Makalah Kelompok 1
Makalah Kelompok 1
OLEH : KELOMPOK 1
T.A 2020/2021
DAFTAR ISI
Daftar Isi………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar………………………………………………………………… ii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………… 1
Latar Belakang…………………………………………………………………… 1
Rumusan Masalah………………………………………………………………. 1
Bab II Isi………………………………………………………………………… 2
Konsep Hospitalisasi……………………………………………………………. 2
Definisi Hospitalisasi……………………………………………………………. 2
Konsep Bermain…………………………………………………………………. 7
Definisi Bermain………………………………………………………………… 7
Karakteristik bermain……………………………………………………………. 10
Perkembangannya………………………………………………………………… 12
Daftar Pustaka……………………………………………………………… 14
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan kasih-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep
Hospitalisasi dan Konsep Bermain ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas presentasi kelompok pada mata kuliah Keperawatan Anak. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep
Hospitalisasi dan Konsep Bermain bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hospitalisasi ?
2. Jenis efek/dampak Hospitalisasi ?
3. Apa itu konsep bermain ?
4. Apa saja manfaat dan karakteristik bermain ?
1
BAB II
ISI
A. Konsep Hospitalisasi
1. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang
berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan orangtua dapat
mengalami kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukan
dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang
sering muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah
(Wulandari & Erawati, 2016).
Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses
dimana karena alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk
tinggal di RS, menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah. Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang
berlangsung selama individu tersebut dirawat di rumah sakit
(Wong,2003). Menurut WHO, hospitalisasi merupakan pengalaman yang
mengancam ketika anak menjalani hospitalisasi karena stressor yang
dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman.
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit,
sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap
anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau
darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk
menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah
sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas,
bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya
beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di
rumah sakit (Stevens, 1999).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat
yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan
psikis pada anak.
Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau
krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak
tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami
2
stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun
lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai
sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi
masalah maupun kejadiankejadian yang sifatnya menekan (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2005).
3
dengan pasien anak yang menjadi sebuah tantangan, dan
dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks
dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi
dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan
kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan
penyakit dan respon pengobatan (Pena & Juan,2011).
B. Konsep Bermain
1. Definisi Bermain
Bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan serta dapat menjadi
sarana belajar bagi anak yang sekaligus menjadi suatu proses yang terjadi
secara terus menerus dalam kehidupan dan mempunyai manfaat untuk
merangsang perkembangan anak secara umum, membantu anak dalam
bersosialisasi dengan teman sebayanya (Sekartini, 2011). Sedangkan
menurut Adriana (2011), Bermain adalah salah satu stimulasi yang tepat
bagi anak untuk merangsang daya pikir anak untuk mendayagunakan
aspek emosional, sosial, dan fisiknya.
Dewasa ini ada banyak ragam alat permainan yang berkembang dari
waktu ke waktu. Mulai dari permainan tradisional hingga modern. Ada
beberapa jenis permainan yang bersifat membentuk ketrampilan dan
kreatifitas anak seperti permainan menyusun puzzel, membuat origami.
Semua itu memerlukan kontrol dan seleksi orang tua ataupun guru agar
jenis dan alat permainan tersebut dapat berfungsi optimal dan tidak
membahayakan anak.
Perkembangan personal sosial adalah bertambahnya kemampuan dalam
aspek-aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Perkembangan personal sosial
anak dapat distimulasi dengan kegiatan bermain karena anak dapat
berinteraksi dengan teman-teman sebayanya (Marimbi, 2010).
Bermain, menurut Smith and Pellegrini
7 (2008), berbeda dengan
eksplorasi dan bekerja. Di dalam eksplorasi, penyelidikan difokuskan oleh
anak demi mendapatkan keakraban lebih dengan mainan barunya atau
lebih mengenal lingkungannya. Eksplorasi inilah yang mengantarkan anak
ke dalam “alam” bermain. Dalam pengertian ini, eksplorasi dimaknai
sebagai aktivitas prabermain karena bermain bersifat aktif, sementara
eksplorasi baru pada tahap menuju aktif. Bermain juga berbeda dengan
permainan karena permainan lebih bersifat teratur dengan berbagai tujuan,
antara lain memenangkan permainan. Tahapan perkembangan bermain
anak menuju ke permainan dengan aturan umumnya muncul setelah usia 6
tahun (lihat juga Smith and Pellegrini, 2008).
Apakah bermain dalam pengertian ini hanya difokuskan pada anak?
