Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR DEFIBRILLATOR

A. Pendahuluan
Alat-alat medis dibutuhkan dalam menangani pasien penderita suatu
penyakit, seperti aritmia jantung, fibrilasi ventricular dan takikardia
ventrikal yang tidak mempunyai nadi. Ketiga Contoh penyakit tersebut
padaumumnya memiliki kesamaan yaitu berakibat besar pada jantung
dimanadenyut jantung yang seharusnya beritme normal menjadi denyut
yangritmenya tidak stabil. Untuk itu diperlukan adanya proses defibrilasi
yangsecara umum proses tersebut dilakukan untuk membuat ritme denyut
jantungyang acak menjadi denyut jantung yang stabil.
Dalam melakukan proses defibrilasi sangat diperlukan alat medis yang
disebut defibrillator untuk melakukan proses defibrilasi. Defibrillator dapat
eksternal, transvenous, atau implan, tergantung pada jenis perangkat yang
digunakan atau dibutuhkan.beberapa unit eksternal yang dikenal
dengan defibrillator eksternal otomatis (AED), alat ini bisa digunakan oleh
orang bahkan tidak ada pelatihan sama sekali.
Defibrillator adalah piranti elektronik yang mengalirkan sinyal listrik kejut
(pulsa) ke otot jantung untuk mempertahankan depolarisasi myocardial yang
sedang mengalami fibrillasi kardiak (ventricular fibrillation atau atrial
fibrillation).Fibrillasi kardiak (cardiac fibrillation) adalah suatu keadaan
dimana sel-sel myocardial berkontraksi secara asinkron (tidak sinkron). Ketika
fibrillasi ini terjadi pada ventrikel, hal ini menyebabkan cardiac output (CO)
alairan darah turun secara drastis dan dapat mengakibatkan kematian dalam
beberapa menit kemudian.Pada firbrillasi atrial CO menurun tetapi tidak
terlalu fatal.
Defibrillator ini menggunakan arus listrik 5 sampai 6 Ampere, dengan
frekuensi 60 Hz yang dipasangkan di dada pasien selama 250 sampai 1000
ms. Tingkat keberhasilan defibrillator ac ini agak rendah, sehingga tak dapat
menangani fibrillasi atrial secara baik. Bahkan dalam kenyataan, pada saat
mencoba mengatasi fibrillasi atrial dengan defibrillator ac seringkali malah
menghasilkan fibrillasi ventrikel yang merupakan aritmia yang lebih serius.

1
Di Rumah Sakit terutama di ruang ICU (Itensif Care Unit) alat defibrilator
sendiri sangat berperan penting bagi tim medis baik perawat maupun dokter
dalam penanganan pasien dalam kondisi kegawatan seperti henti jantung dan
gangguan irama jantung lainnya yang perlu penanganan khusus seperti terapi
kejut listrik untuk menstabilkan irama impuls listrik pada organ jantung.

B. Tujuan Pelatihan
Diakhir pelatihan, peserta didik diharapkan memahami tentang :
1. Definisi Defibrilator
2. Mode pemberian energi defibrillator
3. Jenis – jenis defibrillator
4. Prinsip dasar defibrillator
5. Prinsip prosedur pemberian energi defribilator ke jantung
6. Definisi kardioversi
7. Pemeliharaan alat defibrillator

