A. Pendahuluan.
Dalam perusahaan industri terdapat tiga fungsi pokok yaitu fungsi produksi; pemasaran dan
administrasi umum.
Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan menjadi biaya produksi;
biaya pemasaran dan biaya administrasi umum. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang
terjadi dalam hubungan dengan proses pengolahan bahan baku sampai pada produk jadi.
Biaya produksi dikelompokkan menjadi biaya bahan baku; biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik.
Komponen yang mencakup biaya produksi adalah :
1. Biaya bahan baku, bahan baku adalah bahan yang membentuk suatu kesatuan yang tak
terpisahkan dari produk jadi dan merupakan biaya utama dalam proses pembuatan
produk. Harga pokok bahan baku yang dikorbankan dan diolah dalam proses produksi
disebut biaya bahan baku.
2. Biaya tenaga kerja adalah jasa sumber daya manusia yang dinilai dengan satuan uang,
yang dikorbankan dalam usaha memperoleh pendapatan bagi karyawan.
3. Biaya Overhead Pabrik (BOP) adalah biaya produksi selain bahan baku dan biaya tenaga
kerja, seperti : biaya listrik dan telepon, biaya perawatan mesin, biaya penyusutan mesin,
biaya pelatihan dan sebagainya.
B. Biaya Bahan Baku
1. Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli
Dalam menentukan harga pokok bahan baku yang dibeli dengan mendasarkan :
a. Harga faktur
b. Biaya angkut pembelian
c. Biaya-biaya lain yang berhubungan untuk mendapatkan bahan baku tersebut
Sementara potongan pembelian, jumlah ptongan pembelian diberlakukan sebagai
pengurang harga pokok bahan baku yang dibeli.
Dept. Accounting
-1–
Mengenai biaya angkut pembelian, dalam hal bahan baku yang dibeli hanya satu jenis tidak
ada kesulitan dalam membebankan biaya angkut pembelian bahan baklu yang dibeli. Tetapi
bila perusahaan membeli lebih dari satu jenis bahan baku maka perhitungan harga pokok
bahan baku yang dibeli dengan mendasarkan :
1. Berdasarkan perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku, cara ini hanya dapat
dilakukan apabila satuan bahan baku yang dibeli sama atau disamakan.
Contoh :
Perusahaan Medro membeli dua jenis bahan baku sebagai berikut :
Bahan A 30.000 kg @ Rp.800,- Rp.24.000.000,-
Bahan B 20.000 kg @ Rp.700,- Rp.14.000.000,-
Jumlah 50.000 kg Rp.38.000.000,-
Biaya angkut pembelian untuk ke dua jenis bahan baku tersebut Rp.2.500.000
Jumlah ini dialokasikan pada bahan baku A dan B dengan perhitungan
: Bahan A = 30.000 x Rp.2.500.000,- = Rp.1.500.000
50.000
Bahan B = 20.000 x Rp.2.500.000,- = Rp.1000.000
50.000
2. Berdasarkan perbandingan harga faktur
Bahan A = 24.000.000 x Rp.2.500.000,- = Rp.1.578.947,36
38.000.000
Bahan B = 14.000.000 x Rp.2.500.000,- = Rp. 921.052,64
38.000.000
Contoh :
Pemakaian pada tanggal 15 Maret 10.000 Kg adalah :
8000 Kg @ Rp. 1.000,- = Rp. 8.000.000,-
2000 Kg @ Rp. 1.200,- = Rp. 2.400.000,-
Rp. 10.400.000,-
Pemakaian pada tanggal 28 Januari 6.000 Kg
adalah
6000 Kg @ Rp.1.500,- = Rp. 9.000.000,-
Biaya Bahan Baku Rp.19.400.000,-
3. Metode Rata-rata tertimbang
Pada metode rata-rata tertimbang, harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses
produksi adalah hasil kali kuantitas bahan baku yang dipakai dan harga pokok rata-
rata per unit. Dari contoh diatas harga pokok bahan baku yang
dipakai adalah :
Akun BDP pada bagan buku rekening menunjukkan saldo debit Rp.22.000.000 (12.000.000
+ 23.400.000 – 13.400.000) jumlah tersebut menunjukkan bahwa biaya BB yang terjadi
bulan Juli 2007 adalah sebesar = 22.400.000
Pencatatan Sistem Perfectual
Menurut pencatatan sistem perfectual, harga pokok bahan baku yang dibeli dan harga
pokok bahan baku yang diproses dalam produksi dicatat dalam akun BDP (D) dan akun
persediaan BB (K).
Dengan demikian, metode penilaian persediaan diterapkan untuk menghitung harga pokok bahan
baku yang diproses.
Berikut contoh pencatatan sistem perfectual dengan metode FIFO, LIFO dan rata-rata tertimbang
Data Persediaan BB PT Rebah Semangat selama bulan Juli 2007 adalah sebagai berikut :
1. Juli, persediaan 6.500 Kg @Rp.4.250,-
5. Juli, pembelian 8.500 Kg @ Rp.4.550,- pembayaran n/30
10. Juli, masuk dalam proses 10.000 Kg.
1. Pencatatan sistem perfectual LIFO.
Juli 5. Persediaan BB Rp.38.675.000 (D)
Hutang Dagang Rp.38.675.000 (K)
Harga pokok yang diproses 10 Juli 10.000 Kg dihitung dengan metode FIFO sbb:
6.500 Kg @ Rp.4.250,- = Rp.27.625.000,-
3.500 Kg @ Rp.4.550,- = Rp.15.925.000,-
Jumlah = Rp.43.550.000,-
2. Pencatatan sistem perfectual LIFO
Pencatatan transaksi pemeblian bahan baku dicatata sama dengan diatas. Sementara harga
pokok bahan baku yang diproses seanyak 10.000 Kg dihitung dengan metode LIFO
sebagai berikut :
8.500 Kg @ Rp.4.550 = Rp.38.675.000,-
1.500 Kg @ Rp.4.250,- = Rp. 6.375.000,-
Jumlah = Rp.43.050.000,-
Jumlah ini dicatata dalam akun BDP seperti pada contoh diatas.
3. Pencatatan sistem perfectual rata-rata tertimbang
Perbedaan dengan pencatatan diatas, terletak pada perhitungan harga pokok bahan baku yang
diproses dalam produksi. Harga pokok bahan yang yang diproses pada contoh diatas jika
dihitung dengan metode rata-rata tertimbang sebagai beikut :
Persediaan 6.500 Kg @ Rp.4.250.000,- = Rp.27.625.000,-
Pembelian 8.500 Kg @ Rp.4.550.000,- = Rp.38.675.000,-
Jumlah 15.000 Kg =Rp. 66.300.000,-
Harga pokok rata-rata tertimbang tiap Kg pada saat terjadi transaksipemakaian bahan baku dalam
produksi adalah Rp.66.300.000 = Rp.4.420,-
15.000
Hara pokok bahan baku yang masuk dalam proses produksi 10 Juli 2007 sebesar 10.000 X 4.420
= 44.200.000
Dalam penerapan sistem Perfectual, baik transaksi pembelian maupun pemakaian bahan baku
dicatat juga dalam kartu persediaan. Kartu ini disediakan untuk setiap jenis bahan baku dan
berfungsi sebagai buku pembantu untuk persediaan bahan baku.
contoh: Pencatatan bahan baku dalam kartu persediaan.
Kartu persediaan bahan baku C-1 PT Wijaya bulan Oktober 2006.
Oktober 1 Persediaan 18.000 Kg @ Rp.2.500,-
Oktober 5 Pembelian 12.000 Kg @ Rp.3.000,-
Oktober 8 Masuk dalam proses produksi 20.000 Kg
Oktober 15 Pembelian 10.000 Kg @ Rp.3.200,-
Oktober 20 Masuk dalam proses produksi 15.000 Kg
Dari mutasi persediaan BB C-1, dengan menggunakan metode FIFO sebagai berikut :
Pemeblian Pemakaian Saldo
Tanggal Unit H/unit Jumlah Unit H/unit Jumlah Unit H/unit Jumlah
1-Oct - - - - - - 18000 Rp 2,500 Rp 45,000,000
5-Oct 12000 Rp 3,000 Rp 36,000,000 12000 Rp 3,000 Rp 36,000,000
8-Oct 18000 Rp 2,500 Rp45,000,000 - Rp - Rp -
2000 Rp 3,000 Rp 6,000,000 10000 Rp 3,000 Rp 30,000,000
15-Oct 10000 Rp 3,200 Rp 32,000,000 10000 Rp 3,000 Rp 30,000,000
10000 Rp 3,200 Rp 32,000,000
20-Oct 10000 Rp 3,000 Rp30,000,000 - - -
5000 Rp 3,200 Rp16,000,000 5000 Rp 3,200 Rp 16,000,000
Pencatatan dan perhitungan waktu/ jam kerja diatas dikirim ke bagian pembuatan daftar
gaji sebagai dasar untuk penyusunan daftar gaji dan upah.
2. Perhitungan jumlah biaya tenaga kerja, dari perhitungan waktu kerja dapat dipakai dasar
untuk penyusunan daftar gaji, baik untuk tenaga kerja langsung maupun tidak langsung
ataupun tenaga kerja bagian pemasaran, administrasi dan umum.
Contoh :
Jam Potongan
No. Nama Terif/ jam Gaji Kotor Gaji Bersih
Kerja PPh. Ps.21 Pinjaman
1 Sukiman 50 Rp 4.500 Rp 225.000 Rp 2.813 Rp 17.000 Rp 205.188
2 Sukimun 45 Rp 5.000 Rp 225.000 Rp 2.813 Rp 20.000 Rp 202.188
3 Sukinah 49 Rp 3.800 Rp 186.200 Rp 2.328 Rp 12.000 Rp 171.873
Jumlah Rp 636.200 Rp 7.953 Rp 49.000 Rp 579.248
Pencatatan dan perhitungan waktu jam kerja tersebut dikirim ke bagian pembuatan daftar
gaji, baik untuk tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak langsung, maupun tenaga
kerja bagian pemasaran, administrasi dan umum.
Daftar upah secara umum dapat dicatat dalam jurnal sebagai berikut :
1. Pada saat upah dan gaji ditetapkan/ diperhitungkan
Gaji dan Upah Rp.xxxxx
Utang PPh. Karyawan Rp.xxxxx
Utang asuransi Rp.xxxxx
Piutang Karyawan Rp.xxxxx
Utang gaji dan upah Rp.xxxxx
2. Pada saat upah dan gaji dibayarkan.
Utang gaji dan upah Rp.xxxxx
Kas Rp.xxxxx
3. Pada saat PPh. karyawan dan asuransi tenaga kerja disetor ke kas Negara dan kantor
asuransi.
Utang gaji dan upah Rp.xxxxx
Utang astek Rp.xxxxx
Kas Rp.xxxxx
Contoh :
Taksiran BOP pada satu periode Rp. 7.500.000,- dan taksiran produk yang dihasilkan
pada periode yang bersangkutan 15.000 unit dan produk yang dihasilkan pada periode
yang bersangkutan 12.000 unit.
Tarif BOP = Rp.7.500.000 = Rp.500,-
15.000 unit
BOP yang dibebankan pada produk = 12.000 unit x Rp.500,- = Rp.6.000.000,-
b. Atas dasar Biaya bahan baku, adalah perbandingan antara taksiran BOP dalam satu
periode dengan taksiran Biaya bahan baku pada periode yang bersangkutan
Tarif BOP = Taksiran BOP x 100% = …..%
Taksiran Biaya Bahan Baku
Pembebanan Biaya Overhead Pabrik prosentase BOP yang dianggarkan dari biaya
bahan baku dikalikan dengan Biaya bahan baku yang terjadi pada periode yang
bersangkutan.
Contoh :
Taksiran BOP dalam satu periode Rp.250.000,- taksiran biaya bahan baku yang
dipakai pada periode yang bersangkutan Rp.2000.000,- menurut catatan biaya bahan
baku yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan Rp.1500.000,-
Tarif BOP = 250.000 x 100% = 12,5%
2.000.000
BOP yang dibebankan pada produk = 12,5% x 1500.000 = Rp.187.500,-
c. Atas dasar biaya tenaga kerja langsung adalah perbandingan antara taksiran BOP
dalam satu periode dengan taksiran biaya tenaga kerja langsung pada periode yang
bersangkutan yang dinyatakan dalam prosentase.
Pembebanan BOP prosentase anggaran biaya tenaga kerja langsung dikalikan dengan
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan.
Tarif BOP = Taksiran BOP x 100% = …..%
Taksiran Biaya TKL
Pembebanan Biaya Overhead Pabrik prosentase BOP yang dianggarkan dari biaya
tenaga kerja langsung dikalikan dengan Biaya tenaga kerja yang terjadi pada periode
yang bersangkutan
Contoh :
Taksiran BOP dalam satu periode Rp.1.000.000,- taksiran biaya tenaga kerja pada
periode yang bersangkutan Rp.1.250.000,- menurut catatan biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan pada peride yang bersangkutan Rp.400.000,-
Tariff BOP = 1.000.000 x 100% = 80%
1.250.000
BOP yang dibebankan pada produk = 80% x 400.000 = Rp.320.000,-
d. Atas dasar jam tenaga kerja langsung, bila tatif BOP didasarkan atas jam tenaga kerja
langsung, maka tariff tersebut dihtung dengan cara membagi taksiran BOP dengan
taksiran jam tenaga kerja langsung.
Tarif BOP = Taksiran BOP = tarif jam kerja
Taksiran jam kerja
Pembebanan Biaya Overhead Pabrik prosentase BOP yang dianggarkan dari jam
tenaga kerja dikalikan dengan jam tenaga kerja yang terjadi pada periode yang
bersangkutan
Contoh :
Taksiran BOP dalam satu periode Rp.1.000.000,- taksiran jam tenaga kerja pada
periode yang bersangkutan 2500 jam menurut catatan jam tenaga kerja yang terjadi
pada peride yang bersangkutan 2000 jam
Dari data diatas, pendistribusian BOP tidak langsung Departemen pada Departemen yang
menikmati adalah sebagai berikut :
Dep. yang Menikmati Dep.Produksi Dep.Pembantu
Jumlah
BOP A B X Y
BOP langsung 15.000.000 5.600.000 4.400.000 3.500.000 1.500.000
BOP tak langsung
Biaya listrik 420.000 210.000 90.000 45.000 75.000
Biya penyusutan gedung 580.000 290.000 174.000 87.000 29.000
Biaya gaji pegawai 300.000 100.000 80.000 60.000 60.000
Jumlah 16.300.000 6.200.000 4.744.000 3.692.000 1.664.000
Keterangan :
1. Pendistribusian biaya listrik Rp.420.000,- ke Departemen yang menikmati atas dasar
pemakaian KWH
Dep. Produksi A = 350.000 x Rp.420.000,- = Rp.210.000,-
700.000
Dep. Produksi B = 150.000 x Rp.420.000,- = Rp. 90.000,-
700.000
Dep. Pembantu X = 75.000 x Rp.420.000,- = Rp. 45.000,-
700.000
Dep. Pembantu Y = 125.000 x Rp.420.000,- = Rp. 75.000,-
700.000
2. Pendistribusian biaya penyusutan gedung pabrik Rp.580.000,- ke Departemen yang
menikmati atas dasar luas lantai.
Dep. Produksi A = 5.000 x Rp.580.000,- = Rp.290.000,-
10.000
Dep. Produksi B = 3.000 x Rp.580.000,- = Rp.174.000,-
10.000
Dep. Pembantu X = 1.500 x Rp.580.000,- = Rp. 87.000,-
10.000
Dep. Pembantu Y = 500 x Rp.580.000,- = Rp. 29.000,-
10.000
3. Pendistribusian Biaya Gaji pegawai Rp.300.000,- ke Departemen yang menikmati atas dasar
jumlah karyawan.
Dep. Produksi A = 25 x Rp.300.000,- = Rp.100.000,-
75
Dep. Produksi B = 20 x Rp.300.000,- = Rp. 80.000,-
75
Dep. Pembantu X = 15 x Rp.300.000,- = Rp. 60.000,-
75
Dep. Pembantu Y = 15 x Rp.300.000,- = Rp. 60.000,-
75
b. Alokasi Biaya Overhead Pabrik Departemen Pembantu ke Departemen
produksi
Setelah diadakan pendistribusian BOP tidak langsung Departemen ke
Departemen yang menikmati (baiki Departemen produksi maupun departemen
pembantu). Selanjutnya mengalokasikan BOP Departemen Pembantu ke
Departemen Produksi.
Ada dua metode yang dapat dipakai untuk mengalokasikan BOP Departemen Pembantu ke
Departemen Produksi antara lain :
A. Metode Alokasi Langsung.
Bila digunakan metode alokasi langsung, maka pembebanan BOP departemen
pembantu dialokasikan langsung ke Departemen produksi yang menikmati. Biasanya
metode ini diterapkan karena jasa departemen pembantu hanya dinikmati oleh
departemen produksi, sehingga tidak dialokasikan ke departemen pembantu lainnya.
Contoh :
Suatu perusahaan industri dalam kegiatan produksi dilakukan melalui dua departemen
produksi dan dua departemen pembantu
Data anggaran BOP sebelum alokasi adalah sebagai berikut :
Departemen Produksi A Rp.4.350.000,-
Departemen Produksi B Rp.2.500.000,-
Departemen Pembantu X Rp.1.000.000,-
Departemen Pembantu Y Rp.1.200.000,-
Dari data diatas alokasi BOP dari departemen pembantu ke departemen produksi bila
digunakan metode alokasi langsung dengan ketentuan berikut :
Departemen Pembantu Deptemen Produksi
A B
Departemen X 60% 40%
Departemen Y 30% 70%
Keterangan :
1. Alokasi BOP departemen pembantu X Rp.1.000.000,-ke departemen A.60% dan
Departemen B.40%
Dep. Produksi A = 60% x Rp.1000.000,- = Rp.600.000,-
Dep. Produksi B = 40% x Rp.1000.000,- = Rp.400.000,-
2. Alokasi BOP Dep.Pembantu X Rp.1.200.000,- ke Dep. A.30% dan
Dep.B.70% Departemen A = 30% X Rp.1.200.000,- Rp.360.000,-
Departemen B = 70% X Rp.1.200.000,- Rp.840.000,-
B. Metode Alokasi Bertahap.
Bila digunakan metode alokasi bertahap, maka perbedaan BOP Departemen Pembantuke
departemen Produksi dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan karena jasa
departemen pembantu disamping dinikmati deparemen produksi juga dinikmati oleh
deparemen pembantu lainnya, sedangkan pelaksanaannya alokasi bertahap bisa dilakukan
dengan dua cara seperti yang dinikmati oleh departemen pembantu, alokasi tersebut
adalahsebagai beikut :
1. Aloksi bertahap tidak timbale balik
2. Alokasi bertahap timbal balik
Dalam alokasi bertahap timbal balik pelaksanaannya adalah departemen produksi A serta
departemen produksi B , dan BOP departemen pembantu Y, setelah menrima alokasi dari
departemen X akan dialokasikan ke departemen produksi A dan B. dalam hal bisa
digambarkan sebagai berikut :
Perhitungan :
1. Alokasi BOP Departemen pembantu X Rp.1.000.000,- ke dept.pembantu Y.10%;
Dept.Prodoksi A.50%; Dept. PProduksi B. 40%
Departemen Pembantu Y = 10% X Rp.1.000.000,- Rp.100.000,-
Departemen Produksi A = 50% X Rp.1.000.000,- Rp.500.000,-
Departemen Produksi B = 40% X Rp.1.000.000,- Rp.400.000,-
2. Alokasi BOP Dep.Pembantu Y setelah menerinma alokasi dari Dep.Pembantu X
(Rp.1.200.000,- + Rp.100.000,-) ke Dep.Prod. A.60% dan B.40% adalah ke Dep prod A=
60% X Rp.1.300.000,- = Rp.780.000,- , ke Dep. Prod. B = 40% X Rp.1.300.000,- =
Rp.520.000,-
C. Perhitungan Tarif BOP per Departemen.
Setelah mengadakan alokasi BOP Departemen pemantu ke departemen produksi maka
akan didapat anggaran BOP departemen produksi setelah alokasi. Sedangkan untuk
menghitung tariff BOP departemen Produksi dapat dilakuakan dengan menggunakan
Rumus tariff sebagai berikut :
Tarif BOP Departemen Produksi setelah
menerima alokasi dari Departemen Pemantu
Dasar Pembebanan BOP
Contoh :
Pada contoh alokasi langsung diatas bila BOP dibebankan atas dasar jam tenaga kerja
langsung dimana jam tenaga kerja langsung Departemen A adalah 10.000 jam dan B adalah
5000 jam maka besarnya tariff BOP per departemen adalah :
Departemen Produksi A = Rp.5.310.000,- = Rp.531,- per jkl
10.000
Departemen Produksi B = Rp.3.740.0000 = Rp.748,- per jkl
5.000
oooOooo