentuk muka bumi dalam skala detail dapat mempengaruhi pembangunan.

Dengan berkembang pesatnya teknologi penginderaan jauh, seperti foto udara, citra
landsat, SPOT, radar, dan lainnya. Maka geomorfologi semakin menarik untuk diteliti, baik
karena lebih mudahnya interpretasi geologi maupun lebih jelas dan aktualnya data mengenai
proses-proses yang sedang terjadi di permukaan bumi yang diamati. Dengan demikian,
pengamatan terhadap gejala struktur (dan batuan) serta proses, adalah sangat penting
dalam menganalisa bentang alam, baik dengan cara menganalisa melalui peta topografi, foto
udara dan citra, maupun dilapangan. Pengamatan yang baik di lapangan maupun di
laboratorium terhadap alat bantu yang berupa peta topografi, foto udara, citra satelit, citra radar
akan membuat pembuatan peta geomorfologi menjadi cepat dan menarik. Pembuatan peta
geomorfologi tidak dapat lepas dari skala peta yang digunakan. Pembuatan satuan
geomorfologi selain berdasar bentuk, proses maupun tahapan sangat tergantung pada skala peta
yang digunakan. Makin besar skala peta, makin banyak satuan yang dapat dibuat.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


46

6.2. Pemetaan Geomorfologi

Peta geomorfologi pada hakekatnya memberi informasi secara visual mengenai bentuk,
geometri, serta proses-proses yang telah maupun sedang terjadi, baik proses endogenik maupun
eksogenik.
Ada sedikit perbedaan penekanan antara informasi geomorfologi untuk sains dan
informasi geomorfologi untuk terapan.
l. Untuk tujuan sains maka peta geomorfologi diharap mampu memberi informasi mengenai
hal-hal sbb :
a. Faktor-faktor geologi apa yang telah berpengaruh kepada pembentukan bentang alam
di suatu tempat.
b. Bentuk-bentuk bentang alam apa yang telah terbentuk karenanya.
Pada umumnya hal-hal tersebut diuraikan secara deskriptif. Peta geomorfologi yang
disajikan harus dapat menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang
digunakan. Gambaran peta yang menunjang genesa dan bentuk diutamakan.
2. Sedangkan untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih banyak memberi informasi
mengenai :
a. Geometri dan bentuk muka burni seperti tinggi, luas, kerniringan lereng, kerapatan
sungai, dan sebagainya.
b. Proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran dan proses seperti :
- jenis proses (pelapukan, erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan, dan sebagainya
- besaran dari proses tersebut (berapa luas, berapa dalam, berapa intensitasnya, dan
sebagainya.

Pada umumnya hal-hal tersebut dinyatakan secara terukur. Peta geomorfologi yang
disajikan harus menunjang hal-hal tersebut di atas, demikian pula klasifikasi yang diguna kan.
Gambaran peta diutamakan yang menunjang kondisi parametris (yang dapat diukur) serta
proses-proses exogen yang berjalan pada masa kini dan yang akan datang.

6.2.1 Skala Peta dan Peta Geomorfologi

Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta geomorfologi. Pembuatan
satuan peta secara deskriptif ataupun klasifikasi yang dibuat berdasarkan pengukuran
ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta yang digunakan.
Di Indonesia peta topografi yang umum tersedia dengan skala 1:20.000, 1:1.000.000,
1:500.000, 1:250.000, 1: 100.000, 1:50.000 dan beberapa daerah (terutama di Jawa) telah
terpetakan dengan skala 1:25.000 untuk kepentingan-kepentingan khusus sering dibuat peta
berskala besar dengan pembesaran dan peta yang ada, atau dibuat sendiri untuk
keperluan teknis, antara lain peta 1:10.000, 1:5.000, dan skala-skala yang lebih besar 1agi.
Untuk penelilian, sesuai dengan RUTR, dianjurkan menggunakan peta 1:250.000, 1:100.000
untuk regional upraisal, 1:50.000 - 1:25.000 untuk survey dan 1:10.000 dan yang lebih besar
untuk investigasi.
Untuk mudahnya penggunaan peta-peta tersebut dapat kita lihat pada tabel 6. 1.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


47

Dari skala peta yang digunakan akhirnya dapat kita buat satuan peta geomorfologi,
sebagai contoh pada tabel 6.2.

Tabel 6.1 Skala peta, sifat dan tahap pemetaan, serta proses dan unsur dominan

Tahap Proses dan unsur geologi yang


Skala Sifat pemetaan
pemetaan dominan
< 1:250.000 Klimat, Geoteknik, Geofisik
< 1:250.000 Global Regional
1 : 100.000 Regional Tektonik, Formasi (batuan utama)
1 : 50.000 Lokal Survey Struktur jenis batuan/satuan batuan
1 : 25.000 Lokal Batuan, struktur, pengulang dan
bentuk / relief proses eksogen
1 : 10.000 Detail Investigasi Batuan, proses eksogen, sebagai
unsure utama, bentuk akibat proses
> 1 : 10.000 Sangat detail Proses eksogen, dan hasil proses

Tabel 6.2 Contoh skala peta dan satuan geomorfologi

Skala Contoh satuan geomorfologi


1 : 250.000 Zona fisiografi : geoantiklin Jawa Pegunungan Rocky, Zone patahan
Semangko
1 : 100.000 Sub fisiografi : Komplek dieng, Perbukitan kapur selatan, Plateau
Rongga, dll
1 : 50.000 Perbukitan Karst Gn. Sewu, Perbukitan lipatan Karangsambung, Delta
Citarum, Dataran Tinggi Bandung, dll
1 : 25.000 Lembah antiklin Welaran, Hogback Brujul – Waturondo, Bukit sinklin
Paras, Kawah Upas, dll
1 : 10.000 Lensa gamping Jatibungkus, Sumbat lava Gn. Merapi longsoran Cikorea
> 1 : 10.000 Alian lumpur di …., rayapan di km. … Erosi alur di …. dsb

6.3. Interpretasi Untuk Geomorfologi

Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder berupa
peta topografi, peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung di
lapangan.
lnterpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan satuan dan
batas satuan geomorfologinya. Beberapa jenis interpretasi akan diuraikan seperti berikut.

6.3.1. Interpretasi Peta Topografi

Dalam interpretasi geologi dari peta topografi. Maka penggunaan skala yang digunakan
akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang tersedia umumnya mempunyai kala
l:25.000 atau l:50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih besar. seperti skala 1:25.000
atau l:12.500 umumnya merupakan pembesaran dari skala l:50.000. Dengan demikian, relief
bumi yang seharusnya muncul pada skala l:25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan
sama saja dengan peta skala l:50.000.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


48

Dengan demikian, sasaran/objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang
digunakan. Perhatikan Tabel 6-1 di bawah ini :

Tabel 6.3 Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap sasaran/objek geomorfologi.

Skala
1:10.000 lebih kecil
Objek Geomorfologi 1:2.500 s/d
s/d dari
1:10.000
1:30.000 1:30.000
Regional/lanskap/bentang alam (Contoh : buruk baik baik –
jajaran pegunungan, perbukitan lipatan, dan sangat baik
lainnya)
Lokal/bentuk alam darat (Contoh: korok, baik – baik – sedang –
gosong pasir, cuesta, dan lainnya) sangat baik sedang buruk
Detail/proses geomorfik (Contoh : longsoran sangat baik buruk sangat
kecil, erosi parit, dan lainnya) buruk

Walaupun demikian, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk


menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin tetjadi pada daerah di peta
tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif. Dalam interpretasi peta
topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah:
1. Menarik semua pola kontur yang menunjukkan adanya lineament/kelurusan.
2. Mempertegas (bisa dengan jalan mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta.
3. Mengelompokkan pola kerapatan kontur yang sejenis.

Pada cara butir 1, penarikan lineament bisa dengan garis panjang, tetapi dapat juga
terpatah-patah dalam bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan
penarikan garis-garis pendek ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau
arah yang hampir sama dari garis-garis pendek ini.
Pada cara butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam satu peta
mungkin terdapat lebih dan satu pola aliran sungai). Pola aliran sungai merupakan pencerminan
keadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut.
Pada cara butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan sccara kualitatif
yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan
menghitung pcrsen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan
antara beda tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri.
Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan, misalnya oleh Mabbery
(1972) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes (1977) untuk pengembangan
pertanian, ITC (1985) yang bersifat lebih ke arah umum dan melihat proses-proses yang biasa
terjadi pada kelas lereng tertentu (lihat tabel 6-4).

Interpretasi Batuan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


49

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati adalah
pola kontur, dan aliran sungai.
- Pola kontur rapat menunjukkan batuan keras, dan pola kontur jarang menunjukkan batuan
lunak atau lepas.
- Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya menunjukkan lebih
keras dari batuan di sekitarnya.
- Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras.
- Kerapatan sungai yang besar, menunjukkan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan
yang lebih mudah tererosi (lunak) (Kerapatan sungai adalah perbandingan antara total
panjang sungai-sungai yang berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan
pengaliran sungai-sungai itu sendiri).

Tabel 6.4
Kelas Lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang kemungkinan terjadi dan
usulan warna untuk peta relief sevara umum (disadur dan disederhanakan dari Van Zuidam,
1985)

Kelas Lereng Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah Warna


00-20 (0-2 %) Datar hingga hamper datar; Tidak ada proses denudasi yang hijau
berarti
20-40 (2-7 %) Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi hijau muda
lembar dan erosi alur (sheet and rill erosion). Rawan erosi.
40-80 (7-15 Miring; Sama dengan di atasm tetapi dengan besaran yang kuning
%) lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah.
80-160 (15-30 Agak curam; Banyak terjadi gerakan tanah, dan erosi, jingga
%) terutama longsoran yang bersifat mendatar.
160-350 (30- Curam; Proses denudasional intensif, erosi dan gerakan merah muda
70 %) tanah sering terjadi.
350-550 (70- Sangat curam; Batuan umumnya mulai tersingkap, proses merah
140 %) denudasional sayat intensif, sudah mulai menghasilkan
endapan rombakan (koluvial)
0
>55 (>140 Curam sekali; Batuan tersingkap; proses denudasional ungu
%) sangat kuat awan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh
(terbatas)

Interpretasi Struktur Geologi


Dalarn interpretasi struktur geologi dari peta topografi hal terpenting adalah
pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan
secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang
khas, serta pola aliran sungai.
- sesar, umumnya ditunjukkan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan
sungai dan perbukitan ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan
pola aliran sungai paralel atau rektangular.
- perlipatan, umumnya ditunjukkan oleh pola aliran sungai trelis atau paralel, dan adanya
bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat di bagian depan dan merenggang
makin ke arah belakang.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


50

Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, maka sumbu-sumbu
lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope seperti ini mempunyai
beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisannya.
- kekar umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular dan kelurusan-kelurusan
sungai dan bukit.
- intrusi; umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat, sungai-sungai
mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.
- lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang dan dibatasi
oleh pola kontur yang rapat.
- ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai kelurusan-
kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang
yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
- daerah melange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa bukit-bukit
dalam penyebaran yang relatif luas, terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi,
kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau
contorded.
- daerah slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope dengan penyebarannya
yang tidak menunjukkan pola kelurusan, tetapi lebih berkesan "acak-acakan". Pola kontur
rapat juga tidak menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
- gunungapi, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran radial, serta kawah
pada puncaknya untuk gunungapi muda; sementara untuk gunungapi tua dan sudah tidak
aktif, dicirikan oleh pola aliran anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang
yang menunjukkan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
- karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam penyebaran yang luas,
beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola kontur yang menyerupai
bintang segi banyak, serta pola aliran sungai multibasinal. Pola karst ini agak mirip dengan
pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi pada kaki gunungapi. Walaupun dengan pola
kontur yang melingkar dengan penyebaran cukup luas. Tetapi umumnya letaknya
berjauhan antara satu pola melingkar dengan lainnya, dan tidak didapat pola kontur seperti
bintang segi banyak.

6.4. Interpretasi Foto Udara / Citra Inderaja

Pada prinsipnya, interpretasi foto udara atau citra, mempunyai prosedur yang sama
dengan yang dilakukan pada peta topografi, yaitu menarik setiap lineament yang ada,
identifikasi sungai-sungai, dan mengelompokan suatu daerah yang mempunyai karakter
foto/citra yang sama.
Stone sebagai orang pertama yang mempelajari interpretasi foto secara sistematik dan
metodologik. Stone memperkenalkan 4 aturan prosedur umum interpretasi foto, yaitu :
1. Harus bertahap
2. Harus mulai dari yang umum, kemudian baru kepada yang bersifat khusus
3. Harus mulai dari hal-hal yang mudah diketahui, baru pada hal-hal yang tidak diketahui atau
sulit diinterpretasikan
4. Foto harus dianalisa berdasarkan kualitas foto itu sendiri.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


51

Stone pada aturan l memperkenalkan 8 tahap interpretasi foto secara umum, tetapi ITC
memperkenalkan 5 tahap interpretasi geomorfologi, yaitu :
1. Identifikasi aliran-aliran sungai, termasuk didalamnya pola aliran sungai, arah aliran,
bekas-bekas aliran sungai, danau, dan lainnya. Pola aliran sungai merupakan dasar bagi
orientasi umum dan studi lebih detail terhadap litologi, struktur geologi, bentuk alam darat,
jenis tana, jenis vegetasi, dan situasi hidrologi.
2. Identifikasi relief dan morfologi, termasuk didalamnya ketinggian, garis pemisah air,
kecuraman, panjang lereng, tekuk lereng, bentuk lereng, dan lainnya.
3. Analisa vegetasi dan tata guna lahan, yang secara tidak langsung berguna untuk
mengklasifikasikan terrain dan litologi, dengan melihat jenis vegetasi, ada atau tidak
adanya tumbuhan, kerapatan tumbuhan, komposisi, pola, dan lainnya.
4. Analisa litologi dan struktur geologi, yaitu dengan memanfaatkan informasi yang telah
didapat pada tahap 1, 2 dan 3, serta interpretasi dip-slopes, kelurusan, intrusi, proses
volkanik, dll.
5. Analisa dan identifikasi detail dan satuan pemetaan geomorfologi, berdasarkan pada
bentuk alam darat, litologi, struktur dan proses.

Perbedaan foto udara/citra dari peta topografi tentu terletak pada kualitas dan kejelasan
"feature" alam yang diamati. Kelurusan akan tampak lebih jelas dan lebih detail bahkan pada
daerah yang kelihatan "mulus" pada peta topografi. Begitu pula sungai-sungai lebih tampak
jelas, mana yang berair mana yang berupa lembah kering. Selain itu pola kontur pada peta
topografi akan tampak lebih bervariasi dan lebih detail pada foto udara atau citra, yang selain
akan berupa variasi litologi juga berupa tutupan vegetasi, lingkungan binaan manusia, dll.
Dalam interpretasi foto udara dan atau citra (dalam bentuk cetakan/paper print), hal
yang paling penting adalah mengamati karakter-karakter fotografi yang muncul pada hasil
cetakan, yaitu warna (pada citra warna), rona/tone (pada citra pankromatik), pola, tekstur,
bentuk, ukuran, bayangan, dan situasi geografi.
- Warna adalah warna yang tercetak pada citra, yang umumnya berupa warna palsu (false
color composite); misalnya daerah hutan yang seharusnya berwarna hijau, pada citra warna
akan tampak berwarna merah atau lainnya (tergantung pada band gelombang yang dipilih).
- Rona adalah nuansa hitam-ke-putih pada foto atau citra pankromatik (hitam-putih).
Cetakan foto 1 citra yang berbeda kemungkinan dapat juga memberikan warna atau rona
yang berbeda walau pada objek yang sama. Tetapi umumnya, beberapa fenomena akan
ditunjukkan oleh warna atau rona yang berbeda, misalnya hutan berona abu-abu gelap, air
berona hitam, alang-alang berona abu-abu, endapan pasir lepas tanpa vegetasi berona putih,
batulempung berona abu-abu gelap, batugamping berona putih sampai abu-abu terang.
- Pola adalah susunan ruang beberapa objek alam dalam urutan dan susunan tertentu,
misalnya pola belang-belang selang-seling antara punggungan pasir di pantai dengan rawa
belakang, pola perkebunan karet yang lurus dan teratur, pola aliran sungai, pola lingkungan
binaan manusia, dan sebagainya.
- Tekstur adalah kekasaran suatu objek pada hasil cetakan, misalnya daerah padang rumput
akan tampak halus dibandingkan dengan hutan heterogen, atau daerah batulempung akan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


52

tampak lebih halus dibandingkan dengan daerah endapan volkanik, walaupun mungkin
mempunyai rona yang sama.
- Bentuk adalah ekspresi topografi yang teramati dalam bentuk dua dimensi : misalnya
kerucut gunungapi, kubah, punggungan, meander, dan sebagainya.
- Ukuran adalah dimensi volume objek yang diamati dalam tiga dimensional. Secara praktis
dapat diperkirakan dengan membandingkan terhadap objek yang telah dikenal; atau dengan
membandingkan terhadap peta topografi daerah yang sama (jika tersedia).
- Bayangan adalah bagian yang gelap dari objek karena arah datang sinar terhalangi oleh
objek lain. Bayangan kadang kala menjadi faktor yang membuat sulit interpertasi (misalnya
tertutup bayangan awan). Tetapi bayangan, terutama bayangan objek itu sendiri, justru
sangat berguna untuk menolong kita mendapatkan gambaran tiga dimensional, walau tanpa
stereoskop. Dalam Geologi, bayangan ini cukup penting,
terutama pada saat kita bekerja di daerah perlipatan yang memerlukan kesan perlapisan
melalui interpretasi “dip-slope”. Dengan adanya bayangan, kesan perlapisan akan tampak
menonjol.
- Situasi Geografi adalah tempat dan posisi daerah pada peta yang berguna untuk mengetahui
orientasi mata angin.

Untuk mempermudah pembuatan peta Geomorfologi, disertakan simbol-simbol yang


umum dipakai dalam pembuatan peta tersebut.

Bab 7
Lintasan Kompas

7.1. Lintasan geologi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


53

Lintasan geologi merupakan rangkaian pengamatan, yang didapatkan dengan cara


melintasi suatu wilayah, yang hasilnya akan disajikan kedalam penampang geologi atau peta
lintasan geologi. Cara ini ditempuh apabila peta dasar yang diperlukan tidak tersedia, atau bila
diinginkan suatu detail dari singkapan yang penting yang tidak dapat disajikan dalam peta dasar
dengan skala yang ada. Cara ini umumnya juga dipakai untuk penyelidikan atau pemetaan
geologi yang bersifat pendahuluan (reconnaissance mapping).
Salah satu cara yang digunakan ialah melakukan lintasan pengukuran kompas, dengan
menggunakan tali ukur atau dengan perhitungan langkah (pace & compass). Arah lintasan
umumnya tidak mengikuti aturan tertentu, tergantung keadaan medan dan geologi nya.
Lintasan dapat dilakukan secara tertutup, artinya titik pengamatan terakhir akan kembali ke
tltik pengamatan pertama, atau lintasan terbuka, dimana titik pengamatan berakhir pada lokasi
lain, umumnya sudah ditentukan koordinat dan ketinggian atau dapat dikenal pada peta
topografi.

Gambar 7.1. Contoh suatu lintasan geologi yang tertutup dan lintasan terbuka

7.2. Cara pengukuran

Pengukuran yang dilakukan pada setiap tittk pengamatan adalah:


- arah dan satu titik ke titik selanjutnya (Azimuth)
- jarak terukur di permukaan
- besar sudut lereng

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


54

7.2.1. Perencanaan lintasan

Perencanaan lintasan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan medan dimana lintasan


tersebut akan dilakukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Lintasan sebaiknya memotong arah umum penyebaran batuan.
b. Lintasan diusahakan melalui tempat yang diduga banyak singkapan, misalnya sungai,
potongan jalan (road cut), dan lain sebagainya.
c. Lintasan diusahakan tidak melalui daerah-daerah yang sulit ditempuh.

7.2.2. Penentuan panjang langkah

Apabila dilakukan pengukuran dengan langkah, sebelum pelaksanaan dimulai,


ditentukan lebih dahulu banyaknya langkah dalam suatu jarak tertentu, misalnya dalam 5 m,
10 m, dan seterusnya. Dengan cara menjalani suatu jarak yang telah ditentukan dengan
menggunakan pita pengukur pada permukaan yang datar.

Contohnya: Untuk menempuh jarak 50 m, berapa langkah yang diperlukan. Jadi tiap langkah
dapat dinyatakan jaraknya dalam satuan cm atau meter. Korekasi pada langkah,
apabila medannya naik atau turun dapat diperhitungkan dengan factor koreksi pada
tabel koreksi langkah (>> lihat lampiran 11). Pada dasarnya, langkah akan berbeda
jaraknya apabila harus melalui lereng yang curam dibandingkan dengan lintasan
datar.

7.2.3. Pengamatan

Pengamatan singkapan pada setiap titik pengamatan atau disekitarnya dilakukan


tahapan seperti yang telah diterangkan dalam bab 3, seperti jenis batuan, struktur dan hubungan
batas satuan dan sebagainya. Selain itu perlu juga diamati situasi di sekitar lintasan, misalnya
sungai, jalan dan sebagainya, untuk membantu orientasi lokasi dan juga pembuatan kerangka
peta lintasan kompas.

7.3. Penggambaran peta lintasan

Pada peta lintasan yang akan dicantumkan adalah:


- nomor titik pengamatan dan lintasannya
- jurus dan kemiringan unsur struktur (perlapisan, kekar, sesar, foliasi, dan sebagainya)
- batuan dan batas satuan batuan
- situasi (apabila diperlukan)
Jarak yang digambarkan dalam peta adalah jarak datar, setelah diperhitungkan dengan besarnya
lereng.

Jarak peta = jarak terukur x cos. sudut lereng

Jarak terukur adalah jarak yang sudah dikalikan dengan faktor koreksi langkah.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


55

7.4. Koreksi

Bila pada lintasan tertutup titik amat terakhir tidak bertemu dengan titik pengamatan
pertama atau pada lintasan terbuka tidak berimpit secara tepat dengan titik yang telah
ditentukan, maka perlu diadakan koreksi pada lintasan tersebut.

7.4.1. Koreksi lintasan tertutup

Koreksi pembagian jarak

Misalnya kita mempunyai 4 titik amat dari suatu lintasan tertutup A, B, C, D (Gambar
.2). Lintasan yang akan ditempuh adalah mulai dari A, B, C, D, dan kembali ke titik A, tetapi
dalam pelaksanaanya hal tersebut sulit dicapai dan biasanya terjadi penyimpangan-
penyimpangan.
Penyimpangan dapat terjadi karena kurang teliti membaca kompas, menghitung
langkah dan menentukan besarnya lereng. Kesalahan-kesalahan seperti ini memang tidak
mungkin dapat dihindari, tetapi dapat diurangi seminimal mungkin dengan cara seteliti
mungkin.
Dalam contoh di atas (Gambar 7.2) misalkan titik terakhir tidak berakhir di titik A, melainkan
di titik E, yang seharusnya berimpit dengan A. Untuk melakukan koreksi jarak, ditempuh
tahapan sebagai berikut:

1. Hubungkanlah titik E dan A


2. Bagilah garis ini menjadi n bagian yang sama dimana n = jumlah segmen lintasan yang
hendak dikoreksi. Dalam contoh ini n = 4, yaitu segmen AB, BC, CD, dan DA.
3. Buatlah dari titik-titik B, C, dan D garis-garis yang sejajar dengan garis EA.
4. Dalam contoh ini, untuk titik E harus digeser agar berimpit dengan A. Demikian pula
dnegan titik B, C, dan D. Titik B digeser 1/4 EA, titik C digeser 2/4 EA, dan titik D digeser
3/4 EA.
5. Dengan demikian, lintasan A-M-N-O-A adalah lintasan yang telah dikoreksi. (Gambar 7.2)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


56

Gambar 7.2. Cara koreksi pembagian jarak pada lintasan tertutup

Koreksi sudut

Lintasan yang salah (A-B-C-D-A) dapat juga dikoreksi dengan koreksi sudut.
Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Hubungkanlah titik D dan A. Ternyata garis DE membuat penyimpangan sebesar α dari
DA searah dengan jarum jam (Gambar 7.3)
2. Bila ternyata bahwa DE lebih pendek dari pada DA. Hitunglah persentase kependekan
tersebut. Ini berarti bahwa segmen lintasan harus diperpanjang sebesar kependekan tadi.
3. Buatlah sudut sebesar α di titik A, B, dan C, juga searah dengan jarum jam dan tariklah
garis AA’, BB’ dan CC’ dengan panjang sembarang.
4. Ukurkanlah garis AM dari titik A sepanjang garis AA’ (AB x koreksi panjang). Buatlah
dari M garis yang sejajar BB’ dan ukurkan MN (sepanjang BC x koreksi). Buatlah dari N
garis sejajar CC’ dan ukurkan NO (sepanjang CD + koreksi)
Terakhir, hubungkanlah O dengan A.
A-M-N-O-A adalah lintasan yang telah dikoreksi.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


57

Gambar 7.3. Cara koreksi sudut pada lintasan tertutup

7.4.2. Koreksi lintasan terbuka

Misalkan kita akan melakukan lintasan kompas dari titik A ke titik F yang dua-duanya
dapat dikenal dalam peta. Ternyata setelah pengukuran kita tidak sampai di titik F melainkan
di titik E.

Koreksi jarak

Untuk koreksi jarak, lakukanlah prosedur sebagai berikut (gambar 7.4a) :


l. Hubungkanlah titik E dan F
2. Bagilah garis EF menjadi n bagian yang sama panjang; n = jumlah segmen jarak yang akan
dikoreksi, dalam contoh ini n = 4, yaitu AB, BC, CD, dan DE.
3. Buatlah garis-garis dari titik B, C, dan D yang sejajar dengan EF. Oleh karena titik E berada
di utara titik F, maka semua titik harus digeser ke selatan.
4. Ukurkanlah BM sebesar l/4 EF, CN = 2/4 EF dan DO = 3/4 EF. Dengan demikian A-M-N-
O-F adalah lintasan yang telah dikoreksi.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


58

Koreksi sudut

Untuk koreksi sudut, lakukanlah prosedur sebagai berikut (gambar 7.4b) :


l. Hubungkanlah titik A dan E. Ternyata garis AE ini membuat penyimpangan sudut sebesar
α pada arah yang berlawanan jarum jam terhadap AF. Oleh karena itu semua segmen
lintasan harus dikoreksi ke arah yang searah jarum jam.
2. Bila ternyata bahwa AE lebih panjang dari pada AF. Oleh, maka semua segmen harus
dikurangi sebesar persentase kepanjangan AE terhadap AF.
3. Buatlah dari A, B, C, dan D garis-garis AA', BB', CC’, dan DO', yang menyimpang dari
garis-garis AB, BC, CD, dan DE sebesar α searah jarum jam.
4. Ukurkanlah AM di garis AA' sepanjang AB x koreksi.
5. Buatlah dari M garis MN yang sejajar dengan BB' dan panjang MN = BC x koreksi.
6. Buatlah dari N ga1is NO yang sejajar dengan CC’, di mana panjang NO = CD x koreksi.
7. Demikian juga untuk garis OF sejajar DD' di mana OF=DE x koreksi.
8. Hubungkanlah O dan F. Dengan demikian A-M-N-O-F adalah lintasan yang telah
dikoreksi.

Dengan sendirinya hasil koreksi jarak dan sudut akan memberikan perbedaan bentuk
lintasan (gambar 7.4c) karena koreksi-koreksi tersebut dilakukan dengan mengacu terutama
terhadap koordinat titik akhir pengamatan.

Gambar 7.4. Cara koreksi pada lintasan kompas

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


59

7.5. Pelaksanaan lapangan

Dalam pelaksanaan di lapangan, patok-patok/titik-titik pengamatan ditentukan sesuai


dengan keadaan medan dan singkapan. Untuk membantu memperoleh gambaran
kerangka/pola lintasan, pada saat melintas perlu dibuat sketsa lintasan, sehingga pada saat
pembuatan peta di pangkalan tidak mengalami kesulitan.
Pada dasarnya, melakukan lintasan adalah cara yang paling penting didalam melakukan
pengamatan geologi, terutama didalam melakukan pemetaan. Cara yang ditempuh
dapat berbeda, akan tetapi intinya adalah mengamati singkapan sepanjang lintasan yang
ditempuh. Hal ini perlu ditekankan bahwa dengan melakukan lintasan, secara langsung dapat
diketahui gambaran penampang geologinya.

Gambar 7.5. Contoh hasil peta lintasan dan penampang geologi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


60

Bab 8
Analisa Struktur Geologi

8.1 Pendahuluan

8.1.1 Tujuan Analisa Struktur

Pengenalan, pengamatan dan pengumpulan data stuktur merupakan bagian dari


kegiatan geologi lapangan yang fondamental didalam pemetaan geologi. Mempelajari struktur
geologi suatu wilayah meliputi pengenalan (identifikasi) dan pemerian (deskripsi) berbagai
struktur yang ada, ditunjang dengan pemahaman tentang teori dan model pembentukannya,
misalnya pola pergerakannya (Analisa Kinematika), serta pengaruh gaya (Force) dan tegasan
(Stress) yang menyebabkan (Analisa Dinamika).
Untuk mencapai sasaran ini, diperlukan data lapangan yang lengkap dan terinci. Data
struktur tidak dapat direkam atau digunakan secara tersendiri, dalam arti harus disertai
dengan deskripsi litologi, sedimentologi, petrologi dan juga paleontologi, sebagai suatu
interpretasi yang lengkap. Beberapa aspek didalam mempelajari struktur yang perlu ditekankan
adalah; mengenal gejala struktur, apa yang diukur dan dideskripsi, bagaimana menganalisa data
yang diperoleh, bagaimana menggabungkannya kedalam data geologi lain, sebagai suatu
interpretasi dan sintesa regional suatu wilayah.

8.1.2 Tahapan mempelajari struktur geologi

Diagram alir pada gambar 8.1 memperlihatkan tahapan didalam mempelajari struktur
geologi. Unsur struktur merupakan gambaran tiga dimensi yang harus dikenal,
diperikan jenisnya dan diukur kedudukannya. Untuk ini diperlukan penerapan prinsip-prinsip
geometri terhadap bentuk-bentuk unsur struktur geologi, baik yang dianggap
sebagai unsur bidang maupun unsur garis. Hal ini penting untuk dapat membayangkan struktur
didalam ruang, diatas dan dibawah suatu peta dari hasil pengamatan singkapan yang
seringkali hanya terlihat pada pandangan dua dimensi.
Selain itu, umumnya data yang dapat diperoleh dilapangan dari pengamatan suatu
singkapan sifatnya terbatas atau kurang lengkap, disebabkan karena keadaan singkapan
yang kurang baik. Dalam hal ini diperlukan kemampuan untuk dapat melakukan generalization
(menentukan keadaan secara umum) dan assumption (anggapan) terhadap data dari suatu
singkapan.
Sebagai contoh. terhadap suatu gejala struktur yang berupa breksi sesar yang tersingkap
secara terpisah pada suatu sungai, diperlukan kemampuan mengumpamakan sebagai suatu
bidang sesar (assumption) yang mempunyai arah dan kemiringan tertentu (generalization).
Hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan tersebut kemudian diolah dan disajikan
dalam peta, penampang dan dilengkapi dengan sketsa serta diagram-diagram (diagram
frekwensi, roset, stereografi). Gejala struktur geologi umumnya merupakan unsur-unsur yang
saling berhubungan didalam proses pembentukannya, misalnya hubungan antara kekar, sesar,

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


61

lipatan, belahan dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip keterakan (strain) dan
tegasan (stress), dilakukan analisa kinematika dan dinamikanya. Integrasi data
struktur, litologi, stratigrafi, sedimentologi dan paleontologi akan melengkapi interpretasi
pembentukan struktur dan sintesa perkembangan tektonik dari suatu wilayah.

8.1.3 Pengamatan struktur di lapangan

Didalam pengamatan struktur dilapangan perlu diperhatikan dan dilakukan hal-hal


berikut:
1. Pengukuran secara tepat, pengamatan dan pencatatan semua unsur struktur. Didalam
pengambilan data, sebaiknya tidak dilakukan pemilihan untuk data tertentu, karena
kemungkinan data ini akan berguna untuk membantu interpretasi lebih lanjut.
2. Interpretasi selama pengamatan, misalnya membuat sketsa singkapan, penampang peta dan
sebagainya. Hal ini akan sangat membantu untuk memecahkan masalah dan untuk
menemukan lokasi kunci untuk penelitian lebih lanjut bila diperlukan.

Gambar 8.1. Bagan yang memperlihatkan tahapan untuk mempelajari struktur geologi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


62

3. Data sebaiknya selalu di plot pada peta atau penampang pada saat pengamatan di lapangan.
Dengan demikian interpretasi dilapangan akan lebih mudah dilakukan.
4. Pengumpulan data struktur harus disertai dengan pengamatan lain misalnya, litologi,
stratigrafi dan lainnya.

8.1.4 Struktur sedimen dan tektonik

Struktur batuan dapat terbentuk pada saat pembentukannya (struktur primer), yaitu
sejalan dengan proses sedimentasi (synsedimentary) pada batuan sedimen sebelum
mengalami litifikasi, atau struktur aliran pada batuan beku. Bidang perlapisan pada batuan
sedimen merupakan struktur yang utama, sebagai kerangka untuk memerikan struktur
perlipatan dan sesar. Beberapa jenis struktur sedimen mempunyai makna yang penting didalam
pengamatan struktur, misalnya perlapisan bersilang, struktur pembebanan (load cast), flute cast
rekah kerut (mud crack) dan sebagainya, baik secara langsung sebagai ciri posisi dasar lapisan,
atau secara tidak langsung sebagai pertimbangan untuk interpretasi lingkungan pengendapan.
Struktur batuan yang terjadi setelah pembentukan batuan (struktur sekunder) merupakan akibat
dari proses deformasi, atau tektonik. Kekar, sesar, lipatan,
belahan, foliasi merupakan struktur utama sebagai hasil dari proses deformasi.
Pada daerah dimana batuan sedimen telah mengalami deformasi yang kuat, seringkali
sulit dibedakan antara yang terbentuk pada saat sedimentasi dan struktur yang terbentuk
akibat tektonik. Contoh yang paling umum adalah membedakan antara struktur pelengseran
(slump) dengan lipatan, atau perlapisan acak (contorted bedding) dengan perlapisan yang
hancur pada jalur sesar.

8.2. Pengamatan dan Pengolahan Data Struktur

8.2.1 Proyeksi Stereografi

Proyeksi stereografi merupakan cara didalam geologi struktur untuk menampilkan data
orientasi 3D didalam gambaran garis 2D. Proyeksi ini digunakan untuk memecahkan masalah
hubungan sudut dari garis dan bidang di dalam ruang.
Ada dua jenis proyeksi stereografi yang umum dipakai yaitu, jarring Wulf atau equal
angle net dan jarring Schmidt atau equal area net (Gambar 8.4). Kegunaan kedua jarring ini
pada dasarnya sama, hanya untuk jumlah struktur yang besar dan untuk mengevaluasi statistic
dnegan membuat diagram kontur dari kutubnya, umumnya dipakai jarring Schmidt.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


63

Gambar 8.2. Struktur yang terbentuk pada saat sedimentasi (f), bersifat regangan
dengan pengisian sedimen (w).