C. Sejarah Defibrillator
Defibrillator ac merupakan defibrillator pertama yang dikenal sejak
sebelum tahun 1960. Defibrillator ini menggunakan arus listrik 5 sampai 6
Ampere, dengan frekuensi 60 Hz yang dipasangkan di dada pasien selama
250 sampai 1000 ms. Tingkat keberhasilan defibrillator ac ini agak rendah,
sehingga tak dapat menangani fibrillasi atrial secara baik. Bahkan dalam
kenyataan, pada saat mencoba mengatasi fibrillasi atrial dengan defibrillator
ac seringkali malah menghasilkan fibrillasi ventrikel yang merupakan aritmia
yang lebih serius.
Jenis defibrillator ac menggunakan sejumlah siklus arus bolak-balik yang
berasal dari aliran jala-jala melalui transformator step-up untuk dialirkan ke
jantung. Rangkaian defibrillator ac yang lazim (typical) ditunjukkan pada
Gambar 1. Untuk mencapai defibrillasi, pada elektroda internal diperlukan
jangkauan tegangan 80 sampai 300 Vrms; sedangkan untuk elektroda eksternal
maka diperlukan sekitar dua kali lipat dari range tegangan di atas. Sehingga
untuk memperoleh nilai tegangan tersebut maka diperlukan transformator

2
step-up untuk menaikkan tegangan yang berasal dari jala-jala. Operator dapat
memilih tegangan yang diinginkan melalui saklar pemilih (selector switch).
Transformator ini harus dapat mensuplai 4 sampai 6 Ampere selama perioda
stimulus . Transformator dilengkapi dengan saklar yang dapat mengontrol
interval waktu arus pulsa. Interval waktu arus pulsa yang digunakan biasanya
pada orde 250 ms. Salah satu kerugian defibrillator ac yaitu dapat
menyebabkan fibrillasi ventrikel pada saat siklus kardiak (cardiac cycle).

D. Definisi Defibrillator
Defibrillator adalah piranti elektronik yang mengalirkan sinyal listrik kejut
(pulsa) ke otot jantung untuk mempertahankan depolarisasi myocardial yang
sedang mengalami fibrillasi kardiak (ventricular fibrillation atau atrial
fibrillation).
Defibrilator adalah alat yang dapat memberikan shock listrik dan dapat
menyebabkan depolarisasi sementara dari jantung yang denyutnya tidak
teratur, sehingga memungkinkan timbulnya kembali aktifitas listrik jantung
yang terkoordinir. Energi dialirkan melalui suatu elektrode yang disebut
paddle.
Untuk mengatasi gangguan fibrilasi tersebut maka diperlukan suatu
tindakan yang seharusnya dilakukan hal ini disebut dengan defibrilasi dimana
detak jantung normal dapat dikembalikan dengan pengiriman kejutan listrik
yang dikendalikan. Kecepatan dalam melakukan defibrilasi/ kardioversi
merupakan elemen penting untuk resusitasi yang berhasil. Tindakan
defribrilasi harus segera dilakukan sebelum intubasi dan pemasangan selang
infuse. Defibrilasi dilakukan dengan cara satu electrode diletakkan pada sisi
kanan dada, dibawah klavikula dan yang lain pada sisi kiri dada sebelah
lateral papilla mamma seperti pada gambar.

3
E. Mode Pemberian Energi Defibrillator
1. Asinkron
Pemberian shock listrik jika jantung sudah tidak berkontraksi lagi, secara
manual setelah pulsa R
2. Sinkron
Pemberian shock listrik harus disinkronkan dengan sinyal ECG dalam
keadaan berfibrasi, jadi bila tombol discharge ditekan kapanpun maka
akan membuang pulsa R secara otomatis.

F. Jenis-jenis Defibrillator
a. Dilihat dari jenis gelombang
1) Monophasik
Diawal pertama penemuan alat ini di dunia modern, defibrillator
hanya menggunakan kejutan listrik hanya dari satu sisi saja. Arus
listrik dari elektrode satu ke elektrode lainnya hanya berjalan sekali.
Inalah yang dinamakan monophasic karena hanya berjalan satu kali.
Sekarang sudah jarang ditemukan jenis defibrillator monophasic.
2) Biphasik
Seiring perkembangan tehnologi dan pengembangan penelitian
tentang efektivitas penggunaan defibrillator, ditemukanlah defibrilator
dengan menggunakan gelombang biphasic. Perbedaannya adalah pada
arus listrik yang mengalir. Sekarang pada biphasic defibrillator hanya
menggunakan kejutan listrik hanya dari satu sisi saja. Arus listrik dari
elektrode satu ke elektrode lainnya hanya berjalan sekali. Dan
ternyata jenis defibrillator biphasic ini yang memiliki tingkat efisiensi
dan tingkat keberhasilan yang tinggi.

