Anda di halaman 1dari 30

 

 
BAB II
 
LANDASAN TEORI
 

II.1  Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

  Pembangkit listrik tenaga uap merupakan suatu pembangkit listrik tenaga


termal dengan uap sebagai fluida kerjanya. Uap diperoleh dari hasil pemanasan air
 
dengan menggunakan bahan bakar batubara, minyak ataupun juga gas. Uap yang
 
digunakan mengalami proses secara berulang yang biasa disebut dengan siklus
tertutup.
  Siklus kerja tertutup pada PLTU menggunakan siklus Rankine yang umum
digunakan
  untuk pembangkit termal. Pada siklus Rankine ini terdapat empat
komponen utama yaitu boiler, turbin, kondensor dan boiler feed pump.
 
Ketel uap (Boiler) merupakan bejana untuk memanaskan air sehingga
berubah fasa menjadi uap kering dengan temperatur dan tekanan yang tinggi
(superheat). Uap bertekanan tersebut kemudian dialirkan menuju turbin untuk
menggerakkan sudu turbin sehingga memutar poros generator dan menghasilkan
energi listrik. Uap ekstraksi sisa yang keluar dari turbin akan memiliki energi yang
sudah berkurang dibandingkan saat masukan turbin kemudian dialirkan menuju
kondensor untuk dikondensasi dan dirubah fasanya menjadi air kondensat. Air
kondensat kemudian dialirkan dan disirkulasikan kembali oleh pompa air umpan
boiler menuju ke boiler seperti Gambar II-1.
Air menjadi fluida kerja pada siklus rankine dan mengalami siklus tertutup
artinya secara berkelanjutan air pada akhir proses siklus masuk kembali ke proses
awal. Siklus Rankine ideal dalam diagram T-s ditunjukan pada Gambar II-2.
Pada PLTU, penerapan dengan menggunakan komponen superheater dan
reheater untuk menaikkan kinerja pembangkitan. Penerapan superheater
ditunjukan pada gambar II-2 yaitu siklus rankine ideal dengan uap superheat pada
masukan turbin.
Penggunaan air dan uap sebagai fluida kerja yang digunakan pada proses
PLTU menjadikan kedua komponen tersebut sangat dibutuhkan.

II-1

 
 
II-2

  Gambar II-1. Skema alir siklus Rankine.

  Sumber: (Moran, Saphiro, Munson, & Dewitt, 2003)

Gambar II-2 Diagram T-S Siklus Rankine Ideal


Sumber: (Moran, Saphiro, Munson, & Dewitt, 2003)

Proses 1-2: Ekspansi isentropik dari fluida kerja melalui turbin dari uap
jenuh pada kondisi 1 hingga mencapai tekanan kondensor.
Proses 2-3: Perpindahan kalor dari fluida kerja ketika mengalir pada
tekanan konstan melalui kondensor dengan cairan jenuh pada
kondisi 3.
Proses 3-4: Kompresi isentropik dalam pompa menuju ke kondisi 4 dalam
daerah cairan hasil kompresi.
Proses 4-1: Perpindahan kalor ke fluida kerja ketika mengalir pada tekanan
konstan melalui boiler.

 
 
II-3

 
II.2 Kebutuhan Air Pembangkit
 
Pada PLTU, air merupakan hal yang sangat penting juga dibutuhkan dalam
 
sistem. Air tersebut biasanya digunakan untuk memproduksi uap yang dapat
 
menggerakan sudu turbin dan juga digunakan sebagai keperluan sanitasi diseluruh
area  pembangkit. Maka dari itu, PLTU biasanya berada di dekat laut.
 

  II.2.1 Penggunaan Air Pada Pembangkit


Kebutuhan air pada pembangkit listrik berbahan bakar batu bara tidak
 
dapat ditentukan hanya dari ukuran pembangkit tersebut. Kualitas air, karakteristik
 
bahan bakar, dan tekanan desain pembangkit uap dapat mempengaruhi kuantitas
  kebutuhan air pembangkit (Black & Veatch, 1996). Walaupun ketersediaan air di
pembangkit listrik tenaga uap digunakan untuk berbagai kebutuhan, terdapat
penggunaan primer atau utama yang dapat dikategorikan menjadi air pendinginan
(cooling water), air bersih (service water), dan air dengan kemurnian tinggi (high
purity water). (Black & Veatch, 1996). Kesetimbangan kebutuhan air pada
pembangkit dapat dilihat pada Gambar II-4.

Gambar II-3 Water balance


Sumber :(Black & Veatch, 1996)

 
 
II-4

 
Berikut penjelasan mengenai macam-macam penggunaan air pada
 
pembangkit.
  a) Main Steam Cycle Cooling Water
  Pada sistem pendinginan langsung (once through), umumnya

  penggunaan trash rack dan bar screen sudah cukup untuk menghilangkan
padatan yang terbawa pada air pendinginan. Sehingga, tidak diperlukan
 
pengolahan air tambahan. Desain dan pemilihan material yang tepat
 
menjadikan air pendinginan dengan jumlah padatan terlarut sebesar
  50.000 mg/L dapat digunakan. Sedangkan untuk menghilangkan zat-zat

  organik seperti mikroorganisme dapat menggunakan zat kimia.


Pembangkit dengan tipe single-pressure condenser membutuhkan laju air
 
0,063 m3/s per megawatt (MW) output listrik pembangkit (Black &
Veatch, 1996).
b) Auxiliary Cooling Water
Auxiliary Cooling Water merupakan air yang akan digunakan untuk
sistem pendinginan tertutup seperti pendinginan minyak, kompresor
udara, bearing dan lain lain.
c) Service Water
Pada kategori ini, air digunakan untuk seal water pada pompa, air
bersih, air penambah pada sistem scrubbing abu dan gas buang. Air bersih
harus terbebas dari padatan, tidak keruh, dan tidak berwarna. Nilai pH
diantara 6 dan 8,5 serta total padatan terlarut kurang dari 1.000 mg/L
(Black & Veatch, 1996). Untuk keperluan air minum, air harus
mendapatkan treatment seperti klorinasi terlebih dahulu.
Perkiraan kebutuhan service water menurut (Black & Veatch,
1996) adalah sebagai berikut :
 Kebutuhan umum 1% dari laju uap maksimum
 Air minum 189 L per hari per orang
 Air penambah siklus 1,5 % dari laju uap ditambah kebutuhan
sootblowing
 Makeup tergantung pada tingkat saturasi gas buang
 Fire Protection tidak ada penggunaan reguler.

 
 
II-5

 
d) High Purity Water
  High purity water adalah air dengan kemurnian tingkat tinggi yang
  dipelukan yang selanjutnya digunakan untuk sistem air penambah pada

  siklus kondensat dan air umpan. Kualitas kemurnian air harus tinggi untuk
mencegah terbentuknya kerak dan korosi pada peralatan siklus
 
pembangkit uap.
 
Jumlah maksimum air yang dibutuhkan adalah 1,5% dari laju uap
  ditambah kebutuhan sootblowing.

  II.2.2 Sistem Pengolahan Air Laut


Sistem pengolahan air pada PLTU dikenal dengan Water Treatment Plant
yaitu suatu instalasi sistem dimana peralatannya digunakan untuk menghilangkan
kandungan garam mineral yang terdapat dalam air laut sehingga menjadi air demin
yang memenuhi kriteria agar dapat digunakan untuk air penambah pada boiler
(make up water). Proses pengolahan air laut menjadi air demin pada PLTU
digambarkan pada Gambar II.1.

Gambar II-4 Diagram alir water treatment plant pada PLTU


Tahap pertama Air laut masuk dimulai pada intake water disana terdapat
bar screen untuk menyaring biota laut, dimana air laut tersebut sudah di injeksi

 
 
II-6

 
chlorin secara kontinyu untuk melumpuhkan biota laut. Kemudian Air laut akan
 
melewati saringan putar halus yaitu travelling band screen.
  Air laut di pompa oleh dua jenis pompa yang fungsinya berbeda yaitu CWP
(Circulating
  Water Pump) berfungsi untuk memompa air laut yang digunakan
sebagai
  air pendingin kondensor, sedangkan SWP (Sea Water Pump) berfungsi
untuk memompa air laut sebagai air umpan untuk water treatment plant. CWP
 
bekerja memompakan air laut ke dalam kondensor lalu dibuang kembali ke lautan.
 
Jika CWP tidak dapat beroperasi maka dapat menggunakan SWP sebagai media
  nya. Setelah dipompa oleh CWP atau SWP kemudian menuju settling basin.
suplai
Terdapat
  injeksi chlorin pada inlet settling basin. Settling basin berfungsi untuk
mengurangi kekeruhan air laut. Air bersih hasil dari settling basin ditampung di sea
 
water tank. Selanjutnya chemical raw water pump memompakan air laut dari sea
water tank menuju ke Multi Stage Flash (MSF).
MSF berfungsi untuk mengubah air laut menjadi air tawar atau menurunkan
salinitas air laut dengan metode destilasi kondensasi. Produk air distilat dari MSF
ditampung pada fresh water tank. Fresh water tersebut selanjutnya dipompakan
oleh chemical water pump menuju ke Mix bed. Mix bed ini adalah tangki yang di
dalamnya terdapat resin kation dan anion. Resin anion berfungsi untuk menarik ion
positif dan resin kation untuk menarik ion negatif yang terdapat pada fresh water,
sehingga menghasilkan air demin dan di tampung ke dalam demineralized tank
untuk selajutnya di supplai ke unit.

II.3 Proses Distilasi

Pada proses distilasi, air laut dipanaskan untuk menguapkan air laut dan
kemudian uap air yang dihasilkan dikondensasi untuk memperoleh air tawar. Proses
ini menghasilkan air tawar yang sangat tinggi tingkat kemurniannya dibandingkan
dengan proses lain. Air laut mendidih pada suhu 100 oC pada tekanan atmosfer,
namun dapat mendidih di bawah 100 oC apabila tekanan diturunkan. Penguapan air
memerlukan panas penguapan berupa panas latent yang terkandung dalam uap yang
dihasilkan. Sebaliknya pada saat uap menyembur panas latentnya dilepaskan yang
dapat memanasi air laut/baku umpan sebagai pemanasan pendahuluan (preheating)
atau menguapkannya

 
 
II-7

 
Pada proses thermal terjadi distilasi (penyulingan), yang mendidihkan air
 
masukan dan kemudian mengkondensasikan uap yang terjadi. Proses ini
  menghasilkan air bersih (distilat) dengan kadar garam sangat rendah, sekitar 10 ppm
(Nugroho,
  2004). Air laut digunakan sebagai bahan baku air tawar dan sebagai air
pendingin
  dalam hal ini jumlah air laut yang diperlukan sebesar 8 sampai 10 kali
dari air tawar yang dihasilkan. Steam dari boiler atau sumber lainnya dapat
 
digunakan sebagai media pemanas dan suatu rancangan akan memerlukan jumlah
 
steam 1/6 sampai 1/8 dari air yang dihasilkan (Nugroho, 2004). Perbandingan
jumlah
  produksi air tawar terhadap jumlah panas steam yang diperlukan disebut
Performance
  Ratio atau Gained Output Ratio (GOR).

 
II.4 Desalination Plant (Unit Desalinasi)

Desalination Plant (Unit Desal) adalah unit sistem peralatan yang berfungsi
untuk menghilangkan kandungan garam (salt) atau memurnikan air laut (seawater)
menjadi air tawar (fresh water) dengan metode penyulingan (kombinasi evaporasi
dan kondensasi).
Desalinasi adalah proses pemisahan yang digunakan untuk mengurangi
kandungan garam terlarut dari air garam hingga level tertentu, sehingga air menjadi
air tawar. Proses desalinasi melibatkan tiga aliran cairan, yaitu air umpan berupa
air laut, produk bersalinitas rendah berupa air distilat, dan konsentrat bersalinitas
tinggi berupa brine. Produk proses desalinasi umumnya merupakan air dengan
kandungan garam terlarut kurang dari 500 mg/L, yang dapat digunakan untuk
keperluan domestik dan industri. Hasil sampingan dari proses desalinasi adalah
brine. Brine adalah larutan garam berkonsentrasi tinggi (lebih dari 34.000 mg/L
garam terlarut).

II.4.1 Klasifikasi Proses Desalinasi


Proses Desalinasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu Desalinasi Non Termal
dan Termal Desalinasi.

 
 
II-8

Gambar II-5 Klasifikasi proses desalinasi


Sumber: (El-Dessouky & Ettouney, 2002)

a. Desalinasi Non Termal


Desalinasi non termal ini juga biasa disebut desalinasi membran.
Proses desalinasi dengan menggunakan membran semipermeable
dikenal dengan proses Reverse Osmosis (RO). Dimana air tawar
dipisahkan di bawah tekanan tinggi melalui membran semipermeable
lalu terpisah dari larutan air garam yang konsentrasinya tinggi.
Proses membran lainnya adalah Elektrodialisis (ED). Dalam
proses ini ion garam bermuatan listrik dipisahkan dari air bersalinitas
rendah (air distilat) melalui membran penukar ion. Dengan demikian,
air garam berkonsentrasi tinggi terpisah di sisi lain.
b. Desalinasi Termal
Pada desalinasi termal, air laut akan dipanaskan agar air tawar
yang terkandung di dalamnya mendidih dan menguap, kemudian
uapnya di embunkan untuk memperoleh air tawar. Proses desalinasi ini
dapat menghasilkan air tawar berkualitas tinggi dibandingkan dengan
kualitas air tawar yang dihasilkan oleh proses lain. Pada tekanan 1 atm
air akan mendidih dan menguap pada suhu 100°C.