Gambar 8.3. Struktur pelengseran (slump) dengan bidang belahan (cl=cleavage)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


64

Gambar 8.4 Jaring stereografi Wulf dan Schmidt.

Untuk membuat diagram kontor dilakukan perhitungan presentase kerapatan datanya dengan
menggunakan jarring Kalsbeek (Gambar 8.5).

Gambar 8.5 Jaring Kalsbeek. Perhitungan persentasenya dilakukan dengan menghitung jumlah
titik-titik proyeksi Schmidt yang berada pada setiap segmen hexagonal (1% dari luas jarring)
pada setiap titik pusatnya.

Didalam proyeksi stereografi, struktur bidang akan diplot sebagai lingkaran besar (stereogram)
atau dapat ditampilkan sebagai kutub dari bidangnya yang di plot sebagai titik. Struktur garis
akan di plot sebagai titik (Gambar 8.6). Pada umumnya proyeksi sferis yang dipakai adalah
bagian bawah (lower hemisphere).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


65

Gambar 8.6 Kutub suatu bidang dan proyeksi stereografi permukaan bola bagian bawah dari
bidang dan kutubnya.

8.2.2 Pengukuran unsur struktur

Cara penggunaan kompas dan pengukuran struktur bidang maupun garis, serta
beberapa cara penulisannya telah ditunjukkan pada bab 2, adakalanya untuk struktur bidang
dicantumkan sebagai besaran kemiringan dan arah kemiringan (seperti pada struktur garis).
Perlu diperhatikan bahwa unsur struktur berkaitan satu sama lain didalam suatu singkapan
struktur, dan dapat diukur sebagai komponen yang terpisah, sebagai contoh, gores garis pada
bidang cermin sesar, sumbu lipatan pada bidang sumbunya dan sebagainya.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


66

Gambar 8.7. Contoh kedudukan struktur bidang dan garis serta cara memplot proyeksi
stereografi.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


67

Gambar 8.8 Cara pengukuran unsur struktur garis dilapangan dengan bantuan clipboard dan
pensil

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


68

8.2.3 Pencatatan data lapangan

Pencatatan pada buku catatan lapangan sebaiknya selengkap mungkin, dengan disertai hasil
interpretasi sementara di lapangan. Walaupun foto sangat membantu dalam mengemukakan
data, tetapi sketsa dan penjelasan tentang gejala struktur akan lebih baik dilakukan secara
langsung. Gambar 8.9 dan 8.10 contoh pengamatan dan interpretasi dilapangan.

Gambar 8.9 sketsa struktur lipatan dan gejala sesar minor, kekar dan bidang belahan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


69

Gambar 8.10 Beberapa contoh interpretasi jejak sesar dilapangan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


70

8.3 Lipatan

8.3.1 Istilah dan definisi dasar

1. Hinge line atau sumbu lipatan adalah garis tempat kedudukan pelengkungan maksimum.
2. Bidang sumbu (axial plane) adalah bidang yang memuat garis-garis sumbu. Bidang ini
dapat berbentuk lengkung, oleh karena itu istilah yang tepat adalah axial surface.
3. Sifat simetri menggambarkan hubungan kesamaan sayap lipatan (limb) terhadap bidang
sumbunya.
4. sifat silindris menggambarkan hubungan kesamaan dari penampang lipatan pada setiap titik
lipatan.

Gambar 8.11 Beberapa definisi lipatan dan prinsip geometrinya pada proyeksi stereografi

8.3.2 Jenis lipatan

Lipatan dapat dikelompokkan berdasarkan kedudukan garis sumbunya (lipatan


horisontal, menunjam), bidang sumbunya (lipatan tegak, rebah), besarnya sudut antara sayap
(lipatan terbuka, ketata, isoklin) atau berdasarkan bentuknya (dengan dasar isogon kemiringan,
sifat harmoniknya).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


71

Beberapa jenis lipalan yang karakteristik diantaranya (gambar 8.12) :


1. Lipatan paralel, adalah lipatan dengan ketebalan lapisannya tetap.
2. Lipatan similiar, adalah lipatan dengan jarak antara lapisan sejajar dengan bidang sumbu.
3. lipatan harmonik atau disharmonik didasarkan pada sifat menerus atau tak menerus nya
bidang sumbu lipatan memotong lapisan.
4. Lipatan petigmatik (ptygmatik) atau lipatan elastik, adalah lipatan ketat, dengan sayapnya
yang terlipat berbalik terhadap bidang sumbunya.
5. Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang sayap planar dan puncak yang
tajam.
6. Isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar.
7. Kink bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh permukaan-perrnukaan planar
(umumnya bidang foliasi).

8.3.3 Lipatan parasit dan arah gerak (vergence)

Sifat simetri dideskripsikan dengan mempertimbangkan panjang relatif dan kedudukan


dari sayap-sayap lipatan parasit minor. Dikenal bentuk Z, S dan M, yang merupakan sifat
simetri, panjang-pendek-panjang dari sayap lipatan minor, dan posisinya terhadap lipatan
utamanya (Gambar 8.13), bentuk ini penting untuk menentukan posisi lipatan utamanya dari
tempat dimana lipatan minor diamati. Dengan demikian akan diketahui apakah pengamatan
terletak, pada sayap antiklin atau sinklin dari lipatan utamanya.
Vergence adalah istilah untuk menunjukkan arah pergerakan dan perputaran yang
terjadi pada saat deformasi. Konsep vergence ini dapat diterapkan pada lipatan asimetris dan
hubungan antar bidang belahan.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


72

Gambar 8.12 Beberapa contoh jenis lipatan, a. lipatan parallel, b. lipatan similar, c. lipatan
disharmonic, d. lipatan chevron, e. lipatan isoklin (intraformational), f. kink band.

Gambar 8.13 Bentuk lipatan minor dan posisinya terhadap lipatan utamanya Arah vergence
ditunjukkan pada sayap panjang kearah pendek pada bentuk Z, atau sebaliknya pada bentuk
S.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


73

8.4 Sesar dan struktur penyerta

Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Secara geometris sesar
merupakan struktur bidang, walaupun keberadaannya dilapangan dapat berupa bidang atau
jalur sesar. Sesar umumnya berhubungan dengan struktur yang lain terutama rekahan secara
umum, lipatan, bidang belahan dan sebagainya.

8.4.1 Klasifikasi dan deskripsi

Klasifikasi sesar didasarkan terutama pada kedudukan bidang sesar dan sifat pergeseran
sebenarnya. Berdasarkan dinamika pergerakan sesar, yang dihubungkan dengan prinsip
tegasan utama (Andeson, 1951), dikenal tiga jenis sesar yang utama, sesar normal, sesar
mendatar dan sesar naik (Gambar 8.14). Secara deskriptif geometri, yang didasarkan pada sifat
gerak (separation) dan arah pergerakan sebenarnya (slip) pada bidang sesar, ketiga jenis sesar
tersebut dapat dikelompokkan kedalam sesar regangan (extension), strike-slip dan sesar
kontraksi atau kompresi (contraction). Beberapa klasifikasi yang lain yang digunakan
umumnya mengacu pada variasi dari sifat utama ini, misalnya oblique slip-fault (gerak miring),
thrust fault (sesar kompresi dengan sudut kecil) dan sebagainya.

Gambar 8.14 Klasifikasi dinamik dari Anderon (1951) dengan proyeksi stereografi dari
bidang sesar dan tegasan utamanya.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


74

8.4.2 Pengenalan Sesar

Sesar dapat dikenali dari foto udara atau peta topografi, yang berupa; kelurusan atau
gawir pada suatu perbukitan atau lembah, kelurusan atau pembelokan arah alur sungai yang
menyolok.

Gejala sesar secara umum dapat dikenal dilapangan sebagai:

- Gawir sesar atau bidang sesar


- Jalur terbreksikan, perlapisan yang terganggu atau hancuran (gouge, milonit)
- Deretan sumber-sumber air panas
- Penyimpangan yang menyolok dari kedudukan lapisan
- Pergeseran batas lapisan batuan, perulangan atau hilangnya suatu satuan batuan.
- Adanya gejala struktur minor lainnya seperti : kekar, baik yang bersifat gerus (shear) atau
tarikan (tension), cermin sesar (slickenside), gores-garis (striation), breksi sesar, struktur
lipatan dan sebagainya.

8.4.3 Menentukan sifat pergeseran sesar

Untuk mempelajari sesar dilapangan, seringkali diperlukan bermacam data. Hal yang penting,
disamping menentukan jalur atau kedudukan sesar, adalah menentukan sifat pergeseran
sebenarnya (slip). Sifat pergeseran sesar dapat dikenali langsung dilapangan, misalnya bidang
sesar disertai dengan cermin sesar yang jelas memperlihatkan sifat pergeserannya, atau lipatan
seretan yang menyertai sesar. Didalam kenyataannya hal ini tidak selalu atau jarang dljumpai.
Oleh karena itu pentingnya untuk mengamati, memerikan dan
mengukur gejala struktur sesar selengkap mungkin. Sehingga akan sangat membantu di dalam
analisa untuk menentukan sifat pergeserannya.

Kekar, Urat-urat (vein) dan Stilolit

Kekar adalah rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran, atau sedikit mengalami
pergeseran. Kekar dapat dibedakan berdasarkan kejadiannya yaitu kekar regangan
(dilational/extensional), kekar gerus (shear) atau kombinasi dari keduanya (hybrid) (Gambar
8.15). Hubungan kejadian kekar dengan prinsip tegasan utama identik dengan sesar (lihat
Gambar 8.13).
Suatu sistim kekar umumnya mempunyai keteraturan dengan sistem sesar dan lipatan.
Hubungan ini secara umum diringkaskan pada gambar 8.16. Kekar regangan umumnya
sejajar atau tidak lurus sumbu lipatan. Kekar gerus umumnya terbentuk pada sayap lipatan.
Urat (vein) adalah rekahan yang telah diisi oleh mineral secara umum mempunyai sifat
kejadian yang sama dengan kekar. En echelon vein merupakan salah satu jenis urat yang
penting yang sering dijumpai pada jalur sesar (shear zone).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


75

Gambar 8.15 Jenis-jenis kekar, a. kekar regangan, b, kekar gerus, c. hybrid

Gambar 8.16 Pola rekahan, kekar, sesar minor yangg berkembang pada lipatan.

Kekar atau rekahan pada umumnya sangat sulit dibedakan jenisnya dilapangan. Akan
tetapi kehadirannya didalam jalur sesar seringkali menunjukkan pola yang karakteristik, yang
dapat dipakai untuk menentukan gerak relatif dari sesar Gambar 8.17, 8.18 dan 8.19.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


76

Gambar 8.17 Jalur sesar (brittle shear zone) yang memperlihatkan perkembangan kekar gerus
Riedel, Rl, R2 dan P shear, pada gerak dekstral.

Gambar 8.18 Jalur sesar (semi-brittle-duclile shear zone) yang memperlihatkan


perkembangan en-echolen tention gash vein pada gerak vein pada gerak
destral.

Gambar 8.19 Jalur sesar (ductile shear zone) yang memperlihatkan perkembangan foliasi 45
derajat terhadap shear zone.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


77

Stilolit (stylolith) adalah bentuk permukaan akibat pelarutan akibat kompresi atau shear
strain. Stilolit mempunyai bentuk bergelombang yang beragam, umumnya merupakan
normal (tegak lurus) terhadap arah tegasan utama.
Kesemua jenis struktur penyerta ini sangat penting sebagai acuan untuk
mengidentifikasikan sifat pergerakan sesar, baik jalur sesar ataupun pada bidang sesar. Cermin
sesar merupakan bagian dari bagian dari bidang atau jalur sesar secara umum, atau merupakan
rekahan yang dapat diidentifikasikan sifat gerak relatifnya dengan
mempertimbangkan sifat struktur minor yang lain. Beberapa tanda yang menunjukkan sifat
gerak pada bidang (cermin) sesar ditunjukkan pada gambar 8.20.

Gambar 8.20 tanda-tanda yang menunjukkan sifat gerak pada bidang cermin sesar a. Gores
garis dengan "scouring", b. groove, c. struktur tangga dengan mineralisasi, d. gores garis
dengan stilolit, e. dan f rekah regangan (tension gashes), g. rekah Riedel's fractures, h.
struktur tangga.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


78

Gambar 8.21 Sistem rekahan, kekar, sesar dan struktur penyerta yang lain dan
hubungannya dengan prinsip tegasan utama.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


79

Bab 9
Pengukuran Penampang Stratigrafi

9.1. Pengertian Penampang Stratigrafi

Penampang stratigrafi adalah suatu gambaran urutan vertikal lapisan-lapisan batuan


sedimen pada lintasan yang dipilih. Setiap titik dalam urutan mengikuti kaidah hukum
superposisi.
Dalam penelitian geologi suatu daerah yang merupakan bagian dari suatu cekungan
sedimentasi data mengenai jenis litologi, variasinya secara vertikal dan lateral serta ketebalan
masing-masing satuan stratigrafi merupakan data yang penting untuk diketahui. Secara
keilmuan, data tersebut merupakan dasar untuk menafsirkan sejarah sedimentasi dari dari
daerah tersebut, sedangkan secara praktis data tersebut merupakan sumber informasi untuk
eksplorasi hidrokarbon maupun bahan galian lain. Dalam eksplorasi hidrokarbon misalnya,
data mengenai ketebalan sedimen, ada tidaknya potensi batuan induk, ada tidaknya potensi
batuan reservoir dapat diketahui dari data kolom stratigrafi yang diperoleh dengan cara
Pengukuran Penampang Stratigrafi. Juga dalam eksplorasi batubara, informasi mengenai
formasi pembawa batubara (coal bearing formation), jumlah lapisan (seam) dan ketebalannya
diperoleh dengan cara ini.
Secara umum tujuan pengukuran penampang stratigrafi dapat dlkemukakan sebagai
berikut:
1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urutan-urutan perlapisan suatu satuan
stratigrafi (formasi, kelompok, anggota, dan sebagainya).
2. Mendapatkan ketebalan yang teliti dan tiap-tiap satuan stratigrafi atau lapisan yang
menjadi obyek penelitian (misalnya batubara).
3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan
urutan-urutan sedimenlasi dalam arah vertikal secara detail, untuk menafsirkan
lingkungan pengendapan.
Data data tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk gambar yang disebut sebagai
Kolom stratigrafi. Berhubungan dengan keadaan singkapan, pengukuran suatu penampang
stratigrafi secara langsung kadang agak sulit dilakukan di Indonesia, dalam keadaan tersebut
ketebalan ditentukan dengan pembuatan penampang struktur. Tetapi mengingat pentingnya
data tersebut, maka disarankan untuk berusaha mengukur penampang pada singkapan-
singkapan yang menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih satuan-satuan stratigrafi yang
resmi.

9.2. Prosedur Pelaksanaan Lapangan

Idealnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada tahap akhir pemetaan


geologi, dimana informasi mengenai penyebaran satuan batuan dan struktur geologi sudah
diketahui, sehingga dapat dipilih lintasan-lintasan yang ideal (singkapan menerus, tidak
terganggu struktur dan lain-lain). Namun dalam praktek, mengingat efesiensi biaya dan waktu,

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


80

pengukuran penampang stratigrafi seringkali dilakukan bersamaan dengan waktu pemetaan,


terutama pada daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Ada empat tahapan utama yang harus ditempuh dalam pengukuran penampang
stratigrafi yaitu: perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian.

9.2.1. Perencanaan lintasan

Untuk mendapatkan hasil yang baik, setelah satuan urut-urutan singkapan yang
merupakan sayatan stratigrafi dipilih untuk diukur, perlu diadakan tindakan-tindakan
pendahuluan.
Seluruh urut-urutan singkapan secara keseluruhan diperiksa untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Kedudukan lapisan (strike dan dip), apakah curam, landai, vertikal atau horisontal. Arah
lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus terhadap jurus.
2. Harus diperiksa apakah jurus dan kemiringan lapisan itu terus menerus tetap atau berubah-
ubah. Hal-hal tersebut di atas adalah penting dalam menentukan metoda dan
perhitungan pengukuran. Kemungkinan adanya struktur sepanjang penampang seperti
sinklin. antiklin, sesar, perlipatan, dan sebagainya. Hal ini penting untuk menentukan urut-
urutan stratigrafi yang betul.
3. Penentuan superposisi dari lapisan, sesuatu yang sangat penting, tetapi kadang-kadang
tidak diperhatikan. Kriteria unluk superposisi ini umumnya didapat dari struktur
sedimen yang ada.
4. Meneliti akan adanya lapisan penunjuk (key beds) yang dapat diikuti di seluruh daerah
(misalnya lapisan batubara, lapisan bentonit, Lapisan penunjuk ini penting sebagai
referensi untuk mengikat (to tie in) penampang stratigrafi ini pada sistem wilayah (regional)
yang resmi. Adalah sangat baik jika dapat diikat pada jalur-jalur biostratigrafi.

9.2.2. Pengambilan Data

Ada dua hal penting dalam tahapan ini yaitu pengukuran tidak langsung maupun
langsung ketebalan perlapisan batuan dan pemerian pada tiap-tiap langkah pengukuran.

9.2.2.1. Pengukuran

Cara-cara mengukur penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya, dan metoda yang
digunakan sangat tergantung pada keadaan medan dan singkapan yang ada, namun pada
dasarnya pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan data ketebalan satuan stratigrafi. Disini
hanya akan dibahas salah satu cara yang sering diterapkan di Indonesia, yaitu pengukuran
dengan memakai pita ukuran dan kompas. Metoda ini diterapkan terhadap singkapan yang
menerus atau atau sejumlah singkapan-singkapan yang dapat disusun menjadi satu penampang.
Pengukuran ini sebaiknya dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 orang.
Cara mengukur ini dapat dilihat dalam Gambar 9.l. Sebaiknya diusahakan agar arah
pengukuran tegak lurus pada jurus lapisan, untuk menghindari koreksi-koreksi yang rumit.
Peletakan posisi patok satu terhadap patok berikutnya seharusnya mempertimbangkan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


81

perubahan jenis litologi, dan bukan ketersediaan panjang tali. Adapun data yang harus
dicatat yang akan dipakai untuk menghitung ketebalan adalah :
l. Jarak terukur antar patok.
2. Azimuth (arah) lintasan.
3. Kemiringan lereng.
4. Jurus dan kemiringan lapisan

Tahapan pelaksanaannya adalah sebagai betikut :

l. Mulailah pengukuran dari dasar penampang yang akan di ukur.


