Anda di halaman 1dari 147

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

RISK ASSESMENT KEBAKARAN UNIT PERAWATAN PADA RUMAH


SAKIT X TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN

Oleh:

DEWANGGA AJI SAPUTRA

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2017

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

RISK ASSESMENT KEBAKARAN UNIT PERAWATAN PADA RUMAH


SAKIT X TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN

Oleh:

DEWANGGA AJI SAPUTRA


NIM. 101511123096

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2017

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi


Program Sarjana Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan
Diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)
Pada tanggal 19 Desember 2017

Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S.


NIP 195603031987012001

Tim Penguji:
a) Prof. Dr. Chatarina Umbul W.,dr., M.S., M.PH.
b) Sho’im Hidayat, dr., M.S.
c) Jusi Istianti, S.KM

ii

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Oleh

DEWANGGA AJI SAPUTRA


NIM 101511123096

Surabaya, 27 Desember 2017

Menyetujui,
Pembimbing,

Sho’im Hidayat,dr., M.S.


NIP 195411271985021001

Mengetahui,

Koordinator Program Studi, Ketua Departemen,

Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes Dr. Noeroel Widajati, S.KM., M.Sc
NIP 198105102005012001 NIP 197208122005012001

iii

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dewangga Aji Saputra


NIM : 101511123096
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenjang : Sarjana (S1)

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:

RISK ASSESMENT KEBAKARAN UNIT PERAWATAN PADA RUMAH


SAKIT X TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN

Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan kegiatan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 19 Desember 2017

Dewangga Aji Saputra


NIM.101511123096

iv

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “RISK
ASSESMENT KEBAKARAN UNIT PERAWATAN PADA RUMAH SAKIT X
TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN” sebagai salah satu
persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Airlangga
Skripsi ini menjabarkan tentang seberapa besar risiko kebakaran pada unit
perawatan pada rumah sakit X. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setingginya kepada bapak Shoim, selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi, serta saran dengan
penuh kesabaran hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi–tingginya kepada Dr. Shoim Hidayat, M.S, selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan petunjuk, bantuan, koreksi serta saran hingga
terselesaikannya proposal skripsi ini.
Terima kasih dan penghargaan disampaikan pula kepada seluruh pihak
yang terkait yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, kepada yang
terhormat:
1. Sho’im Hidayat,dr., M.Kes, selaku Dosen Pembimbing saya yang
selalu memberikan dukungan dan pembelajaran dengan sabar.
2. Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes, selaku Koordinator Program Studi
S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga;
3. Dr. Noeroel Widajati, S.KM., M.Sc selaku Ketua Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga;
4. Bapak Suledi dan Ibu Anisah Yusroh yang senantiasa memberikan doa
serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Keselamatan dan kesehatan Kerja,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga yang telah
meberikan ilmu selama perkuliahan.
6. Citra Laksmi Chrisworo yang selalu memberikan dukungan, semangat
doa, dan perhatian.
7. Jesika wulandari, dan seluruh teman alih jenis fkm unair yang selalu
memberi dukungan bantuan dan doa.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri saya maupun pihak lain
yang memanfaatkan.

Surabaya, 19 Desember 2017

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRACT

Fire is an undesirable and unexpected event that comes from fire that can
cause harm. Hospital X is a maternity hospital in which there was a potential fire
hazard in every work process. It was necessary to identify hazard and risk
evaluation so that the potential of fire hazard can be prevented and the risk of fire
can be controlled, owned by the hospital. In the process of calculating the risk was
also carried out evaluation of fire control conducted by the hospital, with it then it
will get a residual risk value that indicates the control was done was appropriate
or not.
The purpose of this study was to analyze the risk of fire hospital X. This
study was observational, in terms of data retrieval time including cross sectional
research. According to the results of this research analysis using descriptive
analysis. The object of this study was the work environment of hospital X. The
data used in this study was the primary data through interviews and observations,
secondary data from this study was data from hospital documents X. The time of
the study conducted on October 1, 2017 to November 1, 2017.
The results showed that the hospital had implemented safety and health
and also had a document written K3 hospital policy. Based on the calculation of
fire risk in some potentially fire places in the hospital, the potential fires are in the
medium category. Based on the calculation of residual risk, the risk that had a
value > 1 has a value of 44.4% which means that almost half of the controls still
need to be reconsidered. The remaining risk <1 is 55.6%, which means that as
much as half of the controls performed were appropriate.
The conclusion that hospital X has potential for moderate fire hazard.
Hospital X has conducted fire control in the workplace environment. However,
hospital X still needs to improve the existing fire control in hospital work
environment because from the calculation of risk still found some remaining risk
that need reconsideration in controlling.

Keywords: Fire, Fire risk analysis, Hospitals

vi

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRAK

Kebakaran merupakan suatu kejadian tidak dikehendaki dan tidak terduga


yang berasal dari api yang dapat menyebabkan kerugian. Rumah sakit X
merupakan rumah sakit bersalin yang didalamnya terdapat potensi bahaya
kebakaran dalam setiap proses kerjanya. Perlu dilakukan suatu identifikasi bahaya
dan perhitungan risiko agar potensi bahaya kebakaran dapat dicegah dan
dikendalikan besaran risiko kebakaran yang dimiliki oleh rumah sakit. Dalam
proses perhitungan risiko juga dilakukan perhitungan pengendalian kebakaran
yang dilakukan oleh rumah sakit, dengan hal itu maka akan didapatkan suatu nilai
risiko sisa yang menunjukan pengendalian yang dilakukan sudah sesuai atau
tidak.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis risiko kebakaran rumah
sakit X. Penelitian ini bersifat obesvasional, ditinjau dari segi waktu pengambilan
data termasuk penelitiaan cross sectional. Menurut hasil analisanya penelitian ini
menggunakan analisa deskriptif. Objek penelitian ini merupakan lingkungan kerja
rumah sakit X. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer
melalui wawancara dan observasi, data sekunder dari penelitian ini merupakan
data dari dokumen rumah sakit X. Waktu penelitian dilakukan pada bulan 1
Oktober 2017 hingga 1 Nopember 2017.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rumah sakit telah menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja dan juga sudah memiliki dokumen tertulis
kebijakan K3 rumah sakit. Berdasarkan perhitungan risiko kebakaran pada
beberapa tempat yang berpotensi kebakaran dirumah sakit, potensi kebakaran
dalam kategori sedang. Berdasarkan dari perhitungan risiko sisa, risiko yang
memiliki nilai >1 memiliki nilai sebesar 44.4% yang artinya ada hampir setengah
dari pengendalian masih perlu dipertimbangkan kembali. Risiko sisa <1 sebanyak
55.6% yang artinya sebanyak setengah lebih dari pengendalian yang dilakukan
sudah sesuai
Kesimpulan bahwa rumah sakit X memiliki potensi bahaya kebakaran
sedang. Rumah sakit X sudah melakukan pengendalian bahaya kebakaran
dilingkungan kerja. Namun rumah sakit X masih perlu meningkatkan
pengendalian kebakaran yang ada dilingkungan kerja rumah sakit karena dari
hasil perhitungan risiko masih ditemukan beberapa sisa risiko yang butuh
pertimbangan ulang dalam melakukan pengendalian.

Kata kunci : Kebakaran, Analisis risiko kebakaran, Rumah sakit

vii

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i


HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ................................. xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah............................................................ 7
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................ 7
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................... 7
1.4.3 Manfaat .................................................................. 8
.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Terkait ............................................................ 9
2.2 Bahaya Kebakaran ......................................................... 10
2.2.1 Bahaya (Hazard) .................................................... 10
2.2.2 Definisi Kebakaran ................................................ 13
2.2.3 Potensi Kebakaran ................................................. 14
2.2.4 Konsep Terjadinya Api ......................................... 17
2.2.5 Dampak Kebakaran ............................................... 18
2.3 Risiko ........................................................................ 19
2.3.1 Definisi Risiko ...................................................... 19
2.3.2 Risk Assessment ................................................... 21
2.3.3 Manfaat Penilaian Risiko ...................................... 22
2.3.4 Identifikasi Bahaya ................................................ 23
2.3.5 Teknik Identifikasi Bahaya ................................... 24
2.3.6 Analisis dan Evaluasi Risiko ................................. 27
2.3.7 Jenis Pengendalian Risiko ..................................... 33
2.3.8 Pengendalian Risiko .............................................. 34
2.3.9 Strategi Pengendalian Risiko ................................ 34
2.3.10 Penilaian Risiko Sisa ............................................ 36
2.4 Rumah Sakit ................................................................... 37
2.4.1 Karakteristik Rumah Sakit .................................... 37

viii

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.4.2 Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran 38

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL


3.1 Kerangka Konseptual ..................................................... 44
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual ................................... 45

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian ............................ 46
4.2 Populasi Penelitian ......................................................... 46
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................... 46
4.4 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran ......... 47
4.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ..................... 49
4.5.1 Teknik Pengumpulan Data ................................. 49
4.5.2 Instrumen Pengumpulan Data ............................ 49
4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................... 50

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ............................. 51
5.1.1 Profil Rumah Sakit X ............................................ 51
5.1.2 Visi, Misi, Nilai dan Motto RS X Surabaya .......... 52
5.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit X ....... 53
5.2.1 Kualifikasi Personil K3 Rumah Sakit ................... 53
5.2.2 Distribusi Ketenagaan ........................................... 53
5.2.3 Struktur Organisasi K3 Rumah Sakit .................... 54
5.2.4 Tata Hubungan Kerja ............................................ 57
5.3 Hasil Identifikasi Bahaya Kebakaran ............................. 59
5.4 Hasil Penilaian Risiko .................................................... 67
5.5 Pelaksanaan Pengendalian ............................................. 69
5.5.1 Kebijakan .............................................................. 69
5.5.2 Sarana Kebakaran Aktif dan Pasif ........................ 69
5.5.3 Tim Pemadam Kebakaran ..................................... 75
5.5.4 Penilaian Pengendalian Yang Dilaksanakan ......... 76
5.6 Risiko Sisa ...................................................................... 78

BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran ....................................... 82
6.2 Penilaian Risiko dan Evaluasi Risiko ............................ 87
6.3 Pengendalian dan Risiko Sisa ........................................ 94

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan .................................................................... 101
7.2 Saran ............................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 103


LAMPIRAN

ix

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

2.1 Menentukan dan Cara Penilaian Tingkat Kemungkinan


(Likelihood) ......................................................................... 28
2.2 Menentukan dan Cara Penilaian Tingkat Keparahan
(Severity) ............................................................................. 30
2.3 Tabel Risk Matrix ................................................................ 31
2.4 Konsep ALARP .................................................................. 32
2.5 Hirarki Jenis Pengendalian ................................................. 35
2.6 Strategi Pengendalian Energi .............................................. 35
2.7 Peringkat Pengendalian Risiko ........................................... 36
2.8 Tingkat Mutu Bahan Bangunan Terhadap Api ................... 42
2.9 Persyaratan Bahan Komponen Struktur Bangunan ............. 43
4.1 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran
Penelitian ............................................................................. 47
5.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia K3RS Rumah Sakit X
Surabaya .............................................................................. 53
5.2 Distribusi Ketenagaan di Rumah Sakit X Surabaya ........... 54
5.3 Hazard Identification Risk Analysis & Risk Control
(HIRARC) ........................................................................... 68
5.4 Penempatan APAR di Rumah Sakit X Surabaya ................ 70
5.5 Observasi Tingkat Mutu Bahan Bangunan ......................... 73
5.6 Pengendalian risiko kebakaran Rumah Sakit X Surabaya
2017 ..................................................................................... 77
5.7 Risiko Sisa Potensi Bahaya Kebakaran Rumah Sakit X ..... 80

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

2.1 Segitiga Api ......................................................................... 17


3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Risk Assessnent Unit
Perawatan Pada Rumah Sakit X Terhadap Upaya
Pengendalian Kebakaran ..................................................... 44
5.1 Rumah Sakit X Surabaya .................................................... 52
5.2 Struktur Organisasi K3 Rumah Sakit .................................. 54
5.3 Tata Hubungan Kerja Rumah Sakit X Surabaya ................. 58
5.4 Ruang Perawatan ................................................................. 60
5.5 Ruang Panel Listrik ............................................................. 61
5.6 Gudang Tabung Oksigen ..................................................... 62
5.7 Gudang Oksigen .................................................................. 63
5.8 Depan Dapur ....................................................................... 64
5.9 Ruang Laundry .................................................................... 65
5.10 Pengering Pakaian ............................................................... 65
5.11 Ruang Sterilisasi .................................................................. 66
5.12 Ruang Genset ...................................................................... 67
5.13 Kondisi APAR .................................................................... 71
5.14 Alarm Kebakaran ................................................................ 72
5.15 Kondisi Tangga Darurat ...................................................... 74
5.16 Kondisi Rambu Darurat ...................................................... 75
5.17 Tempat Berkumpul Keadaan Darurat ................................. 76
5.18 Papan Petugas Penanggulangan Kebakaran ....................... 77

xi

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

1 Surat Balasan Penelitian....................................................... 104


2 Surat Permohonan Izin Penelitian........................................ 105
3 Ethical Clearance ................................................................ 106
4 Lembar Penjelasan Sebelum Penelitian .............................. 107
5 Informed Consent ................................................................ 109
6 Lembar Panduan Wawancara .............................................. 110
7 Daftar Checklist Sarana Proteksi Kebakaran Dan
Penyelamatan Jiwa Serta Manajemen Penanggulangan
Kebakaran ............................................................................ 111
8 Leafleat................................................................................. 127
9 Denah Potensi Kebakaran.................................................... 128

xii

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang


< = Kurang dari
> = Lebih dari
- = Sampai
± = Lebih kurang
% = Persen

Daftar Arti Singkatan


ACGIH = American Conference of Government Industrial Hygienist
APD = Alat Pelindung Diri
Dkk = Dan kawan-kawan
K3 = Keselamatan dan Kesehatan Kerja
NAB = Nilai Ambang Batas
NIOSH = National Institute for Occupational Safety and Health
OSHA = Occupational Safety and Health Administration
PT = Perseroan terbatas
RS = Rumah Sakit
SNI = Standar Nasional Indonesia
Tbk = Terbuka
WHO = World Health Organization

xiii

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada era sekarang ini pertumbuhan jasa bidang kesehatan sangatlah pesat

seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh begitu pesat pula. Dengan

banyaknya permintaan pasar maka perusahaan harus dapat menghasilkan jasa

sebai-baiknya agar perusahaan tidak kehilangan pasar baik dalam dan luar negeri.

Sumber daya manusia saja tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar namun

perlu adanya tambahan mesin atau alat-alat otomatis untuk meningkatkan

pelayanan bidang jasa perusahaan.

Seiring dengan kemajuan zaman kemajuan juga terjadi pada sektor

teknologi dan informasi, tentu hal ini dapat mendukung pada sektor kesehatan.

Dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada bidang kesehatan

tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi perkembangan perusahaan tapi juga

dapat menimbulkan dampak negatif. Setiap alat-alat yang digunakan pasti memiliki

risiko dan potensi bahaya yang perlu dikendalikan baik bagi lingkungan kerja,

kesehatan dan keselamatan setiap pekerja.

Potensi bahaya yang mungkin terjadi dari penerapan teknologi dan

kegiatan perusahaan, mengaharuskan perusahaan untuk ikut serta melindungi

pekerja dari risiko keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang diatur pada UU

No.1 Tahun 70 tentang Keselamatan kerja dengan menerapkan program kesehatan

dan keselamatan kerja atau upaya pengendalian bahaya. Dengan adanya partisipasi

perusahaan untuk mencegah kecelakaan kerja diharapkan angka kecelakaan akan

dapat ditekan sekecil-kecilnya.

1
SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2

Setiap kecelakaan pasti ada sebabnya dan tidak terjadi secara kebetulan saja.

Maka dari itu, sebab tersebut harus dianalisa dan dicari agar dapat dilakukan suatu

tindakan perbaikan yang ditujukan pada penyebab itu dengan upaya pencegahan

lebih lanjut agar kecelakaan dapat dicegah dan tidak terajadi kembali (Suma’mur,

2009).

Kecelakaan kerja dapat terjadi karena adanya unsafe action dan unsafe

condition. Unsafe action merupaka suatu kondisi dimana seorang pekerja

melakukan suatu tindakan tidak aman yang dapat menyebabkan suatu kecelakaan.

Sedangan unsafe condition adalah suatu kondisi lingkungan kerja yang tidak aman

dan dapat menjadi suatu potensi untuk terjadi suatu kecelakaan (H.W. Heinrich,

1980). Kecelakaan merupakan suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

seringkali tidak terduga yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda,

properti maupun korban jiwa yang terjadi didalam suatu proses kerja industri atau

yang berkaitan dengannya disebut kecelakaan kerja (Tarwaka, 2008).

Kebakaran merupakan suatu keadaan dimana api tidak dapat dikendalikan

diluar kemampuan manusia dan hal tersebut tidak diinginkan. Api dapat disebabkan

oleh adanya suatu reaksi dari bahan bakar, sumber panas dan oksigen, tanpa adanya

salah satu unsur tersebut maka api tidak akan dapat menyala. (Ramli, 2010)

Dampak dari kebakaran dapat berupa dampak langsung maupun dampak

tidak langsung. Dampak langsung seperti halnya pada pengobatan pekerja yang

menjadi korban, ganti rugi dampak lingkungan akibat kecelakaan,kompensasi aset

yang hilang dan hilangnya waktu proses produksi. Sedangkan dampak tidak

langsung dapat berupa dampak social dan reputasi perusahaan.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 3

Kebakaran merupakan salah satu penguras sumber daya perusahaan. Tidak

hanya mengurasnya, tetapi juga menjadi penyebab utama perusahaan berhenti

berbisnis. Kebakaran dapat merenggut kemampuan berproduksi perusahaan dalam

semalam dan tanpa pencegahan kebakaran, perusahaan akan kehilangan pelanggan.

Tidak ada pelanggan, tidak ada bisnis. Oleh karena itu, pencegahan kebakaran

memiliki peranan penting dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan (Ridley,

2008).

Potensi bahaya kebakaran dapat disebabkan berdasarkan prinsip segitiga api

yaitu bahan bakar, oksigen dan panas. Banyak jenis bahan yang ada dirumah sakit

baik gas dan padat yang mudah terbakar dapat menyebabkan potensi bahaya

kebakaran. Sumber panas baik terbuka seperti korsleting dan terbuka seperti

pekerjaan yang membutuhkan penyalaan api juga sebagai sumber potensi

kebakaran. Itensitas dan jumlah bahan-bahan mudah terbakar akan menentukan

potensi bahaya kebakaran yang akan terjadi.

Dalam setiap kegiatan dan pekerjaan kita sehari-sehari, risiko akan selalu

ada dan menyertai. Perlu dilakukan suatu upaya analisa risiko agar dapat

mengidetifikasi potensi bahaya kebakaran dan melakukan suatu penilaian peringkat

risiko yang dihasilkan berdasarkan kemungkinan terjadinya kebakaran dan

keparahan dari dampak kebakaran tersebut. Dengan demikian dapat dilakukan

suatu langkah pengendalian.

Analisa risiko diawali dengan suatu langkah pengidentifikasian risiko,

dimana setiap tempat memiliki hasil identifikasi yang berbeda karena memiliki

perbedaan karakteristik dan potensi bahaya. Setalah melakukan identifikasi

selanjutnya melakukan penilaian risiko, setelah dilakukan penilaian selanjutnya

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 4

dilakukukan upaya pengendalian. Setelah pengendalian dilakukan makan dinilai

kembali risiko sisa yang masih ada dimiliki rumah sakit.

Keparahan dari suatu kebakaran dirumah sakit dapat dipengaruhi oleh

banyaknya jumlah pasien dan pengunjung, kemampuan evakuasi, penerapan

manajemen kebakaran. Kemungkinan terjadi kebakaran dirumah sakit dapat

diketahui dari kemungkinan adanya penyalaan api baik terbuka dan tertutup,

banyaknya jumlah dan jenis bahan yang mudah terbakar.

Salah satu upaya pengendalian risiko kebakaran ialah menerapkan

manajemen kebakaran. Dengan adanya manajemen kebakaran, kebakaran dapat

ditanggulangi secara cepat dan tepat sehingga dampak kebakaran tidak semakin

meluas dan menimbulkan kerugian yang semakin besar. Pencegahan kebakaran

yang efektif dapat mengurangi dampak kerugian yang harus diterima oleh

perusahaan secara signifikan.

Penerapan manajemen kebakaran sebagai upaya pengendalian tidak serta

merta akan menghilangkan suatu potensi bahaya kebakaran. Tidak semua

penerapan manajemen kebakaran berjalan dengan baik. Jika potensi bahaya

kebakaran cukup tinggi namun upaya pengendalian tidak cukup baik makan akan

ada risiko sisa yang masih dapat menyebabkan risiko bahaya kebakaran itu terjadi.

Semakin tinggi potensi bahaya kebakaran maka manajemen kebakaran juga harus

semakin baik.

Peristiwa kebakaran sering terjadi, salah satu contohnya yaitu kasus

kebakaran yang terjadi RS kabupaten Klaten tanggal 12 Nopember 2009.

Berdasarkan hasil investigasi disebabkan oleh hubungan arus pendek di gudang

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 5

obat. Instalasi listrik dan hidran harus ditata serta diaudit. Akibat kebakaran tersebut

sejumlah pasien harus dievakuasi dengan segera.

Dari banyak banyaknya kasus kebakaran yang peneliti baca, kebakaran

dapat berdampak kerugian bagi perusahaan dan lingkungan, maka perlu dilakukan

suatu analisa risiko kebakaran mulai dari identifikasi bahaya, penilaian risiko,

pengendalian, dan penilaian risiko sisa. Risiko sisa harus ditekan sekecil mungkin

dengan menggunakan suatu upaya pengendalian yang efektif dan efisien

berdasarkan kemampuan perusahaan. Dengan penerapan analisa risiko kita dapat

memperkirakan kemampuan perusahaan dalam menerima risiko.

1.2 Identifikasi Masalah

Rumah sakit X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan,

dimana pada rumah sakit pasti memiliki potensi bahaya kebakaran jika terjadi

kelalaian. Rumah sakit memiliki karakteristik khusus yang mengharuskan rumah

sakit melakukan pencegahan kebakaran. Unit perawatan merupakan unit yang

sangat memerlukan upaya penanggulangan kebakaran karena pada unit tersebut

terdapat pasien, pengunjung dan pekerja. Jika terjadi kebakaran pada unit tersebut

maka dampak yang ditimbulkan sangatlah besar.

Rumah Sakit merupakan tempat yang memiliki potensi bahaya kebakaran

dan sangat memerlukan suatu upaya analisa risiko sebagai upaya pengendalian

kebakaran. Rumah sakit memiliki karakteristik khusus yaitu sifat penghuni

beragam, tingkat kepanikan tinggi, sifat pekerjaan beragam, bahan terbakar relatif

tinggi, bangunan ditempati selama 24 jam. Perlu dilakukan upaya pengendalian

kebakaran yang efektif agar kebakaran dapat menekan risiko kebakaran rumah

sakit. Manajemen kebakaran harus diterapkan dengan baik, sehingga investasi

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6

perusahaan untuk pencegahan dan penerapan manajemen kebakaran tidaklah sia-

sia.

Pada umumnya perusahaan hanya melakukan manajemen kebakaran aktif

hanya untuk persayaratan perijinan untuk mendirikan sebuah perusahaan. Hal

tersebut akan menjadi sia-sia jika tidak dilakukan suatu analisa risiko terlebih

dahulu. Dengan melakukan analisa risiko maka kita dapat melakukan suatu upaya

pengendalian yang efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan perusahaan. Jika

kebakaran sudah terjadi maka kerugian bagi perusahaan yang berdampak pada

manusia, lingkungan, aset dan reputasi. Berdasarkan wawancara prapenelitian di

Rumah Sakit X belum melakukan analisa risiko dalam melakukan upaya

pengendalian bahaya kebakaran.

Analisa risiko dapat terbagi menjadi dua jenis yaitu analisa risiko

berdasarkan pekerjaan dan analisa risiko berdasarkan area. Pada penelitian ini

analisa risiko yang dilakukan yaitu dengan berdasarkan area. Rumah sakit memiliki

tingkat keparahan dampak yang cukup tinggi jika terjadi suatu kebakaran karena

pada umumnya kemampuan evakuasi pasien sangat rendah dan pengetahuan

pengunjung dalam evakuasi diri saat terjadi pemadaman kebakaran rendah.

Kebakaran rumah sakit cukup sering terjadi dimana pada tanggal 10 juli

2006 terjadi kebakaran di ibu dan anak hermina jakarta timur diduga disebabkan di

dari kantin, pada 7 agustus 2007 terjadi kebakaran di RS dr sardjito jogjakarta, 21

september 2008 terjadi kebakaran di RSUD Prof WZ Johanes kupang. 12

Nopember 2009 RS klaten terjadi kebakaran, 16 desember 2009 terjadi kebakaran

di rumah sakit umum tangerang, dan baru baru ini pada tanggal 23 oktober 2017

terjadi kebakaran karena korsleting listrik di rumah sakit fatmawati jakarta selatan.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 7

Tentu hal tersebut sangat memprihatinkan selain menyebabkan kerugian materil

juga dapat menyebabkan kerugian gangguan kesehatan atau keselamatan. Hal

tersebut menunjukan perlunya suatu pengendalian risiko kebakaran dengan

melakukan suatu perhitungan risiko potensi kebakaran yang ada dirumah sakit X.

Berdasarkan wawancara sebelumnya dengan staff keselamatan dan

kesehatan kerja rumah sakit X, bahwa rumah sakit belum melakukan analisa risiko

dalam melakukan upaya pengendalian bahaya kebakaran dan rumah sakit memiliki

pengendalian bahaya kebakaran yang kurang memadai dan belum pernah

melakukan sertifikasi pada alat kebakaran. Oleh karena itu perlu dilakukan

perhitungan analisa risiko apakah alat-alat yang ada masik efektif dalam melakukan

pengendalian terhadap potensi bahaya kebakaran yang ada di rumah sakit X.

1.3 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana risiko

kebakaran pada pekerjaan di unit perawatan pada Rumah Sakit X sebagai upaya

pengendalian kebakaran.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Melakukan penilaian risiko kebakaran pada pekerja di unit perawatan pada

RS X sebagai upaya penanggulangan kebakaran.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan identifikasi potensi bahaya kebakaran di unit perawatan

pada RS X;

2. Melakukan evaluasi risiko potensi bahaya kebakaran di unit perawatan

pada RS X;

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 8

3. Melakukan perhitungan upaya pengendalian di unit perawatan pada

RS X;

4. Melakukan evaluasi risiko sisa di unit perawatan pada RS X;

1.4.3 Manfaat

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengalaman dan pengetahuan baru

tentang fakta yang ada di lapangan mengenai analisa risiko sebagai upaya

penanggulangan kebakaran.

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi, masukan dan

pertimbangan bagi perusahaan mengenai analisa risiko di tempat kerja

sebagai upaya penanggulangan kebakaran agar menjadi lebih baik.

3. Bagi Pembaca

Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja kususnya analisa risiko sebagai upaya

penanggulangan kebakaran serta dapat dijadikan masukan dan

pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peraturan Terkait

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 28 D ayat 2 bahwa

setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang

adil dan layak dalam hubungan kerja;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat 1 huruf a mengenai Hak Pekerja Memperoleh

Perlindungan Atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Bangunan

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2016

tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit

6. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

2000 tentang Ketentuan Teknis Pengaman Terhadap Bahaya kebakaran Pada

Bengunan Gedung dan Lingkungan.

7. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di

Perkotaan.

9
SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 10

2.2 Bahaya Kebakaran

2.2.1 Bahaya (Hazzard)

Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang

dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut dikatakan potensial jika belum

mendatangkan kecelakaan, sedangkan jika terjadi kecelakaan maka bahaya

tersebut dikatakan sebagai bahaya nyata (Suma’mur, 1996).

Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa bahaya adalah

faktor interinsik yang melekan pada sesuatu berupa barang atau kondisi yang

mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja

serta lingkungan yang memberikan efek buruk.

Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah faktor dan pelaksanaan

K3 yang belum diimplementasikan dengan benar, hal tersebut meliputi:

1. Manusia

Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan, kerugian atau kerusakan

terletak pada karyawan yang kurang terampil, kurang pengetahuan, kurang

bergairah, kurang tepat dan terganggunya emosi yang pada umumnya

menyebabkan kecelakaan dan kerugian. Semua kecelakaan disebabkan

oleh kelalaian menusia. Kesalahan tersebut mungkin saja disebabkan oleh

perencanan pabrik, kontraktor yang membangunnya, pembuatan mesin-

mesin, pengusaha, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana

atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin atau peralatan

(Suma’mur, 1996). Faktor-faktor yang melatar belakangi kesalahan dan

tindakan berbahaya yang dilakukan oleh manusia antara lain:

a. Kurang pengetahuan dan ketrampilan;

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 11

b. Tidak mampu untuk bekerja secara normal;

c. Kelelahan dan kejenuhan;

d. Penurunan konsentrasi

e. Stres;

f. Kurang adanya motivasi dan kepuasan kerja;

g. Sikap kurang perhatian terhadap lingkungan sekitar dan masa

bodoh;

h. Belum adanya adaptasi antara pekerja dengan mesin-mesin atau

peralatan kerja.

2. Lingkungan

Ruang lingkup lingkungan tidak hanya pada lingkungan fisik, tetapi

juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman

manusia sebelum dan saat bekerja, pengaturan organisasi kerja, hubungan

sesama pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang dapat mengganggu

konsentrasi (Tarwaka, 2008).

3. Bangunan, Peralatan dan Instalasi

Dalam pelaksanaan kegiatan produksi, bahaya dari bangunan,

peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan

harus kokoh dan memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja.

Begitu juga dengan desain ruangan, pencahayaan dan ventilasi harusbaik,

tersedianya penerangan darurat, makna dan rambu-rambu yang jelas dan

tersedianya jalan penyelamatan diri (Syukri Syahab, 1997). Instalasi harus

memenuhi syarat keselamatan kerja baik dalam desain maupun konstruksi.

Sebelum dipergunakan maka harus diuji dan diperiksa oleh suatu tim ahli.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 12

Kalau diperlukan modifikasi harus disesuaikan dengan persyaratan bahan

dan kontruksi yang ditentukan. Harus ada pengecekan dan pengujian

sebelum pengoperasiannya berjalan. Hal ini bertujuan untuk menjamin

keselamatan operator yang juga sudah memenuhi persyaratan (Syukri

Syahab, 1997).

4. Bahan

Tingkat dan pengaruh yang ditimbulkan dari bahan dan material

berbeda-beda. Dapat berupa tingkat bahaya tinggi dapat juga rendah,

pengaruhnya juga ada yang dapat segera dilihat tetapi ada juga yang

bertahun-tahun baru dapat diketahui. Oleh karena itu maka pihak

perusahaan harus tahu sifat dari bahan yang digunakan dalam produksi

sehingga dapat mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap

terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang ditimbulkan

oleh bahan tersebut yang dapat merugikan perusahaan. Seperti untuk

bahan kimia berbahaya harus dilengkapi dengan Material Safety

DataSheet (MSDS) yang dapat diminta pada pemasok atau produsen

dengan memasukannya pada kontrak pembelian bahan (Syukri Syahab,

1997). Bahaya yang ditimbulkan dari bahan atau material tersebut

mencakup berbagai resiko yang sesuai dengan sifat bahan, antara lain:

a. Mudah terbakar;

b. Mudah meledak;

c. Menimbulkan alergi;

d. Menyebabkan kanker;

e. Bersifat racun;

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 13

f. Menimbulkan kerusakan pada kulit atau jaringan;

g. Radioaktif

5. Proses

Penerapan teknologi pada peralatan maupun bahan memberi pengaruh

terhadap timbulnya bahaya dalam proses produksi yang sangat besar.

Potensi bahaya dari proses kerja yang diabaikan dapat menimbulkan

kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja.

6. Cara Kerja

Cara kerja yang salah dapat membahayakan diri sendiri maupun orang

lain yang berada disekitarnya. Dalam bekerja, perlu memperhatikan dan

menerapkan cara kerja yang baik dan benar. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan kerja, antara

lain sebagai berikut:

a. Cara mengangkat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara

salah dapat mengakibatkan kecelakaan atau cidera pada daerah

tulang punggung.

b. Cara kerja yang salah mengakibatkan kecelakaan dan cidera

terutama yang sering terjadi adalah cidera pada tulang punggung.

c. Pemakaian APD yang semestinya dan dengan cara pemakaian yang

benar (Syukri Shahab, 1997).

2.2.2 Definisi Kebakaran

Menurut Tarwaka (2012), kebakaran merupakan bencana atau petaka yang

paling sering dihadapi dan bisa digolongkan baik sebagai bencana alam ataupun

bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri. Sedangkan menurut

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 14

Ramli (2010), Kebakaran merupakan api yang tidak terkendali artinya diluar

kemampuan dan keinginan manusia.

Menurut Anizar (2009), Kebakaran adalah peristiwa yang sangat cepat dan

tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan timbulnya kerusakan atau kerugian

yang sangat fatal, hal ini disebabkan karena ketidakdisiplinan dala menggunakan

bahan-bahan atau peralatan yang digunakan. Kemudian Kebakaran menurut

NFPA secara umum didefinisikan sebagai suatu peristiwa oksidasi yang

melibatkan tiga unsur yang harus ada, yaitu bahan bakar yang mudah terbakar,

oksigen yang ada dalam udara dan sumber energi atau panas yang berakibat

menimbulkan kerugian harta benda, cedera bahkan kematian

2.2.3 Potensi Kebakaran

Pada dasarnya kecelakaan kerja sering diakibatkan oleh 2 faktor, yaitu

human eror / unsafe action dan unsafe condition. Unsafe action terjadi karena

kelalaian dari manusia dan kurang profesional dalam bekerja. Sedangkan unsafe

condition lebih mengarah kepada objek dan lingkungan dari pekerjaan manusia

yang memang tidak aman ataupun peralatan yang tidak memenuhi standar.

Kebakaran disebabkan oleh sumber-sumber yang membuat adanya nyala api

(terbakar), yaitu (Anizar,2009):

a. Instalasi dan peralatan listrik (23%)

Penyebab kebakaran karena instalasi listrik yang tidak standar dan

tidak sesuai prosedur menyumbang potensi kebakaran sebesar 23%.

b. Merokok (18%)

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 15

Secara tidak langsung perokok pun berpotensi mendatangkan potensi

penyebab kebakaran sebesar 18%

c. Gesekan (10%)

Gesekan-gesekan yang tidak perlu pada mesin-mesin yang tidak

terpantau sehingga dapat menimbulkan percikan api menyumbang potensi

penyebab kebakaran sebesar 10%.

d. Bahan yang lewat panas (8%)

Terjadi pada benda-benda yang saat dipanaskan tidak terpantau dengan

baik dapat menyumbang potensi penyebab kebakaran sebesar 8 %.

e. Permukaan yang panas (7%)

Panas pada permukaan boiler, lampu pijar, logam panas, yang dapat

menyalakan bahan mudah menyala (flammable) dapat menyumbang

potensi penyebab kebakaran sebesar 7%.

f. Nyala dari alat pembakar (7%)

Seperti pada alat pemanas listrik (oven, dan pembakar portable)

berpotensi menyumbang penyebab kebakaran sebesar 7%.

g. Percikan Api (5%)

Pada alat-alat incenerator, furnace dan lain-lain dapat berpotensi

menyumbang potensi penyebab kebakaran sebesar 5 %.

h. Ignisi spontan (4%)

Akibat dari bahan yang sangat peka terhadap pemanasan menyumbang

berpotensi penyebab kebakaran sebesar 4%

i. Pemotongan dan Pengelasan logam (4%)

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 16

Api berasal dari percikan logam panas yang dapat berpotensi penyebab

kebakaran sebesar 4 %

j. Pemaparan panas (3%)

Biasanya terdapat pada dinding-dinding yang terdapat instalasi listrik

dapat berpotensi penyebab kebakaran sebesar 3 %

k. Sabotase / dibakar orang (3%)

Faktor kesengajaan dari manusia itu sendiri memiliki peluang

penyebab kebakaran sebesar 3%

l. Percikan mekanis (2%)

Misalnya pada mesin-mesin tekstil berpotensi menjadi penyebab

kebakaran sebesar 2 %

m. Bahan yang meleleh (2%)

Logam panas hasil peleburan yang lelehannya terlepas menjadi

penyebab kebakaran sebesar 2%

n. Reaksi kimia (1%)

Reaksi kimia yang tidak terkendali mengakibatkan penyebab

kebakaran sebesar 1 %

o. Percikan statis (1%)

Terjadi pada alat listrik tanpa grounding menjadi penyebab kebakaran

sebesar 1%

p. Petir (1%)

Merupakan faktor alam yang dapat berpotensi penyebab kebakaran

sebesar 1%

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 17

q. Lain-lain 1 %

Faktor-faktor lain yang tidak disebutkan diatas menjadi penyebab

kebakaran sebesar 1%

2.2.4 Konsep Terjadinya Api

Kebakaran merupakan suatu proses dari karakteristik pembakaran melalui

panas atau zat asam atau bahan yang mudah terbakar atau adanya perpaduan dari

ketiga unsur tersebut (Wahyudi 1998). Berdasarkan National Fire Protection

Assosiation (NFPA) (1990), api adalah salah suatu massa zat yang sedang berpijar

yang dihasilkan dalam proses kimia oksidasi yang berlangsung dengan cepat dan

disetai pelepasan energi atau panas. Menurut Ramli (2010), proses penyalaan api

terjadi karena segitiga api, yaitu:

1. Bahan bakar (fuel), yaitu bahan bakar padat, cair atau gas yang dapat

terbakar dan bercampur dengan oksigen dari udara.

2. Sumber panas (heat), yang menjadi pemicu kebakaran dengan energi

yang cukup untuk menyalakan campuran antara bahan bakar dan

oksigen dari udara.

3. Oksigen yang terkandung dalam udara. Tanpa adanya udara atau

oksigen, maka proses kebakaran tidak dapat terjadi.

Gambar 2.1 Segitiga Api

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 18

Sumber panas yang potensial dapat menyalakan api apabila telah

tercampur dengan oksigen dan bahan bakar hal tersebut dapat

mengakibatkan kebakaran.

2.2.5 Dampak Kebakaran

Menurut Tarwaka (2008), kerugian akibat kecelakaan dapat

dikelompokkan menjadi:

1. Kerugian atau biaya langsung (direct costs): yaitu suatu kerugian yang

dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai

dengan tahap rehabilitasi, seperti:

a. Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan

keluarganya

b. Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan

c. Biaya pengobatan dan perawatan

d. Biaya angkut dan biaya rumah sakit

e. Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan

f. Upah selama tidak mampu bekerja

g. Biaya perbaikan peralatan yang rusak

2. Kerugian atau biaya tidak langsung (indirect costs): yaitu merupakan

kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi suatu yang tidak

terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan,

seperti:

a. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mengalami

kecelakaan

b. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 19

c. Terhentinya proses produksi

d. Biaya penyelidikan

e. Dan biaya sosial lainnya

2.3 Risiko

2.3.1 Definisi Risiko

Kata risiko (Risk) berasal dari bahasa Arab yaitu Rizk yang berarti

pemberian yang tidak diinginkan yang berasal dari surga (Unexpected gift from

heaven). Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1998, risiko

adalah kemungkinan adanya peristiwa atau kecelakaan yang tidak diharapkan dan

dapat terjadi dalam waktu dan keadaan tertentu. Menurut kamus Webster, risiko

adalah kemungkinan timbulnya kerugian cedera, keadaan yang merugikan atau

pengrusakan (Risk is Possibility of loss, injury, disadventage or destruction).

Menurut AustraliaStandard / New Zealand Standard 4360 tahun 1995;

1. Risk is the chance of something happening that will have an impact on

objective;

2. A risk is often specified in terms of an event or circumstance and the

consequences that may flow from it

3. Risk is measured in terms of a combination of the consequences of an

event and their likelihood

Sumber lain menyatakan bahwa risiko adalah ukuran kemungkinan

kerugian yang timbul dari sumber hazard tertentu yang terjadi, atau dengan kata

lain risiko adalah probabilitas kerusakan atau kerugian dari hazard yang melekat

pada spesifik individu atau kelompok yang terpapar oleh hazard tersebut. Risiko

merupakan akumulasi dari potensi hazard, konsekuensi yang diakibatkannya,

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 20

durasi pemaparan dan probabilitas yang ditimbulkannya. Berdasarkan sumber lain

risiko adalah merupakan gambaran kuantitatif dari kemungkinan kerugian yang

mempertimbangkan kemungkinan suatu hazard yang akan mengakibatkan suatu

peristiwa tersebut (Department of Energy, United State of America, 1996). Risiko

dapat dikategorikan menjadi lima kategori (kolluru, 1996), yaitu:

1. Risiko Keselamatan (Safety Risk)

Risiko Keselamatan (Safety Risk) memiliki ciri probabilitas rendah,

tingkat pemajanan tinggi, tingkat konsekuensi terjadinya kecelakaan

tinggi, bersifat akut, dan menimbulkan efek langsung. Focus dari risiko

keselamatan manusia dan pencegahan kerugian

2. Risiko Kesehatan (Health Risk)

Risiko Kesehatan (Health Risk) memiliki ciri probabilitas tinggi,

konsekuensi rendah, tingkat pemajanan rendah, berlangsung terus

menerus, bersifat kronis, dan menimbulkan efek tidak langsung. Fokus

dari risiko kesehatan adalah kesehatan manusia

3. Risiko Lingkungan (Environmental Risk)

Ciri Risiko Lingkungan (Environmental Risk) adalah pengaruh yang

tidak jelas, melibatkan interaksi antara populasi, komunitas dan ekosistem

pada tingkat makro dan mikro. Fokus dari risiko lingkungan adalah

dampak yang timbul pada habitat dan ekosistem yang jauh dari sumber

risiko

4. Risiko Kesejahteraan Masyarakat (Public welfore goodwill risk)

Risiko Kesejahteraan Masyarakat (Public welfore goodwill risk)

memiliki ciri –ciri merupakan persepsi masyarakat, perhatian terhadap

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 21

nilai property dan estetik. Fokus dari risiko kesejahteraan masyarakat

adalah pada nilai system.

5. Risiko Keuangan (Financial Risk)

Risiko Keuangan (Financial Risk) memiliki ciri dapat berupa risiko

jangka pendek atau jangka panjang dari kerugian properti, terkait dengan

perhitungan asuransi, pengembalian pada lingkungan, kesehatan dan

keselamatan investasi

2.3.2 Risk Assesment

Risk assessment merupakan bagian dari kegiatan proses manajemen risiko,

yaitu mencakup keseluruhan proses dari kegiatan menganalisa risiko berupa

kegiatan menggunakan informasi yang tersedia secara sistematis untuk

menentukan bagaimana seringnya suatu kejadian mungkin akan terjadi dan

dampak atau pengaruh yang akan timbul. Risk assessement adalah proses analisa

dan evaluasi risiko untuk menentukan besarnya risiko serta tingkat risiko dan

menentukan apakah risikonya dapat diterima atau tidak. Bahaya perlu dilakukan

penilaian risiko agar diketahui besarnya risiko yang dapat terjadi, sehingga setelah

bahaya diidentifikasi dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui seberapa besar

risiko tersebut (how big the risk) (Susanto, 2008).

Risk assessment mencakup dua tahapan proses yaitu menganalisa risiko

(risk analysis) dan mengevaluasi risiko (risk evaluation). Kedua tahap ini sangat

penting karena akan menentukan langkah dan strategi pengendalian (Ramli,

2010). Analisa risiko yang telah dilakukan kemudian dilakukan evaluasi risiko

yaitu merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan prioritas yang

digunakan oleh manajemen risiko dengan cara membandingkan tingkatan suatu

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 22

risiko dengan standar, target ataupun kriteria lainnya yang ditentukan sebelumnya

oleh manajemen (Susanto, 2008).

Risk assessment pada prakteknya dengan cara mengamati tempat kerja

untuk mengidentifikasi peralatan, situasi dan proses, yang dapat menimbulkan

kerusakan, khususnya pada manusia. Setelah identifikasi dibuat, harus dievaluasi

kemungkinan dan keparahan risiko, kemudian menentukan langkah yang efektif

untuk mencegah atau mengendalikan kerugian yang terjadi. Risk assessment

memerlukan beberapa tahapan proses yang harus dilakukan, yaitu (Ramli, 2010):

1. Identifikasi bahaya (hazards identification)

2. Penilaian risiko (risk assessment)

3. Pengendalian risiko

Risk assessment akan bermanfaat jika hasil risiko yang telah teridentifikasi

dan diprioritaskan tersebut ditindaklanjuti dengan cara mengelola (mengendalikan

atau memperlakukan) risiko tersebut dengan baik. Manajemen mengelola risiko

tersebut dengan cara mengurangi kemungkinan terjadinya risiko, mengurangi

dampak atau pengaruh yang ditimbulkannya, mentransfer seluruh atau sebagian

risiko atau menghindari risiko. Tujuan akhirnya adalah risiko yang ada dapat

berkurang pada tingkat yang dapat ditoleransi oleh manajemen. Dengan demikian

secara keseluruhan risk assessment akan mendukung pelaksanaan manajemen

risiko yang baik pada suatu organisasi (Susanto, 2008).

2.3.3 Manfaat Penilaian Risiko

Penilaian risiko sangatlah penting dalam keberlangsungan usaha. Jika

terjadi suatu bencana, seperti kebakaran atau kerusakan, perusahaan akan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 23

megalami kerugian yang sangat besar, yang dapat menghambat, mengganggu

bahkan menghancurkan kelangsungan usaha atau kegiatan.

Dalam aspek K3 kerugian berasal dari kejadian yang tidak diinginkan

yang timbul dari aktivitas organisasi. Tanpa menerapkan manajemen risiko

perusahaan dihadapkan dengan ketidakpastian. Manajemen tidak mengetahui apa

saja bahaya yang dapat terjadi dalam organisasi atau perusahaannya sehingga

tidak dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Dengan melaksanakan manajemen risiko diperoleh berbagai manfaat

antara lain:

1. Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap

kegiatan yang mengandung bahaya

2. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan

3. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai

kelangsungan dan keamanan investasinya

4. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi

bagis setiap unsur dalam organisasi atau perusahaan

5. Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku

2.3.4 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah proses mengenal (recognizing process) adanya

suatu bahaya dan menetapkan karakteristik dari bahaya tersebut (Siswanto, 2009).

Menurut Ramli (2010) identifikasi bahaya dilakukanuntuk menjawab pertanyaan

potensi bahaya apa yang dapat terjadi ataumenimpa organisasi perusahaan dan

bagaimana dapat terjadi. Identifikasibahaya merupakan langkah awal dalam

mengembangkan manajemenrisiko K3 dan upaya sistematis untuk mengetahui

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 24

adanya bahaya dalamaktivitas organisasi serta merupakan landasan dari program

pencegahankecelakaan dan pengendalian risiko.

2.3.5 Teknik Identifikasi Bahaya

Pengidentifikasian bahaya sebelum bahaya tersebut menyebabkan

kecelakaan adalah inti seluruh kegiatan pencegahan kecelakaan. Akan tetapi,

pengidentifikasian bahaya bukanlah ilmu pasti, tetapi merupakan kegiatan

subjektif, di mana ukuran bahaya yang teridentifikasi akan berbeda antara orang

satu dengan orang lainnya yang tergantung pada pengalaman bersangkutan.

Dengan menjalankan teknik pengidentifikasian, paling tidak bisa mengurangi

potensi bahaya yang terjadi. Sangat tidak mungkin untuk menghilangkan seluruh

bahaya tersebut (Ridley, 2006). Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam

identifikasi bahaya adalah sebagai berikut:

1. Fault Tree Analysis (FTA)

Metode Fault Tree Analysis (FTA) digunakan untuk mengidentifikasi

kombinasi dari kegagalan alat dan kesalahan manusia yang dapat

menyebabkan terjadinya suatu kejadian yang tidak dikehendaki.

Disamping itu juga FTA digunakan untuk memprediksi kombinasi

kejadian yang tidak dikehendaki sehingga dapat dilakukan koreksi untuk

meningkatkan product safety, memperkecil kegagalan pabrik dan injury.

2. Hazard and Operability Studies (HAZOP)

Metode Hazard and Operability Studies (HAZOP) lebih memfokuskan

pada kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kondisi abnormal dari

suatu rangkaian proses kegiatan yang sedang berjalan. Faktor yang

mempengaruhi keberhasilan penerapan HAZOP adalah kelengkapan dan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 25

keakuratan data, kemampuan tekhnik mengamati dari tim pelaksana,

kemampuan tim pelaksana melakukan pendekatan tujuan dari imajinasi

dari memvisualisasikan penyimpangan, faktor penyebab dan konsekuensi

yang mungkin timbul, serta kemampuan tim pelaksana untuk

memfokuskan pada hazard serius yang teridentifikasi

3. Failure Modes & Effect Analysis (FMEA).

Metode Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) bersifat kualitatif.

QS 9000 (Quality System Requirements QS-9000) adalah salah satu

standarisasi sistem yang mensyaratkan instrumentasi FMEA sebagai

bagian dari penilaian. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi

kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kondisi abnormal berdasarkan

pada komponen atau peralatan yang terlibat dalam suatu proses, faktor

yang mendasari terjadinya human error, dan konsekuensi yang dapat

ditimbulkan.

4. PHA (Preliminary Hazard Analysis).

PHA (Preliminary Hazard Analysis) merupakan metode analysis

kualitatif yang dilakukan untuk mengenali sedini mungkin adanya potensi

hazard pada awal sebelum system baru diimplementasikan pada proses

operasi.

5. Job Safety Analysis (JSA).

Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan objek

yang diteliti tidak terlalu luas seperti pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan

yang bersifat berulang ulang, pengoperasian mesin dan lain sebagainya.

JSA adalah salah satu cara untuk menyediakan informasi kepada setiap

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 26

orang yang terlibat dalam tugas tertentu (SHLP Training, PT. Newmont

Nusa Tenggara, 2007). Berdasarkan National Safety Council JSA adalah

proses pencarian hazard yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki

keahlian dalam suatu proses kerja untuk membuat proses tersebut aman.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan JSA adalah

dengan memilih atau memproritaskan pekerjaan yang memiliki risiko yang

tinggi atau pekerjaan yang akan dilakukan, cara yang dilakukan untuk

menentukan prioritas pekerjaan.

a. Pilih pekerjaan yang sering terjadi kecelakaan

b. Pilih pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan

c. Pelajari suatu pekerjaan yang baru atau pekerjaan yang belum

pernah dilakukan JSA sebelumnya (National Safety Council,

1985).

Langkah dalam melakukan JSA (Siswanto, 2009):

a. Memilih pekerjaan yang akan dianalisis;

b. Menguraikan urutan tahapan kerja.

c. Mengidentifikasi berbagai bahaya yang ada pada tiap langkah

pekerjaan serta mengidentifikasi berbagai kemungkinan yang

berpotensi untuk terjadinya kecelakaan.

d. Memberikan rekomendasi pengendalian untuk menghindari

terjadinya kecelakaan yang telah diidentifikasi pada tiap langkah

pekerjaan.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 27

2.3.6 Analisis Dan Evaluasi Risiko

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam

mengembangkanmanajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya

sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi.

Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa melakukan

identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik

(Ramli, 2010). Metode penilaian risiko, antara lain (suardi, 2007):

1. Menentukan peluang

Likelihood atau probability adalah kemungkinan terjadi suatu bahaya

dari suatu aktivitas. Peluang (Probability) yaitu kemungkinan terjadinya

suatu kecelakaan atau kerugian ketikaterpapar dengan suatu bahaya

misalnya peluang orang jatuh karena melewati jalan licin, peluang untuk

tertusuk jarum, peluang tersengat listrik, peluang supir menabrak. Hal

yang harus dipertimbangkan dalam penilaian likelihood atau probabilitas

yaitu (Tarwaka, 2008):

a. Jumlah orang yang terpapar bahaya;

b. Berapa sering mereka terpapar dan berapa lama waktu pemaparan

dalam setiap harinya.

c. Laporan kecelakaan yang lalu, laporan kejadian hampir celaka, dan

laporan yang dibuat oleh tenaga kerja dan supervisor.

d. Laporan pertolongan pertama pada kecelakaan.

e. Laporan kompensasi jaminan sosial tenaga kerja yang

berhubungan dengan kecelakaan dan sakit akibat kerja.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 28

f. Sarana pengendalian risiko yang telah diimplementasikan di

tempat kerja.

g. Informasi yang didapat selama proses identifikasi bahaya

Tabel 2.1 Menentukan dan Cara Penilaian Tingkat Kemungkinan


(Likelihood)
Kategori Nilai Deskripsi
Rare 1 Kemungkinan terjadi bahaya sangat kecil dan
jarang sekali terjadi.

Unlikely 2 Biasanya tidak terjadi, namun kemungkinan terjadi


tetap ada

Posible 3 Kemungkinan terjadi bahaya kecil atau merupakan


suatu kebetulan

Likely 4 Kemungkinan terjadi bahaya pada suatu keadaan


tertentu dan kemungkinan terjadi sering.

Almost 5 Sangat mungkin terjadi dan dapat terjadi setiap


Certain saat

Sumber: Siswanto, 2009

Peluang insiden yang terjadi ditempat kerja ditentukam dengan

menggunakan skala berdasarkan tingkat potensinya. Peluang dalam

penilaian risiko merupakan kemungkinan terjadinya bahaya dari suatu

aktifitas (likelihood). Faktor yang dapat mempengaruhi peluang terjadinya

sebuah insiden (Suardi, 2007):

a. Berapa kali situasi terjadi

b. Berbagai karakteristik khusus personel terlibat

c. Durasi paparan

d. Kondisi lingkungan

e. Kondisi peralatan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 29

2. Menentukan keparahan

Severity atau consequency adalah tingkat bahaya dan keseriusan yang

ditimbulkan dari suatu aktivitas. Akibat (consequences) yaitu tingkat

keparahan atau kerugian yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan

akibat bahaya yang ada. Hal ini bisa terkait dengan manusia, properti,

lingkungan seperti fatality atau kematian, cacat, perawatan medis,

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Ada tiga elemen penilaian

tingkat keparahan yaitu (Ramli, 2010):

a. Tingkat cidera pada pekerja atau dampak pencemaran.

b. Pengaruhnya terhadap kesehatan pekerja.

c. Kerugian ekonomi.

Menentukan keparahan dilakukan dengan membuat ketetapan pada

(consequence atau severity) yang berpotensi terjadi dan meninjau

informasi yang dikumpulkan sejak tahap identifikasi, mencakup statistik.

Faktor yang dapat mempengaruhi konsekuensi adalah (Suardi, 2007):

a. Potensi pada reaksi berantai.

b. Konsentrasi substansi, misalnya bahan kimia yang memiliki

konsentrasi lebih kecil memiliki konsekuensi bahaya lebih kecil

dibandingkan bahan kimia yang memiliki konsentrasi lebih besar.

c. Volume material, misal potensi keparahan dari amoniak dalam

jumlah yang kecil mungkin lebih kecil dari amoniak dalam jumlah

besar.

d. Kecepatan proyektil dan pergerakan bagiannya.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 30

e. Ketinggian, akibat yang dihasilkan dari benda yang jatuh

ditentukan dari ketinggian benda itu semula, semakin tinggi benda

tersebut semakin besar pula akibat yang dihasilkan.

f. Jarak pekerja dari bahaya potensial.

Tabel 2.2 Menentukan dan Cara Penilaian Tingkat Keparahan (Severity)


Kategori Nilai Deskripsi
Insignificant 1 Cidera hanya memerlukan pengobatan P3K dan
kerugian finansial kecil
Minor 2 Cidera yang memerlukan perawatan medis, tetapi
karyawan tetap masuk kerja dan kerugian finansial
sedang
Moderate 3 Cidera yang memerlukan perawatan medis, tetapi
karyawan tidak masuk kerja kerugian finansial besar
Major 4 Cidera yang serius mengakibatkan cacat anggota atau
sebagian anggota tubuh dan penyakit akibat kerja atau
berdampak pada
personel dilingkungan pekerja dan gangguan produksi.
Catastrophic 5 Menimbulkan korban jiwa dan terhentinya proses
produksi dan aktifitas, kerugian sangat besar dan
berdampak luas dan panjang, terhentinya seluruh
kegiatan.
Sumber: Siswanto, 2009

3. Penentuan risiko

Penentuan tingkat risiko dapat dilakukandengan menggunakan matrik

risiko yaitu dengan mengkalikan kemungkinan dan keparahan. Peluang

(likelihood) dan tingkat keparahan (severity atau consequences) yang

didapat dari penilaian risiko, digunakanuntuk menentukan level atau

tingkatan risiko. Pendekatannya sama dengankonsep manajemen risiko

lainnya yaitu dengan menggunakan rumus:

Risiko = Kemungkinan (Likelihood) x Keparahan (Severity)

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 31

Tabel 2.3 Tabel Risk Matriks

Keparahan

Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic


(1) (2) (3) (4) (5)

Kemungkinan
Almost 5 10 15 20 25
Certain (5) S T T T T
Likely (4) 4 8 12 16 20
R S T T T
Posible (3) 3 6 9 12 15
R S S T T
Unlikely (2) 2 4 6 8 10
R R S S T
Rare (1) 1 2 3 4 5
R R R R S
Sumber: Astra, 2008

Keterangan:
R (Rendah): 1-4
S (Sedang): 5-12
T (Tinggi): 13-25
4. Evaluasi Risiko

Suatu risiko tidak akan memberikan makna yang jelas bagi manajemen

atau pengambil keputusan lainnya jika tidak diketahui risiko tersebut

berdampak signifikan bagi kelangsungan bisnis. Oleh karena itu sebagai

tindak lanjut dari penilaian risiko dilakukan evaluasi risiko untuk

menentukan risiko tersebut dapat diterima atau tidak dan menentukan

prioritas risiko. Prioritas risiko sangat penting sebagai alat manajemen

dalam mengambil keputusan. Melalui peringkat resiko manajemen dapat

menentukan skala mengalokasikan sumber daya yang sesuai sehingga

risiko sesuai dengan tingkat prioritasnya.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 32

Tabel 2.4 Konsep ALARP

Tingkat Tingkat Penerimaan Rating Tindakan yang


Risiko Risiko Risiko Disarankan
Risiko Dapat diterima Risiko Pengurangan risiko tidak
rendah (Acceptable) Rendah diperlukan lebih lanjut
(Low risk) karena sumber daya yang
1-4 dikleuarkan tidak
sebanding dengan
penurunan risiko
Risiko ALARP Sisa risiko dapat
sedang (as low as reasonably diterima, hanya jika
(Medium Predictable) pengurangan risiko lebih
risk) lanjut tidak
5-12 Diterima dengan memungkinkan
persyaratan
(Moderately Kurangi risiko sampai
acceptable) batas yang diterima
Risiko Secara umum tidak Risiko tidak dapat
tinggi dapat diterima diterima, kecuali dalam
(High risk) (Not acceptable) Risiko kondisi yang sangat
15-25 Tinggi khusus.
Sumber: Ramli (2010)

Kriteria resiko diperlukan sebagai landasan untuk melakukan

pengendalian bahaya dan mengambil keputusan untuk menentukan sistem

pengaman yang akan digunakan. Pada area merah (resiko tidak dapat

diterima) adanya resiko tidak dapat ditolerir, sehingga harus dilakukan

langkah pencegahan. Pada bagian kuning atau area ALARP (As Low as

Reasonable Practice), resiko dapat ditolerir dengan syarat semua

pengamanan telah dijalankan dengan baik. Pengendalian lebih jauh tidak

diperlukan jika biaya untuk menekan risiko sangat besar sehingga tidak

sebanding dengan manfaatnya. Pada area hijau risiko sangat kecil dan

secara umum dapat diterima dengan kondisi normal tanpa melakukan

upaya tertentu.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 33

2.3.7 Jenis Pengendalian Risiko

Tindakan yang perlu dilakukan setelah penilaian risiko sangat beraneka

ragam, akan tetapi secara garis besar dapat dipilih alternatif sebagai berikut

(Budiono, 2003):

1. Risk retention pada risiko yang tingkatnya rendah (tingkat

kemungkinan rendah dan tingkat keparahan kecil). Misalnya kerusakan

pada peralatan yang tidak membahayakan. Risiko dalam hal ini

umumnya dapat dikelola atau diatasi oleh perusahaan.

2. Risk transfer, sebagai contoh terjadinya peristiwa peledakan atau

bencana fatal lainnya yang meskipun jarang terjadi tetapi berakibat

serius (tingkat kemungkinan rendah dan keparahan besar). Keadaan

seperti ini umumnya dilakukan pengalihan risiko, misalnya melalui

asuransi.

3. Risk reduction atau mengurangi risiko pada kasus yang relatif sering

terjadi tetapi akibatnya tidak membahayakan (tingkat kemungkinan

tinggi, tingkat keparahan rendah), misalnya kecelakaan kerja yang

berakibat cidera ringan.

4. Risk avoidance, pada kemungkinan dan kepatuhan kejadian kecelakaan

kerja yang bersifat fatal, penggunaan bahan kimia yang sangat beracun

(tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan tinggi), perlu

menghindari atau menghilangkan proses produksi yang berbahaya atau

mempertimbangkan memindahkan risiko tersebut bila memungkinkan.

Bila suatu risiko tidak dapat diterima, maka harus dilakukan upaya

pengendalian risiko agar tidak menimbulkan kecelakaan atau kerugian.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 34

2.3.8 Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam

keseluruhan manajemen risiko. Pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat

konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini merupakan realisasi dari upaya

pengelolaan risiko pada perusahaan (Ramli, 2010).

Standar Occupational Health Safety Assessment Series (OHSAS) 18002

memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3

dengan pendekatan sebagai berikut:

1. Eliminasi

2. Substitusi

3. Pengendalian teknis (engineering control)

4. Sinyal, peringatan, dan atau pengendalian administrative

5. Alat Pelindung Diri (APD).

Pemilihan teknik pengendalian risiko yang paling tepat sangat penting

untuk memperoleh hasil yang paling baik. Bnyak cara yang dapat dilakukan

dalam menentukan teknik, antara lain dengan teknik hirarki pengendalian Salah

satu metode yang dikembangkan oleh NASA dengan menggunakan metoda

peringkat pengendalian (Control Rating Code). Menurut sistem ini, efektivitas

pengendalian risiko ditentukan oleh dua faktor yaitu jenis dan strategi

pengendalian yang dilakukan (Ramli, 2010).

2.3.9 Strategi Pengendalian Risiko

Pengendalian dengan metode lain dikembangkan NASA dengan

menggunakan metoda peringkat pengendalian (control ratingcode). Menurut

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 35

sistem ini, efektivitas pengendalian risiko ditentukan oleh dua faktor yaitu jenis

pengendalian dan strategi pengendalian (Ramli, 2010)

Tabel 2.5 Hirarki Jenis Pengendalian


Nilai Tabel Hirarki Jenis Pengendalian
1 Prosedur atau alat pelindung Cara atau pedoman yang dimaksudkan
untuk mengendalikan bahaya
2 Alat peringatan Alat pengaman yang berfungsi
memberikan peringatan dalam bentuk
sinyal
3 Pengaman aktif Peralatan pengaman yang memerlukan
aksi atau harus digerakkan secara aktif
4 Pengaman pasif Peralatan pengaman yang tidak
memerlukan aksi untuk menggerakkannya
5 Perubahan rancangan Peralatan yang dapat mengurangi atau
mencegah penyaluran energi
Sumber: Ramli, 2010.

Pengendalian bahaya juga memerlukan strategi pengendalian energi

seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.6 Strategi Pengendalian Energi


Nilai Tabel Strategi Pengendalian Energi
1 Pengaman untuk mengurangi Untuk melindungi penerima energi dari
cidera akibat kemungkinan cedera atau
kerusakan, misalnya menggunakan alat
keselamatan (APD).
2 Merubah bentuk penyebaran Untuk melidungi jika energi keluar
atau menyebar.
3 Memasang pelindung Mencegah agar energi yang keluar
tidak menyebar ke sekitarnya
(misalnya pemasangan tanggul
pengaman).
4 Mencegah penyebaran energi Untuk mencegah agar energi tidak
keluar dari sistem (isolasi pada kabel
listrik, tutup pengaman mesin).

5 Pembatasan akumulasi energi Mengurangi intensitas energi sehingga


tingkat keparahan menurun (proces
control).
6 Eliminasi sumber energi Sasaran pengendalian adalah untuk
menghilangkan energi dari sistem
sehingga tidak ada lagi potensi bahaya.
Sumber: Ramli, 2010.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 36

Berdasarkan hirarki jenis pengendalian dan strategi pengendalian energi

maka dapat dibuat matriks perkalian antara hirarki pengendalian dan strategi

pengendalian energi. Dengan matriks tersebut kita dapat menentukan hasil

peringkat pengendalian.

Tabel 2.7 Peringkat Pengendalian Risiko

Nilai Nilai
Strategi 1 2 3 4 5
Pengendalian Hirarki Jenis Pengendalian
Prosedur Alat Pengaman Pengaman Perubahan
Peringatan Aktif Pasif Rancangan
1 Pengaman 1 2 3 4 5
untuk
mengurangi
cidera
2 Merubah 2 4 6 8 10
bentuk
penyebaran
energi
3 Memasang 3 6 9 12 15
pelindung
4 Mencegah 4 8 12 16 20
penyebaran
energi
5 Pembatasan 5 10 15 20 25
akumulasi
energi
6 Eliminasi 6 12 18 24 30
sumber
Sumber: Ramli, 2010.

2.3.10 Penilaian Risiko Sisa

Risiko sisa adalah risiko yang masih ada setelah tindakan pengendalian

telah diterapkan (Siswanto, 2010). Menurut Ramli (2010), residual Risk adalah

evaluasi terhadap suatu risiko untuk mengetahui apakah risiko yang telah dinilai

sebelumnya telah dapat dikurangi atau dikendalikan secara efektif atau masih ada

risiko sisa (residual risk) sehingga perlu ada perbaikan pada pengendalian

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 37

sebelumnya. Risiko sisa (residual risk) didapat dari peringkat risiko dikurangi

peringkat pengendalian, seperti berikut:

1. Score ≤1 artinya risiko dapat dikendalikan dan dapat diterima

(acceptable).

2. Score > 1 artinya risiko sisa (residual risk), pengendalian masih perlu

dipertimbangkan.

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Karakteristik Rumah Sakit

Karakteristik dampak kebakaran rumah sakit berbeda dengan dampak

kebakaran ditempat lain karena:

1. Sifat penghuni yang beragam

Rumah sakit memiliki penghuni yang beragam dan memiliki berbagai

macam latar pendidikan, mulai dari pekerja medis, pasien dan pengunjung.

Masing masing memiliki karakter yang berbeda. Pekerja rumah sakit

merupakan orang yang terdidik dan dianggap mampu dalam melakukan

evakuasi. Pasien sangat rawan terhadap dampak kebakaran karena

keterbatasan fisik sehingga memerlukan bantuan dalam melakukan

evakuasi.

2. Tingkat kepanikan tinggi

Tingkat kepanikan tinggi khususnya pada pasien, untuk itu perlu

dipertimbangkan dalam pemasangan alarm kebakaran agar pasien tidak

panik.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 38

3. Sifat pekerjaan yang beragam

Didalam rumah sakit memiliki banyak pekerjaan yang memiliki

potensi bahaya yang berbeda. Seperti bagian dapur, incenerator, kantin,

laundry, perawatan, operasi dll. Semua pekerjaan tersebut memiliki

karakter yang berbeda dan memiliki potensi bahaya kebakaran yang

berbeda.

4. Bahan yang terbakar relatif tinggi

Rumah sakit memiliki bahan yang terbakar relatif tinggi khususnya

untuk jenis api kelas A (bahan padat) dan kelas B (cair dan gas) yang

bersumber dari obat-obatan dan bahan kimia lainnya.

5. Bangunan ditempati selama 24 jam

Rumah sakit memiliki jam operasinal yang tinggi, diman rumah sakit

tidak pernah berhenti beroperasi setiap hari selama 24 jam. Dengan

banyak jam operasional maka pekerjaan yang dilakukan dirumah sakit

juga banyak dan dapat meningkatkan potensi bahaya kebakaran.

2.4.2 Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

1. Sarana Proteksi Aktif

a. Sistem alarm dan detector

Sistem alarm dan detektor harus disesuaikan dengan kondisi rumah

sakit. Alarm sebaiknya tidak diletakan diruangan pasien tetapi

diruangan jaga perawat sehingga tidak terjadi kepanikan. Jenis alarm

juga dipertimbangkan tidak menimbulkan suara yang mengagetkan,

misalnya dengan menggunakan sistem lampu atau alarm dengan

itensitas rendah.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 39

b. Sistem air pemadam

Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.

10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis pengamanan terhadap

Bahaya Kebakaran pada bangunan gedung dan Lingkungan, hidran

adalah suatu sistem pemadaman kebakaran yang dilengkapi dengan

selang dan mulut pancar untuk mengalirkan air bertekanan yang

digunakan untuk keperluan pemadaman kebakaran. Sistem air

pemadam meliputi hidran yang memiliki penampungan air dan pipa

pemadam. Untuk bangunan bertingkat perlu sistem pipa tegak dan

hidran disetiap lantainya.

c. Alat pemadam api ringan (APAR)

Klasifikasi kebakaran menurut National Fire Protection

Association (NFPA) sebagaimana yang berlaku di Indonesia dan

tercantum dalam PeraturanMenteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

PER.04/MEN/1980, tanggal 14 April 1980 tentang syarat-syarat

Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam ApiRingan (APAR),

dibagi menjadi:

1) Kelas A

Api yang berasal dari kebakaran bahan padat kecuali logam

yang apabila terbakar meninggalkan arang atau abu. Contoh: Kayu,

kertas, tekstil, plastik dan lain-lain;

2) Kelas B

Api yang berasal dari kebakaran bahan cair atau gas yang

mudah terbakar. Contoh: Bensin, solar, oli, spiritus dan lain-lain;

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 40

3) Kelas C

Api yang berasal dari kebakaran instalasi listrik bertegangan;

4) Kelas D

Api yang berasal dari kebakaran logam. Contoh: Magnesium,

natrium (sodium), kalsium, kalium (potasium), titanium dan lain-

lain.