 
 
II-9

 
Namun air di dalam alat penguap, air akan mendidih dan
 
menguap pada suhu kurang dari 100°C bila tekanan di dalam evaporator
  dalam keadaan vakum atau di bawah 1 atm. Kemudian akan
  dikondensasikan hingga terbentuk produk berupa air tawar atau air

  distilat. Sedangkan sisa air yang tidak teruapkan adalah air dengan
kandungan garam jenuh atau brine dan akan dibuang kembali ke laut.
 
Yang termasuk ke dalam desalinasi secara termal yaitu Multi
 
Stage Flashing (MSF), Multiple Effect Evaporation (MEE), dan Single
  Effect Evaporation (SEE). Proses konvensional untuk Single Effect

  Evaporation adalah Mechanical Vapour Compression (MVC). Untuk


multiple effect evaporation terdiri dari dua sistem utama. Yang pertama
 
adalah Thermal Vapour Compression (TVC) dan yang kedua adalah
Mechanical Vapour Compression (MVC).

II.5 Multi Stage Flash

Dalam proses MSF, air laut disalurkan ke dalam vessel yang dinamakan brine
heater untuk dipanaskan. Air laut yang sudah dipanaskan kemudian dialirkan ke
stage. Di tempat ini tekanan dikondisikan menjadi lebih rendah dari stage
sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menyebabkan air laut yang masuk menjadi
mendidih secara mendadak (flashing) dan menyebabkan terjadinya uap air. Dan uap
air ini akan dikondensasi untuk menjadi air produk distilat.
Proses ini akan terus berlanjut pada stage berikutnya sampai air menjadi
dingin dan tidak menghasilkan uap air lagi. Biasanya stage ini berjumlah 10 sampai
25. Penambahan jumlah stage akan menambah capital cost dan menambah rumit
pengoperasian. Uap air yang dihasilkan dari flashing ini dikondensasi pada tube-
tube yang ada pada tiap stage. Tube bundle ini juga berfungsi untuk mengalirkan
air laut masukan ke dalam brine heater. Pada proses kondensasi ini juga akan
menghangatkan air laut masukan dan menaikan temperatur air laut masukan,
sehingga jumlah energi yang dibutuhkan untuk memanaskan air laut masukan di
brine heater menjadi lebih kecil. Suhu maksimum (Top Brine Temperatur) dari air
laut yang keluar dari brine heater adalah 90-110 °C.

 
 
II-10

 
MSF desalination plant dibagi menjadi dua model yaitu desain MSF Once-
 
through (MSF-OT) dan desain MSF Brine circulations (MSF-BC). Studi untuk
  perbandingan keduanya sudah dilakukan (Helal, 2004) yang meliputi desain,
pemodelan
  steady state dan optimasi dari kedua desain. MSF-OT terdiri dari bagian
evaporasi
  (heat recovery) dan brine heater dan juga susunan condeser tubes .MSF
Brine recirculation terdiri dari brine heater, heat recovery section dan heat
 
rejection section. Peran dari rejection section adalah untuk membuang surplus
 
energi termal dari plant, sehingga pendinginan produk distilat dan concentrated air
  dapat diturunkan ke suhu serendah mungkin. Juga susunan condenser tubes
garam

  memungkinkan proses untuk menggunakan konfigurasi Long Tube (LT)-


akan
brine circulation atau Cross Tube (CT)-brine circulation.
 
II.5.1 Multi Stage Flash Brine circulation (MSF-BC)

Gambar II-6 Multistage flash desalination with brine circulation (MSF-BC)


Sumber: (Helal, 2004)
MSF-BC adalah sistem dimana brine didaur ulang kembali dan sistem ini
lebih umum digunakan untuk sistem desalinasi.
Prinsip kerjanya yaitu Air laut dialirkan melewati kondensor heat rejection.
Setelah melewati bagian kondensor heat rejection, sebagai pendingin, sebagian air
laut dipakai sebagai air penambah pada stage terakhir, dan sebagian lagi dibuang
keluar (blowdown). Sebagian brine di stage terakhir diencerkan dengan air
penambah (make up) dan disirkulasikan melewati pendingin (kondensor) heat
recovery section. Setelah melewati kondensor-kondensor dari heat recovery

 
 
II-11

 
section, brine dipanaskan sampai suhu terminalnya dan masuk tingkat pertama
 
ruang penguapan (flash chamber). Penguapan berlanjut terus didalam ruang-ruang
  penguapan, brine mengalir dari stage pertama sampai stage terakhir. Setelah
dicampur
  dengan air penambah, brine mengalir kedalam pompa sirkulasi dan
proses
  berulang kembali.
Skema dari proses MSF-BC ditunjukan pada Gambar II-6, proses MSF
 
adalah sebagai berikut :
 
 Intake aliran air laut (Mf + Mcw) dimasukan ke dalam tabung
  kondensor di bagian heat rejection, dimana temperaturnya
  meningkat ke temperatur yang lebih tinggi dengan penyerapan panas
laten dari kondensasi uap fresh water.
 
 Aliran air hangat dari intake air laut dibagi menjadi dua bagian :
yang pertama adalah air laut pendingin (Mcw), yang dibuang kembali
ke laut dan yang kedua adalah air laut umpan (Mf),yang di deaerasi,
diproses secara kimia dan kemudian dicampur dalam brine pool di
flashing stage terakhir di bagian heat rejection.
 Aliran brine recycle (Mr) diekstrak dari brine pool di stage terakhir
di bagian heat rejection dan dimasukan ke dalam condensor tubes
dari stage terakhir di bagian heat recovery. Aliran Mr mengalir di
condensor tubes melintasi stage yang menyerap panas laten
kondensasi dari uap flashing di setiap stage.
 Aliran brine recycle (Mr) memasuki brine heater tubes, dimana uap
pemanas (Ms) dikondensasikan pada permukaan luar dari tubes atau
tabung. Aliran air laut menyerap panas laten kondensasi uap dan
terjadi peningkatan temperature untuk mencapai nilai desain
maksimum yang disebut dengan top brine temperature (To).
 Hot brine masuk ke flashing stage di bagian heat recovery dan terus
mengalir hingga ke bagian heat rejection , dimana sebagian kecil
uap fresh water dibentuk oleh brine flashing di setiap stage. Proses
flashing terjadi karena penurunan temperature saturasi di stage dan
menyebabkan penurunan tekanan di dalam stage .

 
 
II-12

 
 Dalam setiap stage pada bagian heat recovery, uap melintasi dan
 
mengembun pada permukaan luar dari tabung kondensor, dimana
  aliran brine recycle (Mr) mengalir di dalam tabung dari sisi dingin
  ke sisi panas di plant. Heat recovery ini meningkatkan efisiensi

  proses karena akan meningkatkan temperatur umpan air laut.


 Kondensasi uap fresh water di luar tabung kondensor akan
 
terkumpul di stage dan membentuk aliran produk distilat (Md).
 
Aliran ini dalam arah yang sama dari flashing brine dari stage ke
  stage dan dikeluarkan dari stage terakhir di bagian heat rejection.
   Pada umumnya temperature di stage terakhir berkisar dari 30 sampai

 
40oC. Penurunan lebih jauh dari temperature ini akan menyebabkan
peningkatan drastis dari volume stage dan dimensinya.
 Pada MSF, sebagian besar flashing stage beroperasi pada suhu di
bawah 100oC dan memiliki tekanan vakum. Hal ini meningkatkan
kemungkinan kebocoran udara luar ke dalam vessel.
 Treatment intake air laut (Mf + Mcw) hanya terbatas pada screening
dan filtrasi. Di sisi lain, treatment aliran umpan air laut lebih luas
dan itu termasuk dearasi dan penambahan bahan kimia untuk
mengontrol scaling, busa, dan korosi.

II.5.2 Flashing Stage


Multi Stage Flash tersusun dari beberapa stage / tahap yang disebut
Flashing Stage. Pada prosesnya MSF beroperasi pada temperatur 30-90 ᵒC. Ini
mengindikasikan bahwa proses yang terjadi pada flashing stage beroperasi pada
suhu di bawah 100 ᵒC atau kondisi vakum. Oleh karena itu, semua tahap dirancang
untuk menahan vakum penuh.
Dinding, langit-langit, dan partisi serta casing dari flashing stage terbuat
dari baja karbon dengan stainless steel atau epoxy cadding. Stainless steel
digunakan pada lokasi dimana erosi atau korosi terbentuk. Setiap tahap diperkuat
dengan struktur baja stainless dan sangat terisolasi untuk meminimalkan losses
panas. Gambar II.8 menunjukkan bagian-bagian yang terdapat pada Flashing Stage.

 
 
II-13

Gambar II-7 MSF flashing stage


Sumber: (El-Dessouky & Ettouney, 2002)

a. Kondensor/Tabung Preheater
Pada MSF kondensor memiliki 2 fungsi yaitu sebagai alat untuk melepas
dan menyerap panas. Pada tahap melepas panas, panas hasil kondensasi
uap digunakan untuk memanaskan air laut yang melewati tabung. Proses
ini sangat penting karena dapat meningkatkan rasio kerja termal. Pada
tahap menyerap panas, air laut sebagai pendingin menyerap panas laten
kondensasi dari uap air. Dengan demikian, air laut dipanaskan sampai
temperatur sama dengan temperatur air garam dalam flashing stage
terakhir.

b. Konfigurasi Tabung
Terdapat 2 konfigurasi Tabung pada Multi Stage Flash, dapat dilihat
pada Gambar II.9 dan II.10. Konfigurasi tersebut berdasarkan lokasi dari
tabung bundle terhadap arah aliran brine. Konfigurasi tabung terdiri dari:
1. Cross Tube
Konfigurasi pertama adalah cross tube, di mana tabung disusun
dalam arah tegak lurus terhadap aliran air garam. Ini adalah

 
 
II-14

 
konfigurasi umum dan digunakan di sebagian besar MSF plant. Pada
 
instalasi konfigurasi system ini terdapat water box di kedua ujung
  tabung untuk mentransfer brine recycle atau umpan air laut antara
  stage.

Gambar II-8 Konfigurasi cross tube


Sumber : (El-Dessouky & Ettouney, 2002)

2. Long Tube
Konfigurasi tabung selanjutnya dalam sistem MSF adalah
susunan Long tube. Dalam konfigurasi ini, tabung sejajar dalam arah
yang sama dengan aliran air garam. Konfigurasi ini dapat dianggap
sebagai pilihan yang optimal untuk plant dengan kapasitas yang lebih
tinggi dari 50.000 m3/d. Konfigurasi Long tube juga menghilangkan
water box di kedua sisi flashing chamber, yang digunakan dalam
konfigurasi cross tube

 
 
II-15

  Gambar II-9 Konfigurasi long tube


  Sumber: (El-Dessouky & Ettouney, 2002)

II.6 Perhitungan Perancangan Sistem Multi Stage Flash Tipe Brine


Circulation

Perancangan sistem ini didasarkan pada prinsip termodinamika dan


perpindahan panas. Prinsip yang digunakan sangat berhubungan dengan tekanan
dan temperatur. Seperti kita ketahui bahwa air memiliki titik didih 100° C pada
tekanan 1 atm. Hal ini pun berlaku sama terhadap air laut. Karena tekanan sangat
mempengaruhi titik didih maka tinggi rendahnya tekanan akan mempengaruhi titik
didihnya. Prinsip inilah yang digunakan pada unit desalinasi begitu pula Multi Stage
Flash. Berikut merupakan tahapan perancangan sistem MSF-BC berdasarkan
model matematika yang dikembangkan oleh El-dessouky dan Ettouney, (El-
Dessouky & Ettouney, 2002).

II.6.1 Profil Temperature Stage


Distribusi temperatur dalam sistem MSF didefinisikan dalam empat
temperatur, yaitu temperature uap (Ts), brine yang keluar preheater (top brine
temperature) (To), brine yang keluar dari stage terakhir (Tn), dan intake air laut
(Tcw). Temperatur diasumsikan linear atau konstan pada stage dan kondensor (El-
Dessouky & Ettouney, 2002).
 Temperature Difference

 
 
II-16

 
Temperature Difference atau beda temperatur (∆𝑇) merupakan
 
perbedaan temperatur pada tiap stage. Beda temperatur antar stage nya
  diasumsikan konstan. Sehingga beda temperatur dapat dihitung
  menggunakan persamaan (1) sebagai berikut:

  𝑇𝑜 − 𝑇𝑛
∆𝑇 = ……(1)
𝑛
 

 
Dimana: ∆T = Beda Temperatur brine antar stage, [oC]
 
𝑇𝑜 = Top Brine Temperatur,[oC]
  𝑇𝑛 = Temperatur brine di stage terakhir, [oC]
  𝑛 = Jumlah recovery dan rejection stage
 Temperatur Brine tiap Stage

Temperatur brine tiap stage (𝑇𝑖 ) dihitung berdasarkan persamaan (2)


sebagai berikut:
𝑇𝑖 = 𝑇𝑜 − 𝑖. ∆𝑇 ……(2)

Dimana: 𝑇𝑖 = Temperatur brine pada stage ke-i, [oC]


𝑖 = Stage ke-1,2,3…,n
 Temperatur Air Laut tiap Stage
Air laut recycle dingin yang masuk melewati pipa-pipa kondensor
di bagian heat recovery memiliki temperatur yang sama dengan stage
terakhir (Tn) dan akan mengalami proses perpindahan panas dengan uap
yang terbentuk tiap stagenya. Temperatur air laut dalam pipa-pipa
kondensor akan meningkat sedikit demi sedikit sedangkan uap akan
terkondensasi tiap tahapnya. Peningkatan temperatur ini, ∆Tr adalah sama
dengan penurunan atau beda temperatur (∆T) brine pada setiap stage (El-
Dessouky & Ettouney, 2002). Maka itu, perubahan temperatur air laut ini
sama dengan temperatur kondensor dalam stage i dan dapat dihitung
berdasarkan persamaan (3) sebagai berikut:

 
 
II-17

  𝑇𝑟𝑖 = 𝑇𝑛 + (𝑛 − 𝑗)∆𝑇 − (𝑖 − 1)). ∆𝑇 ……(3)


 
Dimana: 𝑇𝑟𝑖 = Temperatur air laut pada stage ke-i, [oC]
 
𝑇𝑛 = Temperatur brine di stage terakhir, [oC]
 
n = total Jumlah banyaknya stage
  j = Jumlah stage bagian heat rejection
 
Adapun penurunan temperatur air laut di kondensor pada bagian
 
heat rejection, dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
 
𝑇𝑛 − 𝑇𝑐𝑤
  ∆𝑇𝑗𝑖 = ……(4)
𝑗

Untuk temperatur air laut pada tiap stage di bagian rejection,


digunakan persamaan sebagai berikut :

𝑇𝑗𝑖 = 𝑇𝑐𝑤 + (𝑛 − 𝑖 + 1)(∆𝑇𝑗𝑖 ) ……(5)

Dimana :
𝑇𝑗𝑖 = Temperatur air laut bagian heat rejection pada stage ke-i,
[oC]
∆𝑇𝑗𝑖 = Beda temperatur bagian heat rejection pada stage ke-i, [oC]
II.6.2 Kesetimbangan Massa & Energi tiap Stage
Kesetimbangan total massa dan konsentrat garam total dapat dihitung
menggunakan persamaan (6) dan persamaan (7) sebagai berikut:
 Kesetimbangan Massa Total
𝑀̇𝑓 = 𝑀̇𝑑 + 𝑀̇𝑏 ……(6)
 Kesetimbangan Konsentrat Garam Total
𝑋𝑓 . 𝑀̇𝑓 = 𝑋𝑏 . 𝑀̇𝑏 ……(7)
Diasumsikan bahwa distilat terbebas dari kandungan garam maka 𝑋𝑑 = 0.
Dimana X adalah konsentrasi garam,persamaan (7) mengasumsikan bahwa distilat
terbebas dari kandungan garam. Persamaan (6) dan (7) dapat diturunkan kembali

 
 
II-18

 
untuk mendapatkan persamaan menghitung total laju alir umpan dalam hal flow
 
rate distilat yaitu sebagai berikut :
  𝑀̇𝑓 = 𝑋𝑏 /(𝑋𝑏 − 𝑋𝑓 ). 𝑀̇𝑑 ……(8)
  Persamaan (8) digunakan untuk mehitung 𝑀𝑓̇ jika nilai-nilai 𝑋𝑏 , 𝑋𝑓 dan
𝑀̇𝑑  diketahui.

  Dimana: 𝑀̇𝑓 = laju aliran massa feed, [kg/s]

  𝑀̇𝑑 = laju aliran massa distilat, [kg/s]


𝑀̇𝑏 = laju aliran massa brine blowdown,[kg/s]
 
X = konsentrasi garam, [ppm]
 
II.6.3 Temperatur Rata-Rata
  Untuk mengetahui nilai spesifik ratio panas sensible dan panas laten
(𝑦) perlu diketahui terlebih dahulu panas latennya. Panas laten ini dapat
dicari dengan mengetahui temperatur rata-rata proses (𝑇𝑎𝑣 ) yang terjadi
pada sistem desalinasi3 menggunakan persamaan (9) sebagai berikut:

(𝑇𝑜 + 𝑇𝑛 )
𝑇𝑎𝑣 = …….(9)
2

Dimana: 𝑇𝑎𝑣 = Temperatur rata-rata, [oC]


𝑇𝑜 = Top Brine Temperatur, [oC]
𝑇𝑛 = Temperatur brine di stage terakhir, [oC]
II.6.4 Spesifik Ratio Panas Sensibel dan Panas Laten
Ratio panas sensibel dan panas laten (𝑦) dapat ditentukan
menggunakan persamaan (10) berikut:

𝐶𝑝. ∆𝑡
𝑦= …….(10)
𝜆𝑎𝑣

Dimana: 𝑦 = spesifik rasio


Cp = specific heat, [kJ/kgᵒC]
𝜆𝑎𝑣 = panas laten rata-rata, [ kJ/kg ]
II.6.5 Air Distilate yang Dihasilkan tiap Stage (𝑫𝒊 )
Jumlah air distilat yang dihasilkan tiap stage nya dapat dihitung
menggunakan persamaan (11) di bawah ini :

 
 
II-19

 
𝐷𝑖 = 𝑀̇ 𝑟 . 𝑦(1 − 𝑦)(𝑖−𝑦) ……(11)
 

 
Dimana: 𝐷𝑖 = Jumlah air distilat tiap stage, [kg/s]
 
𝑀̇ 𝑟 = Laju aliran air laut recycle, [kg/s]
  𝑦 = spesifik ratio
  Laju aliran produk distilat total dapat diperoleh dengan

  menjumlahkan hasil produk distilat tiap stage Di untuk semua stage.

 
II.6.6 Laju Aliran Massa Brine Recycle
 
Untuk mengetahui nilai laju aliran air laut recycle ,maka dihitung
 
dengan persamaan (12) ,

𝑀̇𝑑
𝑀̇ 𝑟 = …….(12)
(1 − (1 − 𝑦)𝑛 )

Dimana: 𝑀̇ 𝑟 = Laju aliran massa air laut recycle, [kg/s]


𝑀̇𝑑 = Laju aliran massa distilat, [kg/s]
Persamaan (12) digunakan untuk menghitung laju aliran air laut
recycle, karena aliran distilat selalu ditentukan dalam parameter awal desain.
II.6.7 Konsentrasi Garam Dalam Aliran Brine Recycle
Konsentrasi garam dalam aliran daur ulang (recycle) 𝑋𝑟 , diperoleh
dengan persamaan (13) sebagai berikut :
Karena 𝑀𝑓̇ = 𝑀̇𝑏 + 𝑀̇𝑑 , maka

((𝑋𝑓− 𝑋𝑏 )𝑀𝑓̇ + 𝑀̇ 𝑟 𝑋𝑏 )
𝑋𝑟 = …….(13)
𝑀̇ 𝑟

Dimana :
𝑋𝑓 = Konsentrasi garam aliran feed, [ppm]
𝑋𝑏 = Konsentrasi garam aliran brine [ppm]

 
 
II-20

 
II.6.8 Laju Aliran Brine yang Dihasilkan Stage i
 
Laju aliran brine yang terbentuk dan keluar dari stage pertama
  dapat dihitung menggunakan persamaan (14).
  𝐵1 = 𝑀̇ 𝑟 − 𝐷𝑖 ……(14)

 
Dimana: 𝐵1 = Laju massa brine pada stage pertama, [kg/s]
 
Brine yang dihasilkan pada stage kedua hingga keduabelas dapat
 
dihitung menggunakan persamaan (15).
 
𝐵𝑖 = 𝐵𝑖−1 − 𝐷𝑖 ……(15)
 
Dimana: 𝐵𝑖 = Laju massa brine pada stage ke 2,3,…,n, [kg/s]
 
𝐷𝑖 = Laju massa distilat pada stage ke-i, [kg/s]
II.6.9 Konsentrasi Garam Tiap Stage
Konsentrasi garam aliran brine yang keluar dari stage i dapat
dihitung menggunaka persamaan (16).
𝑀̇𝑟 . 𝑋𝑟
𝑋𝑖 = ……(16)
𝐵𝑖
Dimana: 𝑋𝑖 = Konsentrasi garam tiap stage,[ppm]
𝑋𝑟 = Konsentrasi garam brine recycle, [ppm]
II.6.10 Konsentrasi Garam pada Brine Blowdown
Penentuan konsentrasi garam yang terkandung pada brine blowdown
dapat dihitung menggunakan persamaan (23).

𝑀𝑓̇ . 𝑋𝑓
𝑋𝑏 = ……(17)
(𝑀𝑓̇ − 𝑀̇𝑑 )

Dimana: 𝑋𝑏 = Konsentrasi garam pada brine blowdown, [ppm]


II.6.11 Laju Aliran Massa Air Pendingin
Laju aliran air pendingin ini diperlukan untuk memperoleh nilai flow
rate spesifik cooling water. Laju aliran ini diperoleh dari persamaan berikut:

(𝑀̇ 𝑠 𝜆𝑠 − 𝑀𝑓̇ 𝐶𝑝 ( 𝑇𝑛 − 𝑇𝑐𝑤 ))


𝑀𝑐𝑤 = …….(18)
(𝐶𝑝 (𝑇𝑛 − 𝑇𝑐𝑤 ))

 
 
II-21

 
Dimana: 𝑀̇ 𝑠 = laju aliran massa steam, [kg/s]
 
λs = latent heat, [kJ/kg]
 
II.6.12 Luas Area Perpindahan Panas Brine Heater
  Untuk menentukan luas area perpindahan panas Brine Heater perlu

  diketahui dahulu beberapa parameter sebagai berikut:


a. Laju Aliran Massa Steam
 
Jumlah steam yang digunakan untuk memanaskan temperature
 
air laut umpan 𝑇𝑟1 hingga mencapai Top Brine Temperature dapat
  dihitung dengan persamaan (18) sebagai berikut:
  𝑀̇ 𝑟 . 𝐶𝑝 (𝑇0 − 𝑇𝑟𝑖 )
𝑀̇ 𝑠 = ……(19)
 
𝜆𝑠
Dimana: 𝑀̇ 𝑠 = laju aliran massa steam, [kg/s]
λs = latent heat, [kJ/kg]
b. LMTD Brine Heater
LMTD adalah rata-rata logaritmik dari perbedaan temperatur
antara aliran panas dan dingin pada heat exchanger. LMTD brine
heater didefinisikan melalui persamaan (20) sebagai berikut:

(𝑇𝑠 − 𝑇𝑜 ) − (𝑇𝑠 − 𝑇𝑓 )
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑏 = ……(20)
𝑇 −𝑇
ln(𝑇𝑠 − 𝑇𝑜 )
𝑠 𝑓

Dimana: 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑏 = log mean temperature difference [ᵒC]


𝑇𝑠 = Temperatur steam, [ᵒC]
c. Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Pada Brine Heater
Koefisien Perpindahan Panas menyeluruh pada Brine Heater
dapat dihitung dengan persamaan (21) sebagai berikut:
𝑈𝑏 = 1.7194 + 3.2063𝑥10−3 . 𝑇𝑠
+ 1.5971𝑥10−5 (𝑇𝑠 )2 ……(21)
− 1.9918𝑥10−7 . (𝑇𝑠 )3
Dimana: Ub = heat transfer coefficient, [kW/m2.ᵒC]
d. Luas Perpindahan Panas Brine Heater

 
 
II-22

 
Luas perpindahaan panas yang terjadi pada unit brine heater
 
dapat dihitung menggunakan persamaan (22).
 
𝑀̇ 𝑠 . 𝜆𝑠
𝐴𝑏 = ……(22)
  𝑈𝑏 . 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑏
  Dimana: 𝐴𝑏 = luas perpindahan panas brine heater, [m2]
 
II.6.13 Luas Area Perpindahan Panas Kondensor
 
Area perpindahan panas untuk kondensor dalam setiap stage di
 
bagian heat recovery diasumsikan sama. Asumsi yang sama juga dilakukan
  untuk area perpindahan panas di bagian heat rejection (El-Dessouky &
  Ettouney, 2002). Oleh karena itu, perhitungan area perpindahan panas untuk
stage pertama digunakan untuk mendapatkan total area perpindahan panas
pada bagian heat recovery. (El-Dessouky & Ettouney, 2002)
Luas area perpindahan panas kondensor pada stage pertama dapat
diketahui dengan menentukan parameter-parameter sebagai berikut:

a. Boiling Point Elevation (BPE)


