SYURUTH AL-MUNFASIR
Tentang
DISUSUN OLEH:
HENDRIAL, S.ThI
NIM: 2120080007
DOSEN PEMBIMBING:
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa pengertian Aqidah dan Ibadah dalam Islam?
2. Bagaimana aqidah dan ibadah yang dimiliki oleh seorang muffasir?
1
Kementrian Agama RI.2018. Qur’an Asy-Syifaa’. hafalan terjemah dan Tajwid Berwarna Metoda
Tikrar. Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema.
2
Prof Dr. Rusydi. AM, Lc, M.Ag. 2021. Perkuliahan Syuruth Muffasir.
1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian aqidah dan ibadah dalam Islam
2. Aqidah dan ibadah yang dimiliki oleh seorang muffasir
2
PEMBAHASAN
3
1 H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1972),
hlm. 274.
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
5
2000), hlm.199.
3
Ada lagi defenisi aqidah menurut Hasan Al-Banna‘Aqaid (bentuk
plural dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
b. Ruang Lingkup Aqidah
Menurut Hasan al-Banna, ruang lingkup aqidah Islam meliputi:
1) Ilahiyyat,Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Allah, seperti wujud Allah, sifat Allah, nama
dan perbuatan Allah dan sebagainya.
2) Nubuwwat,Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-
kitab Allah yang dibawa para Rasul, mu’jizat, Rasul dan lain
sebagainya.
3) Ruhaniyyat,Yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
alam metafisik seperti jin, iblis, syaitan, roh, malaikat dan lain
sebagainya.
4) Sam’iyyat,Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya
bisa diketahui lewat sam’i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan
as-Sunnah seperti alam barzah, akhirat, Azab Kubur, tanda-tanda
kiamat, Surga-Neraka dan lainnya.
c. Sumber-Sumber Aqidah
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah artinya
informasi apa saja yang wajib diyakini hanya diperoleh melalui Al-
Qur’an dan Al-Sunnah. Al-Qur’an memberikan penjelasan kepada
manusia tentang segala sesuatu. Firman Allah:
... Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat, bagi orang-orang
yang berserah diri (QS. Al- Nahl/16: 89).
Sedangkan akal fikiran bukanlah merupakan sumber aqidah, dia hanya
berfungsi untuk memahami nash-nash (teks) yang terdapat dalam kedua
sumber tersebut dan mencoba membuktikan secara ilmiah kebenaran
4
yang disampaikan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah ( jika diperlukan).
Itupun harus didasari oleh semua kesadaran bahwa kemampuan akal
manusia sangat terbatas. Informasi mengenai pencipta alam ini dan
seisinya adalah dalil Allah yang hanya bisa diketahui melalui Al-Qur’an
dan Al-Sunnah. Manusia dengan akalnya semata tidak dapat mengetahui
siapa yang meciptakan alam. Akal manusia hanya dapat memikirkan
keteraturan dan keseimbangan.
Sumber aqidah Islam adalah al-Qur’an dan as-sunnah. Artinya
apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam al-Qur’an dan Rasulullah
dalam sunnah-nya wajib diimani, diyakini, dan diamalkan. Akal fikiran
sama sekali bukan sumber aqidah Islam, tetapi merupakan instrumen
yang berfungsi untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua
sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan– membuktikan secara
ilmiyah kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur’an dan Sunnah. Itupun
harus didasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal
sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemapuan semua makhluk
Allah.
Akal tidak akan mampu menjangkau masa’il ghaibiyah
(masalah-masalah ghaib), bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau
sesuatu yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Misalnya, akal tidak
mampu menunjukan jawaban atas pertanyaan kekekalan itu sampai
kapan? Atau akal tidak sanggup menunjukan tempat yang tidak ada di
darat atau di laut, di udara dan tidak dimana-mana. Karena kedua hal
tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu. Oleh sebab itu akal tidak
boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab
pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu
membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa risalah
tentang hal-hal ghaib itu bisa dibuktikan secara ilmiyah oleh akal
fikiran.Berkenaan dengan peneyelidikan akal untuk menyakini aqidah
Islam, terutama yang berkenaan dengan hal-hal ghaib di atas, manusia
dipersilahkan untuk mengarahkan pandangan dan penelitianya kepada
5
alam semesta ini, di bumi, di langit, dan rahasia-rahasia yang
tersimpan pada keduanya. Manusia diperintahkan untuk
memperhatikan bagaimana langit ditegakan tanpa tiang seperti yang
kita lihat, dan bumi dihamparkan dan dibangun dengan suasana yang
teratur dan teguh dalam sebuah sistem yang saling berjalin
berkelindan.Penyelidikan akal yang mendalam pasti akan mengatakan
dan meyakinkan, bahwa alam ini mustahil tercipta dengan sendirinya
dan timbul karena kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama
lain, seperti keyakinan dalam naturalisme. Penyelidikan akal secara
cermat dapat melahirkan pengakuan mutlak bahwa semua alam
semesta Aqidah Akhlak yang teratur, rapi, dan berjalan menurut
hukum yang tetap dan tak berubah-ubah mensyaratkan ada
penciptanya, pengatur dan pemeliharanya. Oleh karena itu, al-Qur’an
berkali-kali menganjurkan dan memberikan petunjuk ke arah
penyelidikan dalam menetapkan aqidah dengan cara demikian6
2. Pengertian Ibadah
6
Dr.H.Muhammad Amri,Lc.M.Ag dkk..2018. Aqidah Akhlak.
6
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang
paling lengkap. Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota
badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta),
tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut)
adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih,
tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah
lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan
jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih
banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati,
lisan dan badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan
manusia. Allah berfirman:
َّ َإ لّ ل
َلو ُ وه ٍ وَ وَا َ ه َُُِه َوّ ُ ط
َ ُهْ َِ ه هَّ وَا َ ه َُُِه ََ طْ هُم َ رَن َ رِ طْ ق
َ ُنَ َإ لّ ََِو طُِه َ وَ وَا وََو طُْه طِِ َج لن وَ ط
ِإ و
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari
mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan
kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58] Allah
Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah
Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka,
akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan
mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada
Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi
dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’
(pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
7
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid
(yang mengesakan Allah).
8
Qur’an itu sendiri. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mashuri
Sirajuddin Iqbal8: Mufassir disyaratkan mempunyai aqidah yang benar.
Aqidah berpengaruh besar bagi mufassir. Apabila seorang mufassir
beraqidah jelek, maka kemungkinan ia akan mengubah nash-nash dan akan
berkhianat dal;am meriwayatkan berita, ia akan mena’wilkan ayat-ayat
yang bertentangan dengan aqidahnya serta akan menjurus tafsirnya kepada
mazhab yang batal.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Ghazali dan Gunawan:
Seseorang yang akan menafsirkan al-Quran bila tidak memiliki aqidah
yang benar. Maka seringkali terdorong untuk mengubah nash-nash dan
berkhianat dalam penyampaian berita. Apabila seseorang menyusun
sebuah kitab tafsir, ditakwilkan ayat-ayat yang bertentangan dengan
akidahnya, dan membawanya pada mazhabnya yang batil guna
memalingkan manusia dari mengikuti golongan salaf dan dari jalan
petunjuk.9
Dari beberapa pendapat di atas, jelaslah seorang mufassir itu harus
mempunyai aqidah yang benar untuk menjamin kualitas penafsirannya.
8
Mashuru Siajuddin Iqba, Drs. Dan A.Fudlali, Drs.2009 Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung
Angkasa.h.101
9
Ghazali dan Gunawan., Studi Islam Suatu, p.106-107.
10
Khalid Abdurrahman Al-’lk. Ushul At-Tafsir Wa Qawa’iduhu. (Beirut.DarAn-Nafais, t.th) h.189
9
Apabila seorang muffasir tidak melaksanakan ibadah sesuai dengan
syari’at yang terdapat dalam alquran, maka dikhawatirkan penafsiran ayat-
ayat alquran yang membahas masalah ibadah pun tidak sesuai dengan yang
dinyatakan dalam alquran tetsebut.
10
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
2. Dari segi penulisan penulis menyadari masih jauh dari kekurangan, karena
itu penulis sangat mengharapkan sekali kritikan dan saran demi
kesempurnaan makalah ini
11
DAFTAR PUSTAKA
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan. Studi Islam Suatu Pengantar Dengan
Pendekatan Interdisipliner, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015
Mashuri Sirajoddin Iqbal, Drs. Dan A Fudlali. Drs. 2009. Pengantar Ilmu Tafsir.
Bandung: Angkasa
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000), hlm.199.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyaah. Al-‘Ubuudiyyah.ahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin
‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary (hal. 161-162), Maktabah Darul
Ashaalah 1416 H
Rusydi. Am, Prof. Dr. Lc, M.Ag. 2021. Perkuliahan Syuruth Muffasir.
12