Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

DRYING

Oleh:

KELOMPOK 18 (DELAPAN BELAS)


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
BAYU ARYA FEBRIAN 1809065010
FEBRI SINTA MARITO PANJAITAN 1809065018

LABORATORIUM REKAYASA KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses pengeringan banyak dijumpai pada industri kimia maupun industri makanan.
Alat-alat yang digunakan pada proses pengeringan dalam industri bermacam-macam
jenisnya tergantung dari kebutuhan. Dalam industri kimia proses pengeringan
merupakan salah satu proses yang sangat penting, proses pengeringan ini dilakukan
pada tahap akhir sebelum suatu produk masuk dalam pengemasan maupun dalam proses
pendahuluan agar proses selanjutnya dapat lebih mudah dilakukan dan dapat
mengurangi biaya pengemasan dan pengiriman produk tersebut. Didalam industri
makanan banyak digunakan sebagai pengawetan suatu produk makanan agar tidak
terdapat mikroorganisme yang mengakibatkan pembusukan pada makanan, maka untuk
mempertahankan nutrisi serta kualitas makanan itu harus dilakukan proses pengeringan.
Contoh industri yang mengaplikasikan proses ini, yaitu industri semen, farmasi, dan
susu.

Pada dasarnya proses pengeringan tidak merusak suatu zat atau senyawa yang
dikeringkan karena proses pengeringan terjadi penguapan air ke udara karena perbedaan
suhu oleh kandungan uap air antara udara dan bahan yang akan dikeringkan. Proses
tersebut mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut. Sebagai contoh
pengeringan pada kayu, kapas, kertas dan sebagainya. Alat pengering dibagi menjadi
dua sesuai dengan jenis bahan yang akan dikeringkan, yaitu pengering bahan padat dan
pasta terdapat alat pengering konvenyor, pengering rotary, pengering beku, pengering
flash dan pengering fluidized bed. pengeringan bahan padat pada produk pertanian ini
biasanya dilakukan pada tahap awal pasca panen. Hal itu dilakukan untuk
mempermudah proses pengawetan serta penyimpanan produk pertanian. selanjutnya
untuk alat pengering bahan cair seperti spray dryer dan drum dryer. Dengan banyaknya
jenis alat pengering maka diperlukan pengetahuan yang cukup untuk mengoperasikan
serta untuk menentukan alat pengering dan prosedurnya sesuai dengan bahan yang akan
dikeringkan.
1.2 Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui hubungan antara laju pengeringan dengan waktu pengeringan.
b. Untuk mengetahui nilai konstanta pengeringan (nilai k) dengan menggunakan
pemodelan Newton, dan Henderson & Pabis.
c. Untuk mengetahui nilai konstanta pengeringan (nilai k) dengan menggunakan
pemodelan Page.
BAB II
LANDASAN TEORI

Pengeringan pada zat padat berarti pemisahan antara zat cair dari bahan padat, yang
berarti mengurangi kandungan sisa-sisa zat cair didalam zat padat tersebut sampai pada
nilai terendah yang dapat diterima. Biasanya pengeringan ini dilakukan pada akhir
operasi dan produk yang telah dilakukan pengeringan biasanya siap untuk dikemas
(McCabe,1993).

Secara umum terdapat perbedaan antara pengeringan (drying) dan penguapan


(evaporation) adalah pada jumlah air yang akan diuapkan dari suatu material. Pada
proses drying hanya mengurangi sejumlah kecil kadar air dari material tersebut
sedangkan evaporation biasanya mengurangi kadar air dari material dalam jumlah yang
besar. Pada beberapa proses kadar air dalam padatan dapat dikurangi dengan cara
mekanik yaitu melalui proses pemerasan, sentrifuging dan berbagai cara lainnya
(Geankoplis,1993).

Pada proses pengeringan zat padat yang dikeringkan biasanya terdapat dalam berbagai
bentuk antara lain serpih (flat), bijian (granule), Kristal (crystal), serbuk (powder),
lempeng (slap), atau dalam bentuk lainnya. Permukaan zat cair yang diuapkan terdapat
perbedaan dengan zat padat sebagaimana pada Kristal, bisa juga seluruhnya terdapat
didalam zat padat misalnya pada pemisahan zat pelarut dari selembar polimer. Pada
proses pengeringan umpat dapat berupa zat cair dimana zat padat dapat melayang
sebagai partikel atau mungkin berupa larutan. Hasil atau produk dari proses pengering
ada yang tahan dengan penanganan kasar dan lingkungan yang panas namun ada juga
yang tidak perlu penanganan khusus. Oleh karena itu banyak terdapat alat pengering
namun terdapat perbedaan satu sama lain terutama pada hal cara perpindahan kalor atau
cara transfer kalor dari sumber kalor ke material atau zat padat (McCabe,2002).

Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai dengan
kadar air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju pengeringan konstan
permukaan berisi air bebas. Maka penguapan yang berlangsung, dan penyusutan
mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan ditarik kembali ke permukaan zat padat
(Mujumdar, 2006).

Dari pengoperasiannya drying dibagi menjadi dua proses yaitu kontinyu (sinambung)
dan batch. Dalam operasi kontinyu, bahan yang akan dikeringkan dan udara mengalir
secara kontinyu melewati suatu peralatan. Dilakukan itu untuk mengurangi suhu
pengeringan. Pengeringan dapat beroperasi dalam vakum. Pengeringan juga dapat
menangani segala jenis bahan namun ada juga yang terbatas dalam hal umpan yang
ditanganinya. Operasi pengeringan secara batch merupakan operasi semibatch, dimana
sejumlah bahan yang akan dikeringkan ditebar dalam suatu aliran udara yang kontinyu
sehingga kandungan air akan mengalami penguapan. Terdapat dua jenis pengering
(dryer) yaitu pengering adiabatik (Adiabatic dryer) dan pengering non adiabatik (Non
adiabatic dryer). Dimana Adiabatic dryer merupakan zat yang dikeringkan bersentuhan
langsung dengan gas panas (biasanya udara) bisa juga disebut pengeringan langsung
(direct dryer) dan Non adiabatic dryer merupakan kalor yang berpindah dari zat ke
medium luar, misalnya uap yang terkondensasi. Biasanya melalui permukaan logam
yang bersentuhan bisa juga disebut dengan pengeringan secara tak langsung
(McCabe,1993).

Menurut Treybal (1981) Drying rate (N, kg/m2.s ) menunjukkan laju penguapan air
untuk tiap satuan luas dari permukaan yang kontak antara material dengan fluida panas.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju pengeringan adalah :

R=- ……………………………………(2.1)

Dimana :
R = laju pengeringan (kg H2O yang diuapkan / jam m2)
Ws = berat bahan kering (kg)
A = luas permukaan bahan (m2)
Xt = moisture content basis kering (kg H2O/kg bahan kering)
T = waktu (jam)
Menurut Mc Cabe (1993) ada lima prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan alat pengering antara lain :
1. Pola suhu di dalam pengering
2. Perpindahan kalor di dalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa di dalam pengering

Pengeringan adalah operasi pengurangan kadar air pada bahan padat sampai batas
tertentu sehingga bahan tersebut dapat terhindar dari mikroorganisme, enzim dan
insekta yang dapat merusak. Secara luas pengeringan merupakan proses yang terjadi
secara simultan antara perpindahan panas dari udara ke bahan yang akan dikeringkan
dan terjadi penguapan uap air dari bahan yang akan dikeringkan. Proses ini terjadi
karena adanya perbedaan kelembaban antara udara kering dengan bahan yang akan
dikeringkan (Mujumdar,2006).

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut
air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan
udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tertampung dan
disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka
udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air
terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan (King, 1971).

Menurut Perry dan Green (1984) semakin besar perbedaan antara suhu dan medium
panas dengan bahan pangan dapat mengakibatkan cepatnya perpindahan panas ke dalam
bahan dan semakin cepat pula penguapan uap air dari bahan. Air yang keluar akan
menjenuhkan udara sehingga kemampuan untuk menghilangkan air akan berkurang.
Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka akan mempercepat proses
pengeringan. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang akan dikeringkan dapat
mengakibatkan (Case Hardening) yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah
kering namun bagian dalam masih basah.
Menurut King (1971) jika luas permukaan bahan semakin besar maka bahan akan
menjadi cepat kering. Air akan menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang
ada di bagian tengah akan mengalir ke bagian permukaan dan kemudian menguap.
Untuk mempercepat pengeringan biasanya bahan pangan yang akan dikeringkan
dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu. Hal ini dilakukan karena:
1. Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan bahan dan
permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan sehingga air
mudah keluar.
2. Potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas
terus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan mengurangi
jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke permukaan bahan dan
kemudian keluar dari bahan tersebut.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat–alat
a. Cawan petri
b. Desikator
c. Neraca Analitik
d. Oven
e. Penggaris
f. Pisau

3.1.2 Bahan-bahan
a. Roti
b. Wortel

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Dihitung initial moisture content
a. Dipotong sample dengan ukuran 4 cm x 2 cm x 2 cm pada sampel A-1, A-2, B-1
dan B-2.
b. Ditimbang massa cawan porselen kosong dengan menggunakan neraca analitik.
c. Ditimbang massa cawan porselen dengan sampel yang akan dianalisa sebelum
proses pengeringan.
d. Dimasukkan cawan beserta sampel ke dalam oven dengan suhu 105 °C selama 1
jam.
e. Dikeluarkan sampel dari oven.
f. Dimasukkan sampel ke dalam desikator selama 5 menit.
g. Ditimbang massa sampel dari desikator.
h. Diulangi langkah d-e hingga didapatkan massa sampel konstan.

3.2.2 Dihitung moisture content pada waktu t


a. Dipotong bahan dengan ukuran 4 cm x 2 cm x 2 cm pada sampel A-1, A-2, B-1
dan B-2.
b. Ditimbang massa cawan porselen dengan sampel yang akan dikeringkan.
c. Dimasukkan sampel ke dalam oven yang telah dinyalakan dengan suhu 105°C.
d. Dikeluarkan sampel dari oven.
e. Dimasukkan sampel ke dalam desikator selama 5 menit.
f. Ditimbang massa sampel dari desikator pada setiap interval waktu 15 menit
hingga didapatkan 10 data.
g. Dicatat massa sampel yang ditimbang setiap interval waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C.J. 1993. Transport Process and Unit Operation 3rd edition.Prentice-Hall
Inc. USA.

King, C. J. 1971. Freeze Drying of Foods. Chemical Rubber Co., Inc. Boca Raton,Fla.

Mc.Cabe, W.L.,Smith, J.C., and Harriot,P.1993. Unit Operation of Chemical


Engineering 5th edition. Mc Graw-Hill. USA.

Mc.Cabe, Warren L. 2002.Unit Operation of Chemical Engineering.Edition 4 th Mc.


Grow Hill International Book Co : Singapore.

Mujumdar, A.Handbook of Industrial Drying, 3rd ed . CRC Press. Singapura.

Perry, R. H., and Green, D. (1984).Perry’s Chemical Engineer’ s Handbook, 6 th ed .


McGraw-Hill Book Company. New York.

Treybal,R.E.1981. Mass Transfer Operations, Mc.Graw Hill BookCompany. USA.


LAMPIRAN

1. Data Hasil Pengamatan


Massa cawan kosong :
A1 = 104,1441 g
A2 = 93,2174 g
B1 = 98,2822 g
B2 = 104,1914 g

Data untuk moisture content awal :


Suhu = 105 oC
Waktu = 1 jam
Massa wortel A1 = 7,33 g
Massa wortel A2 = 7.36 g
Massa roti B1 = 9,79 g
Massa roti B2 = 9,67 g

Data untuk moisture content pada waktu t


Suhu = 40 oC
Waktu = 20 menit
Massa wortel A1 = 8,68 g
Massa wortel A2 = 8,34 g
Massa roti B1 = 9,41 g
Massa roti B2 = 9,19 g

Tabel 1 Hasil Pengamatan Moisture Content Awal Sampel A ( WORTEL ) dan B ( ROTI )

No Drying time Massa Akhir


(jam) A1 A2 B1 B2
1. 1 3,66 2,88 4,99 4,88
2. 2 2,08 1,31 3,14 3,17
3. 3 1,40 0,76 2,27 2,30
4. 4 1,11 0,66 1,80 1,81
5. 5 1,01 0,63 1,55 1,53
6. 6 0,96 0,62 1,41 1,34
7. 7 0,94 0,61 1,32 1,31
8. 8 0,93 0,61 1,29 1,30
9. 9 0,92 0,60 1,27 1,29
10. 10 0,90 0,59 1,25 1,29
11. 11 0,89 0,59 1,24 1,28
12. 12 0,89 0,59 1,24 1,28
13. 13 0,89 0,59 1,24 1,28

