Anda di halaman 1dari 10

TUGAS RESUME

ETIKA PROFESI

Rafiqa Zahra Farhan


1810112089

Dosen Pembimbing : Neneng Oktarina, S.H., M.H

Fakultas Hukum
Universitas Andalas
2020/2021
ETIKA PROFESI HAKIM
Pengertian hakim tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana atau yang biasa disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Pasal 1 angka 8 KUHAP menyebutkan, Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Sedangkan mengadili diartikan sebagai
serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas
bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang
diatur dalam undang-undang.
Kedudukan dan nilai yang wajib dianut oleh hakim. Hakim memiliki kedudukan dan
peranan yang penting demi tegaknya negara hukum. Oleh karena itu, terdapat beberapa nilai
yang dianut dan wajib dihormati oleh penyandang profesi hakim dalam menjalankan tugasnya.
Nilai di sini diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, baik lahir maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi
dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.

Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut:


1. Profesi hakim adalah profesi yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Di sini
terkandung nilai kemerdekaan dan keadilan.
2. Selanjutnya, nilai keadilan juga tercermin dari kewajiban hakim untuk menyelenggarakan
peradilan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan, agar keadilan tersebut dapat
dijangkau semua orang. Dalam mengadili, hakim juga tidak boleh membeda-bedakan
orang dan wajib menghormati asas praduga tak bersalah. Kewajiban menegakkan
keadilan ini tidak hanya dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada sesama
manusia, tetapi juga secara vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Apabila hakim melihat
adanya kekosongan hukum karena tidak ada atau kurang jelasnya hukum yang mengatur
suatu hal, maka ia wajib menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Nilai
ini dinamakan sebagai nilai keterbukaan.
4. Hakim wajib menjunjung tinggi kerja sama dan kewibawaan korps. Nilai kerja sama ini
tampak dari persidangan yang berbentuk majelis, dengan sekurang-kurangnya terdiri dari
tiga orang hakim. Sebelum menjatuhkan putusannya, para hakim ini melakukan
musyawarah secara tertutup
5. Hakim harus senantiasa mempertanggungjawabkan segala sikap dan tindakannya. Secara
vertikal berarti ia bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan
pertanggungjawaban secara horizontal berarti ditujukan terhadap sesama manusia, baik
kepada lembaga peradilan yang lebih tinggi maupun kepada masyarakat luas. Berkaitan
dengan pertanggungjawaban horizontal, Pasal 25 ayat (1) Undang- Undang tentang
Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa:
"Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,
memuat pula pasal tertentu dari perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber
hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili."
6. Hakim wajib menjunjung tinggi nilai obyektivitas. Hal ini tercermin dalam Pasal 29 ayat
(3) yang menyatakan bahwa hakim wajib mengundurkan diri dalam pemeriksaan suatu
perkara apabila ia mempunyai hubungan darah dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
proses pemeriksaan perkara tersebut, baik dengan terdakwa, jaksa, penasihat hukum,
panitera, maupun sesama majelis hakim.

Kaidah-kaidah pokok dalam profesi hakim :


1. Profesi harus dipandang sebagai pelayanan, oleh karenanya, sifat "tanpa pamrih" menjadi
ciri khas dalam mengembangkan profesi.
2. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan mengacu pada
nilai-nilai luhur.
3. Pengembanan profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.
4. Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu
dan peningkatan mutu pengemban profesi.

Sebagai suatu profesi di bidang hukum yang secara fungsional merupakan pelaku utama
dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, hakim dituntut untuk memiliki suatu keahlian
khusus sekaligus memahami secara mendalam mengenai ruang lingkup tugas dan kewajibannya.
Salah satu unsur yang membedakan profesi hakim dengan profesi lainnya adalah adanya proses
rekrutmen serta pendidikan bersifat khusus yang diterapkan bagi setiap orang yang akan
mengemban profesi ini.
Didalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mencantumkan
beberapa tanggung jawab profesi yang harus ditaati oleh hakim, yaitu:
1.bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat Pasal 28 ayat (1)
2.bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan
pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa Pasal 28 ayat (2)
3.bahwa hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami isteri meskipun telah
bercerai, dengan ketua, salah seorang Hakim Anggota, Jaksa, Advokat, atau Panitera Pasal
29 ayat (3).
Jenis tanggung jawab yang terakhir adalah tanggung jawab teknis profesi. Pada jenis
tanggung jawab ini, penilaian itu terhadap sesuai atau tidaknya tindakan yang dilakukan oleh
hakim dengan ketentuan yang berlaku menjadi hal yang paling diutamakan. Selain itu, penilaian
terhadap kinerja dan profesionalisme hakim dalam menjalankan tugasnya juga menjadi
perhatian. Setiap hakim dituntut mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sebagai
profesional di bidang hukum, baik di dalam maupun di luar kedinasan, secara materi dan formil.
Oleh karena itu, adalah suatu hal yang mutlak bagi para hakim untuk memahami secara
mendalam aturan-aturan mengenai hukum acara di persidangan. Ketidak mampuan hakim
dalammempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal dengan istilah
unprofessional conduct dianggap sebagai pelanggaran yang harus dijatuhi sanksi.

ETIKA PROFESI JAKSA


Kode Etik Jaksa adalah Tri Krama Adhyaksa dimana dalam melaksanakan tugas Jaksa
sebagai pengemban tugas dan wewenang Kejaksaan adalah insani yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berasaskan satu dan tidak terpisah-pisahkan, bertindak
berdasarkan hukum dan sumpah jabatan dengan mengidahkan norma keagamaan, kesopanan,
kesusilaan dan keadilan yang hidup dalam masyarakat berpedoman kepada Doktrin Tri Krama
Adhyaksa. Dengan adanya Kode Etik maka akan memperkuat sistem pengawasan terhadap
Jaksa, karena disamping ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar juga ada kode etik
yang dilanggar.

Tri Karma Adhyaksa dibagi menjadi 3, yaitu :


1.Satya
 Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan YME, terhadap diri
pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia
 Setiap warga kejaksaan apapun pangkat atau jabatannya wajib menjalankan tugas yang
dibebankan kepadanya dg baik dan tidak berkhianat
 Sikap berpegang teguh kepada kebenaran dan keadilan
2.Adhy
 Kesempurnaan dalam bertugas yang berunsur utama pada kepemilikan rasa tanggung
jawab terhdp Tuhan YME, keluarga dan sesama manusia
 Setiap warga kejaksaan dalam melakukan semua perbuatan (di dalam dan luar kedinasan)
dilandasi oleh alasan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan dengan sebaik-
baiknya
3.Wicaksana
 Bijaksana dalam tutur kata dan perilaku
 Setiap warga kejaksaan dalam menunaikan tugas dharma baktinya, di samping harus
cakap, mampu dan terampil, harus pula membuktikan dirinya sebagai petugas yang
matang dan dewasa tanpa mengorbankan prinsip dan ketegasan, dapat bertindak
bijaksana

Subdoktrin pelaksanaan tugas jaksa yaitu :


 Indrya Adhyaksa untuk bidang intelijen
Bidang ini dalam melaksanakan tugasnya bertrilogi “hening, nastiti, kerti, atau peka,
cermat, dan tuntas
 Kritya Adhyaksa untuk bidang operasi
Pekerjaan utama Adhyaksa dan dalam pelaksanaannya bertrilogi : “akan, titis, waskita,
atau cepat, tepat, dan cermat”
 Upakriya Adhyaksa untuk bidang pembinaan
Mengurusi Adhyaksa yang tidak lain adalah tugas pembinaan yang dilaksanakan dengan
pedoman asah, asih, dan asuh
 Anukara Adhyaksa untuk bidang pengawasan umum
Mengikuti dan mengawasi Adhyaksa dengan landasan kerja: tata, titi, dan tatas atau
teratur, teliti, dan tepat

ETIKA PROFESI KEPOLISIAN


Etika Profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya yang
dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap Anggota Polri dalam
wujud komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan, dan
kepribadian.
Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-
aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku
maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan
oleh Anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.

Prinsip-prinsip KEPP meliputi:


a. kepatutan, yaitu standar dan/atau nilai moral dari kode etik Anggota Polri yang dapat
diwujudkan ke dalam sikap, ucapan, dan perbuatan;
b. kepastian hukum, yaitu adanya kejelasan pedoman bagi Anggota Polri dalam
melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam pelaksanaan penegakan
KEPP;
c. sederhana, yaitu pelaksanaan penegakan KEPP dilakukan dengan cara mudah, cepat,
serta akuntabel dengan tetap menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan;
d. kesamaan hak, yaitu setiap Anggota Polri yang diperiksa atau dijadikan saksi dalam
penegakan KEPP diberikan perlakuan yang sama tanpa membedakan pangkat, jabatan,
status sosial, ekonomi, ras, golongan, dan agama;
e. kesamaan hak, yaitu setiap Anggota Polri yang diperiksa atau dijadikan saksi dalam
penegakan KEPP diberikan perlakuan yang sama tanpa membedakan pangkat, jabatan,
status sosial, ekonomi, ras, golongan, dan agama;
f. aplikatif, yaitu setiap putusan Sidang KKEP dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya;
dan
g. akuntabel, yaitu pelaksanaan penegakan KEPP dapat dipertanggungjawabkan secara
administratif, moral, dan hukum berdasarkan fakta.
ETIKA PROFESI ADVOKAT
Advokat Indonesia adalah WNI yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap
satria, jujur, dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur
dan mulia, dan dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, kode etik advokat serta sumpah jabatannya (Pasal 2 Kode Etik Advokat ).
Advokat dan profesi advokat memiliki tanggung jawab di dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya. Kode Etik dan Perilaku serta Komisi Etik dan perilaku menjadi ”instrumen”
karena memuat seperangkat kaedah etik dan perilaku serta merupakan petunjuk untuk menjamin
mutu moral dan kualitas profesional profesi itu. Maksud dan tujuannya yaitu memberikan
jaminan kualitas, menjaga kehormatan dn nama baik bagi profesi dan organisasinya serta
melindungi kepentingan publik
Kode Etik dan perilaku merupakan mekanisme pendisiplinan, pembinaan, pengontrolan
etos dan kualitas kerja anggota-anggota organisasi profesi. Dalam proses penegakkannya
dilakukan oleh Dewan Kehormatan Kode Etik dan Perilaku.
Sumber-Sumber Hukum dari Ketentuan-Ketentuan Kode Etik Advokat
1. Undang-Undang No.18 Tahun 2003 Tentang Adokat (UU Advokat).
2. Kode Etik Advokat Indonesia
3. Keputusan Dewan Kehormatan
4. Keputusan Organisasi Advokat (PERADI)
Ada lingkup Etik dan Perilaku dari Profesi Advokat, yaitu meliputi:
Etika advokat terhadap diri pribadi ( Pasal 3 Kode etik Advokat), diantaranya yaitu :
 Advokat dapat menolak untuk memberikan nasihat dan bantuan hukum karena
pertimbangan  keahlian dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat
menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis
kelamin, keyakinan politik dan atau kedudukan sosialnya.
 Tidak semata-mata mencari imbalan material, tetapi lebih mengutamakan tegaknya
hukum, keadilan, dan kebenaran.
 Bekerja dengan bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib
menjujung tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum Indonesia.
 Memegang teguh rasa solidaritas sesama advokat dan wajib membela secara cuma-cuma
teman sejawat yang yang diduga atau didakwa dalam perkara pidana.
 Wajib memberikan bantuan hukum dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang
diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena
penunjukan organisasi profesi.
 Tidak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan derajat dan
martabat advokat,
 Wajib senantiasa menjungjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium
nobile )
 Dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak, tetapi wajib
mempertahankan hak dan martabat Advokat.
 Advokat yang diangkat untuk menduduki suatu jabatan negara (Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai advokat dan tidak diperkenankan
namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam
suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.

Etika advokat dalam melakukan Tugas Jabatan ( Pasal 8 Kode Etik Advokat), yaitu :
• Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara
dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang
bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".
• Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan
tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.
• Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim
apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat,
termasuk surat yang bersifat "ad informandum" maka hendaknya seketika itu tembusan
dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.
• Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim
apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
• Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan
oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara
pidana.

Etika Pelayanan Terhadap Klien (Pasal 4 Kode Etik Advokat), yaitu :


• Advokat dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
• Tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai
perkara yang sedang diurusnya.
• Tidak dibenarkan memberikan jaminan bahwa perkaranya akan menang
• Dalam menentukan honorarium, Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien
• Tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
• Dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti
perkara yang menerima imbalan jasa.
• Harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar
hukumnya.
• Memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan kepadanya dan sampai
berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.

Etika Hubungan Sesama Rekan Advokat ( Pasal 5 Kode Etik Advokat) :


• Saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
• Dalam persidangan hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik scara
lisan maupun tertulis.
• Keberatan-keberatan tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode
Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak
dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
• Tidak diperkenankan untuk merebut seorang klien dari teman sejawat
• Apabila Klien menghendaki mengganti advokat, maka advokat yang baru hanya dapat
menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada
advokat semula dan berkewajiban mengingatkan kliennya untuk memenuhi
kewajibannnya apabila masih ada terhadap advokat semula.
• Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap advokat yang baru,
maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang
penting untuk mengurus perkara ini, dengan memperhatikan hak retensi Advokat
terhadap Klien tersebut.
• Sedangkan khusus bagi advokat asing yang bekerja di Indonesia atau Advokat asing yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di
Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik yang ada.
Etika Pengawasan, Pasal 12 dan Pasal 13 UU No. 18 tahun 2003 :
Pasal 12
(1) Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam
menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk
oleh organisasi Advokat.
(2) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur
Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan keputusan Organisasi
Advokat.

Anda mungkin juga menyukai