Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
IMUNOLOGI
CROSS MATCHING (RUTIN)
DOSEN PENGAMPU :
ASISTEN :
1. DHEA ANANDA
2. YULINDA ANGGRAINI
Objek IV
Cross Matching (Rutin)
1. Tujuan
1) Untuk dapat melakukan pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching) pada lebih dari
satu donor.
2) Untuk menentukan kecocokan antara darah resipien dengan darah donor.
2. Tinjauan Pustaka
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari
satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan
kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi,
syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Komponen darah yang
biasa ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma,
sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu pengobatan yang bertujuan untuk
menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang. Akan tetapi, tindakan
transfusi darah atau komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya tindakan
ini merupakan tindakan yang mengandung risiko yang dapat berakibat fatal, seperti dapat
menimbulkan reaksi imunologis, reaksi non imunologis dan penularan penyakit.
Sebelum melakukan proses transfusi darah, untuk menghindari berbagai resiko
fatal, dapat dilakukan pemeriksaan cross matching terlebih dahulu. Reaksi silang (Cross
matching) adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah donor yang
akan ditransfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu apakah darah donor
yang akan ditransfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien di dalam tubuhnya
atau apakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel pasien di dalam
tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya
reaksi hemolitik transfusi yang bisa membahayakan pasien.
Cross-matching darah, dalam transfusi kedokteran, mengacu pada
pengujian kompleks yang dilakukan sebelum transfusi darah, untuk menentukan apakah
darah donor kompatibel dengan darah dari penerima yang dimaksud, atau
untuk mengidentifikasi pertandingan untuk transplantasi organ. Cross-matching
biasanya dilakukan hanya setelah lain, tes kurang kompleks belum dikecualikan
kompatibilitas. Kompatibilitas darah memiliki banyak aspek, dan tidak hanya ditentukan
oleh golongan darah (O, A, B, AB), tetapi juga oleh faktor-faktor darah, ( Rh , Kell , dll).
Pada prinsipnya cross match dibagi menjadi dua prosedur, yaitu sebagai berikut :
1) Mayor Crossmatch
Merupakan bagian yang utama (terpenting) dalam cross match, yaitu mereaksikan
serum pasien dengan sel donor. Maksudnya adalah untuk melihat apakah sel donor
akan bereaksi atau dihancurkan oleh antibody dalam serum pasien.
2) Minor Crossmatch
Merupakan bagian dalam crossmatch, yaitu mereaksikan sel pasien dengan serum
donor, dengan alasan antibody dalam serum atau plasma donor akan mengalami
reaksi atau pengenceran di dalam tubuh pasien.
Dalam Cross Match ini, sesuai dengan maksudnya, kita berusaha untuk
mencari semua kemungkinan adanya semua jenis antibody complete maupun incomplete
terutama yang mempunyai arti klinis yang bisa menyebabkan Cross Match invitro tidak
cocok atau incompatible. Maka Cross Match harus dijalankan dalam medium dan
temperatur yang berbeda, yang dalam praktiknya dikenal dengan fase 1, fase 2, dan fase
3. Untuk fase dalam cross matching terdiri atas :
4. Cara Kerja
1) Tahap Mayor
2 tetes serum resipien albumin ditambah 1 tetes eritrosit 5% donor, kemudian
ditambahkan lagi 2 tetes bovin albumin.
2) Tahap Minor
2 tetes serum donor ditambah 1 tetes eritrosit 5% resipien, kemudian ditambahkan
lagi 2 tetes bovin albumin.
3) Aduk masing-masing tahap, tahap mayor dan tahap minor, lalu disentrifugasi pada
kecepatan 1000 rpm selama 1 menit.
4) Amati hasilnya (bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible, pengujian
tidak perlu dilanjutkan dan bila reaksi negative reaksi dilanjutkan).
5) Inkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit, lalu disentrifugasi lagi pada kecepatan
1000 rpm selama 1 menit.
6) Amati hasilnya (bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible, pengujian
tidak perlu dilanjutkan dan bila reaksi negative reaksi dilanjutkan).
7) Uji Coombs
Cuci dengan larutan NaCl fisiologis sebanyak 3-4 kali. Tambahkan 2 tetes reagen
comb, sentrifugasi lagi dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit. Amati hasilnya
(bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible artinya tidak dapat dilakukan
transfuse darah).
1 A B + 1 B A +
2 A C - 2 C A +
3 A D + 3 D A -
4 B C - 4 C B +
5 B D + 5 D B -
6 C D + 6 D C -
7 B A + 7 A B +
8 D C - 8 C D +
eritrosit
A - + + -
B + - + -
C - - - -
D + + + -
b. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, dilakukan uji cross matching yang bertujuan agar
praktikan dapat mengetahui prosedur pemeriksaan cross matching dan dapat
menentukan kecocokan antara darah donor dan resipien. Pemeriksaan uji silang (cross
match) ini merupakan bagian penting dalam proses transfuse darah untuk memastikan
keamanan pasien. Secara alamiah, uji cross match merupakan pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya antibody donor atau pasien yang bersifat
IgM dan IgG yang dapat bereaksi dengan antigen donor atau pasien. Oleh sebab itu,
pemeriksaan cross match ini wajib dilakukan sebelum proses transfuse darah agar
darah yang ditransfusikan kepada pasien bermanfaat dan berfungsi secara klinis serta
tidak menimbulkan resiko-resiko fatal.
Metode yang digunakan pada pemeriksaan cross match percobaan ini adalah
metode tabung. Metode ini memiliki beberapa kelemahan dibandingkan metode gel
yang kebanyakan digunakan saat ini, yaitu metode tabung lebih sulit dan memerlukan
banyak peralatan. Akan tetapi, metode tabung juga memiliki beberapa kelebihan,
yaitu menggunakan teknik yang lebih ketat dengan menggunakan beberapa fase
pemeriksaan dan medium pemeriksaan yang lebih banyak, missal menggunakan
larutan saline, bovin albumin, serum Coombs dan inkubasi pada suhu 37 oC yang akan
menambah sensitivitas pemeriksaan.
Pada praktikum ini, dilakukan 2 tahap pengerjaan yaitu tahap mayor dan minor.
Perbedaan antara kedua tahap ini adalah, tahap mayor mereaksikan serum pasien
dengan sel donor, sementara tahap minor mereaksikan sel pasien dengan serum
donor. Kedua tahap ini diperlukan untuk membuktikan bahwa serum pasien dengan
sel donor / sel pasien dengan serum donor compatible (cocok) sehingga tidak terjadi
resiko-resiko yang tidak diharapkan seperti terjadinya reaksi imunologis, reaksi non
imunologis maupun penularan penyakit.
Berdasarkan hasil pengamatan, untuk tahap mayor (serum pasien dengan sel
donor), terdapat beberapa cross match golongan darah yang menunjukkan hasil
positif aglutinasi (incompatible/tidak cocok) yaitu antara serum A dengan sel B,
serum A dengan sel AB, serum B dengan sel AB, serum O dengan sel AB serta serum
B dengan sel A. Aglutinasi terjadi karena adanya reaksi antara antibody pada serum
pasien dengan antigen pada membrane eritrosit donor. Sebagai contoh, incompatible
antara serum A dengan sel B disebabkan karena serum A memiliki antibody B yang
dapat bereaksi dengan antigen B pada sel B. Begitu juga incompatibilitas antara
serum O dan AB, dimana serum O memiliki antibody A dan B yang dapat bereaksi
dengan antigen AB dari sel AB.
Akan tetapi, didapat juga hasil negative aglutinasi pada tahap mayor ini, yaitu
antara serum pasien A dengan sel donor O, serum B dengan sel O dan serum AB
dengan sel O. Serum golongan darah A, B dan AB tidak menimbulkan aglutinasi
dengan sel O karena sel O tidak memiliki antigen meskipun serum A, B dan AB
memiliki antibody, sehingga tidak ada reaksi antigen-antibody (aglutinasi tidak
terjadi)
Sementara pada tahap minor (serum donor dengan sel pasien), hasil pengamatan
menunjukkan terjadinya aglutinasi antara serum B dengan sel A, serum O dengan sel
A, serum O dengan sel B, serum A dengan sel B serta serum O dengan sel AB.
Dengan prinsip terjadinya aglutinasi sama seperti dengan yang sudah dijelaskan di
atas. Untuk hasil negative aglutinasi, yaitu pada serum donor AB dengan sel pasien
A, serum AB dengan antigen B dan serum AB dengan antigen O. Aglutinasi tidak
terjadi antara cross match tersebut karena serum donor AB tidak memiliki antibody
yang bisa bereaksi dengan antigen pada sel A, B maupun O.
Pada proses pemeriksaan cross match percobaan ini, dilakukan pemeriksaan
dengan 2 fase, yaitu fase 2 dengan medium bovin albumin dan fase 3 dengan reagen
Coombs. Pada pemeriksaan fase 2 digunakan medium bovin albumin yang fungsinya
yaitu untuk menekan zat potensial dengan menguraikan ion-ion positif dan negatif
sehingga aglutinogen dan antibodi lebih cepat meningkat untuk memudahkan
proses sensititasi (aglutinasi). Pada pengerjaan fase 2 ini juga dilakukan proses
inkubasi pada suhu 37oC. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC penting dilakukan
karena dianggap suhu ini sama dengan suhu tubuh manusia dan karena Rh hanya
bereaksi pada suhu 37oC. Selain itu fungsi inkubasi ini yaitu untuk memberi
kesempatan antibody melekat pada permukaan sel, karena jika dilakukan pemeriksaan
tidak pada suhu sebagaimana suhu tubuh manusia, dikhawatirkan hasil negative
aglutinasi terjadi karena adanya pengaruh suhu. Sementara jika hasil negative ini
diperbolehkan ditransfusikan, dikhawatirkan akan terjadi aglutinasi pada suhu tubuh
(37oC)
Pada uji fase 3, ini merupakan fase lanjutan dari fase 2 yang bertujuan untuk
memastikan apakah golongan darah yang compatible (cocok) di fase 2 benar-benar
bisa ditansfusikan atau tidak. Pada fase ini, digunakan reagen Coomb (juga dikenal
sebagai Coombs antiglobulin atau antihuman globulin), yang langsung mendeteksi
antibody yang menempel pada permukaan sel darah merah. Serum Coombs ini
berfungsi sebagai jembatan coatednya antibody yang satu dengan yang lainnya. Jika
sel-sel darah menggumpal setelah diberi reagen Coombs ini, diindikasikan bahwa
antibody atau protein pelengkap terikat pada permukaan sel darah merah dan dapat
meenyebabkan kerusakan sel-sel tersebut. Transfusi darah baru boleh dan bisa
dilakukan ketika pemeriksaan pada fase 3 (dengan reagen Coombs) menunjukkan
hasil negative (tidak terjadi aglutinasi).
Berdasarkan tabel rekapitulasi hasil pengamatan, didapat bahwa serum A
compatible dengan eritrosit A dan O, serum B compatible dengan eritrosit B dan O,
serum O hanya compatible dengan eritrosit O dan serum AB compatible dengan
seluruh eritrosit golongan darah baik A, B, O dan AB.
Uji silang (cross match) dapat memberikan hasil positif (incompatible) selain
karena adanya antibody inkomplit juga terdapat terjadi karena auto antibody dalam
serum pasien dan adanya antibody yang tidak termasuk dalam system golongan
darah.
6. Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah
sebagai berikut :
1) Pemeriksaan cross matching wajib dilakukan sebelum proses transfusi darah untuk
menjaga keamanan pasien, karena uji silang memiliki sensitifitas yang tinggi untuk
melihat adanya kemungkinan aglutinasi antara serum pasien dengan sel donor
maupun antara sel pasien dengan serum donor.
2) Uji cross match dilakukan dengan 2 tahap yaitu mayor (serum pasien dengan sel
donor) dan tahap minor (sel pasien dengan serum donor)
3) Pada uji ini dilakukan 2 fase, yaitu fase 2 dengan medium bovin albumin dan fase 3
dengan reagen Coombs.
4) Bovin albumin berfungsi untuk menekan zat potensial dengan menguraikan ion-ion
+ dan - sehingga aglutinogen dan antibodi lebih cepat meningkat untuk
memudahkan proses sensititasi (aglutinasi). Sementara reagen Coombs berfungsi
sebagai jembatan coatednya antibody yang satu dengan yang lainnya.
5) Pada uji dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC karena suhu ini dianggap sama dengan
suhu atau kondisi tubuh manusia.
6) Didapat hasil serum A compatible dengan eritrosit A dan O, serum B compatible
dengan eritrosit B dan O, serum O hanya compatible dengan eritrosit O dan serum
AB compatible dengan seluruh eritrosit golongan darah baik A, B, O dan AB.
8. Daftar Pustaka
Haris, H. 1994. Dasar-Dasar Genetika Biokemis Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Kiswara, Rukman. 2010. Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga
Sadikin, Muhamad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widya Medika
Sudjadi, Bagod. 2007. Biologi I. Jakarta : Erlangga
Suryo. 1997. Genetika Manusia Cetakan Kesembilan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.