Kesiapsiagaan adalah persiapan yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk
meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun
perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada
saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1.
pengkajian terhadap kerentanan, 2. membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3.
pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5. pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7.
mekanisme tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. gladi resik.
- (3) mencapai pemulihan yang cepat dan efektif. Dengan demikian, siklus manajemen
bencana memberikan gambaran bagaimana rencana dibuat untuk mengurangi atau mencegah
kerugian karena bencana, bagaimana reaksi dilakukan selama dan segera setelah bencana
berlangsung dan bagaimana langkah-langkah diambil untuk pemulihan setelah bencana
terjadi.
1. Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negative bencana. Contoh: zonasi dan
pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan; pembelajaran public.
3. Fase respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Contoh:
pencarian dan pertolongan; tindakan darurat,
Siklus manajemen bencana terbagi menjadi 3 tahapan atau fase, 3 tahap atau fase manajemen
bencana yaitu:
Pencegahan (Prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana jika mungkin dengan meniadakan
bahaya. Contoh kegiatan pencegahan diantaranya melarang pembakaran hutan dalam
perladangan, melarang penambangan batu di daerah curam, melarang membuang sampah
sembarangan dan lain sebagainya.
Mitigasi adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana baik
melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Kegiatan mitigasi inidapat dilakukan melalui pelaksanaan penataan
ruangan; pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, pelatihan baik secara konvensional maupun
modern.
Kesiapsiagaan (Preparedness)
Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin pada
masyarakat mengenai kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang atau upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan
akan segera terjadi.
Pemberian peringatan dini ini harus menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate),
tegas tidak membingungkan (coherent), bersifat resmi (official).
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan . Ini meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsian dan pemulihan sarana prasarana. Berikut beberapa kegiatan yang
dilakukan pada tahap tanggap darurat, diantaranya yaitu:
Ini merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar berupa sandang, pangan, tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi dan juga air
bersih.
Pemulihan (Recovery)
Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
hingga tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rekonstruksi (reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang
terencana dengan baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara
permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan baik tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program
rekonstruksi non fisik.
1. Mengenali lokasi bangunan tempat tinggal atau bekerja, yakni kemungkinan berada pada
patahan gempa, serta seberapa kuat potensi gempa yang terjadi di wilayah tersebut
berdasarkan pemetaan wilayah rawan gempa bumi.
2. Membangun rumah dengan konstruksi tahan gempa sesuai dengan standar yang berlaku, di
Indonesia digunakan SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan. Secara umum misalnya, kondisi tanah yang akan didirikan bangunan kering dan
padat, tidak menggunakan tanah urug, pondasi terbuat dari beton bertulang besi, letak dinding
seimbang serta kondisi material konstruksi tidak rusak karena terlalu tua atau dimakan rayap.
Selengkapnya dapat dilihat di Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa
yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006.
3. Melakukan renovasi terhadap bangunan yang belum tahan gempa serta yang kondisinya
sudah tua atau buruk. Hal tersebut penting untuk dilakukan terutama bagi bangunan publik
yang digunakan banyak orang, seperti sarana pendidikan, fasilitas kesehatan, dan gedung
pemerintahan.
4. Mengurangi risiko pergeseran dan robohnya perabot ketika terjadi gempa. Perabot yang
bergeser, roboh, atau terjatuh dapat menghalangi jalan keluar serta menimpa dan melukai
orang. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risikonya yakni, tidak meletakkan
perabot yang tinggi seperti lemari di atas karpet, melainkan di atas lantai yang keras dan
datar, meletakkan barang yang berat di bawah barang yang ringan, tidak meletakkan barang-
barang berbahaya seperti gunting di tempat yang tinggi, memasang pasak tahan gempa,
menggunakan karet perekat pada peralatan elektronik seperti komputer, serta mengatur ulang
tata letak prabot.
Contoh tindakan yang harus dilakukan saat terjadi gempa yakni, berlindung di bawah meja
yang kuat apabila berada di dalam ruangan, apabila berada di dalam lift tekan semua tombol
lantai yang ada, dan segera keluar begitu lift berhenti, bila berada di luar ruangan hindari
bangunan ataupun fasilitas yang dapat roboh, bila berada di atas jembatan segera menuju ke
ujung terdekat, bila berada di dekat laut segera menghindar karena kemungkinan terdapat
potensi tsunami, dan bila berada di dalam kendaraan segera menepi dan keluar dengan aman
kemudian menuju tempat perlindungan terdekat.
Sebelum Gempa
Ketika Gempa
Tetap tenang
Hindari sesuatu yang kemungkinan akan roboh, kalau bisa ke tanah lapang
Perhatikan tempat Anda berdiri, kemungkinan ada retakan tanah
Turun dari kendaraan dan jauhi pantai.
Setelah Gempa
Komite perencanaan :
Fihak rumah sakit, fihak sistem kesehatan masyarakat termasuk kesehatan masyarakat dan
kesehatan mental, pelayanan darurat eksternal seperti ambulans, PMK dan polisi.
Termasuk analisis bahaya dan analisis keterancaman. Semua analisis akan membantu komite
perencanaan bencana menentukan sasaran dan prioritas perencanaan.
Berdasar pada hasil analisis risiko dan pengenalan strategi pengelolaan bencana yang
disetujui komite.
Tentukan pertanggungjawaban :
Memilih pertanggungjawaban dari semua fihak terkait : RS, petugas, dan pelaksana
kesehatan masyarakat lainnya.
Analisis sumberdaya :
Komite harus mengetahui apa yang akan dibutuhkan; dari pada hanya melihat apa yang
dipunyai. Bila apa yang dibutuhkan kurang dari apa yang tersedia, komite harus
mengidentifikasi sumber tenaga dan sarana yang tersedia yang dapat dipanggil seketika
dibutuhkan. Rencanakan kerjasama dengan fasilitas kesehatan regional atau nasional.
Komite harus mengidentifikasi strategi untuk pencegahan dan mitigasi, penyiapan, respons
dan pemulihan akibat kegawatan major dan bencana. Ini termasuk sistem komando gadar RS,
sistem komunikasi, informasi publik, sistem pengelolaan informasi dan sumberdaya.
Tuliskan rencana :
Dokumen tertulis harus dibagikan pada semua yang akan menggunakannya. Dokumen harus
sederhana dan langsung sasaran, atau orang tidak dapat membaca atau memahaminya.
Pelatihan personil serta pengujian perencanaan, sistem dan prosedur merupakan bagian vital
dari persiapan pengelolaan gadar atau bencana.
Kegiatan respons bencana memerlukan personil untuk bekerja diluar kegiatan dan
tanggungjawab hari-hari normalnya, dan melaksanakan tugas yang kurang familier. Untuk
menciptakan kejadian menjadi lebih sulit, berikan tidak hanya banyak tugas yang tidak
familer, namun mereka harus mendapatkan lingkungan yang sangat menekan, yang bahkan
pantas untuk menguji sistem dan personil yang sudah berpengalaman.
Dapat dimengerti mengapa personil wajib dilatih dan diuji secara rutin dalam tugas
pengelolaan bencananya. Personil juga memerlukan kesempatan untuk mempraktekkan tugas
dan tanggungjawab pengelolaan bencananya.
Selain itu, rencana yang belum diuji dan dinilai ulang mungkin lebih buruk dari pada tidak
ada rencana sama sekali. Hal ini akan membangun rasa keamanan yang salah pada petugas
dalam hal tingkat persiapan.
Perencanaan harus dinilai ulang dan diperbaiki secara berkala,dan harus dinyatakan dalam
perencanaan itu sendiri. Setiap saat, perencanaan atau bagian dari perencanaan, diaktifkan
untuk latihan atau dalam bencana sesungguhnya. Debriefing harus dilakukan untuk
mengenal kebutuhan perbaikan perencanaan, sistem dan prosedutr, dan untuk melatih
personil.
Sekali lagi, perencanaan adalah proses, tidak pernah berakhir. Perencanaan tertulis adalah
hanya sebuah hasil akhir dari proses perncanaan, namun bukan titik akhir, hanya bagian dari
proses perencanaan. Perencanaan tertulis adalah dokumen yang hidup yang harus secara tetap
diuji, dinilai ulang dan dipertbaharui.