Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding
abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gram
atau umur kehamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012). Sectio caesarea
merupakan tindakan melahirkan bayi melalui insisi (membuat sayatan)
didepan uterus
Persalinan melalui sectio caesarea didefinisikan sebagai pelahiran
janin melalui insisi di dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus
(histerotomi) menurut Norman (2012).
B. Etiologi
Menurut Mochtar (1998) factor dari ibu dilakukannya section caesarea
adalah plasenta previa,panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-
eklamsi dan hipertensi. Sedangkan factor dari janin adalah letak lintang dan
bokong.
Menurut Manuba (2001) indikasi ibu dilakukan section caesarea adalah reptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distress dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa section caesarea di atas dapat diuraikan beberapa penyebab section
caesarea sebagai berikut:
1. Cpd (Chepalo Pelvik Dispropotion)
2. Kpd (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Factor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
C. Patofisilogi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distisoa serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya tindakan pembedahan yaitu section caesarea (SC).
Dalam proses operasi dilakukan anestesi yang akan menyababkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik
akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masala ansietas pada pasien.
Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamine dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
D. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis sictio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain:
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary paru jelas dan vasikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak tirencanakan maka biasanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tuchker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amiosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
9. USG
F. Penatalasanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Tranfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfuse, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi pendarahan pasca
bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita pasca operasi maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung ellktrolit agar
tidak terjadi hopotermi, dehidasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutruhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 – 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring ksnan dan kiri dapat dimulai 6 – 10 jam post operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghebuskannya
d. Kemudian posos ytidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk
e. Selanjutnya selang berturut-turut paisen dianjurkan belajar duduk
selama sehari, berjalan berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ketiga sampai hari ke lima pasca operasi.
5. Kateteirsasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderi, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 – 48 jam atau lebih lama lagi tergantung
jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotic
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaaan
c. Obat-obatan lain seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
e. Perawatan rutin
DAFTAR PUSTAKA

Caroenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Maryalinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.


Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Ritin Obstetric Ginekologi


dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, jilid. Jakarta : EGC

Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif social.


Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai