Anda di halaman 1dari 4

SEKTOR AKUNTANSI PUBLIK

KASUS KORUPSI NURDIN ABDULAH DAN KAITANNYA DENGAN


PENGENDALIAN MANAJEMEN TERUTAMA PADA PENGADAAN BARANG DAN
JASA

KELOMPOK 1 :

1. NI PUTU DORA MAHAYANI (02)


2. PUTU MIKA CAHYANTI (11)
3. NI LUH WAYAN CEMPAKA SUANDEWI PUTRI (30)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2019
Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus TPK (tindak pidana korupsi)
perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun Anggaran 2020-2021. Selain Nurdin, ada dua pihak lain yang ditetapkan menjadi
tersangka. Nurdin ditetapkan sebagai penerima suap bersama Sekdis PUTR Sulsel, Edy Rahmat.
Sedangkan Agung Sucipto menjadi tersangka sebagai penyuap. Para saksi akan diperiksa KPK di
Polda Sulsel. Adapun tujuh saksi yang merupakan PNS Pemprov Sulsel itu di antaranya Herman
Parudini, Ansar, Hizar, Suhasril, A Yusril Mallombasang, Asirah Massinai, dan Astrid
Amirullah.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Nurdin Abdullah diduga menerima suap terkait sejumlah
proyek infrastruktur di Sulsel dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung
Sucipto. Agung disebut berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di
Sulsel, di mana sebelumnya yang bersangkutan telah mengerjakan beberapa proyek di Sulsel
beberapa tahun sebelumnya.
Firli mengatakan Agung diketahui berkomunikasi aktif dengan Edy Rahmat, yang disebut pula
sebagai orang kepercayaan Nurdin Abdullah. Komunikasi itu dijalin agar Agung kembali
mendapatkan proyek di Sulsel untuk tahun ini.
Hingga akhirnya Nurdin Abdullah disebut sepakat memberikan pengerjaan sejumlah proyek,
termasuk di Wisata Bira, untuk Agung. Firli mengatakan suap dari Agung untuk Nurdin
diserahkan melalui Edy Rahmat.
"AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sebesar Rp 2 miliar
kepada NA (Nurdin Abdullah) melalui ER (Edy Rahmat)," sebut Firli dalam konferensi pers
Minggu, (28/2) dini hari.
Nurdin Abdullah diduga menerima uang sejumlah Rp 5,4 miliar dari beberapa kontraktor proyek
di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel.
Pertama, dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto (AS) terkait proyek
infrastruktur di Sulsel tahun 2021. Salah satu proyek yang dikerjakan AS di tahun 2021 adalah
Wisata Bira. "AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sebesar
Rp 2 Miliar kepada NA melalui saudara ER," ungkap Firli. Kemudian, menurut Firli, Nurdin
juga diduga menerima uang dari kontraktor lain sebesar Rp 200 juta pada akhir tahun 2020. Firli
mengungkapkan, Nurdin selanjutnya diduga menerima uang pada Februari 2021 dari kontraktor
lainnya. "Pertengahan Februari 2021, NA melalui SB (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar.
Selanjutnya, pada awal Februari 2021, NA melalui SB menerima uang Rp 2,2 miliar.
Kaitan kasus korupsi Nurdin Abdulah dengan pengendalian manajemen terutama barang dan jasa
sangat penting hal ini dikarenakan pengendalian manajemen barang dan jasa dalam sebuah
perusahaan maupun pemerintahan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam
mewujudkan pembangunan. Dilihat dari berbagai perspektif, kemajuan Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari aktivitas tersebut. Di bidang perekonomian, pembangunan sarana dan prasarana
penunjang pertumbuhan perekonomian terwujud melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa
pemerintah, diantaranya penyediaan fasilitas jalan, jembatan infrastruktur, telekomunikasi, dan
lain-lain. Di samping itu, jumlah dana yang disediakan oleh pemerintah tidaklah sedikit.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh
Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Organisasi Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh
Barang dan Jasa. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Milik Daerah merupakan salah satu
kegiatan pemerintah yang rawan terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam prosesnya, yakni
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi khususnya dalam pelaksanaan
pengelolaan barang milik daerah seperti pengadaan barang dan jasa belum berkurang secara
signifikan. Kelemahan peranan dari sistem pengendalian manajemen yang juga sebagai
pemantau akan mengakibatkan mudahnya terjadi kecurangan dalam mekanisme pengadaan
barang dan jasa di instansi pemerintah. Padahal peran Sistem Pengendalian Manajemen sangat
penting dalam pelaksanaan pengawasan pengadaan barang dan jasa dalam instansi pemerintahan
maupun perusahaan.
Untuk mencegah tejadinya penyimpangan pemerintah maupun perusahaan harus melakukan
pemantauan secara berkesinambungan. Mencakup evaluasi internal dan evaluasi terpisah untuk
menjamin proses kegiatan berjalan sesuai garis-garis yang telah ditetapkan. Siklus manajemen
basis risiko sebagaimana diuraikan di atas, seiring dengan menguatnya integritas, kesungguhan
komitmen, dan keteladanan kepemimpinan maka sistem pengendalian intern dalam birokrasi
pemerintahan diharapkan mampu berfungsi mencegah terjadinya risiko korupsi dan berbagai
penyimpangan birokrasi yang lain

Anda mungkin juga menyukai