Anda di halaman 1dari 7

Tersedia secara online di www.sciencedirect.

com

SainsLangsung
Procedia Ilmu Komputer 157 (2019) 589–595

Konferensi Internasional ke-4 tentang Ilmu Komputer dan Kecerdasan Komputasi 2019
(ICCSCI), 12–13 September 2019

Aplikasi Media Pembelajaran Gamifikasi Interaktif Untuk Anak Tunanetra Menggunakan Android
Smartphone di Indonesia

Azani Cempaka SariSebuah,*, Andre Mohammad FadillahSebuah, Junaidy JonathanSebuah, Mahendra


Rezky David PrabowoSebuah
Sebuah Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Bina Nusantara

Jl. KH Syahdan No. 9 Kemanggisan, Palmerah, Jakarta, Indonesia 11480

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan aplikasi media pembelajaran interaktif dengan menggunakan pendekatan gamification pada
smartphone, untuk membantu anak tunanetra dalam meningkatkan minat dan semangat belajar, serta meningkatkan pemahaman mereka terhadap
materi yang disajikan. Apalagi kondisi saat ini belum tersedianya media pembelajaran interaktif untuk anak tunanetra dalam bahasa Indonesia. Proses
pengembangan aplikasi ini menggunakan metode Game Development Life Cycle (GDLC) yang terdiri dari inisiasi, pra-produksi, produksi, pengujian,
beta, dan rilis. Aplikasi ini telah diujicobakan pada beberapa responden. Dari penelitian ini, dikembangkan aplikasi yang bermanfaat, mudah digunakan,
dan mengakomodasi semua kebutuhan mereka.

© 2019 Penulis. Diterbitkan oleh Elsevier BV


Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/) Tinjauan
sejawat di bawah tanggung jawab komite ilmiah Konferensi Internasional ke-4 tentang Ilmu Komputer dan Kecerdasan
Komputasi 2019.

Kata kunci: Anak Tunanetra, Gamifikasi, Media Pembelajaran Interaktif, Indonesia, Game Development Life Cycle (GDLC)

1. Perkenalan

Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sama sekali, sehingga kehilangan penglihatan. Ada dua
kategori orang buta, yaitu buta total dan penglihatan kabur1. Di Indonesia, berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
2015 tahun 2015, jumlah penyandang tunanetra di Indonesia adalah 6,36% dari total penduduk Indonesia tahun 2015 2. Penulis
melakukan observasi di SLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, merupakan salah satu sekolah yang

* Penulis yang sesuai.


Alamat email: acsari@binus.edu

1877-0509 © 2019 Penulis. Diterbitkan oleh Elsevier BV


Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/)
Tinjauan sejawat di bawah tanggung jawab komite ilmiah Konferensi Internasional ke-4 tentang Ilmu Komputer dan Kecerdasan
Komputasi 2019.
10.1016/j.procs.2019.09.018
590 Azani Cempaka Sari dkk. / Procedia Ilmu Komputer 157 (2019) 589–595

diperuntukkan bagi siswa tunanetra. Kurikulum yang digunakan di SLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada dasarnya
sama dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah umum, yaitu kurikulum 2013 (kurikulum yang dapat menghasilkan
manusia Indonesia yang: Produktif, Kreatif, Inovatif, Afektif melalui penguatan Sikap, Keterampilan, dan Pengetahuan yang
terintegrasi), tetapi dengan standar yang lebih rendah. Rata-rata siswa di SLBA Pembina Tingkat Nasional Jakarta belajar
selama 8 jam pelajaran, dimana 1 sesi mata pelajaran berdurasi 40 menit. Setiap guru diharapkan dapat memastikan tujuan
pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik kepada setiap siswa, melalui latihan latihan (tugas mandiri), diskusi bersama
dan tugas kelompok. Dengan jam belajar per hari yang cukup padat dan tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang
sama (cepat), kemudian siswa sering mengalami kendala atau kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh
guru di kelas. Siswa tunanetra sering belajar secara mandiri (otodidak menggunakan smartphone). Hal ini disebabkan belum
tersedianya media pembelajaran interaktif di SLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang membantu siswa mempelajari
materi di sekolah. Di luar sekolah, siswa telah menggunakan smartphone sebagai media pembelajaran, sepertiYoutube.
Namun, aplikasi tersebut tidak secara khusus ditujukan untuk anak tunanetra (tidak semua elemen dalam aplikasi dapat
dibaca oleh aplikasi pembaca layar). Hal ini berdampak pada antusisme dan kemampuan menangkap siswa tunanetra.

