Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

COLITIS

OLEH

NAMA CANTIK : HOCL

NAMA JELEK : COLITIS

NAMA : YULIANA LAY

KELOMPOK : PANCA INDRA

NAMA PEMBIMBING : MARS BAOK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATA

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan. Melalui makalah ini,kita
dapat mengetahui tentang “ Asuhan Keperawatan pada Penyakit Kolitis.” Pembuatan
makalah ini menggunakan metode data-data kami peroleh dari beberapa sumber dan
pemikiran yang kami gabungkan menjadi sebuah makalah yang semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca. Kami menyadari akan kelemahan dan kekurangan dari
makalah ini. Oleh sebab itu,saya membutuhkan kritik dan saran y a n g s i f a t n y a
membangun,agar makalah ini akan semakin baik sajiannya.

Kupang, 08 September 2021

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Tujuan....................................................................................................................
1. Tujuan Umum............................................................................................
2. Tujuan khusus...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi....................................................................................................................
B. Anatomi fisiologi....................................................................................................
C. Etilogi......................................................................................................................
D. Klasifikasi...............................................................................................................
E. Manifestasi klinis...................................................................................................
F. Patofisiologi............................................................................................................
G. Pemeriksaan penunjang........................................................................................
H. Pengobatan.............................................................................................................
I. Komplikasi..............................................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui
jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif, penyakit
Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam
kategori indeterminate colitis (Ariestine, 2008). Colitis ulseratif merupakan salah satu
dari dua tipe Inflammatory Bowel Disease (IBD), selain Crohn disease. Tidak seperti
Crohn disease, yang dapat mengenai semua bagian dari traktus gastrointestinal, colitis
ulseratif seringnya mengenai usus besar, dan  dapat terlihat dengan colonoscopy.
Colitis ulseratif merupakan penyakit seumur hidup yang memiliki dampak emosional
dan sosial yang amat sangat pada pasien yang terkena, dan ditandai dengan adanya
eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik (Basson, 2011).
Etiologi pasti dari colitis ulseratif masih belum diketahui, tetapi penyakit ini
multifaktorial dan polygenic. Faktor-faktor penyebabnya termasuk faktor lingkungan,
disfungsi imun, dan predisposisi genetik. Ada beberapa sugesti bahwa anak dengan
berat badan lahir di bawah rata-rata yang lahir dari ibu dengan colitis ulseratif
memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya perkembangan penyakit (Basson, 2011).
Histocompatibility human leukocyte antigen (HLA-B27) merupakan antigen yang
sering teridentifikasi pada pasien-pasien dengan colitis ulseratif, meskipun penemuan
ini tidak berhubungan dengan kondisi pasien, dan adanya HLA-B27 tidak
menunjukkan peningkatan risiko untuk colitis ulseratif.
Colitis ulseratif bisa dipengaruhi oleh makanan, meskipun makanan hanya
sebagai faktor sekunder. Antigen makanan atau bakterial dapat berefek pada mukosa
usus yang telah rusak, sehingga meningkatkan permeabilitasnya (Basson, 2011). Di
Amerika Serikat, sekitar 1 miliar orang terkena colitis ulseratif. Insidennya 10.4-12
kasus per 100.000 orang per tahunnya. Rata-rata prevalensinya antara 35-100 kasus
per 100.000 orang (Basson, 2011).
Sementara itu, puncak kejadian penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35
tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap decade kehidupan (Ariestine,
2008). Colitis ulseratif terjadi 3 kali lebih sering daripada Crohn disease. Colitis
ulseratif terjadi lebih sering pada orang kulit putih daripada orang African American
atau Hispanic. Colitis ulseratif juga lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
(Basson, 2011)
B. Tujuan

a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan makalah ini diharapkan penulis dapat meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan dalam menerapkan sesuai dengan sistematis
yang bermutu
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai penulis setelah pelaksaan makalah adalah :
1) Mampu memahami pengertian dari colitis

2) Mampu memahami Aatomi fisiologi dari colitis

3) Mampu memahami etiologi dari colitis

4) Mampu memahami klasifikasi dari colitis

5) Mampu memahami manifestasi klinis dari colitis

6) Mampu memahami patofisiologi dari colitis

7) Mampu memahami pemeriksaan penunjang dari colitis

8) Mampu memahami pengobatan dari colitis

9) Mampu memahami komplikasi dari colitis


BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Definisi Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang


melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui
jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif, penyakit
Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam
kategori indeterminate colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan
penyakit inflamasi usus lainnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi (Djojoningrat,
2016).

Colitis ulseratif merupakan salah satu dari dua tipe Inflammatory Bowel
Disease (IBD), selain Crohn disease. Tidak seperti Crohn disease, yang dapat
mengenai semua bagian dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya
mengenai usus besar, dan  dapat terlihat dengan colonoscopy (Basson, 2011).

B. ANATOMI FISIOLOGI

Di Amerika Serikat, sekitar 1 miliar orang terkena colitis ulseratif. Insidennya


10.4-12 kasus per 100.000 orang per tahunnya. Rata-rata prevalensinya antara 35-100
kasus per 100.000 orang (Basson, 2011). Sementara itu, puncak kejadian penyakit
tersebut adalah antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada
setiap decade kehidupan (Ariestine, 2008). Colitis ulseratif terjadi 3 kali lebih sering
daripada Crohn disease. Colitis ulseratif terjadi lebih sering pada orang kulit putih
daripada orang African American atau Hispanic. Colitis ulseratif juga lebih sering
terjadi pada wanita daripada laki-laki (Basson, 2011).

Colitis ulseratif merupakan salah satu dari dua tipe Inflammatory Bowel
Disease (IBD), selain Crohn disease. Tidak seperti Crohn disease, yang dapat
mengenai semua bagian dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya
mengenai usus besar, dan  dapat terlihat dengan colonoscopy (Basson, 2011).
Colitis ulseratif bisa dipengaruhi oleh makanan, meskipun makanan hanya sebagai
faktor sekunder. Antigen makanan atau bakterial dapat berefek pada mukosa usus
yang telah rusak, sehingga meningkatkan permeabilitasnya (Basson, 2011).      
Sementara penyebab colitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran tertentu dari
penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi
faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik. Faktor
familial/genetik Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada
orang kulit hitam dan orang Cina.

C. ETIOLOGI

pasti dari colitis ulseratif masih belum diketahui, tetapi penyakit ini
multifaktorial dan polygenic. Faktor-faktor penyebabnya termasuk faktor lingkungan,
disfungsi imun, dan predisposisi genetik. Ada beberapa sugesti bahwa anak dengan
berat badan lahir di bawah rata-rata yang lahir dari ibu dengan colitis ulseratif
memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya perkembangan penyakit (Basson, 2011).
Histocompatibility human leukocyte antigen (HLA-B27) merupakan antigen yang
sering teridentifikasi pada pasien-pasien dengan colitis ulseratif, meskipun penemuan
ini tidak berhubungan dengan kondisi pasien, dan adanya HLA-B27 tidak
menunjukkan peningkatan risiko untuk colitis ulseratif. Colitis ulseratif bisa
dipengaruhi oleh makanan, meskipun makanan hanya sebagai faktor sekunder.
Antigen makanan atau bakterial dapat berefek pada mukosa usus yang telah rusak,
sehingga meningkatkan permeabilitasnya (Basson, 2011).     

Sementara penyebab colitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran tertentu


dari penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi
faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik. Faktor
familial/genetik Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada
orang kulit hitam dan orang Cina. Hal ini menunjukkan bahwa ada predisposisi
genetik terhadap perkembangan penyakit ini. Faktor infeksi Sifat radang kronik
penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus-menerus untuk kemungkinan
penyebab infeksi. Di samping banyak usaha menemukan agen bakteri, jamur, atau
virus, belum ada yang sedemikian diisolasi. Laporan awal isolate varian dinding sel
Pseudomonas atau agem yang ditularkan yang menghasilkan efek sitopatik pada
kultur jaringan masih dikonfirmasi.

Faktor imunologik Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan


pada konsep bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini
(misalnya arthritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat
terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan efek
mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-70% pasien dengan colitis
ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic
antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam pathogenesis penyakit colitis
ulseraif, namun ia dikaitkan dengan alel HLA-DR2, dimana pasien dengan p-ANCA
negative lebih cenderung menjadi HLA-DR4 positif. Faktor psikologik Gambaran
psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan. Tidak lazim bahwa
penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang, sehubungan dengan adanya
stress psikologis mayor misalnya kehilangan seorang anggota keluarganya.

Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus memiliki kepribadian


yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap stress emosi yang
sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi gejalanya. Faktor lingkungan Ada
hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit colitis ulseratif
berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit colitis ulseratif menurun secara
signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada decade ke-3.
Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit colitis ulseratif
di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta
menunjukkan risiko penyakit colitis ulseratif pada perokok sebanyak 40%
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Ada bukti aktivasi imun pada IBD,
dengan infiltrasi lamina propria oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain, meskipun
antigen pencetusnya belum jelas. Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai
pencetus, namun sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang menjadi
penyebab IBD.

Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau agen mikroba non
pathogen yang normal mengaktivasi respon imun yang abnormal. Hasilnya suatu
mekanisme penghambat yang gagal. Pada tikus, defek genetik pada fungsi sel T atau
produksi sitokin menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol pada flora normal
kolon. Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus IBD adalah suatu autoantigen yang
dihasilkan oleh epitel intestinal. Pada teori ini, pasien menghasilkan respon imun
inisial melawan antigen luminal, yang tetap dan diperkuat karna kesamaan antara
antigen luminal dan protein tuan rumah. Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan
sel-sel epithelial oleh sitotoksisitas seluler antibody-dependent atau sitotoksisitas cell-
mediated secara langsung. Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam
pathogenesis IBD. Ada peningkatan sekresi antibody oleh sel mononuclear intestinal,
terutama IgG dan IgM yang melengkapi komplemen. Colitis ulseratif dihubungkan
dengan meningktanya produksi IgG1 (oleh limfosit Th2) dan IgG3, sub tipe yang
respon terhadap protein dan antigen T-cell dependent.

D. KLASIFIKASI

Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit colitis


ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta
menunjukkan risiko penyakit colitis ulseratif pada perokok sebanyak 40%
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Ada bukti aktivasi imun pada IBD,
dengan infiltrasi lamina propria oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain, meskipun
antigen pencetusnya belum jelas. Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai
pencetus, namun sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang menjadi
penyebab IBD. Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau agen mikroba
non pathogen yang normal mengaktivasi respon imun yang abnormal. Hasilnya suatu
mekanisme penghambat yang gagal.
Pada tikus, defek genetik pada fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkan
respon imun yang tidak terkontrol pada flora normal kolon. Hipotesis ketiga adalah
bahwa pencetus IBD adalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal.
Pada teori ini, pasien menghasilkan respon imun inisial melawan antigen luminal,
yang tetap dan diperkuat karna kesamaan antara antigen luminal dan protein tuan
rumah. Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel epithelial oleh
sitotoksisitas seluler antibody-dependent atau sitotoksisitas cell-mediated secara
langsung. Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam pathogenesis IBD. Ada
peningkatan sekresi antibody oleh sel mononuclear intestinal, terutama IgG dan IgM
yang melengkapi komplemen. Colitis ulseratif dihubungkan dengan meningktanya
produksi IgG1 (oleh limfosit Th2) dan IgG3, sub tipe yang respon terhadap protein
dan antigen T-cell dependent. Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi
(IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor-α (TNF- α), terutama pada aktivasi
makrofag di lamina propria.
Sitokin yang lain (IL-10, TGF-β) menurunkan imun respon. Defek produksi
sitokin ini menghasilkan inflamasi yang kronis. Sitokin juga terlibat dalam
penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain dalam pembentukan
penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies oksigen reaktif yang lain
oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang meningkatkan permeabilitas dan
merangsang vasodilatasi, komponen kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit oksida
yang menyebabkan vasodilatasi dan edema (Ariestine, 2018).

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama colitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen,
seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit
ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung
sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik. Derajat klinik colitis ulseratif dapat
dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya
demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi
Truelove). Perjalanan penyakit colitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan
pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual
setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon
yang terlibat. Pada colitis ulseratif, terdapat reksi radang yang secara primer mengenai
mukosa kolon. Secara makroskopik,, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan
biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam
dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal.

Perjalanan klinis colitis ulseratif bervariasi. Mayoritas pasien akan mendertia


relaps dalam waktu 1 tahun dari serangan pertama, mencerminkan sifat rekuren dari
penyakit. Namun demikian, bisa terdapat periode remisi yang berkepanjangan hanya
dengan gejala minimal. Pada umumnya, beratnya gejala mencerminkan luasnya
keterlibatan kolon dan intensitas radang (Ariestine, 2008). Tabel 1. Truelove and
Witts’ classification of severity of ulcerative colitis Activity Mild Moderate Severe
Number of bloody stools per day (n) Temperature (°C) Heart rate (beats per minute)
Haemoglobin (g/dl) Erythrocyte sedimentation rate (mm/h) <4 o:p=""> Afebrile
Normal >11 <20 o:p=""> 4-6 Intermediate Intermediate 10.5-11 20-30 >6 >37.8 >90
<10 .5="" o:p=""> >30             Temuan fisik pada colitis ulseratif biasanya
nonspesifik, bisa terdapat distensi abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon.
Pada kasus ringan, pemeriksaan fisik umum akan normal. Demam, takikardia dan
hipotensi postural biasanya berhubungan dengan penyakit yang lebih berat (Ariestine,
2008).          

Manifestasi ekstraintestinal bisa dijumpai, yaitu : Sendi : peripheral arthritis,


ankylosing spondylitis dan sacroilitis (berhubungan dengan HLA-B27) Kulit :
erythema nodosum, aphtous ulcer, pyoderma gangrenosum Mata : episkleritis, iritis,
uveitis Liver : fatty liver, pericholangitis (intrahepatic sclerosing cholangitis), primary
sclerosing cholangitis, cholangiocarcinoma, chronic hepatitis Lain-lain : autoimmune
hemolytic anemia, phlebitis, pulmonary embolus (hypercoagulable state) (Fauci,
2009). Gambaran Laboratorium             Temuan laboratorium seringkali nonspesifik
dan mencerminkan derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat
anemia yang mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan
darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap
darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat. Kelainan elektrolit,
terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia umum terjadi
dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein lumen
melalui mukosa yang ulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan
penyakit hepatobiliaris yang berhubungan.            

Pemeriksaan kultur feses (pathogen usus dan bila diperlukan, Escherichia coli
(O157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium difficile negative.             Pemeriksaan
antibody p-ANCA dan ASCA (antibody Saccharomyces cerevisae mannan) berguna
untuk membedakan penyakit colitis ulseratif dengan penyakit Crohn (Ariestine,
2008). Gambaran Radiologi
F. PATOFISIOLOGI

Pada penyakit yang lebih kronik, mukosa bisa menunjukkan penampilan


granuler dan bisa terdapat pseudopolip (Ariestine, 2018). Berikut ini adalah perbedaan
gambaran lesi endoskopik IBD pada colitis ulseratif dengan Crohn’s Disease
(Djojoningrat, 2006) : Tabel 2. Gambaran lesi endoskopik IBD Gambaran Colitis
ulseratif Crohn’s Disease Lesi inflamasi (hiperemia, ulserasi, dll) +++ + Bersifat
kontinu adanya skip area (adanya mukosa normal di antara lesi) 0 +++ Keterlibatan
rectum +++ + Lesi mudah berdarah +++ + Cobblestone appearance / pseudopolip + +
++ Sifat ulkus : Terdapat pada mukosa yang inflamasi +++ + Keterlibatan ileum 0 ++
++ Lesi ulkus bersifat diskrit + +++ Bentuk ulkus : Diameter > 1 cm + +++ Dalam +
+++ Bentuk linier (longitudinal) + +++ Aphtoid 0 ++++        Keterangan : 0 = tidak
ada, ++++ = sangat diagnostik (karakteristik)

Gambaran Histopatolog Yang termasuk kriteria histopatologik adalah


perubahan arsitektur mukosa, perubahan epitel dan perubahan lamina propria.
Perubahan arsitektur mukosa, perubahan permukaan, berkurangnya densitas kripta,
gambaran abnormal arsitektur kripta (distorsi, bercabang, memendek). Pada kolon
normal, permukaan datar, kripta tegak, sejajar, bentuknya sama, jarak antar kripta
sama, dan dasar dekat muskularis mukosa. Sel-sel inflamasi, predominan terletak di
bagian atas lamina propria. Perubahan epitel seperti berkurangnya musin dan
metaplasia sel Paneth serta permukaan viliform juga diperhatikan. Perubahan lamina
propria meliputi penambahan dan perubahan distribusi sel radang.

Granuloma dan sel-sel berinti banyak biasanya ditemukan. Gambaran


mikroskopik ini berhubungan dengan stadium penyakit, apakah stadium akut,
resolving atau kronik/menyembuh (Ariestine, 2008). Gambaran khas untuk colitis
ulseratif adalah adanya abses kripti, distorsi kripti, infiltrasi sel mononuclear dan
polimorfonuklear di lamina propria (Djojoningrat, 2016).Tsang dan Rotterdam
(1999), membagi gambaran histologik penyakit colitis ulseratif menjadi kriteria
mayor dan minor. Sekurang-kurangnya dua kriteria mayor harus dipenuhi untuk
diagnosis colitis ulseratif. Ø  Kriteria mayor colitis ulseratif :
1. Infiltrasi sel radang yang difus pada mukosa    
2. Basal plasmositosis
3. Netrofil pada seluruh ketebalan mukosa
4. Abses kripta
5. Kriptitis
6. Distorsi kripta
7. Permukaan viliformis Ø  Kriteria minor colitis ulseratif :
8. Jumlah sel goblet berkurang
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mengingat bahwa etiopatogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya
lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi. Dengan dugaan
adanya faktor/agen proinflamasi yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik
pada kelompok rentan, maka diusahakan mengeliminasi hal tersebut dengan cara
pemberian antibiotik, lavase usus, pengikat produk bakteri, mengistirahatkan kerja
usus dan perubahan pola dietetik. Pada prinsipnya, pengobatan IBD ditujukan pada
serangan akut dan terapi pemeliharaan waktu fase remisi. Obat baku pertama
mengandung komponen 5-acetil salicylic acid (5-ASA) dan obat kortikosteroid (baik
sistemik maupun topikal). Bila gagal, maka diberikan obat lini kedua yang pada
umumnya bersifat imunosupresif (seperti 6-merkaptopurin, azatriopin, siklosporin dan
metotreksat), anti-TNF (infliximab). Pada kasus tertentu atau terjadi komplikasi
perforasi, perdarahan masif, ileus karena stenosis, megatoksik kolon, maka diperlukan
intervensi surgikal (Djojodiningrat, 2016).     
 Sulfasalazine merupakan derivate dari 5-acetil salisilic acid, yang mempunyai
efek antiinflamasi, berfungsi untuk mempertahankan remisi dan untuk menginduksi
remisi pada serangan ringan. Berguna untuk mengobati colitis ulseratif ringan-sedang.
Bekerja secara lokal pada kolon untuk menurunkan respon inflamasi dan secara
sistemik menghambat sintesis prostaglandin. Temuan klinis pada colitis ulseratif yang
berat berhubungan dengan nekrosis luas pada mukosa kolon dan perforasi dengan
sepsis. Antibiotik intravena diberikan pada pasien yang diduga atau berpotensi terjadi
sepsis (Basson, 2011).      
Seringkali pasien dengan colitis ulseratif juga diberi antihistamin. Karena
histamin terdapat pada enterochromaffin like cell, sel mast dan nervus intramural pada
traktus gastrointestinal, yang menstimulasi sekresi asam lambung, beberapa cairan
dan mucus, mempengaruhi motilitas usus, berpartisipasi dalam alergi tipe cepat dan
respon inflamasi, stimulasi pertumbuhan dan proses regenerasi serta meningkatkan
pembentukan kolagen. Semua efek ini dimediasi melalui reseptor H1, H2, H3 dan H4.
Hiperplasia sel mast pada mukosa dan submukosa merupakan karakterisitik dari IBD
kronik. Inflamasi colitis ulseratif utamanya mengenai mukosa, dan meningkatkan
pengeluaran mediator sel mast intestinal (Fogel, 2015).  
H. PENGOBATAN
Berdasarkan Crohn’s and Colitis Foundation of America, diet bukan
merupakan faktor utama dalam proses inflamasi. Namun beberapa makanan spesifik,
dapat mempengaruhi gejala dari colitis ulseratif dan ikut berperan dalam proses
inflamasi (WebMD, 2012). Penatalaksanaan diet pada colitis ulseratif, serat yang
insoluble (tinggi serat) tidak baik untuk pasien,
contohnya : kubis, brokoli, jagung manis, kulit buah seperti apel dan anggur),
karena jenis serat ini melewati seluruh traktus digestivus tanpa dicerna, dan dapat
menempel pada dinding colon ketika inflamasi, semakin mengiritasi kolon dan
memperparah colitis. Serat yang soluble sangat baik untuk pasien karena akan dicerna
dalam kolon, menghasilkan feses yang lunak dan pergerakan usus yang bagus, tidak
menempel pada dinding usus dan tidak menyebabkan inflamasi. Contoh serat yang
soluble adalah buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah dikupas, bubur, dan nasi
putih (Collitis UK, 2011)
I. KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi : perforasi usus yang
terlibat, terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis, megakolon toksik (terutama
pada colitis ulseratif), perdarahan, dan degenerasi maligna. Diperkirakan risiko
terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13% (Djojoningrat, 2016).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Colitis ulseratif bisa dipengaruhi oleh makanan, meskipun makanan hanya
sebagai faktor sekunder. Antigen makanan atau bakterial dapat berefek pada mukosa
usus yang telah rusak, sehingga meningkatkan permeabilitasnya (Basson, 2011). Di
Amerika Serikat, sekitar 1 miliar orang terkena colitis ulseratif. Insidennya 10.4-12
kasus per 100.000 orang per tahunnya. Rata-rata prevalensinya antara 35-100 kasus
per 100.000 orang (Basson, 2011).
Sementara itu, puncak kejadian penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35
tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap decade kehidupan (Ariestine,
2008). Colitis ulseratif terjadi 3 kali lebih sering daripada Crohn disease. Colitis
ulseratif terjadi lebih sering pada orang kulit putih daripada orang African American
atau Hispanic. Colitis ulseratif juga lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
(Basson, 2011)
B. Saran

Demikian makalah ini saya buat, apabila ada kesalahah saya mohon maaf dan
saya harap dari makalah yang saya buat dapat bermanfaat untuk yang membacanya.
Sekian dan terima kasih
DAFTAR PUSTAKA

Arisetine, Dina Aprilia. 2008. Kolitis Ulseratif Ditinjau dari Aspek Etiologi, Klinik
dan Patogenesa.

Universitas Sumatera Utara - Fakultas Kedokteran Medan. www.

scribd.com/affannurrochman/d/40473357-Kolitis. Diakses tanggal 17 April 2012. Jam


22.00 WIB. Basson, Marc D. 2011. Ulcerative Colitis.

emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 17 April 2012. Jam 22.00 WIB. Colitis


UK. 2011.

The Effects of Diet on Ulcerative Colitis.

http://www.ulcerativecolitis.org.uk/dietarychanges.htm. Diakses tanggal 17 April


2012. Jam 22.00 WIB.

Djojoningrat, Dharmika. Inflammatory Bowel Disease : Alur Diagnosis dan


Pengobatannya di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai