Anda di halaman 1dari 22

RESSUME

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH :
NAMA : EDA P DAHOKLORY
NIM : P07120219012
TINGKAT : III.A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL
TAHUN AKADEMIK 2021
TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWAA

Model konseptual keperawatan jiwa


1.      Pengertian

Model adalah cara mengorganisasi pokok pengetahuan yang kompleks. Model


konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang
menerangkan tentang serangkaian ide global tentang keterlibatan individu, kelompok,
situasi, atau kejadian terhadap suatu ilmu dan perkembangannya (Brockopp, 1999).

Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan
kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual
keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat mendapatkan
informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa
yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan
(Brockopp, 1999 : 73).

Model konseptual keperawatan jiwa mengurai situasi yang terjadi dalam situasi
lingkungan atau stresor yang mengakibatkan seseorang individu berupa menciptakan
perubahan yang adaktif dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Model
konseptual keperawatan jiwa mencerminkan upaya menolong orang tersebut
mempertahankan keseimbangan melalui mekanisme koping yang positif unutk
mengatasi stresor ini (Videbeck, 2008 : 54).

2.      Peran Perawat Dalam Keperawatan Jiwa


Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada
tahun 1950 an. Weiss (1947) yang dikutip oleh Stuart Sundeen (1995) peran perawat
adalah sebagai Attitude Therapy, yakni :
a.       Mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada
klien.
b.      Mendemonstrasi penerimaan.
c.       Respek
d.      Memahami klien.
e.       Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi.
Sedangkan menurut Peplau dikutip dari Yosep ( 2009 : 16 ), peran perawat meliputi :
a.       Sebagai pendidik.
b.      Sebagai pemimpin di dalam situasi yang bersifat local, nasional dan internasional.
c.       Sebagai “surrogate .
d.      parent”.
e.       Sebagai konselor
Menurut American Nurses Association (ANA) divisi perawatan kesehatan jiwa,
mendefinisikan perawatan kesehatan jiwa sebagai area khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia dan diri sendiri secara
terapeutik untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa klien
dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada.
Dan sebagai tambahan dari perawat ( Yosep, 2009 : 16 ) adalah :
a.       Bekerjasama dengan lembaga kesehatan mental
b.      Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan
c.       Memberi pelayanan kepada klien diluar klinik
d.      Aktif melakukan penelitian
e.       Membantu pendidikan masyarakat

3.      Macam –macam  model konseptual keperawatan jiwa

Menurut Yosep (2009 : 12), konseptual model keperawatan, dapat dikelompokkan


menjadi beberapa model yaitu :

a.       Model psikoanalisa ( Freud, Erickson )

Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego
(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya ( ego ) untuk mematuhi tata
tertib, peraturan, norma, agama (super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya
penyimpangan perilaku (defiation of behavioral).
Proses terapeutik Psikoanalisa memakai : Free association, analisa mimpi dan
transfer untuk membentuk kembali perilaku. Free association : mencurahkan seluruh
pikiran dan perasaan tanpa ada sensor. Terapist akan mencari pola kata-kata dan area
yang secara tidak sadar dihindari. Kemudian dibandingkan dengan ilmu terapist tentang
pengetahuan tentang jiwa dan konflik. konflik yang dihindari klien dianggap hambatan
dan harus diselesaikan. Analisa mimpi : menjadi gambaran konflik intra psikis yang
menjadi hambatan klien dalam berperilaku. Simbol-simbol mimpi dianalisa dan
disimpulkan. Kedua proses ini dilengkapi dengan transfer yaitu terapist menjadi sasaran
perilaku atau perasaan klien.

b.      Model interpersonal

Teori ini dikemukakan oleh Harri Stack Sullivan. Dia menganggap perilaku itu
merupakan bentukan karena adanya interaksi dengan orang lain atau lingkungan
sosial. Kecemasan disebabkan perilakunya tidak sesuai atau tidak diterima orang lain
sehingga akan ditolak oleh lingkungan. Perilaku timbul karena adanya dorongan untuk
kepuasan dan dorongan untuk keamanan. Perilaku karena adanya dorongan untuk
memuaskan diri disebabkan karena adanya kelaparan, tidur, kenyamanan dan
kesepian. Keamanan berhubungan dengan penyesuaian diri terhadap nila-nilai
budaya seperti nilai-nilai masyarakat dan suku. Sulivan beranggapan bila kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan akan kepuasan dan keamanan terganggu maka dia akan
mengalami sakit mental. 

c.       Model sosial

Konsep ini dikemukan oleh Gerard Caplan, yang menyatakan bahwa perilaku
dipengaruhi lingkungan sosial dan budaya. Caplan percaya bahwa situasi sosial dan
menjadi faktor predisposisi klien mengalami gangguan mental, seperti kejadian
kemiskinan, masalah keluarga dan pendidikan yang rendah. Karena kondisi ini akhirnya
individu mengalami ketidakmampuan mengkoping stes, ditambah lagi dukungan dari
lingkungan sangat sedikit. Individu mengembangkan koping yang patologis. Krisis juga
bisa menyebabkan klien mengalami perubahan perilaku. Koping yang selama ini
dipakai dan dukungan dari lingkungan tidak dapat dipakai lagi sehingga klien
mengalami penyimpangan perilaku.

d.      Model eksistensi

Konsep ini didasarkan teori dari Sartre, Heidegger dan Keirkegaard. Fokus teori
berdasarkan pengalaman kllien disini dan saat ini, tidak memperhitungkan masa lalu
klien. Seseorang akan merasa hidupnya bermakna bila dia menerima dirinya apa
adanya dan memakai itu untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

e.       Model komunikasi

Konsep ini dikemukan oleh Eric Berne. Dia mengatakan bahwa setiap perilaku, baik
verbal maupun nonverbal adalah bentuk komunikasi. Ketidakmampuan komunikasi
mengakibatkan kecemasan dan frustasi.

f.       Model behavioral

Konsep ini berdasarkan teori belajar. dan mengatakan bahawa semua perilaku itu
dipelajari. Perilaku seseorang karena dia belajar itu dari lingkungannya. Fokus konsep
ini terletak pada tindakan, bukan pada pikiran atau perasaan individu. Perubahan
perilaku membuat perubahan pada kognitif dan afektif.
g.      Model medikal

Konsep ini dikemukan oleh Siglar and Osmond. Fokusnya pada diagnosis penyakit
mental dan proses pengobatan berdasarkan diagnosis. Proses pengobatan ke arah
somatik : farmakoterapi, ECT atau psikosurgery. Fungsi model medikal adalah
mengobati yang sakit dan proses pengobatan pada fisik, tidak menyalahkan perilaku
kliennya.

h.      Model keperawatan

Konsep ini dikemukan oleh Dorethea, Orem, Joan Richi, Roy dan Martha Rogers.
Konsep ini berdasarkan teori sistem, teori perkembangan dan teori interaksi yang
bersifat holistik : bio-psiko-sosial spiritual. Perawat mengarah pada perubahan perilaku,
menyediakan waktu banyak, menciptakan hubungan yang terapeutik dan sebagai
pembela klien.

B.       Model konseptual psikoanalisa


1.      Definisi

Psikoanalisa adalah pandangan evolusionistis-naturalistis: pada hakikatnya manusia


itu adalah makhluk dorongan nafsu. Yang asli adalah Das Es, sedangkan yang lebih
tinggi (Das Ich dan Ueber Ich) hanyalah timbul dari das Es. Semua adalah alam dan
perkembangan timbul dari alam yang tinggi yang rohaniah tidak berdiri sendiri dan
diterangkan dari sudut lapisan bawah, dari alam. Tetapi setelah orang menerima bahwa
rohaniah itu berdiri sendiri dan bahwa ada norma-norma kebenaran, kebaikan,
kemurnian dan yang umum serta abadi, maka orang tidak dapat menerima ajaran
psikoanalisa ( Kohnstamn & Palland, 1984 : 66 ).
Menurut Kaplan & Sadock ( 2010 ), psikoanalisa merupakan model yang pertama
dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan
perilaku pada usia dewasa berhubungan dengan perkembangan pada masa anak.
Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai.
Gejala merupakan symbol dari konflik. Gangguan jiwa terjadi akibat :

a.       Perkembangan diri: Artinya gangguan jiwa dapat terjadi karena perkembangan


seseorang ketika masih kecil/kanak –kanak atau kasus yang terjadi adalah akibat masa
lalu.
b.      Resolusi konflik perkembangan yang inadequate : Artinya gangguan jiwa terjadi
karena seseorang tidak dapat menyelesaikan masalahnya di masa lalu dengan baik,
sehingga muncul ketidakpuasan
c.       Ego (akal) tidak dapat mengontrol id (kehendak nafsu atau insting)
Gejala – gejala yang muncul adalah hasil usaha untuk berkompromi dengan
kecemasan dan berhubungan dengan konflik yang tidak teratasi. Psikoanalisa sampai
saat ini dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner dibidang psikologi. Hipotesis
psikoanalisis menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh
motif – motif tak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat
peta ketidaksadaran manusia. Proses terapi psikoanalisa memakan waktu yang lama.
Konsep ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Menurut Maramis (2009 : 34 )
fokusnya pada perkembangan psikoseksual dari fase – fase Oral, Anal, Phalik, Laten,
Genitikal yang penuh konflik-konflik pada masa penyelesaian tugas setiap fase.
a.       Fase oral (usia 0;0 - 1;0)

Daerah pokok aktivitas dinamik: mulut àmakan sebagai sumber kenikmatan. Bentuk


rangsangan: rangsangan terhadap bibir, rongga mulut, kerongkongan, menggigit dan
mengunyah (sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan memuntahkan makanan (kalau
makanan tidak memuaskan).

1)      Oral incorporation

Kenikmatan diperoleh dari aktivitas menyuap/menelan Kepribadian oral


incorporation membuiat orang menjadi senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan
atau mengumpulkan harta benda, atau gampang ditipu (mudah menelan perkataan
orang lain).

2)      Oral aggression

Kenikmatan diperoleh dari aktivitas dan menggigit Kepribadian oral agression


ditandai oleh kesenangan berdebat dan sikap sarkastik.

b.      Fase anal (usia 1;0 - 2/3;0)

Daerah pokok aktivitas dinamik: dubur àpembuangan kotoran sebagai sumber


kenikmatan Bentuk rangsang: bebas dari tegangan anal. Semua bentuk kontrol diri (self
control) dan penguasaan diri (self masery) berasal dari fase anal. Dampak toilet training
terhadap kepribadian di masa depan, tergantung kepada sikap dan metoda orang tua
dalam melatih.

c.       Fase Phalik (usia 2/3;0 - 5/6;0)

Daerah pokok aktivitas dinamik: alat kelamin. Sumber kenikmatan:  Masturbasi dan
peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya.

d.      Fase latency (usia 5/6;0 - 12/13;0)

Perasaan takut kepada pembalasan orangtua menimbulkan represi terhadap dorongan


seksual pada anak, sehingga impuls seksual dan agresi pada fase awal (pregenital
impuls) mereda. Pada fase laten ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi dan
mulai merasa peduli dengan orang lain. Anak menjadi lebih mudah dididik dibandingkan
dengan masa sebeum dan sesudahnya (masa pubertas).

f.       Fase Genital (usia 12/13;0 - dewasa)


Fase ini dimulai  dengan perubahan fisiologik dari sistem reproduksi, yakni fase
pubertas. Impuls pregenital bangun kembali dan membawa aktivitas dinamis yang
harus diadaptasi, untuk mencapai perkembangan kepribadian yang stabil.  Pada fase
phalik, cathexis genital mempunyai sifat narcistik; Pada fase genital narcisme itu mulai
disalurkan ke objek di luar seperti berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan
karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga.

Freud juga mengemukakan struktur psiko / jiwa manusia berdasarkan: Id, Ego,
Superego dan topografi jiwa berdasarkan sadar, prasadar dan tak sadar ( Maramis,
2009 : 37 ).
a.       Id adalah tempat dorongan naluri (insting) dan berada di bawah pengawasan  proses
primer. Karena itu id bekerja sesuai prinsip kenikmatan,tanpa memperdulikan
kenyataan. Seorang bayi pada waktu lahir telah mempunyai id. Ia tidak mempunyai
kemampuan untuk menghambat,mengawasi,atau memodifikasi dorongan nalurinya.
Karena itu,ia sangat tergantung pada ego orang lain di lingkungannya.
b.      Ego lebih teratur organisasinya dan tugasnya adalah untuk menghindari
ketidaksenangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan
nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Pertentangan utama terletak antar id
dan ego. Ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme
pembelaan,misalnya : supresi,salah pindah
(displacement),rasionalisme,penyangkalan,regresi,identifikasi,dan sebagainya.
c.       Superego mulai nyata waktu komplek Oedipus diselesaikan dengan ini identifikasi
dengan orang tua dari sex yang sama dipercepat. Usaha untuk menolaknya memberi
kepada super ego sipat menolak atau sipat menghalangi. Superego yang mulai
terbentuk pada umur lima sampai enam tahun,membantu ego dalam pengawasan dan
pengaturan pelepasan impuls dari id. Kepribadian dalam psikoalanisis adalah pola
adaptasi terhadap dorongan instingtual dan dorongan dari lingkungan yang sudah
menjadi cirri khas atau kebiasaan individu dan yang langsung dapat diamat
(membedakan dari ego),seperti ,perilaku dan cara pembelaan,beraksi,berpikir dan
merasa.
Penyimpangan perilaku masa dewasa ditentukan perkembangan masa kanak-kanak.
Bila tugas masa perkembangan tidak tercapai, maka timbul konflik, kecemasan, secara
psikologis orang itu terfiksasi pada tingkat perkembangannya untuk mengatasi cemas.
Orang itu menjadi regresi dalam pemakaian koping, pemecahan masalah dan perilaku.
Misalnya : anak perempuan yang merasa kalah pada ibunya dalam mencari perhatian
ayahnya, maka ketika besar dan berhubungan dengan pria, dia berprilaku seperti anak
kecil dalam memcari perhatian pria. Setiap orang membawa konflik masa kecilnya dan
mempengaruhi perilaku di masa dewasa. Misal : sering cuci tangan, karena pada waktu
masa kecil sering dibilang jorok. Semua kenangan itu tertanam ke alam tak sadar
sehingga pada masa dewasa keluar ke alam tak sadar dalam bentuk penyimpangan
perilaku. Psikosis muncul karena ego harus beradaptasi terus dengan keinginan id.
2.      Prinsip-prinsip model psikoanalisa
Menurut Stuart (1995), prinsip-prinsip psikoanalisa dikelompokkan menjadi :
a.       Prinsip konstansi
artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk mempertahankan kuantitas
konflik psikis pada taraf yang serendah mungkin, atau setidak-tidaknya taraf yang stabil.
Dengan perkataan lain bahwa kondisi psikis manusia cenderung dalam keadaan konflik
yang permanen (tetap).
b.      Prinsip kesenangan
artinya kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan ketidaksenangan dan
sebanyak mungkin memperoleh kesenangan (pleasure principle).
c.       Prinsip realitas
yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.

3.      Proses terapi model psikoanalisa


Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan
analisa mimpi, transferen,interpretasi serta analisa resistensi untuk memperbaiki
traumatik masa lalu ( Yosep, 2009 : 13 ).
a.       Asosiasi bebas

Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan
dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannnya tanpa penyuntingan atau
penyensoran (Akinson, 1991). Pada teknik ini penderita disupport untuk bias berada
dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika
penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks maka pasien harus
mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal.

b.      Analisa mimpi

Terapi dilakukan dengan mengkaji mimpi – mimpi pasien, karena mimpi timbul akibat
respon/memori bawah sadarnya. Mimpi umumnya timbul akibat permasalahan yang
selama ini disimpan dalam alam bawah sadar yang selama ini ditutupi oleh pasien.
Dengan mengkaji mimpi dan alam bawah sadar klien maka konflik dapat ditemukan dan
diselesaikan.

c.       Transferen

Untuk memperbaiki traumatik masa lalu Peran pasien dan perawat Klien


mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya Perawat melakukan assessment atau
pengkajian tentang keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada
masa lalu (pernah disiksa orang tua, diperkosa pada masa kanak – kanak, ditelantarkan
dll) dengan pendekatan komunikasi traumatic setelah terjalin trust (saling percaya).

d.      Interpretasi

Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisi mimpi,
analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan
analisis, penjelasan, dan mengajarkan klien tentang makna perilaku dimanifestasikan
dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi
interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat
proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. mengungkap apa yang terkandung di
balik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan
transferensi klien.
e.       Analisa resistensi

Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang
mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Interpretasi
konselor terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan klien untuk menyadari alasan
timbulnya resistensi. teknik yang digunakan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-
alasan terjadinya penolakannya (resistensi).

4.      Peran perawat dan klien dalam model psikoanalisa

Stuart (1995) mengatakan peran perawat dan klien dalam model psikoanalisa
adalah sebagai berikut.

a.       Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai


keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu
misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secara kasar,
diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).

b.      Peran klien dalam model psikoanalisa

Peran yang dapat dilakukan oleh klien meliputi :


1)      Mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya agar bisa diartikan therapistnya.

2)      Mengkuti perjanjian jangka panjang atau kontrak yang telah disepakati.

3)      Mendorong transfer, menginterprestasi pikiran dan mimpi


TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa
selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan
area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive
dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam
bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping
yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari
sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau
maladaptive.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa
yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa.
Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model
perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress –
adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.

Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan
terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya
menjadi perilaku yang adaptif.

     2. Jenis Terapi Modalitas

Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:

 Terapi individual
 Terapi lingkungan (milleu therapy)
 Terapi biologis atau terapi somatic
 Terapi kognitif
 Terapi keluarga
 Terapi kelompok
 Terapi perilaku
 Terapi bermain
     Terapi Individual
         Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan
yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien.
Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi,
dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi
perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal
hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu
menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu
meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:


- Tahapan orientasi
- Tahapan kerja
- Tahapan terminasi

Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi dengan klien. Yang
pertama harus dilakukan dalam tahapan ini adalah membina hubungan saling percaya
dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting untuk mengawali hubungan
agar klien bersedia mengekspresikan segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja
sama untuk mengatasi masalah tersebut sepanjang berhubungan dengan perawat.
Setelah klien mempercayai perawat, tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat
mendiskusikan apa yang menjadi latar belakang munculnya masalah pada klien, apa
konflik yang terjadi, juga penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri
dengan kesepakatan antara perawat dan klien untuk menentukan tujuan yang hendak
dicapai dalam hubungan perawat-klien dan bagaimana kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat


sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan eksplorasi diri.
Klien mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu perawat tidak hanya
memperhatikan konteks cerita klien akan tetapi harus memperhatikan juga bagaimana
perasaan klien saat menceritakan masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu untuk dapat
mengembangkan pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya,
serta didorong untuk berani mengambil risiko berubah perilaku dari perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptif.

Setelah kedua fihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali
terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat dapat
melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi
adalah apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri, social dan
pekerjaan, serta yang lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.

  Terapi Lingkungan
         Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi
perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.
Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya
adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan
memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi. Dalam terapi
lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien
dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan
pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan
belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi
dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku
yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien akan
kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien
dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang
diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.

   Terapi Biologis
            Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di
mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep
yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa
semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model
medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma
spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi
tertentu. Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat
(medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi,
dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam
pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.

   Terapi Kognitif
          Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu
mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola
berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku
terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu
salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan
tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini,
harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.
Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:

 Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional
yang sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional
berdasarkan fakta dan informasi yang actual.
 Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi
setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
 Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan
terlebih dahulu mengubah pola berfikir.

Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi


pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.

    Terapi Keluarga
         Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga
mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah
keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang
dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap
munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terleih dahulu masing-masing
anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi
masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk
mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi
keluarga seperti yang seharusnya.

Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja),
fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan
saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama.
Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat
sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga,
meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi
batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi
keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang
selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang
timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang
berkesinambungan.

   Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok,
suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok
perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan
mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja,
diakhiri tahap terminasi. Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga
disebut sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang
diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas
tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai model peran
dengan cara mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di
awal pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok.
Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.

Di fase kerja terapis membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada
keadaan here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok
melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi.
Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya
melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan saling
mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai
tujuan yang telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi. Fase terminasi
dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam hubungan
interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah mendorong anggota kelompok
untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap
perbedaan yang ada. Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota
kelompok berani dan mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa
mendatang.

    Terapi Perilaku
      Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat
proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi
dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini
adalah:
- Role model
- Kondisioning operan
- Desensitisasi sistematis
- Pengendalian diri
- Terapi aversi atau releks kondisi

           Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi contoh
perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien mampelajari melalui
praktek dan meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik
kondisioning operan dan desensitisasi. Kondisioning operan disebut juga penguatan
positif di mana terapis memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang
positif yang telah ditampilkan oleh klien. Dengan penghargaan dan umpan balik positif
yang didapat maka perilaku tersebut akan dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien.
Misalnya seorang klien begitu bangun tidur langsung ke kamar mandi untuk mandi,
perawat memberikan pujian terhadap perilaku tersebut. Besok pagi klien akan
mengulang perilaku segera mandi setelah bangun tidur karena mendapat umpan balik
berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau penghargaan bagi
perilaku positif klien berupa segera mandi setelah bangun.

Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis yaitu
teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan secara
bertahap memperkenalkan/memaparkan pada stimulus atau situasi yang menimbulkan
kecemasan tersebut secara bertahap dalam keadaan klien sedang relaks. Makin lama
intensitas pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap
stimulus tersebut. Hasil akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau
kecemasannya akan stimulus tersebut. Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku
maladaptive klien dapat dilatih dengan teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya
adalah berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi kata-kata positif. Apabila ini
berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku yang
lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan tingkat distress klien tersebut.

Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya
adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk merusak perilaku yang
maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus positif
sebagai “punishment” terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan ini klien akan
belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi menghindari konsekuensi negatif yang
akan diterima akibat perilaku negatif tersebut.

     Terapi Bermain
            Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan
dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal.
Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional
anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah
anak tersebut. Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan
anak, merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai
bahwa anak dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan
perilaku anak tersebut.
Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, anak yang
mengalami ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Bahkan juga terpai
bermain ini dianjurkan untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma,
gangguan identitas disosiatif dan klien yang mengalami penganiayaan.
Daftar Pustaka

Perry & potter. 1999. Fundamental keperawatan. Jakarta : EGC

Suliswati, Dkk. 2004. Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta :


       EGC
Maramis, Willy F. & Maramis Albert A. 2009. Ilmu kedokteran jiwa. Jakarta :
      AUP
Kohnstamm. 1984. Sejarah ilmu jiwa.
Sunaryo. 2004. Psikologi lingkup keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart   Wiscarz,   Sandra I.   Sundeen. 1995  . Prinsip   dan   Praktik   Ilmu
       Keperawatan Psikiatri. Ed.5. Missouri: Mosby.
Ann Isaacs. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Ed.3. Jakarta:
       EGC
Kaplan, Harold I. & Sadock, Benjamin J. 2010. Synopsis psikiatri. Tengerang:
       BINARUPA AKSARA Publisher
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of Psychiatry.
California: Year Book Medical Publishers

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (1996). Synopsis of Psychiatry. New York:
Williams and Wilkins

Anda mungkin juga menyukai