2. Sarana Proteksi Pasif

a. Means of Escape (sarana penyelamatan diri)

Means of escape sangat penting karena sebagaian besar kematian

disebabkan oleh asapkebakaran dan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari suatu konstruksibangunan yang dipersiapkan untuk

penghuni maupun tim penyelamat dalamupaya penyelamatan jiwa

manusia maupun harta benda pada saat keadaan darurat (Ramli, 2010).

Means ofescape sangat penting untuk bangunan pasien yang

sedang dirawat, perlu sarana evakuasi yang cepat menuju tempat

aman. Jika terjadi kebakaran dan lift tidak boleh digunakan maka harus

ada sarana evakuasi tangga yang dapat dilalui oleh tempat tidur

dikarenakan pasien dalam kondisi parah. Ruang perawatan harus

memiliki ruang evakuasi sementara yang kedap asap dan dilengkapi

dengan pintu tahan api (fire door). Jenis means of escape dapat berupa

1) Pintu Keluar (exit door)

2) Tangga darurat

3) Lampu darurat (emergency lamp)

4) Penunjuk arah (safety sign)

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 41

5) Koridor

6) Titik kumpul

b. Konstruksi

Bahan bangunan adalah semua macam bahan yang dipakai pada

atauuntuk konstruksi bangunan gedung, baik sebagai bahan lapis

penutup bagiandalam bangunan, maupun sebagai bahan komponen

struktur bangunan. Bahanbangunan dapat terdiri dari satu jenis bahan,

atau merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan pembentuknya

(Kep Men PU No: 02/KPTS/1985).

Klasifikasi tingkat mutu bangunan dibagi menjadi 5 tingkat mutu,

yaitu:

a. Bahan mutu tingkat I (noncombustible)

Yaitu bahan yang memenuhi syarat pengujian sifat bakar serta

memenuhi pula pengujian sifat penjalaran api pada permukaan.

b. Bahan mutu tingkat II (non-combustible)

Yaitu bahan yang minimum memenuhi persyaratan pada

pengujian penjalaran api permukaan untuk tingkat bahan sukar

terbakar, serta memenuhi pengujian permukaan tambahan.

c. Bahan mutu tingkat III (fire-retardant)

Yaitu bahan yang minimum memenuhi persyaratan pada

pengujian penjalaran api permukaan, untuk tingkat bahan yang

bersifat menghambat api.

d. Bahan mutu tingkat IV (semi fire retardant)

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 42

Yaitu bahan yang minimum memenuhi syarat pada pengujian

penjalaran api permukaan, untuk tingkat bahan hampir

menghambat api.

e. Bahan mutu tingkat V (combustible)

Yaitu bahan yang tidak memenuhi, baik persyaratan uji sifat

bakar maupun persyaratan sifat penjalaran api permukaan.

Tabel 2.8 Tingkat Mutu Bahan Bangunan Terhadap Api

Mutu Mutu Mutu Mutu Mutu


Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Tingkat V
• Beton • Papan woll • Kayu lapis • Papan • Sirap
• Bata • Excelsior yang polyester bamboo
• Batako board dilindungi bertulang • Sirap
• Asbes • Papan • Papan yang • Polyvinyl kayu
• Alumunium semen kaca mengandung dengan Bukan
• Kaca • Serat kaca lebih dari tulangan ulin atau
• Besi • Plaster 52% glass kayu jati
• Baja board fiber • Rumbia
• Adukan • Plat baja • Papan • Anyaman
Semen Lapis partikel bamboo
• Adukan yang • Bahan
dilindungi atap aspal
gips
• Papan wol mineral
• Ubin
• Keramik
kayu • Kayu
kamper
• Ubin semen
• Kayu
• Lembaran • meranti
seng • Kayu
• Rock wool • Terentang
Glass sool • Kayu
• lapis 14
mm, 17
mm
• Softboard
• Papan
partikel
Sumber: Kep Men PU No:/ 10/KPTS/2000

Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam komponen struktur

pada tiap kelas memiliki kriteria kelas kebakaran yang diatur oleh

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 43

Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000, yaitu sebagai

berikut:

Tabel 2.9 Persyaratan Bahan Komponen Struktur Bangunan


Kelas Kolom dan Atap Dinding luar Lantai dan
bangunan balok dan bukaan tangga
(ketahanan pada dinding
terhadap luar
api)
Kelas A Mutu tingkat I Mutu tingkat I Mutu tingkat I Mutu tingkat I
Kelas B Mutu tingkat I Mutu tingkat I Mutu tingkat I Mutu tingkat II
Kelas C Mutu tingkat II Mutu tingkat II Mutu tingkat II Mutu tingkat II
Kelas D Diatur sendiri Diatur sendiri Diatur sendiri Diatur sendiri
Sumber: Kep Men PU No:/ 10/KPTS/2000

c. Sistem Manajemen Kebakaran

Rumah sakit perlu membangun dan mengembangkan sistem tanggap

darurat yang meliputi organisasi tanggap darurat, sumber daya dan

prosedur penanganannya. Untuk itu perlu dilakukan latihan berkala

menghadapi bahaya kebakaran termasuk penyelamatan pasien. Hal yang

perlu diperhatikan dalam menerapkan manajemen kebakaran yaitu

program pencegahan kebakaran harus dilaksanakan secara baik dan

konsisten misalnya dalam melakukan pelatihan bagi pekerja dirumah sakit,

prosedur penyelamatan diri yang aman, identifikasi bahaya kebakaran dan

melakukan pemeriksaan, inspeksi dan audit secara berkala terhadap semua

sarana pemadam kebakaran yang tersedia.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual

RUMAH SAKIT

POTENSI KEBAKARAN
1. Oksigen
2. Bahan bakar (Jumlah, Jenis)
3. Panas (Terbuka, Tertutup)

DAMPAK RISIKO KEBAKARAN


1. Orang
2. Aset
3. Proses
4. Lingkungan

PENGENDALIAN KEBAKARAN
1. Sarana Proteksi aktif
2. Sarana Proteksi Pasif

RESIDUAL RISK

TINDAK LANJUT

: Diteliti
: Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Risk Assessnent Unit Perawatan


Pada Rumah Sakit X Terhadap Upaya Pengendalian Kebakaran

44
SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 45

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual


Potensi bahaya kebakaran dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, salah

satunya dapat terjadi dirumah sakit. Perlu dilakukan suatu analisa risiko agar suatu

pengendalian pencegahan kebakaran dapat ditanggulangi efektif dan efisien.

Semakin tepat penaggulangan kebakaran dengan potensi maka semakin kecil pula

kerugian yang harus ditanggung perusahaan. Kerugian atau dampak dari bahaya

kebakaran dapat berupa pada gangguan fisik dan kesehatan pada orang, kerugian

pada aset, hilangnya waktu proses produksi, dan gangguan pada lingkungan kerja.

Dengan mengetahui potensi bahaya dan dampak dari hasil analisa risiko

kita dapat melakukan suatu upaya pengendalian yang efektif dan efisien. Suatu

upaya pengendalian kebakaran dapat berupa sarana proteksi aktif dan sarana

proteksi pasif. Namun kita harus tetap melakukan suatu analisa terhadap

pengendalian yang kita lakukan apakah pengendalian yang kita lakukan dapat

menurunkan risiko pada titik aman atau masih memiliki risiko sisa yang harus

tetap kita kendalikan dengan perbaikan yang berkelanjutan.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Menurut sifat penelitian ini bersifat observasional, karena data diperoleh

dengan melakukan pengamatan dan wawancara dengan tujuan untuk memperoleh

fakta dan keterangan yang faktual. Menurut waktu pengambilan data termasuk

penelitian cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu dan

pelaksanaannya bersamaan dengan waktu terjadinya kasus yang sedang diteliti.

Menurut analisanya termasuk penelitian deskriptif, karena penelitian dilakukan

dengan tujuan mendapatkan gambaran dari suatu kejadian yang obyektif.

4.2 Populasi Penelitian

Melakukan wawancara pada staff rumah sakit diantaranya yaitu staff k3

rs, perawat, staff perawatan teknis, staff dapur dan staff laundry mengenai potensi

bahaya, bahan yang digunakan, pekerjaan yang dilakukan, jumlah bahan, upaya

pengendalian kebakaran dsb.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RS. X yang berada di jalan Jl. Arif Rahman

Hakim No 122, Surabaya, Jawa Timur. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada

bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan November 2017.

46

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 47

4.4 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

Tabel 4.1 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Penelitian


No Variabel Definisi Operasional Cara
Penelitian Pengukuran
1 Identifikasi Melakukan pengidentifikasian Observasi
Potensi Bahaya terhadap lingkungan kerja dengan
Kebakaran melakukan pengamatan secara
langsung terhadap potensi bahaya
yang ada. Pengamatan dilakukan
dengan melihat jenis bahan yang
mudah terbakar, volume bahan yang
mudah terbakar, sumber potensi
kebakaran dan lokasi potensi
kebakaran
2 Risk Assesment A. Kemungkinan atau Likelihood Observasi dan
Melakukan penilaian terhadap wawancara
kemungkinan terjadi bahaya
kebakaran dari suatu aktifitas
dengan melakukan diskusi
terhadap 3 orang (peneliti, K3
staff, perawat). Tingkat
kemungkinan (likelihood)
menggunakan kategori nilai yaitu
:
a. Nilai 1: Kemungkinan terjadi
sangat kecil
b. Nilai 2: Biasanya tidak terjadi,
Kemungkinan terjadi tetap ada
c. Nilai 3: Kemungkinan bahaya
kecil, merupakan suatu
kebetulan
d. Nilai 4: Kemungkinan terjadi
sering
e. Nilai 5: Sangat mungkin terjadi

B. Keparahan atau Severity


Melakukan penilaian terhadap
keparahan atau besaran dampak
kerugian bagi perusahaan jika
terjadi bahaya kebakaran dari
suatu aktifitas, dengan melakukan
diskusi terhadap 3 orang (peneliti,
K3 staff, perawat). Tingkat
keparahan (severity)
menggunakan kategori nilai yaitu:

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 48

No Variabel Definisi Operasional Cara


Penelitian Pengukuran
a. Nilai 1: Tidak terjadi cidera
dan kerugian finansial
b. Nilai 2: Cidera ringan dan
kerugian finansial sedang.
c. Nilai 3: Cidera sendang, perlu
penanganan medis dan
kerugian finansial besar
d. Nilai 4: Cidera berat lebih dari
satu orang, kerugian besar dan
gangguan produksi
e. Nilai 5: Fatal lebih dari satu
orang meninggal, kerugian
sangat besar dan dampak luas
yang berdampak panjang,
terhentinya seluruh kegiatan

C. Risiko
Melakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus:
Nilai Kemungkinan X Nilai
Keparahan
Dan melihat matriks penilaian risiko
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Peringkat risiko rendah
(low risk): nilai 1-4
b. Peringkat risiko sedang
(moderate risk):
nilai 5-14
c. Peringkat risiko tinggi (high risk):
nilai 15-25

3 Penilaian Melalukan penilaian terhadap upaya Wawancara


Pengendalian pengendalian yang dilakukan
Risiko untuk mengurangi risiko kebakaran
baik pengendalian sarana proteksi
aktif atau pasif, Cara yang digunakan
dalam melakukan penilaian
pengendalian berdasarkan pedoman
penilaian (kontrol) yang ada pada
tinjauan pustaka.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 49

No Variabel Definisi Operasional Cara


Penelitian Pengukuran
4 Risiko Sisa A. Risiko Sisa Observasi dan
Dengan melakukan perhitungan wawancara
untuk mengetahui apakah masih ada
risiko sisa setelah dilakukan upaya
pengendalian bahaya kebakaran.
Cara penilaian risiko sisa:
(Penilaian risiko – Penilaian
pengendalian)
Jika hasilnya sebagai berikut:
a. Score ≤1 (kurang dari atau sama
dengan satu) artinya pengendalian
yang disarankan sudah sesuai.
b. Score > 1 (lebih dari satu) artinya
risiko sisa (residual risk),
pengendalian belum dapat
mengurangi risiko sepenuhnya
dan masih perlu dipertimbangkan

4.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

4.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

a. Observasi

Observasi lapangan dilakukan secara langsung untuk mengetahui

sumber bahaya dengan melihat, mendengar dan mencatat semua

keadaan ditempat kerja unit x mengenai identifikasi potensi bahaya

kebakaran dengan menggunakan lembar observasi dan checklist yang

dibuat oleh peneliti sebagai panduan untuk menemukan

ketidaksesuaian pada RS X Unit perawatan.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 50

b. Wawancara

Melakukan wawancara langsung berupa pertanyaan pada 1 orang

pekerja staff keselamatan dan kesehatan kerja, 1 orang perawat, 1

orang pihak perawatan teknis, 1 orang pekerja dapur, 1 orang pihak

laundry terkait potensi bahaya dan upaya pengendalian teknis

kebakaran dengan menggunakan lembar wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari benda tertulis

seperti buku, sejarah perusahaan, struktur organisasi K3, daftar

pemeriksaan dan dokumen perusahaan yang diperoleh dari RS X.

4.5.2 Instrumen Pengumpulan Data

Cara yang dilakukan peneliti dalam melakukan pengumpulan data yaitu

dengan melalui 2 teknik yaitu, observasi dan wawancara. Observasi langsung

menggunakan instrumen berupa lembar observasi dan checklist tentang potensi

bahaya dan upaya pengendalian bahaya kebakaran pada RS X. Teknik

wawancara akan menggunakan daftar wawancara berupa daftar pertanyaan pada

sumber terkait.

4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif, kemudian

hasilnya akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabulasi. Pengolahan dan analisis

data akan dihubungkan dengan teori dan peraturan terkait tentang penilaian risiko

sebagai upaya pengendalian kebakaran sehingga dapat mengetahui dan

mempelajari hasil penilaian risiko kebakaran yang ada pada RS.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

5.1.1 Profil Rumah Sakit X

Rumah Sakit X berada di jalan Jl. Arif Rahman Hakim No. 122, Surabaya.

Rumah Sakit X berdiri sejak tanggal 09 September 1999. Rumah Sakit X bergerak

dibidang jasa pelayan kesehatan / rumah sakit khusus obstetri & ginekologi dan

anak. Rumah sakit ini berdiri bedasarkan akta Pendirian tgl 2 Desember 1995 nomer

24 jam, yang kemudian diubah dengan akta perubahan tgl 30 juni 1997 no. 325,

sebagaimana telah diumumkan dalam Tambahan Nomer 3694 dari Berita Negara

Republik Indonesia tanggal 15 April 2005 no.30, Kemudian diubah dengan

pernyataan keputusan rapat dengan Akta no.110 tangal 22 September 2004 dan

yang terakhir diubah dengan Pernyataan Keputusan Rapat dengan Akta no. 473

tanggal 25 April 2006 yang dibuat oleh Noor Irawati,SH., Notaris di Surabaya.

Rumah Sakit X memiliki perijinan berdasarkan Surat keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia no.YM. 02.04.2.2.3774S tentang surat penyelenggaraan

Rumah Sakit khusus Obstetri & Ginekologi, tgl 8 Agustus 2001, kemudian

diperbarui dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kota

Surabaya nomer: 503.445/2930/0007/IP.RS/436.5.5/X206, tentang Izin

Pnyelenggaraan Rumah Sakit Obsterti & Ginekologi, Tgl 06 Oktober 2006. Rumah

Sakit X merupakan rumah sakit swasta yang memiliki total pegawai sebanyak 162,

yang terdiri dari 16 orang dokter spesialis, 56 orang perawat dan bidan, 30 orang

tenaga paramedis non perawat dan 60 orang penunjang medis.

51
SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 52

Gambar 5.1 Rumah Sakit X Surabaya

5.1.2 Visi, Misi, Nilai dan Motto RS X Surabaya

1. Visi

Menjadi rumah sakit ibu dan anak terkemuka di surabaya melalui

pemberian pelayanan paripurna di bidang obstetri dan ginekologi dan anak.

2. Misi

Memberikan pelayanan yang bermutu tinggi, menciptakan kondisi kerja

yang inovatif, transparan dalam perbaikan yang berkelanjutan, menjadi

intensitas usaha yang mampu meningkatkan profitabilitas

3. Motto

Kepuasan anda adlah kebahagiaan kami, Jika anda puas sampaikan pada

teman anda, Jika anda kurang puas sampaikan pada kami.

5.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit X

5.2.1 Kualifikasi Personil K3 RS

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 53

Untuk menunjang kegiatan operasional Tim K3RS, diperlukan sumber

daya manusia dan peralatan yang cukup.

Berikut adalah kualifikasi SDM K3RS :

Tabel 5.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia K3RS Rumah Sakit X Surabaya
NO NAMA JABATAN PENDIDIKAN SERTIFIKASI
1 Ketua K3RS Pelatihan hiperkes &
S1
keselamatan kerja
2 Sekretaris D3 Kebidanan
3 Seksi – seksi
a. Seksi Penanggulangan Kebakaran AK3 Umum, Diklat
SMU
dan Kewaspadaan Bencana PMK
b. Seksi Keselamatan dan Keamanan SMU Diklat Latram
c. Seksi Kesehatan Kerja D3 Pelatihan Patient Safety
d. Seksi K3 Konstruksi Pelatihan Perawatan
SMU,STM
bangunan
e. Seksi Bahan dan Limbah Berbahaya D3, SMF Diklat BTKL
f. Seksi Peralatan Medis Pelatihan Manajemen
D3, SMU Peralatan Medik di RS,
Workshop elektromedik
g. Seksi Utilitas Pelatihan Perawatan
D3,SMU, STM
bangunan

5.2.2 Distribusi Ketenagaan

SDM Tim K3RS RS X berjumlah 9 orang. Adapun pendistribusiannya

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Ketenagaan di Rumah Sakit X Surabaya


NO BIDANG PEKERJAAN JUMLAH
1 Ketua Tim K3RS 1 orang
2 Sekretaris 1 orang
3 Seksi penanggulangan kebakaran dan 1 orang
kewaspadaan bencana
4 Seksi keselamatan dan keamanan 1 orang
5 Seksi K3 konstruksi 1 orang
6 Seksi bahan dan limbah berbahaya 1 orang
7 Peralatan medis 1 orang
8 Seksi sistem pendukung (utilitas) 1 orang
9 Seksi kesehatan kerja 1 orang
Jumlah 9 orang

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 54

5.2.3 Struktur Organisasi K3 Rumah Sakit

Gambar 5.2 Struktur Organisasi K3 Rumah Sakit


1. Ketua K3 RS

Melihat dari falsafah, tujuan dan ruang lingkup yang begitu komplek

dan berhubungan dengan medis, maka diputuskan ketua K3 RS adalah

seorang karyawan senior dengan kemampuan manajerial.

Tugas ketua K3 RS:

a. Merencanakan, mengkoordinasikan dan melaksanakan program

kerja panitia keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan

bencana.

b. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanan program kerja

keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana.

c. Memimpin semua rapat pleno panitia keselamatan kerja, kebakaran

dan kewaspadaan bencana.

Dalam penempatan jabatan yang ditunjuk diupayakan dapat memenuhi

persyaratan dan kriteria yang sesuai. Persyaratan jabatan antara lain:

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 55

a. Mempunyai kemampuan manajemen serta penguasaan peraturan

perundangan yang berlaku pada bidang tugasnya.

b. Menguasai jangkauan tugas K3 RS

c. Berwibawa

d. Disamping itu, dituntut suatu prestasi yang baik, dedikasi yang

tinggi, loyalitas yang tidak meragukan dan tidak tercela.

Ketua K3 RS bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja, kebakaran

dan kewaspadaan bencana yang terjadi di rumah sakit. Ketua K3 RS

berwenang mengatur penempatan, strategi yang bertujuan menciptakan

kondisi nyaman dan aman agar terhindar dari tejadinya kecelakaan kerja,

kebakaran ataupun kejadian bencana lainnya.

2. Sekretaris K3 RS

Sekretaris K3 RS berperan sebagai staf pelaksana harian dalam

menunjang kelancaran pelaksanaan kegiaatan administrasi K3 RS, meliputi

ketatausahaan, kerumahtanggaan, keuangan dan bagian umum. Sekretaris

K3 RS adalah seseorang yang pernah mengikuti AK3 umum.

Tugas sekretaris K3 RS :

a. Mewakili ketua dalam hal ketua berhalangan hadir

b. Menyelenggrakan dan mengelola administrasi surat-surat panitia

keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana

c. Mencatat data yang berhubungan dengan kegiatan panitia

keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 56

Oleh sebab itu dalam penempatan pejabat yang ditunjuk diupayakan

dapat memenuhi persyaratan dan kriteria yang sesuai. Persyaratan jabatan

antara lain:

a. Mempunyai kemampuan manajemen serta penguasaan peraturan

perundangan yang berlaku pada bidang tugasnya.

b. Dapat bekerja sama dengan ketua

c. Terampil, cekatan dan disiplin

d. Meguasai jangkauan tugas sekretaris K3 RS

e. Disamping itu, dituntut suatu prestasi yang baik, dedikasi yang

tinggi, loyalitas yang tidak meragukan dan tercela.

3. Seksi K3 RS

a. Seksi penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana

tugasnya antara lain:

1) Mengusulkan dan melakukan pelatihan penanggulangan bahaya

kebakaran dan kewaspadaan bencana

2) Mengusulkan dan merencanakan manajemen kedaruratan

3) Mengusulkan dan merencanakan penanggulangan kebakaran

b. Seksi keselamatan dan keamanan, bertugan untuk:

1) Mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera

2) Menjaga kondisi keselamatan dan keamanan pasien, keluarga

pasien, pengunjung dan karyawan RS

3) Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 57

c. Seksi kesehatan kerja tugasnya antara lain :

1) Merencanakan dan mengusulkan pemeriksaan kesehatan awal

dan berkala bagi karyawan

2) Mengusulkan adanya penyuluhan tentang kesehatan kerja

3) Mengusulkan adanya perlindungan diri terhadap bahaya

pekerjaan

4) Mengusulkan perlindungan diri terhadap bahaya dari pekerjaan

d. Seksi K3 Konstruksi

1) Merencanakan dan melakukan pemeliharaan dan perbaikan

gedung serta lingkungan RS

2) Mengurangi dan mengendalikan risiko bahaya pada saat

dilakukan renovasi atau pembangunan gedung

e. Seksi bahan dan limbah berbahaya

1) Melakukan identifikasi bahan dan limbah berbahaya

2) Menyusun rencana penanganan, penyimpanan dan penggunaan

yang aman

3) Melakukan investigasi dari tumpahan dan insiden lainnya

4) Menyusun rencana untuk penanganan limbah yang benar dan

aman

f. Seksi peralatan medis

1) Merencanakan, mengusulkan dan melakukan perawatan alat

medis

2) Merencanakan dan mengusulkan kalibrasi alat medis secara

berkala

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 58

g. Seksi utilitas/sistem pendukung

1) Melakukan minimalisasi risiko dari kegagalan sistem utilitas

2) Melaksanakan pemeriksaan dan pemeliharaan sistem utilitas

5.2.4 Tata Hubungan Kerja

Dalam melaksanakan tugasnya K3RS menerapkan sistem koordinasi dan

sinkronisasi baik dalam K3 RS sendiri maupun dengan bagian atau bidang lainnya.

Ketua K3 RS bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan anggotanya

dan memberikan bimbingan serta petunjuk – petunjuk bagi pelaksanaan tugas.

Setiap anggota K3RS wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta bertanggung

jawab kepada ketua K3RS dan menyampaikan laporan berkala tepat waktu.

Gambar 5.3 Tata Hubungan Kerja Rumah Sakit X Surabaya

Di tiap unit ataupun bagian, proses produksi berlangsung dan di masing-

masing tempat terdapat peralatan, yang berarti ancaman keselamatan kerja,

kebakaran dan kejadian bencana berisiko untuk terjadi. Oleh sebab itu kerjasama

antar unit ataupun bagian sangat penting untuk mencegah, mengatasi ataupun

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 59

mengendalikan apabila terjadi hal-hal yang berhubungan dengan K3 RS sesuai

dengan standart prosedur operasional K3 Rumah Sakit

5.3 Hasil Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran

Dalam melakukan suatu penilaian risiko kebakaran hal yang pertama

dilakukan yaitu mengidentifikasi suatu potensi bahaya yang dapat menyebabkan

suatu kebakaran. Hasil dari suatu identifikasi bahaya dapat selanjutnya digunakan

dalam melakukan suatu penilaian risiko.

1. Ruang perawatan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di ruangan perawatan di

rumah sakit X surabaya, ruangan tersebut terletak pada lantai 1 dan lantai 2,

terdapat 5 ruangan di lantai 1 dan 20 ruangan di lantai 2. Pada ruangan

perawatan ditemukan kabel listrik yang tidak tersusun dengan rapi, tidak

ada jalur kabel pada rungan tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan risiko

bagi pasien, pengunjung, maupun perawat. Jika kabel tersebut terjirat pada

seseorang dan dapat menimbulkan kabel terkelupas maka dapat

mengakibatkan korsleting listrik. Korsleting listrik dapat mengeluarkan

percikan api, percikan api tersebut dapat menimbulkan kebakaran jika

terkena bahan muda terbakar seperti kasur, kain, alkohol yang ada diruang

perawatan.

Kemudian diruang perawatan juga tidak ada plang “dilarang merokok”

secara tidak langsung ini dapat menyebabkan risiko kebakaran semakin

meningkat. Potensi kebakaran akibat putung rokok dapat disebabkan karena

pengunjung (pasien & keluarga) rumah sakit yang membuang putung rokok

sembarangan dikarenakan tidak mengetahui jika ada larangan merokok.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 60

Pada bagian ruang rawat inap tidak memiliki hidran, detektor kebakaran,

dan alarm kebakaran otomatis. Namun pada ruang rawat inap sudah terdapat

APAR pada bagian luar ruangan.

Gambar 5.4 Ruang Perawatan

2. Ruang Sekeliling Ruang Perawatan Pemicu Kebakaran

Ruang sekeliling ruang perawatan yang dimaksud yaitu ruangan yang

berada pada sekitar ruang perawatan yang memiliki lokasi berdekatan

dengan ruang perawatan dan jika terjadi suatu kebakaran, kebakaran

tersebut akan menjalar cepat di ruang perawatan.

a. Ruang Panel Listrik

Berdasarkan hasil observasi pada ruang panel listrik pada lantai 1, 2

dan 3 terdapat kabel kabel yang tidak tertata rapi. Ruang panel listrik

berdekatan dengan talang air yang terkadang terlihat tetesan air dari

kebocoran talang tersebut. Hal tersebut sangat membahayakan

dikarenakan dapat menimbulkan korsleting listrik dan yang

menyebabkan kebakaran. Selain bahaya kebakaran hal tersebut juga

membayakan bagi pakerja yang bertugas di panel listrik, petugas dapat

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 61

tersengat listrik. Pada ruangan ini juga tidak terdapat alat pemadam

kebakaran khusus listrik tipe C.

Gambar 5.5 Ruang Panel Listrik

b. Ruang Penyimpanan Tabung Oksigen

Berdasarkan hasil observasi diruang penyimpanan tabung oksigen

yang terletak disamping kanan belakang ruang perawatan. Ruangan

tersebut bersebelahan dengan dapur. Dari sisi lokasi hal tersebut

meningkatkan potensi bahaya kebakaran. Oksigen merupakan suatu zat

yang mempercepat penyalaan api jika ada sumber api atau kontak

dengan material lain. Pada ruangan tersebut juga tidak tertutup rapat,

ada lubang besar pada bagian atas tembok yang bersebelahan dengan

kantin, jadi jika terjadi kebakaran kantin maka api akan sangat mudah

membesar jika kontak dengan ruang oksigen dan dapat menyebabkan

peledakan.

Pada ruangan ini juga terdapat panel listrik yang sangat berdekatan

dengan tabung oksigen. Jika terjadi arus pendek listrik hingga kebakaran

maka penyalaan api akan sangat cepat jika ada kebocoran juga pada

tabung oksigen yang ada di dekatnya.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 62

Gambar 5.6 Gudang Tabung Oksigen

Pada ruangan oksigen ini juga dijumpai peletakan tabung LPG

bersebelahan dengan tabung oksigen. Tabung LPG jika terjadi

kebocoran akan sangat mudah bereaksi dengan tabung oksigen yang

dapat menyebakan kebakaran besar diarea rumah sakit. Pada rungan

ini juga tidak terdapat rambu-rambu tentang potensi bahaya gas

oksigen. Pada ruangan ini terdapat apar dan pemadam api portable

namun peletakannya tidak pada tempatnya.

Gambar 5.7 Gudang Oksigen

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 63

3. Ruangan Dapur

Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan dapur terletak pada

bagian belakang gedung sebelah kanan terletak di sebelah gudang

penyimpanan tabung oksigen. Hal tersebut menjadi suatu risiko kebakaran

yang patut untuk dipertimbangkan, karena jika terjadi kebakaran diruang

dapur maka api akan sangat mudah membesar karena gudang oksigen yang

berada pada ruangan sebelah akan sangat mudah memperbesar api. Pada

bagian dapur sudah memiliki alat pemadam api ringan namun tidak

memiliki hidran, detektor kebakaran dan alarm kebakaran.

Pada dapur tidak terdapat rambu rambu “awas mudah terbakar pada

tempat gas LPG, padahal tempat dapur biasanya diguakan pekerja untuk

melepas penat saat usai bekerja. Hal tersebut sangat membahayakan

mengingat setiap orang pada umumnya terkadang lupa untuk melihat situasi

dan kondisi di sekitarnya.

Gambar 5.8 Depan Dapur

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 64

4. Ruangan Laundry

Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan pada ruang laundry

yang terletak pada bagian belakang gedung sebelah kanan, bersebelahan

dengan dengan ruang dapur. Ruang laundry memiliki potensi bahaya

korsleting listrik yang dapat menyebabkan kebakaran. Pada ruangan ini

belum terpasang APAR, detektor kebakaran, alarm kebakaran dan hidran.

Gambar 5.9 Ruang Laundry

Pada ruangan ini juga terdapat pengering pakaian yang mesinnya

menggunakan pemanas seperti kompor, dan menggunakan bahan bakar

LPG. LPG yang digunakan pada alat ini berada pada luar ruangan laundry,

namun pada sekitar tabung LPG tidak ada tanda apapun seperti gambar

(flammable gas, dilarang merokok). Alat tersebut juga sebagai suatu potensi

bahaya kebakaran karena pemanas menggunakan api dan kain dimasukan

dan diputar didalamnya.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 65

Gambar 5.10 Pengering Pakaian

5. Ruangan Sterilisasi

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan saat dilapangan ruang

sterilisasi berada pada satu gedung dengan ruang perawatan dan terletak

pada bagian belakang gedung rumah sakit. Didalam ruangan ini terdapat

alat sterilisasi dengan menggunakan steamer dan panas pada tekanan

tertentu. Alat ini menggunakan listrik sebagai sumber energi panasnya,

namun kabel-kabel yang digunakan pada alat ini tidak tertata rapi dan tidak

memiliki jalur kabel yang terlindungi. Potensi bahaya tersandung kabel

dapat menyebabkan potensi korsleting yang dapat mengakibatkan

kebakaran.

Pada ruangan sterilisasi tidak terdapat APAR didalamnya dan tidak

memiliki sarana proteksi kebakaran aktif seperti pendeteksi kebakaran,

sprinkle dan hidran. Alat sterilisasi memiliki potensi bahaya kebakaran yang

perlu dilakukan penanggulangan.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 66

Gambar 5.11 Ruang Sterilisasi

6. Ruangan Genset

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada ruangan genset, letak

ruangan ini berada pada bagian belakang gedung sebelah kanan. Ruangan

tersebut terpisah dengan bangunan gedung perawatan rumah sakit. Ruangan

genset memiliki struktur bagian gedung tersendiri. Ruangan genset

memiliki potensi bahaya kebakaran cukup tinggi yang berasal dari bahan

bakar yang digunakan dan kegagalan teknis dari mesin itu sendiri. Pada

rungan genset tidak terdapat APAR, deteksi kebakaran, sprinkle, hidran dan

alarm kebakaran otomatis.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 67

Gambar 5.12 Ruang Genset

5.4 Hasil Penilaian Risiko

Setelah dilakukan suatu identifikasisumber bahaya, maka bahaya yang telah

diidetifikasi selanjutnya dilakukan penilaian risiko dengan memperhitungkan dari

nilai kemungkinan “L” (likelyhood), dan nilai konsekuensi “C” (consequence).

Penilaian risiko akan disajikan pada tabel 5.1. Nilai kemungkinan (likelyhood) “L”

didapatkan dari hasil diskusi dengan orang lapangan. Nilai kemungkinan

merupakan suatu nilai dari range 1-5 yang dapat memberikan bobot yang sesuai

tentang kemungkinan kebakaran yang dapat terjadi dari suatu bahaya yang ada.

Nilai keparahan (consequence) “C” didapatkan dari hasil diskusi dengan orang

lapangan. Nilai keparahan merupakan suatu nilai dari range 1-5 yang dapat

memberikan bobot yang sesuai tentang keparahan kebakaran yang dapat terjadi dari

suatu bahaya yang ada.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 68

Tabel 5.3 Hazzard Identification Risk Analysis & Risk Control (HIRARC)
Identifikasi Bahaya Penilaian Risiko
Area Hazard Effect L C Score Level
Kabel listrik tidak tertata rapi Korsleting 2 4 8 Sedang
Dan
Ruang kebakaran
Perawatan Pengunjung merokok, karena Kebakaran 2 3 6 Sedang
tidak ada poster larangan
merokok diarea perawatan
Kasur mudah terbakar kebakaran 2 3 6 Sedang

Ruang Kebocoran Korsleting 2 4 8 Sedang


listrik Talang air Dan
kebakaran
Ruang Kebocoran tabung oksigen Kebakaran 2 3 6 Sedang
tabung
oksigen Ruangan tidak tertutup rapat Kebakaran 2 3 6 Sedang
dan bersebelahan dengan
dapur
Terdapat tabung LPG dalam Kebakaran 2 4 8 Sedang
gudang oksigen Dan
Peledakan
Orang merokok, karena tidak Kebakaran 2 3 6 Sedang
ada poster larangan merokok Dan
Peledakan
Ruang Kebocoran gas LPG Kebakaran 3 3 9 Sedang
dapur Dan
peledakan
Lupa mematikan kompor Kebakaran 3 3 9 Sedang
Peledakan tabung LPG Kebakaran 2 4 8 Sedang
Peledakan
Ruang Korsleting listrik Kebakaran 2 3 6 Sedang
Laundry Pengering Pakaian Overheat Kebakaran 2 4 8 Sedang

Peledakan Gas LPG Kebakaran 2 4 8 Sedang


Dan
peledakan
Kebocoran gas LPG Kebakaran 3 3 9 Sedang
Dan
peledakan
Ruang Kabel tidak terlindung Korsleting 3 3 9 Sedang
Sterilisasi dengan baik Dan
kebakaran
Alat Sterilisasi Overheat / Kebakaran 2 4 8 Sedang
Overpressure Dan
peledakan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 69

Identifikasi Bahaya Penilaian Risiko


Area Hazard Effect L C Score Level
Ruang Korsleting pada ruangan Korsleting 3 3 9 Sedang
Genset genset Dan
kebakaran
Gangguan teknis genset Kebakaran 3 3 9 Sedang
lainnya

5.5 Pelaksanaan Pengendalian

5.5.1 Kebijakan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di rumah sakit X surabaya,

rumah sakit X sudah memiliki kebijakan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

Kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dikeluarkan oleh direktur yang

memiliki No. 0918/per-dir/RSIAP/IX/2016. Dalam kebijakan tersebut mencakup

program keselamatan dan kesehatan kerja dirumah sakit X. Salah satu kebijakan

tersebut yaitu tentang penanggulangan bencana kebakaran dirumah sakit X

surabaya.

5.5.2 Sarana Kebakaran Aktif dan Pasif

1. Sarana Kebakaran Aktif

Berdasarkan hasil dari observasi dilapangan bahwa rumah sakit X

surabaya khususnya tentang kebakaran. Rumah sakit telah memiliki alat

pemadan api ringan yang telah ditempatkan pada wilayah gedung dan di

sekeliling ruang perawatan. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan K3 yang

telah ditetapkan oleh rumah sakit. Berdasarkan penyediaan APAR yang

telah dipasang dirumah sakit, APAR tersebut berjumlah 22 buah dari jumlah

seluruh unit kerja. Penempatan APAR dapat dilihat di lihat pada tabel 5.2

yaitu:

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 70

Tabel 5.4 Penempatan APAR di Rumah Sakit X Surabaya


NO LOKASI APAR UKURAN JENIS KONDISI
1. Pos Satpam 6 Kg Bubuk kimia Baik
2. Kantin 3 Kg Bubuk kimia Baik
3. Depan USG 4 D 3 Kg Bubuk kimia Baik
4. Depan Kamar 104 3 Kg Bubuk kimia Baik
5. Depan Laborat 3 Kg Bubuk kimia Baik
6. Depo farmasi 900 Ml Nitrogen Baik
7. Depan R tunggu BPJS 3 Kg Bubuk kimia Baik
8. Depan O2 Sentral 20 Kg Bubuk kimia Baik
9. Depan Dapur 3 Kg Bubuk kimia Baik
10. Dalam Dapur 3000 Ml Nitrogen Baik
11. Depan Teknisi 9 Kg Bubuk kimia Baik
12. Depan TPS B3 6 Kg Bubuk kimia Baik
13. Depan Musola LT 2 3 Kg Bubuk kimia Baik
14. Depan Kamar 215 3 Kg Bubuk kimia Baik
15. Depan Kamar 200 3 Kg Bubuk kimia Baik
16. Depan Kamar 206 3 Kg Bubuk kimia Baik
17. Depan Lift Blkg LT 3 3 Kg Bubuk kimia Baik
18. Depan Lift Depan LT 3 3 Kg Bubuk kimia Baik
19. Depan R pemulihan (RR) 3000 Ml Nitrogen Baik
20. DepanKlinik tiara Cita LT 4 6 Kg Bubuk kimia Baik
21. Depan R Marketing LT 4 3 Kg Bubuk kimia Baik
22. Depan R HRD 4,5 Kg Bubuk kimia Baik
Jumlah APAR LT 1 =12 Buah
Jumlah APAR LT 2 = 4 Buah
Jumlah APAR LT 3 = 3 Buah
Jumlah APAR LT 4 = 3 Buah
Jumlah APAR keseluruhan adalah 22 Buah

Sesuai dengan denah apar yang diberikan oleh komite K3RS RS

X Surabaya dan hasil dari observasi penyediaannya, secara

peletakannya keseluruhan sudah sesuai dengan tempatnya. Kondisi

tekanan dan fisik APAR juga dalam keadaan baik, APAR memiliki

tanggal pemerikasaan dan cara penggunaan. Dalam melakukan

pergantian isi APAR pihak Rumah sakit menggunakan perusahaan jasa

lain dalam melakukannya. APAR memiliki ketinggian kurang lebih 1,2

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 71

m dari permukaan tanah. Pada titik penempatan APAR juga terdapat

tanda lokasi APAR.

Gambar 5.13 Kondisi APAR

Untuk sarana proteksi aktif lainnya seperti hidran, deteksi

kebakaran, sprinkle pihak Rumah Sakit X tidak memilikinya. Untuk

alarm kebakaran sudah terpasang pada beberapa titik rumah sakit

dalam kondisi baik dan sesuai dengan peraturan namun alarm

kebakaran tersebut tidak berjalan secara otomatis, namun dinyalakan

secara manual. Hal tersebut sangat disayangkan, karena pada saat

keadaan panik manusia bisa saja lupa untuk menyalakan alarm

tersebut.

Gambar 5.14 Alarm Kebakaran

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 72

2. Sarana Proteksi Kebakaran Pasif

a. Konstruksi Bangunan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dirumah sakit X

ketahanan bangunan gedung berdasarkan keputusan menteri pekerjaan

umum No: 10/KPTS/2000 termasuk bangunan kelas A yang komponen

struktur utamanya tahan api sampai 3 jam. Bahan konstruksi bangunan

pada dinding gedung menggunakan adukan semen dengan pasir dan

batu bata. Pada lantai gedung terbuat dari beton dan adukan semen

dengan pasir yang dilapisi dengan keramik.

Bangunan rumah sakit X surabaya memiliki mutu bahan tingkat 1,

yang artinya bahan bangunan pada gedung rumah sakit X terbuat dari

beton, bata, dan adukan semen berdarkan keputusan mentri pekerjaan

umum No: 10/KPTS/2000.

Tabel 5.5 Observasi Tingkat Mutu Bahan Bangunan


No Persyaratan Keadaan Keterangan
Gedung
1 Mutu bahan Pada gedung Sesuai
bangunan tingkat lama, mutu
I: bahan
a. Beton bangunan
b. Bata yang
c. Batako digunakan
d. Asbes ialah:
e. Alumunium a. Beton
f. Kaca b. Bata
g. Besi c. Batako
h. Baja d. Adukan
i. Adukan Semen semen
j. Adukan gips e. Ubin
k. Ubin keramik keramik
l. Ubin semen f. Asbes
m. Ubin marmer g. Aluminium
n. Lembaran seng h. Adukan
o. Rock wool gips
p. Glass sool

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 73

b. Tangga Darurat

Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada rumah sakit X.

Gedung rumah sakit tidak memiliki tangga darurat khusus yang hanya

digunakan dalam keadaan darurat. Tangga yang digunakan untuk

evakuasi dalam keadaan darurat marupakan tangga umum yang

digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Rumah sakit X memiliki dua

tangga yang berlokasi di tengah gedung dan bagian belakang gedung.

Tangga yang digunakan merupakan tangga berundak yang tidak

dapat dilalui oleh kursi roda atau tempat tidur dorong. Tangga darurat

tidak memiliki arah penunjuk arah dan anti slip disetiap anak tangganya.

Tangga yang digunakan merupakan tangga umum jadi tangga tidak

memiliki pintu penutup yang tahan api.

Gambar 5.15 Kondisi Tangga Darurat

c. Petunjuk Arah Darurat

Rambu-rambu darurat digunakan sebagai penunjuk arah saat

keadaan darurat, rambu-rambu tersebut menunjukan arah keluar dari

gedung ke tempat lebih aman atau berkumpul sementara. Berdasarkan

hasil observasi yang dilakukan di rumah sakit X rambu-rambu petunjuk

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 74

arah darurat sudah terpasang disetiap bagian ruangan mulai dari lantai 1

sampai dengan lantai 4.

Gambar 5.16 Kondisi Rambu Darurat

d. Pencahayaan Darurat

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di rumah sakit X

surabaya. Gedung rumah sakit belum tersedia pencahayaan darurat

disetiap lantai dan koridor rumah sakit sebagai antisipasi bilamana jika

terjadi suatu keadaan darurat yang mengharuskan untuk memadamkan

listrik seperti kebakaran. Rumah sakit hanya memiliki genset sebagai

cadangan saat listrik padam.

e. Tempat Berkumpul Dalam Keadaan Darurat

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di rumah sakit X

surabaya. Tempat berkumpul darurat berada pada depan gedung rumah

sakit. Jarak antara pintu keluar dengan tempat berkumpul cukup jauh

dan tidak terlihat karena banyaknya pohon. Disepanjang area antar pintu

keluar dengan titik berkumpul tidak ditemukan tanda yang mengarahkan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 75

lokasi tempat berkumpul. Pada tempat berkumpul pada hari-hari kerja

digunakan sebagai tempat parkir sepeda motor.

Gambar 5.17 Tempat Berkumpul Keadaan Darurat

5.5.3 Tim Pemadam Kebakaran

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di Rumah Sakit X Surabaya.

Rumah sakit telah memiliki koordinator pemadam kebakaran yang berdasarkan

pada keputususan direktur No. 09018/per-dir/RSIAP/IX/2016 tentang keselamatan

dan kesehatan kerja. Koordinator pemadam kebakaran melaksanakan tugasnya

dengan membentuk struktur anggota tim yang tersusun langsung dengan setiap

anggota yang ada di area kerja masing-masing. Koordinator berkerja sama dengan

anggota komite k3 rumah sakit dalam melaksanakan pelatihan pemadaman

kebakaran. Terakhir pelaksanaan pelatihan penanggulangan bencana dan

pemadaman kebakaran dilakukan pada bulan agustus 2017 dengan melibatkan

seluruh pekerja dirumah sakit.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 76

Gambar 5.17 Papan Petugas Penanggulangan Kebakaran

5.5.4 Penilaian Pengendalian Yang Dilaksanakan

Rumah sakit X dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja telah

melakukan upaya pengendalian bahaya kebakaran untuk mengurangi maupun

menghindari dampak dari suatu potensi bahaya kebakaran yang ada di sekitar

rumah sakit. Penilaian pengendalian perlu dilakukan sebelum melakukan

perhitungan risiko sisa. Berikut tebel pengendalian yang ada pada rumah sakit X

surabaya.

Tabel 5.6 Pengendalian risiko kebakaran Rumah Sakit X Surabaya 2017


Identifikasi Bahaya Pengendalian yang Score
Area Hazard Effect dilakukan
Kabel listrik tidak tertata Korsleting 1. Proteksi aktif 6
rapi Dan kebakaran a. APAR
Pengunjung merokok, Kebakaran b. Alarm 6
Ruang karena tidak ada poster 2. Proteksi Pasif
Perawatan larangan merokok diarea a. Kontruksi
perawatan bangunan sesuai
b. Tangga darurat
c. Petunjuk darurat
d. Assembly point

Kasur mudah terbakar Kebakaran 6

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 77

Identifikasi Bahaya Pengendalian yang Score


Area Hazard Effect dilakukan
Ruang Kebocoran Korsleting 1. Proteksi aktif 6
listrik Talang air Dan kebakaran a. APAR
b. Alarm
2. Proteksi Pasif
a. Kontruksi
bangunan sesuai
b. Tangga darurat
c. Petunjuk darurat
d. Assembly point
Ruang Kebocoran tabung Kebakaran 1. Proteksi aktif 6
tabung oksigen a. APAR
oksigen Ruangan tidak tertutup Kebakaran b. Alarm 6
rapat dan bersebelahan 2. Proteksi Pasif
dengan dapur a. Kontruksi
Terdapat tabung LPG Kebakaran dan bangunan sesuai 6
dalam gudang oksigen peledakan b. Tangga darurat
c. Petunjuk darurat
Orang merokok, tidak ada Kebakaran dan d. Assembly point 6
poster larangan merokok peledakan
Ruang Kebocoran gas LPG Kebakaran 1. Proteksi aktif 6
dapur Dan peledakan a. APAR
b. Alarm
Lupa mematikan kompor Kebakaran 2. Proteksi Pasif 6
a. Kontruksi
bangunan sesuai
Peledakan tabung LPG Kebakaran b. Tangga darurat 6
Peledakan c. Petunjuk darurat
d. Assembly point
e. LPG diletakkan
di luar
Ruang Korsleting listrik Kebakaran 1. Proteksi aktif 6
Laundry a. APAR
b. Alarm
Pengering Pakaian Kebakaran 2. Proteksi Pasif 6
Overheat a. Kontruksi
bangunan sesuai
Peledakan Gas LPG Kebakaran 15
b. Tangga darurat
Dan peledakan
c. Petunjuk darurat
Kebocoran gas LPG Kebakaran d. Assembly point 15
Dan peledakan e. Peletakan
tabung sudah di
luar

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 78

Identifikasi Bahaya Pengendalian yang Score


Area Hazard Effect dilakukan
Ruang Kabel tidak terlindung Korsleting 1. Proteksi aktif 6
Sterilisasi dengan baik Dan kebakaran a. APAR
Alat Sterilisasi Overheat / Kebakaran b. Alarm 15
Overpressure Dan peledakan 2. Proteksi Pasif
a. Kontruksi
bangunan sesuai
b. Tangga darurat
c. Petunjuk darurat
d. Assembly point
Ruang Korsleting pada ruangan Korsleting 1. Proteksi aktif 9
Genset genset Dan kebakaran a. APAR
c. Alarm
Gangguan teknis genset Kebakaran 2. Proteksi Pasif 9
lainnya a. Kontruksi
bangunan sesuai
b. Tangga darurat
c. Petunjuk darurat
d. Assembly point

5.6 Risiko Sisa

Setelah melakukan penilaian pengendalian maka selanjutnya yaitu

menentukan risiko sisa. Pada tahap ini merupakan tahap akhir dari proses penilaian

risiko, dimana pada tahap ini peneliti dapat menentukan keefektifitasan

pengendalian risiko yang telah dilaksanakan oleh rumah sakit. Risiko sisa

didapatkan dari hasil pengurangan nilai risiko dikurangi dengan nilai dari efektifitas

pengendalian (Jenis pengendalian x Strategi pengendalian). Jika didapatkan hasil

kurang satu maka artinya pengedalian yang dilaksanakan sudah sesuai atau dapat

diterima. Jika didapatkan nilai lebih dari satu maka pengendalian masih perlu

dipertimbangkan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 79

Tabel 5.7 Risiko Sisa Potensi Bahaya Kebakaran Rumah Sakit X


Identifikasi Bahaya Penilaian Risiko Score Residual
Area Hazard Effect L C Score Level Pengendalian risk
Kabel Korsleting 2 4 8 Sedang 6 2
listrik Dan
tidak kebakaran
Ruang tertata
Perawatan rapi
Pengunj Kebakaran 2 3 6 Sedang 6 0
ung
merokok
, karena
tidak
ada
poster
larangan
merokok
diarea
perawat
an
Kasur Kebakaran 2 3 6 Sedang 6 0
mudah
terbakar
Ruang Kebocor Korsleting 2 4 8 Sedang 6 2
listrik an Dan
Talang kebakaran
air
Ruang Kebocor Kebakaran 2 3 6 Sedang 6 0
tabung an
oksigen tabung
oksigen
Ruangan Kebakaran 2 3 6 Sedang 6 0
tidak
tertutup
rapat
dan
bersebel
ahan
dengan
dapur
Terdapat Kebakaran 2 4 8 Sedang 6 2
tabung Dan
LPG peledakan
dalam
gudang
oksigen

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 80

Identifikasi Bahaya Penilaian Risiko Score Residual


Area Hazard Effect L C Score Level Pengendalian risk
Orang peledakan 2 3 6 Sedang 6 0
merokok
, karena
tidak
ada
poster
larangan
merokok
Ruang Kebocor Kebakaran 3 3 9 Sedang 6 3
dapur an gas Dan
LPG peledakan
Lupa Kebakaran 3 3 9 Sedang 6 3
mematik
an
kompor
Peledak Kebakaran 2 4 8 Sedang 6 2
an Peledakan
tabung
LPG
Ruang Korsleti Kebakaran 2 3 6 Sedang 6 0
Laundry ng listrik
Pengerin Kebakaran 2 4 8 Sedang 6 2
g
Pakaian
Overhea
t
Peledak Kebakaran 2 4 8 Sedang 15 -7
an Gas Dan
LPG peledakan

Kebocor Kebakaran 3 3 9 Sedang 15 -6


an gas Dan
LPG peledakan
Ruang Kabel Korsleting 3 3 9 Sedang 6 3
Sterilisasi tidak Dan
terlindu kebakaran
ng
dengan
baik
Alat Kebakaran 2 4 8 Sedang 15 -7
Sterilisa Dan
si peledakan
Overhea
t/
Overpre
ssure

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 81

Identifikasi Bahaya Penilaian Risiko Score Residual


Area Hazard Effect L C Score Level Pengendalian risk
Ruang Korsleti Korsleting 3 3 9 Sedang 9 0
Genset ng pada Dan
ruangan kebakaran
genset
Ganggu Kebakaran 3 3 9 Sedang 9 0
an teknis
genset
lainnya

Berdasarkan hasil penilaian antara penilaian risiko dan penilaian

pengendalian kebakaran pada rumah sakit X. Maka didapatkan risiko sisa dengan

hasil >1 yang artinya bahwa pengendalian yang dilakukan di rumah sakit X masih

perlu di pertimbangkan dan ditingkatkan lagi karena bahaya belum sepenuhnya

terkendali dan belum dapat diterima, maka perlu dilakukan pengkajian ulang dan

dilakukan perbaikan dalam upaya pengendalian bahaya. Namun juga ada beberapa

potensi bahaya kebakaran yang mendapatkan risiko sisa <1 yang artinya bahwa

pengendalian yang dilakukan sudah sesuai dan dapat mengendalikan potensi

bahaya kebakaran yang ada.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit X Surabaya, dimana rumah sakit

memiliki karakteristik khusus seperti sifat penghuni yang beragam, sifat pekerjaan

yang beragam, tingkat kepanikan yang tinggi, relatif tingginya bahan yang dapat

terbakar serta yang ditempati selama 24 jam penuh. Hal tersebutlah yang

mengharuskannya melakukan pencegahan dini terhadap kebakaran. Pada penelitian

ini, unit perawatan yang akan diteliti. Hal tersebut dikarenakan pada unit perawatan

terdapat pasien, pengunjung dan pekerja rumah sakit membuat unit tersebut

menjadi salah satu unit yang harus memiliki sistem pencegahan kebakaran yang

tepat. Karena kerugian yang ditimbulkan akan sangat tinggi dan dimana

karakteristik rumah sakit yang telah disebutkan banyak terdapat pada unit

perawatan tersebut.

6.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran

Nilamsari (2016) menjelaskan bahwa identifikasi bahaya adalah salah satu

tajuan dari manajemen risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu untuk

mengetahui semua potensi bahaya yang terdapat pada suatu kegiatan kerja atau

proses kerja tertentu. Ramli (2010) juga menerangkan bahwa identifikasi bahaya

merupakan suatu proses pengenalan adanya suatu bahaya dan menentukan

karakteristiknya. Di Rumah Sakit X Surabaya belum dilakukan identifikasi bahaya,

hal tersebut tidak sesuai dengan persyaratan OHSAS 18001 dimana setiap

organisasi harus menetapkan prosedur mengenai identifikasi bahaya. Kegiatan

identifikasi bahaya merupakan kegiatan yang penting dalam menentukan bentuk

82

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 83

program K3 dan impelementasi pengendalian dan mencegah suatu kejadian yang

tidak diinginkan dari keberadaan bahaya tersebut (Ramli, 2010).

Identifikasi bahaya dilakukan peneliti bersama dengan pihak unit

perawatan. Dikarenakan pihak unit perawatan lebih mengetahui mengenai risiko

yang terdapat di unitnya sendiri. Kemudian setelah data terkumpul, maka akan

dilanjutkan dengan melakukan penilaian risiko. Hasil identifikasi bahaya yang

dilakukan di unit perawatan Rumah Sakit X Surabaya ditemukan beberapa temuan

bahaya sebagai berikut:

1. Ruang Perawatan

Pada ruangan perawatan ditemukan kabel listrik yang tidak tersusun

dengan rapi, tidak ada jalur kabel pada rungan tersebut. Hal tersebut dapat

menimbulkan risiko bagi pasien, pengunjung, maupun perawat. Jika kabel

tersebut terjirat pada seseorang dan dapat menimbulkan kabel terkelupas

maka dapat mengakibatkan korsleting listrik. Korsleting listrik dapat

mengeluarkan percikan api, percikan api tersebut dapat menimbulkan

kebakaran jika terkena bahan muda terbakar seperti kasur, kain, alkohol

yang ada diruang perawatan.

Kemudian diruang perawatan juga tidak ada plang “dilarang merokok”

secara tidak langsung ini dapat menyebabkan risiko kebakaran semakin

meningkat. Potensi kebakaran akibat putung rokok dapat disebabkan karena

pengunjung (pasien & keluarga) rumah sakit yang membuang putung rokok

sembarangan dikarenakan tidak mengetahui jika ada larangan merokok.

Kementerian Kesehatan (2012) dalam Pedoman Teknis Prasarana Rumah

Sakit menyebutkan bahwa di setiap unit perawatan intensif, kamar terapi

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 84

pernafasan, laboratorium, kamar operasi, ruang pemulihan dan ruang gawat

darurat sebaiknya di pasang dengan tanda “Dilarang Merokok”.

Pada bagian ruang rawat inap tidak memiliki hidran, detektor

kebakaran, dan alarm kebakaran otomatis. Hal tersebut tidak sesuai dengan

Pedoman Pencegahan Kebakaran menurut Kementerian Kesehatan (2010).

Dimana seharusnya tersedia hidran gedung (hose reel) yaitu penyemprot air

dalam bangunan gedung apabila terjadi kebakaran tahap awal dan sebelum

terjadi pembesaran atau penyebaran api dan juga seharusnya disediakan

detektor dan sistem alarm sebagai peringatan awal terjadinya kebakaran.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 10 tahun 2000,

bahan bangunan rumah sakit termasuk dalam kategori tingkat 1 dimana

bahan bangunan rumah sakit tidak mudah terbakar.

2. Ruang Sekeliling Ruang Perawatan

a. Ruang Panel Listrik

Adanya kabel yang tidak rapi dan juga tetesan air akibat kebocoran

talang air di area tersebut dapat menimbulkan korsleting listrik dan yang

menyebabkan kebakaran. Selain itu, pekerja ruang panel listrik

jugadapat tersengat oleh listrik. Ditambah pada ruangan ini juga tidak

terdapat alat pemadam kebakaran khusus listrik tipe C. Hal tersebut

tidak sesuai dengan Kementerian Kesehatan (2010) dimana harus

terdapat alat proteksi kebakaran yang sesuai dengan kondisi di

lingkungan kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum

nomor 10 tahun 2000, bahan bangunan rumah sakit termasuk dalam

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 85

kategori tingkat 1 dimana bahan bangunan rumah sakit tidak mudah

terbakar.

b. Ruang Penyimpanan Tabung Oksigen

Oksigen merupakan suatu zat yang mempercepat penyalaan api jika

ada sumber api atau kontak dengan material lain. Pada ruangan tersebut

juga tidak tertutup rapat, ada lubang besar pada bagian atas tembok yang

bersebelahan dengan kantin, jadi jika terjadi kebakaran kantin maka api

akan sangat mudah membesar jika kontak dengan ruang oksigen dan

dapat menyebabkan peledakan. Berdasarkan Keputusan Menteri

Pekerjaan Umum nomor 10 tahun 2000, bahan bangunan rumah sakit

termasuk dalam kategori tingkat 1 dimana bahan bangunan rumah sakit

tidak mudah terbakar.

3. Ruangan Dapur

Dapur bersebalahan dengan gudag penyimpanan oksigen. Hal tersebut

menjadi suatu risiko kebakaran yang patut untuk dipertimbangkan, karena

jika terjadi kebakaran diruang dapur maka api akan sangat mudah membesar

karena gudang oksigen yang berada pada ruangan sebelah akan sangat

mudah memperbesar api. Pada bagian dapur sudah memiliki alat pemadam

api ringan namun tidak memiliki hidran, detektor kebakaran dan alarm

kebakaran. Padahal berdasarkan Kementerian Kesehatan (2010), bahwa

tersedianya sistem alarm dan detektor serta hidran gedung (hose reel) adalah

perlu hal tersebut untuk menghindari terjadinya kebakaran. Berdasarkan

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 10 tahun 2000, bahan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 86

bangunan rumah sakit termasuk dalam kategori tingkat 1 dimana bahan

bangunan rumah sakit tidak mudah terbakar.

4. Ruang Laundry

Ruang laundry memiliki potensi bahaya korsleting listrik yang dapat

menyebabkan kebakaran. Pada ruangan ini belum terpasang APAR,

detektor kebakaran, alarm kebakaran dan hidran. Seharusnya dengan tingkat

risiko kebakaran yang ada, rumah sakit menyediakan sistem proteksi

kebakaran, Karena sesuai dengan Kementerian Kesehatan (2010), bahwa

tersedianya APAR, sistem alarm dan detektor serta hidran gedung (hose

reel) adalah proteksi kebakaran yang perlu isediakan.

Tidak tersedia tanda pula pada LPG seperti flammable gas atau pada

ruangan berupa larangan merokok. Kementerian Kesehatan (2012) telah

menerangkan bahwa di setiap unit perawatan intensif, kamar terapi

pernafasan, laboratorium, kamar operasi, ruang pemulihan dan ruang gawat

darurat sebaiknya di asang dengan tanda “Dilarang Merokok”. Berdasarkan

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 10 tahun 2000, bahan

bangunan rumah sakit termasuk dalam kategori tingkat 1 dimana bahan

bangunan rumah sakit tidak mudah terbakar.

5. Ruangan Sterilisasi

Didalam ruangan ini terdapat alat sterilisasi dengan menggunakan

steamer dan panas pada tekanan tertentu. Alat ini menggunakan listrik

sebagai sumber energi panasnya, namun kabel-kabel yang digunakan pada

alat ini tidak tertata rapi dan tidak memiliki jalur kabel yang terlindungi.

Potensi bahaya tersandung kabel dapat menyebabkan potensi korsleting

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 87

yang dapat mengakibatkan kebakaran. Pada ruangan sterilisasi tidak

terdapat APAR didalamnya dan tidak memiliki sarana proteksi kebakaran

aktif seperti pendeteksi kebakaran, sprinkle dan hidran. Berdasarkan

keputusan menteri pekerjaan umum nomor 10 tahun 2000, bahan bangunan

rumah sakit termasuk dalam kategori tingkat 1 dimana bahan bangunan

rumah sakit tidak mudah terbakar.

6. Ruangan Genset

Ruangan genset memiliki potensi bahaya kebakaran cukup tinggi yang

berasal dari bahan bakar yang digunakan dan kegagalan teknis dari mesin

itu sendiri. Pada rungan genset tidak terdapat APAR, deteksi kebakaran,

sprinkle, hidran dan alarm kebakaran otomatis. Padahal sesuai dengan

Kementerian Kesehatan (2010), bahwa tersedianya APAR, sistem alarm

dan detektor serta hidran gedung (hose reel) adalah proteksi kebakaran yang

disediakan di area yang memiliki risiko kebakaran. Berdasarkan keputusan

menteri pekerjaan umum nomor 10 tahun 2000, bahan bangunan rumah

sakit termasuk dalam kategori tingkat 1 dimana bahan bangunan rumah

sakit tidak mudah terbakar.

6.2 Penilaian Risiko dan Evaluasi Risiko

Setelah dilaksanakan identifikasi bahaya, maka tahap selanjutnya adalah

penilaian risiko. Berdasarkan ISO 31000:2009, analisis risiko merupakan proses

dimana untuk memahami sifat dari suatu risiko dan menentukan peringkat dari

risiko itu sendiri. Dilakukan untuk menentukan besarnya tingkatan risiko yang ada.

Penilaian risiko dilakukan dengan memperhitungkan dari nilai kemungkinan “L”

(likelyhood), dan nilai konsekuensi “C” (consequence). Dimana setelah diketahui

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 88

nilai tingkat risiko tersebut selanjutnya dilakukan evaluasi risiko. Dimana di

dalamnya akan dibahas mengenai apakah bahaya tersebut dapat ditolerir atau tidak.

ISO 31000-2009 menyebutkan bahwa evaluasi risiko merupakan proses

membandingkan antara hasil analisa risiko dengan kriteria risiko, yang digunakan

untuk menentukan apakah risiko dan atau besarnya dapat diterima atau ditoleransi.

Sama halnya dnegan pendapat Nilamsari (2016) bahwa evaluasi risiko dilakukan

untuk menentukan apakah risiko dari setiap tahapan kerja dapat diterima atau tidak.

1. Ruang Perawatan

Adanya bahaya kabel listrik yang tidak tertata dengan rapi. Bahaya

tersebut memiliki tingkat kemungkinan terjadi sebesar 2 karena biasanya hal

tersebut tidak terjadi namun tetap terdapat kemungkin untuk terjadi.

Berdasarkan Anizar (2009) kebakaran penyebab listrik merupakan

kebakaran penyumbang penyebab kebakaran terbesar sebanyak 23% dari

total kejadian. Bahaya ini berisiko menyebabkan terjadinya korsleting listrik

dan bahkan juga kebakaran dengan nilai tingkat keparahan 4. Hal tersebut

karena dampak yang besar bagi keselamatan dan kesehatan yang

menimbulkan cidera pada korban, dan kerugian material jika terjadi

kebakaran. Kemudian hasil perkalian antara likelihood dan severity adalah 8.

Sehingga termasuk ke dalam level sedang.

Bahaya selanjutnya ialah adanya pengunjung yang merokok karena

tidak tersedianya poster larangan merokok di area perawatan. Dengan nilai

kemungkinan adalah 2 karena biasanya tidak terjadi namun kemungkinan

untuk terjadi juga tetap ada. Dampak yang diakibatkan adalah dapat memicu

terjdinya kebakaran dengan nilai tingkat keparahan sebesar 3. Dampak

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 89

tersebut diberi skor 3 karena dampak kebakaran dari putung rokok tidak akan

dapat langsung menyebabkan kejadian kebakaran, karena sifat api putung

rokok yang kecil. Sehingga skor perkaliannya adalah 6 dan termasuk dalam

level risiko sedang.

2. Ruang Panel Listrik

Bahaya yang terdapat di ruang panel listrik adalah adanya kebocoran air

pada talang air. Nilai kemungkinan terjadinya bahaya tersebut adalah 2.

Dimana dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya korsleting listrik

hingga kebakaran apabila tetesan kebocoran talang air tersebut mengenai

kabel yang mengalami kerusakan. Nilai keparahan dari terjadinya risiko

tersebut adalah 4, karena korban dapat mengalami cidera yang serius hingga

menyebabkan cacat anggota tubuh bahkan dapat menganggu aktivitas

rumah sakit. Sehingga skor tingkat risiko di ruang panel listrik adalah

sebesar 8 dengan level risiko sedang.

3. Ruang Tabung Oksigen

Bahaya yang terdapat pada ruangan ini yang pertama adalah adanya

kebocoran dari tabung oksigen. Nilai kemungkinan terjadinya kebocoran

tersebut adalah 2, karena biasanya hal tersebut tidak terjadi namun tetap

terdapat kemungkinn untuk terjadi. Dampak yang muncul adalah terjadinya

kebakaran dengan nilai keparahan sebesar 3 karena kebocoran oksigen tidak

membahayakan namun jika ada sumber api maka akan sangat

membahayakan mengingat gudang tabung oksigen bersebelahan dengan

dapur yang tidak memiliki pembatas khusus. Dengan kondisi tersebut

didapatkan skor risikonya adalah 6 dengan level risiko sedang.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 90

Bahaya kedua adalah ruangan yang tidak tertutup dengan rapat dan

bersebalahan dengan area dapur. Dimana nilai kemungkinan terjadi adalah

2. Jika terjadi kebakaran kantin maka api akan sangat mudah membesar jika

kontak dengan ruang oksigen. Sehingga keparahan yang ditimbulkan

diberikan nilai 3. Sehingga skor risikonya menjadi 6 dengan level risiko

sedang.

Di ruang ini juga terdapat tabung LPG yang bersebelahan dengan tabung

oksigen dengan nilai kemungkinan 2. Dimana adanya tabung LPG ini dapat

menimbulkan kebakaran dan juga peledakan. Dimana menurut Bariyyah

(2012) hal ini akan menimbulkan efek yang dapat menimbulkan kerugian

yang sangat signifikan baik terhadap pekerja, harta benda, lingkungan

bahkan reputasi rumah sakit. Sehingga nilai keparahannya dinilai 4, dimana

korban jiwa akan timbul dan proses kegiatan di rumah sakit akan terganggu.

Dengan nilai kemungkinan dan keparahan tersebut, maka skor risiko

diperoleh 8 yaitu level risiko sedang.

Bahaya selanjutnya di ruang tabung oksigen adalah tidak terdapatnya

poster larangan merokok, sehingga memungkinkan adanya orang yang

merokok di area tersebut. Kemungkinan tersebut adalah 2 dimana biasanya

hal tersebut tidak terjadi namun tetap terdapat kemungkinn untuk terjadi.

Adanya orang yang merokok tersebut dapat menyebabkan terjadinya

kebakaran dan juga peledakan. Dimana nilai keparahannya adalah 3.

Sehingga skor risiko menjadi 6 dengan level risiko sedang.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 91

4. Ruang Dapur

Adanya tabung LPG di dapur memungkinkan terjadinya kebocoran pada

tabung tersebut. Kebocoran tabung LPG sangat cukup sering terjadi

sehingga nilai kemungkinannya adalah 3. Adanya kebocoran tabung LPG

tersebut dapat menyebabkan terjadinya kebakaran dan juga peledakan

dengan nilai keparahan 3. Dari penilaian tersebut diperoleh skor tingkat

risiko yaitu 9 dengan level risiko sedang.

Bahaya selanjutnya adalah adanya kemungkinan pekerja lupa

mematikan kompor. Nilai kemungkinan tersebut adalah 3, kemungkinan

mematikan kompor cukup sering terjadi sebagai faktor terjadinya

kebakaran. Akibat yang ditimbulkan karena kelalaian tersebut adalah

terjadinya kebakaran dan juga peledakan dengan nilai keparahan sebesar 3.

Sehingga dengan adanya bahaya dan dampak tersebut diperoleh skor risiko

sebesar 9 yaitu level risiko sedang.

Di ruang dapur juga memiliki kemungkinan terjadi peledakan tabung

LPG. Oleh karena itu diberikan nilai kemungkinan 2 dengan dampak yang

dapat terjadi adalah kebakaran dan juga peledakan. Dimana nilai

keparahannya adalah 4 karena dapat menimbulkan korban jiwa dan

terhentinya aktivitas di rumah sakit dan juga dapat berdampak panjang

seperti berpengaruh terhadap reputasi rumah sakit. Oleh karena itu

didapatkan skor risiko sebesar 8 dengan level risiko sedang.

5. Ruang Laundry

Di ruang laundry terdapat bahaya korsleting listrik, dimana biasanya

tidak terjadi namun kemungkinan korsleting listrik tersebut terjadi masih

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 92

tetap ada. Sehingga nilai kemungkinannya adalah 2. Adanya korsleting

listrik dapat menyebabkan kebakaran, maka nilai keparahannya adalah 3.

Dari hasil penilaian kedua komponen tersebut, diperoleh skor risiko sebesar

6 dengan level risiko sedang.

Bahaya lainnya ialah adanya pengering pakaian overheat dimana

mesinnya menggunakan pemanas seperti kompor dan juga menggunakan

LPG. Alat tersebut juga sebagai suatu potensi bahaya kebakaran karena

pemanas menggunakan api dan kain dimasukan dan diputar didalamnya.

Oleh karena itu diperoleh nilai kemungkinan sebesar 2. Dampak kebakaran

yang dapat diakibatkan memiliki nilai keparahan sebesar 4. Dimana dapat

menyebabkan cidera yang serius seperti cacat anggota tubuh dan aktivitas

rumah sakit juga terganggu. Dari hasil nilai kemungkinan dan keparahan

tersebut, diperoleh skor tingkat risiko sebesar 8 yaitu level risiko sedang.

Bahaya selanjutnya di area laundry ialah adanya peledakan gas LPG

yang merupakan bahan bakar pemanas pakaian. Kemungkinan terjadinya

adalah kecil sehingga nilai kemungkinan adalah 2. Dampak yang dapat

terjadi ialah kebakaran dan juga peledakan dengan nilai keparahan 4.

Dimana kebakaran dan peledakan tersebut memiliki dampak yang besar dan

panjang bagi rumah sakit, yaitu korban jiwa, kerugian materil, tidak dapat

beroperasinya aktivitas rumah sakit seperti biasanya dan juga berdampak

bagi reputasi rumah sakit. Dari nilai kemungkinan dan keparahan tersebut

diperoleh skor tingkat risiko sebesar 8 dengan level risiko sedang.

Selain risiko peledakan gas LPG juga terdapat bahaya kebocoran gas

LPG, dimana kemungkinan terjadinya ialah 3 yaitu kecil atau terjadi karena

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 93

suatu kebetulan. Dampak terjadinya kebocoran gas LPG ini adalah

kebakaran dan peledakan dengan nilai keparahan 3. Sehingga skor tingkat

risiko adalah 9 dengan level risiko sedang.

6. Ruang Sterilisasi

Di dalam ruang sterilisasi terdapat kabel-kabel yang tidak tidak tertata

dengan rapi dan tidak emmiliki jalur kabel yang terlindungi. Nilai

kemungkinan dari bahaya tersebut adalah 3. Dampak yang ditimbulkan

antara lain adalah korsleting listrik hingga kebakaran. Dampak tersebut

memiliki nilai keparahan 3. Sehingga skor risikonya adalah 9 yaitu

tergolong dalam level risiko sedang.

Bahaya lainnya ialah adanya alat sterilisasi overheat atau overpressure.

Dimana adanya kemungkinan bahaya tersebut ialah kecil dengan nilai 2.

Dampak yang ditimbulkan adanya alat tersebut ialah kebakaran dan juga

peledakan dengan nilai keparahan sebesar 4 karena dampaknya yang cukup

besar. Skor tingkat risikonya ialah 8 dengan level risiko yang sedang.

7. Ruang Genset

Adanya kemungkinan terjadinya korsleting listrik di ruang genset kecil

sehingga nilai kemungkinannnya ialah 3. Korsleting listrik di ruang genset

dapat menyebabkan kebakaran dengan tingkat keparahan sebesar 3. Dari

nilai kemungkinan dan keparahan tersebut, diperoleh nilai tingkat risiko

sebesar 9 dengan level risiko sedang.

Bahaya lainnya di area genset adalah adanya gangguan teknis pada

genset. Kemungkinan terjadinya kecil dan terjadi dalam kondisi kebetulan.

Dengan nilai kemungkinan 3. Dampak dari gangguan teknis adalah

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 94

terjadinya kebakaran dengan nilai tingkat keparahan sebesar 3 pula.

Sehingga skor tingkat risiko yang diperoleh adalah 9 dengan level risiko

sedang.

6.3 Pengendalian dan Risiko Sisa

Setelah diketahui hasil dari penilaian risiko dan juga evaluasi risiko maka

selanjutnya adalah diketahuinya pengendalian risikonya. Berdasarkan ISO

31000:2009, pengendalian risiko merupakan proses melakukan langkah preventif

untuk menghindarkan atau menekan risiko. Pada AS/NZS 4360:2004 menjelaskan

bahwa pengendalian merupakan proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan

yang berfungsi untuk meminimalkan efek negatif.

1. Ruang Perawatan

Adanya bahaya kabel listrik yang tidak tertata dengan rapi dan

menyebabkan terjadinya korsleting listrik serta kebakaran. Dimana skor

tingkat risikonya ialah 8 dan dalam level risiko sedang. Telah dilakukan

pengendalian seperti tersedianya alat proteksi aktif seperti APAR dan alarm.

Selain itu juga tersedia alat proteksi pasif yaitu konstruksi bangunan yang

sesuai, adanya tangga darurat, petunjuk darurat dan assembly point.

Sehingga tingkat risiko dapat dikurangi, dimana skor pengendaliannya

adalah 6 dan risiko sisa menjadi 2, namun hal tersebut menunjukan bahwa

nilai risiko masih lebih dari 1 yang artinya pengendalian di tempat tersebut

masih perlu di pertimbangkan.

Bahaya selanjutnya ialah adanya pengunjung yang merokok karena

tidak tersedianya poster larangan merokok di area perawatan dan dapat

menyebabkan kebakaran. Dengan skor risiko sebesar 6 dan termasuk dalam

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 95

level risiko sedang. Risiko ini dapat dikurangi dengan adanya pengendalian

yang telah dilakukan yaitu tersedianya alat proteksi aktif seperti APAR dan

alarm. Selain itu juga tersedia alat proteksi pasif yaitu konstruksi bangunan

yang sesuai, adanya tangga darurat, petunjuk darurat dan assembly point.

Skor pengendaliannya adalah 6 sehingga risiko sisa menjadi 0, hal tersebut

menunjukan bahwa pengendalian yang dilakukan sudah sesuai.

2. Ruang Panel Listrik

Bahaya yang terdapat di ruang panel listrik adalah adanya kebocoran air

pada talang air yang dapat menyebabkan korsleting listrik hingga

kebakaran. Diketahui bahwa skor tingkat risiko di ruang panel listrik adalah

sebesar 8 dengan level risiko sedang. Adanya pengendalian yang telah

dilakukan yaitu tersedianya alat proteksi aktif seperti APAR dan alarm.

Selain itu juga tersedia alat proteksi pasif yaitu konstruksi bangunan yang

sesuai, adanya tangga darurat, petunjuk darurat dan assembly point. Dimana

skor pengendalian adalah 6 sehingga risiko sisa menjadi 2 dengan level

risiko rendah. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai risiko masih lebih dari

1 yang artinya pengendalian di tempat tersebut masih perlu di

pertimbangkan.

3. Ruang Tabung Oksigen

Bahaya pertama adalah adanya kebocoran dari tabung oksigen yang

dapat menyebabkan terjadinya kebakaran. Skor risikonya adalah 6 dengan

level risiko sedang. Dimana dengan pengendalian yang dilakukan yaitu

tersedianya alat proteksi aktif seperti APAR dan alarm. Selain itu juga

tersedia alat proteksi pasif yaitu konstruksi bangunan yang sesuai, adanya

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 96

tangga darurat, petunjuk darurat dan assembly point. Maka skor

pengendaliannya adalah 6 dan risiko sisanya menjadi 0, hal tersebut

menunjukan bahwa pengendalian yang dilakukan sudah sesuai.

Bahaya kedua adalah ruangan yang tidak tertutup dengan rapat dan

bersebalahan dengan area dapur. Jika terjadi kebakaran kantin maka api akan

sangat mudah membesar jika kontak dengan ruang oksigen. Sehingga skor

risikonya menjadi 6 dengan level risiko sedang. Dengan tersedianya alat

proteksi aktif seperti APAR dan alarm. Selain itu juga tersedia alat proteksi

pasif yaitu konstruksi bangunan yang sesuai, adanya tangga darurat, petunjuk

darurat dan assembly point. Maka risiko sisa menjadi 0 dengan skor

pengendalian adalah 6. Hal tersebut menunjukan bahwa pengendalian yang

dilakukan sudah sesuai.

Di ruang ini juga terdapat tabung LPG yang bersebelahan dengan tabung

oksigen yang dapat menimbulkan kebakaran dan juga peledakan. Diketahui

bahwa skor risiko diperoleh 8 yaitu level risiko sedang. Telah dilakukan

upaya pengendalian untuk meminimalkan bahaya risiko tersebut yaitu

dengan tersedianya alat proteksi aktif seperti APAR dan alarm serta adanya

alat proteksi pasif yaitu konstruksi bangunan yang sesuai, adanya tangga

darurat, petunjuk darurat dan assembly point. Sehingga diperoleh skor

pengendalian sebesar 6 dan risiko sisa menjadi 2. Hal tersebut menunjukan

bahwa nilai risiko masih lebih dari 1 yang artinya pengendalian di tempat

tersebut masih perlu di pertimbangkan.

Bahaya selanjutnya di ruang tabung oksigen adalah tidak terdapatnya

poster larangan merokok. Sehingga memungkinkan adanya orang yang

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 97

merokok di area tersebut dan dapat menyebabkan terjadinya kebakaran dan

juga peledakan. Skor risikonya adalah 6 dengan skor pengendalian 6 makan

risiko sisa menjadi 0. Hal tersebut menunjukan bahwa pengendalian yang

dilakukan sudah sesuai.

4. Ruang Dapur

Adanya tabung LPG did dapur memungkinkan terjadinya kebocoran

pada tabung tersebut. Adanya kebocoran tabung LPG tersebut dapat

menyebabkan terjadinya kebakaran dan juga peledakan. Sehingga diperoleh

skor tingkat risiko yaitu 9 dengan level risiko sedang. Dengan adanya

pengendalian yang telah dilakukan, maka diperoleh skor pengendalian

sebesar 6. Sehingga skor sisa menjadi 3. Hal tersebut menunjukan bahwa

nilai risiko masih lebih dari 1 yang artinya pengendalian di tempat tersebut

masih perlu di pertimbangkan.

Adanya kemungkinan pekerja lupa mematikan kompor dapat

menimbulkan kebakaran dan juga peledakan. Dimana skor risikonya

sebesar 9 yaitu level risiko sedang. Dengan pengendalian berupa

tersedianya alat proteksi aktif seperti APAR dan alarm dan juga alat proteksi

pasif yaitu konstruksi bangunan yang sesuai, adanya tangga darurat,

petunjuk darurat dan assembly point. Maka diperoleh skor pengendalian

sebesar 6 dan diperoleh pula skor sisa sebesar 3. Hal tersebut menunjukan

bahwa nilai risiko masih lebih dari 1 yang artinya pengendalian di tempat

tersebut masih perlu di pertimbangkan.

Di ruang dapur juga memiliki kemungkinan kecil terjadi peledakan

tabung LPG dengan dampak yang dapat terjadi adalah kebakaran dan juga

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 98

peledakan. Dimana skor risiko sebesar 8 dengan level risiko sedang. Dengan

pengendalian yang telah dilakukan yaitu adanya proteksi kebakaran aktif

dan pasif. Maka diperoleh skor pengendalian sebesar 6 dan risiko sisa

menjadi 2. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai risiko masih lebih dari 1

yang artinya pengendalian di tempat tersebut masih perlu di pertimbangkan.

5. Ruang Laundry

Di ruang laundry terdapat bahaya korsleting listrik, yang dapat

menyebabkan kebakaran. Diperoleh skor risiko sebesar 6 dengan level

risiko sedang. Dengan pengendalian berupa tersedianya alat proteksi aktif

seperti APAR dan alarm. Selain itu juga tersedia alat proteksi pasif yaitu

konstruksi bangunan yang sesuai, adanya tangga darurat, petunjuk darurat

dan assembly point. Maka risiko sisa menjadi 0 karena skor

pengendaliannya ialah 6. Hal tersebut menunjukan bahwa pengendalian

yang dilakukan sudah sesuai.

Bahaya lainnya ialah adanya pengering pakaian overheat. Alat tersebut

juga sebagai suatu potensi bahaya kebakaran karena pemanas menggunakan

api dan kain dimasukan dan diputar didalamnya. Dengan skor tingkat risiko

sebesar 8 yaitu level risiko sedang. Dengan tersedianya alat proteksi aktif

dan pasif sebagai pengendaliannya, maka diperoleh skor pengendalian 6 dan

risiko sisa menjadi 2. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai risiko masih

lebih dari 1 yang artinya pengendalian di tempat tersebut masih perlu di

pertimbangkan.

Bahaya selanjutnya di area laundry ialah adanya peledakan gas LPG

yang merupakan bahan bakar pemanas pakaian. Dengan skor tingkat risiko

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 99

sebesar 8 dengan level risiko sedang. Dengan adanya pengendalian maka

diperoleh skor pengendalian 15 dan menjadikan risiko sisa sebesar -7. Hal

tersebut menunjukan bahwa pengendalian yang dilakukan sudah sesuai.

Selain risiko peledakan gas LPG juga terdapat bahaya kebocoran gas

LPG, dengan dampak kebakaran dan peledakan. Sehingga skor tingkat

risiko adalah 9 dengan level risiko sedang. Disediakannnya alat proteksi

aktif dan pasif sebagai upaya pengendalian dapat mengurangi risiko

menjadi 15 sehingga nilai risiko -6 yang artinya bahwa pengendalian yang

dilakukan sudah sesuai.

6. Ruang Sterilisasi

Di dalam ruang sterilisasi terdapat kabel-kabel yang tidak tidak tertata

dengan rapi dan tidak memiliki jalur kabel yang terlindungi. Dampak yang

ditimbulkan antara lain adalah korsleting listrik hingga kebakaran. Sehingga

skor risikonya adalah 9 yaitu tergolong dalam level risiko sedang. Namun

adanya pengendalian berupa alat proteksi aktif seperti APAR dan alarm

serta alat proteksi pasif yaitu konstruksi bangunan yang sesuai, adanya

tangga darurat, petunjuk darurat dan assembly point. Maka risiko dapat

diminimalkan menjadi 3 karena skor pengendalian tersebut ialah 6. Namun

hal tersebut menunjukan bahwa nilai risiko masih lebih dari 1 yang artinya

pengendalian di tempat tersebut masih perlu di pertimbangkan.

Bahaya lainnya ialah adanya alat sterilisasi overheat atau overpressure.

Dampak yang ditimbulkan adanya alat tersebut ialah kebakaran dan juga

peledakan. Skor tingkat risikonya ialah 8 dengan level risiko yang tinggi.

Setelah adanya upaya pengendalian, maka diperoleh skor pengendalian 15

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 100

maka sisa risiko menjadi -7. Hal tersebut menunjukan bahwa pengendalian

yang dilakukan sudah sesuai. Pengendaliannya berupa disediakannya alat

proteksi kebakaran aktif dan pasif.

7. Ruang Genset

Korsleting listrik di ruang genset dapat menyebabkan kebakaran dengan

skor tingkat risiko sebesar 9 dengan level risiko sedang. Dengan

disedikannya alat proteksi aktif seperti APAR dan alarm serta alat proteksi

pasif yaitu konstruksi bangunan yang sesuai, adanya tangga darurat,

petunjuk darurat dan assembly point sebagai upaya pengendaliannya. Maka

diperoleh skor pengendalian sebesar 9 dan sisa risiko menjadi 0. Hal

tersebut menunjukan bahwa pengendalian yang dilakukan sudah sesuai.

Bahaya lainnya di area genset adalah adanya gangguan teknis pada

genset yang mampu menimbulkan kebakaran. Sehingga skor tingkat risiko

yang diperoleh adalah 9 dengan level risiko sedang. Dengan telah

diterapkannya upaya pengendalian maka risiko tersebut turun menjadi 0.

Karena dengan pengendalian berupa alat proteksi aktif dan pasif telah

memberikan skor pengendalian sebesar 9. Hal tersebut menunjukan bahwa

pengendalian yang dilakukan sudah sesuai.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Rumah sakit x sudah melakukan pengendalian kebakaran sudah cukup

baik dari segi sarana prasarana aktif (APAR dan alarm) maupun pasif

(konstruksi bangunan yang sesuai, adanya tangga darurat, petunjuk darurat

dan assembly point)

2. Rumah sakit belum memiliki alat proteksi aktif otomatis seperti detektor

kebakaran otomatis, detektor asap, sprinkle dan hidran.

3. Rumah sakit juga memiliki suatu organisasi dan kebijakan keselamatan

dan kesehatan kerja yang berjalan didalamnya dimana pimpinan

perusahaan berperan sebagai ketua oragnisasi tersebut

4. Hasil perhitungan risiko secara garis besar potensi kebakaran pada rumah

sakit X dalam kategori sedang

5. Berdasarkan hasil perhitungan risiko sisa ada 8 lokasi potensi bahaya

kebakaran yang masih diperlukan pertimbangan dan masih ada 10 lokasi

yang sudah memiliki pengendalian yang baik

6. Untuk sarana penyelamatan diri sudah tersedia namun masih perlu

ditingkatkan kembali dan disesuaikan dengan peraturan yang ada

101

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 102

7.2 Saran

1. Melakukan perbaikan pada lokasi yang dalam perhitungan risiko sisa masih

mendapatkan nilai lebih dari 1, yang artinya masih perlu dipertimbangkan

kembali

2. Rumah sakit perlu memasang proteksi kebakaran otomatis seperti hidran,

sprinkle, detektor asap sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 66

tahun 2016

3. Memberikan pelatihan AK3 umum pada seketaris K3RS, agar lebih dalam

mengetahui ilmu-ilmu k3 yang seharusnya diterapkan dirumah sakit

4. Memperbaiki sarana penyelamatan diri yang kurang sesuai seperti sarana

lampu penerangan darurat, tanda arah evakuasi di tangga, sterilisasi area

tempat berkumpul yang sekarang menjadi tempat parkir sepeda motor.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 103

DAFTAR PUSTAKA

Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Budiono, S. 2003. Higiene Perusahaan, Ekonomi, Kesehatan dan Keselamatan


Kerja. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Universitas Diponegoro.

Keputusan Menteri Pekerja Umum RI No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis


Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Gedung dan Lingkungan.
Jakarta.

Menteri Pekerjaan Umum. 1985. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum


No.02/KPTS/1985 Tentang Ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran pada Bangunan Gedung. Jakarta.

National Fire Protection Association (NFPA) 10. 1995. Standart for Portable Fire
Extinguisher. United State of America.

Nilamsari, N. 2016. Manajemen Risiko K3. Surabaya: Universitas Airlangga

Occupational Health and Safety Assessment Series 18001:2007. Occupational


Health and Safety Management System. Guidance Document

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.04/MEN/1980 tentang


Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
Jakarta.

Ridley, J. 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga

Ramli, Soehatman, (2010a). Pedoman Praktis Manajemen Risiko (Risk


Management). Jakarta: Dian Rakyat.

Ramli, Soehatman, (2010b). Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire


Management. Jakarta: Dian Rakyat.

Suma’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung.

Susanto. 2008. Artikel Risk Assessment dan upaya Pengembangan jasa Konsultasi
di bidang Manajemen Risiko. Fraud Audit Task Force (FATF) BPKP
Capacity Building Project. Siswanto, A. 2009. Risk Assessment. Surabaya.

Syukri, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.Jakarta: PT


Bina Sumber Daya Manusia.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 104

Suardi, R. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:


PPM.

Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Manajemen danImplementasi


K3 di Tempat Kerja”. Surakarta: Harapan Press.

Tarwaka. 2012. Dasar-Dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan di


Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan.

Wahyudi, S. 1998. Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran, Gresik:


Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia Gresik.

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 104

Lampiran 1

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 105

Lampiran 2

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 106

Lampiran 3

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 107

LAMPIRAN 4
LEMBAR PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN
BAGI RESPONDEN
Judul Penelitian
Risk Assesment kebakaran unit perawatan pada rumah sakit X terhadap upaya
pengendalian kebakaran

Penjelasan Singkat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menghitung risiko potensi bahaya kebakaran yang ada
pada unit perawatan. Pada perhitungan tersebut akan diukur besarnya risiko
kebakaran sebelum memperhatikan upaya pengendalian kebakaran dan menghitung
besarnya risiko setelah upaya pengendalian kebakaran yang diterapkan pada unit
perawatan pada rumah sakit X.

Perlakuan Terhadap Responden


Penelitian ini merupakan penelitian observasional sehingga tidak terdapat perlakuan
terhadap Bapak/Ibu. Bapak/Ibu akan dilibatkan dalam pengumpulan data penelitian
antara lain adalah Observasi dan wawancara. Obsevasi akan dilakukan pada saat
melakukan pengumpulan data penelitian, responden diharapkan dapat memberikan
perijinan untuk peneliti dalam melakukan observasi lingkungan tempat kerja.
Wawancara akan dilakukan pada pekerja yang berhubungan dengan penelitian saat
melakukan pengumpulan data penelitian pengendalian kebakaran pada rumah sakit X.
Wawancara akan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan dengan responden dengan
peneliti yang dianggap tidak mengganggu pekerjaan responden.

Manfaat Untuk Responden


Bapak/ibu akan mendapatkan informasi berupa leafleat terkait dengan identifikasi
bahaya dan pengendalian kebakaran sebagai penambah wawasan tentan potensi
bahaya kebakaran.

Bahaya Potensial
Tidak terdapat bahaya potensial yang diakibatkan akibat keterlibatan Bapak/Ibu
dalam penelitian ini

Hak Untuk Mengundurkan Diri


Selama penelitian berlangsung, Bapak diperbolehkan untuk mengundurkan diri
apabila penelitian ini kurang berkenan, karena partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela.

Kerahasiaan Data
Bapak/Ibu yang terlibat dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaan data dan
identitasnya. Data hanya digunakan untuk kebutuhan penelitian yang bersifat

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 108

akademik saja. Publikasi yang akan dilakukan oleh peneliti juga tidak akan
menampilkan identitas Bapak.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian


Tempat dan waktu observasi dan wawancara akan dilakukan saat bapak/ibu merasa
tidak terlalu sibuk melakukan pekerjaan yang dibebankannya. Sehingga tempat dan
waktu bersifat konditional tergantung pada situasi dan kondisi pada saat pengambilan
data

Jenis Insentif
Bapak yang telah dengan sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini akan
mendapatkan insentif berupa barang yaitu safety glass serta ucapan terima kasih.

Kontak Person Penelitian


Bapak diberikan kesempatan untuk menanyakan semua ada hal yang berhubungan
dengan penelitian. Berikut adalah identitas peneliti:
Nama : Dewangga Aji Saputra
Nomor Telepon : 085730787494
Institusi Penyelenggara : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universita Airlangga
Alamat Institusi : Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115 (031-5920948)

Demikian penjelasan yang perlu saya sampaikan dan harus dipahami sebelum
bersedia menjadi responden penelitian. Atas perhatian Bapak, saya ucapkan terima
kasih

Surabaya, 20 September 2017


Peneliti

Dewangga Aji Saputra


NIM. 101511123096

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 109

LAMPIRAN 5
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Alamat :
Nomor Telepon :

Telah mendapatkan keterangan secara terinci dan jelas mengenai penelitian


dengan judul “Risk Asessement kebakaran unit perawatan pada rumah sakit X
terhadap upaya pengendalian kebakaran”
1. Keterangan ringkas penelitian;
2. Perlakuan yang diterapkan kepada responden;
3. Manfaat dan bahaya potensial ikut sebagai responden penelitian;
4. Waktu dan tempat pelaksanaan;
5. Kerahasiaan data;
6. Insentif.
7. Kontak peneliti.
Dan responden mendapatkan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena
itu saya bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi responden
penelitian ini dengan penuh kesadaran serta tanpa adanya keterpaksaan.

Surabaya, 20 September 2017


Peneliti Responden

Dewangga Aji Saputra ( )

Saksi

( )

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 110

LAMPIRAN 6
LEMBAR PANDUAN WAWANCARA
Risk Assesment Kebakaran Unit Perawatan pada Rumah Sakit X
Terhadap Upaya Pengendalian Kebakaran

Nama :
Umur :
Bagian :
Lama Kerja :
Pendidikan :

No Pertanyaan Jawaban
1 Dalam kegiatan operasional perawatan bahan
kimia apa saja yang digunakan?
2 Menurut ada apakah ada bahan kimia apa saja
yang ada di rumah sakit yang berpotensi
kebakaran?
3 Seberapa jauh unit perawatan dengan dapur
rumah sakit?
4 Di lingkungan rumah sakit dimana letak sumber
penyalaan api?
5 Api yang digunakan dalam keadaan terbuka atau
tertutup?
6 Apakah sedang dilakukan perbaikan pada alat
alat rumah sakit?
7 Apakah alat-alat masik berfungsi dengan baik?
8 Apakah anda mengetahui penanganan
kebakaran?
9 Dimana letak alat pemadam kebakaran?
10 Apakah anda mengetahui dimana akan
menyelamatkan diri saat keadaan kebakaran?
11 Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan
pemadaman kebakaran?
12 Sebelumnya apakah pernah dilakukan proses
identifikasi bahaya
13 Bagaimana hasil proses identifikasi bahaya?
14 Siapa saja yang dilibatkan dalam proses
identifikasi bahaya?
15 Metode apa yang digunakan dalam proses
identifikasi bahaya
16 Apakah pernah terjadi kebakaran di rumah sakit
ini?

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 111

No Pertanyaan Jawaban
17 Jika pernah kapan? Apa penyebab terjadinya
kebakaran?
18 Seberapa besar dampak kejadian kebakaran
tersebut?
a. Sangat ringan: Tidak ada cidera, kerugian
biaya rendah, kerusakan peralatan ringan
b. Ringan: Cidera ringan (hanya
membutuhkan P3K), peralatan rusak ringan
c. Sedang: Menyebabkan cidera
yang memerlukan perawatan medis ke rumah
sakit, peralatan rusak sedang.
d. Berat: Menyebabkan cidera yang
mengakibatkan cacatnya anggota tubuh
permanen, peralatan rusak berat
e. Fatal: Menyebabkan kematian
satu orang atau lebih, kerusakan pada mesin
sehingga mengganggu proses produksi
19 Seberapa sering efek atau
kecelakaan tersebut terjadi:
a. Sangat jarang: Hampir tidak pernah terjadi
b. Jarang: Frekuensi kejadian
jarang terjadi, terjadi dalam waktu tahunan
c. Mungkin terjadi: Frekuensi
kejadian sedang, terjadi dalam waktu bulanan
d. Sering: Hampir 100% terjadi
kejadian tersebut
e. Pasti terjadi: 100% kejadian
pasti terjadi
20 Dirumah sakit apakah sudah terbentuk P2k3?
21 Siapa saja Anggota P2k3?
22 Dirumah sakit apakah ada tim pemadam
kebakaran?
23 Berapa sering karyawan mengikuti training
keadaan darurat?
24 Siapa yang bertugas memeriksa alat pemadam
kebakaran?
25 Seberapa sering alat pemadam kebakaran
dilakukan pemeriksaan?

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 112

LAMPIRAN 7

DAFTAR CHECKLIST SARANA PROTEKSI KEBAKARAN DAN


PENYELAMATAN JIWA SERTA MANAJEMEN PENANGGULANGAN
KEBAKARAN
A. Identitas dan Data Bangunan Gedung
1. Nama bangunan :
2. Alamat bangunan :
3. Pengelola :
4. Klasifikasi bangunan :
5. Tinggi bangunan :
6. Luas keseluruhan bangunan :
7. Jumlah lantai diatas tanah :
8. Jumlah luas lantai keseluruhan :
9. Jumlah seluruh penghuni bangunan :
10. Ruang bawah tanah : ada/tidak

B. Fasilitas Bangunan Gedung


1. Sumber pasokan listrik :
o
2. Suhu ruangan : C
3. Sumber air :

C. Konstruksi dan Bahan Bangunan Gedung


1. Kerangka :
2. Dinding :
3. Atap :
4. Lantai :
5. Jendela :
6. Pintu :
7. Tangga :
8. Pegangan tangga :

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 113

D. Sarana Pencegahan kebakaran


Standar Variabel Kondisi Keterangan
Lapangan (sesuai/ tidak)
NFPA 72 Detektor Kebakaran
1. Terdapat detektor kebakaran di setiap
lantai gedung yang dapat berfungsi
dengan baik
2. Detektor tidak boleh dipasang dengan
jarak kurang dari 1,5 m dari lubang
udara masuk AC
3. Untuk bangunan yang lebih dari 4
lantai digunakan detektor otomatis
4. Detektor asap dan panas digunakan
untuk ruangan yang kondisi
lingkungannya terkontrol dan
terbebas dari debu
5. Tiap luas lantai 46 m2 terdapat
minimal satu buah detektor panas
6. Jarak antara detektor 9 m (30 ft) atau
sesuai dengan rekomendasi yang
terdapat pada detektor
7. Dalam suatu zona kebakaran, jumlah
detektor panas pada suatu sistem
tidak boleh dipasang lebih dari 40
buah disesuaikan dengan jumlah
ruangan
Alarm Kebakaran
1. Terdapat sistem alarm kebakaran
yang selalu dalam kondisi baik
2. Untuk bangunan yang lebih dari 4
lantai digunakan alarm otomatis
3. Tanda panggil manual (TPM)
diletakkan pada lintasan jalur keluar
dengan tinggi 1,4 m dari lantai
4. Jarak TPM tidak boleh lebih dari 30
m dari semua bagian bangunan
5. TPM dapat dilihat dengan jelas,
mudah dijangkau, dan dalam kondisi
baik serta siapdigunakan
6. Alarm dapat bunyi pada tiap lantai
dan terdengar ke seluruh ruangan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 114

7. Jarak antar manual alarm tidak lebih


dari 61 m
8. Elemen peka dalam keadaan bersih
dan tidak dicat
9. Alarm otomatis terhubung dengan
springkler
10. Alarm terpasang berdekatan dengan
titik panggil manual
11. Alarm mempunyai sumber listrik
cadangan dari baterai atau generator
dengan kapasitas 4 jam
Permen Sistem Pengendali Asap
PU 1. Terdapat sistem pengendalian asap
No.26/PRT yang berfungsi dengan baik
/M/2008 2. Terdapat air handling unit dalam
suatu ruangan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3. Sistem pengendalian asap harus dapat
diaktivasi secara otomatis oleh sistem
springkler otomatis, dan sistem
deteksi asap.
4. Sistem pengendalian asap juga dapat
diaktivasi manual dari ruang pusat
pengendali kebakaran atau panel
utama alarm kebakaran.
5. Sistem pengendalian asap harus diuji
secara berkala setiap 6 bulan sekali
Bahan Bangunan Gedung
1. Bangunan gedung terdiri atas bagian
atau elemen bengunan yang dapat
mempertahankan struktur bangunan
saat terjadi kebakaran pada tingkat
tertentu.
2. Bangunan gedung terdiri atas elemen
bengunan yang dapat mencegah
penjalaran asap kebakaran.

3. Bahan dan komponen bangunan


mampu menahan penjalaran
kebakaran untuk membatasi
pertumbuhan asap dan panas serta
terbentuknya gas beracun yang

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 115

ditimbulkan oleh kebakaran, sampai


suatu tingkat tertentu
4. Setiap elemen bangunan yang
dipasang atau disediakan untuk
menahan penyebaran api.
Konstruksi Bangunan
1. Memiliki konstruksi yang unsur
struktur pembentuknya tahan api dan
mampu menahan secara structural
terhadap beban bangunan
2. Konstruksi tangga terbuat dari beton
bertulang.
3. Konstruksi tangga kebakaran terbuat
dari bahan yang tahan api sehingga
tidak mudah terbakar.

E Sarana Penanggulangan Kebakaran


Standar Variabel Kondisi di Keterangan
lapangan (sesuai/tidak)
NFPA 13 Springkler
1. Terdapat instalasi springkler
otomatis yang dipasang sesuai
dengan klasifikasi bahaya
kebakaran bangunan
2. Setiap lantai bangunan dilindungi
dengan sarana springkler penuh
3. Kepala springkler mempunyai
kepekaan terhadap suhu yang
ditentukan (30oC diatas suhu rata-
rata ruangan) berdasarkan
perbedaan warna segel atau cairan
tabung
4. Springkler minimal dapat
menyemburkan air selama 30 menit
5. Jarak antara springkler tidak lebih
dari 4,6 m dan kurang dari 1,8 m
6. Instalasi di cat warna merah
7. Terdapat jaringan dan persediaan
air bersih yang bebas lumpur dan
pasir

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 116

NFPA 14 Hydrant
1. Tersedia hidran di dalam dan di luar
gedung yang selalu dalam kondisi
baik serta siap pakai.
2. Kotak hidran terletak tidak kurang
dari 0,9 m (3 ft) atau lebih dari 1,5
m (5 ft) diatas permukaan lantai
3. Hydrant harus mempunyai selang,
sambungan selang, nozzle
(pemancar air), keran pembuka
serta kopling yang sesuai dengan
sambungan dinas pemadam
kebakaran
4. Diletakkan pada dinding beton
yang datar
5. Kapasitas persediaan air minimal
30.000 liter
6. Selang hidran berdiameter
maksimal 1.5 inch dengan panjang
30 m
7. Kotak hidran mudah dibuka,
dilihat, dijangkau, dan tidak
terhalang oleh benda apapun
8. Terdapat petunjuk penggunaan
yang dipasang pada tempat yang
mudah terlihat
9. Semua peralatan hidran dicat merah
dan kotak hidran berwarna merah
bertuliskan “HIDRAN” yang dicat
warna putih
NFPA 10 APAR
1. Terdapat APAR dengan jenis dan
klasifikasi sesuai dengan jenis
kebakaran yang selalu dalam
kondisi baik serta siap pakai.
2. Segel harus dalam kondisi baik dan
tutup tabung harus terpasang kuat
3. APAR harus diletakkan menyolok
mata, mudah dijangkau, dan
diletakkan di sepanjang jalur
lintasan normal termasuk eksit

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 117

4. APAR tidak boleh ditempatkan di


dalan ruangan yang mempunyai
suhu lebih dari 49o C dan dibawah
4o C
5. APAR dengan berat tidak lebih dari
18 kg harus dipasang dengan
ketinggian tidak lebih dari 1,5 m
diatas lantai
6. APAR dengan berat lebih dari 18
kg harus dipasang tidak lebih 1 m di
atas lantai
7. APAR yang berada diluar ruangan
terletak dalam lemari yang tidak
boleh terkunci, kecuali untu
keamanan
8. APAR harus selalu dipelihara
dalam kondisi penuh dan siap
dioperasikan yang ditunjukkan oleh
jarum penunjuk ada pada posisi
“ISI” atau warna hijau
9. APAR harus tampak jelas dan tidak
terhalangi oleh benda lain
10. Terdapat label, kartu tanda
pengenal, stensil atau indikator
yang ditempelkan sebagai
informasi yang berisi tentang nama
produk dan isi APAR
11. Jumlah APAR sesuai dengan
persyaratan ( 1 APAR setiap 200
m2) dan berjarak < 200 m dari
semua posisi dalam satu lantai
12. Tabung dan selang APAR tahan
terhadap tekanan tinggi dan dalam
keadaan tidak bocor
13. APAR tidak boleh terpajan dengan
temperatur melebihi temperatur
yang tercatat di label
14. APAR bersertifikat
15. Pada penempatan APAR terdapat
tanda atau simbol

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 118

16. Instruksi pengoperasiannya harus


diletakkan di depan APAR dan
harus terlihat dengan jelas
Permen PU Sistem Pipa Tegak Dan Slang
No.26/PRT Kebakaran
/M/2008 1. Terdapat sistem pipa tegak dan
slang kebakaran pada bangunan
gedung yang selalu dalam kondisi
2. Di setiap tangga kebakaran
dilengkapi dengan pipa tegak
tersendiri
3. Sambungan selang dan kotak
hidran tidak terhalang
4. Selang harus tersedia pada saat
hidran digunakan oleh personil
gedung dan pemadam kebakaran
5. Sistem pipa tegak tidak melewati
daerah berbahaya dan harus pada
tempat terlindung dari kerusakan
mekanis dan api
6. Selang dan peralatan lain harus
tersedia pada hidran
Sistem Pasokan Daya Listrik
Darurat
1. Terdapat sistem pasokan daya
listrik darurat
2. Sistem daya listrik darurat
diperoleh sekurang-kurangnya dari
dua sumber tenaga listrik yaitu
batere dan genset.
3. Sumber daya listrik darurat harus
direncanakan dapat bekerja secara
otomatis dan dapat bekerja setiap
saat.
4. Pasokan daya listrik digunakan
untuk mengoperasikan
pencahayaan darurat, sarana
komunikasi darurat, lif kebakaran,
system deteksi dan alarm, sistem
pipa tegak dan slang kebakaran,
springkler, sistem pengendali asap,

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 119

pintu tahan api, dan ruang


pengendali kebakaran.
5. Semua kabel distribusi yang
melayani sumber daya listrik
darurat harus memenuhi kabel
dengan tingkat ketahanan api
selama 1 jam
6. Lif kebakaran harus berdekatan
dengan tangga eksit dan mudah
dijangkau.
7. Tanda peringatan penggunaan lif
saat kebakaran mudah terlihat dan
terbaca.
8. Tanda dibuatkan tulisan dengan
tinggi huruf minimal 20 mm,
dengan kalimat
“DILARANG MENGGUNAKAN
LIFT BILA TERJADI
KEBAKARAN”
Pusat Pengendali Kebakaran
1. Terdapat pusat pengendali
kebakaran yang berfungsi dengan
baik.
2. Ruang pusat pengendali kebakaran
harus ditempatkan sedemikian rupa
pada bangunan, sehingga jalan ke
luar dari setiap bagian pada lantai
ruang tersebut ke arah jalan atau
ruang terbuka umum tidak terdapat
perbedaan ketinggian permukaan
lantai lebih dari 30 cm.
3. Konstruksi pelindung penutupnya
dibuat dari beton, tembok atau
sejenisnya yang mempunyai
kekokohan yang cukup terhadap
keruntuhan akibat kebakaran
4. Bahan lapis penutup, pembungkus
atau sejenisnya yang digunakan
dalam ruang pengendali harus
memenuhi persyaratan tangga
kebakaran yang dilindungi

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 120

5. Peralatan utilitas, pipa-pipa,


saluran-saluran udara dan
sejenisnya yang tidak diperlukan
untuk berfungsinya ruang
pengendali kebakaran, tidak boleh
melintasi ruang tersebut
6. Bukaan pada dinding, lantai atau
langit-langit yang memisahkan
ruang pengendali kebakaran
dengan ruang dalam bangunan
gedung dibatasi hanya untuk pintu,
ventilasi dan lubang perawatan
lainnya khusus untuk melayani
fungsi ruang pengendali kebakaran
Akses Pemadam Kebakaran
1. Akses petugas pemadam kebakaran
dibuat melalui dinding luar untuk
operasi pemadaman dan
Penyelamatan
2. Harus diberi tanda segitiga warna
merah atau kuning dengan ukuran tiap
sisi minimum 150 mm dan diletakkan
pada sisi luar dinding.
3. Diberi tulisan "AKSES PEMADAM
KEBAKARAN – JANGAN
DIHALANGI”
4. Ukuran akses petugas pemadam
kebakaran tidak boleh kurangdari 85
cm lebar dan 100 cm tinggi, dengan
tinggi ambang bawah tidak lebih dari
100 cm dan tinggi ambang atas tidak
kurang dari 180 cm di atas permukaan
lantai bagian dalam
5. Harus ada 1 bukaan akses untuk tiap
620 m2 luas lantai, ataupun bagian dari
lantai harus memiliki 2 bukaan akses
Pemadam Kebakaran pada setiap
lantai bangunan gedung
6. Untuk gedung yang didalamnya
terdapat ruangan < 620 m2, harus
diberi bukaan akses

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 121

F. Sarana Penyelamatan Jiwa


Standard Variabel Kondisi Keterangan
Lapangan (sesuai/tidak)
Permen PU Sarana Jalan Keluar
No.26/PRT 1. Terdapat sarana jalan keluar yang
/M/2008 dapat berfungsi dengan baik
2. Jalan keluar memiliki lebar
minimal 2 m
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih
dari 1 dengan letak berjauhan
4. Perabot, dekorasi, atau
bendabenda lain tidak boleh
diletakkan pada lintasan jalur
keluar
5. Sarana jalan keluar dipelihara
terus menerus, bebas dari segala
hambatan atau rintangan pada saat
kebakaran
NFPA 101 Tangga Darurat
1. Setiap tangga langsung menuju ke
jalan keluar atau ruang terbuka
2. Jika terdapat tangga darurat yang
melayani lima lantai atau lebih
harus terdapat penandaan yang
menunjukkan tingkat lantai dan
menunjukkan akhir teratas dan
terbawah dari setiap lantai
3. Penandaan harus dicat atau
dituliskan pada dinding atau pada
penandaan terpisah yang terpasang
kuat pada dinding
4. Tinggi anak tangga minimal 17,5
cm, lebar injakan tangga minimal
22,5 cm, lebar tangga minimal 1 m
5. Tinggi pegangan tangga 110 cm
6. Dilengkapi dengan pintu tahan api
yang dapat menutup otomatis
7. Harus berhubungan langsung
dengan jalan, halaman atau tempat
terbuka yang langsung
berhubungan dengan jalan umum

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 122

8. Bukan tangga spiral


9. Dilengkapi dengan handrails
berbentuk bulat dan tidak terputus,
serta tidak terbuat dari bahan yang
licin
10. Permukaan tangga kasar dan tidak
ada penghalang
11. Terdapat ventilasi berupa
penghisap asap di tangga darurat
Pintu Darurat
1. Terdapat pintu darurat yang selalu
dalam kondisi baik dan siap pakai
2. Pintu dapat dibuka tanpa anak
kunci (self closing door)
3. Pintu darurat berhubungan dengan
jalan keluar atau halaman luar
4. Setiap pintu pada setiap sarana
jalan keluar harus dari jenis engsel
sisi atau pintu ayun dan harus
mencapai posisi terbuka penuh
5. Pintu harus dapat dibuka dengan
tidak lebih dari satu operasi
pelepasan
6. Bahan pintu tahan api minimal 2
jam
7. Terdapat tanda/petunjuk pintu
darurat
Koridor
1. Lebar koridor minimal 1,8 m
2. Koridor bebas dari timbunan
barang
3. Bahan interior koridor tidak
mudah terbakar
4. Lantai koridor tidak licin
5. Koridor berakhir di pintu
Petunjuk Arah Jalan Keluar
1. Terdapat tanda petunjuk arah jalan
keluar
2. Tanda petunjuk jalan keluar
berupa papan bertuliskan “EXIT”
atau panah petunjuk arah jalan

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 123

keluar dan memiliki simbol


dengan ukuran yang tepat
3. Penerangan setiap tanda eksit
dilengkapi dengan sumber listrik
darurat
4. Tanda harus dipasang di tempat
yang mudah dilihat atau di
sepanjang jalur evakuasi dan
mengarah pada tangga darurat
serta dekat dengan pintu keluar
atau pintu kebakaran
5. Setiap tanda eksit diberi
pencahayaan yang cukup agar
jelas terlihat oleh setiap orang
6. Label tulisan tanda eksit pada
pintu keluar memiliki warna yang
kontras terhadap latar belakangnya
7. Tanda petunjuk jalan berupa
papan berwarna dasar hijau dan
tulisan berwarna putih
Penerangan Darurat
1. Terdapat penerangan darurat dari
sumber daya listrik darurat
2. Pencahayaan darurat dipasang di
setiap lantai, tangga, dan sarana
jalan keluar
3. Lampu darurat ditempatkan
dengan baik dan sesuai sehingga
bila salah satu bohlam mati, tidak
akan menimbulkan gelap
4. Kemampuan penerangan darurat
dapat bertahan minimal 1 jam
Tempat Berkumpul
1. Terdapat tempat berkumpul
setelah evakuasi
2. Kondisi area aman, mudah
dijangkau, dan cukup luas untuk
menampung seluruh orang
3. Terdapat petunjuk tempat
berkumpul

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 124

NFPA 72 Komunikasi Darurat


1. Terdapat sarana komunikasi
darurat berupa telepon atau tata
suara yang berfungsi dengan baik
2. Instalasi telepon darurat terpasang
minimal satu buah disetiap lantai
3. Terdapat nomor telepon khusus
yang dapat dihubungi untuk
pengaduan keadaan darurat.
4. Terhubung dengan sumber listrik
cadangan selama periode 15 menit

G. Manajemen Penanggulangan Kebakaran


Standard Variabel Kondisi Keterangan
Lapangan (sesuai/tidak)
Kepmen 1. Terdapat manajemen
PU No. penanggulangan kebakaran
11/KPTS/2000 2. Terdapat fungsi, pola organisasi,
sumber daya manusia, prasarana
dan sarana serta prosedur yang
dilaksanakan dalam manajemen
penanggulangan kebakaran
Organisasi Penanggulangan
Kebakaran
1. Terdapat organisasi
penanggulangan kebakaran
dalam bangunan gedung
2. Terdapat tim penanggulangan
bahaya kebakaran
3. Tim penanggulangan kebakaran
dibentuk oleh pemilik/pengelola
bangunan gedung
4. TPK menggunakan tanda
pengenal khusus dalam bertugas
5. Setiap 10 karyawan gedung
diwajibkan menunjuk 1 orang
untuk menjadi anggota TPK
6. Petugas penanggung jawab
terlatih dan mempunyai peran
masing-masing

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 125

Prosedur Tanggap Darurat


1. Terdapat prosedur tanggap
darurat kebakaran
2. Prosedur harus dikoordinasikan
dengan instansi pemadam
kebakaran, minimal dengan Pos
kebakaran setempat
3. POS dapat diganti dan atau
disempurnakan sesuai dengan
kondisi saat ini dan antisipasi
kondisi yang akan datang
4. Memiliki kelengkapan prosedur
mengenai pemberitahuan awal,
pemadam kebakaran manual,
pelaksanaan evakuasi,
pemeriksaan dan pemeliharaan
peralatan proteksi kebakaran,
Pelatihan Kebakaran dan
Evakuasi
1. Terdapat program latihan
penanggulangan kebakaran
secara periodik minimal 1 tahun
sekali
2. Terdapat program pelatihan
evakuasi kebakaran secara
berkala

H. Program Pemeriksaan dan Pemeliharaan


Standard Variabel Kondisi Keterangan
Lapangan (sesuai/tidak)
NFPA 10, 1. Pemeriksaan sistem detektor dan
13, 20, dan alarm dilaksanakan oleh petugas
72 khusus
2. Pemeriksaan sistem detektor dan
alarm dilaksanakan secara rutin
dan berkala minimal 1 tahun
sekali
3. Inspeksi visual terhadap
komponen alarm kebakaran
(saklar, power supply)
dilaksanakan rutin seminggu 1x

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 126

4. Pemeriksaan baterai ( control


unit trouble, emergency voice,
alarm communication
equipment, remote
announciator) dilaksanakan
rutin minimal 6 bulan sekali
5. Dilakukan pemeriksaan
komponen hidran minimal tiap 1
tahun sekali
6. Dilakukan uji operasional
terhadap hidran gedung dan
halaman minimal setiap satu
tahun sekali
7. Dilakukan pemeriksaan APAR
setiap dua kali dalam setahun ( 6
bulan sekali)
8. Dilakukan pemeriksaan
/inspeksi visual terhadap fisik
APAR meliputi tabung, segel
pengaman, selang isi, dan
tekanan setiap sebulan sekali
9. Dilakukan penandaan APAR
apabila telah selesai di periksa
(pada label APAR)
10. Hasil pemeriksaan system harus
dimuat dalam berita acara dan
dicatat dalam buku catatan
11. Terdapat manual dan prosedur
pemeliharaan untuk setiap alat
dan formulir untuk diinspeksi

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAMPIRAN 8

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAMPIRAN 9

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAMPIRAN 9

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAMPIRAN 9

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAMPIRAN 9

SKRIPSI RISK ASSESMENT KEBAKARAN ... DEWANGGA AJI SAPUTRA

Anda mungkin juga menyukai