Anda di halaman 1dari 14

ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017]

VIPERIDAE SNAKE BITE: KASUS SERIAL

Alfi Rizky Medikanto, Lothar Matthaeus Manson Vanende Silalahi, Sri Sutarni,
Cempaka Thursina Srie
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Korespondensi: alfirizkym@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Gigitan ular merupakan salah satu kegawatdaruratan


medis dan penyakit akibat okupasi yang sering diabaikan oleh tenaga medis,
paramedis maupun pemangku kebijakan kesehatan sehingga sangat terbatas
untuk dipelajari karena sistem pelaporan yang lemah. Ular golongan Viperidae
sering ditemukan di wilayah Asia Tenggara memiliki bisa dengan kandungan
hematotoksin dengan mekanisme aktivasi faktor koagulasi, trombositopenia,
hiperfibrinolisis, dan koagulasi intravaskular luas.
Laporan Kasus: Dilaporkan dua kasus gigitan ular golongan Viperidae.
Kasus pertama seorang pria, 73 tahun datang dengan gigitan ular pada
pergelangan kaki kiri. Pasien mengalami penurunan kesadaran, anemia,
koagulopati, insufisiensi renal, dan perdarahan saluran kemih. Pemeriksaan
funduskopi dan CT scan kepala tidak didapatkan perdarahan. Kasus kedua
adalah seorang pria, 58 tahun datang dengan gigitan ular pada pergelangan kaki
kanan. Pasien mengalami penurunan kesadaran, anemia, gangguan fungsi hati,
koagulopati, perdarahan saluran kemih, dan hiponatremia.
Kesimpulan: Manifestasi klinis gigitan ular Viperidae dapat berefek pada
sistem koagulasi dan jika tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan
gangguan sistem saraf pusat, kardiovaskular dan urogenital.

Kata Kunci: snake bite, Viperidae, koagulopati, anemia, penurunan


kesadaran, perdarahan saluran kemih.

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 361


[VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017] ISSN : 2460-9684

VIPERIDAE SNAKE BITE: CASE SERIES

Alfi Rizky Medikanto, Lothar Matthaeus Manson Vanende Silalahi,Sri Sutarni,


Cempaka Thursina Srie
Neurology Department of Medical Faculty of Gadjah Mada University
Corespondence: alfirizkym@gmail.com

ABSTRACT

Background: Snake bite is one of public health burden that gives a long term
morbidity and mortality. Snake bite is one of medical emergency and occupational
disease that often neglected by medics, paramedics, health policy, so that the
avaliable resources about this case is scarce because of weak reporting. Viperidae
groups snake often found in Southeast Asia region could have venom that contain
hematotoxin content with mechanism of coagulation factor activation,
thrombocytopenia, hyperfibrinolysis, and disseminated intravascular coagulation.
Case Report: Reported two Viperidae snake bite cases. First case, male 73
years old, bited on his left foot. The patient got decrease of consciousness, anaemia,
coagulopathy, renal insufficiency, and urinary bleeding. No hemorrhagic found on
funduscopy and Head CT Scan examination. Second case was male, 58 years old,
bited on his right foot. The patient got decrease of consciousness, anaemia, impaired
liver function, coagulopathy, urinary bleeding, and hyponatraemia.
Conclusion: Viperidae snake bite primarily affect the coagulation system
and if neglected also affect cardiovascular system, central nervous system and
urogenital system

Keywords: snake bite, Viperidae, coagulopathy, anaemia, decrease of


consciousness, urinary bleeding.

362 Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana


ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017]

LATAR BELAKANG gigitan ular. Dua hari sebelum


masuk rumah sakit pasien digigit
Ular berbisa dapat ditemukan
ular pada pergelangan kaki kiri saat
hampir di seluruh dunia (termasuk di
mencari rumput untuk makanan
lautan), kecuali pada beberapa
ternak. Ular berwarna hijau dengan
pulau, lingkungan yang beku dan
ekor berwarna merah, biasa disebut
pada tempat dengan ketinggian
ular luwuk. Pasien mengalami gigitan
ekstrim. Kasus kematian maupun
ular satu kali, kemudian mual dan
keracunan akibat gigitan ular,
muntah berulang. Pasien mengikat
merupakan masalah kesehatan
pergelangan kaki pasien di atas
masyarakat yang penting. Di
gigitan dengan ilalang. Setengah jam
beberapa lokasi, penderita gigitan
berikutnya, pasien gelisah dan agak
ular mengalami morbiditas dan
sulit diajak komunikasi, kemudian
mortalitas yang cukup tinggi karena
dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke
akses terhadap pelayanan kesehatan
UGD RS terdekat.
yang buruk, suboptimal dan pada
Saat di RS, pasien diberi anti
waktu tertentu mengalami kesulitan
bisa ular. Hari kedua perawatan
dalam persediaan anti-bisa yang
pasien mengeluhkan nyeri perut
merupakan satu-satunya terapi
bawah kanan dengan gejala mual dan
spesifik.1
muntah serta nyeri di tempat gigitan
Ditemukan jumlah yang
ular untuk penanganan lebih lanjut
cukup besar penderita yang selamat
maka pasien dirujuk ke RS Sardjito.
setelah gigitan ular dengan
Di UGD RS Sardjito, pasien
disabilitas secara fisik yang besar
tampak lemah dan somnolen.
karena nekrosis jaringan dan
Tekanan darah 80/60 mmHg, nadi
disabilitas secara psikis juga
90x/menit, suhu 360 C, pernapasan
memperberat keadaaan. Efeknya
22x/menit dengan skala nyeri pada
cukup besar tetapi gigitan ular belum
tempat gigitan ular 8. Dari
mendapatkan perhatian oleh tenaga
pemeriksaan fisik didapatkan anemi
kesehatan maupun pemangku
konjungtiva, nyeri tekan abdomen
kebijakan kesehatan sehingga dapat
regio kanan bawah, edema, hematom
dikategorikan sebagai penyakit tropis
pada pergelangan kaki kiri di sekitar
yang terabaikan.1
tempat gigitan dan hematuria.
Kasus 1
Seorang pria usia 73 tahun
datang ke UGD setelah mengalami

a b
Gambar 1. Tempat Gigitan Ular.
a. Bruising disekitar gigitan. b.Perbandingan dengan kaki kanan

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 363


[VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017] ISSN : 2460-9684

Hasil laboratorium yang kidney injury dan DIC. Dilakukan


abnormal: anemia (hemoglobin 8,72), resusitasi cairan dan transfusi darah.
trombositopenia (44.000), hemodilusi Pemeriksaan funduskopi, Rontgen
(hematokrit 15,9 %), insufisiensi Toraks, USG abdomen dan CT scan
renal (BUN 50, kreatinin 5,18), D- kepala untuk mengetahui ke-
dimer 11.040 dan pemanjangan mungkinan perdarahan internal.
diastase perdarahan (PPT: 44,8, INR: Setelah dilakukan resusitasi cairan,
4,09, APTT: 105,5). tekanan darah menjadi 120/80,
Pasien di diagnosis dengan kesadaran pasien komposmentis
snake bite grade III, syok namun keluhan nyeri perut kanan
hipovolemia, anemia kecurigaan bawah masih dirasakan.
blood loss, trombositopenia, acute

Gambar 2. Foto Head CT scan.

Hasil CT scan kepala tampak trombositopenia (7000), leukositosis


atrofi serebri tanpa adanya edema, (AL 16,1 ribu), dan anemia
perdarahan pada parenkim, sub- (hemoglobin 11,4). Pasien dirujuk ke
araknoid maupun ventrikel. RS Sardjito, lemah agak bingung.
Tanda-tanda vital didapatkan
Kasus 2
tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
Seorang pria usia 58 tahun
86x/ menit, suhu 36,50 C,
datang ke UGD setelah dua hari
pernapasan 20x/ menit dengan skala
sebelumnya pasien digigit ular pada
nyeri di tempat gigitan ular 8-9. Dari
pergelangan kaki kanan saat sedang
pemeriksaan fisik didapatkan edema
mencari rumput di sekitar rumah-
tungkai kanan hingga kaki kanan,
nya. Gigitan satu kali, nyeri hebat di
perubahan warna kulit dan benjolan
kaki kanan. Beberapa menit
berisi cairan pada pergelangan kaki
kemudian pasien muntah satu kali,
kanan di sekitar tempat gigitan serta
tidak menyemprot.
hematuria. Hasil laboratorium
Satu jam kemudian, pasien
didapatkan anemia (hemoglobin 8),
diberi anti bisa ular. Pada hari kedua
trombositopenia (3.000), leukositosis
perawatan, mengeluh nyeri kaki
(AL 16,12 ribu), gangguan fungsi hati
kanan terutama di tempat gigitan
(SGOT161, SGPT 50), pemanjangan
ular. Kaki bengkak dari ujung hingga
diastase perdarahan (PPT: >180, INR:
pangkal paha disertai perubahan
>20, APTT: >180), dan hiponatremia
warna kulit dan benjolan berisi
(Na 128).
cairan di sekitar bekas gigitan. Pasien
BAK berwarna merah dan didapatkan

364 Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana


ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017]

Pasien di diagnosis dengan selama satu hari, angka leukosit


snake bite grade IV, gross hematuria, menurun (14,46 ribu), anemia
anemia kecurigaan blood loss, memberat (hemoglobin 4,4), waktu
trombositopenia dan DIC. Dilakukan pembekuan darah membaik (PPT
perawatan luka, pemberian ulang 13,5; APTT 24,6), tekanan darah
anti bisa, antibiotik, analgetik, infus 120/60 mmHg, kesadaran kompos
NaCl 0,9%, vitamin K dan transfusi mentis namun nyeri kaki kanan
darah. Rontgen Torak untuk bawah sudah berkurang (NPS 5-6).
kemungkinan infeksi paru dan usul Hasil rontgen thorak adalah
CT scan kepala untuk kemungkinan pulmo tak tampak kelainan dan
perdarahan otak. Setelah perawatan besar cor normal.

Gambar 3. Foto Rontgen Thorak.

Gambar 4. Foto kaki kanan pasien saat di RSS (22/11/16).

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 365


[VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017] ISSN : 2460-9684

Gambar 5. Foto kaki kanan pasien saat di RSS (23/11/16).

Gambar 5. Foto kaki kanan pasien saat di RSS (24/11/16).


PEMBAHASAN puncak terkena adalah usia anak
dan dewasa muda dengan puncak
Epidemiologi
case fatality pada usia dewasa muda
Kasus gigitan ular di Asia
dan tua. Pada wanita hamil gigitan
Tenggara belum terdata dengan baik
ular dapat berisiko pada janin dan
karena lebih banyak ditangani secara
ibu karena efek perdarahan dan
tradisional. Pada tahun 2008,
aborsi. Gigitan ular paling banyak
diperkirakan 237.379-1.184.550
bertempat di tungkai bawah dan
kasus gigitan ular, dengan kasus
pergelangan kaki para pekerja.2
kematian 15.385-57.636 (1,3%-
4,86%) di daerah Asia Pasifik. Di Asia Ular Di Asia Tenggara
Selatan memiliki kematian akibat Di Asia Tenggara, terdapat 3
gigitan ular paling tinggi dengan famili ular berbisa yaitu:2
perkiraan 14.112-33.666 kematian 1. Elapidae: memiliki taring yang
dengan 0,912-2,175 (0,0027%- relatif pendek pada bagian
0,0064%) kematian/100.000/ tahun. depan. Contoh yang termasuk
Berdasarkan jumlah ini, 12-50% famili ini adalah kobra. Elapidae
kasus gigitan ular terjadi di Asia.1 berbentuk relatif panjang, tipis
Laki-laki umumnya lebih dan memiliki warna yang relatif
sering terkena dibanding perempuan, sama dengan sisik lebar dan
kecuali pada tempat pekerjaan yang halus pada bagian dorsal kepala.
didominasi perempuan seperti Beberapa spesies kobra dapat
perkebunan kopi dan teh. Usia mengeluarkan taringnya dari

366 Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana


ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017]

jarak 1 meter atau lebih ke arah


yang dianggap berbahaya.

Gambar 6. Salah satu yang termasuk famili Elapidae.

2. Vipiridae: memiliki taring yang tubuh pendek, namun tebal


panjang yang secara normal dengan sisik kecil dan kasar di
terlipat pada rahang atas, namun bagian dorsal kepala yang
dapat muncul ketika ular akan membentuk pola warna pada
menyerang. Viperidae memiliki seluruh bagian dorsal tubuh.

Gambar 7. Salah satu yang termasuk famili Viperidae.

3. Colubridae: dua spesies yang digunakan, maka ular yang


penting yang telah teridentifikasi menggigit pasien 1 termasuk
adalah Rhabdophis subminiatus dalam viperidae dengan nama
dan R. Tigrinus. Sesuai deskripsi ilmiah Trimeresurus albolabris.
dan istilah lokal yang sering

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 367


[VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017] ISSN : 2460-9684

Gambar 8. Ular luwuk Trimeresurus albolabris.

Berdasarkan 3 famili diatas, subfamili crotalinae dengan nama


ular yang memiliki pola dan corak latin Calloselasma rhodostoma.
yang sesuai dengan yang menggigit
pasien 2 termasuk dalam vipiridae,

Gambar 9. Calloselasma rhodostoma.

Bisa adalah suatu zat atau


Manifestasi Klinis
substansi yang berfungsi melumpuh-
Racun adalah zat atau
kan mangsa dan sekaligus berperan
senyawa yang masuk ke dalam tubuh
pada sistem pertahanan diri. Bisa
dengan berbagai cara yang
tersebut merupakan ludah yang
menghambat respon pada sistem
termodifikasi, yang dihasilkan oleh
biologis dan dapat menyebabkan
kelenjar khusus. Kelenjar yang
gangguan kesehatan, penyakit,
mengeluarkan bisa merupakan suatu
bahkan kematian. Di sekeliling kita
modifikasi kelenjar parotid yang
ada racun alam yang terdapat pada
terletak di setiap bagian bawah sisi
beberapa tumbuhan dan hewan.
kepala di belakang mata. Bisa ular
Salah satunya adalah gigitan ular
tidak hanya terdiri atas satu
berbisa yang sering terjadi di daerah
substansi tunggal, tetapi merupakan
tropis dan subtropis.
campuran kompleks, terutama

368 Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana


ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017]

protein, yang memiliki aktivitas Nyeri akibat penetrasi gigi


enzimatik. pada permukaan kulit dapat
Efek toksik bisa ular saat meningkat dengan deskripsi ber-
menggigit tergantung spesies, denyut atau menusuk. Pem-
ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan bengkakan dapat secara bertahap
efisiensi mekanik gigitan: apakah meluas ke arah proksimal. Pem-
hanya satu atau kedua taring besaran limfonodi regional dan
menusuk kulit, serta banyaknya limfadenopati dapat dirasakan,
serangan yang terjadi. namun pada beberapa jenis ular,
Saat menggigit, jumlah bisa rasa nyeri mungkin tidak ada
ular yang masuk ke tubuh sehingga menyebabkan pembengka-
tergantung jenis ular, efisiensi secara kan lokal yang terabaikan. Tanda dan
mekanis, penetrasi taring pada kulit gejala yang terjadi dapat bersifat
dan frekuensi gigitan. Inefisiensi lokal maupun umum.2 Gejala lokal
mekanik dan ketidakmampuan ular antara lain bekas gigitan, nyeri lokal,
mengontrol pengeluaran bisa mem- perdarahan lokal, bengkak, ke-
buat gigitan ular berbisa tidak selalu biruan, abses, dan nekrosis. Gejala
mengeluarkan racun yang berefek umum yang dapat timbul adalah
klinis. Sekitar 50% gigitan Malayan mual, muntah, syok, pingsan,
Pit Viper dan Russel’s Pit Viper, 30% malaise, nyeri perut, hipotensi dan
gigitan kobra dan 5-10% gigitan viper aritmia jantung.
tidak menghasilkan gejala. Ular tidak
Patofisiologi
pernah menghabiskan cadangan
Komposisi bisa ular 90%
bisa, bahkan walaupun pada serang-
adalah protein. Setiap bisa ular dapat
an berulang dan ular menjadi relatif
mengandung lebih dari 100 protein
kurang berbisa setelah memakan
yang berbeda: enzim (80-90% pada
mangsa. Ular ukuran besar
viperidae dan 25-70% pada elapidae),
cenderung mengeluarkan bisa lebih
polipeptida toksin non-enzim dan
banyak di setiap gigitan, namun ular
protein non-toksin seperti nerve
berukuran kecil kemungkinan
growth factor. Bisa ular mengandung
banyak mengandung komponen ber-
enzim hidrolase, hialuronidase dan
bahaya pada bisa yang mampu
aktivator maupun penghambat
mempengaruhi hemostasis.2
proses fisiologis seperti kiniogenase.
Orang yang tergigit ular dapat
Kebanyakan venom mengandungl-
mengalami gejala hebat bahkan
amino acid oxidase, phosphomono-
ketika bisa ular tidak masuk tubuh.
dan diesterases, 5’-nucleotidase,
Orang yang terlalu cemas mengalami
DNAase, NAD-nucleosidase, phos-
rasa ekstremitas seperti tertusuk,
pholipase A2 and peptidases2. Selain
kaku pada tangan dan kaki serta
protein, komponen lain yang dapat
gangguan keseimbangan. Beberapa
ditemuk-an dalam bisa ular adalah
kasus lain dapat menimbulkan syok
lemak, polisakarida, riboflavin,
vasovagal dan kolaps dengan detak
histamin dan serotonin.3
jantung melambat. Penderita juga
1. Zinc Metalloproteinase Haemo-
dapat mengalami agitasi, sensitif,
rrhagins: memiliki efek
peningkatan tekanan darah dan
menghancurkan endotel vasku-
denyut nadi, gemetar dan ber-
lar, menyebabkan perdarahan.
keringat. Tanda dan gejala lain dapat
2. Enzim prokoagulan: Bisa ular
berupa efek terapi awal yang
Vipiridae dan beberapa Elapidae
diberikan. Tornikuet pada pertolong-
dan Clubridae memiliki protease
an darurat dapat menyebabkan
serin dan enzim prokoagulan lain
nyeri, bengkak dan kongesti.2
yang memiliki struktur seperti

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 369


[VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017] ISSN : 2460-9684

trombin yang mengaktivasi faktor Bisa ular juga mengandung


X, protrombin dan faktor neurotoksik dengan cara kerja: 1)
pembekuan lain. Enzim ini Post sinaps; α-bungarotoksin dan
menstimulasi pembekuan darah cobrotoksin, yang terdiri dari 60-74
dengan pembentukan fibrin pada asam amino, toksin ini terikat ke
aliran darah. Secara paradoks, reseptor asetilkolin pada motor end
proses ini berujung pada ketidak- plate. 2) Presinaptik; β-
mampuan darah berkoagulasi bungarotoksin, crotoksin dan
karena banyak fibrin yang taipoksin, mengandung 120-140
dihasilkan langsung diurai oleh asam amino dan subunit fosfolipase
plasmin tubuh dan kadang- A. Toksin ini mengeluarkan
kadang dalam 30 menit dari asetilkolin pada akhiran syaraf pada
gigitan, kadar faktor pembekuan neuromuscular junction dan merusak
sangat menurun (koagulopati akhiran saraf dan mencegah
konsumtif) menyebabkan darah pengeluaran neurotransmitter
tidak akan membeku. Beberapa berikutnya.
bisa ular juga memiliki faktor Golongan Viperidae terdiri dari
antihemostatik. Bisa Uar Viper beberapa jenis yang hidup di daerah
Russel memiliki toksin yang Asia Tenggara seperti Russell’s viper
mengaktivasi faktor V, X, IX dan (Daboia spp), Malayan pit viper
XII, fibrinolisi, Protein C, agregasi (Calloselasma rhodostoma), dan green
trombosit, antikoagulasi dan pit viper (Cryptelytrops albolabris dan
perdarahan. C macrops/ Trimeresurus spp).
3. Phospolipase A2 (lechitinase): Golongan ini dikenal sebagai ular
merupakan enzim yang banyak berbisa yang mengandung
dipelajari pada bisa ular. Enzim hematotoksin namun dengan
ini menghancurkan mitokondria, mekanisme yang berbeda. Bisa
sel darah merah, leukosit, Russell’s viper mengaktivasi faktor V
trombosit, akhiran serabut saraf, dan X serta dapat menyebabkan
otot lurik, endotel vaskular dan disseminated intr-avascular
membran lain. Enzim ini coagulation (DIC). Bisa Calloselasma
menghasilkan aktivitas neuro- spp dan Trimeresurus spp memiliki
toksin presinaptik, efek sedasi efek thrombin-like yang menyebabkan
seperti opiat yang akan hipofibrinogenemia, trombositopenia,
menyebabkan pelepasan dan hiper-fibrinolisis.4
histamin dan zat antikoagulan.
PENATALAKSANAAN
4. Asetilkolinesterase: ditemukan
pada bisa Elapidae, enzim ini Monitor severitas dan pro-
tidak memberikan efek neuro- gresifitas gejala klinis akibat bisa ular
toksitas. penting dalam penatalaksanaan
5. Hialuronidase: memberikan efek namun sangat sulit. Alat ukur yang
penyebaran bisa pada jaringan. telah ada adalah severity score
Enzim ini termasuk enzim system, digunakan untuk meng-
proteolitik (metaloproteinase, kuantifikasi severitas gejala klinis
endopeptidase atau hidrolase) sehingga dalam monitoring dapat
dan sitotoksin polipeptida lebih akurat. Sangat direkomendasi-
(kardiotoksin) yang akan me- kan skor ini dinilai pada 6, 12 dan 24
ningkatkan permeabilitas jam setelah admisi rumah sakit.5
vaskular yang berakibat edema,
pembentukan bula dan nekrosis
tempat gigitan.

370 Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana


ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017]

Pertolongan Pertama Beberapa kondisi khusus yang


Telah banyak cara yang membutuhkan penanganan
dilakukan untuk melakukan per- segera antara lain:
tolongan pertama penderita gigitan 1) Hipotensi/ syok: dapat
ular Pit Viper, namun tidak satupun sebagai efek langsung pada
yang mampu mencegah morbiditas sistem kardiovaskular atau
dan mortalitas.6 Follow up jangka sebagai efek sekunder dari
panjang menunjukkan individu ke- hipovolemia, pelepasan
hilangan kemampuan gerak di area substansi vasoaktif, per-
yang tergigit dan efek negatif lain darahan maupun reaksi
akibat pertolongan pertama seperti anafilaksis akibat bisa ular.
robekan, hisapan, bebatan. 2) Gagal nafas akibat efek
Prinsip dalam penanganan neurotoksik bisa yang
pertama adalah tidak menambah melumpuhkan otot per-
efek buruk. Salah satu penelitian nafasan.
tentang penderita yang diberikan 3) Penurunan kondisi tiba-tiba
pertolongan pertama maupun yang akibat pelepasan torniquet
belum menunjukkan bahwa tidak yang telah dipasang.
ada bukti berbeda dalam luaran 4) Cardiac arrest akibat
jangka pendek.4 hiperkalemia karena rab-
Pertolongan pertama yang domiolisis akibat efek bisa
harus dihindari adalah es, insisi, ular pada sistem otot.
suction, torniquet (memperburuk 5) Pasien yang terlambat pe-
edema) dan penghangatan. Pe- nanganannya dapat terjadi
nanganan pertama yang di- gagal ginjal akut, septikemia
rekomendasikan adalah membuat dan nekrosis lokal di daerah
penderita tetap tenang, menjaga agar yang terkena gigitan.
tempat gigitan berada lebih rendah
dari posisi jantung dan rujuk Berdasarkan panduan pe-
penderita ke fasilitas kesehatan yang nanganan racun ular berbisa di
tepat. Pasien harus diawasi dengan Indonesia langkah-langkah yang
ketat dalam minimal 8 jam dari saat harus diikuti pada penata-
gigitan pertama dengan evaluasi laksanaan gigitan ular adalah:7
snake bite severity score. Efek bisa 1) Pertolongan pertama, harus
ular bergantung waktu. Penundaan segera dilakukan secepatnya
dalam melakukan penanganan awal setelah terjadi gigitan ular
akan merugikan penderita dan sebelum korban dibawa ke
menimbulkan komplikasi yang rumah sakit. Hal ini dapat
ireversibel. dilakukan oleh korban
sendiri atau orang lain yang
Penanganan Lanjutan
ada di tempat kejadian.
1. Survei primer dan resusitasi
Tujuan pertolongan pertama
Prinsip penanganan “ABCDE’
adalah menghambat pen-
secara umum meliputi:2
yerapan bisa, mempertahan-
1) Airway.
kan hidup korban dan
2) Breathing (pergerakan nafas).
menghindari komplikasi
3) Circulation (pulsasi arteri).
sebelum mendapatkan pe-
4) Disability nervous system
rawatan medis di rumah
(kesadaran).
sakit serta mengawasi gejala
5) Exposure and Enviromental
dini yang membahayakan.
Control (perlindungan dari
Segera bawa korban ke
dingin, risiko tenggelam).
tempat perawatan medis.

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 371


[VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017] ISSN : 2460-9684

Pertolongan yang dilakukan 45m, yang dibalutkan


adalah menenangkan korban kuat di sekeliling bagian
yang cemas, imobilisasi tubuh yang tergigit,
bagian tubuh yang tergigit mulai dari ujung jari kaki
dengan cara mengikat atau sampai bagian yang
menyangga dengan kayu terdekat dengan gigitan.
agar tidak terjadi kontraksi Bungkus rapat dengan
otot (karena pergerakan atau perban seperti mem-
kontraksi otot dapat bungkus kaki yang
meningkatkan penyerapan terkilir, tetapi ikatan
bisa ke dalam aliran darah jangan terlalu kencang
dan getah bening), per- agar aliran darah tidak
timbangkan pressure- terganggu. Penggunaan
immobilization pada gigitan torniket tidak dianjurkan
Elapidae, hindari gangguan karena dapat meng-
terhadap luka gigitan karena ganggu aliran darah dan
dapat meningkatkan pe- pelepasan torniket dapat
nyerapan bisa dan menyebabkan efek sis-
menimbulkan perdarahan temik yang lebih berat.
lokal. c. Tindakan pendukung
2) Korban harus segera dibawa berupa stabilisasi yang
ke rumah sakit secepatnya, meliputi penatalaksana-
dengan cara yang aman dan an jalan nafas, pe-
senyaman mungkin. Hindari natalaksanaan fungsi
pergerakan atau kontraksi pernafasan, sirkulasi,
otot untuk mencegah pe- resusitasi perlu dikaku-
ningkatan penyerapan bisa. kan bila kondisi klinis
3) Pengobatan gigitan ular korban berupa hipotensi
Pada umumnya terjadi salah berat dan shock, shock
pengertian mengenai pe- perdarahan, kelumpuh-
ngelolaan gigitan ular. an saraf pernafasan,
Metode penggunaan torniket kondisi yang tiba-tiba
(diikat dengan keras sehingga memburuk akibat ter-
menghambat peredaran lepasnya penekanan
darah), insisi (pengirisan perban, hiperkalemia
dengan alat tajam), peng- akibat rusaknya otot
isapan tempat gigitan, rangka, serta kerusakan
pendinginan daerah yang ginjal dan komplikasi
digigit, pemberian anti- nekrosis lokal.
histamin dan korti-kosteroid d. Pemberian suntikan anti-
harus di-hindari karena tidak tetanus, atau bila korban
terbukti manfaatnya. pernah mendapatkan
4) Terapi yang dianjurkan toksoid maka diberikan
meliputi: satu dosis toksoid
a. Bersihkan bagian yang tetanus.
terluka dengan cairan e. Pemberian suntikan
faal atau air steril. penisilin kristal sebanyak
b. Untuk efek lokal 2 juta unit secara
dianjurkan imobilisasi intramuskuler.
menggunakan perban f. Pemberian sedasi atau
katun elastis dengan analgesik untuk meng-
lebar + 10 cm, panjang

372 Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana


ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017]

hilangkan rasa takut abnormal, trombosit <


cepat mati/ panik. 100.000).
g. Pemberian serum anti- 2. Tanda neurotoksik (ptosis,
bisa. Karena bisa ular optalmoplegia, paralisis).
sebagian besar terdiri 3. Abnormalitas kardiovaskular
atas protein, maka (hipotensi, syok, aritmia,
sifatnya adalah antigenik EKG abnormal).
sehingga dapat dibuat 4. Gagal ginjal akut: oliguria/
dari serum kuda. Di anuria, peningkatan BUN
Indonesia, antibisa ber- dan kreatinin.
sifat polivalen, yang 5. Hemoglobinuria/
mengandung antibody mioglobinuria; produk urin
terhadap beberapa bisa kecoklatan, nyeri hebat pada
ular. Serum antibisa ini otot.
hanya diindikasikan bila 6. Pembengkakan lokal yang
terdapat kerusakan melibatkan lebih dari
jaringan lokal yang luas. setengah ekstremitas yang
tergigit dalam 48 jam atau
2. Terapi Spesifik pembengkakan setelah
Terapi spesifik gigtan ular gigitan pada jari.
adalah dengan pemberian 7. Penambahan bengkak yang
antibisa ular, suatu imuno- cepat, dalam beberapa jam.
globulin yang diekstrak dari 8. Pembesaran limfonodi dan
plasma kuda, keledai maupun nyeri tekan limfonodi yang
domba yang telah diimunisasi menjadi drainase tempat
degan pemberian bisa ular. gigitan.
Antibisa ular ada 2 jenis yaitu:
1. Monovalen: antibisa yang Pemberian antibisa ular
menetralkan bisa ular harus sesegera mungkin di-
spesies spesifik. berikan. Antibisa ular dapat
2. Polivalen: antibisa yang berefek setelah beberapa hari
dapat menetralkan bisa ular atau jika terdapat abnormalitas
dari beberapa spesies yang hemostasis, dalam 2 minggu atau
sering muncul pada area lebih. Dapat disarankan agar
geografis tertentu. antibisa ular tetap diberikan
selama terdapat gangguan
Antibisa ular yang banyak hemostasis. Antibisa ular masih
dikembangkan adalah yang kontroversi dalam hal efeknya
polivalent yang menetralkan bisa terdapat nekrosis, namun
ular jenis neurotoksik Elapidae beberapa bukti dapat me-
(Naja kaouthia, O. nunjukkan bahwa antibisa ular
hannah, Bungarus candidus, B. dapat mengurangi nekrosis jika
fasciatus) and haematotoksik langsung diberikan dalam
Viperidae (Daboia siamensis, beberapa jam pertama setelah
Calloselasma rhodostoma, gigitan.
Cryptelytrops- Trimeresurus- Anti-bisa ular diberikan
albolabris). Indikasi pemberian dengan 2 cara yaitu:
anti-bisa ular: 1. Kecepatan kurang dari 2 mL
1. Abnormalitas hemostasis: per menit dengan syringe
terdapat manifestasi pump.
perdarahan secara klinis dan 2. Infus intravena: antibisa ular
koagulopati (PT dan PTT dilarutkan dalam 200-500

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 373


[VOLUME: 02 – NOMOR 02 – April 2017] ISSN : 2460-9684

salin isotonik atau dextrose Southeast Asian region. Southeast


5% dan diberikan dengan Asian J. Trop. Med. Public Health
tetesan yang konstan dalam 30 Suppl 1, 1–85 (1999).
1 jam. 3. Laraba-Djebari, F. & Fatah, C.
Pathophysiological and
Dalam pemberian antibisa Pharmacological Effects of Snake
ular, perlu selalu disiapkan Venom Components: Molecular
epinefrin untuk terapi emergensi Targets. J. Clin. Toxicol. 4, 190
apabila terjadi reaksi alergi (2014).
terhadap antibisa ular. 4. Sontichai, W., Reungrongrat, S.,
Narongchai, P., et al.,
KESIMPULAN
Neurological Involvement and
Dilaporkan dua kasus gigitan Hepatocellular Injury Caused by a
ular golongan Viperidae dengan Snake With Hematotoxin
manifestasi klinis yang mirip seperti Envenomation. Wilderness &
mual dan muntah, nyeri, kebiruan, Environmental Medicine (2015).
bengkak di tempat gigitan berbisa, 5. Peterson, M. E. Snake Bite: Pit
dan penurunan kesadaran. Pada Vipers. Clin. Tech. Small Anim.
pemeriksaan didapatkan gangguan Pract. 21, 174–182 (2006).
kesadaran, anemia, perdarahan 6. Stewart, M. E., Greenland, S. &
saluran kemih, dan koagulopati yang Hoffman, J. R. First-aid treatment
cukup berat. of poisonous snakebite: Are
DAFTAR PUSTAKA currently recommended
procedures justified? Ann. Emerg.
1. Kasturiratne, A., Med. 10, 331–335 (1981).
Wickremasinghe, A. R., de Silva, 7. Sentra Informasi Keracunan
N.,et al., The global burden of Nasional BPOM.Penatalaksanaan
snakebite: A literature analysis Keracunan Akibat Gigitan Ular
and modelling based on regional Berbisa.
estimates of envenoming and http://www2.pom.go.id/public/
deaths. PLoS Med. 5, 1591–1604 siker/desc/
(2008). produk/racunularberbisa.pdf.
2. Warrell, D. A. WHO/SEARO Diakses 30 November 2016.
Guidelines for the clinical
management of snake bites in the

374 Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana

Anda mungkin juga menyukai