4
MONOFASIK BIFASIK
1. Hanya terdapat aliran listrik 1. Lebih efektif
satu arah 2. Energi lebih rendah
3. Mengurangi resiko injuri otot
jantung
4. Mengurangi resiko koplikasi paska
defibrilasi.

b. Jenis defibrilator berdasarkan fitur kerja


1. Defibrillator manual
2. Defibrillator otomatis (AED)
Defibrilator yang umum digunakan di rumah sakit adalah M-series
monophasic dan defibrilator biphasic. Unit portable menggabungkan
Defibrillator, ECG, Non-Invasive Transcutaneous Pacing (NTP) dan fungsi
pemantauan pasien yang lainnya. Berbagai jenis defibrilator adalah:
1. DC Defibrilator
DC defibrilator selalu dikalibrasi dalam satuan watt-detik atau joule
sebagai ukuran dari energi listrik yang tersimpan dalam kapasitor. Energi
dalam detik-watt sama dengan satu setengah kapasitansi dalam farad

5
dikalikan dengan tegangan di yaitu volt kuadrat
Jumlah energi (E) yang diberikan merupakan faktor bagi
keberhasilan defibrilator. Energi yang diberikan kepada pasien dapat
diperkirakan dengan mengasumsikan nilai resistansi yang ditempatkan
antara elektroda yang seterusnya mensimulasi resistansi dari pasien.
Kebanyakan defibrilator akan memberikan 60 - 80% dari energi mereka
untuk disimpan ke resistansi sebanyak 50 Ω
a. Defibrilasi eksternal: piringan logam berdiameter 3-5 cm yang
melekat pada pegangan yang sangat terisolasi. Menghasilkan arus
besar untuk menstimulasi kontraksi yang seragam & simultan dari
serat otot jantung. Kapasitor hanya akan menyalurkan energi listrik
yang tersimpan apabila kontak defibrilator dengan tubuh yang baik
sudah tercapai
b. Internal defibrilasi: besar berbentuk sendok elektroda
2. Advisory Defibrilasi
Mampu dengan akurat menganalisis ECG dan membuat keputusan
menyalurkan kejutan dengan handal. Dirancang untuk mendeteksi
fibrilasi ventrikel atau ventricular fibrillation dengan sensitivitas dan
spesifisitas sebanding dengan paramedis terlatih, kemudian memberikan
atau merekomendasikan seberapa banyak energi sesuai dengan kejutan
defibrilasi tersebut.
3. Implan Defibrillator
Biasa digunakan oleh pasien yang berisiko tinggi mengalami
ventricular fibrillation. Implan defibrilator menyimpan rekaman sinyal
jantung pasien, sejarah terapi pasien dan data diagnostik pasien. Implan
defibrilator mempunyai volume kurang dari 70 cc, ia juga mempunyai
lebih dari 30 juta transistor dan menyalurkan kurang dari 20 micro ampere
selama beroperasi sebagai pemantauan konstan. Implan defibrilator sangat
tertutup rapat dari lingkungan sekeliling di dalam tubuh maka ianya
sangat bio-kompatible dan mampu bertahan pada rentang suhu 30 oC
hingga 60 oC. Sumber energi untuk menjalankan implan defibrilator
berasal dari baterai Lithium Perak Vanadium Oksida (LiSVO).

6
G. Prinsip Prosedur Pemberian Energi Defribilator ke Jantung
Berikut merupakan Prinsip Prosedur Pemberian Energi Defribilator ke
Jantung:
1. Pemilihan besarya energi dan mode
2. Pengisian energi pada kapasitor
3. Pembuangan energi dari kapasitor ke pasien

Maka dari itu terdapat beberapa parameter yang harus ditentukan dalam
defibrilasi. Beberapa parameter tersebut adalah sebagai berikut:
1. Energi
Energy dalam defibrillasi dinyatakan dalam joule. Satu joule merupakan
unit kerja terkait dengan satu ampere arus saat melewati satu ohm
hambatan selama satu detik.
2. Tegangan
Tegangan yang dibutuhkan untuk defibrilasi biasanya menggunakan
tegangan tinggi. Ini diperlukan supaya energi dari defibrilator dapat
menembus sampai sasaran. Dalam hal ini adalah jantung.
3. Arus
Arus merupakan apa yang sebenarnya mendefibrilasi jantung. Dapat juga
dinyatakan dengan Tegangan/Impedansi.
4. Impedansi : Resistensi terhadap Arus; ada resistensi di sirkuit listrik itu
sendiri serta pada pasien. Jumlah impedansi pada pasien sulit untuk
menentukan yang berhubungan dengan massa tubuh, suhu, kualitas
diaphoresis dari kontak dengan alat kejut atau bantalan defibrillator. Tetapi
berdasarkan tes klinik bahwa 95% impedansi manusia adalah sekitar 30-90
ohm.

7
H. Prinsip Dasar Defribilator
Rangkaian dasar Defribilator

1. Pemilihan besarnya energi dengan memtar selector pada R3, maka saat
tegangannya diatur maka akan timbul pengisian di kapasitor C1.
2. Jika tombol Charge ditekan maka akan terjadi pengisian di kapasitor
C1, dan tegangan yang timbul dideteksi oleh detector A1, melalui
pembagi tegangan R1 dan R2 yang bersesuaian dengan tegangan C1.
3. Bila tegangan pada pembagi tegangan telah lebih besar dari tegangan
R3, maka A1 keluarannya akan menyebabkan High Voltage DC
supply yang tidak lagi mensuplai tegangan ke kapasitor C1.
4. Bila ditekan tombol discharge maka tegangan pada kapasitor C1 akan
berpindah sehingga jantung akan mendapatkan energi dari kapasitor
C1 .

I. Prosedur Pemberian Energi Defibrilasi


Berikut adalah langkah langkah dalam pemberian energi defribrilasi
1. Hidupkan defibrilasi
2. Pilih energi yang diperlukan
3. Pilih paddles (atau lead I, II, III) melalui tombol lead select
4. Oleskan jeli pada paddle
5. Letakan paddle pada apeks dan sternum sesuai petunjuk pada paddle
6. Nilai kembali irama pada monitor apakah masih VF/VT tanpa nadi
7. Tekan tombol pengisi energi (charge) pada paddle apeks atau pada unit
defibrilator. Setelah energi yang diharapkan tercapai, berikan abaaba

8
dengan suara yang jelas agar tidak ada orang lain yang masih
menyentuh pasien, tempat tidur maupun peralatan lain.
8. Beri tekanan kurang lebih 10-12 kg pada kedua paddle
9. Nilai kembali irama pada monitor, apabila tetap VF/VT tanpa nadi
tekan tombol discharge pada kedua padlle
10. Nilai kembali irama pada monitor apabila masih VF/VT tanpa nadi isi
kembali defibrilator. Apabila gambaran EKG pada monitor meragukan
periksa nadi dan sensor/elektroda EKG
11. Apabila gambaran masihg tetap VF/VT tanpa nadi ulangi tahapan
diatas dengan energi 200 – 300 Joule dan kemudian 360 Joule jika
gambaran EKG tidak berubah.
12. Apabila setelah tindakan defibrilasi terakhir (360 Joule) irama masih
VF/VT tanpa nadi lakukan tahapan ACLS berikutnya yaitu
kardioversi.

1. Asyncrone
a. Pasang elektrode EKG dan pindahkan elektrode tersebut sehingga
tidak mengganggu tempat melakukan shock.
b. Angkat pedal defobrilator dan berikan jeli pada ke dua pedal atau
gunakan defibrilator pad.
c. Putar energi sesuai dengan yang dikenhendaki atau sesuai dengan
instruksi dokter
d. Tempatkan pada pada sternum dan apek jantung.
e. Tekan charge pada pedal atau pada mesin.
f. Tunggu sampai muncul angka sesuai dengan joule yang
dikehendaki pada layar monitor atau terdengar bunyi panjang yang
menandakan bahwa defibrilator siap untuk diberikan.
g. Pastikan area sekitar pasien yang akan dilakukan DC shock aman.
h. Tekan kedua ujung pedal bersamaan dengan kedua ibu jari dengan
tekanan (sesuai instruksi dokter) untuk melakukan DC shock.
i. Setelah prosedur selesai, bereskan sesuai dengan pedoman
pemiliharaan.

9
j. Dokumentasikan semua prosedur pada catatan resusitasi jantung
paru (CPR Record).

2. Syncrone
a. Pasang elektrode EKG dan pindahkan elektrode tersebut sehingga
tidak mengganggu tempat melakukan shock.
b. Angkat pedal defobrilator dan berikan jeli pada ke dua pedal atau
gunakan defibrilator pad.
c. Putar energi sesuai dengan yang dikenhendaki atau sesuai dengan
instruksi dokter
d. Tempatkan pada pada sternum dan apek jantung.
e. Tunggu sampai muncul angka sesuai dengan joule yang
dikehendaki pada layar monitor atau terdengar bunyi panjang yang
menandakan bahwa defibrilator siap untuk diberikan.
f. Pastikan area sekitar pasien yang akan dilakukan DC shock aman.
g. Mesin akan otomatis mengkardioversi pada komplek QRS yang
terbaik.
h. Bereskan alat – alat setelah dipakai.
i. Dokumentasi semua prosedur pada cacatan resusitasi jantung paru
(CPR Record).

J. Kardioversi
1. Definisi
Kardioversi adalah renjatan elektris berkala pada jantung untuk
mengatasi aritmia tertentu dimana arus listrik yang diberikan bervoltase
rendah dan diatur untuk tidak menimpa gelombang T (Nurahman,
2014).Dengan tujuan Menghentikan aritmia yang mengancam menjadi
irama sinus yang normal. Mekanisme pemberian dosis kardioversi sebagai
terapi listrik pada impuls jantung.
a. Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 Joule bila gagal diulang
memakai 50 atau 100 Joule

10
b. Fibrilasi atrial diawali dengan dosis 100 Joule bila gagal bisa 200-
300 Joule.
c. Takikirdia supraventrikular 10 Juole biasanya efektif. 100 Joule
hampir selalu efektif.
d. Fibrilasi ventrikular dosis awal 200 joule bila gagal segera pakai
360 Joule.
2. Tujuan
a. Untuk menentukan adanya fibrilasi ventrikel dengan cara
memberikan arus listrik melewati dinding dada pasien. Fibrilasi
yang dilakukan dengan segera telah memperlihatkan peningkatan
yang berarti meyerupai tindakan resusitasi yang berhasil.
b. Sebagai terapi kelistrikan untuk gangguan impuls jantung secara
kontinu.
3. Indikasi
a. Fibrilasi ventrikel
b. Takikardi ventrikel pada pasien tidak sadar atau nadi sangat lemah
c. Bila ada kemungkinan yang memperlihatkan asistole dan mengarh
pada fibrilasi ventrikel
4. Kontra Indikasi
a. Kemungkinan terbakar karena lempeng atau bantalan defibrilator
b. Kerusakan miokardium
5. Fasilitas.
a. Defrilator dan kelengkapannya
b. Jelly
c. Catatan resusitasi jantung paru (CPR Record)

K. Kalibrasi Dan Pemeliharaan Alat.


1. Kalibrasi.
Kalibrasi dilakukan oleh DEPKES setiap 1 tahun sekali
2. Pemeliharaan Alat
a. Posisikan energi select pada posisi off

11
b. Kembalikan peralatan pada tempat penyimpanan dan pasang kabel
power pada sumber listrik.
c. Pastikan tanda batteray charge pada AC menyala.
d. Bersikan kedua pedal dan cek kabel – kabelnya
e. Bersihkan bagian luar dengan larutan yang di anjurkan dan bila bila
terkontaminasi berikan alkohol wipe.
f. Bila defibrilasi sudah selesai dipakai, lepaskan modulnya dari alat
tersebut.
g. Keringkan defibrilator sebelum disimpan.
h. Pastikan defibrilator dapat berfungsi dan siap pakai untukpasien
selanjutnya.
i. Pastikan pemeliharaan defiblilator dan kalibrasi dilakukan secara
berkala sesuai jadwal dari mentenen / biomedik
j. Tandatanagani formulir kalibrasi bersama petugas biomedik setelah
alat dilakukan kalibrasi
k. Laporkan ke head nurse dan bagian maintenen/ biomedik bila
difibrilator mengalami gangguan/ tidak dapat digunakan
sebagaimana mestinya, untuk diperbaiki.
l. Lakukan kalibrasi 2 kali dalam setahun oleh petugas biomedik
sesuai dengan yang telah dijadwalkan. Dan setiap setahun sekali
oleh external.
3. Pemeliharaan Harian
a. Check kabel listrik
b. Check kabel pasien EKG dan kabel paddle
c. Pastikan kabel defibrilator di sambungkan ke sumber listrik dan
lampu “BATT CHRG” dan “AC POWER” menyala.
d. Pastikan lampu “BATT CHRG” dan “AC POWER” tidak menyala
jika sumber listrik dimatikan atau di cabut.
e. Lakukan test energi dan dan fungsi tombol shock.
f. Putar energo ke 100 joule.
g. Pastikan bahwa paddle dewasa ada pada tempatnya dan posisi apex
dan sternum benar kemudian tekan tombol charge.

12
h. Pegang kedua pegangan paddle kemudian tekan discharge untuk
paddle sternum dan pastikan defibrilator tidak di dischard.
i. Tekan tombol “Syns” sehingga defibrilator ada pada mode
syncronous.
j. Tekan kedua tombol discharge dan pastikan defibrilator tidak di
dischard.
k. Dengan paddle pada tempatnya, tekan tombol dischage secara
bersamaan pada mode sycronice.
l. Kertas recorder akan mengeprin data test.
4. Setiap 3 bulan.
Set kabel harus dilakukan pengecekan setiap 3 bulan
5. Setiap tahun.
Kalibrasi dilakukan oleh DEPKES setiap tahun

L. Prinsip pemberian defibrilator


Pada prinsipnya Defribrilasi memberikan energi dalam jumlah banyak
dalam waktu yang sangat singkat (beberapa detik) melalui pedal positif dan
negative yang ditekankan pas dinding dada atau melalui adhesive pads yang
ditempelkan pada sensing dada pasien. Arus listrik yang mengalir sangat
singkat ini bukan merupakan loncatan awal bagi jantung untuk berdetak, tetapi
mekanismenya adalah aliran listrik yang sangat singkat ini akan
mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan berhentinya aktivitas listrik
jantung atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah berhentinya aktivitas
listrik ini, sel-sel pace maker akan berrepolarisasi secara spontan dan
memungkinkan jantung untuk pulih kembali. Siklus depolarisasi secara
spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang reguler ini memungkinkan
jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas kontraksi
kembali. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan defibrilasi :
1. Lamanya VF Kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme
miokards dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena
arrest. Semakin lama waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi
maka semakin banyak persediaan ATP yang digunakan miokard untuk

13
bergetar sehingga menyebabkan jantung memakai semua tenaga sampai
habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi kelelahan.
2. Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik,
hipotermi dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi
pemulihan aktivitas kontraksi jantung.
3. Makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk
defibrilasi.
4. Ukuran pedal Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-
12 cm dan untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar
membuat tidak semua permukaan pedal menempel pada dinding dada dan
menyebabkan banyak arus yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu,
penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan dengan ukuran
tubuhnya
5. Letak pedal Hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah
peletakan pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau
pad harus diletakkan pada posisi yang tepat yang memungkinkan
penyabaran arus listrik kesemua arah jantung. - posisi sternal, pedal
diletakkan dibagian kanan atas sternum dibawah klavikula - pedal apeks
diletakkan disebelah kiri papilla mamae digaris midaksilaris. Pada wanita,
posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6 pada posisi midaxilaris. Pada
pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus dihindari peletakan
padel diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari
tempat itu. Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat
menyebabkan malfungsi pace maker secara temporary atau permanent.
Setelah dilakukan defibrilasi atau kardioversi, PPM harus dicek ambang
pacing dan sensinya serta dilihat apakah alat masih bekerja sesuai dengan
setting program. Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan
defibrilasi adalah posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling
menyentuh atau harus benar-benar terpisah.
6. Lamanya VF Kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme
miokards dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena
arrest. Semakin lama waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi

14
maka semakin banyak persediaan ATP yang digunakan miokard untuk
bergetar sehingga menyebabkan jantung memakai semua tenaga sampai
habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi kelelahan.
7. Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik,
hipotermi dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi
pemulihan aktivitas kontraksi jantung.
8. Makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk
defibrilasi.
9. Ukuran pedal Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-
12 cm dan untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar
membuat tidak semua permukaan pedal menempel pada dinding dada dan
menyebabkan banyak arus yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu,
penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan dengan ukuran
tubuhnya
a. Ventrikel Fibrilasi (:100 J, 200 J, 300 J, 360 J. )
b. Ventrikel Tekikardi : 50 J, 100 J.
c. Atrial Flutter : 25 J – 50 J.
d. Atrial Fibrilasi : 100 – 200 J.
e. Supra Ventrikel Tekikardi : 75 – 100 J.
f. Torsade de Pointes 50 – 200 J.
g. Energi tidak tergatung berat badan, kecuali anak2 2 J/kg.
h. Pasien digitalis , energi 10-50 J.
10. Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus
untuk defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media
konduksi untuk penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah
untuk mengurangi resistensi transtorakal dan mencegah luka bakar pasien.
Yang harus diperhatikan juga adalah jangan sampai gel tersebut teroles
dikulit diantara sternum dan apeks, atau jelli dari salah satu atau ekdua
pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat ditekan ke dada
pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir
dipermukaan dinding dada, aliranarus ke jantung akan missing

15
memancarkan bunga api yang menyebabkan sengatan listrik pasien pada
pasien dan alat-alat operator.

16
DAFTAR PUSTAKA

Resuscitation Guidelines 2015. London : Resuscitation Council (UK), 2015.

Sudoyo, Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid III.Jakarta : Pusat Penerbitan FKUI, 2014
Defibrillation. Texas : Circulation, 2015, Vol. 112.

John G. Webster, (1998) “Medical Instrumentation, Application and Design”,


Canada: John Wiley & Sons

Joseph J Carr, John M. Brown, (1998) “Introduction to Biomedical Equipment


Technology”, New Jersey: Prentice-Hall.

Richard Aston, (1991), “Principles of Biomedical Instrumentation and


Measurement”, Singapore: Macmillan

Guyton and Hall. (2007). Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta : EGC.

Khandpur, R. S. (2005). Biomedical Instrumentaion: Technology and


Applications. New Delhi: McGraw-Hill

Price, A. Sylvia. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


ed.6. Jakarta : EGC.

Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Jakarta :


EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai