Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak
yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan,
atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom,
serta bersifat episodik. (www.medikaholistik.com)
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan
berkala. (http://www.epilepsy.com)
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. (Brunner & Suddarth, hal 2203)
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang.
Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa
penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif,
2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron
otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
1. Etiologi
Secara umum penyebab epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian
yang dilakukan oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya
epilepsi. Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang yang
juga menjadi pemicu terjadinya serangan epilepsi yaitu; akibat trauma jalan lahir,
asphyxia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit infeksi (seperti virus, bakteri dan
parasit), keracunan (karbon monooksida), masalah-masalah sirkulasi darah, demam,
gangguan metabolisme dan intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
Adapun beberapa faktor yang menjadi faktor prepitasi (faktor yang memicu
terjadinya serangan) adalah;
a. faktor sensoris (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air panas),
b. faktor sistemis (seperti demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu), dan
c. faktor mental (seperti stress dan gangguan emosi).
2. Patofisiologi
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak
berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada
kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter
seperti GABA (gamma- aminobutiric acid) dan glutamat melalui sel-sel saraf (neuron)
ke organ-organ tubuh yang lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas menggangu
sistem ini, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan
menimbulkan kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi.
Pesan dari tubuh dibawa oleh neuron-neuron dari otak diartikan dalam bentuk
pelepasan energi elektrokimia sepanjang jalan neuron-neuron. Impuls-impuls ini terjadi
dalam bentuk ledakan sewaktu-waktu sebuah sel saraf yang mempunyai tugas untuk
melakukannya. Kadang-kadang sel-sel ini atau kelompok sel terus menerus memancar
setelah tugas selesai. Selama periode pelepasan yang tidak diinginkan, bagian-bagian
tubuh dikontrol oleh pesan-pesan sel yang dapat dipindahkan. Hasilnya menyebabkan
ketidaknyamanan dan gangguan fungsi direntang dari ringan sampai berat, biasanya
sampai menyebabkan ketidaksadaran. Bila hal ini tidak terkontrol, pelepasan abnormal
terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju kearah epilepsi, gerakan-gerakan
fisik yang tidak teratur disebut dengan kejang.
3. Tanda dan Gejala
Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron, kejang dapat direntang dari
serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya
kesadaran. Variasi kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai daerah otak yang
terkena dan telah diidentifikasi sebagai kejang parsial, umum, dan tidak diklasifikasikan.
Kejang parsial asalnya tidak spesifik dan secara simultan.
Pola awal kejang menunjukkan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Juga
penting jika pasien mengalami aura, suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik, yang
dapat menunjukkan asal kejang (misal melihat kilatan sinar dapat menunujukkan kejang
berasal dari lobus oksipital).
Pada kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau
mulut dapat tersentak tidak terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat dipahami,
pusing, dan mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara
automatik tetapi tidak tepat denagn waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan
yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang.
Kejang umum sering disebut dengan grandmal, melibatkan kedua hemisfer otak,
yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intens pada seluruh
tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot
(kontraksi tonik klonik umum). Kontraksi simultan diahfragma dan otot dada dapat
menimbulkan menangis epileptik karakteristik. Sering lidah tetekan dan pasien
mengalami inkotinen urine dan feses. Setelah 1 atau 2 menit, gerakan konvulsif mulai
hilang, pasien relaks dan mengalami koma dalam, bunyi nafas bising. Pada keadaan
postikal pasien sering konfusi dan sulit bangun, dan tidur selama berjam-jam. Banyak
pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot.
4. Komplikasi
Komplikasi dari epilepsi pada umumnya adalah terjadi kerusakan otak yang lebih
parah, seperti kejang yang terjadi secara terus menerus dan biasanya pasien harus
dilakukan pembedahan.