Peningkatan titik didih yang dipengaruhi oleh tekanan untuk
mengurangi kadar garam dalam air disebut BPE (Boiling Point Elevation),
ditunjukkan dengan persamaan (23). Tetapi untuk mendapatkan nilai BPE,
perlu dihitung terlebih dahulu nilai konstanta B dan C yang ditunjukkan oleh
persamaan (24) dan (25) sebagai berikut:

𝐵𝑃𝐸 = 𝑋𝑖 . [𝐵 + (𝑋𝑖 )(𝐶)]. 10−3 ……(23)

Dengan,

𝐵 = [6,71 + 6,34𝑥10−2 (𝑇𝑖 ) +(9.74𝑥10−5 (𝑇𝑖 )2 ]. 10−3 ……(24)

𝐶 = [22,238 + 9,59𝑥10−3 (𝑇𝑖 ) + 9,42𝑥10−5 (𝑇𝑖 )2 ]10−8


……(25)

Dimana:
𝐵𝑃𝐸 = Boiling Point Elevation, [oC]
𝑋𝑖 = Konsentrasi garam dalam aliran brine, [ppm]

 
 
II-23

 
B & C = Konstanta pada literatur (El-Dessouky & Ettouney, 2002)
 
b. Non Equilibrium Allowance (NEA)
 
Untuk menentukan temperatur kondensasi uap tiap stage perlu
  diketahui nilai NEA dengan persamaan (26) dari literatur (El-Dessouky &

  Ettouney, 2002) sebagai berikut:

……(26)
  −6
𝑁𝐸𝐴 = (0.9784)𝑇𝑜 (15.7378)𝐻 (1.3777)𝑉𝑏.10
 
Dimana:
  𝑇𝑜 = Top Brine Temperature, [ᵒC]
  H = Tinggi kolam brine, [m]

  Vb = massa brine per lebar stage, [kg/ms]


c. Temperatur Uap Kondensasi
Temperatur uap yang dihasilkan stage ke-1 (𝑇𝑣1 ) dapat dihitung
menggunakan persamaan (27) sebagai berikut:

𝑇𝑣1 = 𝑇1 − 𝐵𝑃𝐸1 − 𝑁𝐸𝐴1 − ∆𝑇𝑑1 ……(27)

Dimana: 𝑇𝑣𝑖 = Temperatur uap pada stage ke-1, [oC]


∆𝑇𝑑1 = Temperatur drop pada demister, [oC]
d. Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Kondensor
Koefisien Perpindahan Panas menyeluruh pada Kondensor
dapat dihitung dengan persamaan (28) sebagai berikut:
𝑈𝑟 = 1.7194 + 3.2063𝑥10−3 (𝑇𝑣1 )
+ 1.5971𝑥10−5 (𝑇𝑣1 )2 ……(28)
− 1.9918𝑥10−7 (𝑇𝑣1 )3
Dimana: 𝑈𝑟 = Koefisien Perpindahan panas menyeluruh kondensor,
[kW/m2 oC]
e. Nilai LMTD Kondensor
Nilai LMTD pada kondensor dapat dihitung melalui persamaan
(29) sebagai berikut:
(𝑇𝑣1 − 𝑇𝑟1 ) − (𝑇𝑣1 − 𝑇𝑟2 )
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑟 = ……(29)
𝑇𝑣 − 𝑇𝑟
ln(𝑇𝑣1 − 𝑇𝑟1 )
1 2

 
 
II-24

 
Dimana:
  𝐿𝑀𝑇𝐷𝑟 = Logarithmic Mean Temperatur Difference, [ᵒC]
  𝑇𝑟1 = Temperatur air laut melewati kondensor, [ᵒC]

  𝑇𝑣1 = Temperatur uap di stage pertama, [ᵒC]


f. Luas Area Perpindahan Panas Kondensor
 
Luas area perpindahaan panas yang terjadi pada kondensor di
 
stage pertama dapat dihitung menggunakan persamaan (30).
 

  𝑀̇ 𝑟 . 𝐶𝑝 (𝑇𝑟1 − 𝑇𝑟2 )
𝐴𝑟 = ……(30)
𝑈𝑟 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑟
 
Dimana: 𝐴𝑟 = Luas perpindahan panas kondensor, [m2]
Prosedur yang sama dilakukan untuk stage pada bagian heat rejection
namun dihitung pada stage terakhir,dimana untuk area kondensor pada bagian
stage rejection digunakan langkah-langkah persamaan berikut :
a. Temperatur Uap Kondensasi
Temperatur uap yang dihasilkan stage rejection (𝑇𝑣𝑛 ) dapat dihitung
menggunakan persamaan (31) sebagai berikut:

𝑇𝑣𝑛 = 𝑇𝑛 − 𝐵𝑃𝐸𝑛 − 𝑁𝐸𝐴𝑛 − ∆𝑇𝑑𝑛 ……(31)

Dimana: 𝑇𝑣𝑛 = Temperatur uap pada stage terakhir, [oC]


∆𝑇𝑑𝑛 = Temperatur drop pada demister, [oC]
b. Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Kondensor
Koefisien Perpindahan Panas menyeluruh pada Kondensor heat
rejection (𝑈𝑗 ) dapat dihitung dengan persamaan (32) sebagai berikut:
𝑈𝑗 = 1.7194 + 3.2063𝑥10−3 (𝑇𝑣𝑛 )
+ 1.5971𝑥10−5 (𝑇𝑣𝑛 )2 ……(32)
− 1.9918𝑥10−7 (𝑇𝑣𝑛 )3
Dimana:
𝑈𝑗 = Koefisien Perpindahan panas menyeluruh kondensor pada bagian
heat rejection, [kW/m2 oC]
c. Nilai LMTD Kondensor

 
 
II-25

 
Nilai LMTD pada kondensor heat rejection dapat dihitung
 
melalui persamaan (33) sebagai berikut:
  (𝑇𝑣𝑛 − 𝑇𝑐𝑤 ) − (𝑇𝑣𝑛 − 𝑇𝑗𝑛 )
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑗 = ……(33)
𝑇𝑣 − 𝑇𝑐𝑤
  ln(𝑇𝑣𝑛 − 𝑇𝑗 )
𝑛 𝑛
 

  Dimana: 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑗 = Logarithmic Mean Temperatur Difference, [ᵒC]

  𝑇𝑗𝑛 = Temperatur air laut pada stage terakhir heat rejection,


[ᵒC]
 

  d. Luas Area Perpindahan Panas Kondensor


Luas area perpindahaan panas yang terjadi pada kondensor di
stage heat rejection dapat dihitung menggunakan persamaan (34).

(𝑀𝑓̇ + 𝑀̇ 𝑟 ) 𝐶𝑝 (𝑇𝑗𝑛 − 𝑇𝑐𝑤 )


𝐴𝑗 = ……(34)
𝑈𝑗 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑗
Dimana: 𝐴𝑗 = Luas perpindahan panas kondensor rejection stage , [m2]
II.6.14 Total Luas Area Perpindahan Panas Kondensor
Area perpindahan panas total untuk semua kondensor dalam
bagian heat recovery dan heat rejection ,dihitung menggunakan
persamaan (35).

𝐴𝑐 = (𝑛 − 𝑗)𝐴𝑟 + (𝑗)𝐴𝑗 ……(35)

Dimana : n = total jumlah stage


𝑗 = jumlah stage pada bagian heat rejections
II.6.15 Dimensi Stage
Perhitungan dimensi stage meliputi tinggi gate, ketinggian brine pool,
lebar stage dan panjang stage. Panjang semua stage ditetapkan sama dengan
panjang dari stage terakhir dan lebar semua stage ditetapkan sama dengan
lebar dari stage pertama.
a. Tinggi Gate

 
 
II-26

 
Air laut yang masuk menuju Flashing stage melewati suatu
 
lubang atau disebut juga gate. Tinggi dari gate (GH) ini dapat dihitung
  menggunakan persamaan (36).
 
𝑀𝑟 (2. 𝜌𝑏 . ∆𝑃)(−0.5)
𝐺𝐻 = ……(36)
  𝐶𝑑. 𝑊

  Dimana ; GH = Tinggi Gate, [m]

 
ρb = densitas brine, [kg/m3]
∆P = perbedaan tekanan antar stage, [bar]
 
Setelah mengetahui nilai gate maka untuk menetukkan nilai dari
 
tinggi brine pool (H) ,tinggi brine pool ini harus lebih tinggi dari tinggi
  gate dapat digunakan persamaan berikut:
𝐻1 = 0.2 + 𝐺𝐻
Dimana: H = Tinggi kolam brine, [m]
b. Tinggi Demister

Tinggi demister (Hd) bergantung pada fluks massa uap dari


korelasi height constant (Kh) (Kotb, 2014). Tinggi demister dapat
diperoleh dengan persamaan empiris (37).

𝐻𝑑 = 0.1776𝑒 0.0054𝑘ℎ ……(37)

c. Lebar Stage
Lebar semua Stage ditetapkan sama dengan lebar dari stage
pertama (El-Dessouky & Ettouney, 2002). Untuk mengetahui lebar
stage dapat menggunakan persamaan (37).

𝑀𝑟
𝑊= ……(38)
𝑉𝑏

Dimana: W = Lebar stage, [m]


𝑉𝑏 = laju aliran massa brine per lebar stage [kg/ms]
d. Panjang Stage (L)
Panjang semua stage ditetapkan sama dengan panjang dari stage
terakhir (El-Dessouky & Ettouney, 2002). Untuk menghitung dimensi
dari panjang stage dapat ditentukan melalui persamaan (38).

 
 
II-27

 
𝐷𝑛
  𝐿= ……(39)
𝜌𝑣𝑛. 𝑉𝑣𝑛 . 𝑊
  Dimana: 𝐿 = panjang stage, [m]
  𝐷𝑛 = flow rate distilat pada stage terakhir, [kg/s]

  Vvn = kecepatan uap di stage terakhir, [m/s]


𝜌𝑣𝑛 = density uap air [kg/m3]
 
e. Luas Area tiap Stage
 
Area cross section untuk setiap stage ,dapat dihitung dengan
  persamaan (39)
 
𝐴𝑠 = 𝐿 𝑊 ……(40)

Dimana: As = cross section area [m2]

II.6.16 Parameter Performa

Parameter kinerja sistem ditentukan oleh rasio kinerja termal (PR),


area perpindahan panas spesifik (sA) dan laju aliran spesifik cooling water
(sMcw)
a. Performance Ratio
Performance Ratio adalah salah satu parameter performa yang
digunakan untuk mengevaluasi proses desalinasi termal. Performance
Ratio merupakan perbandingan laju total uap yang dikonsumsi terhadap
produk distilat air yang dihasilkan dan dapat dihitung menggunakan
persamaan (41).
𝑀̇𝑑
𝑃𝑅 = ……(41)
𝑀̇ 𝑠
Dimana : 𝑀̇𝑑 = Laju Aliran Massa Distilat, [kg/s]
𝑀̇ 𝑠 = Laju Aliran Massa Steam, [kg/s]
b. Luas Area Perpindahan Panas Spesifik
Luas area perpindahan panas spesifik dapat dihitung menggunakan
persamaan (41).

 
 
II-28

 
(𝐴𝑏 + 𝐴𝑐 )
  𝑠𝐴 = ……(42)
𝑀𝑑
  2
Dimana: sA = Luas Perpindahan Panas Spesifik, [𝑚 ⁄ 𝑘𝑔 ]
 
(𝑠)

Ab = luas perpindahan panas brine heater, [m2]


 
Ac = total luas perpindahan panas kondensor heat recovery dan
 
heat rejection, [m2]
  𝑀̇𝑑 = Laju Aliran Massa Distilat, [kg/s]
 c. Laju Aliran Cooling Water Spesifik
Laju aliran cooling water spesifik dapat dihitung menggunakan
 
persamaan (42).
 
𝑀𝑐𝑤
𝑠𝑀𝑐𝑤 = ……(43)
𝑀𝑑

d. Panas Spesifik
Panas spesifik merupakan jumlah energi panas yang dikonsumsi oleh sistem
untuk menghasilkan 1 kg distilat air.

𝑚̇𝑠. 𝜆𝑠
𝑞= ……(44)
𝑚̇𝑑
Dimana: q = Konsumsi panas spesifik, [kJ/kg]
λs = panas laten steam, [kJ/kg]
II.6.17 Jumlah Pipa Kondensor Tiap Stage
Untuk menghitung jumlah pipa pada kondensor tiap stage digunakan
persamaan (44) sebagai berikut:

𝐴𝑐
𝑁𝑡 = ……(45)
𝜋𝑥𝐷𝑜𝑥𝐿
Dimana: Nt = Jumlah pipa, [buah]
Ac = Luas area perpindahan panas kondensor, [m]
Do = Diameter luar pipa, [m]
L = Panjang pipa, [m]
II.6.18 Menentukan Jarak Antar Pipa
Menentukan jarak antar pipa kondensor dilakukan menggunakan persamaan
di bawah ini.

 
 
II-29

 
𝑃𝑇 = 1,25𝑥 𝑑𝑜 ........ (46)
 
Keterangan :
  𝑃𝑇 = Pitch, mm
  𝑑𝑜 = Luas Perpindahan panas kondensor, mm

 
 

II-1

Anda mungkin juga menyukai