BAB II
LANDASAN TEORI
II-1
II-2
Proses 1-2: Ekspansi isentropik dari fluida kerja melalui turbin dari uap
jenuh pada kondisi 1 hingga mencapai tekanan kondensor.
Proses 2-3: Perpindahan kalor dari fluida kerja ketika mengalir pada
tekanan konstan melalui kondensor dengan cairan jenuh pada
kondisi 3.
Proses 3-4: Kompresi isentropik dalam pompa menuju ke kondisi 4 dalam
daerah cairan hasil kompresi.
Proses 4-1: Perpindahan kalor ke fluida kerja ketika mengalir pada tekanan
konstan melalui boiler.
II-3
II.2 Kebutuhan Air Pembangkit
Pada PLTU, air merupakan hal yang sangat penting juga dibutuhkan dalam
sistem. Air tersebut biasanya digunakan untuk memproduksi uap yang dapat
menggerakan sudu turbin dan juga digunakan sebagai keperluan sanitasi diseluruh
area pembangkit. Maka dari itu, PLTU biasanya berada di dekat laut.
II-4
Berikut penjelasan mengenai macam-macam penggunaan air pada
pembangkit.
a) Main Steam Cycle Cooling Water
Pada sistem pendinginan langsung (once through), umumnya
penggunaan trash rack dan bar screen sudah cukup untuk menghilangkan
padatan yang terbawa pada air pendinginan. Sehingga, tidak diperlukan
pengolahan air tambahan. Desain dan pemilihan material yang tepat
menjadikan air pendinginan dengan jumlah padatan terlarut sebesar
50.000 mg/L dapat digunakan. Sedangkan untuk menghilangkan zat-zat
II-5
d) High Purity Water
High purity water adalah air dengan kemurnian tingkat tinggi yang
dipelukan yang selanjutnya digunakan untuk sistem air penambah pada
siklus kondensat dan air umpan. Kualitas kemurnian air harus tinggi untuk
mencegah terbentuknya kerak dan korosi pada peralatan siklus
pembangkit uap.
Jumlah maksimum air yang dibutuhkan adalah 1,5% dari laju uap
ditambah kebutuhan sootblowing.
II-6
chlorin secara kontinyu untuk melumpuhkan biota laut. Kemudian Air laut akan
melewati saringan putar halus yaitu travelling band screen.
Air laut di pompa oleh dua jenis pompa yang fungsinya berbeda yaitu CWP
(Circulating
Water Pump) berfungsi untuk memompa air laut yang digunakan
sebagai
air pendingin kondensor, sedangkan SWP (Sea Water Pump) berfungsi
untuk memompa air laut sebagai air umpan untuk water treatment plant. CWP
bekerja memompakan air laut ke dalam kondensor lalu dibuang kembali ke lautan.
Jika CWP tidak dapat beroperasi maka dapat menggunakan SWP sebagai media
nya. Setelah dipompa oleh CWP atau SWP kemudian menuju settling basin.
suplai
Terdapat
injeksi chlorin pada inlet settling basin. Settling basin berfungsi untuk
mengurangi kekeruhan air laut. Air bersih hasil dari settling basin ditampung di sea
water tank. Selanjutnya chemical raw water pump memompakan air laut dari sea
water tank menuju ke Multi Stage Flash (MSF).
MSF berfungsi untuk mengubah air laut menjadi air tawar atau menurunkan
salinitas air laut dengan metode destilasi kondensasi. Produk air distilat dari MSF
ditampung pada fresh water tank. Fresh water tersebut selanjutnya dipompakan
oleh chemical water pump menuju ke Mix bed. Mix bed ini adalah tangki yang di
dalamnya terdapat resin kation dan anion. Resin anion berfungsi untuk menarik ion
positif dan resin kation untuk menarik ion negatif yang terdapat pada fresh water,
sehingga menghasilkan air demin dan di tampung ke dalam demineralized tank
untuk selajutnya di supplai ke unit.