Tabel 2 Hasil Pengamatan Moisture Content Pada Waktu t Sampel A (WORTEL) dan B (ROTI)

No Drying time Massa Akhir


(menit) A1 A2 B1 B2
1. 20 8,23 7,89 8,93 8,72
2. 40 7,80 7,49 8,53 8,27
3. 60 7,39 7,11 8,10 7,86
4. 80 7,02 6,77 7,70 7,47
5. 100 6,69 6,44 7,31 7,07
6. 120 5,96 6,12 6,93 6,72
7. 140 5,96 5,81 6,55 6,40
8. 160 5,64 5,53 6,21 6,11
9. 180 5,37 5,27 5,90 5,84
10. 200 5,10 5,02 5,59 5,58

2. Perhitungan
2.1 Perhitungan Moisture content awal

( ) ( )
1
( )

1. Sampel A:
- 89
( 1) - 1 = 87,8581%

- 59
( 2) - 1 = 91,9837%
2. Sampel B:
- 1 24
( 1) - 1 = 87,3340%

- 1 28
( 2) - 1 = 86,7632%

3. Mo rata-rata :
Sampel A:
( ) ( -2)

91 9837

Sampel B:
( ) ( -2)

86 7632

2.2 Perhitungan untuk kecepatan pengeringan (rate of drying)

( )
( 2) ( )

Tabel 3 Data Rate of Drying Sampel A

No Waktu (menit) Luas Permukaan (cm2)


1 20 24
2 40 24
3 60 24
4 80 24
5 100 24
6 120 24
7 140 24
8 160 24
9 80 10
10 200 10
Tabel 4 Data Rate of Drying Sampel B

No Waktu (menit) Luas Permukaan (cm2)


1 20 24
2 40 24
3 60 24
4 80 24
5 100 24
6 120 24
7 140 24
8 160 24
9 180 24
10 200 24

Sampel 1 (A-1)
a. 20 menit = 8,23 gram

b. 40 menit = 7,80 gram

c. 60 menit = 7,39 gram

d. 80 menit = 7,02 gram

e. 100 menit = 6,69 gram

f. 120 menit = 5,96 gram

12

g. 140 menit = 5,96 gram

14

h. 160 menit = 5,64 gram

16

i. 180 menit = 5,37 gram


18

j. 200 menit = 5,10 gram

Sampel 1 (A-2)
a. 20 menit = 7,89 gram

b. 40 menit = 7,49 gram

c. 60 menit = 7,11 gram

d. 80 menit = 6,77 gram

e. 100 menit = 6,44 gram

f. 120 menit = 6,12 gram

12

g. 140 menit = 5,81 gram

14

h. 160 menit = 5,53 gram

16

i. 180 menit = 5,27 gram

18

j. 200 menit = 5,02 gram

Sampel 2 (B-1)
a. 20 menit = 8,93 gram
2

b. 40 menit = 8,53 gram

c. 60 menit = 8,10 gram

d. 80 menit = 7,70 gram

e. 100 menit = 7,31 gram

f. 120 menit = 6,93 gram

12

g. 140 menit = 6,55 gram

14

h. 160 menit = 6,21 gram

16

i. 180 menit = 5,90 gram

18

j. 200 menit = 5,59 gram

Sampel 2 (B-2)
a. 20 menit = 8,72 gram

b. 40 menit = 8,27 gram

c. 60 menit = 7,86 gram

d. 80 menit = 7,47 gram


8

e. 100 menit = 7,07 gram

f. 120 menit = 6,72 gram

12

g. 140 menit = 6,40 gram

14

h. 160 menit = 6,11 gram

16

i. 180 menit = 5,84 gram

18

j. 200 menit = 5,58 gram

2.3 Perhitungan untuk Moisture content equilibrium (MCE)

Me = 0,01 A exp (B) (C)

HR (Relative Humidity): 10%


T (suhu oven): 4 ℃

Dimana:
A = (727,44HR + 559,9HR2 + 475,64HR3)
= (727,44.10% + 559,9.10%2 + 475,64HR3)
= 78,8186
B = (-0,0143 – 0,071 HR + 0,132 HR2 – 0,157 HR3 + 0,0931 HR4)
= (-0,0143 – 0,071.10% + 0,132.10%2 – 0,157.10%3 + 0,0931.10%4)
= -0,0202
C = (T +81,46)
= (40 +81,46)
= 121,46
BxC = -0,0202 x 121,46
= -2,4568
Exp B x C = 0,0857
Me = 0,01 ((727,44(HR) + 559,9 (HR)2 + 475,64(HR)3) exp (-0,0143 –
0,071(HR) + 0,132(HR)2 – 0,157(HR)3 + 0,0931 (HR)4) (T + 81,64)
= 0,01 ((727,44(10%) + 559,9 (10%)2 + 475,64(10%)3) exp (-0,0143 –
0,071(10%) + 0,132(10%)2 – 0,157(10%)3 + 0,0931 (10%)4) (40 +
81,64)
= 0,0675

2.4 Perhitungan nilai moisture content wet basis

( ) ( )
( )

Moisture Content Wet Basis Sampel A


Sampel 1 (A-1)
a. 20 menit = 8,23 gram
- 8 23
= 0,0518

b. 40 menit = 7,80 gram


-78
= 0,1013

c. 60 menit = 7,39 gram


- 7 39
= 0,1486

d. 80 menit = 7,02 gram


-7 2
= 0,1912

e. 100 menit = 6,69 gram


- 6 69
= 0,2292

f. 120 menit = 5,96 gram


- 5 96
= 0,3133

g. 140 menit = 5,96 gram


- 5 96
= 0,3133

h. 160 menit = 5,64 gram


- 5 64
= 0,3502

i. 180 menit = 5,37 gram


- 5 37
= 0,3813

j. 200 menit = 5,10 gram


-51
= 0,4124

Sampel 1 (A-2)
a. 20 menit = 7,89 gram
- 7 89
= 0,0540

b. 40 menit = 7,49 gram


- 7 49
= 0,1019

c. 60 menit = 7,11 gram


- 7 11
= 0,1475

d. 80 menit = 6,77 gram


- 6 77
= 0,1882

e. 100 menit = 6,44 gram


- 6 44
= 0,2278

f. 120 menit = 6,12 gram


- 6 12
= 0,2662

g. 140 menit = 5,81 gram


- 5 81
= 0,3034

h. 160 menit = 5,53 gram


- 5 53
= 0,3369

i. 180 menit = 5,27 gram


- 5 27
= 0,3681

j. 200 menit = 5,02 gram


-5 2
= 0,3981

Moisture Content Wet Basis Sampel B


Sampel 2 (B-1)
a. 20 menit = 8,93 gram
- 8 93
= 0,0510

b. 40 menit = 8,53 gram


- 8 53
= 0,0935

c. 60 menit = 8,10 gram


-81
= 0,1392

d. 80 menit = 7,70 gram


-77
= 0,1817

e. 100 menit = 7,31 gram


- 7 31
= 0,2231

f. 120 menit = 6,93 gram


- 6 93
= 0,2635

g. 140 menit = 6,55 gram


- 6 55
= 0,3039

h. 160 menit = 6,21 gram


- 6 21
= 0,3400

i. 180 menit = 5,90 gram


-59
= 0,3730
j. 200 menit = 5,59 gram
- 5 59
= 0,4059

Sampel 2 (B-2)
a. 20 menit = 8,72 gram
- 8 72
= 0,0511

b. 40 menit = 8,27 gram


- 8 27
= 0,1001

c. 60 menit = 7,86 gram


- 7 86
= 0,1447

d. 80 menit = 7,47 gram


- 7 47
= 0,1871

e. 100 menit = 7,07 gram


-7 7
= 0,2306

f. 120 menit = 6,72 gram


- 6 72
= 0,2687

g. 140 menit = 6,40 gram


-64
= 0,3035

h. 160 menit = 6,11 gram


- 6 11
= 0,3351

i. 180 menit = 5,84 gram


- 5 84
= 0,3645

j. 200 menit = 5,58 gram


- 5 58
= 0,3928

2.4 Perhitungan nilai MR


( )