2. Tentukan satuan-satuan litologi yang akan di ukur. Berilah patok-patok atau tanda lainnya
pada batas-batas satuan litologi ini. Jika satuan-satuan litologi ini tebal semuanya kurang
dari 5 m, lebih praktis kalau pita ukuran ini dibentangkan sepanjang-panjangnya, kemudian
tebal semu diperoleh dengan mengurangkan pembacaan pada atap dengan pembacaan pada
alas. Jika satuan litologi yang akan diukur tebal semuanya 5 m, atau lebih ambillah
pengukuran satuan demi satuan dengan membentangkan pita ukuran dari alas satuan
sampai atap satuan tersebut.

Gambar 9.1 Cara pwgukura11 penampang straligraji

3. Baca azimuth arah pengukuran (arah bentangan pita ukuran), dan besarnya sudut lereng
("slope"=s0).
4. Ukur kedudukan lapisan (jurus dan kemiringan). jika jurus dan kemiringan dari tiap satuan
berubah-ubah sepanjang penampang, sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan (Az,
dip=ϑ) dilakukan pada alas dan atap dari satuan ini dan dalam perhitungan dipergunakan
rata-ratanya.
5. Baca jarak terukur = dt (tebal semu) dari satuan yang sedang diukur pada pita ukur.
Kemudian buatlah pemerian litologinya, untuk teknik pemerian lihat subbab selanjutnya yaitu
pengamatan dan deskripsi.

9.2.2.2. Pengamatan dan Deskripsi

Pada pengukuran stratigafi setiap satuan litologi harus dideskripsikan secara detail dan
harus diingat bahwa satuan litologi disini tidak sama dengan satuan peta. Semua fakta yang
menurut pengamat lapangan dapat digambarkan di kolom pada skala 1:1.000 atau pada skala
yang lebih besar lagi harus diperikan secara teliti dan terperinci. Dalam pembuatan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


82

deskripsi ini sebaiknya dilakukan mulai dari kenampakan yang pada skala singkapan kemudian
dipertajam dengan pengamatan yang lebih detil.
Satuan stratigrafi atau satuan sedimentasi dapat terdiri dari satu jenis batuan atau terdiri
dari selang-seling beberapa lapisan litologi berlainan, atau satu litologi utama dengan
sisipan-sisipan (interkalasi tipis berbagai litologi). Pembagian satuan sangat tergantung pada
skala yang akan digunakan sewaktu menggambar kolom. Pada skala 1:1.000, satu satuan
batuan tebal minimumnya 10 m (10 mm pada kolom) sedangkan pada skala 1;100 tebal
minimumnya adalah 1.0 m (10 mm pada kolom).
Setiap satuan lilologi yang diukur harus diberi pemerian selengkapnya. Dianjurkan
supaya cara pemerian dilakukan secara beraturan dan sistematik dari kenampakan yang lebih
besar (singkapan) ke yang lebih detil (tekstur komposisi). Di bawah ini diberikan urutan
susunan pemerian yang dianjurkan:
1. Nama satuan batuan (jika bisa ditentukan dilapangan}
2. Batuan utama dan sisipan atau perselingannya serta organisasi antar lapisan begitu pula
struktur sedimen.
3 Pemerian litologi setiap lapisan (warna, tekstur, komposisi).
4. Hubungan dengan satuan di atasnya.

Nama satuan batuan.

Nama untuk satuan batuan sebaiknya memakai ciri umum dari satuan batuan. Dalam
hal ini perlu diperhatikan sifat sisipan atau perselingan antara batuan yang dominan (main
lithology) dan batuan yang merupakan sisipan atau selingan. Kadang karena sulitnya medan,
penentuan nama ini dilakukan setelah pengeplotan lintasan selesai. Batuan ulama dan sisipan
atau perselingannya serta organisasi antar lapisan begitu pula struktur sedimen.
Untuk mendeskripsikan masalah tersebut dapat dibantu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan misalnya:
a. Apakah terdiri dari satu jenis litologi atau lebih.
b. Jika lebih dari satu litologi apakah bersifat perselingan atau sisipan.
c. Apakah sisipan atau perselingan hanya terdiri atas satu litologi atau lebih.
d. Jika lapisan utama alau sisipan itu adalah klastik kasar (konglomerat, breksi batupasir/lanau)
atau karbonat) maka pertanyaan yang penting adalah: Apakah lapisan bersifat masif, tebal,
tipis, atau berlaminasi. Keadaan perlapisan sebaiknya diperikan secara kuantitatif, misalnya
dengan klasifikasi Mc. Kee dan Weir (1953). Istilah "bedding", dalam bahasa Indonesia
dapat digunakan: berlapis tebal, berlapis tipis, dan sebagainya, sedangkan "lamination"
dapat dipakai istilah: berlapis halus atau berlapis sangat halus.

Kemudian perhatikan organisasi antar lapisan yang ada. Yang dimaksud dengan organisasi
perlapisan adalah bagaimana sifat perselingan lapisan atau sisipan lapisan itu dari bawah ke
atas, apakah bersifat:
1. sisipan makin menebal ke atas (thickening upward sequence).
2. menipis keatas (thinning upward sequence) atau
3. seragam.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


83

Pada tahap ini perlu dicatat tebal lapisan selang-seling rata-rata berapa tebal rata-rata
batuan sisipan dan berapa spasinya. Pengamatan organisasi vertikal lapisan-lapisan ini
menjadi sangat penting karena berkembangnya konsep stratigrafi sekuen (sequence
stratigraphy). Pada konsep tersebut pengenalan “system tract" diidentifikasi dengan cara
analysis urutan vertikal. Kemudian juga penting untuk diamati sifat batas atas dan batas bawah
lapisan, apakah bersifat:
1. Batas berangsur (transisi)
2. Balas tegas
3. Batas erosi

Untuk mengamati organisasi lapisan ini disarankan menggunakan teknik pengamatan


agak menjauh dari singkapan (3-5 meter dari obyek yang diamati). Pada tahap ini juga perlu
dicatat struktur sedimen yang berkembang pada batuan utama dan pada selingan atau sisipan.
Struktur sedimen yang umum dijumpai adalah: perlapisan, perlapisan bersilang (cross
bedding), perlapisan bersusun (graded bedding), gelembur gelombang, rekah kerut (mud
crack), kikisan erosi, jejak organisme, bekas erosi (scour mark), struktur pembebanan (load
cast), struktur imbrikasi, struktur distorsi (slump, convolute), dan lain-lain. Struktur non
sedimen, misalnya konkresi (rijang, lempung gampingan, lempung besian, nodule, bola
batubara, stylolite), struktur organik dan lain-lain.

Deskripsi litologi setiap lapisan.

Jika satuan terdiri dari selang-seling beberapa macam batuan, perikanlah dulu batuan
utama secara lengkap dan kemudian baru batuan lainnya. Sebutkan hubungan batuan pertama
terhadap kedua, ketiga dan seterusnya.
Pengamatan ini untuk mendapatkan gambaran sifat litologi dari masing-masing
penyusun singkapan yaitu meliputi warna, texture, fragmen pembentuk, semen atau
massadasar, mineral sedikit, kandungan fosil, porositas dan kekerasan.

Wama
Warna batuan merupakan hal yang paling awal dapat dikenali. Dalam hal ini berikanlah
warna yang paling cocok. Kadang-kadang terdapat warna campuran, beraneka warna,
berbintik-bintik atau garis dll.

Tekstur
Pengamatan tekstur, terutama mengenai besar butir, bentuk butir, pemilahan dan kemas.

Besar butir (ulcuran butir)


Besar butir atau "grain size" hanya dapat dibedakan pada klastika kasar dan kadang-
kadang pada karbonat. Untuk konglomerat dan breksi nyatakan dalam ukuran rata-rata
sebagai milimeter atau sentimeter dan juga ukuran maksimumnya.
Istilah-istilah yang dipakai untuk ukuran batupasir:

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


84

- berbutir sangat kasar (bsk) (2- 1 mm)


- berbutir kasar (bk) (1- 1/2 nun)
- bebutir sedang (bs) (1/2 - l/4 mm)
- berbutir halus (bh) (1/4- 1/8 mm)
- berbutir san~at halus (bsh) (1/8 -l/16 mm)

Untuk batuan karbonat jika macam fragmen/butir pembentuk adalah sublitografi maka
besar butir tidak perlu diperikan lagi.

Dalam hal besar butir ini seling terjadi variasi secara vertical dalam satu lapisan klastika
kasar, dalam hal ini dikenal istilah:

l. Seragam (tidak ada perubahan)


2. Menghalus ke atas (fining upward sequence)
3. Mengkasar ke atas (coarsening upward sequence)

Bentuk butir (grain shape)


Sifat ini hanya dimiliki batuan klastik kasar. Pakailah istilah-istilah: membundar, membudar
baik, membundar tanggung, bersudut tanggung, dan menyudul.

Pemilahan (sorting)
Pemilahan hanya dapat diteliti pada batuan klastik kasar. Pakailah istilah-istilah: terpilah sangat
baik jika butiran sama besar, terpilah baik jika terdapat kisaran besar butir
tetapi suatu besar butir rata-rata masih dapat dilihat, terpilan buruk apabila tidak dapat dilihat
adanya besar butir rata-rata (lihat standar yang diberikan).

Kemas (fabric)
Untuk klastika halus kemas tidak diamati. Untuk breksi dan konglomerat pakailah istilah kemas
terbuka atau kemas tertutup atau imbrikasi.

Fragmen pembentuk
Bermacam-macam fragmen/butir pembentuk adalah berlainan untuk tiap macam batuan.
Sebagai contoh:
a. Konglomerat, breksi dan aglomerat: sebutkan macam batuannya (andesit, basalt, kuarsa
dan sebagainya)
b. Batupasir, sebutkan susunan mineral utama yang menyolok seperti: kuarsa, felspar, fragmen
batuan, glaukonit, dan lain-lain.
c. Tufa:
- jenis butir (kristal, gelas, fragmen batuan, batuapung)
- petrologi/mineralogi (andesit, basalt, homblenda, dan sebagainya)
d. Karbonat, gamping, dan dolomit:
Kerangka (skeletal), fragmental, cocquina, oolit, kristalin, atau bisa disebutkan macam
kerangka fosil pembentuk: koral, foram, ganggang, dan sebagainya.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


85

Semen atau masa dasar (matriks)


Untuk batuan seperti konglomerat dan breksi, dapat hadir sebagai semen karbonat, atau berupa
masa dasar batupasir, lempung, atau tufa. Untuk batupasir, macam semen adalah gampingan,
kersikan, besian, dan macam masa dasar adalah lempungan, detritus: kadang-kadang tak dapat;
dibedakan dari campuran.

Tabel 9.1 Daftar batuan sedimen yang umum

Nama Sebagai Campuran Name Sebagai Campuran


Konglomerat an Conglomerate Ic, pseph
Breksi an Breccia Ous
Aglomera an Agglomerate ic
Batupasir an Sandstone Sandy,
Arenaceous
Tufa an Tuff Aceous
Batulanau an Siltstone Silty
Serpih an Shale ey
Lempung an Clay ey
Napal an Marl y
Gamping an Limestone limy,
calcareous
Dolomit an Dolomite ic
Batubara an Coal y
karbonan Chert y

Mineral-mineral sedikit
Adanya mineral-mineral sedikit tetapi masih dapat diamati dengan kaca pembesar (loupe)
kadang-kadang sangat penting sebagai penunjuk lingkungan pengendapan sedimen atau
batuan asal. Mineral-mineral ini misalnya: pirit, glaukonit, keping-keping karbon ataupun
mika. Kadang-kadang mineral sedikit ini begitu menyolok dan menjadi sangat penting dalam
pemetaan batuan, sehingga ditempatkan di muka sebagai macam fragmen atau butir
pembentuk.

Kandungan fosil
Kandungan fosil sedapat mungkin diidentifikasi sampai ke genus atau spesiesnya. Kadang-
kadang cukup dengan menyebutkan mengandung Bryozoa, Mollusca, Foraminifera dan
sebagainya.

Porositas:
Menyatakan porositas dapat dilakukan dengan mempergunakan istilah-istilah: porositas
istimewa. Porositas sedang, dan porositas dapat diabaikan. Untuk menduga porositas kita dapat
mengetes dengan meneteskan air di atas batuan.

Kekompakan dan kekerasan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


86

Pakailah istilah-istilah: lembek, lunak, dapat diremas, keras, padat, getas, dan kompak.

Hubungan dengan satuan di atasnya

Hubungan dengan satuan di atasnya juga harus disebutkan dengan jelas, misalnya hubungan
yang tegas atau tajam, berangsur, batas erosi, atau ketidakselarasan, kontak patahan
dan sebagainya.

Ga11rbar 9.2 Sketsa kolom stratigrafi terukur yang menunjukkan sifat


perlapisan dan struktur sedimen.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


87

Gambar 9.3 Kolom stratigrafi umum suatu daerah penelitian

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


88

9.2.3. Menghitung Ketebalan

Dari data mentah berupa pengukuran di lapangan untuk menjadl kolom stratigrafi harus
melalui tahapan perhitungan satuan-satuan yang diukur untuk mendapatkan data ketebalan
yang sebenarnya.
Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang alas (bottom) dan bidang atas (top).
Ada berbagai variasi cara pengukuran, namun pada dasarnya, perhitungan tebal lapisan yang
tepat harus dilakukan dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan.
Bila pengukuran di lapangan tidak dilakukan dalam bidang yang tegak lurus tersebut
maka jarak terukur yang diperoleh, harus dikoreksi terlebih dahulu dengan rumus sebagai
berikut:

d = dt x cosines β, dimana
β = sudut antara arah kemiringan dan arah pengukuran (Azimuth)

Demikian juga halnya dengan sudut lereng ("slope"). Di dalam menghitung tebal lapisan, sudut
lereng yang dipergunakan adalah sudut yang terukur pada arah pengukuran yang tegak lurus
jurus lapisan. Untuk ini, apabila cukup besar, perlu dilakukan koreksi untuk mengembalikan
ke besaran sudut lereng yang tegak lurus jurus. Koreksi tersebut antara lain dapat dilakukan
dengan menggunakan tabel "koreksi dip" untuk pembuatan penampang. Sudut lereng terukur
dapat disamakan dengan “apparent dip” dan adalah penyiku sudut antara jurus dan arah
penampang.

9.2.3.1. Pengukuran pada daerah datar (lereng 00)

Gambnr 9.4. Posisi pengukuran pada daerah datar

Pengukuran di daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus
(Gambar 9.4a), ketebalan T langsung didapat dengan perhitungan: T = dt x sin ϑ (Gambar 9.4b)
dimana dt adalah jarak terukur di lapangan dan ϑ adalah sudut kemiringan lapisan.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


89

9.2.3.2. Pengukuran pada medan berlereng

Terdapat dua kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng yaitu berlawanan dan searah
dengan lereng (Gambar 9.5 dan 9.6).

K emiringan lapisan searah dengan Lereng

Bila kemiringan lapisan (ϑ) lebih besar daripada sudut lereng (s), dan arah lintasan
tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah: T = d sin (ϑ - s) (Gambar 9.5b)
Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada lereng, perhitungan ketebalan adalah : T =
d sin (s-ϑ) (Gambar 9.5c)

Gambar 9.5. Posisi pengukuran pada lereng yang searah dengan kemiringan

Kemiringan lapisan berlawa.an arah dengan lereng

Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 90° (lereng berpotongan
tegak lurus dengan lapisan) maka:

T=d (Gambar 9.6c)

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng maka:

T = d sin (ϑ + s) (Gambar 9.6b)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


90

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng maka:

T = d sin (180°- ϑ -s) (Gambar 9.6d)

Bila lapisannya mendatar maka:

T = d sin (s)

Gambnr 9.6. Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan dengan kemiringan

9.3. Penggambaran

Hasil suatu pengukuran penampang stratigrafi dapat disajikan dalam bentuk gambar kolom
yang lazim disebut Kolom Stratigrafi atau penampang stratigrafi. Gambar 9.2 merupakan
contoh penampang stratigrafi sedangkan Gambar 9.3 merupakan contoh kolom hasil
pengukuran penampang stratigrafi. Dalam penggambaran kolom ada dua bagian penting yang
harus ada yaitu; Keterangan gambar dan Gambar kolom stratigrafi.

9.3.1. Keterangan Gambar

Penggambaran kolom stratigrafi sebaiknya menggunakan simbol-simbol litologi ataupun


simbol lain yang mengikuti konvensi simbul yang telah dikenal luas dalam dunia ilmu
geologi. Simbol-simbol tersebut secara lengkap harus diberi keterangan pada kepala kolom
agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda-beda. Hal yang disarankan juga adalah memberikan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


91

lokasi yang sejelas-jelasnya mengenai lokasi pengukuran tersebut dapat dengan peta (inset)
atau melalui koordinat topografi.

9.3.2. Gambar Kolom Stratigrafi

Gambar ini terdiri dari beberapa lajur dari yang umurnya meliputi kolom berikut ini:

Kolom Umur
Kolom ini dimaksudkan untuk memberikan keterangan umur batuan, untuk mengisi kolom ini
biasanya harus dilakukan analisis umur batuan baik berdasarkan fosil maupun radiometri.
Untuk keperluan tersebut yang standar biasanya dilakukan analisis paleontologi untuk itu harus
dipilih conto batuan yang mengandung fosil (biasanya lempung, serpih atau batugamping).
Sebaiknya penentuan umur paling tidak dilakukan pada tiga level (bawah, tengah, atas) dari
satuan.

Kolom Satuan Batuan


Kolom ini diisi dengan penamaan resmi (Kelompok, Formasi, Anggota dll), ataupun tak resmi
(berdasarkan ciri umumnya) dari satuan yang ada.

Kolom ketebalan
Diisi berdasarkan data hasil perhitungan ketebalan, untuk menghindari kekeliruan ploting yang
berulang disarankan untuk mengeplot secara komulatif dari suatu datum tertentu.

Kolom Besar Butir dan Struktur Sedimen


Diisi berdasarkan hasil deskripsi lapangan mengenai besar butir dan struktur sedimen, perlu
diperhatikan letak persis dari perubahan besar butir dan struktur sedimen. Gunakan symbol
struktur sedimen yang sudah baku.

Simbol Litologi
Simbol litologi digambarkan berdasarkan data litologi yang diamati dilapangan. Ikutilah
simbol-simbol yang sudah baku kalau ada simbol-simbol yang perlu ditambahkan, misalnya
adanya fosil foram, sisa tumbuhan dll sebaiknya diletakkan pada bagian ini.

Ekspresi Topografi
Ide pencantuman ekpresi topografi barangkali untuk memberikan gambaran yang identik
antara besar butir yang simetris terhadap ekspresi topografi mirip dengan bentuk log SP
yang biasanya simetris terhadap log Resistivity. Hal ini biasanya digunakan dalam industri
minyak bumi untuk mengetahui geometri batuan reservoir.

Kolom Deskripsi
Kolom deskripsi seyogyanya diberikan menurut kebutuhan. Hal ini bisa sangat detil pada
masing-masing lapisan yang dianggap penting, namun dapat juga deskripsi bersifat agak umum

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


92

yang mewakili ciri satuan batuan (hal ini biasanya digunakan untuk
keperluan pemetaan).

Kandungan Fosil
Kandungan fosil yang dicantumkan pada kolom ini sebaiknya hanya fosil-fosil yang diagnostik
(untuk umur dan lingkungan pengendapan), hal tersebut untuk memperkuat penafsiran umur
dan lingkungan pengendapan.

Lingkungan Pengendapan.
Lingkungan pengendapan dapat ditentukan setelah melalui analisis baik yang berdasarkan
urutan vertikal (analisis stratigrafi) atau analisis fosil bentos.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


93

Bab 10
Pemetaan dengan Plane Table

10.1. Plane table dan kegunaan dalam pemetaan

Plane table dan alidade sangat penting bagi pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan
ketepatan peta geologi yang sekaligus memperlihatkan keadaan topografinya. Pada pemetaan
dengan cara plane table ini keadaan geologi dan topografi dapat secara langsung dipetakan.
Cara ini seringkali dipakai untuk perencanaan teknis, misalnya untuk pemetaan situasi rencana
bendungan, lintasan jalan raya, daerah penambangan (quarry) dan sebagainya.
Cara ini juga diperlukan apabila diinginkan peta geologi atau topografi berskala besar
(umumnya lebih besar dari l:5.000), dan juga bila diperlukan peta detail geologi permukaan
(singkapan) yang memerlukan batas-batas yang tepat dari singkapan tanah pelapukan dan
batuan lain.

10.2. Peralatan Plane Table

Satu unit peralatan untuk pemetaan plane-table, terdiri dari:


1. Alidade telescope
2. Meja datar (plane table)
3. Kaki tiga (tripod)
4. Rambu ukur
5. Perlengkapan lain yang disertakan dalam alidade atau kaki tiganya, seperti misalnya mistar
skala, kompas, unting-unting dan sebagainya.

10.2.1. Alidade telescope

A1at ini merupakan bagian utama, yang digunakan untuk pengukuran jarak, lereng, dan
beda tinggi. Pada alidade jenis "Wild" dapat digunakan dua posisi pengukuran yaitu:

Face left position


Posisi di mana kedudukan tabung penyokong telescope berada di kiri lingkaran (medan
pandang) pada telescope.

Face right position


Posisi dimana kedudukan tabung penyokong telescop berada di sebelah kanan,
lingkaran (medan pandang) pada telescope.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


94

Perbedaan posisi ini akan membedakan cara pembacaan dan perhitungan.

Gambar 10.1 Perlengkapan Plane Table

Gambar 10.2 Alidade telescope

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


95

10.2.2. Perlengkapan lain

Meja datar yang dipakai umumnya mempunyai ukuran yang standard (untuk jenis Wild
mempunyai ukuran 45 x 60 cm), dan sudah dilengkapi dengan alat penghubung ke kaki
tiganya. Rambu ukur, dengan panjang 3 meter atau lebih, sebaiknya dibuka dengan yang skala
nya ke atas (tidak terbalik). Karena pada jenis ini pembacaan angka pada rambu tidak terbalik.
Perlengkapan lain, seperti perlengkapan pada umumnya kegiatan di lapangan seperti
kompas, palu, alat-alat tulis dan sebagainya.

Pelaksanaan pemetaan
Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan minimal 2 (dua) orang yaitu :
Seorang yang memegang alat (“instrument-man") dan seorang pemegang rambu ("rod-
man") yang sebenarnya adalah seorang geologiawan. Agar pekerjaan berlangsung lebih cepat
biasanya digunakan lebih dari satu rambu.
Pemegang alat akan mempersiapkan, membidik dan menghitung jarak dan ketinggian
dari tempat-tempat dimana pemegang rambu berdiri terhadap alat. Pemegang rambu, yang
sebenamya adalah seorang geologiawan, kecuali membawa rambu, dia akan membawa pula
perlengkapan-perlengkapan yang lainnya yang lazim dipergunakan untuk pengamatan geologi.
Dia akan berdiri pada suatu tempat dengan tujuan sebagai berikut:
a. Melakukan pengamatan geologi. Jadi dia akan mencari tempat-tempat dimana terdapat
singkapan yang penting (batuan segar, batas lapisan, sesar dan sebagainya).
b. Untuk menambah titik yang diperlukan oleh pemegang alat dalam menggambarkan kontur
topogragfi.

10.3.1. Merencanakan penempatan/persiapan alat

Memasang plane-table dan alidade biasanya memakai waklu yang agak lama dan harus
dilakukan dengan ketelitian yang tinggi. Bilamana kurang cermat, maka semua titik yang
dibidik akan salah. Karena itu dalam menentukan tempat-tempat pemasangan alat untuk
pengamatan hendaknya dipilihkan sedemikian rupa sehingga kita tidak perlu sering berpindah-
pindah.
Sering pada tugas-tugas pemetaan, kadang-kadang kepala team (geologist, harus
meninjau dulu daerah yang akan dipetakannya selama 2 atau 3 hari, untuk kemudian membuat
rencana antara lain, penentuan tempat-tempat penempatan alat.

Tahap-tahap pemasangan alat

1. Kaki tiga dipancangkan dengan hati-hati dan kedudukannya harus kuat sehingga tidak
mungkin goyah.
2. Plane-table dipasang di atas kaki tiga, dan dengan menggunakan kompas meja dibuat
horisontal (level)
3. Letakkan alidade pada meja yang telah didatarkan dan kemudian alidade dibuat datar
dengan cara-cara yang dikemukakan dalam pedoman yang biasanya disertakan dalam jenis
alidade.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


96

4. Arahkan salah satu sisi meja sehingga sejajar dengan garis utara.
5. Bubuhkan tanda utara dengan jelas pada kertas gambar dengan pinsil.
6. Letakkan titik pengamatan pertama ini pada peta.

Untuk titik permulaan sebaiknya dipilih suatu tilik yang mudah dikenal di lapangan,
sebab semua titik pengamatan berikutnya akan dibandingkan terhadapnya.
Umpamanya dapat diambil sebuah patok triangulasi, atau ciri-ciri lainnya yang memuat
nilai ketinggiannya dari muka laut, atau suatu persimpangan jalan, perpotongan sungai dan
sebagainya yang sifatnya permanen. Kalau titik-titik demikian tidak dijumpai, maka kita
buatkan suatu garis ikat di daerah pemetaan dan garis tersebut dipindahkan ke dalam kertas
gambar dengan menggunakan alidade dan rambu. Ketinggiannya kemudian dapat diikat dari
titik lain yang diketahui umpamanya sebuah triangulasi dan sebagainya.
Setiap kali berpindah, maka dilakukan tahap-tahap pemasangan alat, dan kemudian
kedudukannya (arah dan ketinggiannya) ditentukan terhadap titik permulaan, titik pengamatan
berikutnya terhadap titik kedua dan seterusnya. Karena itu setiap titik pengamatan harus
ditandai dengan patok yang jelas.

10.3.2. Pengukuran pembacaan pada alat

Sebelum pengukuran dilakukan, dikerjakan tahapan berikut :

1. Pendataran meja (plane-table) :


a. Dengan "box-level" diletakkan sejajar dengan garis yang menghubungkan 2 dari “foot
screws", dilakukan leveling, dengan mengubah-ubah kedua buah "foot leveling"
tersebut, diputar berlawanan arah.
b. "Box level" diubah kedudukannya tegak lurus terhadap posisi pertama, kemudian
dilakukan leveling lagi dengan memutar (mengubah) "foot screws" yang ketiga.
c. Setelah langkah (2), posisi plane-table sudah level.

2. Focusing dan sighting :


a. Telescope eye piece difokuskan, dengan cara mengarahkan ke tempat yang terbuka
(langit), fokuskan sehingga terbentuk pandangan yang tajam, dengan dasar yang
gelap.
b. Putar eye piece, terjadi pandangan yang tidak jelas (kabur), kemudian difokuskan lagi.
c. Pada pemutaran kembali eye piece keadaan sudah fokus.
d. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggerak-gerakkan pandangan mata di depan
eye piece, kalau sudah fokus tidak akan terjadi kesalahan paralax.

3. Leveling alidade :
a. Posisinya tabung penyokong tegak lurus, yaitu dengan memakai "level setting screw"
(15) memusatkan gelembung udara pada alidade level.
b. Posisinya vertical circle dan diagram index horisontal hingga mencapai kedudukannya
yang baik, yaitu dengan posisi vertical circle pada skala 0, caranya dengan memakai

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


97

index level setting screw (18), yang memusatkan gelembung udara pada index level
bubble (17).

Setelah tahapan di atas dilakukan, alat dibidikan sehingga benang vertikal berhimpit
dengan garis tengah rambu dengan mengarahkan pembidikan pada "peep sight” dan mengatur
“swivel action screw”. Bila perlu, untuk mengarahkan pada batas
angka pada rambu untuk mendapatkan angka yang mudah diperhitungkan, dipakai "vertical
drive screw".
Pada posisi ''face left” akan terlihat benang-benang "zen curve" (Zc) di bawah
"horizontal crew” (Hc) ditengah dengan angka index vertikal (Iv) dan “distance curve" (Dc) di
bagian atas. Besaran sudut arah pembidikan terbaca pada bagian bawah lingkaran teropong.
Pada posisi "face right", benang yang terlihat hanya dua buah, yaitu Dc dan Hc dengan
tanda (2x) sebagai konstanta. Pada posisi ini besaran sudut pembidikan harus dicatat.

10.3.3. Perhitungan jarak dan beda tinggi

Jarak mendatar (D)


Pada posisi ”face left”, jarak mendatar adalah:
D = (Dc - Zc) x 100 meter/feets

Pada posisi “face right”, konstanta menjadi 2 x 100 meter dan karena tidak terdapat
index vertikal (iv) sebagai koreksi: kemiringan bidikan, maka sudut pembidikan
diperhitungkan. Jarak mendatar adalah :
D = (Dc - Zc) x 200 cos ϑ

Perbedaan tinggi (H)

Perbedaan tinggi yang dimaksud adalah beda tinggi antara tempat alat dan titik yang
dibidik. Oleh karena itu tinggi alat (I) harus diukur lebih dahulu dari dasar alat sampai ke garis
tengah telescope. Dalam perhitungan yang didapat langsung adalah beda tlnggi instrument
yaitu:
B = (Hc - Zc} x 100 x index vertikal (iv)
sedangkan beda tinggi sebenarnya adalah:
H=B + I – Zc

Pada posisi “face right” nilai B didapatkan dari besaran tangen sudut.
B = D (jarak) tg.

Catatan:

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


98

1. B dapat mempunyai harga negatif, tergantung posisi pembidikan (terlihat pada harga iv).
Harga ini diperhitungkan dalam mencari beda tinggl (H).
2. H mempunyai harga negatif bila daerah yang dibidik lebih rendah, dan positif bila lebih
tinggi.
3. Kemungkinan nilai iv terdapat 2 buah, dipilih salah satu, yaitu pada benang yang dipakai
untuk pembacaan Hc.

Gambar 10.3 Pembacaan dari dua posisi yang berbeda Face Left dan Face Right

Bab 11

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


99

Pemetaan Geologi

11.1. Peta geologi

Peta geologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai seluruh penyebaran
dan susunan dari lapisan–lapisan batuan dengan memakai warna atau simbol, sedangkan tanda-
tanda yang terlihat di dalamnya dapat memberikan pencerminan dalam tiga dimensi mengenai
susunan batuan di bawah permukaan. Nilai dari peta geologi, artinya hingga dimana peta
tersebut dapat digunakan, tergantung dari ketelitian pada waktu pengamatan di lapangan.
Didasarkan pada derajat ketelitiannya, peta geologi dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu:
l. Peta geologi pendahuluan (reconnaissance geologic map)
2. Peta geologi semi detail
3. Peta geologi detail

Jenis peta geologi yang dihasilkan akan tergantung dari tujuan pemetaan, umpamanya
untuk tujuan keilmuan, geologi ekonomi, geologi minyak, geologi teknik dan sebagainya. Peta-
peta tersebut walaupun dasarnya sama, tetapi tiap-tiap macam mengandung penekanan-
penekanan tertentu dari sifat-sifat yang diperlukan dalam tujuan masing-masing. Umpamanya
peta geologi untuk perminyakan akan lebih ditekankan pada sifat-sifat batuan sedimen dan
struktur, sedangkan peta geologi untuk geologi ekonomi akan lebih menekenkan sifat batuan
beku serta gejala-gejala yang diakibatkan disekitarnya dan sebagainya. Dengan perkataan lain,
seorang pemeta harus mengetahui apa yang harus dilakukannya, sesuai dengan yang telah
direncanakan.
Sebagai contoh, suatu pemetaan untuk lokasi bendungan (geologi teknik), yang
nantinya akan digunakan untuk ahli teknik sipil, tidak ada gunanya bila yang dikemukakan itu
hanya pernyataan-pernyataan tentang napal, geologi sejarah dan sebagainya, tanpa
menyinggung tentang sifat-sifat keteknikannya.

11.2. Tahapan pelaksanaan pemetaan geologi

Prosedur pemetaan geologi dapat dibagi dalam tiga tahap utama yaitu:
1. tahap perencanaan
2. pemetaan di lapangan
3. penyusunan laporan

11.2.1. Tahap perencanaan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


100

Tahap perencanaan ini meliputi kegiatan di kantor atau di studio dan perencanaan kerja
setelah berada di pangkalan (“base camp”). Perancanaan di studio meliputi:
a. pengumpulan data-data mengenai keadaan daerah (medan); laporan-laporan geologi yang
pernah ada dan data lainnya yang berhubungan dengan daerah yang akan dipetakan.
b. mencari peta topografi/potret udara untuk peta dasar.
c. membuat rencana: tenaga, perlengkapan, dan biaya.
d. menyusun program kerja dan jadwal.

Berhasil atau tidaknya pekerjaan lapangan nanti akan ditentukan oleh baik tidaknya
perencanaan ini. Selelah tiba di pangkalan yang telah direncanakan di studio, sebelum langsung
melakukan pemetaan. Dilakukan penyelidikan, pendahuluan (reconnaissance), yang tujuannya
adalah:
a. Untuk mengenal medan, jalan-jalan, nama-nama kampung, sungai, bukit-bukit dan
sebagainya. Termasuk juga membiasakan diri dan mempelajari adat istiadat
penduduk setempat. Di Indonesia, umumnya walaupun dapat memperlambat pekerjaan,
dalam hal ini mempunyai arti yang penting, dan jika tidak dilakukan, dapat
menyebabkan kesukaran kepada pemeta.
b. Untuk secara sepintas dapat mengetahui jenis-jenis litologi. Umpamanya mungkin sudah
dapat diperkirakan beberapa macam batuan dan bagaimana cara mengelompokannya.

Selelah itu baru membuat perencanaan mengenai lintasan-lintasan atau route-route


yang akan ditempuh, disesuaikan dengan jadwal waktu yang dibuat dalam program kerja
(perencanaan di studio). Peta dasar yang akan digunakan, selalu disiapkan lebih dari satu,
untuk di lapangan dan yang lain disimpan di pangkalan. Tiap hari pada sore atau malam
harinya supaya dibiasakan memindahkan hasil-hasil pengamatan hari itu, dari peta lapangan
ke peta yang di base camp. Tindakan ini dilakukan untuk menjaga agar jika peta
hilang atau peta lapangan sudah kotor dan tidak dapat dibaca lagi, masih ada peta yang
disimpan di pangkalan.

11.2.2. Tahap pemetaan di lapangan

Persiapan umum

a. Biasakan mulai bekerja di lapangan pagi-pagi dan kembali tidak terlalu sore. Pergi pagi-
pagi dapat menghindari hujan yang umumnya turun pada waktu siang di daerah tropis.
b. Membawa air yang cukup dan bekal makan siang.
c. Persoalan-persoalan geologi yang tidak dapat dibawa ke base camp, selalu harus
dipecahkan di lapangan.

Keberhasilan pekerjaan seorang geologist lebih banyak tergantung dari kemampuannya


memecahkan masalah di lapangan.

Pengamatan di lapangan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


101

Semua yang dapat dilihat, bagi pemeta mempunyai arti tertentu. Adalah kewajiban bagi
para pemeta untuk mencatat segala yang diamati, walaupun yang ada pada saat itu mungkin
tampaknya remeh, sebab siapa tahu di waktu yang akan dating, hal tersebut merupakan kunci
atau keterangan tambahan bagi hal-hal yang belum terpecahkan.
Ada 3 hal pokok yang harus direkam oleh para pemeta di dalam buku lapangannya,
yaitu:
a. Unsur-unsur struktur jurus dan kemiringan untuk struktur bidang (misalnya bidang lapisan,
sesar, kekar, foliasi dan lain-lain), serta arah dan penunjaman untuk struktur garis
(misalnya: sumbu microfold, gores garis, liniasi mineral dan lain-lain).
b. Deskripsi litologi: di lapangan harus diusahakan pada singkapan yang baik, serta
diharapkan dapat mewakili suatu satuan (cara deskripsi yang lengkap lihat Bab 3).
c. Membuat sketsa atau potret: mungkin keduanya perlu dilakukan, sebab dengan foto saja
ada kemungkinan gagal, dan pula sketsa dapat memperjelas hal-hal yang ingin ditonjolkan.

11.3. Pengeplotan pada peta dasar

Bagian paling penting dan harus dipetakan adalah batas-batas litologi dan struktur
geologi. Pemetaan geologi pada garis besarnya adalah menarik batas-batas pada peta antara
bermacam-macam batuan yang dikelompokkan menjadi satuan peta. Batas tersebut, yang
disebut batas litologi merupakan garis-garis lurus atau lengkung dalam peta yang akan
memisahkan satuan yang satu terhadap yang lainnya, bila satuan tersebut temyata mempunyai
sifat-sifat litologi yang berbeda.
Batas-batas litologi pada beberapa singkapan dapat jelas (pasti), diperkirakan, letaknya
tertutup pelapukan atau dapat juga diduga adanya batas. Tugas seorang ahli geologi sering kali
memetakan apa yang tidak ia lihat, jadi kebalikan tugas seorang
ahli topografi. Di Indonesia dan daerah tropis lainnya, batas antara litologi, bahkan pada suatu
singkapan yang segar, sukar didapat (tertutup lapisan pelapukan yang tebal atau vegetasi yang
lebat dan sebagainya). Walaupun ada, biasanya hanya dapat diikuti beberapa meter saja untuk
kemudian menghilang lagi di bawah lapisan penutup atau ditutupi endapan alluvial atau
endapan gunungapi muda.
Dengan demikian, tugas dari seorang pemeta geologi adalah memetakan apa-apa yang
tidak dengan jalan mempelajari singkapan-singkapan yang terbatas dan kemudian
menghubungkannya satu dengan lain.
Sebagai suatu pegangan, dalam mempelajari dan mencari batas-batas litologi, dapat
dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. Singkapan dan bongkahan
Kadang-kadang beruntung .kita mendapatkan suatu singkapan, dan dari singkapan tersebut
banyak yang dapat diceritakan. Tetapi kita harus hati-hati apakah singkapan itu pada
tempatnya (in situ) dan bukan merupakan bongkahan yang berpindah tempat.

b. Fungsi dari sungai


Terutama di daerah yang ditutupi oleh vegetasi yang lebat atau mempunyai lapisan penutup
(pelapukan) yang tebal satu-satunya kemungkinan untuk mendapatkan singkapan-

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


102

singkapan adalah di sungai-sungai yang menyayat dalam walaupun tebingnya tertutup,


kadang-kadang arus sungai itu akan memotong lapisan-lapisan batuan yang keras yang
menimbulkan terjadinya riam-riam atau “rapids”.

Pengamatan batu-batu guling di sungai

Mempelajari jenis-jenis dan penyebaran batu-batu guling pada suatu cabang sungai
sering kali membantu dalam pendugaan batas litologi. Sebagai contoh, bila kita
temukan 2 macam batu guling yang terdiri dari batu A dan B. Ini sudah menjelaskan bahwa
kedua batuan ini tersingkap di tempat-tempat yang tidak begitu jauh dari sana. Bila kita
ikuti ke hulu, batu guling itu akan menjadi lebih besar dan runcing, dan bila diikuti terus
mungkin hanya batu guling A saja yang kita jumpai. Ini menunjukkan bahwa kita telah
melampaui singkapan B dan juga batas batuan A dan B. Jadi kita bisa kembali dan
menyelidiki lebih teliti lagi.
Perubahan bentuk lembah juga dapat menunjukan perubahan jenis litologi:
batuan lemah - lembah melebar
batuan keras - sempit dan curam
c. Jika memperhatikan tempat-tempat yang pernah dicapai atau digali orarg, seringkali
banyak faedahnya. Banyak informasi yang akan kita dapat dari penggalian-penggalian
sumur, fondasi rumah, tiang dan lain-lain. Juga lubang-lubang yang digali binatang
(kelinci).
d. Perhatikan jurusnya, apakah kita berjalan searah atau tegak lurus jurus lapisan.
e. Soil (tanah pelapukan):
Tiap batuan umumnya akan memberikan basil pelapukan yang berlainan.
Contoh:
di daerah Luk Ulo : Tufa memberikan soil yang berwarna merah, andesit memberikan soil
yang berwarna coklat dan serpentinit memberikan soil yang berwarna merah-coklat.
Perubahan soli di permukaan dapat menunjukkan adanya perubahan formasi batuan di
bawahnya. Tetapi kita harus hati-hati bila berhadapan dengan topografi lereng yang curam.
f. Sumber-sumber air
Banyak sekali faedahnya karena kerap sekali menunjukan batas antara lapisan-lapisan yang
porous dan yang kedap air, selain itu dapat juga menunjukan adanya bidang patahan yang
kadang-kadang dapat diikuti beberapa jauh.

Batas-batas litologi dan tanda-tanda struktur merupakan gejala geologi yang paling
penting yang dipetakan dalam peta dasar. Karena kedua gejala geologi ini kita anggap sebagai
bidang-bidang yang teratur maka bentuknya dalam peta akan berupa garis-garis lurus atau
lengkung yang ditentukan oleh : bentuk topografi, jurus, dan kemiringan dari bidang-bidang
tersebut.
Bentuk dari garis atau batas tersebut di dalam peta dengan demikian akan memberikan
arti terhadap stratigrafi dan struktur dari daerah itu. Dengan perkataan lain, garis tersebut akan
menyatakan kepada kita : formasi mana yang di atas dan di bawah, dan kecuraman dari
kemiringan.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


103

Sangat dianjurkan, bahwa para pemeta hendaknya teliti dan hati-hati dalam menarik
batas ini. Karena suatu batas yang dibuat secara sembarangan akan menyebabkan interpretasi
yang salah terhadap peta tersebut. Untuk melukiskan batas-batas di dalam peta kita harus
memperhatikan hukum “V”·

11.4. Jenis Lintasan Geologi

Lintasan yang dapat kita ikuti di lapangan dapat bermacam-macam:

l. lintasan sungai (river traverse – river opname)


2. lintasan jalan (road traverse)
3. lintasan kompas (compass traverse), atau potong kompas.

Sebagian besar dari lintasan yang akan saudara lakukan merupakan lintasan sungai,
sebab di sungailah terdapat kebanyakan singkapan-singkapan. Untuk menentukan lokasi
titik pengamatan di lintasan-lintasan ini dapat ditempuh dua cara:
l. Dengan jalan orientasi, yaitu menyamakan keadaan topografi sekeliling titik pengamatan
dengan keadaan di dalam peta.
2. Mengukur dengan tali ukur dan kompas atau menghitung langkah sejak titik permulaan
sampai titik terakhir dari lintasan.

11.4.1. Lintasan sungai

Karena sungai-sungai sudah digambarkan dalam peta dasar, tidak usah diadakan
pengukuran kompas, cukup dengan memperhatikan dan mencatat belokan-belokan sungai yang
terpenting saja (misalnya berapa kali belok kanan dan belok kiri sesudah titik pengamatan
terakhir).
Lokasi titik itu didapatkan dengan jalan mengukur dengan mistar dalam peta sepanjang
garis sungai, dengan memperhitungkan berapa kali beloknya. Tetapi kadang-kadang ada hal-
hal yang kurang tepat (peta sudah tua dan sebagainya) sehingga perlu sekali dicek
kebenarannya. Terutama sekali kalau kita pergunakan peta yang dibesarkan. Kadang-kadang
cara yang kedua harus dilakukan jika sungai-sungai itu tertutup dalam hutan, sehingga tidak
mungkin untuk berorientasi. Tetapi sebaiknya dalam semua lintasan sungai
(river traverse) saudara menghitung langkah dari permulaan sebab saudara tidak selalu tahu
keadaan yang bagaimana yang akan dihadapi.

11.4.2. Lintasan jalan

Traverse yang dilakukan di jalan-jalan tidak berbeda dengan traverse di sungai, hanya
tentunya akan lebih mudah. Tetapi sebelumnya pemeta harus yakin bahwa jalan yang akan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


104

pemeta ikuti itu tergambar dalam peta dengan nyata dan jelas. Ada kalanya, malah seringkali
terjadi, bahwa jalan-jalan setapak ataupun jalan besar itu sudah pindah sehingga akan
mengacaukan pemeta. Lebih baik dicek dahulu dengan penduduk setempat, jika ternyata jalan
itu sudah berubah, maka terpaksa saudara harus melakukan "compass opname" seperti yang
dijelaskan di bawah ini.

11.4.3. Mengukur dengan tali ukur/langkah dan kompas

Lintasan lurus atau “potong kompas”

Istilah yang terakhir ini lazim digunakan dalam kalangan militer. Seperti lintasan-
lintasan lainya, traverse inipun harus direncanakan terlebih dahulu dengan teliti. Kita harus
yakin bahwa lokasi terakhir dari lintasan yang direncanakan mudah dikenal dan dicari di
lapangan. Sebaiknya direncanakan juga setibanya di lapangan dari titik mana pemeta akan
memulai traversenya.
Pemeta harus menghubungkan dua lokasi dalam peta, yang diantara kedua lokasi
tersebut pemeta akan mengadakan pengamatan. Garis dibuat dengan pinsil, dan azimuthnya
(terhadap utara) diukur dengan busur derajat. Dengan memutar-mutar kompas yang dipegang
pemeta pada perut (dengan vizier dibuka), diusahakan bahwa jarum utara menunjukkan
azimuth yang dikehendaki, sampai ketelitian satu derajat. Lalu ikutilah arah yang ditunjukkan
oleh vizier kompas itu tanpa menghindarkan apa yang ada dimuka.
Selelah berjalan beberapa puluh meter, prosedur di atas diulangi lagi, sehingga pemeta
akan tetap berada di haluan yang diinginkan. Pengukuran dengan tali atau perhitungan langkah
harus dilakukan. Semua singkapan-singkapan yang pemeta jumpai di depan atau kiri kanan
garis lintasan, hanya ditentukan dengan hitungan langkah, atau menarik tali ukur.
Catatan mengenai topografi lintasan perlu dilakukan, hal ini dapat membantu untuk
melokalisir titik pengamatan, misalnya:
- berapa kali naik gunung, dan
- berapa kali turun ke lembah.
Setibanya dekat lokasi yang dituju, harus dicek apakah terlalu ke kiri atau ke kanan dari
tilik yang dituju. Bahwasanya lintasan ini dapat dilakukan, ternyata dengan adanya istilah
"potong kompas" dalam ketentaraan. Traverse semacam ini dilakukan pada keadaan sungai-
sungai dan jalan-jalan tidak tergambar pada peta, atau tak ada sama sekali. Misalnya pemeta
akan datang ke puncak bukit dimana dengan jelas kelihatan dari jauh adanya singkapan, tetapi
hutan lebat berada diantara pemeta dan bukit tersebut. Maka inilah satu-satunya cara yang
paling aman untuk dipakai di hutan tersebut, dengan mengikuti prosedur di atas pemeta tak
akan tersesat.

Lintasan ini juga dipakai jika pemeta kehilangan orientasi sama sekali. Dengan
mengarahkan kompas ke unsur topografi yang memanjang, misalnya jalan, maka pemetaa akan
selamat, dan titik pengamatan terakhir akan dapat ditentukan kembali.

Pengukuran dengan tali kompas/rotan kompas

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


105

Metoda ini sama dengan yang disebut mengukur stratigrafi (MS). Selain dilakukan
untuk keadaan tersebut di atas juga dilakukan untuk membuat satu peta, profil secara
detail dari suatu singkapan yang menerus. Caranya adalah dengan mempergunakan tali ukur
(50 m, 25 m), dan kompas; jarak, azimuth dan lereng diukur, kemudian dilakukan koreksi-
koreksi seperlunya seperti yang dijelaskan dalam bab 9. Pengukuran di lapangan biasanya
mempergunakan 5 orang pembantu yaitu:

- 2 orang tukang rintis


- 1 orang tukang tali
- 1 orang “compass man”, dan
- 1 orang tukang patok.

Tukang tali dan tukang patok dapat merangkap sebagai tukang pembawa contoh
(sample man). Juru kompas atas perintah geologiawan memberi arah kepada tukang rintis yang
kemudian diikuti oleh tukang tali. Jika ujung tali sampai di titik pertama, maka ujung muka
dan belakang diberi patok di tiap patok diberi nomor urut dengan singkatan nama sungai atau
nama lintasan.
Contoh: S.K. 2 = Sungai Kelantan, patok no.2. Kemudia "compass man" mengukur
azimuth dan lereng. Sebaiknya untuk mengukur lereng, kompas di letakkan di atas tongkat
yang sama tingginya dengan tongkat yang dibawa oleh juru patok, dan diberi bendera merah
atau oranye, terutama jika dalam hutan lebat.
Juru patok maju lagi mengikuti perintis sampai ujung tali belakang sampai pada patok
yang dibuat di ujung muka, kemudian juru ukur memberitahukan untuk mematok.
Tali dibentangkan dari patok belakang sampai habis, kemudian ujung mukanya diberi patok.
Prosedur yang sama terus menerus dilakukan. Jika singkapan terdapat di antara 2 patok maka
geologiawan mencatat lokasi singkapan itu antara kedua patok tadi (contoh : antara patok S.K.
21 – S.K. 22) atau SK.21 jika tepat pada satu patok.

Variasi lain dari pengukuran cara ini adalah :


- dengan menggunakan dua perahu di sungai yang masing-masing memegang ujung tali, atau
- satu perahu dan satu orang mengambang dengan pelampung, masing-masing memegang
ujung tali.

11.5. Ketepatan metoda traverse

Jika peta dasar yang dipakai adalah 1 : 25.000, maka 1 mm di peta berarti 25 m di
lapangan. Menentukan, mengeplot, atau membedakan l.mm dalam peta adalah sukar. Ini berarti
bahwa setiap 35 langkah yang pemeta lakukan dilapangan berarti pemeta maju 1 mm dalam
peta. Jelas bahwa jika ada, singkapan-singkapan dalam jarak sampai 50 m, itu harus
di anggap satu singkapan saja.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


106

Pemeta harus ingat bahwa untuk mengeplot simbol jurus dan kemiringan saja
dibutuhkan ruangan kira-kira 10 x 5 mm. Jelas pula bahwa singkapan-singkapan yang berada
20 sampai 30 m di kanan kiri garis lintasan dapat dianggap berada di garis lintasan. (Tetapi
dalam buku catatan harus dinyatakan jarak-jarak singkapan yang demikian).
Jelaslah bahwa untuk pemetaan dengan memakai peta dasar skala 1 : 25.000 atau lebih
kecil lagi, metoda-metoda yang di atas tadi cukup tepat. Lain halnya dengan skala yang besar.

Bab 12
Eksplorasi Geokimia
(Prosedur penyontohan, analisa contoh dan interpretasi)

12.1 Penyontohan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


107

Dari sejumlah metoda penyontohan dalam eksplorasi geokimia, dalam penuntun ini
akan diberikan gambaran tentang dua metoda:
- Penyontohan sedimen sungai
- Penyontohan tanah

12.1.1 Penyontohan sedimen sungai

Penyontohan ini merupakan penyontohan pendahuluan dan bersifat regional, yang


bertujuan untuk mempersempit area pencontohan detil. Prinsip utamanya adalah melokalisasi
gejala mineralisasi yang ada dengan melacaknya melalui data kandungan unsur yang terbawa
secara fisik/mekanis dan kimiawi oleh aliran sungai, dimana dispresi mekanis lebih cenderung
diwakili oleh fraksi kasar, sedangkan fraksi halus cenderung mewakili dispresi kimiawi.
Pelaksanaannya dilakukan dengan selang (interval) tertentu dan pada titik temu antara dua
sungai atau antara sungai utama dengan anak sungai. Prosedur pengambilan contohnya dapat
dilakukan berbagai cara tergantung keperluannya :
- pencontohan mineral berat
- pencontohan konsentrat mineral berat dan sedimen sungai
- pencontohan fraksi halus dan sedimen sungai
- pencontohan beberapa fraksi lain selain terhalus dalam sedimen sungai

Pengambilan contoh :
a. Contoh diambil dari bagian sungai yang beraliran aktif (biasanya mendekati bagian
tengah), jika tidak mungkin, dapat dilakukan agak ke tepi tetapi perlu diperhatikan adanya
kemungkinan tercampur dengan guguran material dari tebing jika tebing sungainya curam.
b. Banyaknya contoh yang diambil tergantung prosedur penyontohannya, secara umum dari
penyontohannya, secara umum dari penyontohan fraksi terhalus sampai mineral berat
berkisar antara 50-100 gram sampal 1-20 kg.
c. Hindarkan terjadinya kontaminasi (hadirnya unsur/material asing yang dapat
mempengaruhi hasil analisa). Misalnya pada pengambilan contoh untuk analisa tembaga
(Cu), hindarkan penggunaan peralatan dari bahan tembaga (sekop, sendok, stepler dsb) atau
lokasi pengambilan contoh yang mungkin terjadi kontaminasi (dekat/di bawah jembatan,
rel kereta api dsb) karena dapat memberikan tambahan konsentrasi tembaga pada contoh.

12.1.2 Penyontohan tanah

Penyontohan tanah dilakukan di suatu daerah yang diketahui terdapat mineralisasi.


Biasanya dilakukan dengan sistem grid (kisi), yaitu antara 25-100 meter untuk survei tindak
lanjut dan antara 300-1500 meter untuk survei tinjau. Kerapatan kisi sebenarnya tergantung
pada keadaan geologi (topografi, ukuran dan bentuk urat, dsb), sehingga untuk daerah
yang mempunyai bentuk urat tidak homogen atau tidak menerus atau ukuran kecil, maka
diperlukan selang kisi yang lebih rapat.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


108

Pengambilan contoh sebaiknya dilakukan pada horizon B, dimana terjadi akumulasi


maksimum dari unsur akibat dispersi sekunder (gambar VI.1). Horison B, dimana terjadi
akumulasi maksimum dari unsur akibat dispersi sekunder (gambar VI.1). Horison B ini dapat
dikenali dari kenampakan fisik yang secara umum berwarna coklat kemerahan,
tidak/sedikit tercampur komponen organik (akar tumbuhan), kondisi tanahnya liat, dan belum
dijumpai adanya fragmen-fragmen batuan asal. Kedalaman horison B bervariasi tiap daerah
tergantung tingkat pelapukan, peranan air permukaan & air tanah serta sudut lereng.

Pengambilan contoh tanah :


a. Contoh sebaiknya diambil dari horison tanah B dimana untuk daerah Karangsambung
kedalamannya sekitar 30 cm.
b. Usahakan selalu konsisten mengambil contoh di horison yarng sama (misalnya horison B)
walaupun kedalaman berbeda, karena pengambilan contoh dari horison yang berbeda akan
memberikan pola penyebaran unsur yang berbeda yang akan memberikan pola penyebaran
unsur yang berbeda yang akan mempengaruhi penafsiran kita.
c. Banyaknya contoh yang diambil sekitar 200 gram
d. Contoh kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari
e. Hindarkan terjadinya kontaminasi

Catatan : Untuk analisa Hg sebaiknya contoh tidak dikeringkan dengan pemanasan (dijemur),
proses pengeringannya dilakukan dengan dianginkan di dala m ruang beratap.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


109

Gambar 12.1 Penampang ideal pelapukan batuan

12.2 Analisa Kimia

Analisa contoh tanah dilakukan dengan metoda kolorimetri (pembandingan warna yang
mencerminjan kandungan unsur) untuk unsur Cu (juga unsur Pb dan Zn, bila memungkinkan).

12.2.1 Penyiapan contoh

Contoh tanah dari lapangan dikeringkan dibawah sinar matahari atau oven. Setelah
kering, saring dengan saringan berukuran -80 mesh (dapat digunakan kain nilon) sejumlah
kira-kira l gram.

12.2.2 Pembuatan Larutan Buffer Cu

- Larutkan 4.00 gram Sodium Asetat (NaCaH3O2.3H2O), 100 gram Sodium Tartrat
(Na2C2H4O6.2H2O) dan 20 gram Hidroksilamin Hidrokholida (NH2OH.HCl) dalam 1 liter
air bebas logam. Alur pH larutan antara 6-7 dengan menambahkan HCl atau NaOH. periksa
dengan kertas pH.
- Periksalah apakah larutan ini mengandung Cu atau tidak, dengan biquinoline. Bila
berwarna merah/kemerahan berarti masih ada kandungan Cu. Untuk menetralisir
kandungan Cu, tambahkan lagi sejumlah larutan 2.2-biquinoline sehingga diperoleh larutan
bebas Cu yang tidak berwarna.

12.2.3 Pembuatan Larutan Standar Cu

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


110

- Timbang 0.200 gram CuSO4.2H2O dan larutkan dalam 500 ml. HCl 0,10 M untuk
memperoleh larutan standard Cu 100 mgr/ml. Dengan pengeceran dapat kita peroleh
larutan standard Cu dengan kosentrasi yang lebih rendah, misalnya menjadi l0 mgr/ml dan
l mgr/ml.
- Pipetkan 0.0 ml., 0.8 ml.. 1,6 ml.. 2,4 ml., dst (sesuai keperluan) dalam tabung reaksi yang
berbeda-beda unluk mendapatkan suatu seri larutan standard dengan kosentrasi yang
bervariasi.
- Dalam tiap tabung reaksi tadi tambahkan 8 ml larutan buffer Cu dan 2 ml. 2.2-biquinoline,
kocok masing-masing tabung selama 15-30 detik untuk memperoleh warna yang
mencerminkan kosentrasi Cu yang ada.
- Simpan seri larutan standard ini hanya tahan disimpan maksimal selama satu bulan.

12.2.4 Pembuatan Larutan contoh

l. Contoh yang sudah halus ditimbang, 0.1 gram gunakan sendok kimia yang sudah
ditentukan ukurannya, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi (yang sudah diberi
tanda batas volume 10 ml).
2. Tambahkan (dengan sendok kimia) 0.5 gram bubuk K2S2O kemudian aduk dengan batang
pengaduk sampai tercampur baik (homogen).
3. Panaskan di atas api sampai campuran meleleh homogen. Pada saat memanaskan. usahakan
selalu memutar tabung reaksi agar pemanasan merata dan untuk menghindari pecahnya
tabung reaksi.
4. Bila campuran sudah meleleh semua, diinginkan tabung beberapa saat, lalu tambahkan 3
ml Hcl 3 M, kemudian masukkan ke dalam pemanas air selama 0.5 jam supaya
terjadi reaksi sempurna.
5. Setelah 0.5 jam, keluarkan tabung reaksi dari pemanas air, encerkan dengan menambah air
(aquadest) sampai 10 ml (sesuai batas tanda pada tabung reaksi).
6. Tentukan kadar Cu (atau Pb, atau Zn).

12.2.5 Penentuan kadar Cu

1. Pipet 2 ml larutan contoh dan masukan dalam tabung reaksi lain (yang sudah diberi tanda
nomor contoh).
2. Tambahkan 8 ml larutan buffer Cu.
3. Tambahkan juga larutan 2 ml larutan 2.2-biquinoline.
4. Tutup tabung dengan gabus (atau karet), dan kocok kuat-kuat selama 15-30 detik.
5. Perhatikan perubahan warna pada larutan tersebut, dan tentukan kadar unsur pada contoh
kita sesuai kesamaan warna dengan larutan standar.
6. Hitung kadar Cu.
Perhitungan K = (V x Y) / (B x Z), dimana :
K = kadar unsur dalam contoh (ppm)
V = Volume larutan setelah diencerkan (=10 ml)
Y = kosentrasi unsur pada larutan standar yang memberikan kesamaan warna dengan

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


111

larutan contoh (microgram/ ml)


Z = volume larutan contoh (= 2 ml)
B = berat contoh yang ditimbang (=0.1 gram)
Sehingga diperoleh : K = (10 x Y) / (0.1 x 2)
= 50.Y ppm

12.3 Interpretasi Data

12.3.1 Penentuan Harga Ambang

Interpretasi data dalam eksplorasi geokimia pada prinsipnya adalah untuk mengetahui
harga latar-belakang dan harga ambang unsur tertentu di suatu daerah untuk dapat melokalisasi
secara jelas dimana dijumpai adanya anomali geokimia.

Latar-belakang ialah kandungan normal suatu unsur dalam material bumi di suatu tertentu
yang tidak terpengaruh adanya mineralisasi.

Harga Ambang adalah batas antara harga latar-belakang dan harga anomali (anomali ialah
suatu penyimpangan dari normal)

Anomali geokimia adalah kandungan unsure diatas harga ambang yang diharapkan mempunyai
hubungan dengan tubuh bijih.

Penentuan harga latar belakang, harga ambang dan harga anomali didekati dengan
perhitungan statistik. Mengingat bahwa harga ambang merupakan antara latar-belakang dan
anomali, maka perhitungan sering ditujukan untuk mencari harga ambang ialah dengan cara
menentukan harga rata-rata populasi ditambah 2 atau 3 kali harga simpangan baku yang sering
digunakan ialah x=2s, atau 2.5% harga teratas).
Suatu populasi seringkali terdiri atas lebih dari satu kelompok. Misalkan suatu populasi
terdiri dari 2 kelompok: kelompok latar-belakang dan anomali, maka untuk menentukan harga
ambangnya diambil 2.5% harga teratas dari kelompok latar-belakang setelah dilakukan
pemisahan dengan grafik probabilitas.

Prosedur pemisahan :
1. Ubah data menjadi logaritma bila perlu.
2. Kelompokkan menjadi 10-20 kelas, dengan jumlah paling sedikit 5 contoh dalam setiap
kelas.
3. Hitung persen kumulatif, dimulai dari kosentrasi tinggi sampai kosentrasi terendah pada
harga 100%.
4. Plot persen kumulatif vs batas bawah kelas pada kertas probabilitas dan gambarkan suatu
kurva melalui titik yang diplotkan.
5. Jika plot data berbentuk “s” tentukan titik beloknya (Gambar Vl.l). Pada gambar ini
didapatkan harga titik belok pada 16 %. Titik belok ini merupakan batas dua kelompok
kelompok latar-belakang dan kelompok anomali).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


112

6. Untuk kelompok anomaly, hilung P(A) = P(1)/f(A), dengan P(l) = salah satu (sembarang)
titik pada kurva kelompok anomali, dan f(A) = proposi contoh yang termasuk kelompok
anomali (16 % = 16/100).
7. Plot titik baru, P(A) dari hasil hitungan tahap 6 di atas dan dilanjutkan perhitungan dengan
mengambil titik semarang lainnya pada kurva kelompok anomali sampai diperoleh
sejumlah titik yang dapat dihubungkan membentuk suatu garis lurus. Garis yang didapat
tersebut merupakan garis yang mewakili populasi kelompok anomali.
8. Hitung dengan cara seperti tahap 6 kelompok latar-belakang dan gunakan rumus P(B) =
P(2) -x / f(b), dengan P(2) adalah sembarang titik pada kurva kelompok latar-belakang; x
= jumlah proporsi kelompok anomali (16%); dan f(b) proporsi contoh kelompok latar-
belakang {(l00-16% =84%) = 84 / 100}.
9. Plot titik baru, P(B), dan lanjutkan perhitungan seperti tahap 8 untuk titik lain pada kurva
kelompok latar-belakang unluk mendapatkan sejumlah titik P(B), kemudian tarik garis
yang menghubungkan titik-titik P(B) tersebut sehingga didapat garis lurus populasi
kelompok latar-belakang.
10. Untuk menentukan harga ambang, tarik garis vertikal dari 2,5% frekuensi kumulalif sampai
memotong kurva kelompok latar-belakang. Baca konsentrasi kandungan unsurnya,
misalnya pada contoh adalah log 1,78 (ppm), maka harga ambang yang diperoleh adalah
log 1,78 ppm atau 60 ppm.

12.3.2 Presentasi Data

Lokasi anomali geokimia perlu digambarkan pada peta pengambilan contoh tanah.
Cantumkan harga kandungan unsur (hasil analisa) pada titik pengambilan contoh pada peta dan
buatlah kontur kandungan unsur dengan interval tertentu yang dapat memperlihatkan pola
distribusinya (misalkan 10, 50, 100 atau 200 ppm).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


113

Gambar 12.2 Pemisahan kelompok anomaly dan latar-belakang dengan kurva probabilitas

Kemudian diantara kontur tersebut gambarkan pula kontur harga ambang yang
harganya didapat dari perhitungan statistik, untuk dapat mengetahui daerah dengan kandungan
unsur yang anomali (daerah dengan kandungan unsur diatas kontor harga
ambang). Beri tanda daerah anomali tersebut (dengan diarsir atau diberi warna berbeda), agar
terlihat dengan jelas daerah anomali dibandingkan daerah latar-belakang. Buatlah penampang
kandungan unsur yang melintasi daerah anomali tersebut sehingga jelas terlihat kandungan
unsur yang bersifat latar-belakang, ambang dan anomali. Lengkapi peta anomali geokimia ini
dengan interpretasi yang berhubungan dengan kondisi setempat (geologi, topografi, dsb).

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


114

Bab 13
Menyusun Laporan

13.1 Pendahuluan

Menyusun suatu laporan pekerjaan, seperti misalnya pemetaan geologi, sebenarnya


merupakan mata rantai terakhir dari suatu kegiatan yang mendahuluinya yaitu pemetaan
geologi itu sendiri. Maka dari itu sangat diperlukan pengetahuan yang baik mengenai
pekerjaannya itu sendiri sebelum menulis suatu laporan.
Pemetaan geologi dan laporannya memerlukan :
- kejelasan tujuan dan perumusan pemetaan geologi kejelasan akan pemilihan dan
pendekatan pemecahan masalah, metodanya, dan landasan teorinya.
- kejelasan akan pembatas terhadap pekerjaan yang dilakukan.
- memahami proses pengolahan data menuju tujuan pemetaan geologi.
- kemampan menyimpulkan dan menyarikan hasil pemetaan geologi.
Menulis laporan pemetaan geologi, seperti halnya menulis laporan yang lain. Tidak
mungkin dapat dibuat sekali jadi, meskipun telah dipahami hal-hal tersebut di atas. Menulis
laporan selalu melalui proses yang berulang-ulang unluk memantapkan struktur pikir, bahan
dan bahasa: di skemakan - ditulis - dibaca - diubah dan ditulis lagi - dan seterusnya.
Menulis laporan adalah mengulang tulis.

13.2 Susunan laporan pemetaan geologi

Laporan pemetaan geologi, sesuai dengan tujuannya, akan terdiri dari pokok-pokok
sebagai berikut :
Kata Pengantar
Intisari
Daftar Isi
Daftar gambar
Daftar foto
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Geomorfologi
Bab 3 Stratigrafi
Bab 4 Struktur Geologi
Bab 5 Sejarah Geologi
Bab 6 Geologi terpakai
(Mineral Energi, Bahan Galian, Geologi Teknik,
Geohidrologi, Geologi Tata Lingkungan dan lainnya
Bab 7 Kesimpulan/Ringkasan dan Saran
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


115

Catatan
Judul untuk Bab 6 tidak selalu tertulis Geologi Terpakai melainkan disesuaikan dengan topic
yang akan dibahas.

13.3 Penjelasan

Hal-hal utama yang perlu diuraikan dalam masing-masing bab adalah sebagai yang
dijelaskan di bawah ini. Tetapi perlu diingatkan bahwa ini bukanlah hal yang mutlak. Kreasi
penulis dapat mewarnai laporan yang dibuatnya.

13.3.1 Kata Pengantar

Biasanya mengandung faktor yang minimal diperlukan untuk membangkitkan


perhatian pembaca, berisi antara lain :
1. landasan yang dilakukan dalam pemetaan dan penyusunan laporan, untuk apa dan atas
permintaan siapa;
2. identifikasi masalah;
3. ruang lingkup dan batas-batas masalah, dimana dan bagaimana memperoleh informasinya
atau bagaimana pemetaan geologi dilakukan:
4. waktu pengerjaan pemetaan, hal-hal yang mendukung dan yang menghambat pelaksanaan
pemetaan :
5. ucapan terima kasih kepada mereka yang telah membantu pelaksanaan pemetaan:
6. harapan tentang manfaat hal yang laporan.

Kata pengantar diakhiri dengan tempat dan tanggal penulisan nama dan tanda tangan penulis
laporan.

13.3.2 Intisari

Merupakan bagian dari tulisan yang menyampaikan suatu informasi singkat dari laporan tetapi
tidak sesingkat abstrak. Sifat intisari berdiri sendiri, mengandung informasi yang khas,
kuantitatif. Terdiri paling panjang 200-400 kata.

13.3.3 Daftar Isi

Memuat rekapitulasi dari semua judul-judul penting dalam laporan dan lampiran-lampirannya.

13.3.4 Pendahuluan

1. latar belakang pemetaan geologi


2. topik dan masalah yang diteliti, maksud dan tujuannya
3. batas-batas wilayah pemetaan, geografi, aksessibiltas
4. kerangka teoritis, metoda pemetaan dan analisa
5. susunan dan sistematika pembahasan

13.3.5 Geomorfologi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


116

Mengulas bentang alam dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti litologi, struktur,
proses-proses geologi. Hal-hal yang dibahas antara lain:

1. Fisiografi regional
2. Geografi fisik (gunung, elevasi, sungai, kota/desa, jalan, dsb)
3. Satuan-satuan morfologi:
Daerah pegunungan:
- klasifikasi
- geometri perbukitan
- geometri sungai
- lainnya (kaitannya morfologi dengan batuan dan struktur geologi dan proses geologi)

Dataran :
- klasifikasi
- geometri
- lain-lain kaitan morfologi dengan batuan dan struktur geologi dan proses geologi

4. Kesimpulan geomorfologi

Disertai sketsa geomorfologi, foto-foto, dilampiri peta analisa morfologi dan peta satuan
morfologi.

13.3.6 Stratigrafi

Menjelaskan berbagai jenis batuan dan satuan-satuannya, formasi, berupa tabel, hubungan satu
sama lainnya, proses pembentukannya, lingkungan pengendapan, waktu (geologi)
pembentukannya.