Pada proses distilasi, air laut dipanaskan untuk menguapkan air laut dan
kemudian uap air yang dihasilkan dikondensasi untuk memperoleh air tawar. Proses
ini menghasilkan air tawar yang sangat tinggi tingkat kemurniannya dibandingkan
dengan proses lain. Air laut mendidih pada suhu 100 oC pada tekanan atmosfer,
namun dapat mendidih di bawah 100 oC apabila tekanan diturunkan. Penguapan air
memerlukan panas penguapan berupa panas latent yang terkandung dalam uap yang
dihasilkan. Sebaliknya pada saat uap menyembur panas latentnya dilepaskan yang
dapat memanasi air laut/baku umpan sebagai pemanasan pendahuluan (preheating)
atau menguapkannya
II-7
Pada proses thermal terjadi distilasi (penyulingan), yang mendidihkan air
masukan dan kemudian mengkondensasikan uap yang terjadi. Proses ini
menghasilkan air bersih (distilat) dengan kadar garam sangat rendah, sekitar 10 ppm
(Nugroho,
2004). Air laut digunakan sebagai bahan baku air tawar dan sebagai air
pendingin
dalam hal ini jumlah air laut yang diperlukan sebesar 8 sampai 10 kali
dari air tawar yang dihasilkan. Steam dari boiler atau sumber lainnya dapat
digunakan sebagai media pemanas dan suatu rancangan akan memerlukan jumlah
steam 1/6 sampai 1/8 dari air yang dihasilkan (Nugroho, 2004). Perbandingan
jumlah
produksi air tawar terhadap jumlah panas steam yang diperlukan disebut
Performance
Ratio atau Gained Output Ratio (GOR).
II.4 Desalination Plant (Unit Desalinasi)
Desalination Plant (Unit Desal) adalah unit sistem peralatan yang berfungsi
untuk menghilangkan kandungan garam (salt) atau memurnikan air laut (seawater)
menjadi air tawar (fresh water) dengan metode penyulingan (kombinasi evaporasi
dan kondensasi).
Desalinasi adalah proses pemisahan yang digunakan untuk mengurangi
kandungan garam terlarut dari air garam hingga level tertentu, sehingga air menjadi
air tawar. Proses desalinasi melibatkan tiga aliran cairan, yaitu air umpan berupa
air laut, produk bersalinitas rendah berupa air distilat, dan konsentrat bersalinitas
tinggi berupa brine. Produk proses desalinasi umumnya merupakan air dengan
kandungan garam terlarut kurang dari 500 mg/L, yang dapat digunakan untuk
keperluan domestik dan industri. Hasil sampingan dari proses desalinasi adalah
brine. Brine adalah larutan garam berkonsentrasi tinggi (lebih dari 34.000 mg/L
garam terlarut).
II-8
II-9
Namun air di dalam alat penguap, air akan mendidih dan
menguap pada suhu kurang dari 100°C bila tekanan di dalam evaporator
dalam keadaan vakum atau di bawah 1 atm. Kemudian akan
dikondensasikan hingga terbentuk produk berupa air tawar atau air
distilat. Sedangkan sisa air yang tidak teruapkan adalah air dengan
kandungan garam jenuh atau brine dan akan dibuang kembali ke laut.
Yang termasuk ke dalam desalinasi secara termal yaitu Multi
Stage Flashing (MSF), Multiple Effect Evaporation (MEE), dan Single
Effect Evaporation (SEE). Proses konvensional untuk Single Effect
Dalam proses MSF, air laut disalurkan ke dalam vessel yang dinamakan brine
heater untuk dipanaskan. Air laut yang sudah dipanaskan kemudian dialirkan ke
stage. Di tempat ini tekanan dikondisikan menjadi lebih rendah dari stage
sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menyebabkan air laut yang masuk menjadi
mendidih secara mendadak (flashing) dan menyebabkan terjadinya uap air. Dan uap
air ini akan dikondensasi untuk menjadi air produk distilat.
Proses ini akan terus berlanjut pada stage berikutnya sampai air menjadi
dingin dan tidak menghasilkan uap air lagi. Biasanya stage ini berjumlah 10 sampai
25. Penambahan jumlah stage akan menambah capital cost dan menambah rumit
pengoperasian. Uap air yang dihasilkan dari flashing ini dikondensasi pada tube-
tube yang ada pada tiap stage. Tube bundle ini juga berfungsi untuk mengalirkan
air laut masukan ke dalam brine heater. Pada proses kondensasi ini juga akan
menghangatkan air laut masukan dan menaikan temperatur air laut masukan,
sehingga jumlah energi yang dibutuhkan untuk memanaskan air laut masukan di
brine heater menjadi lebih kecil. Suhu maksimum (Top Brine Temperatur) dari air
laut yang keluar dari brine heater adalah 90-110 °C.
II-10
MSF desalination plant dibagi menjadi dua model yaitu desain MSF Once-
through (MSF-OT) dan desain MSF Brine circulations (MSF-BC). Studi untuk
perbandingan keduanya sudah dilakukan (Helal, 2004) yang meliputi desain,
pemodelan
steady state dan optimasi dari kedua desain. MSF-OT terdiri dari bagian
evaporasi
(heat recovery) dan brine heater dan juga susunan condeser tubes .MSF
Brine recirculation terdiri dari brine heater, heat recovery section dan heat
rejection section. Peran dari rejection section adalah untuk membuang surplus
energi termal dari plant, sehingga pendinginan produk distilat dan concentrated air
dapat diturunkan ke suhu serendah mungkin. Juga susunan condenser tubes
garam
II-11
section, brine dipanaskan sampai suhu terminalnya dan masuk tingkat pertama
ruang penguapan (flash chamber). Penguapan berlanjut terus didalam ruang-ruang
penguapan, brine mengalir dari stage pertama sampai stage terakhir. Setelah
dicampur
dengan air penambah, brine mengalir kedalam pompa sirkulasi dan
proses
berulang kembali.
Skema dari proses MSF-BC ditunjukan pada Gambar II-6, proses MSF
adalah sebagai berikut :
Intake aliran air laut (Mf + Mcw) dimasukan ke dalam tabung
kondensor di bagian heat rejection, dimana temperaturnya
meningkat ke temperatur yang lebih tinggi dengan penyerapan panas
laten dari kondensasi uap fresh water.
Aliran air hangat dari intake air laut dibagi menjadi dua bagian :
yang pertama adalah air laut pendingin (Mcw), yang dibuang kembali
ke laut dan yang kedua adalah air laut umpan (Mf),yang di deaerasi,
diproses secara kimia dan kemudian dicampur dalam brine pool di
flashing stage terakhir di bagian heat rejection.
Aliran brine recycle (Mr) diekstrak dari brine pool di stage terakhir
di bagian heat rejection dan dimasukan ke dalam condensor tubes
dari stage terakhir di bagian heat recovery. Aliran Mr mengalir di
condensor tubes melintasi stage yang menyerap panas laten
kondensasi dari uap flashing di setiap stage.
Aliran brine recycle (Mr) memasuki brine heater tubes, dimana uap
pemanas (Ms) dikondensasikan pada permukaan luar dari tubes atau
tabung. Aliran air laut menyerap panas laten kondensasi uap dan
terjadi peningkatan temperature untuk mencapai nilai desain
maksimum yang disebut dengan top brine temperature (To).
Hot brine masuk ke flashing stage di bagian heat recovery dan terus
mengalir hingga ke bagian heat rejection , dimana sebagian kecil
uap fresh water dibentuk oleh brine flashing di setiap stage. Proses
flashing terjadi karena penurunan temperature saturasi di stage dan
menyebabkan penurunan tekanan di dalam stage .
II-12
Dalam setiap stage pada bagian heat recovery, uap melintasi dan
mengembun pada permukaan luar dari tabung kondensor, dimana
aliran brine recycle (Mr) mengalir di dalam tabung dari sisi dingin
ke sisi panas di plant. Heat recovery ini meningkatkan efisiensi
40oC. Penurunan lebih jauh dari temperature ini akan menyebabkan
peningkatan drastis dari volume stage dan dimensinya.
Pada MSF, sebagian besar flashing stage beroperasi pada suhu di
bawah 100oC dan memiliki tekanan vakum. Hal ini meningkatkan
kemungkinan kebocoran udara luar ke dalam vessel.
Treatment intake air laut (Mf + Mcw) hanya terbatas pada screening
dan filtrasi. Di sisi lain, treatment aliran umpan air laut lebih luas
dan itu termasuk dearasi dan penambahan bahan kimia untuk
mengontrol scaling, busa, dan korosi.
II-13
a. Kondensor/Tabung Preheater
Pada MSF kondensor memiliki 2 fungsi yaitu sebagai alat untuk melepas
dan menyerap panas. Pada tahap melepas panas, panas hasil kondensasi
uap digunakan untuk memanaskan air laut yang melewati tabung. Proses
ini sangat penting karena dapat meningkatkan rasio kerja termal. Pada
tahap menyerap panas, air laut sebagai pendingin menyerap panas laten
kondensasi dari uap air. Dengan demikian, air laut dipanaskan sampai
temperatur sama dengan temperatur air garam dalam flashing stage
terakhir.
b. Konfigurasi Tabung
Terdapat 2 konfigurasi Tabung pada Multi Stage Flash, dapat dilihat
pada Gambar II.9 dan II.10. Konfigurasi tersebut berdasarkan lokasi dari
tabung bundle terhadap arah aliran brine. Konfigurasi tabung terdiri dari:
1. Cross Tube
Konfigurasi pertama adalah cross tube, di mana tabung disusun
dalam arah tegak lurus terhadap aliran air garam. Ini adalah
II-14
konfigurasi umum dan digunakan di sebagian besar MSF plant. Pada
instalasi konfigurasi system ini terdapat water box di kedua ujung
tabung untuk mentransfer brine recycle atau umpan air laut antara
stage.
2. Long Tube
Konfigurasi tabung selanjutnya dalam sistem MSF adalah
susunan Long tube. Dalam konfigurasi ini, tabung sejajar dalam arah
yang sama dengan aliran air garam. Konfigurasi ini dapat dianggap
sebagai pilihan yang optimal untuk plant dengan kapasitas yang lebih
tinggi dari 50.000 m3/d. Konfigurasi Long tube juga menghilangkan
water box di kedua sisi flashing chamber, yang digunakan dalam
konfigurasi cross tube
II-15
II-16
Temperature Difference atau beda temperatur (∆𝑇) merupakan
perbedaan temperatur pada tiap stage. Beda temperatur antar stage nya
diasumsikan konstan. Sehingga beda temperatur dapat dihitung
menggunakan persamaan (1) sebagai berikut:
𝑇𝑜 − 𝑇𝑛
∆𝑇 = ……(1)
𝑛
Dimana: ∆T = Beda Temperatur brine antar stage, [oC]
𝑇𝑜 = Top Brine Temperatur,[oC]
𝑇𝑛 = Temperatur brine di stage terakhir, [oC]
𝑛 = Jumlah recovery dan rejection stage
Temperatur Brine tiap Stage
II-17
Dimana :
𝑇𝑗𝑖 = Temperatur air laut bagian heat rejection pada stage ke-i,
[oC]
∆𝑇𝑗𝑖 = Beda temperatur bagian heat rejection pada stage ke-i, [oC]
II.6.2 Kesetimbangan Massa & Energi tiap Stage
Kesetimbangan total massa dan konsentrat garam total dapat dihitung
menggunakan persamaan (6) dan persamaan (7) sebagai berikut:
Kesetimbangan Massa Total
𝑀̇𝑓 = 𝑀̇𝑑 + 𝑀̇𝑏 ……(6)
Kesetimbangan Konsentrat Garam Total
𝑋𝑓 . 𝑀̇𝑓 = 𝑋𝑏 . 𝑀̇𝑏 ……(7)
Diasumsikan bahwa distilat terbebas dari kandungan garam maka 𝑋𝑑 = 0.
Dimana X adalah konsentrasi garam,persamaan (7) mengasumsikan bahwa distilat
terbebas dari kandungan garam. Persamaan (6) dan (7) dapat diturunkan kembali
II-18
untuk mendapatkan persamaan menghitung total laju alir umpan dalam hal flow
rate distilat yaitu sebagai berikut :
𝑀̇𝑓 = 𝑋𝑏 /(𝑋𝑏 − 𝑋𝑓 ). 𝑀̇𝑑 ……(8)
Persamaan (8) digunakan untuk mehitung 𝑀𝑓̇ jika nilai-nilai 𝑋𝑏 , 𝑋𝑓 dan
𝑀̇𝑑 diketahui.
(𝑇𝑜 + 𝑇𝑛 )
𝑇𝑎𝑣 = …….(9)
2
𝐶𝑝. ∆𝑡
𝑦= …….(10)
𝜆𝑎𝑣
II-19
𝐷𝑖 = 𝑀̇ 𝑟 . 𝑦(1 − 𝑦)(𝑖−𝑦) ……(11)
Dimana: 𝐷𝑖 = Jumlah air distilat tiap stage, [kg/s]
𝑀̇ 𝑟 = Laju aliran air laut recycle, [kg/s]
𝑦 = spesifik ratio
Laju aliran produk distilat total dapat diperoleh dengan
II.6.6 Laju Aliran Massa Brine Recycle
Untuk mengetahui nilai laju aliran air laut recycle ,maka dihitung
dengan persamaan (12) ,
𝑀̇𝑑
𝑀̇ 𝑟 = …….(12)
(1 − (1 − 𝑦)𝑛 )
((𝑋𝑓− 𝑋𝑏 )𝑀𝑓̇ + 𝑀̇ 𝑟 𝑋𝑏 )
𝑋𝑟 = …….(13)
𝑀̇ 𝑟
Dimana :
𝑋𝑓 = Konsentrasi garam aliran feed, [ppm]
𝑋𝑏 = Konsentrasi garam aliran brine [ppm]
II-20
II.6.8 Laju Aliran Brine yang Dihasilkan Stage i
Laju aliran brine yang terbentuk dan keluar dari stage pertama
dapat dihitung menggunakan persamaan (14).
𝐵1 = 𝑀̇ 𝑟 − 𝐷𝑖 ……(14)
Dimana: 𝐵1 = Laju massa brine pada stage pertama, [kg/s]
Brine yang dihasilkan pada stage kedua hingga keduabelas dapat
dihitung menggunakan persamaan (15).
𝐵𝑖 = 𝐵𝑖−1 − 𝐷𝑖 ……(15)
Dimana: 𝐵𝑖 = Laju massa brine pada stage ke 2,3,…,n, [kg/s]
𝐷𝑖 = Laju massa distilat pada stage ke-i, [kg/s]
II.6.9 Konsentrasi Garam Tiap Stage
Konsentrasi garam aliran brine yang keluar dari stage i dapat
dihitung menggunaka persamaan (16).
𝑀̇𝑟 . 𝑋𝑟
𝑋𝑖 = ……(16)
𝐵𝑖
Dimana: 𝑋𝑖 = Konsentrasi garam tiap stage,[ppm]
𝑋𝑟 = Konsentrasi garam brine recycle, [ppm]
II.6.10 Konsentrasi Garam pada Brine Blowdown
Penentuan konsentrasi garam yang terkandung pada brine blowdown
dapat dihitung menggunakan persamaan (23).
𝑀𝑓̇ . 𝑋𝑓
𝑋𝑏 = ……(17)
(𝑀𝑓̇ − 𝑀̇𝑑 )
II-21
Dimana: 𝑀̇ 𝑠 = laju aliran massa steam, [kg/s]
λs = latent heat, [kJ/kg]
II.6.12 Luas Area Perpindahan Panas Brine Heater
Untuk menentukan luas area perpindahan panas Brine Heater perlu
(𝑇𝑠 − 𝑇𝑜 ) − (𝑇𝑠 − 𝑇𝑓 )
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑏 = ……(20)
𝑇 −𝑇
ln(𝑇𝑠 − 𝑇𝑜 )
𝑠 𝑓
II-22
Luas perpindahaan panas yang terjadi pada unit brine heater
dapat dihitung menggunakan persamaan (22).
𝑀̇ 𝑠 . 𝜆𝑠
𝐴𝑏 = ……(22)
𝑈𝑏 . 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑏
Dimana: 𝐴𝑏 = luas perpindahan panas brine heater, [m2]
II.6.13 Luas Area Perpindahan Panas Kondensor
Area perpindahan panas untuk kondensor dalam setiap stage di
bagian heat recovery diasumsikan sama. Asumsi yang sama juga dilakukan
untuk area perpindahan panas di bagian heat rejection (El-Dessouky &
Ettouney, 2002). Oleh karena itu, perhitungan area perpindahan panas untuk
stage pertama digunakan untuk mendapatkan total area perpindahan panas
pada bagian heat recovery. (El-Dessouky & Ettouney, 2002)
Luas area perpindahan panas kondensor pada stage pertama dapat
diketahui dengan menentukan parameter-parameter sebagai berikut:
Dengan,
Dimana:
𝐵𝑃𝐸 = Boiling Point Elevation, [oC]
𝑋𝑖 = Konsentrasi garam dalam aliran brine, [ppm]
II-23
B & C = Konstanta pada literatur (El-Dessouky & Ettouney, 2002)
b. Non Equilibrium Allowance (NEA)
Untuk menentukan temperatur kondensasi uap tiap stage perlu
diketahui nilai NEA dengan persamaan (26) dari literatur (El-Dessouky &
……(26)
−6
𝑁𝐸𝐴 = (0.9784)𝑇𝑜 (15.7378)𝐻 (1.3777)𝑉𝑏.10
Dimana:
𝑇𝑜 = Top Brine Temperature, [ᵒC]
H = Tinggi kolam brine, [m]
II-24
Dimana:
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑟 = Logarithmic Mean Temperatur Difference, [ᵒC]
𝑇𝑟1 = Temperatur air laut melewati kondensor, [ᵒC]
𝑀̇ 𝑟 . 𝐶𝑝 (𝑇𝑟1 − 𝑇𝑟2 )
𝐴𝑟 = ……(30)
𝑈𝑟 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑟
Dimana: 𝐴𝑟 = Luas perpindahan panas kondensor, [m2]
Prosedur yang sama dilakukan untuk stage pada bagian heat rejection
namun dihitung pada stage terakhir,dimana untuk area kondensor pada bagian
stage rejection digunakan langkah-langkah persamaan berikut :
a. Temperatur Uap Kondensasi
Temperatur uap yang dihasilkan stage rejection (𝑇𝑣𝑛 ) dapat dihitung
menggunakan persamaan (31) sebagai berikut:
II-25
Nilai LMTD pada kondensor heat rejection dapat dihitung
melalui persamaan (33) sebagai berikut:
(𝑇𝑣𝑛 − 𝑇𝑐𝑤 ) − (𝑇𝑣𝑛 − 𝑇𝑗𝑛 )
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑗 = ……(33)
𝑇𝑣 − 𝑇𝑐𝑤
ln(𝑇𝑣𝑛 − 𝑇𝑗 )
𝑛 𝑛
II-26
Air laut yang masuk menuju Flashing stage melewati suatu
lubang atau disebut juga gate. Tinggi dari gate (GH) ini dapat dihitung
menggunakan persamaan (36).
𝑀𝑟 (2. 𝜌𝑏 . ∆𝑃)(−0.5)
𝐺𝐻 = ……(36)
𝐶𝑑. 𝑊
ρb = densitas brine, [kg/m3]
∆P = perbedaan tekanan antar stage, [bar]
Setelah mengetahui nilai gate maka untuk menetukkan nilai dari
tinggi brine pool (H) ,tinggi brine pool ini harus lebih tinggi dari tinggi
gate dapat digunakan persamaan berikut:
𝐻1 = 0.2 + 𝐺𝐻
Dimana: H = Tinggi kolam brine, [m]
b. Tinggi Demister
c. Lebar Stage
Lebar semua Stage ditetapkan sama dengan lebar dari stage
pertama (El-Dessouky & Ettouney, 2002). Untuk mengetahui lebar
stage dapat menggunakan persamaan (37).
𝑀𝑟
𝑊= ……(38)
𝑉𝑏
II-27
𝐷𝑛
𝐿= ……(39)
𝜌𝑣𝑛. 𝑉𝑣𝑛 . 𝑊
Dimana: 𝐿 = panjang stage, [m]
𝐷𝑛 = flow rate distilat pada stage terakhir, [kg/s]
II-28
(𝐴𝑏 + 𝐴𝑐 )
𝑠𝐴 = ……(42)
𝑀𝑑
2
Dimana: sA = Luas Perpindahan Panas Spesifik, [𝑚 ⁄ 𝑘𝑔 ]
(𝑠)
d. Panas Spesifik
Panas spesifik merupakan jumlah energi panas yang dikonsumsi oleh sistem
untuk menghasilkan 1 kg distilat air.
𝑚̇𝑠. 𝜆𝑠
𝑞= ……(44)
𝑚̇𝑑
Dimana: q = Konsumsi panas spesifik, [kJ/kg]
λs = panas laten steam, [kJ/kg]
II.6.17 Jumlah Pipa Kondensor Tiap Stage
Untuk menghitung jumlah pipa pada kondensor tiap stage digunakan
persamaan (44) sebagai berikut:
𝐴𝑐
𝑁𝑡 = ……(45)
𝜋𝑥𝐷𝑜𝑥𝐿
Dimana: Nt = Jumlah pipa, [buah]
Ac = Luas area perpindahan panas kondensor, [m]
Do = Diameter luar pipa, [m]
L = Panjang pipa, [m]
II.6.18 Menentukan Jarak Antar Pipa
Menentukan jarak antar pipa kondensor dilakukan menggunakan persamaan
di bawah ini.
II-29
𝑃𝑇 = 1,25𝑥 𝑑𝑜 ........ (46)
Keterangan :
𝑃𝑇 = Pitch, mm
𝑑𝑜 = Luas Perpindahan panas kondensor, mm
II-1