Nilai MR Sampel A
Sampel 1 (A-1)
a. 20 menit
676
= 0,0188

b. 40 menit
676
= 0,0406

c. 60 menit
676
= 0,0974

d. 80 menit
676
= 0,1487

e. 100 menit
676
= 0,1944

f. 120 menit
676
= 0,2955

g. 140 menit
676
= 0,2955

h. 160 menit
676
= 0,3398

i. 180 menit
676
= 0,3773

j. 200 menit
676
= 0,4147

Sampel 1 (A-2)
a. 20 menit
676
= 0,0163

b. 40 menit
676
= 0,0413

c. 60 menit
676
= 0,0961

d. 80 menit
676
= 0,1451

e. 100 menit
676
= 0,1927

f. 120 menit
676
= 0,2388

g. 140 menit
676
= 0,2835

h. 160 menit
676
= 0,3239

i. 180 menit
676
= 0,3614

j. 200 menit
675
= 0,3974

Nilai MR Sampel B
Sampel 2 (B-1)
a. 20 menit
676
= 0,0206

b. 40 menit
676
= 0,0323

c. 60 menit
676
= 0,0892

d. 80 menit
676
= 0,1421

e. 100 menit
676
= 0,1938

f. 120 menit
676
= 0,2441

g. 140 menit
676
= 0,2943

h. 160 menit
676
= 0,3393

i. 180 menit
676
= 0,3804

j. 200 menit
675
= 0,4214

Sampel 2 (B-2)
a. 20 menit
676
= 0,0204

b. 40 menit
676
= 0,0405

c. 60 menit
676
= 0,0961

d. 80 menit
676
= 0,1489

e. 100 menit
676
= 0,2031
f. 120 menit
676
= 0,2506

g. 140 menit
676
= 0,2939

h. 160 menit
676
= 0,3332

i. 180 menit
676
= 0,3698

j. 200 menit
676
= 0,4050

2.5 Perhitungan Nilai k dengan Pemodelan Newton dan Henderson Pabis


Tabel 5 Perhitungan Nilai k dengan Pemodelan Newton dan Henderson Pabis Sampel A

No. Ln MRA1 Ln MRA2


1 -3,9692 -4,1138
2 -3,2020 -3,1863
3 -2,3281 -2,3423
4 -1,9056 -1,9301
5 -1,6376 -1,6466
6 -1,2188 -1,4319
7 -1,2188 -1,2604
8 -1,0791 -1,1273
9 -0,9747 -1,0178
10 -0,8801 -0,9227

Tabel 6 Perhitungan Nilai k dengan Pemodelan Newton dan Henderson Pabis Sampel B

No. Ln MRB2 Ln MRB2


1 -3,8824 -3,8904
2 -3,4314 -3,2052
3 -2,4163 -2,3422
4 -1,9505 -1,9040
5 -1,6408 -1,5936
6 -1,4101 -1,3838
7 -1,2228 -1,2242
8 -1,0805 -1,0987
9 -0,9664 -0,9946
10 -0,8640 -0,9036

2.6 Perhitungan Nilai k dengan Pemodelan Page


Tabel 7 Perhitungan Nilai k dengan Pemodelan Page Sampel A
No. Ln t Ln(-Ln MR) A1 Ln(-Ln MR) A2
1 2,9957 1,3785 1,4143
2 3,6889 1,1637 1,1589
3 4,0943 0,8450 0,8511
4 4,3820 0,6448 0,6576
5 4,6051 0,4932 0,4987
6 4,7874 0,1979 0,3590
7 4,9416 0,1979 0,2314
8 5,0751 0,0761 0,1198
9 5,1929 -0,0256 0,0176
10 5,2983 -0,1276 -0,0804

Tabel 8 Perhitungan Nilai k dengan Pemodelan Page Sampel B


No. Ln t Ln(-Ln MR) B1 Ln(-Ln MR) B2
1 2,9957 1,3564 1,3585
2 3,6889 1,2329 1,1647
3 4,0943 0,8822 0,8511
4 4,3820 0,6681 0,6439
5 4,6051 0,4952 0,4660
6 4,7874 0,3437 0,3248
7 4,9416 0,2011 0,2023
8 5,0751 0,0775 0,0942
9 5,1929 -0,0341 0,0053
10 5,2983 -0,1461 -0,1013

Anda mungkin juga menyukai