Gamification menciptakan model keterlibatan yang sama sekali baru, menargetkan komunitas orang baru dan memotivasi
mereka untuk mencapai tujuan yang mungkin tidak mereka sadari 3. Gamifikasi pembelajaran sebagai “penggunaan elemen
permainan, termasuk bahasa tindakan, penilaian, konflik/tantangan, kontrol, lingkungan, fiksi permainan, interaksi manusia,
pencelupan, dan aturan/tujuan, untuk memfasilitasi pembelajaran dan hasil terkait” 4. Mahasiswa diharapkan mengetahui dan
tertarik dengan teknologi komputer.
Ada beberapa perangkat lunak pendidikan interaktif untuk anak-anak tunanetra. Borges dan Tome diperkenalkan
Musibraille untuk mengajar musik kepada anak-anak tunanetra. Musibraille sekarang menggabungkan fungsi yang ditujukan untuk mengajar
anak-anak, sehingga memungkinkan banyak eksperimen dan pendekatan pendidikan yang menarik dapat dilakukan. Tujuan kami adalah
untuk menggabungkan fasilitas dengan tujuan pendidikan educational5. Mascetti dkk. 6 memperkenalkan aplikasi pengetikan berbasis braille
untuk perangkat layar sentuh yang disebut Ketik DalamBraille. KetikInBraillemembutuhkan penggunaan setidaknya tiga jari. Akibatnya, tidak
mungkin menggunakan teknik ini dengan memegang perangkat di satu tangan dan mengetik dengan ibu jari. Selain itu, aplikasi entri teks
tanpa mata untuk perangkat seluler yang disebutBrailleSentuh 7 diperkenalkan oleh Frey et al. Sistem tersebut menggunakan layar sentuh
dan disampaikan dalam bahasa Inggris. Dalam studi sebelumnya YanFi et al8, Terbukti bahwa aplikasi media pembelajaran pendekatan
gamifikasi dapat membantu anak tunanetra tidak hanya belajar mengetik tetapi dapat mengulang materi pembelajaran yang diadaptasi dari
kurikulum pendidikan di Indonesia. Sebelumnya telah ada aplikasi media pembelajaran dengan pendekatan gamifikasi yaituTakologi.
Bedanya, aplikasi media pembelajaran ini menggunakan platform Windows.
Dalam penelitian ini, semua aplikasi media pembelajaran interaktif akan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan gamifikasi.
Aplikasi ini bertujuan untuk membantu anak tunanetra untuk belajar dan meningkatkan semangat belajarnya. Aplikasi ini dalam bahasa
Indonesia.

2. Metode Penelitian

Proses penerapan gamifikasi dalam penelitian ini mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Dicheva et al. 9, Yang
mengklasifikasikan unsur-unsur gamification dalam dimensi berikut:
Sebuah. Elemen Permainan

Dari hasil Nah et al. 10, Ada beberapa elemen permainan untuk pendidikan yang dapat diterapkan dalam media
pembelajaran dengan pendekatan gamifikasi, antara lain:
  Poin, sistem poin ini digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dan pencapaian. Poin-poin inilah yang akan
dijadikan penghargaan untuk meningkatkan semangat mencapai tujuan.
  Level/tahapan, sistem level ini digunakan untuk memberikan sensasi kemajuan permainan kepada pemain. Medali
  merupakan salah satu bentuk apresiasi atas penyelesaian tugas.
  Leaderboard, tujuan dari leaderboard ini adalah agar pemain tetap termotivasi untuk meningkatkan
prestasinya
  Hadiah adalah cara paling efektif untuk memotivasi pemain.
  Alur cerita, Kapp menyarankan bahwa cerita yang bagus dapat membantu pemain mencapai kurva minat yang ideal, di
mana ketertarikan mencapai puncaknya di awal dan akhir proses pembelajaran, dan tetap termotivasi untuk
menyelesaikan proses pembelajaran.
Azani Cempaka Sari dkk. / Procedia Ilmu Komputer 157 (2019) 589–595 591

b. Konteks: Jenis aplikasi.


Jenis aplikasi yang dibuat adalah aplikasi media pembelajaran dengan pendekatan gamifikasi untuk anak
tunanetra pada platform android.
c. Konteks: Tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan yang dituju adalah anak tunanetra di kelas 1-2 SMP.
d. Konteks: Mata pelajaran akademik.
Materi pembelajaran yang akan disampaikan berdasarkan kurikulum 2013 yang berlaku di Indonesia.
e. Penerapan.
Implementasi proses ini menggunakan metode Game Development Life Cycle. Ramadhan dkk.11 terbukti kelebihan dari
metode ini adalah setiap iterasi menunjukkan perubahan yang baik karena ketika proses awal menunjukkan kekurangan
fungsionalitas maka dilanjutkan dengan iterasi berikutnya agar kekurangan tersebut dapat diperbaiki dengan kualitas yang
mendukung permainan. Proses GDLC ditampilkan gambar 2. Proses GDLC ini meliputi:
  Inisiasi
Proses inisiasi ini mengumpulkan semua kebutuhan pengguna untuk dijadikan acuan dalam perancangan
aplikasi yang akan dibuat. Pada tahap ini dilakukan observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner untuk
mendapatkan kebutuhan pengguna. Dan buat perbandingan dengan aplikasi sejenis. Tabel 1 menunjukkan
perbandingan dengan aplikasi sejenis.
  Pra-produksi
Pada pra produksi, proses perancangan aplikasi dilakukan mulai dari pembuatan Dokumen Perancangan Game,
kemudian perancangan sistem yang akan dijalankan pada aplikasi.
  Produksi
Membuat dan mengumpulkan aset serta proses pengkodean dilakukan pada tahap produksi ini.
  Pengujian
Setelah proses produksi dilakukan pengujian, maka proses pengujian dilakukan terlebih dahulu oleh tim internal. Beta
 
Proses beta testing dilakukan untuk beberapa anak tunanetra yang dijadikan sebagai beta tester. Melepaskan
 
Ketika aplikasi sudah selesai dan siap digunakan, maka akan diberikan ke sekolah dan dipelihara.

Gambar 1. Proses GDLC

Tabel 1. Perbandingan dengan Aplikasi Sejenis

si buta si buta Buta Mini


Fitur edutune Legenda Prajurit permainan

Tipe permainan seluler permainan seluler permainan seluler permainan seluler

Perintah Suara v v v v
592 Azani Cempaka Sari dkk. / Procedia Ilmu Komputer 157 (2019) 589–595

Pengenalan suara v x x x
Masukan Isyarat v x x x
Masukan Pola v v v v
Kuis Trivia v x x v
Papan peringkat v x x x
Profil pengguna v x x x
Ulasan Materi v x x x
Bahasa bahasa Inggris Inggris Inggris

f. Melaporkan hasil dari evaluasi.


Hasil yang dilaporkan dari evaluasi yang dilakukan antara lain evaluasi kepuasan pengguna, hasil pre-test dan post-
test membuktikan bahwa aplikasi media pembelajaran ini dapat membantu anak tunanetra untuk meningkatkan
pemahaman dan minat belajarnya.

3. Hasil dan Pembahasan

Bagian ini menjelaskan bagaimana alur aplikasi media pembelajaran interaktif, cara mengevaluasinya, dan hasil
evaluasi pengguna.
Gambar 2 menunjukkan gambar dari tampilan yang ada pada aplikasi ini. Tampilan ini terdiri dari, halaman masuk, pilih menu
NPC, menu petualangan, menu pertempuran, menu pelatihan, menu peringkat, menu panduan, dan menu pengaturan. Setiap
instruksi pada halaman ini disampaikan melalui audio.

(Sebuah) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (saya)

Gambar 2. Tampilan Aplikasi


Azani Cempaka Sari dkk. / Procedia Ilmu Komputer 157 (2019) 589–595 593

Pertama pemain harus masuk ke aplikasi terlebih dahulu, proses pertama sistem akan mengecek apakah pemain sudah memiliki akun di aplikasi ini atau belum, jika pemain

belum memiliki akun di aplikasi pemain harus menentukan nama yang akan digunakan dalam aplikasi ini. Selanjutnya player harus memilih NPC yang akan menemani player

selama permainan berlangsung. Di menu utama pemain memilih menu mana yang dia pilih, untuk memilih menu pemain harus menyebutkan menu di halaman menu utama. Pada

menu petualangan pemain akan diberikan alur cerita yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang ada di kurikulum sekolah, setelah itu akan muncul pertanyaan-pertanyaan

naratif yang harus dijawab oleh pemain untuk melanjutkan permainan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pemain harus berinteraksi dengan sistem. Interaksi termasuk

pengenalan ucapan, menggesek, ketuk dan kocok. Dalam menu pertempuran pemain akan bermain dengan pemain lain secara online. Setiap pemain akan diberikan pertanyaan

yang sama, dan mereka harus menjawabnya. Setiap jawaban yang benar akan menjadi poin yang nomornya akan diurutkan untuk setiap pemain. Pada menu latihan pemain akan

diberikan review materi dari bagian petualangan. Di menu peringkat pemain dapat melihat peringatan mereka selama pertarungan. Pada menu player guide akan diberikan

panduan mengenai interaksi yang tersedia pada aplikasi. Dan di menu setting player bisa mengatur kecepatan suara NPC. Pada menu latihan pemain akan diberikan review materi

dari bagian petualangan. Di menu peringkat pemain dapat melihat peringatan mereka selama pertarungan. Pada menu player guide akan diberikan panduan mengenai interaksi

yang tersedia pada aplikasi. Dan di menu setting player bisa mengatur kecepatan suara NPC. Pada menu latihan pemain akan diberikan review materi dari bagian petualangan. Di

menu peringkat pemain dapat melihat peringatan mereka selama pertarungan. Pada menu player guide akan diberikan panduan mengenai interaksi yang tersedia pada aplikasi.

Dan di menu setting player bisa mengatur kecepatan suara NPC.

Untuk proses evaluasi aplikasi ini dilakukan pre-test dan post-test, serta melakukan wawancara untuk
mengetahui tingkat kepuasan pemain terhadap aplikasi yang dikembangkan. Penguji beta berjumlah 8 orang, di
antaranya adalah siswa kelas 7-8 di SLB A Pembina Nasional Jakarta. Pre-test dan post-test dilakukan dengan
membacakan soal-soal dan mereka langsung menjawab soal tersebut.
Pada tabel 2 hasil rata-rata pre test anak tunanetra dapat menjawab soal yang diberikan selama 2 menit dan dengan tingkat
kesalahan 21,25%. Setelah diberikan pre-test kemudian anak tunanetra ini mencoba aplikasi media pembelajaran learning
mengembangkaned. Kemudian setelah itu dilakukan post-test untuk menguji hasil belajar melalui penerapanbelajarng media.
Beta Pertanyaan Total
waktu
penguji 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Benar
Beta 2m 9
penguji benar benar benar benar benar benar salah benar benar benar
1
Beta 2m 8
penguji benar salah benar benar benar benar benar benar benar salah
2
Beta 2m 7
penguji benar benar benar benar benar benar salah salah benar salah
3
Beta 2m 8
penguji benar salah benar benar benar benar salah benar benar benar
4
Beta 2m 9
penguji benar benar benar benar salah benar benar benar benar benar
5
Beta 2m 7
penguji benar salah benar benar salah benar benar benar benar salah
6
Beta 2m 7
penguji benar benar benar benar salah benar salah benar benar salah
7
Beta 3m 8
penguji benar benar benar benar salah benar salah benar benar benar
8
Hasil post-test dapat dilihat pada tabel 3. Dari hasil post-test terlihat bahwa terjadi peningkatan, kecepatan menjawab
meningkat menjadi 1 menit, dan tingkat kesalahan jawaban menurun menjadi 12,5%.
Tabel 2 Hasil Pre-test
594 Azani Cempaka Sari dkk. / Procedia Ilmu Komputer 157 (2019) 589–595

Tabel 3 Hasil Post-Test

Beta Pertanyaan Total


Waktu
Penguji 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Benar
Beta 1m 9
penguji benar benar benar benar benar benar salah benar benar benar
1
Beta 1m 10
penguji benar benar benar benar benar benar benar benar benar benar
2
Beta 1m 8
penguji benar benar benar benar benar benar salah salah benar benar
3
Beta 1m 9
penguji benar benar benar benar benar benar salah benar benar benar
4
Beta 1m 10
penguji benar benar benar benar salah benar benar benar benar benar
5
Beta 1m 9
penguji benar benar benar benar salah benar benar benar benar benar
6
Beta 1m 8
penguji benar benar benar benar salah benar salah benar benar benar
7
Beta 2m 8
penguji benar benar benar benar salah benar salah benar benar benar
8

Untuk evaluasi pengguna, wawancara dilakukan dengan pertanyaan berdasarkan 5 faktor manusia yang terukur.

Tabel 4 Daftar Pertanyaan Evaluasi

Q- Pertanyaan

Q1 Apakah informasi yang disajikan dalam game ini mudah dipahami?

Q2 Apakah game ini merespons interaksi dengan cepat?

Q3 Apakah game ini memberi Anda interaksi yang mudah?

Q4 Apakah informasi yang diberikan dalam game ini mudah diingat?

Q5 Apakah Anda setuju game dapat memberikan motivasi belajar? Apakah

Q6 game ini menarik untuk dimainkan?

Q7 Apakah Anda didorong untuk memainkan game ini lagi?

Hasil evaluasi pengguna dapat dibagi menjadi beberapa poin berdasarkan 5 faktor manusia yang terukur. Poin-poin ini termasuk
waktu belajar, kecepatan kinerja, tingkat kesalahan pengguna, memori dan kepuasan subjektif.
Sebuah. Waktu Belajar
Berdasarkan hasil wawancara, semua beta tester merasa bahwa informasi yang disajikan dalam game ini cukup mudah dipahami
sehingga waktu belajar yang dibutuhkan oleh beta tester tidak banyak, namun ada beberapa bagian dalam game ini yang tidak
memiliki instruksi untuk pengguna, sehingga pengguna merasa bingung.
b. Kecepatan Performa
Berdasarkan hasil wawancara dengan penguji beta, mereka merasa bahwa setiap interaksi yang diberikan pada game dapat
ditanggapi dengan cepat oleh game.
c. Tingkat Kesalahan Pengguna
Azani Cempaka Sari dkk. / Procedia Ilmu Komputer 157 (2019) 589–595 595

