LANDASAN TEORI
2.1 Umum
ke kolom dan selanjutnya ke pondasi bangunan, bentangan struktur pelat tidak dapat
panjang karena pada ketebalan tertentu (berarti berat sendiri) menghasilkan struktur
yang tidak hemat dan praktis. Oleh karena itu telah banyak dikembangkan jenis
mungkin dengan masalah beban mati sekecil mungkin. Salah satu diantaranya
dinamakan sistem balok anak dan induk, terdiri dari pelat yang bertumpu pada balok
anak yang membentuk rangka dengan balok induk sertra kolom sebagai penopang
struktur keseluruhannya. Pada sistem ini pada umumnya dicetak monolit menjadi
Didasarkan pada adanya anggapan bahwa antara pelat dan balok terjadi
interaksi saat menahan momen lentur positif yang bekerja pada balok. Interaksi pada
pelat dan balok yang menjadi kesatuan pada penampangnya membentuk huruf T
tipikal, dan oleh karena itulah balok balok tersebut dinamakan balok T. Pelat akan
berlaku sebagai lapisan sayap (flens) tekan dan balok sebagai badan. Dalam hal ini,
pelat yang berfungsi sebagai flens dari balok T juga harus direncana dan
pendukungnya.
2.1.2 Perencanaan Dimensi Balok dan Pelat
a. Lebar flens efektif yang diperhitungkan tidak lebih besar dan diambil
Bw + 16 hf
b. Untuk balok yang hanya mempuyai flens pada satu sisi, lebar flens efektif
yang diperhitungkan tidak lebih besar dan diambil nilai terkecil dari
nilai-nilai berikut :
6 hf
boleh lebih besar dari setengah lebar balok dan lebar flens total tidak
Pada SKSNI T15 – 1991 – 03 tabel 2.1 tercantum tebal minimum sebagai
fungsi terhadap bentang. Nilai – nilai pada tabel tersebut berlaku struktur yang tidak
mendukung serta sulit berdeformasi atau berpengaruh terhadap struktur yang mudah
tulangan dengan fy = 400 Mpa ( 4000 kg/cm²). Untuk fy yang lain dapat
𝑓𝑦
digunakan faktor pengali �0,4 + 700� yang akan menghasilkan nilai apapun. Bila
240
memakai baja fy = 240 Mpa maka nilainya adalah 0,4 + 700 = 0,74
satu arah
Balok 1 1 1 1 1 1 1 1
mendukung 16 21 18,5 24,5 21 28 8 11
satu arah
Syarat batas pada tebal pelat adalah h min < h ≤ h max. dimana
fy
0,8 +
h= 1500 .(ln)
1
36 + 5.β α .m - 0,12 1 +
β
Struktur monolit pada pelat dan balok saling berhubungan sehingga dalam
menentukan dimensinya harus bersamaan dimana tebal (h) pelat bergantung dengan
sebagai berikut :
𝐿𝑦−𝑏
melebar plat 2 arah (β) = 𝐿𝑥−𝑏𝑤
𝑤
1
I b1 = { (be .hf 3) + A1(Y-Y1)2} Y1 (A1)
12 Y2
Y
1
I b2 = { (be .hf 3) + A1(Y-Y1)2} (A2)
12 X
1
I s1 = (Ly . (h-hf)3 bw
12 be
1
I s2 = (Lx . (h-hf)3
12
kekakuan pelat, dengan lebar yang dibatasi secara lateral oleh garis
sumbu panel yang bersebelahan (bila ada) pada setiap sisi balok, atau
struktur.
α1 =
Ib1
α2 =
Ib2
αm =
1
(α1 + α 2)
Is1 Is 2 2
fy
0,8 +
hf = 1500 .(ln)
1
36 + 5.β α .m - 0,12 1 +
β
Jika nilai hf < h min SNI yaitu 120mm, maka dipakai h min SNI. Jika
nilai hf≥ h max analisa maka harus merubah dimensi balok atau
Ketidakpastian berkaitan dengan besar beban mati pada struktur lebih kecil
Keterangan :
U= kuat perlu untuk menahan beban yang telah dikalikan dengan faktor
D= beban mati, atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan
beban tersebut.
beban tersebut.
kecil tentang timbulnya beban hidup maksimal dan beban angin maksimal pada saat
yang bersamaan, maka pada perhitungan di mana beban angin yang menentukan
∅ sebagai berikut:
b. Untuk gaya aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur = 0,80
c. Untuk gaya aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur = 0,65
Dua besaran yang berperan penting pada analisis penampang beton bertulang
h = d + ½ Ø tul. ut + p
keterangan :
d = tinggi efektif (jarak dari serat tekan ketitik berat tulangan tekan)
h d
h d 1/2 Øtul. ut
p
1/2 Øtul. ut
Øsengkang
p
c. salah satu faktor yang menentukan perbedaan antara d dan h, baik dalam
tulangan terluar
2.1.7 Persentase tulangan minimum
Seluruh mutu beton fy= 250 Mpa (2500 fy= 400 Mpa (4000
kg/cm2) kg/cm2)
Balok dan umumunya 0,0056 0,0035
diperkirakan ukuran beton b dan d. Selanjutnya mutu beton dan mutu baja
𝑀𝑢 𝑓𝑦
= 𝜌 . φ . 𝑓𝑦 (1 − 0,588 𝜌 ′ )
𝑏𝑑² 𝑓𝑐
Pada persamaan ini pada ruas kanan hanya bergantung pada mutu beton dan
mutu baja serta jumlah tulangan. Akan tetapi karena mutu beton dan baja telah
dipilih maka ruas ini telah bernilai tertentu. Jadi yang tidak diketahui hanyalah
5.000 5.000
C
2.500
5.00
2.500
a b
B
2.500
5.00
2.500
2.500 2.500 2.500 2.500
1 2 3 A
A. Beban Merata
Q = tinggi b . qd . 2
Q = tinggi a . ql . 2
2.500
a
b. tinjau daerah B2-B3
2.500 2.500
Q = tinggi b . ql . 2
Konversi Beban merata segitiga ke merata persegi
Q
q
A B A B
2/3 1/3 1/2 1/2
M Q = 1/12 Q L2 M q = 1/8 q L2
(M q)
Mq = MQ
1/8 q L2 = 1/12 Q L2
q = 0,667 . Q
B. Beban Angin
V2
Beban terpusat angin P =
16
Dimana V2 adalah kecepatan angin rata rata (km/jam)
MT MT
5,000 5,000
w1’ = -0,4 . luasan w1. P Gambar 2.3 Sketsa titik beban angin
2.500 2.500
b
P1= [berat pelat daerah a+b) + [berat balok di titik 1]
1
2.3 Pelat
Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun
beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur. Pelat
merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau melengkung) yang
tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain. Dari segi statika,
kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi : tumpuan bebas (free),
(flexural rigidity), dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama
dengan momen dalam (lentur dan puntir) dan gaya geser transversal,
yang umumnya sama dengan balok. Pelat yang dimaksud dalam bidang
beban lateral dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi
pemikul beban ini dapat didekati dengan jaringan kabel yang tegang
dapat diabaikan.
3. Pelat flexibel : merupakan gabungan pelat kaku dan membran dan
memikul beban luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser
transversal dan gaya geser terpusat, serta gaya aksial. Struktur ini sering
bebannya menguntungkan.
Pelat satu arah adalah apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek
yang saling tegak lurus lebih besar dari 2, pelat dapat dianggap hanya bekerja sebagi
pelat satu arah dengan lenturan utama pada arah sisi yang lebih pendek.
Pada bangunan bangunan beton bertulang, suatu jenis lantai yang umum dan
dasar adalah tipe konstruksi pelat balok-balok induk (gelagar) dimana permukaan
pelat itu dibatasi oleh dua balok yang bersebelahan pada sisi dan dua gelagar pada
kedua ujung. Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali atau lebih besar
dari pada lebarnya, maka hampir semua beban lantai menuju ke balok-balok dan
Lx
Ly/Lx > 2
Ly Ly
Kondisi pelat ini untuk tulangan utama sejajar dengan gelagar atau sisi
pendek dan tulangan susut atau suhu sejajar dengan balok-balok atau sisi
panjangnya. Permukaan yang melendut dari sistem pelat satu arah mempunyai
kelengkungan tunggal. Sistem pelat satu arah dapat terjadi pada pelat tunggal
Pilih tulangan
WD = beban mati
WU = 1,2 WD + 1,6 WL
WL = beban hidup
2. Menentukan momen pelat 1 arah.
Mu fy
ρ anl = 2
= φ . ρ . fy [1- 0,588 ρ. ]
bd f 'c
Mu fy
2
= (φ . ρ . fy ) - (φ . ρ . fy . 0.588 ρ. )
bd f 'c
(c) (b ) (a)
sebagai ρ analisa
4. Luas tulangan
Persyaratan jenis pelat lantai dua arah jika perbandingan dari bentang
panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua. Beban pelat lantai pada jenis ini
disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung, akibatnya tulangan
utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Permukaan lendutan pelat
Lx
Ly/Lx ≤ 2
Ly Ly
tentu. Seperti pada pelat satu arah yang menerus pada lebih dari dua tumpuan, juga
dapat digunakan tabel untuk mempermudah analisis dan perencanaan pelat dua arah,
Tabel ini menunjukkan momen lentur yang bekerja pada jalur selebar 1
Mlx adalah momen lapangan maksimum per meter lebar diarah –x;
Mly adalah momen lapangan maksimum per meter lebar diarah –y;
Mtx adalah momen tumpuan maksimum per meter lebar diarah –x;
Mty adalah momen tumpuan maksimum per meter lebar diarah –y;
Mtix adalah momen jepit tak terduga (insidentil) per meter lebar diarah –x;
Mtiy adalah momen jepit tak terduga (insidentil) per meter lebar diarah –y;
Tabel 2.4 Momen yang menentukan per meter lebar dalam jalur tengah pada
pelat dua arah akibat beban terbagi rata
Seperti pada pelat satu arah yang menerus, pemakaian tabel ini dibatasi
beberapa syarat:
berbeda-beda:
WD = beban mati
WL = beban hidup
2. Menentukan momen pelat dua arah.
Dalam menentukan momen pada pelat dua arah adalah sebagai berikut :
Hitung Wu lx2
Pada arah x :
Mu/bd2 = (momen arah x) (b.d2 arah x)
Pada arah y :
Mu/bd2 = (momen arah y) (b.d2 arah y)
Mu fy
2
= φ . ρ . fy [1- 0,588 ρ. ]
bd f 'c
Mu fy
= (φ . ρ . fy ) - (φ . ρ . fy . 0.588 ρ. )
bd 2 f 'c
(c) (b ) (a)
Kemudian gunakan rumus ABC
− b ± b 2 − 4ac
ρ ,1,2 =
2a
− b + b 2 − 4ac
ρ ,1 =
2a Jika ρ anl < ρmin maka ρ pakai ρ min
− b − b 2 − 4ac Jika ρ anl > ρmaks maka ρ pakai ρ maks
ρ ,2 =
2a
Dari persamaan ρ1 dan ρ2 ambil nilai yang terkecil dan gunakan
sebagai ρ analisa
4. Luas tulangan
As total = ρ . b . d
Pada arah x :
As total = (ρ arah x) (b.d2 arah x)
Pada arah y :
As total = (ρ arah y) (b.d2 arah y
2.4 Balok
kelihatan atau hanya kelihatan sebagian, sehingga jika ditinjau dari segi artistiknya
kurang berperan jika dibandingkan dengan kolom yang berdiri ditengah ruang.
Fungsi balok dalam rangka struktur adalah sebagai rangka penguat horizontal
bangunan yang akan mendapat tumpuan mati (berat sendiri, berat furniture dan lain-
Berdasarkan pada tugas yang diembannya, balok terbagi menjadi balok induk
1. Balok induk : membentang dari satu kolom struktur ke kolom struktur lainnya
antar dua kolom struktur dan menyalurkan beban dari pelat lantai menuju kolom
struktur.
2. Balok anak : berukuran lebih kecil dibandingkan dengan balok induk. Letaknya
ditengah balok induk. Fungsi balok anak adalah untuk menghubungkan antar dua
balok induk dan membantu kerja pelat lantai untuk menyalurkan beban ke balok
kolom
d. Beton tidak dapat menerima gaya tarik karena beton tidak mempunyai
kekuatan tarik.
dengan jarak tiap serat ke sumbu netral. Ini merupakan criteria yang kita
kenal, yaitu penampang bidang datar akan tetap berupa bidang datar.
f. Hubungan antara tegangan dan regangan baja (σs dan εs) dapat
g. Hubungan antara tegangan dan regangan beton (σc dan εc) dapat
c Daerah Tekan
d h
Daerah Tarik
es
As
es f 'y
b
fy
f y = 400MPa (4000kg/cm²
400
f y = 240MPa (2400kg/cm²
240
f 'c
ec Es es
e'c e'c
Untuk balok berusuk yang dapat dilihat dibawah lantai dan menyatu dengan
lantai, harus dibuat kesepakatan mengenai lebar efektif flens. Bentuk blok tegangan
tekan harus sesuai dengan luasan daerah beton tekan. Dengan demikian terdapat dua
kemungkinan keadaan yang terjadi, blok tegangan tekan seluruhnya masuk didalam
daerah flens, atau meliputi seluruh daerah flens ditambah sebagian lagi masuk
analisis, ialah balok T persegi dan balok T murni. Perbedaan antara keduanya di
samping perbedaan bentuk blok tegangannya adalah bahwa pada balok T persegi
dengan lebar flens efektif b dilakukan analisis dengan cara sama seperti balok
persegi dengan labar b (lebar flens), dengan mengabaikan daerah balok tertarik,
flens, lebar dan tinggi efektif badan balok , dan luas tulangan baja tarik. Dalam
Penentuan tebal flens biasanya tidak lepas dari perencanaan struktur plat,
sedangkan dimensi balok terkait dengan kebutuhan menahan gaya geser dan momen
lentur yang timbul pada dukungan dan ditengah bentang struktur balok menerus .
Sedangkan untuk lebar flens efektif (b), seperti sudah dikemukakan didepan,
badan balok , misalnya ukuran kolom ataupun sistem pelaksanaan pembuatan acuan
(cetakan ) .
hf hf
d
h h
bw bw
Direncanakan :
Tinggi Efektif :
d =h–P
Lebar Flens :
a. Untuk balok T
b = bw + 1/16 hf < ¼ l
b. Untuk balok L
1
b = bw + 1/8 hf < b1 = 12 l atau 6 h, ataupun ½ L1.
sebagai ρ analisa
dengan lebar b, dan apabila MR < MU, balok berperilaku sebagai balok T
murni.
7. Luas tulangan
As = ρ . b . d
As = ρ . bw . d
pada saat yang sama balok juga menahan gaya geser akibat lenturan. Kondisi kritis
struktur beton bertulang, apabila gaya geser yang bekerja sedemikian besar hingga
diluar kemampuan beton untuk menahannya, perlu memasang baja tulangan
terjadi kerusakan di daerah sepanjang kurang lebih tiga kali tinggi efektif balok, dan
dinamakn bentang geser. Retak geser badan juga dapat terjadi disekitar titik balik
lendutan atau pada tempat dimana terjadi penghentian tulangan balok struktur
geser badan balok adalah usaha menyediakan sejumlah tulangan baja untuk
menahan gaya tarik tegak lurus terhadap retak tarik diagonal sedemikan rupa
Bentang geser
(bagian bentang dimana
terjadi geser tinggi)
Retak geser
pada anggapan bahwa beton menahan sebagian dari gaya geser, sedangkan
dilimpahkan kepada tulangan baja geser. Cara yang umum dilaksanakan dan lebih
Vu ≤ Vc Hitung Vu Vu > Vc
Pilih tulangan
Vu
2. Menentukan syarat kekuatan geser > Vc maka diperlukan tulangan geser,
φg
dimana faktor reduksi (φg) =0,6. Didalam peraturan juga dinyatakan bahwa
Vu
meskipun secara teoritis tidak perlu penulangan geser apabila ≤ Vc akan
φg
Balok yang tinggi totalnya tidak lebih 240mm, atau 2,5 kali tebal
flens, atau 1,5 kali lebar badan balok, diambil mana yang terbesar.
fc'
Vc = bw d
6
4. Menentukan kuat geser nominal yang dapat disediakan oleh tulangan geser.
Vu
Vs = − Vc
φ
5. Menentukan spasi maksimum sengkang yang dibutuhkan, dengan
fc' d
(a) jika Vs > ( )bw .d maka S max = ≤ 600mm
3 4
fc' d
(b) jika Vs ≤ ( )bw .d maka S max = ≤ 600mm
3 2
2 fc'
(c) jika Vs > ( )bw .d maka perbesar penampang balok
3
yang dipakai.
VuA
Vu . L
( )
VuA + VuB
Vs.φ
garisdiagramVs
S
S
o Bangunan = 4 lantai
5.00
Mutu beton f ’c = 25 Mpa I O O
D A B I I C
D D
fy
0,8 +
h min ≥ 1500 x ln
36 + 9 β
5.00
G H I
5000 − 250
β= = 1,000
5.00
5000 − 250 J K L
240
0,8 +
1.50
M N O
h min ≥ 1500 x 4750
36 + (9 x1,000)
Gambar 4.1 Daerah pelat yang ditinjau
h min ≥ 101.333 mm.
fy
0,8 +
h max ≤ 1500 x ln
36
240
0,8 +
h max ≤ 1500 x 4750
36
be = ¼ x 5000 mm = 1250 mm
250
1250
Dengan cara lain be didapat,
Gambar 4.2 lebar mamfaat
be = bw + (16 x tebal bentang yang dituju)
pada balok T
be = 250 mm + (16 x 126 mm) = 2266mm
be = 1250 mm.
250
X = 625 mm. 1250
Y = 117,593 mm
e. Momen Inersia terhadap sumbu X
1
I b1 = { (1250x1263) + 157500(117,593-63)2}
12
1
+{ (250x2543) + 63500(254-117,593)2}
12
625
1
(5000 x (254)3 = 6.827.943.333 mm4
250
I s1 = 1250
12
1 Gambar 4.4 Momen inersia
I s2 = (5000 x (254)3= 6.827.943.333 mm4
12 pada balok T
Ecb = Ecs
jadi : Maka :
α1 =
Ib1 2.183.458.015
= = 0,320 αm =
1
(α1 + α 2)
Is1 6.827.943.333 2
α2 =
Ib2 2.183.458.015
= = 0,320 αm =
1
(0,320 + 0,320)
Is 2 6.827.943.333 2
αm = 0,320
fy
0,8 +
h≥ 1500 (ln )
1
36 + 5.β α .m - 0,12 1 +
β
240
0,8 +
h≥ 1500 (4750)
1
36 + 5 . 1,000 0,320 - 0.12 1 +
1, 000
h ≥ 125,273 mm
4.2.2.a Data
1. Beban Mati ( WD )
324 Kg/m2
2. Beban Hidup ( WL )
130 Kg/m2
1. Beban Mati ( WD )
443.4 Kg/m2
2. Beban Hidup ( WL )
F F
V 1.875
2.500
O V V
5.00
5.00
I O O 1.250
1.875 1.875
D I I
2.500 D D 1.875
E E
2.500 2.500
5.00
5.00
2.500 2.500
a b c a b c
D D
2.500 5.00 2.500
5.00
2.500 2.500
C C
2.500 2.500
5.00
5.00
2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500
2.500 2.500
B B
1.50
1.50
1.500 1.500
A A
1 2 3 4 1 2 3 4
1.500 2.000 1.500 1.500 2.000 1.500 1.500 2.000 1.500 1.500 2.000 1.500 1.500 2.000 1.500 1.500 2.000 1.500
Gambar 4.5 Skesta Penyebaran Beban Gambar 4.6 Skesta Penyebaran Beban
pada Balok Atap pada Balok Lantai 3 dan 2
a. Balok Atap
2.500
=5,000m x 443,4 Kg/m2 a
2.500 2.500
= 2217 kg/m
a. Balok Atap
2.500
= 5,000m x 130 Kg/m2 a
2.500
= 5,000m x 250 Kg/m2 a
4.3.4 Konversi Beban Merata Segitiga ke Beban Merata Persegi pada Portal.
a. Total Beban Mati Merata persegi dan Total Beban Hidup Merata persegi
pada Pelat Atap
V 2 282
P= = = 49kg / m 2
16 16
2,000
w1 4,000
2,000
4,000
2,000
w2 4,000
2,000
4,000
w3 4,000
5,000
MT MT
2,000
D1 = [½ x 2,500m x 2,500m]
2.500 2.500
= 3,125 m²
D
Pada plat lantai 2 & 3: balok 1 2.500 2.500
D1 = [½ x 2,500m x 2,500m]
1
= 3,125 m²
= 6,250m²
Beban Balok 2: Atap dan Lantai
Beban Eqivalent Dari Atap (Balok 1,2,3,4) + Berat Balok Pada Plat
4.3.9 Penyebaran Beban Merata dan Beban Terpusat Kedalam Bentuk Portal
1 MT
A B C D
Pada Struktur Yang Dituju, Digunakan Alat Bantu Software SAP 2000
(Analisis Terlampir).
dx = h – P – ½ ∅ Dx.
= 110 – 20 – 4 = 86 mm = 0,086m. (arah X)
dy = h – P – ∅ Dx – ½ ∅ Dy.
= 110 – 20 – 8 – 4 = 78 mm = 0,078m. (arah Y)
Mu = 1/8 Wu lx2
V
O Kasus 3 Kasus 3 V V Kasus 4
5.00 I Pelat 2 Pelat 2 O O Pelat 2
D arah arah I I arah
D D
Rasio Tulangan ( ρ ) :
0,85 x 25 600
= 0,75 .0,85.
240 600 + 240
= 0,04298
0,168
= (0,85.ρ .24000) − (0,85.ρ .24000.0,588.ρ . 24000 .)
1.(0,078) 2 2500
Kemudian ambil nilai terkecil dari ρ1 atau ρ2, yaitu nilai ρ2 yaitu
0,0014. Tetapi karena nilai ρ analisa < ρ min maka dipakai ρ min =
0,0025
As total = ρ . b . dy
= 2,75 x 10-4 m2
= 275 mm2
= 330 mm ≈ 250mm
= 14,92 T
ly/lx = 5,000m/5,000m
= 1,000
Mu fy
ρ anl = 2
= φ . ρ . fy [1- 0,588 ρ. ]
bd f 'c
Mu fy
2
= (φ . ρ . fy ) - (φ . ρ . fy . 0.588 ρ. )
bd f 'c
0,37
= (0,85.ρ .24000) − (0,85.ρ .24000.0,588.ρ . 24000 .)
1.(0,086) 2 2500
Kemudian ambil nilai terkecil dari ρ1 atau ρ2, yaitu nilai ρ2 yaitu
0,0025. Tetapi karena nilai ρ analisa = ρ min maka dipakai ρ anl = 0,0025
As total = ρ . b . d
= 2,16 x 10-4 m2
= 216 mm2
dx = h – P – ½ ∅ Dx. V
O Kasus 3 Kasus 3 V V Kasus 4
5.00
= 126 – 20 – 4 = 102 mm I
D
Pelat 2
arah
Pelat 2
arah
O
I
O
I
Pelat 2
arah
D D
dy = h – P – ∅ Dx – ½ ∅ Dy.
= 126 – 20 – 8 – 4 = 94 mm
Kasus 5 Kasus 2 Kasus 5
5.00
Pelat 2 Pelat 2 Pelat 2
arah arah arah
B. Perhitungan Tulangan Pelat Lantai 3 dan 2
417
1250
110
110
340
340 bw = 250mm 380
bw = 250mm 380 d = 340 mm
d = 340 mm 270
270 hf = 110 mm
hf = 110 mm h = 380 mm
h = 380 mm b = 850 mm
b = 1250 mm
250
250
1,91 1,91
Balok lt atap A B C D
1,91
4,23 4,23
Gambar 4.14 Bidang momen lantai atap
= 22,206 T/m2
Rasio Tulangan ( ρ ) :
𝑀𝑢 fy
ρ anl = = φ . ρ . fy [1- 0,588 ρ. ]
𝑏𝑤 𝑑 f 'c
𝑀𝑢 fy
= (φ . ρ . fy ) - (φ . ρ . fy . 0.588 ρ. )
𝑏𝑤 𝑑 f 'c
1,91
= (0,85.ρ .24000) − (0,85.ρ .24000.0,588.ρ . 24000 .)
0,417.(0,340) 2 2500
− b ± b 2 − 4ac
ρ1,2 =
2a
− (−20400) ± − 20400 2 − 22,206 x115153,92
ρ1,2 =
2 x115153,92
20400 ± 19947,3
ρ1,2 =
2 x115153,92
Kemudian ambil nilai terkecil dari ρ1 atau ρ2, yaitu nilai ρ2 yaitu 0,0020.
Walaupun nilai ρ analisa < ρ min , tetapi ρ analisa masih dapat digunakan
= 2,78,46 x 10-4 m2
= 278 mm2
126 126
340 340
bw = 250mm 380 bw = 250mm 380
d = 340 mm d = 340 mm
254 254
hf = 126 mm hf = 110 mm
h = 380 mm h = 380 mm
b = 1250 mm b = 850 mm
250 250
1,98 1,98
Balok lt 3 A B C D
3,63
5,52 5,52
Gambar 4.16 Bidang momen lantai 3
Perhitungan momen – momen serta tulangan dilanjutkan dalam bentuk tabel
1250 417
126 126
340 340
bw = 250mm 380 bw = 250mm 380
d = 340 mm d = 340 mm
254 254
hf = 126 mm hf = 110 mm
h = 380 mm h = 380 mm
b = 1250 mm b = 850 mm
250 250
1,99 1,99
Balok lt 2 A B C D
3,42
5,65 5,65
Vu
Syarat kekuatan geser > Vc maka diperlukan tulangan geser
φg
Dimana : φg =0,6
Vu 8,64
Maka : = = 14,40T
φg 0,6
fc' 25
Vc = bw d = 250.340.10 − 4 = 7,08T
6 6
Vu
Vs = − Vc
φ
fc' 25
Dan : ( )bw .d = ( ) x 250 x340.10 − 4 = 14,167T
3 3
Dengan pembatasan sebagai berikut
fc' d
(1) jika Vs > ( )bw .d maka S max = ≤ 600mm
3 4
fc' d
(2) jika Vs ≤ ( )bw .d maka S max = ≤ 600mm
3 2
2 fc'
(3) jika Vs > ( )bw .d maka perbesar penampang balok
3
fc'
Maka : Vs ≤ ( )bw .d
3
d
S max = ≤ 600mm
2
0,340
S max = = 0,170m = 170mm
2
2 As. fy.d
S= Asumsi As = Ø8mm
Vs
2 As. fy.d 2 x50,24 x 240 x340
S= = x10 − 4 = 112,06mm
Vs 7,32
Jika S < Smaks, maka S dapat dipakai, sehingga jarak sengkang adalah
Vu.L 8,64 x5
= = 2,077 m
VuA + VuB 8,64 + 12,16
8,64
kemudian kemiringan garis diagram Vs = = 4,16T / m
2,077
Vs.φ 7,32 x0,6
dimana Vs=0 adalah = = 1,055m
4,16 4,16
Hasil analisis tulangan geser pada balok atap
Tabel 4.10 Lanjutan hasil analisis tulangan geser pada balok atap
12,16 8,64
6,45
Balok lt atap A B C D
-6,45
-8,64
-12,16
daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu
tulangan tulangan tulangan tulangan tulangan tulangan
daerah tidak daerah tidak daerah tidak
perlu tulangan perlu tulangan perlu tulangan
Tabel 4.12 Lanjutan hasil analisis tulangan geser pada balok lantai 3
15,73 11,64
9,36
Balok lt atap A B C D
-9,36
-11,64
-15,73
daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu
tulangan tulangan tulangan tulangan tulangan tulangan
daerah tidak daerah tidak daerah tidak
perlu tulangan perlu tulangan perlu tulangan
Tabel 4.14 Lanjutan hasil analisis tulangan geser pada balok lantai 2
15,90 11,46
9,36
Balok lt atap A B C D
-9,36
-11,46
-15,90
daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu daerah perlu
tulangan tulangan tulangan tulangan tulangan tulangan
daerah tidak daerah tidak daerah tidak
perlu tulangan perlu tulangan perlu tulangan
1 1a 2 2a 3 3a 4
1.25 3.75 3.75 1.25 1.25 3.75
Ø8-240
Ø8-160
3 3 4
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-200
Ø8-160
Rencana tangga
Rencana tangga
Rencana tangga
Ø8-160 Ø8-160 Ø8-200
Ø8-160 Ø8-160 Ø8-240 Ø8-240
Ø8-160 Ø8-160
Ø8-200 Ø8-200
5.00
Ø8-240
Ø8-200 Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-240
Ø8-160
Ø8-200
B
5 2 5
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160 Ø8-160 Ø8-160 Ø8-160 Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
C
Ø8-160
5 2 5
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
D
5 2 5
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-200
Ø8-200
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
Ø8-160
D
1 1 1
1.50
Ø8-160
D
D
D
A
C
1.50 5.00 5.00 5.00 5.00
1
5
5
5
Rencana tangga
1.25
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
1a
3
Ø8-180 Ø8-180 Ø8-180 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-180 Ø8-180
Ø8-120
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120
Ø8-120
Ø8-250
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-160
Ø8-180
3.75
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120
Ø8-180
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
2
1
3
2
2
2
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-180
Ø8-180
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120
3.75
Ø8-120
Ø8-250
Ø8-120
Ø8-160 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-180
Ø8-120
2a
Rencana tangga
1.25
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
3
1
5
5
5
Rencana tangga
1.25
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-250
Ø8-120 Ø8-120
Ø8-120 Ø8-180 Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-180 Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
3.75
Ø8-180
Ø8-180
4
B
D
D
D
A
C
1.50 5.00 5.00 5.00 5.00
1
5
5
5
Rencana tangga
1.25
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
1a
3
Ø8-180 Ø8-180 Ø8-180 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-180 Ø8-180
Ø8-120
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120
Ø8-120
Ø8-250
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-160
Ø8-180
3.75
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120
Ø8-180
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
2
1
3
2
2
2
Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-180
Ø8-180
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120 Ø8-120
3.75
Ø8-120
Ø8-250
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-180
Ø8-120
2a
Rencana tangga
1.25
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
3
1
5
5
5
Rencana tangga
1.25
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-250
Ø8-120 Ø8-120
Ø8-120 Ø8-180 Ø8-180
Ø8-120
Ø8-120 Ø8-120 Ø8-180 Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
Ø8-120
3.75
Ø8-180
Ø8-180
4
4.6.2 Gambar Teknik pada Penulangan Balok
1 1a 2 2a 3 3a 4
1.25 3.75 3.75 1.25 1.25 3.75
A
B1 B2 B3
Rencana tangga
Rencana tangga
5.00
B3
B3
B3
B3
B3
B3
B3
B
B1 B2 B3
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
C
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
D
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
D
1.50
B4
B4
B4
B4
B5 B5 B5
D
Kode B1 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 2 Ø 16 2 Ø 16 5 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 4 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 110 Ø8 - 200 Ø8 - 60
panjang sengkang 1100mm - 1950mm
Kode B2 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 5 Ø 16 2 Ø 16 5 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 2 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 170 Ø8 - 200 Ø8 - 170
panjang sengkang 900mm - 900mm
Kode B3 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 5 Ø 16 2 Ø 16 2 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 4 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 60 Ø8 - 200 Ø8 - 110
panjang sengkang 1950mm - 1100mm
Lantai 2
POTONGAN
A
B1 B2 B3
Rencana tangga
Rencana tangga
5.00
B3
B3
B3
B3
B3
B3
B3
B
B1 B2 B3
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
C
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
D
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
D
1.50
B4
B4
B4
B4
B5 B5 B5
D
Kode B1 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 2 Ø 16 2 Ø 16 7 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 4 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 60 Ø8 - 200 Ø8 - 50
panjang sengkang 1350mm - 2000mm
Kode B2 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 7 Ø 16 2 Ø 16 7 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 3 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 90 Ø8 - 200 Ø8 - 90
panjang sengkang 1400mm - 1400mm
Kode B3 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 7 Ø 16 2 Ø 16 2 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 4 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 50 Ø8 - 200 Ø8 - 60
panjang sengkang 2000mm - 1350mm
Lantai 2
POTONGAN
A
B1 B2 B3
Rencana tangga
Rencana tangga
5.00
B3
B3
B3
B3
B3
B3
B3
B
B1 B2 B3
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
C
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
D
5.00
B2
B2
B2
B2
B1 B2 B3
D
1.50
B4
B4
B4
B4
B5 B5 B5
D
Kode B1 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 2 Ø 16 2 Ø 16 7 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 5 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 60 Ø8 - 200 Ø8 - 50
panjang sengkang 1350mm - 2000mm
Kode B2 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 7 Ø 16 2 Ø 16 7 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 3 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 90 Ø8 - 200 Ø8 - 90
panjang sengkang 1400mm - 1400mm
Kode B3 (250x380mm)
posisi tumpuan kiri lapangan tumpuan kanan Keterangan
Panjang sengkang adalah
pemasangan sengkang pada daerah
Lantai 2 yang membutuhkan sengkang dari
POTONGAN bentang bersih balok
tulangan atas 7 Ø 16 2 Ø 16 2 Ø 16
tulangan tengah 2Ø 8 2Ø 8 2Ø 8
tulangan bawah 2 Ø 16 5 Ø 16 2 Ø 16
sengkang Ø8 - 50 Ø8 - 200 Ø8 - 60
panjang sengkang 2000mm - 1350mm
Lantai 2
POTONGAN
5.1 Kesimpulan
a. Dimensi tebal pelat atap adalah 110mm, tebal pelat lantai 3 adalah 126mm,
b. Tulangan pelat yang dipakai pada pelat atap adalah Ø8-100mm pada
tumpuan, dan Ø8-200mm pada lapangan. Tulangan pada pelat lantai 2 dan 3
c. Dimensi balok pada lantai atap adalah tinggi balok (h) 380mm, dan lebar
balok (bw) 250mm. Dimensi balok pada lantai 3 adalah tinggi balok (h)
380mm, dan lebar balok (bw) 250mm. Dimensi balok pada lantai 2 adalah
d. Pada lantai atap didapat tulangan longitudinal 5Ø16mm, dan tulangan geser
Ada beberapa hal yang dapat penulis sampaikan sebagai saran yaitu
sebagai berikut:
a. Dalam menentukan pra desain Pelat, harus mengetahui tebal minimum dan
b. Apabila ketebalan pelat terlalu tebal dan diameter tulangan terlalu besar, serta
jarak tulangan yang sangat rapat, maka perlu perencanaan ulang dengan
c. Sama seperti pada pelat, dalam menentukan pra desain balok, juga harus
RSNI3, 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
Sagel, R., P.Kole, Gideon H Kusuma. 1997. Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta:
Penerbit ERLANGGA
B
15.00
1.50 3.50 3.50 1.50 1.50 3.50
1.25
2.50
A A
5.00
20.00
CONSULTANT PROJECT ADDRESS NOTE TITLE SUBTITLE SCALE TITLE NAME APPR DATE OF
- 1 ST FLOOR PLAN
REVISION
PLAN 1:100 OWNER SEPTIA EDI PRATAMA
DUTA PRATAMA
Perencana & Perancang
ARCHITECT SEPTIA EDI PRATAMA 09 - 01 - 2013
PROJECT
DATE OF COMPLETION CONTRUCTION
9 - 02 - 2012 SEPTIA EDI PRATAMA
HOME STORE CHAPTER 1
SEPTIA EDI PRATAMA
STRUCTURE
SHEET NUMBER 1
B
15.00
1.25 1.50 2.25 2.25 1.50 1.25 1.25 1.50 2.25
1.25
2.50
Up Up Up
1.75
km/wc km/wc km/wc
+ 4.00 + 4.00 + 4.00
2.50
2.00
Down Down Down
A A
5.00
20.00
1.00
CONSULTANT PROJECT ADDRESS NOTE TITLE SUBTITLE SCALE TITLE NAME APPR DATE OF
- 2 ND FLOOR PLAN
REVISION
PLAN 1:100 OWNER SEPTIA EDI PRATAMA
DUTA PRATAMA
Perencana & Perancang
ARCHITECT SEPTIA EDI PRATAMA 09 - 01 - 2013
PROJECT
DATE OF COMPLETION 9 - 02 - 2012
CONTRUCTION SEPTIA EDI PRATAMA
HOME STORE CHAPTER 1
SEPTIA EDI PRATAMA
STRUCTURE
SHEET NUMBER 2
B
15.00
1.25 1.50 2.25 2.25 1.50 1.25 1.25 1.50 2.25
1.75
km/wc km/wc km/wc
2.50
1.25
2.50
2.00
Down Down Down
A A
5.00
20.00
0.55 0.55
CONSULTANT PROJECT ADDRESS NOTE TITLE SUBTITLE SCALE TITLE NAME APPR DATE OF
- 3 RD FLOOR PLAN
REVISION
PLAN 1:100 OWNER SEPTIA EDI PRATAMA
DUTA PRATAMA
Perencana & Perancang
ARCHITECT SEPTIA EDI PRATAMA 09 - 01 - 2013
PROJECT
DATE OF COMPLETION 9 - 02 - 2012
CONTRUCTION SEPTIA EDI PRATAMA
HOME STORE CHAPTER 1
SEPTIA EDI PRATAMA
STRUCTURE
SHEET NUMBER 3
B
15.00
5.00 5.00 5.00
1.75
2.50
1.25
2.50
2.00
A A
5.00
20.00
0.55 0.55
CONSULTANT PROJECT ADDRESS NOTE TITLE SUBTITLE SCALE TITLE NAME APPR DATE OF
- 4 TH FLOOR PLAN
REVISION
PLAN 1:100 OWNER SEPTIA EDI PRATAMA
DUTA PRATAMA
Perencana & Perancang
ARCHITECT SEPTIA EDI PRATAMA 09 - 01 - 2013
PROJECT
DATE OF COMPLETION 9 - 02 - 2012
CONTRUCTION SEPTIA EDI PRATAMA
HOME STORE CHAPTER 1
SEPTIA EDI PRATAMA
STRUCTURE
SHEET NUMBER 3
1 2 3 4
5.00 5.00 5.00
A
5.00
B
5.00
C
5.00
D
5.00
CONSULTANT PROJECT ADDRESS NOTE TITLE SUBTITLE SCALE TITLE NAME APPR DATE OF
- FOUNDATION, SLOOF,
REVISION
STRUCUTRE & 1:100 OWNER SEPTIA EDI PRATAMA
DUTA PRATAMA
Perencana & Perancang DETAILS
& COLUMN PLAN
ARCHITECT SEPTIA EDI PRATAMA 09 - 01 - 2013
PROJECT
DATE OF COMPLETION 9 - 02 - 2012
CONTRUCTION SEPTIA EDI PRATAMA
HOME STORE CHAPTER 2
SEPTIA EDI PRATAMA
STRUCTURE
SHEET NUMBER 5
1 1a 2 2a 3 3a 4
1.25 3.75 3.75 1.25 1.25 3.75
A
Rencana tangga
Rencana tangga
Rencana tangga
5.00
B
5.00
C
5.00
D
5.00
D
1.50
CONSULTANT PROJECT ADDRESS NOTE TITLE SUBTITLE SCALE TITLE NAME APPR DATE OF
- 2ND-4TH PLATE, BEAM,
REVISION
STRUCUTRE & 1:100 OWNER SEPTIA EDI PRATAMA
DUTA PRATAMA
Perencana & Perancang DETAILS
& COLUMN PLAN
ARCHITECT SEPTIA EDI PRATAMA 09 - 01 - 2013
PROJECT
DATE OF COMPLETION 9 - 02 - 2012
CONTRUCTION SEPTIA EDI PRATAMA
HOME STORE CHAPTER 2
SEPTIA EDI PRATAMA
STRUCTURE
SHEET NUMBER 6
+12.00
+8.00
+8.00
+4.00
+4.00
+0.00
±0.00
- 2.00
5.00 5.00 5.00
Section A-A
250mm
380mm
300mm
250mm
Column plan in 2nd-4th floor
Beam plan in 2nd-4th floor
150mm
150mm
Simple beam
380mm
150mm
250mm 150mm
+4.00
+0.00
+13.00
5.00
+12.00
5.00
5.00
+15.00
+12.00
- 2.00
+8.00
+4.00
±0.00
CONSULTANT PROJECT ADDRESS NOTE TITLE SUBTITLE SCALE TITLE NAME APPR DATE OF
- SECTION B-B
REVISION
STRUCUTRE & 1:100 OWNER SEPTIA EDI PRATAMA
DUTA PRATAMA
Perencana & Perancang DETAILS
ARCHITECT SEPTIA EDI PRATAMA 09 - 01 - 2013
PROJECT
DATE OF COMPLETION 9 - 02 - 2012
CONTRUCTION SEPTIA EDI PRATAMA
HOME STORE CHAPTER 2
SEPTIA EDI PRATAMA
STRUCTURE
SHEET NUMBER 8
PROJECT
DWELLING HOUSE
OWNER
CONSULTANT
NOTE
TITLE
VIEW
S U B TITLE
- FRONT
- REAR
FRONT REAR
SCALE 1:100 SCALE 1:100 DATE OF
COMPLETION
SHEET
SCALE NUMBER
1:100 2.1
STRUKTURE/
SEPTIA EDI PRATAMA
CONTRUCTION
APPROVED
PROJECT
DWELLING HOUSE
OWNER
CONSULTANT
NOTE
TITLE
VIEW
SUB TITLE
-0.60
1:100 2.2
STRUKTURE/
CONTRUCTION
SEPTIA EDI PRATAMA
APPROVED
Momen Pada Kombinasi 1
-5,76
-5,60
-5,76
1,91 -1,91
-0.16 0.16
2,47
4,23
4,23
3.00
-8,47
-8,47
-8,07
-1,94 1,94
0.17 -0.17 -1,98
1,98
-0.23 0.23
3,63
5,52
5,52
3.00
-8,76
-8,76
-8,28
-1,99 1,99
0.27 -0.27 -1,35
1,35
-0.21 3,42 0.21
5,65
5,65
3.00
-0.67 0.10 -0.10 0.67
1.50
A B C D
-4,44
-4,09
1,08 -1,79
-0.60 -0.36
1,85
4,23
3,23
3.00
-8,47
-7,33
-1,19 1,72
0.64 0.64 -2,52
0,44
-1,50 -1,17
2,72
4,30
3,97
3.00
-7,56
-8,49
-5,09
-0,57
1,49 1,02 -2,68
2,11
0,67
-2,13 -1,81
2,57
4,58
3,90
3.00
A B C D
-0,52
-0,25
-0,57
-0,50
-0,99
-0,96
A
A
3.75
3.75
-6,48 -6,71 -4,74 -9,36 -9,36 -6,45
B
B
-0,07
-0,75
-0,29
-0,08
-0,12
-0,08
3.75
3.75
-11,02 -11,34 -9,00 -15,90 -15,73 -12,16
-0,95
-0,56
-0,17
-0,08
-0,12
-0,08
C
C
3.75
3.75
9,50 9,18 6,60 11,46 11,64 8,64
0,28
0,23
0,88
0,50
0,99
0,96
D
D
-0,96
-0,88
-0,96
3.00
0,01
-9,50 -19,48 -19,48 -9,50
-0,03
-0,03
3.00
0,49
0,44
0,49
-22,00 -45,43 -45,43 -22,00
3.00
-34,33 -71,56 -71,56 -34,33
1.50
A B C D
-1,04
-0,88
3.00
-0,36
3.00
-0,43
-0,04
3.00
A B C D