Tidak! Pengertian bermain ini tidak hanya terbatas pada anak sebagai
subjek. Bagaimana pun kita mengenal kegiatan bermain yang dilakukan
oleh orang dewasa. Orang dewasa menyebut bermain sebagai kegiatan
selingan, charge (pengisian) energi, menghilangkan kepenatan dan
kebosanan, sebagai hiburan. Orang dewasa kadang bermain dengan anak-
anak, bahkan dengan bayi. Anda mungkin sering melihat orang melakukan
“cilukba” dan “tepuk ame-ame” dengan bayi, bukan? Mungkin Anda juga
sering melihat orang dewasa bermain layang-layang dengan anak-anak di
lapangan, sementara orang dewasa lain bermain kartu. Masa sekarang,
orang dewasa juga bermain game di media komunikasi, seperti handphone
dan komputer.
3. Karakteristik Bermain
Secara singkat dapat dikatakan bahwa bermain memiliki ciri-ciri khas
yang perlu diketahui oleh guru dan orang tua. Kekhasan itu ditunjukkan
oleh perilaku anak. Kegiatan disebut bermain apabila :
1. menyenangkan dan menggembirakan bagi anak; anak menikmati
kegiatan bermain tersebut; mereka tampak riang dan senang (seperti
pada gambar di atas);
2. dorongan bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain; anak
melakukan kegiatan karena memang mereka ingin. (perhatikan
bagaimana anak yang lebih kecil memilih bermain air, anak yang
mahir memilih menguasai bola, anak yang lain berusaha merebut bola
dari anak lain;
3. anak melakukan karena spontan dan sukarela; anak tidak merasa
diwajibkan; (anak begitu saja berlari, mengejar, mengincar, merebut,
dan menendang bola tanpa ada rencana sebelumnya. Tidak ada
seorang pun yang menskenario perilaku anak dalam bermain, seperti
tampak pada contoh di atas);
4. semua anak ikut serta secara bersama-sama sesuai peran masing-
masing; (tampak pada gambar, anak memiliki peran masing-masing
yang membuat mereka disebut bermain bola, seperti mengejar,
merebut, memberi umpan, berusaha menguasai bola, bahkan ada yang
asyik dengan air karena tidak mendapatkan bola. Anak menciptakan
sendiri “ulah” mereka untuk mendukung kegiatan bermain mereka dan
peran yang diambil);
5. anak berlaku pura-pura, tidak sungguhan, atau memerankan sesuatu;
anak pura-pura marah atau pura-pura menangis;
6. anak menetapkan aturan main sendiri, baik aturan yang diadopsi dari
orang lain maupun aturan yang10baru; aturan main itu dipatuhi oleh
semua peserta bermain; (pada gambar tampak bahwa anak bermain
bola di area berair, dengan luas wilayah semau mereka, dengan bola
seadanya, dengan aturan yang mereka sepakati sendiri);
7. anak berlaku aktif; mereka melompat atau menggerakkan tubuh,
tangan, dan tidak sekedar melihat; (tampak pada gambar tidak ada
seorang anak pun pasif, diam. Semua anak bergerak dengan pose
masing-masing); 8. anak bebas memilih mau bermain apa dan beralih
ke kegiatan bermain lain; bermain bersifat fleksibel. (tampak pada
gambar anak boleh pause sejenak dengan bermain air, boleh sambil
bergurau, boleh sambil bergaya).
Anak-anak
terlibat aktif
bersama-sama Spontan
Menyenangkan
& dan
menggembiraka sukarela
n
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak
menjalani hospitalisasi seperti: (a) Lingkungan Rumah sakit, (b) Berpisah
dengan orang-orang yang berarti, (c),Kehilangan kendali, (d) Cedera
tubuh dan nyeri.
2. Respon anak ketika menjalani hospitalisasi: (a) merasa cemas, marah
sedih, takut dan rasa bersalah, (b) memiliki keterbatasan koping terhadap
stres dan sakit yang dirasakan yang dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan, pengalaman sebelumnya, support system dalam
keluarga,ketrampilan koping dan berat ringannya penyakit.
3. Respon keluarga sangat bervariasi bergantung kepada keberagaman
faktor-faktor yang mempengaruhinya. (a) Hospitalisasi bagi keluarga dan
anak dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang mengancam dan
merupakan sebuah stressor (b) dapat menimbulkan krisis bagi anak dan
keluarga.
4. Hospitalisasi merupakan proses yang menimbulkan dampak negatif
terhadap perkembangan anak. Jika tidak di tangani secara serius, tepat
dan terencana akan mengarah kepada disfungsi perkembangan yang
dapat mengancam kehidupan anak.
5. Meminimalkan dampak hospitalisasi melalui membutuhkan penanganan
secara tepat, terencana dan terorganisir.
13
DAFTAR PUSTAKA
14