Berdasarkan hasil wawancara kepada para beta tester, mereka merasa terbantu dengan interaksi yang ada pada game ini. Karena
interaksi yang tersedia menyerupai interaksi yang ada pada aplikasi pembaca layar sehingga sudah terbiasa menggunakannya.
Sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pengguna.
d. Penyimpanan
Berdasarkan hasil wawancara dengan penguji beta, semua informasi yang diberikan melalui game ini mudah dipahami
sehingga dapat dengan mudah mengingat alur penggunaan game ini.
e. Kepuasan subjektif
Berdasarkan hasil wawancara, semua beta tester merasa termotivasi untuk belajar, karena merasa tertantang dengan
soal-soal yang diberikan pada menu challenge. Selain itu, para beta tester merasa game ini sangat menarik untuk
dimainkan. Karena gameplaynya sendiri yang memberikan tantangan kepada pengguna, dan juga dari bentuk interaksi
yang diberikan, pengguna yang pada dasarnya terbiasa menggunakan aplikasi screen reader sangat terbantu dengan
interaksi yang ada pada game ini. Sehingga semua beta tester terdorong untuk memainkan game ini, bahkan mereka
ingin game ini lebih dikembangkan dan diperbanyak untuk soal-soal yang mereka berikan.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kesalahan beta penguji saat menjawab soal mengalami penurunan setelah menggunakan
aplikasi media pembelajaran ini, dari 21,25% menjadi 12,5% pada saat pascates. Hal ini membuktikan bahwa aplikasi media
pembelajaran ini mampu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman anak tunanetra. Selain itu, dari hasil wawancara, semua
beta tester memberikan respon positif terhadap aplikasi yang dikembangkan.
Untuk pengembangan selanjutnya akan direproduksi kumpulan soal dengan berbagai tingkat kesulitan, dan juga membuat
sistem manajemen konten yang akan diberikan kepada pihak sekolah untuk membuat soal cerita dan konten baru dalam aplikasi ini.

Pengakuan

Terima kasih khusus untuk SLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, Ibu Dwi, Pak Aris dan semua siswa atas bantuan dan kontribusinya
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

Referensi

1 Harimukthi MT, Dewi KS. Eksplorasi Kesejahteraan Psikologis Individu Dewasa Awal Penyandang Tunanetra. Jurnal Psikologi Undip. 2014 April;
13(1).
2 N, Wahyuni S, Windiarto T, Oktavia E, Karyono Y. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik, Subdirektorat
Statistik Demografi; 2015.

3 Burke B. Gamify: Bagaimana Gamification Memotivasi Orang untuk Melakukan Hal-Hal Luar Biasa Brookline: Gartner, Inc.; 2016.

4 Landers R,AM,CA. Cara Menggunakan Elemen Game untuk Meningkatkan Pembelajaran: Aplikasi Teori Pembelajaran Gamified. Game Serius dan
Aplikasi Edutainment; 2017.

5 AB JTD. Mengajar musik untuk anak tunanetra: strategi baru untuk mengajar melalui penggunaan interaktif perangkat lunak Musibraille. Ilmu Komputer
Procedia. 2014 Februari.

6 Mascetti S BCBM. TypeInBraille: aplikasi pengetikan berbasis braille untuk perangkat layar sentuh. Prosiding konferensi ACM SIGACCESS
internasional ke-13 tentang Komputer dan aksesibilitas. 2011.
7 Frey B SCRM. Brailletouch: SMS seluler untuk tunanetra. Akses Universal dalam Interaksi Manusia-Komputer. 2011.

8 YanFi YUACS. AGamification Interactive Typing untuk Anak Tunanetra Sekolah Dasar di Indonesia. Ilmu Komputer Procedia. 2017;: hal. 638-644.

9 Dicheva D,DD,AG,&AG. Gamifikasi dalam Pendidikan: Studi Pemetaan Sistematis. Teknologi Pendidikan & Masyarakat. 2015 Juli; III(18). Nah F.FH.

10 ZQ,TVR,AAP,EB. Gamification of Education: AReview of Literature. Konferensi Internasional tentang HCI dalam Bisnis. 2014; 8527.

11 Ramadhan R,&WY. Panduan Siklus Hidup Pengembangan Game. Konferensi Internasional tentang Ilmu Komputer dan Sistem Informasi Lanjutan
(ICACSIS). 2013 September.

Anda mungkin juga menyukai