Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN ANTARA PENANGANAN LUKA SNAKE BITE DENGAN

INSISI DAN TANPA INSISI TERHADAP KECEPATAN PENURUNAN


PEMBENGKAKAN LUKA DI RSUD PACITAN

Akhmad Rifai,Tri Andriani Cholifah


Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan

Abstrack: Snake Bite, Incision And Without Incision, Decreasing Speed Of


Wound Swelling. Snake bite has different effects, ranging from a simple wound
up to life-threatening and even can lead to death. The principle of first aid for
snake bite is to avoid the spread of snake poison and to prevent the infection in
the bitten part. In the past, the snake bite was treated by using incision while some
sources recently stated that the snake bite is not necessary treated by using
incision. This study aims to determine The differences between snake bite wound
treatment with incision and without incision toward the decreasing speed of
wound swelling at RSUD Pacitan. The study design used non-experimental
research method : a comparative with retrospective or historical documentary
approach. The samples were taken by using total sampling technique. The sum of
the samples was 88 documents. They were taken from medical record documents.
The statistic test used Chi square with significant value 0.05. The result of the
study showed that there were differences between snake bite wound treatment
with incision and without incision toward the decreasing speed of wound swelling
at RSUD Pacitan in 2009 – 2011.

Keywords : Snake Bite, Incision And Without Incision, Decreasing Speed Of


Wound Swelling

Abstrak: Snake Bite, Insisi Dan Tanpa Insisi, Kecepatan Penurunan


Pembengkakan. Gigitan ular atau Snake bite mempunyai efek yang beragam,
mulai dari luka yang sederhana sampai dengan mengancam nyawa dan
menyebabkan kematian. Prinsip pertolongan pertama terhadap gigitan ular adalah
menghindarkan penyebaran bisa dan mencegah terjadinya infeksi pada bagian
yang digigit. Dulu pernah dikenal penanganan snake bite dengan insisi sementara
beberapa sumber saat ini menyebutkan bahwa pada luka snake bite tidak perlu
dilakukan insisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Antara
Penanganan Luka Snake bite dengan insisi dan tanpa Insisi Terhadap Kecepatan
Penurunan Pembengkakan Luka di RSUD Pacitan. Desain penelitian ini
menggunakan metode penelitian non eksperimen: komparatif dengan pendekatan
retrospektif atau documentary-historikal. Pengambilan sampel dengan teknik
jenuh sampling dengan jumlah sampel 88 dokumen rekam medis. Uji statistik
dengan menggunakan Chi Kuadrat dengan nilai signifikansi 0,05. Hasil penelitian
ini adalah ada perbedaan antara penanganan luka snake bite dengan insisi dan
tanpa insisi terhadap kecepatan penurunan pembengkakan luka di RSUD Pacitan
Tahun 2009-2011

36
Akhmad Rifai, Perbedaan Antara Penanganan Luka 37

Kata kunci : Snake Bite, Insisi Dan Tanpa Insisi, Kecepatan Penurunan
Pembengkakan

PENDAHULUAN permeabilitas ini bergantung kepada


Ular berbisa yang menggigit substansi yang mengikat sel-sel endotel
melakukan envenomasi (gigitan yang tersebut. Pada keadaan tertentu,
menginjeksikan bisa atau racun), bisa misalnya akibat pengaruh toksin yang
ular melewati kelenjar bisa melalui bekerja terhadap endotel, permeabilitas
sebuah duktus menuju taring ular, dan kapiler dapat bertambah. Akibatnya
akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular ialah protein plasma keluar kapiler,
mengandung berbagai enzim. Enzim sehingga tekanan osmotik koloid darah
yang dikeluarkan ini antara lain menurun dan sebaliknya tekanan
hialuronidase, fosfolipase A dan osmotik cairan interstitium bertambah.
berbagai proteinase yang menyebabkan Hal ini mengakibatkan makin
kerusakan jaringan. Bisa ular menyebar banyak cairan yang meninggalkan
dalam tubuh melalui saluran kapiler kapiler dan menimbulkan edema.
dan limfatik superfisial (Sartono, Pembengkakan luka snake bite
2002). Efek lokal pada luka gigitan ular disebabkan envenomasi bisa yang
berbisa adalah terjadinya mengandung berbagai enzim dan
pembengkakan yang cepat dan nyeri menyebabkan kerusakan endotel, salah
(Sudoyo, 2010). Korban yang terkena satunya enzim cytolytik, zat ini aktif
gigitan ular berbisa perlu mendapatkan menyebabkan peradangan dan nekrose
pertolongan segera. Prinsip pertolongan di jaringan pada tempat gigitan. Efek
pertama terhadap gigitan ular adalah lokal dari snake bite adalah terjadinya
menghindarkan penyebaran bisa dan pembengkakan atau edema, nyeri tekan
yang kedua adalah mencegah pada luka gigitan, dan ekimosis yang
terjadinya infeksi pada bagian yang terjadi dalam 30 menit-24 jam.
digigit. Dulu pernah dikenal cara Menurut Sartono (2002) tindakan insisi
perawatan ala John Wayne yaitu “iris, pada penanganan luka snake bite dapat
isap dan muntahkan” (slice, suck and merusak urat syaraf dan pembuluh
spit) atau tindakan insisi, penghisapan darah. Keutuhan jaringan kulit dan
dengan mulut dan dimuntahkan sebagai membran mukosa merupakan garis
upaya untuk mengeluarkan bisa dan pertama untuk pertahanan diri dari
mencegah penyebaran bisa ke seluruh mikroorganisme (Corwin, 2003)
tubuh (Networkbali, 2010). dengan tindakan insisi menyebabkan
Pada kasus snake bite kerusakan jaringan kulit dan
pembengkakan disebabkan karena menyebabkan resiko masuknya
proses peradangan dan edema yang mikroorganisme sehingga
disebabkan permeabilitas kapiler yang menimbulkan resiko infeksi yang lebih
bertambah. Endotel kapiler merupakan besar (Potter, 2005).
suatu membran semi permeabel yang
dapat dilalui oleh air dan elektrolit METODE PENELITIAN
secara bebas, sedangkan protein plasma Jenis penelitian yang digunakan
hanya dapat melaluinya sedikit atau dalam penelitian ini adalah penelitian
terbatas. Tekanan osmotik darah lebih non eksperimen: komparatif yaitu
besar daripada limfe. Daya untuk mencari perbandingan antara dua
38 Jurnal Keperawatan Global, Volume 1, No1, Juni 2016 hlm 01-54

sampel atau dua uji coba pada objek tahun


penelitian (Suyanto, 2011). Rancangan 41- 50
tahun
ini difokuskan untuk mengkaji >50 tahun
perbandingan terhadap pengaruh (efek)
pada kelompok subjek tanpa adanya Jumlah 88 100,0
suatu perlakuan dari peneliti Berdasarkan tabel di atas dapat
(Nursalam, 2008) dengan pendekatan diketahui bahwa pasien snake bite di
retrospektif atau dokumentary- RSUD Pacitan tahun 2009 -2011
historikal, yaitu mengumpulkan data sebagian besar berumur 21-30 tahun
dari berbagai catatan keperawatan yaitu sebanyak 26 pasien (29,5%).
pasien yang telah lalu (Suyanto, 2011). Hasil ini sesuai dengan studi yang
sampel disini adalah dokumen rekam pernah dilakukan di Amerika Serikat
medis pasien snake bite yang dilakukan dimana 50% korban snake bite berada
penanganan dengan insisi dan tanpa pada rentang usia 18-28 tahun. Pada
insisi. rentang usia ini adalah usia produktif
Pengumpulan data pada dimana seseorang banyak melakukan
penelitian ini menggunakan lembar aktifitas dan interaksi dengan
check list dengan teknik dokumentasi. lingkungan termasuk resiko untuk
Dokumentasi merupakan kegiatan terkena snake bite (Andimarlinasyam,
mencari data dari sumber berupa 2009).
catatan, buku, dan sebagainya b. Distribusi frekwensi data pasien
(Saryono, 2011). Lembar check list snake bite menurut jenis kelamin
diisi oleh peneliti berdasarkan data Tabel 2
dalam dokumentasi rekam medis. Jenis Distribusi frekwensi pasien snake
data yang dikumpulkan merupakan bite menurut jenis kelamin
data sekunder. Analisa bivariat pada Jenis Frekuensi
Persentase (%)
penelitian ini menggunakan statistik No Kelamin (F)
nonparametrik yaitu dengan uji Chi 1. Laki-laki 61 69,3
Kuadrat karena data bersifat nominal. 2. Perempuan 27 30,7
Jika n1 + n2 > 40, dapat dipakai test Jumlah 88 100
Chi Kuadrat dengan koreksi Yates Berdasarkan tabel di atas dapat
(Sugiyono, 2007). diketahui bahwa pasien snake bite di
RSUD Pacitan tahun 2009 -2011
HASIL PENELITIAN sebagian besar berjenis kelamin laki –
a. Distribusi frekwensi data pasien laki yaitu sebanyak 61 pasien ( 69,3% )
snake bite menurut umur dan sebagian kecil berjenis kelamin
Tabel 1 perempuan yaitu sebanyak 27 pasien (
Distribusi frekwensi pasien snake 30,7% ).
bite menurut umur c. Distribusi frekwensi data pasien
No Umur Frekuensi (F) Persentase(%)
snake bite menurut pendidikan
1. 0 - 10
1 1,1
2. tahun
9 10,2
3. 11 - 20
26 29,5
4. tahun
13 14,8
5. 21- 30
14 15,9
6. tahun
25 28,4
31 - 40
Akhmad Rifai, Perbedaan Antara Penanganan Luka 39

Tabel 3 sebagian besar bekerja sebagai petani


Distribusi frekwensi pasien snake yaitu sebanyak 34 pasien (38,6%) .
bite menurut pendidikan Hasil ini sesuai dengan yang
No Pendidikan
Frekuensi Persentase dikemukakan Andimarlinasyam (2009)
(F) (%) bahwa gigitan ular lebih umum terjadi
1. SD 11
di wilayah tropis dan di daerah dimana
12,5
.2 SMP 15 17,0 pekerjaan utamanya adalah petani,
3. SMU 47 53,4 karena di daerah-daerah tersebut
4. Perguruan 15 17,0 sejumlah besar orang hidup
Tinggi berdampingan dengan sejumlah besar
Jumlah 88 100 ular yang ditemui saat bertani di sawah
Berdasarkan tabel di atas dapat atau ladang, sehingga resiko untuk
diketahui bahwa pasien snake bite di terkena gigitan ular lebih besar.
RSUD Pacitan tahun 2009 -2011 e. Distribusi frekwensi data pasien
sebagian besar berpendidikan SMU snake bite menurut lokasi gigitan
yaitu sebanyak 47 pasien (53,4%). Tabel 5
Menurut Sartono (2002) tingkat Distribusi frekwensi pasien snake
pendidikan berpengaruh dalam upaya bite menurut lokasi gigitan
masyarakat untuk mencari pertolongan No Lokasi Frekuensi Persentase
dan penanganan dengan antivenom (F) (%)
1. Tangan 17 19,3
sehingga dapat menurunkan tingkat kanan
keparahan akibat racun gigitan ular. 2. Tangan 15 17,0
Kematian pada kasus gigitan ular di 3. kiri 32 36,4
beberapa negara terjadi pada 4. Kaki 24 27,3
masyarakat miskin pedesaan dengan kanan
Kaki kiri
tingkat pendidikan yang rendah dan
Jumlah 88 100
akses pelayanan medis yang sulit
sehingga berakibat fatal pada korban Berdasarkan tabel di atas dapat
gigitan ular (Bataviase, 2010) diketahui bahwa seluruh pasien snake
d. Distribusi frekwensi data bite di RSUD Pacitan tahun 2009 -2011
pasien snake bite menurut lokasi gigitan adalah pada ekstremitas
pekerjaan dan sebagian besar terkena gigitan pada
Tabel 4 kaki kanan yaitu sebanyak 32 pasien
Distribusi frekwensi pasien snake (36,4%). Hal ini sesuai yang
bite menurut pekerjaan dikemukakan Andimarlinasyam (2009)
Frekuensi Persentase bahwa 95% gigitan ular terjadi pada
No Pekerjaan
(F) (%) area ekstremitas karena ekstremitas
1. Petani 34 38,6 adalah bagian tubuh yang melakukan
2. Swasta 29 33,0
3. PNS 11 12,5
kontak langsung dengan ular yaitu
4. Mahasiswa/pelajar 13 14,8 memegang atau menginjak sehingga
5. Pensiunan 1 1,1 resiko terkena snake bite lebih besar
daripada bagian tubuh yang lain.
Jumlah 88 100
f. Distribusi frekwensi data pasien
Berdasarkan tabel di atas dapat snake bite menurut penanganan
diketahui bahwa pasien snake bite di
RSUD Pacitan tahun 2009 -2011
40 Jurnal Keperawatan Global, Volume 1, No1, Juni 2016 hlm 01-54

Tabel 6 pembengkakan pasien snake bite di


Distribusi frekwensi pasien snake RSUD Pacitan tahun 2009 -2011
bite menurut penanganan sebagian besar dalam kategori cepat
yaitu sebanyak 61 pasien ( 69,3%) dan
No Penanganan Frekuensi Persentase sebagian kecil dalam kategori lambat
(F) (%) yaitu sebanyak 27 pasien ( 30,7% ).
1. Insisi 17 19,3
Kecepatan penurunan pembengkakan
2. Tanpa 71 80,7
insisi luka snake bite tersebut dapat
Jumlah 88 100 dipengaruhi jenis bisa, pemberian anti
venom / SABU, pemberian obat-
Berdasarkan tabel di atas dapat obatan, sirkulasi darah, oksigenasi
diketahui bahwa pasien snake bite di jaringan, umur, nutrisi, dan infeksi
RSUD Pacitan tahun 2009 -2011 (Morison, 2003) dan (Sartono, 2002).
sebagian besar dilakukan penanganan Pada gigitan ular yang berbisa
tanpa insisi yaitu sebanyak 71 pasien ( kecepatan penurunan
80,7% ) dan sebagian kecil dilakukan pembengkakannya akan lebih lambat
penanganan dengan insisi yaitu dibandingkan dengan ular yang tak
sebanyak 17 pasien ( 19,3% ). berbisa. Kecepatan waktu pemberian
Penanganan tanpa insisi antivenom/ SABU sejak awal gigitan
tersebut sesuai dengan teknik juga mempengaruhi tingkat
penanganan menurut Sudoyo (2010) pembengkakan luka snake bite
yang menyebutkan bahwa tidak boleh sehingga berpengaruh pada kecepatan
dilakukan manipulasi pada area luka penurunan pembengkakannya.
termasuk insisi atau eksisi. Sedangkan Pemberian obat-obatan
sebagian kecil pasien snake bite golongan steroid dapat memberi efek
diberikan penangananan dengan insisi, lebih cepat terhadap penurunan oedem/
seperti yang dikemukakan pembengkakan dibandingkan yang
Sjamsuhidajat (1997) yaitu melakukan tidak mendapatkan obat-obatan
sayatan pada area luka snake bite tersebut. Gangguan sirkulasi dan
sebagai upaya untuk mengeluarkan bisa oksigenasi jaringan yang tidak baik
dan mencegah penyebaran bisa ke akan berpengaruh pada kecepatan
seluruh tubuh. penurunan pembengkakan, misalnya
g. Distribusi frekwensi data pasien yang disebabkan penyakit lain seperti
snake bite menurut kecepatan diabetus melitus, kelainan darah,
penurunan pembengkakan. anemi, dan sebagainya dapat
Tabel 7 menyebabkan sirkulasi dan oksigenasi
Distribusi frekwensi pasien snake jaringan pada luka lebih lambat
bite menurut kecepatan penurunan sehingga proses penurunan
pembengkakan pembengkakan juga lebih lambat.
No Kecepatan Frekuensi Persentase
(F) (%) Menurut Potter (2005) umur
1. Cepat 61 69,3 berpengaruh terhadap penyembuhan
2. Lambat 27 30,7 luka termasuk kecepatan penurunan
pembengkakan, karena proses penuaan
Jumlah 88 100 menyebabkan pembentukan jaringan
Berdasarkan tabel di atas dapat baru menjadi lebih lambat
diketahui bahwa kecepatan penurunan dibandingkan pada usia muda,
Akhmad Rifai, Perbedaan Antara Penanganan Luka 41

sehingga pada usia di atas 50 tahun 17 pasien (19,3%), dari 17 pasien


kecepatan penurunan pembengkakan tersebut sebagian besar kecepatan
lebih lambat dibandingkan pada usia penurunan pembengkakan luka dalam
yang lebih muda. Asupan nutrisi dan kategori lambat yaitu 10 pasien
protein yang cukup akan menunjang (11,4%), sedangkan yang tidak
pembentukan jaringan baru pada luka dilakukan insisi yaitu sebanyak 71
menjadi lebih cepat, sehingga pasien (80,7%), dari 71 pasien tersebut
penurunan pembengkakan juga lebih sebagian besar kecepatan penurunan
cepat, jika nutrisi tidak mencukupi pembengkakan luka dalam kategori
karena kurangnya asupan atau cepat yaitu 54 pasien (61,4%).
gangguan penyerapan maka
pembentukan jaringan baru akan lebih PEMBAHASAN
lambat. Sementara faktor infeksi juga Menurut Sjamsuhidajat (1997)
berpengaruh pada kecepatan penurunan tindakan yang dapat dikerjakan untuk
pembengkakan; penanganan yang menolong penderita yang digigit ular
tepat, perawatan luka yang baik, serta berbisa adalah dengan mengusahakan
pemberian antibiotik akan mencegah membuang bisa sebanyak mungkin
atau mengatasi infeksi sehingga dengan menoreh lubang bekas
penurunan pembengkakan luka akan masuknya taring ular sepanjang dan
lebih cepat. Nilai Chi Kuadrat sedalam ½ cm, kemudian lakukan
diperoleh hasil X² hitung 7,846. penghisapan mekanis. Bila tidak
Berdasarkan hasil tersebut dimana X² tersedia alatnya, darah dapat dihisap
hitung (7,846) lebih besar dari X² tabel dengan mulut asal mukosa mulut utuh
(3,841) dengan demikian H0 ditolak tak ada luka. Bisa yang tertelan akan
dan H1 diterima yaitu ada perbedaan dinetralkan oleh cairan pencernaan.
antara penanganan luka snake bite Selain itu dapat juga dilakukan eksisi
dengan insisi dan tanpa insisi terhadap jaringan berbentuk elips karena ada dua
kecepatan penurunan pembengkakan bekas tusukan gigi taring, dengan jarak
luka 2 ½ cm dari lubang gigitan, sampai
Tabel 8 kedalaman fasia otot.
Tabulasi silang antara penanganan Dari tabel dapat dilihat bahwa
luka snake bite dengan insisi dan penanganan luka snake bite di RSUD
tanpa insisi terhadap kecepatan Pacitan pada tahun 2009-2011 yang
penurunan pembengkakakan luka dilakukan insisi sebagian besar
Kecepatan kecepatan penurunan pembengkakan
No Penanganan Cepat Lambat Jumlah
luka dalam kategori lambat dan
sebagian kecil kecepatan penurunan
(F) (%) (F) (%) (F) (%)
pembengkakannya dalam kategori
19,
1. Insisi 7 7,9 10 11,4 17
3 cepat. Hal ini dapat terjadi karena
2.
Tanpa
54 61,4 17 19,3 71
80, penurunan pembengkakan luka snake
Insisi 7
bite dipengaruhi berbagai sebab antara
Jumlah 61 69,3 27 30,7 88 100
lain: jenis bisa, pemberian anti venom /
Dari tabel di atas dapat dilihat SABU, pemberian obat-obatan seperti
bahwa penanganan luka snake bite di steroid, sirkulasi darah, oksigenasi
RSUD Pacitan pada tahun 2009-2011 jaringan, umur, nutrisi, dan infeksi
yang dilakukan insisi yaitu sebanyak (Morison, 2003) dan (Sartono, 2002).
42 Jurnal Keperawatan Global, Volume 1, No1, Juni 2016 hlm 01-54

Kecepatan penurunan kecepatan penurunan pembengkakan


pembengkakan luka snake bite yang menjadi lebih lambat (Potter, 2005).
dilakukan insisi sebagian besar dalam 2. Penanganan Luka Snake bite Tanpa
kategori lambat, karena dapat Insisi Terhadap Kecepatan Penurunan
dipengaruhi oleh faktor infeksi, dimana Penanganan tanpa insisi adalah
infeksi pada luka snake bite dapat teknik penanganan luka snake bite
disebabkan karena tindakan insisi atau dimana tidak dilakukan manipulasi
eksisi yang merusak keutuhan jaringan pada daerah gigitan termasuk
kulit, urat syaraf, dan pembuluh darah. melakukan insisi atau eksisi pada
Keutuhan jaringan kulit dan membran daerah gigitan (Sudoyo, 2010). Dari
mukosa merupakan garis pertama tabel 4.8. dapat dilihat bahwa
untuk pertahanan diri dari penanganan luka snake bite di RSUD
mikroorganisme, oleh karena itu Pacitan pada tahun 2009-2011 yang
tindakan insisi dapat menyebabkan tidak dilakukan insisi sebagian besar
resiko masuknya mikroorganisme kecepatan penurunan pembengkakan
sehingga menimbulkan resiko infeksi luka dalam kategori cepat dan sebagian
yang lebih besar serta akan mengalami kecil dalam kategori lambat . Hal ini
proses penurunan pembengkakan yang dapat terjadi karena penurunan
lebih lama (Potter, 2005). Selain resiko pembengkakan pada luka snake bite
infeksi tersebut, tindakan insisi pada yang tidak dilakukan insisi
area gigitan dapat menimbulkan resiko dipengaruhi berbagai faktor.
perdarahan dan pembengkakan yang Sesuai yang dikemukakan
lebih berat terutama pada gigitan yang Morison (2003) dan Sartono (2002)
disebabkan ular jenis Viperidae. Hal ini bahwa kecepatan penurunan
sesuai dengan yang disampaikan pembengkakan luka snake bite dapat
Krisanty et al., 2009 bahwa bisa dipengaruhi oleh jenis bisa, pemberian
Viperidae bersifat haemotoksin SABU, obat-obatan, sirkulasi darah,
berakibat haemolitik karena oksigenasi jaringan, umur, dan infeksi.
mengandung fosfolipase dan enzim Resiko infeksi pada luka dapat
lainnya yang menyebabkan koagulasi dikurangi pada penanganan tanpa insisi
dengan mengaktifkan protrombin karena tidak adanya luka terbuka yang
sehingga mudah terjadi perdarahan dan merusak jaringan kulit dan mukosa
pembengkakan. Hal tersebut sebagai mekanisme pertahanan tubuh
mempengaruhi kecepatan penurunan yang utama, selain itu seluruh pasien
pembengkakan menjadi lebih lambat. snake bite juga diberikan penanganan
Faktor usia juga mempengaruhi lain seperti pemberian SABU, obat-
kecepatan penurunan pembengkakan, obatan seperti steroid dan profilaksis,
dimana sebagian besar pasien snake pemberian cairan kristaloid,
bite dengan kecepatan penurunan penatalaksanaan pernafasan dan
pembengkakan yang lambat adalah oksigenasi, dan terapi supportif untuk
pasien lansia yaitu berusia diatas 50 mengatasi efek racun atau bisa ular
tahun karena pada usia ini sehingga mempengaruhi proses
pembentukan sel epitel lebih lambat penyembuhan luka dan kecepatan
sehingga proses perbaikan jaringan penurunan pembengkakan. Selain
lebih lama, fungsi sel imun yang ada faktor diatas, karakteristik pasien yang
pada kulit juga menurun, sehingga sebagian besar berusia dibawah 50
Akhmad Rifai, Perbedaan Antara Penanganan Luka 43

tahun juga mempengaruhi proses Sartono (2002) bahwa kecepatan


perbaikan jaringan dan penurunan penurunan pembengkakan luka snake
pembengkakan luka menjadi lebih bite salah satunya dipengaruhi oleh
cepat, karena pada usia tersebut infeksi.
pembentukan epitel dan perbaikan Hasil penelitian ini
jaringan lebih cepat, dan fungsi imun menunjukkan bahwa ada perbedaan
pada kulit masih baik (Potter,2005), antara penanganan penanganan luka
oleh karena itu berdasarkan hasil snake bite dengan insisi dan tanpa
penelitian didapatkan bahwa sebagian insisi terhadap kecepatan penurunan
besar pasien snake bite yang tidak pembengkakan luka, hal ini
dilakukan insisi, kecepatan penurunan mendukung apa yang dikemukakan
pembengkakannya dalam kategori Sentra Informasi Keracunan Nasional
cepat. Badan POM (2005) dan Sudoyo (2010)
Setelah dilakukan analisa bahwa saat ini teknik penanganan
bivariat diperoleh X² hitung 7,846, dengan metode insisi (pengirisan
hasil ini lebih besar dari X² tabel yaitu dengan alat tajam), dan pengisapan
3,841 dengan taraf signifikansi 0,05, tempat gigitan harus dihindari karena
hal ini menunjukkan bahwa ada tidak terbukti manfaatnya dan tidak
perbedaan antara penanganan luka efektif untuk mengeluarkan bisa pada
snake bite dengan insisi dan tanpa pasien snake bite. Teknik penanganan
insisi terhadap kecepatan penurunan luka snake bite yang tepat akan
pembengkakan luka. Pasien snake bite mempercepat proses kesembuhan luka
yang dilakukan penanganan dengan dan efek lain yang disebabkan racun
insisi sebagian besar kecepatan atau bisa ular.
penurunan pembengkakan dalam
kategori lambat, sedangkan yang KESIMPULAN DAN SARAN
dilakukan penanganan tanpa insisi Kecepatan penurunan
sebagian besar kecepatan penurunan pembengkakan luka snake bite yang
pembengkakan dalam kategori cepat. dilakukan insisi di RSUD Pacitan
Menurut Potter (2005) keutuhan sebagian besar dalam kategori lambat
jaringan kulit dan mukosa merupakan DAN ecepatan penurunan
mekanisme pertahanan tubuh yang pembengkakan luka snake bite yang
utama untuk mencegah masuknya tidak dilakukan insisi sebagian besar
mikroorganisme penyebab infeksi, dalam kategori cepat. Ada perbedaan
sedangkan tindakan insisi pada luka yang signifikan antara penanganan luka
snake bite akan menimbulkan snake bite dengan insisi dan tanpa
kerusakan jaringan kulit dan pembuluh insisi terhadap kecepatan penurunan
darah, meskipun tindakan tersebut pembengkakan luka.
bertujuan untuk mencegah penyebaran Penanganan diharapkan sesuai
bisa ke seluruh tubuh namun resiko dengan keadaan pasien yang mungkin
infeksi luka dan perdarahan lebih besar, akan menunjukkan manifestasi klinis
dan adanya infeksi akan mempengaruhi yang berbeda-beda pada setiap pasien,
kecepatan penyembuhan luka yang misalnya penanganan snake bite yang
salah satu prosesnya adalah penurunan disebabkan jenis ular tidak berbisa
pembengkakan luka. Seperti yang hendaknya berbeda dengan penanganan
dikemukakan Morison (2003) dan snake bite yang disebabkan ular
44 Jurnal Keperawatan Global, Volume 1, No1, Juni 2016 hlm 01-54

berbisa. Hal ini diupayakan agar dapat Potter & Perry.(2005). Buku Ajar
memberikan penanganan yang efektif Fundamental Keperawatan
dan efisien pada pasien. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Priyatno, Duwi.(2011).Buku Saku
DAFTAR RUJUKAN Analisis Statistik Data SPSS.
Materi Panduan Pelatihan Basic Yogyakarta: MediaKom.
Cardiac & Trauma Life Support Sartono. (2002). Racun dan Keracunan.
(BC&TLS). Jakarta: Emergency Jakarta : Widya Medica.
Medical Training & Services Saryono. (2011). Metodologi Penelitian
EMS 119. Kesehatan. Yogyakarta: Mitra
Corwin, Elizabeth J. (2003). Cendikia Press.
Patofisiologi. Jakarta: EGC Sjamsuhidajat. de Jong, Wim. (1997).
Krisanty, Paula.& Manurung, Santa. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
(2009). Asuhan Keperawatan EGC.
Gawat Darurat. Jakarta: CV. Sudoyo, Aru.W. (2010). Buku Ajar
Trans Info Media. Ilmu Penyakit Dalam (Jilid I
Morison. (2003). Managemen Luka. Edisi V). Jakarta: Interna
Jakarta: EGC. Publishing.
Nursalam. (2008). Konsep dan Sugiyono. (2007). Statistik untuk
Penerapan Metodologi Penelitian. Jakarta: CV.
Penelitian Ilmu Keperawatan. Alfabeta.
Jakarta: Salemba Medika. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Kuantitatif dan Kualitatif.
Metodologi Penelitian Jakarta: CV. Alfabeta.
Kesehatan. Jakarta: Rineka Suyanto. (2011). Metodologi dan
Cipta. Aplikasi Penelitian
Keperawatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai