Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LANDASAN TEORI
1
e) Kondisi geologis dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti jika ada
kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan, dll.
2
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk
lapisan pondasi atas, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan
terhadap beban roda lalulintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu
dipertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan konstruksi agar dicapai
manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Jenis lapisan permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:
a) Lapisan bersifat Nonstruktursl, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air.
b) Lapisan bersifat Struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda.
N=91,50 m
B=84,42 m
A=74 m
Selanjutnya, elevasi terbesar dipilih untuk menentukan klasifikasi jalan tersebut sesuai
dengan Tabel 1 dibawah ini.
3
Tabel 1. Standar Geometrik Jalan
4
lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay). Sedangkan
CBR laboratorium biasanya digunakan untuk perencanaan pembangunan jalan baru.
Daya dukung tanah dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. DDT
ditetapkan berdasarkan grafik korelasi.
Contoh Perhitungan CBR :
Dari hasil penyelidikan tanah , harga CBR tanah dasar untuk Stasiun A s/d 35
diperoleh :4,5,3,4,6,3,4,5,7,4.5,6,7,4,7,5,6,5,3,8,3,5,4,6,5,3,4,6,3,4. Kemudian data
CBR yang di peroleh diurutkan dan dibuat hasil persentase per nilai CBR. Setelah itu
Dibuat grafik hubungan antara persentase harga CBR dan nilai CBR yang ada, untuk
memperoleh CBR rata-rata.
No Nilai CBR Jumlah yang sama Persentase
1 3
2 3
3 3
6+24 = 30 ( 30 : 30 ) X 100 = 100 %
4 3
5 3
6 3
7 4
8 4
9 4
10 4
8+16 = 24 ( 24 : 30 ) X 100 = 80 %
11 4
12 4
13 4
14 4
15 5
16 5
17 5
18 5 7+9 = 16 ( 16 : 30 ) X 100 = 53 %
19 5
20 5
21 5
22 6
23 6
24 6 5+4 = 9 ( 9 : 30 ) X 100 = 30 %
25 6
26 6
27 7
28 7 3+1 = 4 ( 4 : 30 ) X 100 = 13 %
29 7
30 8 1+0 = 1 ( 1 : 30 ) X 100 = 3 %
5
100 100
90 90
80 80
70
PERSENTASE (%)
60
50
53.33
40
30 30
20
10
13.33
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
NILAI CBR
6
3. Perhitungan LER
a) Menentukan EMP
Ekr untuk kendaraan Berat Menengah (KBM), Bus Besar (BB), Truk Besar (TB,
termasuk Truk kombinasi) dan Sepeda Motor (SM) diberikan dalam Tabel dibawah,
sebagai fungsi tipe jalan, tipe alinemen dan arus lalu lintas (kendaraan/jam). Ekr SM
tergantung kepada lebar jalur lalu lintas. Untuk Kendaraan Ringan (KR), ekr selalu
1,0. Arus kendaraan tak bermotor (KTB) dicatat sebagai komponen hambatan
(kendaraan lambat). Tentukan ekr masing-masing tipe kendaraan dari daftar yaitu
dengan interpolasi arus lalu lintasnya. Masukkan hasilnya kedalam perhitungan.
Daftar II. Ekr untuk jalan 2/2TT
Ekr
Arus total SM
Tipe
(kend./jam
alinemen KBM BB TB Lebar jalur lalu lintas
)
<6m 6-8m >8m
Datar 0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
≥1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
Bukit 0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
≥1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
Gunung 0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
≥1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
7
Sebelum menghitung LHR akhir umur rencana, perlu dihitung terlebih dahulu umur
perkembangan lalu lintas dengan rumus:
n
Umur Perkembangan Lalu Lintas= (1+i )
Dimana,
i = perkembangan lalu lintas
n = umur rencana
Setelah diperoleh umur perkembangan lalu lintas, LHR pada awal umur rencana
dapat dihitung dengan rumus:
LHR akhir umur rencana= perkembangan lalin ×banyak kendaraan
8
f) Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Untuk menghitung Lintas Ekivalen Permulaan digunakan rumus:
LEP=LHR awal ×C × E
Dimana,
C = koefisien distribusi kendaraan (Daftar II)
E = angka ekivalen beban sumbu kendaraan (Daftar III)
9
i) Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER)
Untuk menghitung Lintas Ekivalen Rencana digunakan rumus:
LER=LET × FP
Dimana,
LET = Lintas Ekivalen Tengah
FP = Umur Rencana dibagi dengan 10
j) Faktor Regional
Faktor regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan
iklim yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan daya dukung tanah dasar dan
perkerasan. Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah dasar dan perkerasan.
Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk
alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat ≥ 13 ton dan kendaraan yang
berhenti, sedangkan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun. Dengan
demikian dalam mnentukan tebal perkerasan ini faktor regional hanya dipengaruhi
oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan ), persentase kendaraan berat dan
yang berhenti serta iklim atau curah hujan sebagai berikut :
10
Setelah mendapat nilai DDT dari grafik korelasi DDT dan CBR, nilai LER dari
´ bisa
langkah-langkah diatas, serta nilai FR yang telah diketahui, maka nilai ITP
diperoleh dengan nomogram 3 dibawah ini.
11
4. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan
Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan ini terdapat dalam Daftar VI dan Daftar
VII seperti terdapat dibawah ini.
a) Lapis permukaan :
Daftar VI
12
Daftar VIII
Angka 1,2,3 : masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi atas, dan lapis
pondasi bawah.
13
II. PENENTUAN KLASIFIKASI JALAN DAN
PERHITUNGAN CBR
418 M
9,33 %
390 M
7,56 %
6,11 %
176 M
A B
C = 128
14
Dari Tabel 1. Standar Geometrik Jalan diperoleh jalan ini adalah jalan raya
sekunder II B daerah pegunungan dengan data-data sebagai berikut:
15
2.2 Perhitungan CBR
1. Stasiun A-30
3,4,5,6,7,3,4,5,5,6,4,7,3,3,4,5,6,7,3,5,4,3,7,5,4
No. Nilai CBR Jumlah yang sama Persentase
1 3
2 3
3 3 2 2 100.0
6 + 19 = 25 ( : ) x 100 = %
4 3 5 5 0
5 3
6 3
7 4
8 4
9 4 1 2
6 + 13 = 19 ( : ) x 100 = 76.00 %
10 4 9 5
11 4
12 4
13 5
14 5
1 2
15 5 6 + 7 = 13 ( : ) x 100 = 52.00 %
3 5
16 5
17 5
19 6
2
20 6 3 + 4 = 7 ( 7 : ) x 100 = 28.00 %
5
21 6
22 7
23 7 2
4 + 0 = 4 ( 4 : ) x 100 = 16.00 %
24 7 5
25 7
120.00
100.00 100.00
80.00
Persentase (%)
76.00
60.00
52.00
40.00
28.00
20.00
16.00
0.00
2 3 4
Nilai CBR 5 6 7 8
Nilai CBR rata-rata = 3.42
16
2. Stasiun 31-60
4,5,6,6,3,5,4,3,5,4,6,7,7,3,5,6,3,4,7,5,4,3,4,7
,7
No Nilai Jumlah yang
Presentase
. CBR sama
2 2 2 2 10 100.0
1 3 5 + = ( : ) x = %
0 5 5 5 0 0
2 3
3 3
4 3
5 3
1 2 2 2 10
6 4 6 + = ( : ) x = 80.00 %
4 0 0 5 0
7 4
8 4
9 4
10 4
11 4
12 5
13 5
1 1 1 10
14 5 5 + 9 = ( : ) x = 73.68 %
4 4 9 0
15 5
16 5
17 6
18 6 1 10
4 + 5 = 9 ( 9 : ) x = 47.37 %
19 6 9 0
20 6
21 7
22 7
1 10
23 7 1 + 0 = 5 ( 5 : ) x = 26.32 %
9 0
24 7
25 7
17
120.00
100.00 100.00
Persentase (%)
80.00 80.00
73.68
60.00
47.37
40.00
26.32
20.00
0.00
2 3 4 5 6 7 8
Nilai CBR
Nilai CBR rata-rata = 3.5
3 Stasiun 61-
. 90
5,6,7,8,4,3,5,3,4,3,7,8,5,6,4,5,4,3,3,4,5,6,5,
4,3
No Nilai Jumlah yang Persentas
. CBR sama e
1 3
2 3
3 3 1 2 2 2 10 100.0
6 + = ( : ) x = %
4 3 9 5 5 5 0 0
5 3
6 3
7 4
8 4
9 4 1 1 1 2 10
6 + = ( : ) x = 76.00 %
10 4 3 9 9 5 0
11 4
12 4
13 5
14 5
15 5 1 1 2 10
6 + 7 = ( : ) x = 52.00 %
16 5 3 3 5 0
17 5
18 5
19 6
2 10
20 6 3 + 4 = 7 ( 7 : ) x = 28.00 %
5 0
21 6
22 7 2 10
2 + 2 = 4 ( 4 : ) x = 16.00 %
23 7 5 0
24 8 2 10
1 + 1 = 2 ( 2 : ) x = 8.00 %
25 8 5 0
18
120.00
100.00 100.00
Persentase (%)
80.00 76.00
60.00
52.00
40.00
28.00
20.00 16.00
8.00
0.00
2 3 4 5 6 7 8 9
Nilai CBR
Nilai CBR rata-rata = 3.42
4. Stasiun 91-120
6,7,8,4,3,5,6,4,3,4,5,6,7,8,3,5,6,4,5,3,4,6
No Nilai
Jumlah yang sama Persentase
. CBR
1 3
2 3
2 2 2
3 3 5 + = 25 ( : ) x 100 = 100.00 %
0 5 5
4 3
5 3
6 4
7 4
8 4 1 2 2
6 + = 20 ( : ) x 100 = 80.00 %
9 4 4 0 5
10 4
11 4
12 5
13 5
1 2
14 5 5 + 9 = 14 ( : ) x 100 = 56.00 %
4 5
15 5
16 5
17 6
18 6
2
19 6 5 + 4 = 9 ( 9 : ) x 100 = 36.00 %
5
20 6
21 6
22 7 2
2 + 2 = 4 ( 4 : ) x 100 = 16.00 %
23 7 5
24 8 2
2 + 0 = 2 ( 2 : ) x 100 = 8.00 %
25 8 5
19
120.00
80.00 80.00
60.00 56.00
40.00 36.00
20.00 16.00
8.00
0.00
2 3 4 5 6 7 8 9
Nilai CBR
Nilai CBR rata-rata = 3.5
5. Stasiun 121-B
7,4,3,5,6,5,4,3,3,5,4,5,4,8,7,6,5,4,3,8,5,3,3,4,
5
Nilai Jumlah yang
No. Persentase
CBR sama
1 3
2 3
3 3 2 100.0
6 + 19 = 25 ( 25 : ) x 100 = %
4 3 5 0
5 3
6 3
7 4
8 4
9 4 2
6 + 13 = 19 ( 19 : ) x 100 = 76.00 %
10 4 5
11 4
12 4
13 5
14 5
15 5
16 2
5 7 + 6 = 13 ( 13 : ) x 100 = 52.00 %
5
17 5
18 5
19 5
20 6 2
2 + 4 = 6 ( 6 : ) x 100 = 24.00 %
21 6 5
22 7 4 + 0 = 4 ( 4 : 2 ) x 100 = 16.00 %
23 7 5
24 7
20
25 7
120.00
100.00 100.00
80.00
Persentase (%)
76.00
60.00
52.00
40.00
24.00
20.00
16.00
0.00
2 3 Nilai4CBR 5 6 7 8
Nilai CBR rata-rata = 3.42
21
III. PERHITUNGAN LINTASAN EKUIVALEN RATA-RATA
3.1 Perhitungan Lintasan Harian Rata-Rata dengan Metode Bina Marga
Data-data :
3.2 Data Kendaraan dalam Satuan Mobil Penumpang (EMP) : (sesuai Tabel 2)
- Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1) = 1,0 x 1601 = 1601,0000 EMP
- Bus 8 ton (3 + 5) = 3,0 x 573 = 1723,9660 EMP
- Truck 2 as 10 ton (4 + 6) = 5,7 x 312 = 1763,8400 EMP
Total = 5088,8060 EMP
22
3.4 Perhitungan Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada Akhir Umur Rencana :
23
3.7 Menghitung Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP) :
Berdasarkan koefisien Indeks IP (Daftar 5) maka nilai LER untuk Jalan Kolektor adalah:
LER = 263,2645 = 264 EMP
Maka IP = 2
24
IV. MENENTUKAN INDEKS TEBAL PERKERASAN DAN
PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
2. Stasiun 31-60
CBR = 3,50
IP = 2,00
FR = 1,50
LER = 264 EMP
DDT didapatkan berdasarkan Grafik korelasi DDT dan CBR serta dengan bantuan
nomogram didapatkan nilai
DDT = 4,2
´
ITP = 8,4
3. Stasiun 61-90
CBR = 3,42
IP = 2,00
FR = 1,50
LER = 264 EMP
DDT didapatkan berdasarkan Grafik korelasi DDT dan CBR serta dengan bantuan
nomogram didapatkan nilai
DDT = 4,0
´
ITP = 8,8
4. Stasiun 91-120
CBR = 3,50
IP = 2,00
FR = 1,50
LER =264 EMP
DDT didapatkan berdasarkan Grafik korelasi DDT dan CBR serta dengan bantuan
nomogram didapatkan nilai
DDT = 4,2
´
ITP = 8,4
25
5. Stasiun 121-B
CBR = 3,42
IP = 2,00
FR = 1,50
LER = 264 EMP
DDT didapatkan berdasarkan Grafik korelasi DDT dan CBR serta dengan bantuan
nomogram didapatkan nilai
DDT = 4,0
´
ITP = 8,8
26
IV.2 Perencanaan Perkerasan Jalan
1. Stasiun A-30
Diketahui ITP = 8,8
Menentukan tebal perkerasan untuk jalan baru (Daftar VII dan Daftar VIII)
Lapisan permukaan (D1) = 7,5 cm (Labustag)
Lapisan pondasi atas (D2) = 20 cm (Batu Pecah)
Koefisien kekuatan relatif (a1) = 0,28 (Labustag)
Koefisien kekuatan relatif (a2) = 0,13 (Batu Pecah Kelas B)
Koefisien kekuatan relatif (a3) = 0,12 (Sirtu Kelas B)
Menentukan lapisan pondasi bawah, D3 (Sirtu Kelas B) ?
´
ITP= ( a 1× D1 ) + ( a 2 × D 2 ) + ( a 3 × D 3 )
8,8=( 0,28 ×7,5 ) + ( 0,13 ×20 )+ ( 0,12× D3 )
8,8=2,1+2,6+ ( 0,12 × D 3 )
8,8−4,7
D 3=
0,12
D 3=¿ 34,16 cm = 35 cm
Maka
´ yang terjadi
ITP
¿ ( a 1 × D 1 )+ ( a 2× D2 ) + ( a 3 × D 3 )
¿ ( 0,28 ×7,5 ) + ( 0,13 × 20 )+ ( 0,12× 35 )
= 8,9
Jadi, ITP yang terjadi lebih besar dari ITP awal atau 8,9> ITP ´
Untuk ruas jalan stasiun A-30
Dalam pelaksanaannya lapisan pondasi atas dapat dikurangi terbalnya apabila lapisan
pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
27
2. Stasiun 31-60
Diketahui ITP = 8,4
Menentukan tebal perkerasan untuk jalan baru
Lapisan permukaan (D1) = 7,5 cm (Labustag)
Lapisan pondasi atas (D2) = 20 cm (Batu Pecah)
Koefisien kekuatan relatif (a1) = 0,28 (Labustag)
Koefisien kekuatan relatif (a2) = 0,13 (Batu Pecah Kelas B)
Koefisien kekuatan relatif (a3) = 0,12 (Sirtu Kelas B)
Menentukan lapisan pondasi bawah, D3 (Sirtu Kelas B) ?
´
ITP= ( a 1× D1 ) + ( a 2 × D 2 ) + ( a 3 × D 3 )
8,4=( 0,28 ×7,5 )+ ( 0,13× 20 ) + ( 0,12 × D 3 )
8,4=2,1+2,6+ ( 0,12× D 3 )
8,4−4,7
D 3=
0,12
D 3=¿ 30,83 cm = 31 cm
Maka
´ yang terjadi
ITP
¿ ( a 1 × D 1 )+ ( a 2× D2 ) + ( a 3 × D 3 )
¿ ( 0,28 ×7,5 ) + ( 0,13 × 20 )+ ( 0,12× 31 )
= 8,42
Jadi, ITP yang terjadi lebih besar dari ITP awal atau 8,42 > ITP ´
Untuk ruas jalan stasiun 31-60
Dalam pelaksanaannya lapisan pondasi atas dapat dikurangi terbalnya apabila lapisan
pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
28
3. Stasiun 61-90
Diketahui ITP = 8,8
Menentukan tebal perkerasan untuk jalan baru (Daftar VII dan Daftar VIII)
Lapisan permukaan (D1) = 7,5 cm (Labustag)
Lapisan pondasi atas (D2) = 20 cm (Batu Pecah)
Koefisien kekuatan relatif (a1) = 0,28 (Labustag)
Koefisien kekuatan relatif (a2) = 0,13 (Batu Pecah Kelas B)
Koefisien kekuatan relatif (a3) = 0,12 (Sirtu Kelas B)
Menentukan lapisan pondasi bawah, D3 (Sirtu Kelas B) ?
´
ITP= ( a 1× D1 ) + ( a 2 × D 2 ) + ( a 3 × D 3 )
8,8=( 0,28 ×7,5 ) + ( 0,13 ×20 )+ ( 0,12× D3 )
8,8=2,1+2,6+ ( 0,12 × D 3 )
8,8−4,7
D 3=
0,12
D 3=¿ 34,16 cm = 35 cm
Maka
´ yang terjadi
ITP
¿ ( a 1 × D 1 )+ ( a 2× D2 ) + ( a 3 × D 3 )
¿ ( 0,28 ×7,5 ) + ( 0,13 × 20 )+ ( 0,12× 35 )
= 8,9
Jadi, ITP yang terjadi lebih besar dari ITP awal atau 8,9 > ITP ´
Untuk ruas jalan stasiun 61-90
Dalam pelaksanaannya lapisan pondasi atas dapat dikurangi terbalnya apabila lapisan
pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
29
4. Stasiun 91-120
Diketahui ITP = 8,4
Menentukan tebal perkerasan untuk jalan baru (Daftar VII dan Daftar VIII)
Lapisan permukaan (D1) = 7,5 cm (Labustag)
Lapisan pondasi atas (D2) = 20 cm (Batu Pecah)
Koefisien kekuatan relatif (a1) = 0,28 (Labustag)
Koefisien kekuatan relatif (a2) = 0,13 (Batu Pecah Kelas B)
Koefisien kekuatan relatif (a3) = 0,12 (Sirtu Kelas B)
Menentukan lapisan pondasi bawah, D3 (Sirtu Kelas B) ?
´
ITP= ( a 1× D1 ) + ( a 2 × D 2 ) + ( a 3 × D 3 )
8,4=( 0,28 ×7,5 )+ ( 0,13× 20 ) + ( 0,12 × D 3 )
8,4=2,1+2,6+ ( 0,12× D 3 )
8,4−4,7
D 3=
0,12
D 3=¿ 30,83 cm = 31 cm
Maka
´ yang terjadi
ITP
¿ ( a 1 × D 1 )+ ( a 2× D2 ) + ( a 3 × D 3 )
¿ ( 0,28 ×7,5 ) + ( 0,13 × 20 )+ ( 0,12× 31 )
= 8,42
Jadi, ITP yang terjadi lebih besar dari ITP awal atau 8,42 > ITP ´
Untuk ruas jalan stasiun 91-120
Dalam pelaksanaannya lapisan pondasi atas dapat dikurangi terbalnya apabila lapisan
pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
30
5. Stasiun 121-B
Diketahui ITP = 8,8
Menentukan tebal perkerasan untuk jalan baru
Lapisan permukaan (D1) = 7,5 cm (Lapen)
Lapisan pondasi atas (D2) = 20 cm (Batu Pecah)
Koefisien kekuatan relatif (a1) = 0,25 (Lapen Mekanis)
Koefisien kekuatan relatif (a2) = 0,13 (Batu Pecah Kelas B)
Koefisien kekuatan relatif (a3) = 0,12 (Sirtu Kelas B)
Menentukan lapisan pondasi bawah, D3 (Sirtu Kelas B) ?
´
ITP= ( a 1× D1 ) + ( a 2 × D 2 ) + ( a 3 × D 3 )
8,8=( 0,25 ×7,5 ) + ( 0,13 ×20 )+ ( 0,12× D 3 )
8,8=1,875+2,6+ ( 0,12 × D 3 )
8,8−4,7
D 3=
0,12
D 3=¿ 34,16 cm = 35 cm
Maka
´ yang terjadi
ITP
¿ ( a 1 × D 1 )+ ( a 2× D2 ) + ( a 3 × D 3 )
¿ ( 0,25 ×7,5 ) + ( 0,13 × 20 )+ ( 0,12× 35 )
= 8,9
Jadi, ITP yang terjadi lebih besar dari ITP awal atau 8,9> ITP ´
Untuk ruas jalan stasiun 31-B
Dalam pelaksanaannya lapisan pondasi atas dapat dikurangi terbalnya apabila lapisan
pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
31
V. TEKNIK PELAKSANAAN
32
V.2Pengerjaan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
1. Material
Aspal pen 80/100 (ter).
Air
Kayu bakar
Minyak tanah
Sirtu kelas B
2. Peralatan
Kereta dorong
Compressor
Sapu lidi
Tandem roller (wals)
Alat penyemprot aspal
3. Teknis pelaksanaan
Pengerjaan pondasi bawah diawali dengan pembersihan permukaan dengan
menggunakan sapu lidi atau air compressor.
Kemudiann dilanjutkan dengan penghamparan sirtu dengan tujuan untuk
memadatkan daerah yang berongga.
Setelah itu digilas dengan tandem roller sebanyak 6 lintasan dari bagian pinggir
ke bagian tengah permukaan jalan.
Selanjutnya dilanjutkan dengan penyemprotan aspal pen 80/100 (ter)
Kemudian dilanjutkan dengan pengerjaan pondasi atas.
33
V.3Pengerjaan Pondasi Atas (Base Course)
1. Material
Batu pecah kelas B (ukuran 2/3 dan 3/5)
Kayu bakar
Minyak tanah
Aspal pen 80/100 (ter)
Air
2. Peralatan
Tandem roller (wals)
Kereta dorong
Alat penyemprot aspal
3. Teknis pelaksanaan
Pekerjaan diawali dengan dengan penghamparan batu pecah 3/5.
Kemudian dilanjutkan dengan penggilasan dengan menggunakan tandem roller
sebanyak 6 lintasan dari bagian pinggir ke bagian tengah permukaan jalan.
Untuk mengisi rongga-rongga pada lapisan pondasi atas maka diperlukan
pengisian batu pecah 2/3 untuk menutup rongga tersebut.
Dilanjutkan penyemprotan batu aspal dengan menggunakan alat penyemprot
aspal, kemudian digilas dengan tandem roller sebanyak 6 lintasan.
34
V.4Pengerjaan Lapis Permukaan
1. Material
Pasir
Batu pecah ½
Kayu bakar
Minyak tanah
Aspal murni
Air
2. Peralatan
Tandem roller
Kereta dorong
Alat penyemprot aspal
3. Teknis pelaksanaan
Pekerjaan diawali dengan penghamparan batu pecah ½.
Kemudian dilanjutkan dengan penggilasan menggunakan tandem roller
sebanyak 6 lintasan dari bagian pinggir ke bagian tengah permukaan jalan.
Setelah itu dilakukan penyiraman aspal dan dilanjutkan dengan penghamparan
pasir.
Terakhir dilanjutkan dengan penggilasan menggunakan tandem roller sebanyak
6 lintasan dari bagian pinggir ke bagian tengah permukaan jalan.
35
V.5Susunan Lapis Perkerasan
1. Lapisan Permukaan
1) Lapisan penahan beban
2) Lapisan aus
3) Lapisan kedap air
4) Lapiasan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah sehingga dapat dipikul oleh
lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek
2. Lapisan Pondasi Atas
Terletak diantara lapisan bawah dan lapisan permukaan yang berfungsi:
1) Menahan gaya lintang dari beban
2) Lapisan peresapan
3) Bantalan terhadap lapiasan permukaan
Bahan yang digunakan : batu pecah, kerikul, semen kapur.
3. Lapisan Pondasi Bawah
Terletak diantara tanah dasar dan pondasi atas, yang berfungsi sebagai berikut:
1) Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
2) Sebagai efisiensi penggunaan material.
3) Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
4) Lapisan peresapan.
5) Lapisan pertama agar pekerjaan menjadi lancar.
6) Mencegah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.
36
V.6Susunan Material Perkerasan
1. Untuk patok A-30
Lapis permukaan (D1) terdiri atas labustag = 7,5 cm
Lapis pondasi atas (D2) terdiri atas batu pecah kelas B = 20 cm
Lapis pondasi bawah (D3) terdiri atas sirtu kelas B = 35 cm
37