1. Gambaran umum mengenai stratigrafi regional


2. Gambaran detail stratigrafi likal
- Jenis-jenis batuan yang ada
- Satuan-satuan atau formasi
- Penyebaran dan morfologinya
- Tebal satuan (rata-rata, maximum, minimum)
- Struktur-struktur sedimen
- Tafsiran lingkungan pengendapan
- Umur satuan atau formasi
- Hubungan satuan satu dengan lain (selaras, tidak selaras, bersudut, non conformit,
disconformity, dsb)

Disertai kolom stratigrafi dan tafsiran kedalam atau lingkungan pengendapan. Foto-foto
lapangan, sketsa, foto, fosil, bagan penentuan umur dsb.

13.3.7 Struktur geologi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


117

Menjelaskan keadaan dan peta struktur geologi daerah pemetaan, tafsiran akan
mekanisme gaya tektonik, waktu dan urutan-urutan kejadiannya.
1. Gambaran struktur geologi regional
2. Gambaran struktur geologi detail
- unsur-unsur struktur dan penyebarannya.
- bukti-bukti lapangan yang memperkuat adanya struktur geologi tersebut.
- penafsiran waktu pembentukannya dan urutan-urutan kejadiannya.
- penafsiran mekanisme pembentukannya.

Disertai sketsa-sketsa struktur geologi, foto-foto dilampiri peta strukur geologi.

13.3.8 Sejarah geologi

Pada hakekatnya merupakan kesimpulan atau sintesa dari seluruh pembahasan


sebelumnya. Bermaksud memberi rekonstruksi akan kejadian-kejadian geologi secara
kronologis dalam ruang dan waktu geologi. Sejarah geologi dibahas menurut urut-urutan waktu
dari yang tertua ke yang paling muda, disusun secara naratif.
Pembahasan dari setiap jaman meliputi :
1. proses sedimentasi yang bagaimana, dimana, dan membentuk apa
2. proses tektonik apa yang mengikutinya, kapan, dan apa akibatnya
3. proses geologi muda apa, bagaimana yang selanjutnya, kapan, dan apa bentuknya

Dapat disertai diagram, penampang geologi, atau diagram blok.

13.3.9 Daftar Pustaka

Merupakan daftar dari buku dan atau majalah yang digunakan sebagai referensi dalam
pemetaan lapangan, laboratorium, penyusunan laporan. Hal-hal yang perlu diketahui dalam
menyusun Daftar Pustaka antara lain :
1. dlsusun menurut abjad dari atas ke bawah
2. mencakup unsur-unsur (bagi buku): nama pengarang, tahun penerbitan, judul buku,
penerbit, jumlah halaman.

Contoh:
Van Bemmelen, 1949, The Geology of Indonesia, VoL I A, General Geology of Indonesia,
Government Printing Office, The Hague, 732 hal.

13.4 Lampiran

Laporan perlu dilampiri dengan :

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


118

catatan harian
daftar-daftar data dan analisa (batuan, fosil, mineral dsb.)
peta satuan morfologi
peta lokasi singkapan dan lintasan
peta geologi dan penampang
diagram blok
foto-foto (yang tidak tennasuk di dalam teks laporan).

PUSTAKA

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


119

Bates, D. E. B. & J .F. Kirkaldy, 1979, Field Geologv in Colour, Blanford Colour Series,
Blanford Press 215 hal.

Compton, R. R., 1985. Geology in the Field, John Wiley & Sons, 398 hal.

Lahee, F. H., l 952, Field Geology, McGraw-Hill. 883 hal.

Mc Clay. K., 1987, The Mapping of Geological Structures Geol. Soc. London Handbook, John
Wiley & Sons, 162 hal.

Ragan, D. M., 1979, Structural Geology, an Introduction to Geometrical Techniques, John


Wiley & Sons, 208 hal.

Thorpe, R & G. Brown, The field Description of Igneous Rocks, Geol. Soc. London
Handbook, John Wiley & Sons, 154 hal.

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


120

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


121

BAGAN “CHECK LIST” UNTUK KEGIATAN OBSERVASI DI LAPANGAN

LOKASI TABEL DESKRIPSI TEKSTUR


Tanggal BATUAN BEKU & METAMORFIK
Lantasan
(Sungai, jalan, dsb) SIFAT Batuan Beku/Metamorfik
UNTUK DI Batuan Metamorfik
No. Lokasi DESKRIPSI
(kode lintasan + nomer) Warna Segar, Lapuk, Index warna
Ket. Lokasi Besar butir Afanitik
(geografi & posisi) Fanerik
Bentuk butir Bahedral – Panidiomorfik
Hub. antar Subhedral – Hipidiomorfik
butir/
SINGKAPAN Kemas Anhedral -- Alotriomofik
Lepidoblastik
Keadaan Fisik Singkapan Nematoblastik
(Jenis, variasi & hub. antar Batuan) Homogenitas Ekigranular Granoblastik
Jurus & Kemiringan Porfiritik
(Lapisan, Foliasi, Intrusi) Foliasi Slaty
Gejala Struktur Geologi Tekstur Aliran Schistose
(Kontak, Kekar, Sesar, Lipatan) karakteristik Diabasik Gneissose
Vesikuler
Komp.mineral mineral utama, Karakteristik
Struktur Sedimen
PEMERIAN DETAIL Variasi Lapisan
Tekstur & Nama Batas Lapisan
Batuan Struktur Aliran
Struktur Primer Kekar

TABEL DESKRIPSI TEKSTUR BATUAN SEDIMEN


SIFAT
Bentuk Butir

Min. Sedikit
Semen/Mx.

Kekompaka
Pemilahan
Campuran

Besar Butir
Porositas
Fragmen

UNTUK DI
Kemas
Warna

DESKRIPSI
Kontak
Kekar BATUAN
Sesar Breksi
Lipatan Konglomerat
Belahan Tufa
Foliasi Batupasir
Lineasi Batulanau
Serpih
Batulempung
DOKUMENTASI
Napal
Tanggal
Bt. Gamping
Catatan Lapangan Kls.
Sampel Batuan Dolomit
(no. lokasi, daerah, Batubara
keperluan) Rijang
Foto singkapan

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


122

DIAGRAM PERSENTASI UNTUK ESTIMASI KOMPOSISI VOLUME

Untuk mendapatkan persentasi berat, kalikan tiap persentasi volume dengan densitas mineral
dan perhitungkan hasilnya untuk jumlah 100

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


123

PENYINGKATAN KATA DALAM DESKRIPSI

Batuan Tekstur
Batuan = btn besar butir = bs. br.
lempung = lp berbutir sangat kasar = br. s. k.
batulempung = blp berbutir kasar = br. k.
serpih = sh berbutir sedang = br. s.
lanau = la berbutir halus = br. h.
batulanau = bln berbutir sangat halus = br. s. h.
pasir = ps pemilah = p’lah.
batupasir = bps terpilah baik = p’lah baik
kerikil = kr terpilah buruk = p’lah brk
konglomerat = kongl berbutir bundar = bndr
breksi = bx berbutir bundar tanggung = bndr. Tg.
evaporit = evap berbutir bersudut tanggung = bsdt. Tg.
gips = gips berbutir bersudut = bsdt.
anhidrit = anh lempungan = lpgn.
batugaram = bgr pasiran = psrn.
batubara = bbr sukrosik = sukr.
rijang = rij kristalin = xtalin.
gamping = gp mikrosukrosik = miksukr.
dolomite = dol subkristalin = sub-xtalin.
kalkarenit = kalkrt butiran = butrn.
batuan beku = btn bek berkerangka = kerangk.
bat. metamorf = btn met fragmen = frag.
litografik = litogr.
sublitografik = sublitogr.

Komponen mineral Warna


kuarsa = kwr. putih = put
kuarsaan = kwr-n hitam = hit
kuarsitan = kwsitn kelabu = kel
besian = bsn. coklat = cok
gampingan = gpn. kuning = kun
feldspar = felsp. merah = mer
glaukomit = glauk. biru = bir
mika = mika hijau = hij
pirit = prt. terang = terg
fosil = fos. gelap = glp
foraminifera = foram. kelabu gelap = ke. glp
bentonik = bent. beraneka warna = anek. war.
planktonik = plank. >>>
silica = silk. tersebar = terseb.
montmorilonit = mont. tak beraturan = tk. Beratur.
kaolinit = kaol. kompak = komp.
illite = ill. masif = msf.
kongkresi = kongkr. padat = pdt.
fosfat = phos. keras = krs.
sulfat = sulf. lunak = lnk.
panggang = gng. dapat diremas = ddrms.
koral = krl. lepas-lepas = lps2.
ortoklas = ort. stilolit = stilo.
plagioklas = plag. retak-retak = rtk-rtk.
karbonan = karb-n berjalur = bjl.
zat = zat berlaminasi = lam.
oolit = ool. amorf = amorf
bitumina = bitum.>>> pegas = pgs

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


124

SIMBOL LITOLOGI UMUM UNTUK


KOLOM STRATIGRAFI DAN PENAMPANG

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


125

SIMBOL UMUM UNTUK PETA GEOLOGI

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


126

Simbol geomorfologi yang berhubungan dengan struktur geologi

STRUKTUR GEOLOGI BENTUK BENTANG ALAM SIMBOL


GEOMORFOLOGI
1. Lapisan Horisontal • Plateau

• Hogback
• Cuesta
2. Lapisan Miring
• Gawir (scarp) tidak terjal
• Gawir (scarp) terjal

• Sumbu antiklin (tafsiran)


• Sumbu sinklin (tafsiran)
• Lembah antiklin
3. Lipatan
• Pegunungan antiklin
• Lembah sinklin
• Pegunungan sinklin

• Garis sesar (tafsiran)


• Gawir sesar
4. Sesar
• Faset segitiga
• Faset trapezoid

5. Kekar • Kekar (terpetakan)

• Bidang ketidakselarasan
6. Lain-lain (ditafsirkan)
• Batas intrusi

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


127

PROSES BENTUK BENTANG SIMBOL


ALAM GEOMORFOLOGI

1. Erosi ke hulu

• Riil (dalam 50 cm,


lebar 50 cm)
• Gully (dalam 50-100
cm, lebar 50-500 cm)
2. Erosi alur • Ravine (dalam 150
cm, lebar 500 cm)
• Sungai “intermitten”
(a)
• Sungai permanen (b)
- Runtuhan
- Gelinciran (mendatar,
3. Longsoran avalanche, slide, dst.)
- Aliran
- Amblesan
4. Kikisan (sungai, pantai,
------------------------------
danau)

5. Gua ------------------------------

• Front tambang (logam


Cu)
• Front galian batuan
6. Penggalian/penambangan
(quarry)
• Lubang galian tanah
(borrow pit)

- Timbunan tanah/batu
7. Timbunan (urugan)
- Timbunan sampah

• Lubang trowongan
(tunnel)
8. Trowongan
• Jalur trowongan
• Shaft

- Terumbu karang
9. Endapan - Pasir pantai
- Gosong pasir

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


128

Simbol geomorfologi sungai/danau/rawa

JENIS BENTUK BENTANG SIMBOL


ALAM GEOMORFOLOGI
• Intermitten
• Permanan
1. Alur sungai
• Sungai bawah
permukaan

- Gosong (point bars)


2. Endapan Sungai - Tanggul alam (natural
levess)

• Erosi ke hulu
• Erosi Rill
3. Erosi • Erosi Gully
• Erosi Ravine
• Erosi tepi sungai

4. Rawa - Rawa

- Danau
5. Danau
- Dana Ox-bow

6. Air terjun - Air terjun (water falls)

7. Percepatan - Percepatan (rapids)

- Gawir teras
8. Teras
- Bekas sungai lama

- Mata air
- Ponor (sungai masuk ke
9. Mata air dalam gua karst)
- Volcus (mata air/sungai
ke luar dari gua karst)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


129

- Kipas alluvial (aktif)


10. Kipas aluvial
- Kipas alluvial (pasif)

Lain-lain simbol peta geomorfologi

1. Karst Lapies
Uvala
Dolina
Sungai bawah tanah

2. Arah pemandangan
3. Arah tipuan angin
utama
4. Arah gelombang
(laut/danau)
5. Arah kemiringan
lereng
6. Jalan besar

7. Jalan seyapak

8. Jembatan

9. Bendung (weir)

10. Bendungan (dam)


dengan reservoir

11. Check dam

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


130

Tabel Koreksi Kemiringan pada Penampang

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


131

Kesebandingan antara Satuan Metrik dengan Satuan Umum Inggris.

1 m = 1000 mm; 100 cm; 10 dm; 0.1 dkm; 0.01 hm; 0.001 km
1 km = 1000 m; 0.621 mi; 3281 ft
1 m = 39.37 in; 3.281 ft; 1.094 yd; 0.000624 ml
1 cm = 10 mm; 0,394 in.
1 in = 2.54 cm; 25.4 mm; 0.0833 ft; 0.02778 yd
1 ft = 0.3048 m; 12 in; 0.061 rods; 1/6 fathom; 0.0001894 mi
1 yd = 0.9144 m; 3 ft; 0.1818 rods; 0.0005682 mi
1 rod = 5.0292 m; 198 in; 16.5 ft; 5.5 yd
1 mi. = 1609 m; 1.609 km; 5280 ft; 1760 yd; 320 rods
1 international nautical mile = 0.999 U.S. nautical mile; 1.151 mi; 18352 m
1 km2 = 100 hektar; 247.1 acre; 0.386 mi2
1 hektar = 10,000 m2; 2.471 acre; 11,960 yd2
1 m2 = 10.76 ft2; 1.196 yd2
1 mi2 = 259 hektar, 2.59 km2; 640 acre
1 acre = 4048 m2; 0.405 hektar; 43,560 ft2; 4840 yd2
1 ft2 = 929.0 cm2; 144 in2
1 liter = 1 dm3; 1000 cc; 61.02 in3; 1.057 liq quarts; 0.264 galon
1 m3 = 1000 liter; 1.308 yd3; 35.32 ft3; 264.2 galon
1 ft3 = 7.481 gal; 28.3 liter; 0.0283 m3; 0.0370 cu yd
1 acre ft = 1233 m3; 43,560 ft3
1 U.S liqounce = 29.57 cc; 1.805 in3
1 U.S liq quart = 0.964 liter ; 57.75 in3; 0.833 British quart
1 U.S gallon = 3.785 liter; 231 in3; 0.833 British gal; 0.0238 bbl pet
1 kilogram = 1000 gr; 2.205 lb
1 gram = 0.035 ounce; 15.43 grains
1 ton metric (megagram) = 1000 kilogram; 2205 lb; 1.102 net ton; 0.984 gross tin
1 lb avoir = 453.6 gram; 7000 grains; _6 02; 1.215 lb troy
1 ounce (avoir) = 437.5 grains; 28.35 gram
1 ton, net = 0.907 metric ton; 2000 lb avoir; 0.893 gross ton
(OF =5/9 OC; T OF = (T OC * 9/5) + 32; T OC = (T OF – 32) * 5/9)

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


132

PERLENGKAPAN UNTUK PEKERJAAN LAPANGAN

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


133

Adhesive tape
Alat uji kekerasan mineral
Altimeter
Binoculars
Botol minum
Buku Catatan Lapangan
Busur derajat
Cairan kimia (HCl, dll.)
Cangkul / Sekop
Foto udara dan indeksnya
Jam tangan
Jarum
Jas hujan
Kalkulator saku
Kamera, Tripod, Film, dll
Kantong peta dan foto udara
Kantong sampel
Karet penghapus
Klip board
Komparator besar butir
Komaps geologi
Kotak pensil
Literatur dan buku penunjang
Lup (hand loupe)
Meteran gulung
Pahat
Palu geologi
Pelindung kaki (gater)
Pena tulis; tinta
Penggaris
Penggaris segitiga
Pensil untuk kaca/foto udara
Pensil warna
Pensil; HB – 2H
Perlengkapan P3K
Peta dasar; topografi, lintasan
Pisau lipat
Sarung tangan
Senter; batere cadangan
Sepatu lapangan; kaos kaki cadangan
Stereoskop
Tas lapangan
Tempat makanan
Topi lapangan

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


134

TABEL KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK

Ukuran Klastika Piroklastik Endapan piroklastik


Non-konsolidasi: Konsolidasi:
Tefra Batuan piroklastik
Blok, Bom Aglomerat, Aglomerat,
Lapisan blok/bom Breksi Piroklastik
atau
64 mm Blok/bom tefra
Lapili Lapisan Lapili Batuan Lapili
Atau
Tefra Lapili
2 mm Butiran debu kasar Debu kasar Tuff Kasar
1/16 mm Butiran debu halus Debu Halus Tuff Halus

TABEL PENAMAAN UNTUK BATUAN CAMPURAN PIROKLASTIK-EPIKLASTIK


(SCHMID, 1981)

Piroklastik Tufit Epiklastik Rata-rata besaran


(Campuran (Volkanik-Non- klastika (mm)
Piroklastik- volkanik)
Epiklastik)
Aglomerat, Konglomerat tufan, Konglomerat, 64
Aglutinat, Breksi Breksi tufan Breksi
piroklastik
Batulapili
(Debu)tuf kasar Batupasir tufan Batupasir 2
halus Batulanau tufan Batulanau 1/16
Batulempung tufan Batulempung, Serpih 1/256
100% 75% 25% 0% volume

(bertambah)
Piroklastik

Epiklas volkanik + non-volkanik (+ kandungan (bertambah)


minor sedimen biogenik, kimiawi & autigenik)

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


135

TABEL KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


136

HUKUM V

a. Perlapisan horizontal
b. Perlapisan miring ke hulu
c. Perlapisan tegak (vertikal)
d. Perlapisan miring ke hilir
e. Perlapisan dengan kemiringan sama dengan arah lereng
f. Perlapisan miring ke hilir dengan sudut lebih kecil dari arah lereng

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


137

Lampiran Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah


138

Kuliah Lapangan – Teknik Geologi Unsyiah

Anda mungkin juga menyukai