6.bab Ii
6.bab Ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
d. Faktor Lingkungan
1) Ansietas
(Perry & Potter, 2009)
5. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh
a. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah
normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Keadaan ini
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau
berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia,
tubuh akanmelakukan kompensasi dengan cara meningkatkan
pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh
darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia diantaranya
sesak nafpas, frekunsi napas dapat mencapai 35 kali per menit, nadi
cepat dan dangkal, serta sianosis
b. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada
tingkat seluler. Tanda dan gejala hipoksia diantaranya kelelahan,
kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh
(clubbing finger).
c. Gagal Napas
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi
secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas
karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai dengan peningkatan
CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal napas
dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol
sistem pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat,
9
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)
b) Konjungtiva pucat (anemia)
c) Konjungtiva sianosis (hipoksemia)
2) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung
b) Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)
c) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan
penyakit paru kronik)
3) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
4) Jari dan kuku
a) Sianosis perifer (kurangngnya suplai O2 ke perifer)
b) Clubbing finger ( hipoksemia kronik)
5) Dada dan Thoraks
a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada
bisa dikerjakan pada saat bergerak aray pada saat diam. Amati
juga pergerakan pernapasan klien. Sedangkan untuk mengamati
adanya kelainan tulang punggung baik kifosis, skoliosis,
maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat
bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi
(eupnea, bradipnea, dan takipnea), sifat (pernapasan dada,
diafragma, stoke, kussmaul, dll).
b) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan
dada, mengobservasi abnormalitas, mengidentifikassi keadaan
14
c) Perkusi
(1) Perkusi langsung
Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul thoraks
klien dengan bagian palmar jaritengan keempatujung jari
tangannya.
(2) Perkusi Tak Langsung
Perkusi taklangsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu
objek padat yang disebut pleksimeter pada dada klien, lalu
sebuah objek lain yang disebut pleskor untuk memukul
pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara.
Suara perkusi pada klien tuberkulosis paru biasanya
hipersonor yaitu bergaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi
udara.
d) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi
napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat untuk mendemonstrasikan daerah mana didapatkan
adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012)
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB
paru dengan gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya:
1) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum
pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru.
15
4. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) yang akan dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan
Dx Definisi Penyebab/faktor risiko Gejala dan Tanda Kondisi klinis terkait
Mayor Minor
a. Ketidakmampuan Fisiologis : Subjektif : - Subjektif : Dispnea, sulit Gullian barre syndrom,
membersihkan sekret 1. Spasme jalan napas Objektif : bicara dan ortopnea. sklerosis multiple,
atau obstruksi jalan 2. Hipersekresi jalan napas Batuk tidak efektif, tidak Objektif : myasthenia gravis,
napas untuk 3. Disfungsi neuromuskuler mampu batuk, spuntum Gelisah, sianosis, bunyi prosedur diagnostik
mempertahankan jalan 4. Benda asing dalam jalan napas berlebih, mengi napas menurun, frekuensi (misal bronkoskopi,
napas tetap paten. 5. Adanya jalan napas buatan (wheezing), ronkhi kering, napas menurun, frekuensi transesophageal
6. Sekresi yang tertahan mekonium di jalan napas napas berubah, pola napas echocardiography),
7. Hiperplasia dinding jalan napas (pada neontus). berubah. depresi sistem saraf pusat,
8. Proses infeksi cedera kepala, stroke,
9. Respon alergi kuadriplegia,sindrom
10. Efek agen farmakologis aspirasi mekonium,
(misalnya anastesi) infeksi saluran napas.
Situasional:
a. Merokok aktif dan pasif
b. Terpanjan polutan
b. Kelebihan atau Penyebab : Subjektif : Dispnea Subjektif : Penyakit paru obstruktif
kekurangan oksigenasi 1. Ketidakseimbangan ventilasi- Objektif : PCO2 Pusing, penglihatan kabur. kronis (PPOK), gagal
dan atau eliminasi perfusi meningkat/menurun, Objektif :Sianosis, jantung kongestif, asma,
karbondioksida pada 2. Perubahan membran alveolus- takikardi, pH arteri diaforesis, gelisah, napas pneumonia, tuberkulosi
membran alveolus- kapiler meningkat/menurun, bunyi cuping hidung, pola napas paru, penyakit membran
kapiler. napas tambahan. abnormal (cepat/lambat, hialin, asfiksia, persistent
regular/ireguler, pulmonary hypertension
dalam/dangkal), warna kulit of newborn (PPHN),
abnormal (misal pucat dan prematuritas, infeksi
17
c. Inspirasi dan/atau Penyebab : Subjektif : Dispnea. Subjektif : Ortopnea Depresi sistem saraf,
ekspirasi yang tidak 1. Depresi pusat pernapasan Objektif : Penggunaan Objektif : Pernapasan cedera kepala,trauma
memberikan ventilasi 2. Hambatan upaya napas (misal otot bantu pernapasan, fase pursed-lip, thoraks, gullian barre
adekuat. nyeri saat bernapas, kelemahan ekspirasi memanjang, pola pernapasancuping hidung, syndrom, multiple
otot pernapasan napas abnormal (misal diameter thoraks anterior- sclerosis, myasthenia
3. Deformitas dinding dada takipnea, bradipnea, posterior meningkat, gravis, stroke,
4. Deformitas tulang dada hiperventilasi, kussmaul, ventilasi semenit menurun, kuadriplegia, intoksikasi
5. Gangguan neuromuskular cheyne-stokes). kapasitas vital menurun, alkohol.
6.Gangguan neurologis (misal tekanan ekspirasi menurun,
elektroensefalogram [EEG] tekanan inspirasi menurun,
positif, cedera kepala, gangguan ekskursi dada berubah.
kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventiasi
12. Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
F. Penurunan cadangan Faktor risiko Subjektif : Dispnea Subjektif : - Penyakit paru obstruktif
energi 1. Gangguan metabolisme Objektif : Pengunaan otot Objektif : Gelisah dan kronis (PPOK), asma,
yangmengakibatkan 2. Kelelahan otot pernapasan bantu napas meningkat, takikardia cedera kepala, gagal
individu tidak mampu volue tidal menurun, PCO2 napas, bedah jantung dan
bernapas secara adekuat. meningkat, PCO2 menurun, infeksi saluran napas.
SaO2 menurun
b. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan oksigenasi dalam buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2018).
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif Latihan Batuk Efektif - Dukungan kepatuhan program
Tujuan: Observasi: pengobatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Identifikasi kemampuan batuk - Edukasi fisioterapi dada
pasien menunjukkan jalan napas yang bersih ditandai - Monitor adanya retensi sputum - Edukasi pengukuran respirasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut: - Moniyor tanda dan gejala infeksi - Fisioterapi dada
Status pernapasan: kepatenan jalan napas saluran napas - Konsultasi via telepon
- Tidak ada sekret - Monitor input dan output cairan (misal - Manajemen asma
Pertukaran gas jumlah dan karakteristik) - Manajemen alergi
- Pasien mampu mengeluarkan sekret Terapeuntik: - Manajemen anafiklasis
Ventilasi - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Manajemen isolasi
- RR dalam batas normal - Pasang perlak dan bengkok - Manajemen ventilasi mekanik
- Buang sekret pada tempat sputum - Manajemen jalan napas buatan
Edukasi: - Pemberian obat inhalasi
20
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
- kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik:
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuandan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
22
perlu.
Gangguan pertukaran gas Pemantauan Respirasi - Dukungan berhenti merokok
Tujuan: Observasi: - Dukungan ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, - Edukasi berhenti merokok
pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang dan upaya napas - Edukasi pengukuran respirasi
adekuat ditandai dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas (seperti bradipnea, - Edukasi fisioterapi dada
Status pernapasan takipnea, hiperventilasi, kussmaul, - Fisioterapi dada
- Klien mampu mengeluarkan sekret chyne-stokes, biot, ataksik) - Observasi jalan napas buatan
Ventilasi - Monitor kemampuan batuk efektif - Konsultasi via telepon
- RR batas normal - Monitor adanya produksi sputum - Manajemen ventilasi mekanik
- Monitor adanya sumbatan jalan napas - Pemberian obat
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Pemberian obat inhalasi
- Auskultasi bunyi napas - Pemberian obat intrapleura
- Monitor saturasi oksigen - Pemberian obat intradermal
- Monitor nilai AGD - Pemberian obat intramuskular
Terapeutik: Pemberian obat intravena
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan danprosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor efektifitasterapi oksigen
(misal oksimetri, analisa gas darah),
23
jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
Pola napas tidak efektif Manajemen Jalan Napas - Dukungan emosional
Tujuan: Observasi: - Dukungan kepatuhan program
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola - Monitor pola napas (frekuensi, pengobatan
napas klien teratur ditandai dengan kriteria hasil sebagai kedalaman, usaha napas) - Dekungan ventilasi
berikut: - Monitor bunyi napas tambahan (misal - Edukasi pengukuran respirasi
Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas gurgling, mengi, wheezing, ronkhi - Konsultasi via telepon
24
Pencegahan Aspirasi
Observasi:
- Monitor tingkat kesadaran, batuk,
muntah, dan kemampuan menelan
- Monitor status pernapasan
- Monitor bunyi napas, terutama setelah
makan dan minum
- Periksa residu gaster sebelum memberi
memberi asupan oral
- Periksa kepatenan selang nasogastrik
sebelum memberi asupan oral
Terapeutik:
- Posisikan semi-fowler (30-45 derajat)
30 menit sebelum memberi asupan oral
- Pertahankan posisi semi fowler (30-45
derajat) pada pasien tidak sadar
- Pertahankan kepatenan jalan napas
(misal teknik head-tilt chin-lift, jaw-
thrust, in line)
- Pertahankan pengembangan balon
endrotracheal tube (EET)
- Lakukan penghisapan jalan napas, jika
produksi sekret meningkat
- Sediakan suction di ruangan
27
c. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan
rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,
intervensi diharapkan dapat nencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,
2010).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat akan terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam,
2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain
sebagai berikut:
1) Secara Mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena
adanya stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan
dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain-
lain.
3) Rujukan Ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
29
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien. Mengambil tindakan evaluasi untuk
menentukan apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan
untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat
untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi (Potter & Perry,
2009).
C. Tinjauan Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru
1. Definisi Penyakit
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycrobacterium Tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013).
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
mnyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Manurung, 2009).
Tuberkulosis(TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang
paru-paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis.
Penularan utama penyakit TB adalahbakteri yang terdapat dalam
droplet yang di keluarkan penderita sewaktu batuk, bersin, bahkan
ketika berbicara. Bakteri Mycrobacterium Tuberculosis yang
ditemukan Robert Koch pada tahun 1982, tanggal 24 maret diperingati
sebagai hari Tuberkulosis (TB) sedunia (Mutaqin, 2012).
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
Tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran
panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar kuman berupa
lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
30
4. Pathway
33
5. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit tuberkulosis paru tidakmenunjukan tanda
dan gejala yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan
menambah jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat
meningkatkan produksi sputum yang ditunjukandenganseringnya pasien
batuk sebagai bentuk kompensasi pengeluarah dahak.
Selain itu, pasien dapat merasa letih, lemah berkeringat pada malam
hari danmengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci
tandadan gejala tuberkulosis paru ini dapat dibagi atas 2 golongan yaitu
gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik
1) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tubercolosis paru, biasanya
timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip
demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan
tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat
terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan,dan 9 bulan. Demam seperti
influenza yang hilang timbul dan semakin lama semakin panjang
masa serangannya,sedangkan masa bebas serangan akan semakin
pendek. Demam dapat mencapai 40-41oC.
2) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi
rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan
semakin kurus, sakit kepala,mudah lelah, dan pada wanita kadang-
kadang dapat terjadi ganngguan sirkulasi haid.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melinatkan
bronkhus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus,
selanjutnya akibat addanya peradngan pada bronkhus, batuk akan
menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
34