PENDAHULUAN
Standar kecantikan ada yang diciptakan bak boneka Barbie yang sempurna dengan
tubuh ramping, badan yang tinggi, mata yang indah dan hidung yang mancung. Menurut
Ibrahim (2007: 67), standar akan kecantikan yang tidak masuk akal tersebut menjadikan
perempuan mengidap sindrom nervosa, di mana perempuan mengalami rasa cemas akan
perburuan kecantikan. Citra ideal yang terus menerus dikonstruksi dan ditanamkan serta
disosialisasikan oleh iklan-iklan kecantikan ini pun membawa perempuan pada perasaan yang
selalu merasa kurang, tidak puas dan tidak percaya diri. Hal tersebut menyebabkan perempuan
yang datang ke klinik kecantikan pun bukan saja perempuan yang memiliki masalah pada kulit
wajahnya, tetapi perempuan dengan wajah yang terlihat bebas masalah pun juga melakukan
perawatan di klinik kecantikan. Bedah Plastik menjadi salah satu usaha untuk menjadi cantik
dengan instan.
Bedah plastikpun sangat tren dikalangan masyarakat sekarang ini, bedah plastik
ditujukan tak hanya bagi yang mengalami kecelakaan struktur pada wajah, namun ditujukan
pula untuk orang yang merasa tidak puas dengan bentuk wajahnya. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh International Society of Aesthetic Plastic Surgery (ISAPS) menunjukkan bahwa
tiap tahunnya terjadi peningkatan angka penggunaan operasi plastik di dunia. Berdasarkan
data ISAPS tahun 2011, Amerika Serikat tetap menduduki peringkat pertama negara dengan
jumlah populasi dokter bedah plastik tertinggi di dunia, diikut Brasil, Cina, Jepang, dan
Meksiko. Yang menarik, Asia justru disebut sebagai kawasan dengan tingkat tindakan operasi
plastik yang cukup tinggi. Tahun 2010 saja tercatat, 360.000 wanita di Korea Selatan
melakukan operasi plastik.
Sekalipun terdapat ahli yang khusus menangani bedah kecantikan dari sisi kesehatan,
masih banyak terdapat salon-salon kecantikan yang menawarkan jasa bedah kecantikan tanpa
menggunakan ahli bedah kecantikan. Menurut data PERAPI, pada tahun 2007 terdapat
sebanyak 249 kasus kesalahan bedah plastik di Indonesia yang meliputi kesalahan yang
terjadi pada bagian hidung (97 kasus), dagu (44 kasus), bibir bawah (40 kasus), pipi (23
kasus), bibir atas (12 kasus), payudara (12 kasus), kemaluan luar (10 kasus), kelopak mata
atas/bawah (8 kasus), pantat (1 kasus), dan tubuh lain (2 kasus), dan masih banyak lagi yang
tidak terdata oleh PERAPI. Data tersebut sayangnya tidak didukung dengan data statistik
nasional pasien yang melakukan bedah kosmetik di Indonesia, padahal pasien bedah
kosmetik di Indonesia cukup banyak, misalnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun
2005 jumlah pasien bedah kosmetik mencapai 126 orang, dan di klinik Bedah Plastik Bina
Estetika, setiap tahunnya menerima sekitar 1.500 pasien (GunawanAnwar, 2012).
Permasalahan yang muncul adalah pasien bedah plastik tentu saja tidak ingin
diketahui jika dirinya melakukan operasi untuk memperbaiki penampilannya. Hal yang
menimbulkan alasan tersebut adalah pendapat negative masyarakat tentang bedah plastik.
Berdasarkan data di atas sehingga sangat dibutuhkan untuk membangun Rumah sakit
bedah estetika untuk lebih kompleks mewadahi bedah plastik dengan konsep bangunan yang
tidak menampakkan identitas sebagai bangunan rumah sakit.
1.2.2 Arsitektural
1. Bagaimana merancang Rumah Sakit Bedah Plastik tanpa menampakkan identitas bangunan
sebagai bangunan Rumah Sakit Bedah Plastik ?
2. Bagaimana menentukan program ruang dan besaran ruang serta persyaratannya dengan
mengkaitkan bentuk bangunan tanpa menampakkan identitas bangunan sebagai bangunan
Rumah Sakit Bedah Plastik?
3. Bagaimana menentukan lokasi dan site bangunan Rumah Sakit Bedah Plastik dengan
memperhatikan kondisi tapak yang memiliki daya potensi wisata serta terisolasi ?
Tujuan pembahasan adalah menyusun suatu landasan konseptual acuan perancangan yang
berisi kriteria dan syarat perencanaan Rumah Sakit Bedah Plastik.
Adapun sasaran pembahasan adalah menyusun kriteria perencanaan Rumah Sakit Bedah
Plastik yang meliputi aspek:
1. Non Arsitektural
a. Menganalisis standar kecantikan Indonesia
b. Menganalisis bedah plastic dan prosedur bedah plastik.
2. Arsitektural
Batasan masalah dibuat untuk mempersempit ruang masalah yang diperoleh dari berbagai
analisa. Pembahasan dibatasi pada perancanaan bangunan yang mampu mewadahi fungsi utama
dengan menyembunyikan identitas bangunan sebagai Rumah Sakit.
1.4.2 Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan difokuskan untuk mengungkapkan wadah Rumah Sakit Bedah Plastik
dengan menekankan fungsi bangunan sebagai Rumah Sakit Bedah dengan metode wisata
estetika.
BAB II
KAJIAN UMUM DAN ASPEK LEGAL
USAHA BEDAH PLASTIK KECANTIKAN
Operasi Plastik berasal dari dua kata, yaitu “Operasi” yang berasal dari empat Bahasa yaitu,
plasein (Bahasa Belanda), Plasticos (Bahasa Latin), Plastics (Bahasa Inggris), yang kesemuanya
itu berarti “berubah bentuk”, di dalam ilmu Kedokteran dikenal dengan “plastics of surgery” yang
artinya “pembedahan plastik”.
Pengertian operasi plastik secara umum adalah berubah bentuk dengan cara pembedahan,
sedangkan pengertian operasi plastic menurut ilmu kedokteran adalah pembedahan jaringan atau
organ yang akan dioperasi dengan memindahkan jaringan atau organ dari tempat yang satu ke
tempat lain sebagai bahan untuk menambah jaringan yang dioperasi. Jaringan adalah kumpulan sel-
sel (bagian terkecil dari individu) yang sama dan mempunyai fungsi tertentu, sedangkan organ
adalah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan
yang mempunyai fungsi tertentu.( Nurul Maghfiroh dan Heniyatun,2015)
Di dalam ilmu bedah plastic terdapat tiga macam operasi plastik yaitu:
1. Operasi plastic yang bertujuan untuk memperbaiki tulang atau sel-sel yang kurang
sempurna agar dapat berfungsi seperti sediakala. Operasi ini dilakukan terhadap orang
yang mempunyai cacat fisik, baik cacat sejak lahir maupun cacat yang disebabkan oleh
hal-hal tertentu. Pelaksanaan operasi plastik ini meliputi:
a. Operasi plastik pada cacat bawaan, misalnya bibir sumbing, dan mata buta.
b. Operasi plastik pada luka bakar, misalnya wajah yang terkena air aki atau organ tubuh
yang tersiram air panas, dan cacat yang lain yang diakibatkan kecelakaan.
2. Operasi plastik yang bertujuan untuk memperindah bentuk tubuh. Operasi ini dilakukan
terhadap orang yang ingin memperindah bentuk tubuhnya agar kelihatan lebih menarik.
Operasi semacam ini disebut operasi plastik cosmetika atau operasi plastik pada tulang-
tulang muka.
3. Operasi plastik yang bertujuan untuk memperindah bentuk tubuh menggantikan anggota
organ tubuh yang rusak akibat dari suatu penyakit. Pelaksanaan operasi plastik ini
meliputi:
a. Auto Transplasi, yaitu transpalasi dimana donor dan resipiennya satu individu. Seperti
orang yang pipinya dioperasi karena membusuk, maka untukmemulihkan bentuk
tersebut diambilkan daging dari bagian tubuhnya yang lain.
b. Homo Transpalasi, yaitu transpalasi dimana donor dan resipiennya individu yang sama
jenisnya. Jenis di sini maksudnya adalah manusia dengan manusia.
c. Hetero Transpalasi, yaitu transpalasi dimana donor dan resipiennya individu yang
berlainan jenisnya, seperti transpalasi yang donornya adalah hewan, sedangkan
resipiennya adalah manusia.
Bedah rekonstruktif adalah berbagai tindakan bedah yang dilakukan untuk mengembalikan
penampilan atau fungsi semula dari bagian tubuh tertentu. Bedah rekonstruktif umumnya
dilakukan untuk memperbaiki cacat pada tubuh yang disebabkan oleh penyakit atau trauma.
Bedah rekonstruktif dibedakan berdasarkan organ tubuh yang membutuhkan pembedahan.
(docdoc.com)
Pasien yang menderita cacat pada tubuh atau memiliki bagian tubuh yang terlihat tidak
normal karena penyakit, kelainan bawaan, atau cedera tertentu dapat menjalani bedah
rekonstruktif untuk mengembalikan penampilan dan fungsi atau pergerakan semula dari
bagian tubuh yang cacat. Pada banyak kasus, bedah rekonstruktif dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien atau memberikan kesempatan bagi pasien anak untuk menjalani hidup yang
normal.
Namun, tidak semua bedah rekonstruktif diperlukan secara medis. Ada beberapa kasus di
mana pasien ingin menjalani bedah rekonstruktif untuk mempercantik penampilan dari bagian
tubuh tertentu. Contoh dari tindakan tersebut adalah sedot lemak rekonstruktif atau
pengencangan perut.
Saat ini, pasien dapat mengharapkan hasil yang sangat realistis dari bedah rekonstruktif.
Variasi jenis dan teknik yang digunakan oleh dokter bedah terus membaik karena adanya
perkembangan berkelanjutan dalam bahan dan teknologi rekonstruktif. Beberapa contoh dari
perkembangan tersebut adalah jahitan berduri, pencangkokan kulit, bedah free flaps, implan,
dan penggunaan implan biomaterial, yang lebih cocok dengan tubuh dan dapat menirukan
fungsi dari bagian tubuh yang digantikan dengan lebih baik. Dengan adanya perkembangan
ini, pasien bisa mendapatkan bagian tubuh baru yang memiliki penampilan dan fungsi yang
hampir serupa dengan bagian tubuh asli mereka, hanya dengan sedikit perbedaan dalam
sensasi dan rasa. .(docdoc.com)
a. Bibir Sumbing
Sumbing pada bibir atau lelangit (Cleft lip or palate, CLP) merupakan kelainan bawaan lahir
nomor empat tersering di dunia dan merupakan kelainan bawaan lahir pada wajah yang tersering
b. Luka Bakar
Luka Bakar adalah luka yang disebabkan oleh Api yang merusak kulit Unit Pelayanan
Khusus Luka Bakar adalah unit yang melayani pasien luka bakar dengan pendekatan tim
interdisiplin (Divisi Bedah Plastik, Departemen Anastesiologi dan Perawatan Intensif, Departemen
Ilmu Kesehatan Anak, Departemen Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen
Gizi Klinik, dan Departemen Kesehatan Jiwa). Fasilitas UPKLB yang ada pada saat ini yaitu unit
ICU, unit HCU, kamar operasi, ruang konferensi dan skin bank(belum beroperasi).
Dengan cara ini otot di atas pangkal hidung di antara kedua mata dapat dipotong sehingga
kerutan atas hidung akan hilang.
“Rumah sakit khusus adalah Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,organ atau jenis
penyakit”.
Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker,
Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan obat, Stroke, Penyakit Infeksi, bersalin,
Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan
Kelamin.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.56 tahun 2014 adalah:
Rumah Sakit khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan, paling sedkit meliputi:
a. Pelayanan, yang diselenggarakan meliputi :
1) Pelayanan medik, paling sedikt terdiri dari:
a) Pelayanan gawat darurat, tersedia 24 (dua puluh empat) jam sehari terus menerus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b) Pelayanan medik umum;
c) Pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan
d) Pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan;
e) Pelayanan medik spesialis penunjang;
2) Pelayanan kefarmasian;
3) Pelayanan keperawatan;
4) Pelayanan penunjang klinik;dan
5) Pelayanan penunjang nonklinik;
Pasal 24
Klasifikasi dari unsur pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi Pelayanan
Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Spesialis Dasar
sesuai kekhususan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain,
Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Penunjang Klinik, Pelayanan Penunjang Non Klinik.
Pasal 27
Kriteria klasifikasi dari unsur sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
meliputi ketersediaan sumber daya manusia pada Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Spesialis sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, Pelayanan Keperawatan dan Penunjang Klinik.
Pasal 28
(1) Kriteria klasifikasi dari unsur administrasi dan manajemen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 meliputi struktur organisasi dan tata laksana.
(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas Kepala
Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan.
(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tugas dan fungsi, susunan dan
uraian jabatan, tata hubungan kerja, standar operasional prosedur, hospital bylaws & medical staff
bylaws.
Pasal 29
Rumah Sakit Khusus harus memenuhi jumlah tempat tidur sesuai dengan klasifikasinya
berdasarkan kebutuhan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.
Pasal 30
A. Pelayanan
D. Peralatan
Kelas A Kelas B KelasC
BAB III
TINJAUAN LANDASAN HUKUM DAN PEDOMAN PELAYANAN BEDAH
A. Tujuan PedomaN
Pedoman pelayanan Instalasi Kamar Bedah Best Look Aesthetic Surgery Center by
Ekle’s Group ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai Panduan (guidelines) dalam meningkatkan mutu pelayanan pembedahan di kamar
bedah, menurunkan angka kematian dan kecacatan pada pasien yang menjalani
pembedahan.
2. Mengurangi dan menurunkan angka kematian, kecacatan, dan infeksi seminimal mungkin.
Memberikan pelayanan kamar bedah yang aman, memuaskan, dan menghilangkan
kecemasan dan stress psikis lain.
3. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan secara terus
menerus dan berkesinambungan.
B. Landasan Hukum
1. Kode Etik Kedokteran Indonesia
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Thun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
5. Undang-undang No. 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 / Menkes / Per / III / 20120 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 / Menkes / Per / IX / 1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/Per/IV/2011 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktek Keperawatan.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1217/Menkes/SK/XI/2001
tentang Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1439/Menkes/SK/XI/2002
tentang Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan
12. Keputusan Dirjen Yanmed HK. 00. 06. 3. 5. 1866 tentang Pedoman persetujuan Tindakan
Medik ( Informed Consent ), 1999.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit Umum.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 780/Menkes/Per/VIII/2008
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014/Menkes/SK/IX/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan.
17. Keputusan Dirjen Bina Yanmed HK. 00. 06. 1. 4. 5390 tentang Pedoman Advokasi dan
Bantuan Hukum dalam Penanganan Kasus Pelayanan Medis di Rumah Sakit, 2005.
18. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Depkes 2006
19. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP), KKP-RS, 2007
20. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Depkes, 1999
21. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO-Depkes, 2001
22. Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes, 2005
23. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia, KKI, 2006
24. Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, Depkes, 1996
25. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan, Depkes, 2003
26. Standar Umum Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit, Depkes, 1999
27. Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi, Depkes, 2003
28. Standar Pelayanan Keperawatan Kamar Bedah di Rumah Sakit, Kemenkes, 2011
29. Pedoman Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit, Kemenkes 2012
30. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi Rumah Sakit Kelas B, Depkes, 2004
31. Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit, Depkes, 2002
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini membahas tentang bagaimana pelayanan kepada pasien diberikan dimulai pada
saat diterimanya pasien diruang persiapan operasi dilanjutkan ketika pasien mendapat pelayanan medis
atau tindakan pembedahan, dan sampai dengan penanganan pasca operasi di ruang pulih sadar/recovery
room.
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Bedah Sentral, meliputi Memberikan Pelayanan
untuk menunjang pelayanan anestesiologi dan memberikan pelayanan untuk menunjang
pelayanan pembedahan spesialistik dan subspesialistik.
1. Cakupan pelayanan anastesi
Pelayanan anastesi meliputi anastesi di dalam kamar operasi, termasuk sedasi moderat
dan sedasi dala pada jadwal yang terencana maupun di luar jadwal seperti pada operasi
emergensi. Pelayanan anastesi di rumah sakit harus seragam sesuai dengan pedoman dan
standar pelayanan operasional yang ada. Dokter anasthesi yang bertugas bertanggung
jawab terhadap semua tindakan anasthesi mulai dari masa pre anastesia sampai masa
pasca anestesia. Dokter anastesi bertanggung jawab untuk menjaga dan meningkatkan
wawasan serta keterampilannya termasuk para petugas anasthesi yang lain.
2. Cakupan Pelayanan Kamar bedah pada Pasien dengan Anestesi lokal/sedasi ringan
Pada tindakan bedah yang tidak memerlukan pelayanan anestesi¸pelayanan bedah
dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal/sedasi ringan. Pemilihan jenis obat
anestesi lokal/sedasi ringan ditentukan oleh DPJP atau dokter bedah. Pasien dimonitor
secara kontinu keadaan hemodinamiknya dan dicatat oleh perawat sirkuler di formulir
pemantauan pasien selama anestesi lokal/sedasi ringan dan ditandatangani oleh DPJP.
3. Cakupan pelayanan kamar bedah.
Pelayanan bedah yang dapat dilakukan di kamar bedah meliputi pelayanan bedah
orthopedi, bedah syaraf, bedah plastik, bedah urologi, bedah digestif, bedah onkologi,
kebidanan, THT, Mata, Bedah Mulut, Bedah Toraks Kardiovaskuler, Pulmonologi
Intervesnsi, Penyakit dalam (KGEH), dan Pelayanan Spesialis anak pada Bayi baru lahir.
Pelayanan bedah dapat dilakukan selama jam kerja untuk operasi terjadwal dan setiap saat
untuk operasi emergensi.
GAMBARAN UMUM
Memberikan pelayanan prima kepada pasien menuntut adanya kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan ini dalam sebuah rumah sakit dapat berasal dari berbagai sumber termasuk
pemilik atau mereka yang mewakili pemilik (misalnya, Dewan Pengawas), Direktur atau
pimpinan rumah sakit atau pimpinan lainnya yang diberi kedudukan, tanggung jawab dan
kepercayaan. Setiap rumah sakit harus melakukan identifikasi terhadap orang ini dan melibatkan
mereka agar dapat menjamin bahwa rumah sakit merupakan organisasi yang efektif dan efisien
bagi masyarakat dan pasiennya.
Secara khusus para pemimpin ini harus melakukan identifikasi dari misi rumah sakit dan
menjamin bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai misi ini tersedia. Bagi banyak
rumah sakit hal ini tidak berarti harus menambah sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber
daya yang ada secara lebih efsien, bahkan bila sumber daya ini langka adanya. Selain itu, para
pemimpin harus berkerja sama dengan baik untuk melakukan koordinasi dan integrasi semua
kegiatan, termasuk kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan asuhan pasien dan pelayanan
klinik.
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan pemahaman tentang berbagai tanggung jawab dan
kewenangan dari orang-orang dalam organisasi dan bagaimana orang-orang ini bekerja sama.
Mereka yang mengendalikan, mengelola dan memimpin rumah sakit mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab. Secara kolektif dan secara perorangan mereka bertanggung jawab untuk
mematuhi perundang-undangan dan peraturan serta memikul tanggung jawab secara organisasi
terhadap populasi pasien yang dilayaninya. Dari waktu ke waktu, kepemimpinan yang efektif
membantu menangani masalah hambatan dan komunikasi antara unit kerja dan pelayanan dalam
organisasi agar organisasi berjalan lebih efisien dan efektif. Pelayanan menjadi semakin terpadu.
Khususnya, integrasi semua kegiatan manajemen mutu dan peningkatan kualitas pelayanan
disemua segi organisasi memberikan hasil outcome lebih baik bagi pasien.
STANDAR , MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN # TATA
KELOLA
* Standar TKP. 1
Pada sebuah unit organisasi rumah sakit, pemilik (yang bisa satu orang atau lebih), atau sebuah
kelompok dari individu-individu yang dikenal (misalnya board dari governing body) dapat
dipercaya untuk mengawasi cara bekerja organisasi rumah sakit dan bertanggung jawab untuk
menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakatnya atau bagi penduduk yang
membutuhkan pelayanan.
Tanggung jawab dan akuntabilitas dalam unit organisasi tersebut diuraikan dalam sebuah
dokumen yang menjelaskan bagaimana hal-hal tersebut akan dilaksanakan. Juga diuraikan
bagaimana unit yang memerintah/berkuasa dan kinerja para manajer organisasi rumah sakit
dievaluasi berdasarkan kriteria spesifik yang berlaku di organisasi ini.
Tata kelola rumah sakit dan struktur manajemen tercantum atau tergambar dalam sebuah bagan
rumah sakit atau dokumen lain yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan
akuntabilitasnya. Dalam bagan rumah sakit ditetapkan nama orang atau jabatannya.
4. Ada dokumentasi penilaian kinerja dari unit pimpinan setiap tahun. […]
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyampaikan kepada masyarakat secara terbuka
misi organisasi yang disetujuinya
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui kebijakan dan rencana untuk
menjalankan organisasi
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui anggaran belanja dan alokasi sumber
daya lain yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan para manajer senior atau direktur
. Standar TKP 1.5.
Mereka yang bertanggung jawab untuk mempimpin, menyetujui program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dan secara teratur menerima dan menindaklanjuti laporan tentang program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Nama jabatan atau kedudukan di struktur organisasi pimpinan tidaklah penting. Yang penting
adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan agar organisasi mempunyai kepemimpinan yang
jelas, dijalankannya organisasi sacara efisien dan memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu.
Tanggung jawab ini terutama pada proses pemberian persetujuan yang mencakup :
3. Persetujuan tentang partisipasi dari organisasi rumah sakit dalam pendidikan profesi
kesehatan, penelitian dan pengawasan mutu program tersebut
4. Persetujuan atau penyediaan anggaran belanja dan sumber daya lain untuk menjalankan
rumah sakit
Menetapkan orang pada setiap posisi dalam bagan organisasi tidak menjamin adanya komunikasi
dan kerja sama baik diantara mereka yang mengawasi dan meraka yang mengelola organisasi
rumah sakit.
Hal ini sangat benar apabila struktur pengawas terpisah jauh dari organisasi rumah sakit,
misalnya pengelola otoritas kesehatan nasional atau regional. Dengan demikian, mereka yang
bertanggung jawab atas pengawasan harus mengembangkan sebuah proses untuk melakukan
komunikasi efektif dan bekerja sama dengan manajer rumah sakit dalam rangka memenuhi misi
dan rencana organisasi.
1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui misi rumah sakit […]
2. Mereka yang bertanggung jawab mempimpin, menjamin adanya review berkala terhadap
misi rumah sakit […]
3. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyampaikan ke masyarakat misi
rumah sakit secara terbuka […]
* Elemen Penilaian TKP 1.2
3. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui rencana organisasi dan program
yang terkait dengan pendidikan profesi kesehatan, penelitian dan kemudian menyediakan
pengawasan sedemikian rupa terhadap mutu program tersebut […]
1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui anggaran belanja modal dan
operasional organisasi rumah sakit […]
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, mengalokasikan sumber daya
yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi rumah saki […]
1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan manajer senior rumah sakit
[…]
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, melakukan evaluasi kinerja dari manajer
senior rumah sakit […]
1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit. […]
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menerima secara teratur dan
menindaklanjuti laporan tentang program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. […]
# KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT
• Standar TKP.2
Seorang manajer senior atau direktur bertanggung jawab untuk menjalankan rumah sakit dan
mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.
• Maksud TKP.2
Kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk sebuah rumah sakit agar dapat beroperasi
secara efisien dan memenuhi misinya. Kepemimpinan adalah apa yang diberikan oleh orang-
orang secara bersama-sama dan secara perorangan bagi organisasi dan dapat dilaksanakan oleh
sejumlah orang.
Manajer senior atau direktur tersebut bertanggung jawab atas jalannya organisasi sehari-hari
secara keseluruhan. Hal ini meliputi pengadaan dan penyediaan (inventory) peralatan penting,
pemeliharaan fasilitas fisik, manajemen keuangan, manajemen kualitas dan tanggung jawab
lainnya. Pendidikan dan pengalaman dari individu sesuai dengan persyaratan di dalam diskripsi
posisi.
Manajer senior atau direktur tersebut bekerja sama dengan para manajer lainnya di rumah sakit
untuk menentukan misi organisasi dan merencanakan kebijakan, prosedur serta pelayanan klinik
yang terkait dengan misi itu. Begitu disetujui oleh governing body manajer senior atau direktur
bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kebijakan dan menjamin bahwa semua kebijakan
itu dipatuhi oleh staf dari rumah sakit.
3. Berbagai proses untuk mengelola dan mengawasi sumber daya manusia, sumber daya
finansial dan sumber daya lainnya.
• Elemen Penilaian TKP.2
1. Pendidikan dan pengalaman senior manajer sesuai dengan persyaratan di dalam deskripsi
posisi. […]
2. Manajer senior atau direktur mengelola operasional rumah sakit sehari-hari, termasuk
mereka yang bertanggung jawab yang digambarkan di dalam deskripsi posisi […]
4. Manajer senior atau direktur menjamin kepatuhan terhadap kebijakan yang telah
disetujuinya […]
5. Manajer senior atau Direktur harus patuh terhadap undang-undang dan peraturan yang
berlaku […]
6. Manajer senior atau Direktur bertindak terhadap laporan dari lembaga pengawasan dan
regulator […]
• Standar TKP.3
Para pimpinan rumah sakit ditetapkan dan secara kolektif bertanggung jawab untuk menentukan
misi organisasi dan membuat rencana dan kebijakan yang dibutuhkan untuk memenuhi misi
tersebut.
• Maksud TKP.3
Para pimpinan rumah sakit berasal dari berbagai sumber. Governing body menentukan manajer
senior atau Direktur dan selanjutnya manajer senior menetapkan manajer lainnya. Para pimpinan
dapat menduduki posisi formal misalnya sebagai Direktur Medis atau Direktur Keperawatan atau
dikenal secara informal karena kesenioran mereka, reputasi mereka atau adanya kontribusi
mereka kepada organisasi.
Hal penting adalah bahwa semua pimpinan dalam rumah sakit diketahui dan dilibatkan dalam
proses penentuan misi rumah sakit. Berdasar atas misi tersebut, para pimpinan bekerja sama
mengembangkan berbagai rencana dan kebijakan yang dibutuhkan untuk mencapai misi. Apabila
kerangka misi dan kebijakan ditentutkan oleh pemilik atau lembaga diluar rumah sakit, maka
pimpinan tersebut bekerja sama untuk melaksanakan misi dan kebijakan.
1. Para pimpinan ditetapkan dan dikenali secara formal atau informal […]
2. Para pimpinan secara kolektif bertanggung jawab untuk menentukan misi rumah sakit
[…]
3. Para pimpinan rumah sakit secara kolektif bertanggung jawab untuk menyusun dan
menetapkan berbagai kebijakan dan prosedur yang diperlukan untuk menjalankan misi
[…]
4. Para pimpinan rumah sakit bekerja sama untuk menjalankan misi dan menjamin adanya
kepatuhan menjalankan kebijakan dan prosedur. […]
Bersama dengan pemuka masyarakat dan pimpinan organisasi lain, pimpinan rumah sakit
merencanakan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.
Demikian juga, organisasi pelayanan rujukan dan spesialistik mendasarkan misi mereka pada
kebutuhan pasien dalam wilayah geografik atau wilayah politik yang lebih luas.
Kebutuhan pasien atau masyarakat biasanya berubah seiring dengan waktu dan dengan demikian
organisasi pelayanan kesehatan perlu melibatkan masyarakat dalam perencanaan strategik dan
perencanaan operasionalnya. Rumah sakit melakukan hal ini dengan cara minta pendapat atau
masukan dari individu atau masyarakat atau komite yang diberi tugas khusus, misalnya.
Oleh karena itu, merupakan hal penting bagi para pimpinan organisasi pelayanan kesehatan
untuk bertemu dan merencanakan dengan tokoh masyarakat yang terpandang dan para pimpinan
organisasi pemberi pelayanan di masyarakat. Pimpinan-pimpinan ini merencanakan agar
masyarakat menjadi lebih sehat dan menyadari juga bahwa mereka punya tanggung jawab.
1. Pimpinan rumah sakit membuat rencana bersama dengan tokoh masyarakat […]
2. Pimpinan rumah sakit bersama dengan pimpinan organisasi pelayanan kesehatan lain
merencanakan kebutuhan pelayanan […]
3. Pimpinan rumah sakit meminta masukan dari individu atau kelompok pemangku
kepentingan dalam masyarakat sebagai bagian dari rencana starategik dan operasional
organisasi rumah sakit […]
4. Rumah sakit berpartisipasi dalam pendidikan masyarakat tentang promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit […]
* Standar TKP.3.2.
Pimpinan rumah sakit melakukan identifikasi dan merencanakan jenis pelayanan klinik untuk
memenuhi kebutuhan pasien yang dilayaninya.
Pimpinan dari berbagai departemen klinik dan pelayanan klinik menentukan pelayanan
diagnostik, terapeutik, rehabilitatif dan lainnya yang dianggap penting bagi kepentingan
masyarakat. Pimpinan ini juga menentukan cakupan dan intensitas dari berbagai pelayanan yang
dianggap penting bagi masyarakat langsung atau tidak langsung.
Pelayanan yang direncanakan menggambarkan arah strategik dari rumah sakit dan dari sudut
pandang pasien yang dilayani. Apabila rumah sakit menggunakan apa yang dianggap sebagai
teknologi ”eksperimental” dan atau menggunakan bahan farmasi dalam proses pelayanan bagi
pasien (yaitu, teknlogi atau peralatan yang dianggap ”eksperimental” baik secara nasional
maupun internasional), harus dipastikan adanya sebuah proses untuk mengkaji dan menyetujui
penggunaan tersebut. Sangat penting bahwa persetujuan itu diberikan sebelum penggunaannya
dalam proses pelayanan kepada pasien.
Keputusan harus segera diambil jika dalam hal persetujuan khusus dari pasien dibutuhkan.
1. Perencanaan rumah sakit menjabarkan tentang asuhan dan pelayanan yang harus
disediakan […]
2. Asuhan dan pelayanan yang disediakan harus sejalan dengan misi rumah sakit […]
3. Pimpinan menentukan jenis asuhan dan pelayanan yang harus disediakan oleh organisasi
rumah sakit […]
Risiko dalam proses asuhan klinik akan dikurangi secara bermakna apabila digunakan alat yang
tepat dan berfungsi baik pada waktu digunakan untuk memberikan pelayanan yang sudah
direncanakan. Hal ini berlaku secara khusus penggunaannya di area klinik seperti anestesi,
radiologi, diagnostic imaging, kardiologi, radiation oncologi dan pelayanan lain yang berisiko
tinggi. Peralatan dan obat yang memadai juga harus tersedia sesuai dengan penggunaan rutin
maupun darurat. Setiap organisasi rumah sakit harus memahami tentang alat, peralatan dan obat
yang digunakan atau direkomendasikan diberikan untuk keperluan pelayanan terencana bagi
populasi pasiennya. Rekomendasi penggunaan alat, peralatan dan obat dapat berasal dari
lembaga pemerintah, organisasi profesi anestesi nasional atau internasional, atau dari sumber
yang diberi wewenang umtuk itu.
1. Rumah sakit melakukan identifikasi tentang rekomendasi dari berbagai organisasi profesi
dan dari sumber lain yang berwewenang dalam kaitannya dengan penggunaan alat,
peralatan dan obat yang dibutuhkan untuk pelayanan yang terencana […]
2. Pengidentifikasian alat, peralatan dan obat diperoleh. […]
* Standar TKP.3.3.
Pimpinan bertanggung jawab terhadap kontrak kerja pelayanan klinik dan manajemen
Rumah sakit sering mempunyai pilihan untuk memberikan pelayanan klinik dan manajemen
secara langsung atau mengatur pelayanan tersebut melalui pelayanan rujukan, konsultasi,
mekanisme kontrak kerja atau melalui perjanjian bentuk lain. Pelayanan ini dapat berkisar
meliputi pelayanan radiologi dan diagnostic imaging sampai pelayanan akuntasi keuangan
penyediaan pelayanan untuk housekeeping, makanan atau linen. Pimpinan rumah sakit
menggambarkan, di tulis, jenis dan skope dari pelayanan yang disediakan melalui perjanjian
kontrak.
Pada semua kasus, pimpinan bertanggung jawab atas kontrak kerja atau perjanjian lainnya
menjamin bahwa pelayanan terebut memenuhi kebutuhan pasien dan termasuk bagian dari
kegiatan manajemen mutu dan peningkatan kegiatan rumah sakit. Pimpinan klinik berpartisipasi
dalam seleksi kontrak klinik dan bertanggung jawab untuk kontrak klinik. Pimpinan manajemen
berpartisipasi dalam seleksi manajemen kontrak dan bertanggung jawab untuk manajemen
kontrak.
3. Pelayanan disediakan dibawah kontrak dan perjanjian lainnya sesuai kebutuhan pasien.
[…]
4. Pimpinan klinis berpartisipasi dalam seleksi dari kontrak klinis dan bertanggungjawab
terhadap kontrak klinis. […]
6. Bila kontrak di negosiasi kembali atau di akhiri rumah sakit menjaga kontinuitas
pelayanan pasien. […]
* Standar TKP.3.3.1.
Kontrak dan perjanjian lainnya termasuk bagian dari program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit.
* Maksud dan Tujuan TKP.3.3.1.
Mutu dan keselamatan pelayanan pasien dari seluruh pelayanan yang disediakan oleh rumah
sakit atau disediakan melalui kontrak perlu di evaluasi. Sehingga rumah sakit perlu menerima,
menganalisa dan mengambil tindakan pada informasi mutu dari sumber luar. Kontrak dengan
sumber dari luar, pelayanan termasuk harapan mutu dan keselamatan pasien dan data yang
disediakan rumah sakit, frekuensi dan format.
Manajer departemen menerima dan membuat laporan dari agensi kontrak dan menjamin bahwa
laporan terintegrasi di dalam proses pengukuran mutu rumah sakit.
1. Kontrak dan perjanjian lainnya di evaluasi terkait jenis kontrak, sebagai bagian dari
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit. […]
2. Klinisi terkait dan pimpinan manajerial berpartisipasi dalam program peningkatan mutu
rumah sakit di dalam analisa informasi mutu dan keselamatan berasal dari kontrak di luar.
[…]
3. Bila kontrak tidak sesuai dengan mutu dan keselamatan pasien maka dilakukan tindakan.
[…]
Yang berpraktik independen dan bukan pegawai rumah sakit harus di kredensial dengan benar
sesuai pelayanan yang disediakan
Rumah sakit bisa kontrak dengan atau pengaturan pelayanan dari dokter, dokter gigi dan yang
berpraktik independen lainnya diluar rumah sakit atau mengatur kedatangan di rumah sakit untuk
menyediakan pelayanan. Pada beberapa kasus individu dapat berasal dari luar rumah sakit, di
luar region atau negara. Pelayanan yang disediakan bisa termasuk telemedicine dan teleradiologi.
Pelayanan yang disediakan ditetapkan agar pasien mempunyai pilihan dan para praktisi harus
melalui proses kredensialing dan privileging dari rumah sakit.
1. Pimpinan rumah sakit menetapkan pelayanan yang yang akan disediakan oleh dokter
praktik independen diluar rumah sakit. […]
2. Seluruh pelayanan diagnosis, konsultasi dan treatmen disediakan oleh dokter praktik
independen diluar rumah sakit termasuk telemedicine, teleradiology dan interpretasi dari
diagnosis lain, juga EKG, EEG, EMG dan perlu privileged oleh rumah sakit untuk
menyediakan pelayanan tersebut. […]
4. Mutu pelayanan oleh tenga dokter diluar rumah sakit, di monitor sebagai bagian dari
komponen program peningkatan mutu. […]
* Standar TKP.3.4.
Pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya sudah terlatih dalam melaksanakan konsep
peningkatan mutu
Tujuan utama rumah sakit adalah untuk memberikan asuhan pasien dan bekerja untuk
meningkatkan hasil asuhan pasien setiap saat dengan cara menerapkan prinsip peningkatan mutu.
Dengan demikian, pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya dari sebuah rumah sakit
perlu :
1. Pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya sudah terlatih atau sudah mengenal
konsep dan metode peningkatan mutu. […]
2. Pimpinan asuhan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya berpartisipasi dalam proses
yang terkait dengan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. […]
3. Evaluasi kinerja tenaga profesional dimonitor sebagai bagian dari monitoring klinik. […]
* Standar TKP.3.5.
Pimpinan rumah sakit memastikan bahwa tersedia program yang seragam untuk melaksanakan
rekruitmen, retensi, pengembangan dan pendidikan berkelanjutan semua staf
Kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan prima kepada pasien terkait dengan
kemampuan organisasi rumah sakit mencari dan mempekerjakan tenaga yang kompeten dan
kemampuannya untuk mempertahankan tenaga yang sudah ada. Pimpinan menyadari bahwa
mempertahankan (retensi) staf yang ada memberikan manfaat lebih besar dalam waktu jangka
panjang dibandingkan mengadakan rekruitmen baru. Retensi meningkat jika pimpinan
mendukung peningkatan kemampuan staf melalui pendidikan berkelanjutan. Dengan demikian,
pimpinan berkolaborasi dalam merencanakan dan melaksanakan program dan proses terkait
dengan rekruitmen, retensi, pengembangan dan pendidikan berkelanjutan untuk setiap jenis staf.
Program rekruitmen rumah sakit harus mempertimbangkan pedoman yang dipublikasikan seperti
dari World Health Organization (WHO), Konsil Perawat Internasional (International Council of
Nurses) dan Asosiasi Dokter Sedunia (World Medical Association).
3. Tersedia proses terencana untuk pengembangan diri dan pendidikan berkelanjutan bagi
staf. […]
4. Perencanaan dilakukan dengan cara bekerja sama dan melibatkan semua departemen dan
pelayanan klinik dalam organisasi rumah sakit. […]
* Standar TKP.4
Pimpinan medis, keperawatan dan pelayanan klinik lainnya merencanakan dan melaksanakan
staruktur organisasi yang efektif untuk mendukung tanggung jawab dan kewenangan mereka.
Pimpinan medis, keperawatan dan pelayanan klinik lainnya memiliki tanggung jawab khusus
terhadap pasien dan terhadap organisasi rumah sakit. Pimpinan ini harus :
Pimpinan medis dan keperawatan menciptakan struktur organisasi yang sesuai dan efektif untuk
menjalankan tanggung jawabnya. Struktur organiasi ini dan proses terkait yang digunakan untuk
melaksanakan tanggung jawab dapat merupakan satu staf profesional tunggal terdiri dari dokter,
perawat dan lainnya atau struktur staf medis dan keperawatan terpisah. Struktur yang dipilih
tersebut dapat diatur di Peraturan Internal (Bylaws), undang-undang atau peraturan atau dapat
diatur secara informal. Secara umum struktur yang dipilih :
3. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung adanya komunikasi antar profesi.
[…]
5. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas berbagai isu
etika profesi. […]
6. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas mutu pelayanan
klinik. […]
# PENGATURAN
• Standar TKP.5.
Satu orang atau lebih yang memiliki kompetensi mengatur tiap Departemen atau unit pelayanan
di organisasi rumah sakit
Gambaran tentang asuhan klinik, outcomes pasien (patient outcomes) dan manajemen pelayanan
kesehatan secara keseluruhan dapat diwakili oleh kenyataan dari kegiatan manajemen dan
asuhan medis yang ada di setiap Departemen atau pelayanan kliniknya. Kinerja dari Departemen
atau pelayanan klinik yang baik membutuhkan kepemimpinan individu yang jelas dengan
kompetensi yang sesuai. Dalam sebuah Departemen atau pelayanan klinik yang besar pimpinan
dapat dipisah. Pada kasus seperti ini tanggung jawab dari setiap peran ditetapkan tertulis (periksa
pelayanan yang terkait dengan pelayanan laboratorium klinik, pelayanan radiologi dan diagnostic
imaging, pelayanan farmasi, dan pelayanan anestesi).
• Elemen Penilaian TKP.5.
1. Pimpinan setiap Departemen atau pelayanan klinik dipimpin oleh seorang yang pernah
menjalani pelatihan dan pendidikan yang sesuai dan mempunyai pengalaman. […]
2. Apabila terdapat lebih dari satu orang yang ditetapkan sebagai pimpinan, tanggung jawab
masing-masing ditetapkan secara tertulis. […]
* Standar TKP.5.1.
Pimpinan dari setiap Departemen melakukan identifikasi secara tertulis tentang pelayanan yang
harus diberikan oleh unitnya.
* Standar TKP.5.1.1.
Pelayanan dalam Departemen atau pelayanan klinik dikoordinasikan dan diintegrasikan, juga
dilakukan koordinasi dan integrasi dengan Departemen dan pelayanan klinik lain.
Pimpinan dari setiap Departemen bekerja sama untuk menetapkan format seragam dari dokumen
perencanaan spesifik untuk setiap Departemen. Secara umum, dokumen yang disiapkan oleh
masing-masing Departemen adalah menetapkan tujuan, identifikasi pelayanan saat ini dan
pelayanan yang direncanakan akan dilakukan kemudian. Kebijakan dan prosedur di Departemen
mencerminkan tujuan dari pelayanan, pengetahuan, keterampilan dan ketersediaan staf yang
dibutuhkan untuk menilai dan memenuhi kebutuhan pelayanan pasien.
Pelayanan klinik yang diberikan kepada pasien dikoordinasikan dan diintegrasikan kedalam
setiap unit pelayanan. Sebagai contoh, integrasi antara pelayanan medis dan keperawatan. Selain
itu setiap Departemen atau pelayanan klinik mengkoordinasikan dan mengintegrasikan
pelayanannya dengan Departemen dan pelayanan klinik yang lain. Duplikasi pelayanan yang
tidak perlu dihindari atau dihilangkan agar dapat menghemat sumber daya.
3. Setiap kebijakan dan prosedur dari Departemen atau pelayanan klinik dipakai sebagai
pedoman melaksanakan pelayanan yang diberikan. […]
4. Kebijakan dan prosedur dari setiap Departemen atau pelayanan klinik ditetapkan dengan
memperhitungkan pengetahuan dan keterampilan dari staf yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pasien. […]
1. Terdapat koordinasi dan integrasi pelayanan di setiap Departemen atau pelayanan klinik.
[…]
2. Terdapat koordinasi dan integrasi pelayanan dengan Departemen dan pelayanan klinik
lain. […]
* Standar TKP.5.2.
Pimpinan mengajukan rekomendasi ruangan, peralatan, staf dan sumber daya lain yang
dibutuhkan oleh Departemen atau pelayanan klinik
* Maksud TKP.5.2.
Setiap pimpinan Departemen atau pelayanan klinik menyampaikan kebutuhan sumber daya
manusia dan lainnya pada manajer senior. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa staf,
ruangan, peralatan dan sumber daya lain tersedia secara memadai untuk memenuhi kebutuhan
pasien setiap saat. Pada saat para pimpinan membuat rekomendasi tentang kebutuhan sumber
daya manusia, kebutuhan bisa berubah sehingga kebutuhan tidak bisa dipenuhi. Dalam hal ini,
pimpinan harus menggunakan proses untuk menanggulangi kekurangan sumber daya ini untuk
menjamin tersedianya pelayanan yang aman dan efektif untuk semua pasien.
* Elemen Penilaian TKP.5.2.
3. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan jumlah dan kualifikasi staf yang dibutuhkan
untuk memberikan pelayanan. […]
4. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan sumber daya khusus yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan. […]
5. Pimpinan memiliki sebuah proses untuk menjawab kekurangan sumber daya. […]
* Standar TKP.5.3.
Pimpinan membuat rekomendasi tentang kriteria seleksi staf profesional di Departemen atau
pelayanan klinik dan memilih serta membuat rekomendasi untuk memilih orang-orang yang
memenuhi kriteria.
* Standar TKP.5.4
Pimpinan memberikan orientasi dan pendidikan bagi semua staf di Departemen atau di
pelayanan klinik sesuai dengan tanggung jawab mereka.
Pimpinan menjamin bahwa semua staf di Departemen atau di pelayanan klinik memahami
tanggung jawab mereka dan menyelenggarakan orientasi dan pelatihan untuk pegawai baru.
Orientasi itu meliputi isi organisasi, misi Departemen atau pelayanan klinik, cakupan pelayanan
yang tersedia, kebijakan dan prosedur terkait dengan penyediaan pelayanan. Misalnya, semua
staf memahami tentang pencegahan infeksi dan prosedur pengawasan dalam lingkup organisasi
Departemen atau pelayanan klinik. Jika kebijakan atau prosedur baru yang telah direvisi
diterapkan, staf dilatih secara benar.
Pimpinan melakukan evaluasi kinerja Departemen atau pelayanan klinik dan kinerja stafnya.
Pemilihan tentang dimensi (level) monitoring di departemen atau pelayanan klinik dipengaruhi
oleh :
4. Pimpinan Departemen atau pelayanan klinik diberikan data dan informasi yang
dibutuhkan untuk mengelola dan meningkatkan asuhan dan pelayanan. […]
5. Kegiatan pemantauan dan peningkatan mutu di Departemen atau di pelayanan klinik
dilaporkan secara berkala sesuai mekanisme pengawasan mutu dari rumah sakit. […]
# ETIKA ORGANISASI
* Standar TKP.6.
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja mengelola etika untuk menjamin bahwa asuhan pasien
diberikan dalam norma profesi, keuangan dan hukum yang melindungi pasien dan hak mereka.
* Standar TKP.6.1.
Kerangka kerja untuk mengelola etika tersebut meliputi pemasaran, penerimaan pasien rawat
inap (admission), pemindahan pasien (transfer) dan pemulangan pasien serta pemberitahuan
(disclosure) atas kepemilikan dan konflik bisnis dan profesional yang mungkin tidak menjadi
kepentingan dari pasien.
Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dimaksudkan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan secara etis di dalam pelayanan klinik.
Pimpinan rumah sakit memahami tanggung jawab ini karena mereka melaksanakannya untuk
melakukan bisnis dan asuhan klinis dari rumah sakit tersebut. Pimpinan membuat dokumen yang
memberi pedoman untuk menetapkan kerangka kerja melaksanakan tanggung jawab ini.
Organisasi rumah sakit berjalan dalan kerangka kerja ini untuk :
Kerangka kerja itu juga mendukung staf profesional dan pasien apabila dihadapkan pada dilema
etika dalam asuhan pasien, misalnya keputusan tentang donor dan transplantasi,
ketidaksepakatan antar profesi. Dukungan ini siap tersedia.
1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma etika dan hukum yang dapat melindungi
pasien dan hak mereka. […]
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk mengelola etika organisasi. […]
3. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang penerimaan, transfer dan pemulangan pasien.
[…]
1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal
yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien. […]
2. Kerangka kerja untuk manajemen etika. […]
3. Dukungan ini siap tersedia. […]
5. Secara khusus para pemimpin harus mengidentifikasi misi rumah sakit dan menjamin
bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai misi tersedia. Bagi banyak rumah
sakit hal ini tidak berarti harus menambah sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber
daya yang ada secara lebih efisien, bahkan bila sumber daya ini langka. Selain itu, para
pemimpin harus bekerja sama dengan baik untuk mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan semua kegiatan rumah sakit, termasuk kegiatan yang dirancang untuk
meningkatkan asuhan pasien dan pelayanan klinis.
7. Dari waktu ke waktu, kepemimpinan yang efektif membantu mengatasi hambatan yang
dirasakan dan masalah komunikasi antara unit kerja serta pelayanan di rumah sakit, dan
rumah sakit menjadi lebih efisien dan efektif. Pelayanan menjadi semakin terpadu
khususnya integrasi dari semua kegiatan manajemen mutu dan peningkatan di seluruh
rumah sakit sehingga membrikan hasil (outcome) yang lebih baik bagi pasien.
8. Elemen Penilaian TKP. 1
1. Struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) diuraikan tertulis dalam dokumen dan
mereka yang bertanggung jawab untuk memimpin dan mengelola di identifikasi
dengan jabatan atau nama.
2. Tata kelola, tanggung jawab dan akuntabilitasnya dimuat dalam dokumen ini.
1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan manajer senior rumah sakit
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, melakukan evaluasi kinerja dari manajer
senior rumah sakit
3. Evaluasi dari manajer senior paling sedikit setiap tahun.
15.
16. Elemen Penilaian TKP.3
17.
19.
1. Perencanaan rumah sakit menjabarkan tentang asuhan dan pelayanan yang harus
disediakan
2. Asuhan dan pelayanan yang disediakan harus sejalan dengan misi rumah sakit
3. Pimpinan menentukan jenis asuhan dan pelayanan yang harus disediakan oleh
organisasi rumah sakit
4. Pimpinan menggunakan proses untuk melakukan kajian dan menyetujui, sebelum
digunakan dalam asuhan pasien, prosedur, teknologi, peralatan (sediaan) farmasi
yang masih dianggap dalam tahap uji coba.
21.
22. Elemen Penilaian TKP.3.2.1.
23.
25.
1. Kontrak dan perjanjian lainnya di evaluasi terkait jenis kontrak, sebagai bagian dari
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
2. Klinisi terkait dan pimpinan manajerial berpartisipasi dalam program peningkatan
mutu rumah sakit di dalam analisa informasi mutu dan keselamatan berasal dari kontrak
di luar.
3. Bila kontrak tidak sesuai dengan mutu dan keselamatan pasien maka dilakukan
tindakan.
27.
28. Elemen Penilaian 3.3.2.
1. Pimpinan rumah sakit menetapkan pelayanan yang yang akan disediakan oleh dokter
praktik independen diluar rumah sakit
2. Seluruh pelayanan diagnosis, konsultasi dan treatmen disediakan oleh dokter praktik
independen diluar rumah sakit termasuk telemedicine, teleradiology dan interpretasi dari
diagnosis lain, juga EKG, EEG, EMG dan perlu privileged oleh rumah sakit untuk
menyediakan pelayanan tersebut.
3. Dokter praktik independen yang menyediakan pelayanan pasien diperbolehkan rumah
sakit tetapi mereka harus bukan pegawai atau anggota staf klinis rumah sakit yang sudah
di kredensial dan diberikan hak klinis.
4. Mutu pelayanan oleh tenga dokter diluar rumah sakit, di monitor sebagai bagian dari
komponen program peningkatan mutu.
29.
1. Pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya sudah terlatih atau sudah
mengenal konsep dan metode peningkatan mutu
2. Pimpinan asuhan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya berpartisipasi dalam
proses yang terkait dengan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3. Evaluasi kinerja tenaga profesional dimonitor sebagai bagian dari monitoring klinik
31.
33.
34. Elemen Penilaian TKP.4.
1. Ada struktur organisasi yang efektif yang digunakan oleh pimpinan medis,
keperawatan dan pimpinan lainnya untuk melaksanakan tanggung jawab dan kewenangan
mereka
2. Struktur sesuai dengan besaran dan kompleksitas rumah sakit
3. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung adanya komunikasi antar profesi
4. Struktur organisasi dan tata laksannaya mendukung perencanaan klinik
dan pengembangan kebijakan
5. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas berbagai isu
etika profesi
6. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas mutu
pelayanan klinik
35.
1. Pimpinan setiap Departemen atau pelayanan klinik dipimpin oleh seorang yang pernah
menjalani pelatihan dan pendidikan yang sesuai dan mempunyai pengalaman.
2. Apabila terdapat lebih dari satu orang yang ditetapkan sebagai pimpinan, tanggung
jawab masing-masing ditetapkan secara tertulis.
36.
1. Pimpinan Departemen atau pelayanan klinik memilih dan menggunakan format dan isi
seragam untuk membuat dokumen perencanaan
2. Dokumen perencanaan menjelaskan tentang pelayanan pada saat ini dan pelayanan
yang direncanakan dikemudian hari oleh masing-masing Departemen dan pelayanan
klinik
3. Setiap kebijakan dan prosedur dari Departemen atau pelayanan klinik dipakai sebagai
pedoman melaksanakan pelayanan yang diberikan
4. Kebijakan dan prosedur dari setiap Departemen atau pelayanan klinik ditetapkan
dengan memperhitungkan pengetahuan dan keterampilan dari staf yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
38.
40.
46.
48.
1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma etika dan hukum yang dapat
melindungi pasien dan hak mereka
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk mengelola etika organisasi
3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik nasional dan international
50.
1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dapat menjadi pendukung pada hal- hal
yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien
2. Kerangka kerja untuk manajemen etika
3. Dukungan ini siap tersedia
54. Semoga artikel Standar Akreditasi Rumah Sakit pokja TKP berguna.
URAIAN TUGAS
Ditetapkan
DIREKTUR Tanggal Terbit
SOP Direktur,
Presiden Direktur
1. Bertanggung jawab kepada : Presiden Direktur PT Sanbe Prakarsa
Husada atau Pejabat yang ditunjuk oleh Presiden Direktur untuk hal ini.
2. Yang bertanggungjawab langsung kepadanya :
a. Chief Medical & Nursing Officer
b. Chief Operating Officer
c. Chief Finance Officer
d. IT Senior Manager
A. Posisi dalam Struktur e. Manager Marketing
Organisasi f. Manager Mutu, Resiko dan Keselamatan (Quality, Risk & Safety
Manager)
g. Manager Internal Audit
3. Yang bertanggungjawab tidak langsung kepadanya :
a. Medical Senior Manager
b. Nursing Senior Manager
c. Human Resources & General Affairs Senior Manager
d. Finance & Accounting Senior Manager
E. Hubungan Kerja/
Koordinasi
- Internal Jajaran Manajemen Santosa Hospital Bandung Central.
- Eksternal Dengan Universitas Padjajaran / Rumah Sakit Hasan Sadikin, Mitra kerja
luar negeri, khususnya yang sudah ada MOU.
Riwayat Perubahan
03 / 14 Mei 2013
Pengertian Suatu pengaturan atau manajerial suatu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat , dimana rumah sakit memiliki peran yang
strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Tujuan 1. Mampu memahami manajemen rumah sakit sesuai tipe rumah sakit.
2. Mampu memahami kebijakan jajaran manajerial di rumah sakit dalam
penyelenggaraan pelayanan rumah sakit
3. Memberikan bekal kemampuan berpikir dan bertindak secara terintegrasi dalam
bidang kesehatan gigi masyarakat bagi mahasiswa profesi Pendidikan Profesi
Dokter
4. Mengidentifikasi perbedaan manajemen Rumah Sakit dengan Puskesmas
Kebijakan Tim assessment terdiri dari pembimbing lapangan dan instruktur IKGMP
a. SPM Umum
1) Definisi SPM
2) Prinsip penyusunan dan penetapan SPM
3) Landasan hukum SPM
4) Tujuan SPM
5) Manfaat SPM
b. SPM Rumah Sakit
1) Jenis-jenis pelayanan RS
2) SPM masing-masing instalasi / pelayanan, indikator dan standar
3) Peran daerah Tk. I (propinsi) dan Tk. II (Kabupaten/Kota)
c. SPM IGD, IRJ dan Radiologi (pengamatan)
d. Akreditasi rumah Sakit “HPK = Hak Pasien dan Keluarga”
5. Instalasi Rawat Jalan (Pelayanan di Poli Gigi Rumah Sakit)
a. Organisasi dan tata laksana di poli gigi Rumah Sakit
b. Alur pelayanan di poli gigi Rumah Sakit
c. Sumberdaya Manusia di poli gigi Rumah Sakit
d. Jenis pelayanan di poli gigi Rumah Sakit
e. Sarana dan Prasarana serta Peralatan di Poli Gigi Rumah Sakit
f. Kontrol infeksi di poli gigi Rumah Sakit
g. Input, proses, output, outcome di Poli Gigi Rumah Sakit
Akreditasi Rumah Sakit “PPK = Pendidikan Pasien dan Keluarga”
BAB IV
KUALIFIKASI DAN STANDAR KETENAGA KERJAAN
2. Asisten Bedah
Asisten bedah yang dimaksud dalam pedoman ini adalah seorang dokter,
mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (Residen) / mahasiswa
kedokteran yang mengikuti pendidikan.
3. Perawat Kamar bedah
Perawat Kamar Bedah adalah Perawat yang telah menyelesaikan pendidikan
maupun pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pelayanan pembedahan, baik
di luar atau di dalam rumah sakit. Perawat Kamar Bedah terdiri dari :
1) Perawat Instrument (Scrub Nurse)
a) Definisi
Perawat Instrumen (Scrub Nurse) adalah seorang tenaga perawat profesional
yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan paket alat
pembedahan,selama tindakan pembedahan berlangsung
b) Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar,dan Basic Life support (BLS)
dengan pengalaman kerja dikamar bedah minimal 6 bulan.
(2) D3 Keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan Basic Life
Support (BLS) dengan pengalaman kerja di kamar bedah minimal 1 tahun.
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 10 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar,Basic Life Support (BLS)
(4) Semua perawat yang memberikan pelayanan/asuhan keperawatan dikamar
bedah harus mempunyai SIP dan SIK
c) Fungsi dan Peran
Pre Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta
dokumentasi keperawatan pasien selama pre operasi
(2) Menyiapkan lingkungan kamar bedah dalam keadaan siap pakai meliputi
ruangan pembedahan dan perlengkapan dasar kamar bedah (basic
equipment)
(3) Menyiapkan instrument steril sesuai dengan jenis pembedahan
(4) Menyiapkan linen dan sarung tangan steril sesuai dengan kebutuhan
pembedahan
(5) Menyiapkan berbagai Perlengkapan persediaan bahan habis pakai antara
lain: kasa, benang, pisau operasi, jarum suntik dan desinfektan
(6) Menyiapkan perlengkapan penunjang operasi dengan tepat dan benar
Intra Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta
dokumentasi perawatan pasien selama intra operasi
(2) Melakukan cuci tangan bedah dengan baik dan benar
(3) Menggunakan jas operasi dan sarung tangan steril sesuai dengan jenis
pembedahan, baik di meja mayo maupun di meja tray
(4) Bersama-sama dengan perawat sirkuler menghitung berbagai
perlengkapan :Kasa, instrument,jarum,depper dan lain- lain
(5) Mengatur posisi pasien
(6) Melaksanakan prinsip tehnik antiseptik
(7) Melakukan prosedur drapping
(8) Mengendalikan instrument dan alat-alat secara baik dan benar sesuai
kebutuhan
(9) Melakukan penghitungan jumlah instrument dan bahan habis pakai (kassa,
depper,tampon,dll ) yang digunakan sebelum penutupan luka
Post Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, serta
dokumentasi keperawatan pasien selama paska operasi
(2) Memeriksa dan menghitung kembali semua intrument yang digunakan
sebelum pasien di pindahkan ke ruang pemulihan
(3) Melakukan fiksasi drain yang digunakan
(4) Mengganti alat tenun dan memindahkan pasien
d) Kompetensi
(1) Mampu menyiapkan pasien untuk tindakan operasi (Kelengkapan data dan
kondisi pasien pre operasi )
(2) Mampu melakukan standar Precaution (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi )
(3) Mampu menyiapkan lingkungan kamar bedah
(4) Mampu menyiapkan instrument bedah,linen dan persediaan alat kesehatan
(5) Mampu mengendalikan kestabilan emosi
(6) Mampu melaksanakan prosedur patient safety
2) Perawat Sirkuler
a) Definisi
Perawat Sirkuler adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi wewenang
dan ditugaskan untuk membantu persiapan kebutuhan operasi dan memonitoring
pasien serta perlengkapan kebutuhan operasi.
b) Kualifikasi
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan sertifikat kamar bedah
lanjut/khusus dan BLS dengan pengalaman klinis dikamar operasi minimal 3
tahun
(2) D3 Keperawatan pengalaman klinis dikamar bedah minimal 5 tahun
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 15 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar dan BLS (Basic life Support )
(4) Memiliki kepemimpinan dalam tim
(5) Semua perawat yang memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan di kamar
bedah dan harus mempunyai SIP dan SIK (disamakan untuk ketiga standar)
(6) Mampu melakukan supervisi,memberikan saran dan bimbingan
c) Fungsi dan Peran
Pre operasi :
(1) Menerima pasien yang akan dilakukan pembedahan di ruang persiapan
(2) Memeriksa kesiapan fisik dan emosional
(3) Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan khusus dari perawat
ruangan
(4) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang prosedur persiapan
pembedahan
Intra Operasi :
(1) Memantau dan mengkoordinir semua aktivitas selama tindakan pembedahan
(2) Mengontrol suasana fisik dan emosi tim di kamar bedah
(3) Mengendalikan keamanan dan kenyamanan kamar bedah
(4) Sebagai advokator pasien
(5) Mengaplikasi asuhan keperawatan
(6) Memfasilitasi komunokasi dengan tim bedah
(7) Mengidentifikasi kemungkinan lingkungan yang berbahaya
Post Operasi :
(1) Memastikan kembali kelengkapan semua instrument yang digunakan sebelum
pasien dipindahkan keruang pemulihan
(2) Mengganti alat tenun dan memindahkan pasien
(3) Memastikan fungsi drain yang digunakan berjalan dengan baik
(4) Mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan selama proses
pembedahan
(5) Melakukan monitoring ABC, haemodinamik, kesadaran dan lain-lain
d) Kompetensi
(1) Mampu sebagai scrub nurse
(2) Mampu menyiapkan pasien memasuki area semi ketat/ruang induksi
(3) Mampu bekerja sama dengan tim bedah
(4) Mampu memantau kesadaran pasien dan haemodinamik dan keseimbangan
cairan
(5) Mampu menyiapkan dan mengantisipasi kekurangan peralatan serta bahan
habis pakai dalam waktu cepat
(6) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi
(7) Mampu melakukan supervisi dan pembelajaran klinik
(8) Mampu memfasilitasi komunikasi antara team bedah dan pasien.
(9) Memiliki kemampuan kepemimpinan.
(10) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan
3). Perawat Asisten 2
a). Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar, Sertifikat kamar bedah
lanjut/Khusus BLS (Basic Life Support ) dan pengalaman 5 tahun menjadi
perawat scrub nurse di kamar bedah
(2) D3 keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar, sertifikat kamar bedah
lanjut/Khusus BLS ( Basic life support ) dan pengalaman menjadi perawat
scrub nurse dikamar bedah minimal 5 tahun
(3) Dalam masa transisi sampai tahun 2015 untuk yang berpendidikan SPK
dengan pengalaman menjadi scrub nurse minimal 15 tahun memiliki sertifikat
bedah dasar,dan BLS (Basic Life Support )serta memiliki kamar bedah
lanjut/khusus
b) Fungsi dan Peran :
(1) Menjadi Asisten 2 operator untuk kelancaran tindakan operasi.
(2) Mampu bekerja sama dan berkomunikasi dengan tim bedah
(3) Menjadi asisten 1 apabila asisten 1 (dokter ) tidak ada.
c) Kompetensi :
(1) Mampu sebagai perawat sirkuler.
(2) Mampu sebagai asisten operator dalam melakukan tindakan operasi.
(3) Memiliki kemampuan tehnuk aseptik antiseptik.
(4) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi.
(5) Memahami anatomi dasar tubuh,fisiologi, penyembuhan luka yang
berhubungan dengan prosedur pembedahan
4). Perawat Kepala Ruangan
a) Kualifikasi
(1) Diutamakan Ners dengan pengalaman kerja 5 tahun dikamar bedah.
(2) D3 Keperawatan dengan pengalaman kerja 10 tahun dikamar bedah.
(3) Memiliki sertifikat kamar Bedah dasar,Sertifikat kamar Bedah Dasar,sertifikat
manajemen kamar Bedah ,BLS (Basic Life Support )
(4) Memiliki sertifikat manajemen kamar bedah
b) Fungsi Peran
(1) Mengelola kamar Bedah
(2) Sebagai advocator pasien dan staf
(3) Sebagai peneliti untuk pengembangan kamar bedah
(4) Sebagai pembimbing kepada staff dan mahasiswa keperawatan
(5) Sebagai komunikator dalam tim bedah
c) Kompetensi
(1) Mampu mengelola perawatan kamar operasi
(2) Mampu mengkoordinasi antara pasien,tim bedah dan tim anestesi
(3) Mampu menyusun rencana kebutuhan tenaga (SDM) dan sarana prasarana
kamar bedah
(4) Mampu menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO)
(5) Mampu melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian/evaluasi
(6) Memiliki kemampuan kepemimpinan
(7) Mampu melakukan supervisi,memberikan saran dan bimbingan
4. Tenaga Lain
1) Pekarya Kesehatan
a) Definisi :
Seseorang yang diberi tugas dan tanggung jawab terhadap kebersihan dan
kesiapan alat penunjang seperti linen dan instrumen dan pengawasan di bawah
kepala ruangan IBS dan Waka-Umum
b) Kualifikasi :
Lulusan SLTA/Sederajat,sehat jasmani Rohani,berdedikasi tinggi, mampu
bekerja sama dengan tim, mampu berkoordinasi
c) Fungsi dan Peran :
(1) Membersihkan seluruh ruangan di IBS pagi ,siang dan sewaktu-waktu
(2) Mengantar dan mengambil linen ke Loundry dan mengambil peralatan
steril ke CSSD
(3) Mengambil barang ke logistik
(4) Mengantar surat-surat ke Instalasi lain
(5) Melaksanakan kebersihan kamar operasi baik sewaktu, harian, mingguan.
(6) Membantu mengantar dan mendorong pasien di pre dan post op
(7) Menyiapkan dan mengambil makanan/minuman ke gizi
(8) Membantu dan memerinci pasien DCS di bawah pengawasan Waka-Umum
(9) Bisa mengikuti rapat dengan Ka Instalasi Bedah Sentral
2) Tata Usaha
1) Definisi :
Tata Usaha adalah Seseorang yg diberi tugas dan tanggung jawab untuk
kegiatan administrasi di Instalasi bedah Sentral di bawah pengawasan PJ
administrasi.
2) Kualifikasi :
(1) D3 administrasi, yang bisa mengoperasionalkan komputer, Berdedikasi
tinggi, sehat jasmani rohani, dapat bekerja sama secara tim.
(2) SLTA sederajat yang bisa mengoperasionalkan komputer dan dapat bekerja
secara tim, sehat jasmani rohani dan berdedikasi tinggi
3) Fungsi dan Peran :
(1) Melaksanakan kegiatan administrasi surat menyurat, arsip dan expedisi
(2) Membuat jadwal operasi setiap hari dan bekerja sama dengan PJ pelayanan
dan mendistribusikan sesuai ketentuan
(3) Membuat laporan kegiatan IBS harian, bulanan dan Tahunan, inventaris
dan rencana kerja
(4) Mengkoordinir dan melaksanakan Rekam Medis
(5) Melaksanakan administrasi inventarisasi IBS yang meliputi permintaan,
pengadaan dan penghapusan dibawah pengawasan Waka Umum
(6) Melaksanakan administrasi kepegawaian IBS meliputi absensi, pengajuan
kenaikan pangkat, cuti dan mutasi di bawah pengawasan Waka Umum
(7) Mengatur dan menjamin kelancaran fungsi sarana komunikasi di IBS
(8) Menciptakan kebersihan dan keamanan terjaminnya sterilitas di instalasi
bedah sentral dan lingkungannya.
B. Distribusi Ketenagaan
1. Tenaga Dokter.
a. Distribusi Tenaga Dokter
1) Masing-masing SMF memberikan Jadwal anggota SMF setiap bulan
2) Setiap dokter memiliki hari operasi sesuai jadwal yang ditentukan oleh SMF masing-
masing
3) Apabila ada dokter yang meminta hari tidak sesuai dengan hari operasinya maka
harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan kamar operasi agar bisa
dilakukan konfirmasi tentang penjadwalan
b. Dokter bedah dan Spesialis Lainnya
Dokter operator berjumlah 49 orang spesialis dari berbagai macam disiplin ilmu
kedokteran yang ikut terjun dalam pelayanan bedah. Adapun rincian dokter
operatornya adalah sebagai berikut :
1) Tindakan Operasi Bedah Orthopedi : 2 orang
2) Tindakan Operasi Bedah Syaraf : 2 Orang
3) Tindakan Operasi Bedah Plastik : 1 Orang
4) Tindakan Operasi Bedah Urologi : 2 orang
5) Tindakan Operasi Bedah Digestif : 3 orang
6) Tindakan Operasi Bedah Onkologi : 2 orang
7) Tindakan Operasi Kebidanan : 13 orang
8) Tindakan Operasi THT : 6 orang
9) Tindakan Operasi Mata : 6 orang
10) Tindakan Operasi Gigi dan Mulut : 2 orang
11) Tindakan Operasi Bedah Thorak Kardiovaskuler : 4 orang
12) Tindakan Diagnostik Spesialis Pulmonologi Intervensi : 4 orang
13) Tindakan Diagnostik Spesialis Penyakit Dalam KGEH : 1 orang.
14) Pelayanan Dokter Spesialis Anak pada Bayi Baru Lahir : 3 orang
2. Tenaga Perawat dan Administrasi
a. Distribusi Tenaga Perawat
Pendistribusian ketenagaan diatur oleh kepala ruangan di bawah tanggung jawab
koordinator Pelayanan.
b. Perawat Kamar Bedah
Jumlah tenaga perawat Kamar bedah yang dibutuhkan berdasarkan rumus
Kemenkes RI adalah 56 orang sudah termasuk yang berada dalam manajemen
keperawatan kamar bedah.
c. Tenaga Pekarya
Tenaga Pekarya berjumlah 4 orang dengan distribusi pekerjaan di Linen,
pembersihan kamar operasi, instrumen dan pengantaran surat-surat.
d. Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi kamar operasi berjumlah 1 orang. Bertugas dalam seluruh
keadministrasian di kamar bedah.
Selama 3 bulan perawat-perawat baru mengikuti rotasi, yaitu :
1) Satu bulan pertama diberi pemahaman dan pengenalan tentang cuci tangan,
pemakaian topi,masker, dan baju khusus kamar operasi, diberi pelajaran
tentang infeksi dikamar operasi, pengenalan linen operasi
2) bulan kedua pengenalan tentang instrumen dan alat tambahan yang akan di
gunakan untuk operasi-operasi khusus
3) bulan ketiga pengenalan tentang kamar operasi, pada pegawai yang telah
memenuhi kualifikasi dengan double scrub mengikuti bedah umum terus
berputar ke bedah khusus dengan pendampingan perawat yang telah
memenuhi standar kualifikasi, kemudian dilakukan pelatihan bedah dasar
dalam satu perhimpunan HIPKABI, ketika akan di terjunkan ke bedah khusus
perawat harus mengikuti pelatihan bedah lanjutan sesuai dengan peminatan
misalnya peminatan orthopedi, urologi, bedah thorak dan Vaskuler, THT,
Mata, Kebidanan, Bedah syaraf, onkologi, dan lain-lain.
Dalam hal pendistribusian pada dasarnya tidak boleh menghambat
pelayanan, karena pada dasarnya seluruh staf telah memasuki pembelajaran/
perputaran bedah dasar sehingga apabila tenaga yang telah didistribusikan
berhalangan, perawat yang lain bisa menanggulangi.
Pelayananan kamar bedah melayani 24 jam perhari dan 7 hari dalam seminggu dengan pendistribusian terdiri dari :
Perawat Bedah
No Hari Jumlah Tenaga
Manajerial Katim Perawat Pelaksana
Dinas Pagi Senin s/d
1 35 5 8 22
Jumat
Dinas Pagi
2 Perpanjangan Senin 5 1 1 3
s/d Minggu
Sehubungan dengan ketenagaan yang ada belum mencukupi, agar pelayanan kamar
bedah tetap optimal dan berjalan dengan lancar, maka diberlakukan sistem
Perpanjangan Dinas Pagi dari jam 14.30 WIB – 20.30 WIB oleh 5 orang perawat
dinas pagi (bergantian tiap harinya). Jumlahnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan. Adapun untuk pendistribusian tenaga maka dibuat jadwal dinas dengan pola
3 shift.
1. Dinas pagi di mulai pukul 07.30 WIB – 15.30 WIB
2. Dinas Perpanjangan Pagi di mulai pukul 07.30 WIB – 20.30 WIB
3. Dinas Malam di mulai pukul 20.30 WIB – 07.30 WIB
BAB V
KUALIFIKASI DAN STANDAR FASILITAS
Cara pengukuran tekanan udara ini sangat mudah, sekalipun tidak punya alat
pengukur khusus, dapat dilakukan dengan cara konvensional, letakan pita ringan
didepan pintu ruang operasi (pintu dalam keadaan dibuka sedikit; secukupnya),
jika pita tersebut tidak bergerak menjauh dari pintu tersebut maka dipastikan
tidak ada tekanan udara dari dalam ruang operasi. Dan selama Air Conditioner
yang dipakai di dalam ruang tersebut tidak menggunakan system supplay dan
return air (ada udara yang diambil dari luar dan disaring kemudain masuk
kedalam system pendingin untuk didistribusikan di dalam ruangan tersebut, serta
adanya pembuangan sebagian udara ke luar ruang operasi melelui system
pendingin udara) maka selama itu pula klasifikasi tekanan udara positif tidak
pernah akan tercapai.
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak
berjamur dan anti bakteri.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung
pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk
melancarkan arus aliran udara.
5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya
sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
e. Komponen langit-langit.
Material Langit-langit dan plafon cukup menggunakan gypsum dengan
ketebalan 12 mm jenis water resistant, rangka galvalum dengan aplikasi
300mm x 300 mm, dengan original accessories, memungkinkan untuk
maintenance dengan beban minimal 60 kg.
Finishing pengecetan epoxy sudah cukup memadai sesuai standar yang
dikehendaki.
Tidak dibenarkan ada opening untuk maintenance di dalam ruang operasi,
jenis lampu penerangan dan lampu operasi harus dipilih yang berkualitas
bagus agar pemasangannya tidak mengalami kendala pada permasalahan
lubang-lubang kecil disekitar konstruksi lampu.
Ruang operasi harus selalu berada dalam kondisi yang telah diatur dalam Permenkes RI
Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004. Kondisi tersebut termasuk udara bebas H2S dan amoniak
serta konsentrasi kuman maksimum 10 CFU/m3. Dengan begitu, sterilisasi ruang operasi
tidak dapat dilakukan sembarangan. Berikut prosedur lengkap sterilisasi ruang operasi di
rumah sakit. Jika mengacu pada Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004, sterilisasi
ruang operasi wajib dilakukan setelah ruangan tersebut telah digunakan dalam suatu
tindakan bedah. Namun agar ruang operasi tetap berfungsi seperti seharusnya, sterilisasi
sebaiknya dilakukan pada waktu-waktu berikut:
Sterilisasi RutinUntuk sterilisasi rutin ini, ruang operasi harus disterilkan sesudah
dan sebelum tindakan bedah dilakukan di ruangan tersebut. Prosedur sterilisasi
rutin meliputi:
1. Memisahkan peralatan yang dapat berubah kondisi fisiknya karena
sterilisasi dari ruang operasi (misalnya alat berbahan linen).
2. Membersihkan peralatan dari bahan organik (darah dan jaringan tubuh)
dan sisa bahan linen, baru kemudian dilakukan prosedur di
3. Mengganti tempat sampah yang menampung limbah plastik.
4. Menyimpan peralatan yang telah dibersihkan dalam ruangan khusus.
Sterilisasi MingguanProsedur sterilisasi mingguan dilakukan setiap satu minggu
sekali. Tata laksananya serupa dengan sterilisasi rutin, namun lebih mendetail.
1. Seluruh peralatan bedah dikeluarkan (sebelumnya diberi label terlebih
dahulu).
2. Peralatan dicuci dengan cairan disinfektan khusus, baru kemudian
disterilkan.
3. Bagian dinding ruang operasi dicuci dengan air yang mengalir.
4. Lantai dibersihkan dengan detergen (atau cairan disinfektan khusus),
setelah itu dikeringkan.
Sterilisasi SewaktuUntuk prosedur sterilisasi sewaktu, hanya dilakukan dalam
kondisi khusus (misalnya saat terjadi kasus infeksi). Prosedurnya lebih
menyeluruh dan detail, misalnya peralatan yang telah disterilkan benar-benar
harus dipisahkan (atau bahkan tidak digunakan kembali).
Prosedur Sterilisasi
Prosedur sterilisasi wajib dilakukan terhadap beberapa hal yang disebutkan berikut:
Sedangkan peralatan yang dapat berubah kondisi fisiknya setelah melalui prosedur
sterilisasi tidak boleh dipergunakan kembali. Ini karena perubahan kondisi fisik alat
mengindikasikan adanya sifat toxin yang dapat mengganggu keamanan serta efektivitas
alat.
Untuk persiapan sterilisasi ruang operasi harus memerhatikan kondisi benda atau alat.
Berikut rinciannya:
Metode Perancangan
Untuk memenuhi rancangan bangunan yang mengutamakan bangunan rumah Sakit
yang tidak menampakkan identitas bangunannya, maka perlu menganalisis Metode
Perancangan yang tepat.
Studi Literatur
Sebagai studi komparasi bangunan untuk bahan pertimbangan untuk diaplikasikan ke
Rumah Sakit Bedah Estetika.
2.5.1 Fasilitas
Pembanding Hasil Pengamatan
Rumah Sakit Bedah Bina Estetika Grand Plastic Surgery
Lokasi Jalan Teuku Cik Ditiro No.41, RT.10/RW.5, 514-16, Sinsa-dong, Gangnam-gu, Seoul, Korea
Menteng, RT.10/RW.5, Menteng, Jakarta
Pusat, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 10310
2 kamar endoskopi
tampak
bangunan
Sirkulasi
2 Sirkulasi
Penghawaan
Alami \
3 Tampak
Ruang operasi Minor.
Denah (Layout).
Ruang operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan lokal,
regional atau total dilakukan pada ruangan steril.
Ruang Induksi dan ruang penyiapan alat untuk bedah minor dapat dilakukan di ruang
operasi dan bak cuci tangan (scrub-up) ditempatkan berdekatan dengan bagian luar
ruangan ruang operasi ini.
Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan spesialistik
termasuk untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi, bedah plastik dan setiap
tindakan yang tidak membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42
m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7m x 6m x 3m.
Zona di atas
meja Operasi
5 4
Kamar Bedah 3
Kompleks Kamar Bedah
2
Area penerima pasien
1
Area di luar instalasi bedah
4 = Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter,
Tekanan Positif)
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan
(preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang
pemulihan (recovery), ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan
perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan
emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks ruang operasi.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter,
Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini mempunyai
jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 μm
(ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(5) Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana
bedah dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
3.520 partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
Alasan mempunyai sistem zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah
untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-
organisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.
Konsep zona dapat menimbulkan perbedaan solusi sistem air conditioning pada
setiap zona, Ini berarti bahwa staf dan pengunjung datang dari koridor kotor
mengikuti ketentuan pakaian dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona.
Aliran bahan-bahan yang masuk dan keluar Ruang Operasi Rumah Sakit juga
harus memenuhi ketentuan yang spesifik.
Aspek esensial/penting dari zoning ini dan layuot/denah bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap
pengunjung dan aliran bahan steril dan kotor.
Dengan sistem zoning ini menunjukkan diterapkannya minimal risiko infeksi pada
paska bedah.Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh :
Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas.
1,10 m
operasi, area persiapan, dan lain-lain)
Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan
(sarana) instalasi bedah.
(1) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu lintas
dalam lokasi rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian Ruang
Operasi Rumah Sakit tidak diperbolehkan.
(2) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat
oleh sarana“air-lock” di lokasi rumah sakit.
(3) Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada
bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.
(4) Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur
yang dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati
area “infeksius”.
A. Denah Ruang
Kamar Bedah di bagi beberapa area terdiri dari :
1. Area Bebas (Unrestricted Area)
a. Ruang tunggu pasien
b. Ruang tata usaha
c. Ruang Kepala kamar bedah
d. Ruang rapat
e. Ruang ganti baju
f. Ruang istirahat
g. Gudang
h. Kamar mandi dan WC
i. Dapur
2. Area Semi Ketat (Semi Resterected Area)
a. Ruang persiapan / Premedikasi
b. Ruang koridor
c. Ruang pemulihan (RR)
d. Ruang penyimpanan alat steril
e. Ruang penyimpanan alat On steril
f. Ruang pencucian alat bekas pakai
g. Ruang sterilisasi
h. Ruang depo farmasi
i. Ruang pembuangan limbah operasi
3. Area Ketat / Terbatas ( Restrected Area )
a. Ruang cuci tangan
b. Ruang induksi
c. Ruang tindakan pembedahan
A. Standar Fasilitas
1. Ruang Persiapan ( ruang pre-operasi )
Ruangan pre-operasi menampung 10 tempat tidur yang dilengkapi 1 manometer
O2 dan 1 suction sentral.
2. Ruang Pulih
Ruangan post-operasi menampung 15 tempat tidur yang dilengkapi 9 manometer
O2, 9 suction sentral, 2 monitor pasien.
3. Ruang Cuci Tangan
Ruang cuci tangan mempunyai 4 keran air dengan tuas panjang, dilengkapi
dengan 2 dispenser sabun antiseptik
4. Kamar operasi I s.d X
Keadaan Fasilitas Kamar Operasi OK I s/d OK X
a. Mesin Anesthesi 1 unit
b. Monitor Anesthesi 1 unit
c. Trolly obat Anesthesi 1 unit
d. Mesin Diatermi 1 unit
e. Suction Pump 1 unit
f. Lampu Operasi 1 unit
g. Lampu operasi cadangan 1 unit
h. Lampu Rongent 1 unit
i. Standar Infus 2 unit
j. Meja Operasi 1 unit
k. Meja Mayo 2 unit
l. Trolley Instrumen Operasi 3 unit
5. Instrument Bedah
a. Set Laparatomi Bedah 2
b. Set Laparatomi Kebidanan 2
c. Set Bedah Toraks 2
d. Set Bedah Vaskuler 2
e. Set Bedah Urologi 2
f. Set Bedah Mata 2
g. Set Bedah Syaraf 3
h. Set Bedah Tonsil 2
i. Set Appendictomi (Basic dewasa) 15
j. Set Bedah Orthopedi 6
k. Set Bedah Plastik 2
l. Bedah Gigi dan Mulut 2
medik
Ganti Baju
RUANG GANTI
RAWAT
2. Alur petugas
PINTU UTAMA
- Menggunakan
- TTV
- Menyiapkan operasi
RUANG BEDAH / OK
- Menyiapkan alat
- Menyiapkan obat +
Alkes
- Pulang
PINTU UTAMA
PINTU DEPAN OK
- Penghitungan
sebelum, selagi dan
RUANG BEDAH / OK
sesudah op
- Dekontaminasi
- Pencucian Instrumen
RUANG PENCUCIAN
(cleaning)
- Pengeringan (drying)
- Pengesetan (setting)
RUANG PACKING
RUANG CSSD
RUANG BEDAH / OK
PINTU BELAKANG OK
RUANG PENCUCIAN
PINTU PACKING
RUANG CSSD
RUANG DEPO ALAT STERIL
PINTU DEPAN OK
RUANG BEDAH / OK
RUANG CSSD
RUANG BEDAH/OK
PINTU BELAKANG OK
RUANG SPOELHOCK
RUANG PENCUCIAN
KORIDOR SAMPING
RUANG GANTI
RUANG GANTI
KORIDOR SAMPING
RUANG PENCUCIAN /
LAUNDRY
RUANG BEDAH/OK
PINTU BELAKANG OK
RUANG SPOELHOCK
RUANG INSENERATOR
- Stok Opnam
PETUGAS DEPO FARMASI
- Pembuatan
- Menandatangani
- Pengecekan
- Pendistribusian ke
PENGECEKAN 7
BENAR
2. Benar Obat
3. Benar Dosis
4. Benar Cara
5. Benar Waktu
6. Benar Edukasi
- Pembuatan
Ka IBS / WAKA
TANDA TANGAN
LOGISTIK
IBS
- Pengecekan kebutuhan
- Memberikan
kebutuhan
- Pengecekan ulang
BAB VI
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TATA LAKSANA PELAYANAN
E. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan anestesi.
Semua tindakan pelayanan peri-anestesi didokumentasikan dalam rekam medis pasien
dan ditandatangani oleh dokter anestesi yang bertanggung jawab dalam pelayanan
anestesi tersebut. Pelayanan anestesi dapat dilakukan diluar kamar bedah dengan
persiapan sesuai standar.
1. Sign In
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter anestesi
berperan dalam pelaksanaan prosedur “Sign In” yang tata caranya dijabarkan
dalam SPO.
2. Pengelolaan Pre Anestesi
a. Seorang Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
status medis pasien pre anestesi, membuat rencana pengelolaan anestesi,
asesmen pre anestesi dan memberi informasi (informed consent) Anastesi
kepada pasien dan keluarga. Informasi berisi tentang rencana tindakan anestesi
beserta alternatifnya, manfaat dan resiko dari tindakan tersebut dan dicatat
dalam lembar khusus informed consent Anastesi yang disertakan dalam rekam
medis pasien.
b. Sebelum dimulai tindakan anestesi dilakukan pemeriksaan ulang pasien,
kelengkapan mesin, alat, dan obat anestesi dan resusitasi. Spesialis Anestesi
yang bertanggung jawab melakukan verifikasi, memastikan prosedur
keamanan telah dilaksanakan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
3. Standard Pengelolaan Preanestesi
a. Proses assessment pre anestesi dilakukan pada semua pasien setelah pasien
yang akan menjalani prosedur bedah dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk
dilakukan operasi elektif minimal dalam 1 x 24 jam sebelum operasi, atau
sesaat sebelum operasi, seperti pada pasien emergensi.
b. Dokter Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan
pasien pre anestesi untuk membuat asesmen pre anestesi dan rencana anestesi.
Resume dari evaluasi pre anestesi dan rencana anestesi dicatat dalam rekam
medis pasien.
c. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan anastesi, dokter
spesialis anastesi bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur sign in yang
tata caranya dijabarkan dalam SPO.
d. Spesialis Anestesi dibantu Perawat anestesi bertanggung jawab melakukan
verifikasi di ruang persiapan operasi, pemeriksaan ulang pasien untuk menilai
assesmen pra sedasi memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan,
dicatat dalam rekam medis anestesi dan dalam bentuk check list (sign in).
e. Sebelum induksi anestesi dilakukan, pengecekan kelengkapan mesin, alat, dan
obat anestesi dan resusitasi.
4. Pemantauan Selama Anestesi Umum dan Regional
Berlaku pada anestesi umum maupun regional dan standard pemantauan ini
dapat berubah dan direvisi seperlunya sesuai dengan perkembangan teknologi
dan ilmu anestesi.
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar operasi
selama tindakan anestesi umum maupun regional.
b. Selama pemberian anestesi tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus
secara kontinu mengevaluasi tanda-tanda vital pasien seperti oksigenasi,
ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan yang semuanya dicatat dalam
lembar rekam medis anestesi. Interval waktu pengawasan bisa setiap tiga, lima
menit, atau sesuai dengan penilaian dokter penanggung jawab terhadap
keadaan pasien.
Warna
A. Pink, perlu O2, saturasi O2>92% 2
B. Pucat/ kehitaman, perlu O2, saturasi O2>90% 1
C. Sianosis, dengan O2, saturasi O2<90% 0
Aktivitas
A. 4 eksremitas bergerak 2
B. 2 ekstremitas bergerak 1
C. Tidak ada gerakan 0
Respirasi
A. Dapat nafas dalam dan batuk 2
B. Nafas dangkal, sesak 1
C. Apnea, obstruksi 0
Kardiovaskuler
A. Tensi berubah < 20% 2
B. Tensi berubah 20%-30% 1
C. Tensi berubah 50% 0
Skor
>8 Pindah ruang biasa
5-8 Observasi, kalau perlu
icu/hcu
<5 icu/hcu/rujuk rs lain
F. Pelayanan Bedah
1. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pra bedah yang terdokumentasi.
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan
kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi SMF lain untuk membuat
suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai
kondisi pasien, diagnosis penyakit (indikasi operasi/tindakan), Alasan mengapa
harus dilakukan operasi/tindakan, hal yang akan terjadi bila tidak dilakukan
operasi atau tindakan, apa yang dilakukan saat operasi atau tindakan, rencana
tindakan, alternatif tindakan, tingkat keberhasilan, komplikasi operasi atau
tindakan yang mungkin terjadi, alternatif terapi atau tindakan lain (bila ada),
prognosis/kemungkinan-kemungkinan gambaran ke depan yang terjadi dan
rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya operasi, tidak
termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi lengkap dan disertakan
dalam rekam medis pasien dan ditandatangani oleh pasien atau keluarga,dokter
bedah yang bersangkutan/DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga, dan saksi pihak
RS Persahabatan. Informasi yang diberikan dicatat dalam lembar khusus
informed consent yang disertakan dalam rekam medis pasien.
5. Laporan Operasi
Dokter operator harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan kejadian-
kejadian yang terjadi selama pembedahan. Dokter bedah mencatat laporan operasi
yang harus memuat minimal :
a. Tanggal dan jam waktu operasi dimulai dan selesai.
b. Diagnosa pre dan pasca bedah.
c. Dokter operator dan asisten.
d. Nama prosedur bedah.
e. Spesimen bedah untuk pemeriksaan.
f. Catatan spesifik yang terjadi selama pembedahan, termasuk ada tidaknya
komplikasi yang terjadi, dan jumlah perdarahan.
g. Instruksi Pasca Bedah
h. Tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
BAB VII
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
LOGISTIK
Program pengendalian logistik disusun untuk mengatur kegiatan pengadaan dan
pemelihraan barang, alat, obat dan alkes IBS yang disusun setiap tahun mengacu pada
kebutuhan tahunan dan dilaporkan dalam laporan tahunan. Kelompok barang logistic adalah
alat medic dan keperawatan, alat elektromedik, alat kantor, alat rumah tangga dan alat habis
pakai.
Tujuan pengadaan logistik adalah agar pengadaan kebutuhan akan barang terencana
dan terpantau dengan baik, sehingga tercapai efisiensi dan penghematan biaya serta
kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
Program pengendalian logistic meliputi alat elektromedik, alat medik dan
keperawatan, alat tulis kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.
Kamar bedah dalam memberikan pelayanan membutuhkan alat/instrument bedah,
obat-obatan dan alat tulis kantor, yang berguna dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dan mendukung pekerjaan yang bersifat administrasi di dalam kamar bedah. Kebutuhan
tersebut dipenuhi oleh bagian logistik, yang meliputi :
A. Logistik farmasi.
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan alkes disposible dan obat-obatan pada setiap
semester pertama dan kedua, yang kemudian dirangkum dalam kebutuhan setahun,
yaitu :
a. Barang habis pakai farmasi ditentukan jumlah stocknya. Jumlah stock yang
terpakai dilakukan penggantian dua hari sekali.
b. Barang depo farmasi pengadaannya dilakukan dengan pengajuan permintaan
seminggu sekali.
c. Apabila IBS membutuhkan barang farmasi di luar perencanaan dapat mengajukan
permintaan cito ke Direktur Medik dan Keperawatan dengan tembusan ke
Instalasi Farmasi.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang dan obat-obatan logistik
farmasi yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Kamar bedah melakukan penyimpanan barang-barang atau obat-obatan berdasarkan
pada :
1) Obat-obatan narkotik disimpan dalam lemari yang khusus double lock dengan
kunci dipegang oleh dua petugas
2) Obat-obatan larutan pekat dikunci dilemari yang telah diberi tanda.
3) Obat-obatan yang digunakan untuk emergency disimpan dalam trolley
emergency.
4) Alkes disposable dan alat-alat penunjang disposable dipisahkan dan disimpan di
lemari kaca.
5) Obat-obatan yang perlu disimpan pada suhu tertentu, maka disimpan dalam lemari
kulkas.
4. Pendistribusian
Setiap petugas kamar bedah bertanggung jawab dalam hal pencatatan pemakaian yang
telah dipakai operasi di setiap kamar operasi kemudian diberikan ke petugas depo
farmasi IBS yang bertugas.
5. Penghapusan
Penghapusan barang dan alat -alat di kamar bedah dilakukan apabila terjadi :
1) Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali
2) Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk diatur ulang
3) Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (expire date)
4) Bahan/ barang hilang karena pencurian atau sebab lain
B. Logistik umum
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor, dan dilakukan
setiap semester pertama dan kedua, selanjutnya perencanaaan kebutuhan disesuaikan
dengan jadwal logistic umum dimana permintaan barang kebutuhan rumah tangga,
alat tulis kantor dan biomedic dilakukan seminggu dua kali.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik umum yang
telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Barang-barang logistik disimpan dalam lemari sesuai dengan jenis barang, mudah
terjangkau.
4. Pendistribusian
Semua barang yang ada dilakukan inventaris dan pencatatan barang yang terpakai.
C. Logistik Linen
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan linen hal ini dilakukan setahun sekali,
selanjutnya perencanaaan disesuaikan kebutuhan dan permintaan sesuaikan dengan
jadwal dari logistik linen.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik linen yang
telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Linen baju operasi (pakaian dasar kamar bedah) disimpan di lemari linen dan linen
baju ganti pasien di ruang pre operasi
Dalam fungsi penyimpanan logistik ada beberapa hal yang menjadi alasan dan perlu
perhatian adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan
memperkirakan kebutuhan secara tepat dan akurant.
2. Untuk menghindari kekosongan barang (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta menggantisipasi fluktuasi kenaikan harga bahan.
4. Untuk menjaga agar kualiitas bahan dalam keadaan siap pakai.
5. Untuk mempercepat pendistribusian
BAB VIII
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
KESELAMATAN PASIEN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSUP Persahabatan
melalui program sasaran keselamatan pasien rumah sakit, maka 6 goals keselamatan
pasien diupayakan terlaksana secara optimal dan berkesinambungan.
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan
keselamatan pasien dengan harapan pelayanan kesehatan di RSUP Persahabatan dapat
berjalan dengan lebih baik dan aman dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat
luas.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan.
Pada Pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini, keselamatan pasien terdiri
dari keselamatan pasien yang dilakukan operasi. Maka setiap tindakan dan pelayanan
yang diberikan harus mempertimbangkan terhadap kesejahteraan pasien tersebut.
B. Tujuan
1. Tercapainya kesejahteraan dan keamanan pada pasien selama dalam proses
pemberian pelayanan di Instalasi Bedah Sentral dengan program keselamatan
pasien yang terdapat di pelayanan Instalasi Bedah Sentral
2. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.
C. Tatalaksana Keselamatan Pasien
Untuk mengimplementasikan kegiatan keselamatan pasien maka RS mengadopsi pada
International Patient Safety Goals (IPSG) / Sasaran Keselamatan Pasien , yaitu :
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasI yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan
pada pasien yang benar
e. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
f. Mengurangi risiko cedera akibat terjatuh
NAMA PASIEN : NO. REKAM MEDIK : DIAGNOSA MEDIS : TANGAL TIME OUT
:
TANGGAL LAHIR : JENIS KELAMIN : TINDAKAN OPERASI : JAM TIME OUT :
SIGN IN (Dibaca dengan suara keras) TIME OUT (Dibaca dengan suara SIGN OUT (Dibacakan dengan suara keras)
Sebelum induksi anestesi dipimpin oleh dr Sebelum insisi area operasi dipimpin dr operator (dihadiri Sebelum
tim bedah) meninggalkan kamar operasi, dilakukan
anestesi (minimal dihadiri dr anestesi dan Perawat Sirkuler mengkonfirmasi (secara verbal) : sebelum tindakan penutupan luka operasi dipimpin oleh
perawat) dr operator (dihadiri tim bedah)
Mengkonfirmasi semua anggota tim bedah telah memperkenalkan diri dengan
Apakah pasien sudah dikonfirmasi mengenai
Perawat sirkuler (secara verbal) mengkonfirmasi:
identitasnya, bagian tubuh yang akan dioperasi, menyebut nama dan tugas/peran masing-masing
prosedurnya, dan persetujuan tindakan operasi? □ Nama/jenis prosedur
□ Ya
□ Ya
Mengkonfirmasi nama pasien, prosedur/tindakan operasi, dan□ di Kelengkapan
mana insisi jumlah instrumen, kassa, dan benda tajam
Apakah bagian tubuh yang akan dioperasi telah (atau tidak memungkinkan)
ditandai? akan dilakukan
□ Label spesimen (membaca lantang label spesimennya,
□ Ya □ Ya termasuk nama pasien)
□ Tidak memungkinkan untuk ditandai
Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam kurun waktu
□ 60Ada
menit?
tidaknya masalah peralatan yang perlu disebutkan
Apakah mesin anestesi dan obat-obatan sudah
dicek lengkap? □ Ya Untuk dokter bedah kepada dokter anestesi dan perawat:
□ Ya □ Tidak memungkinkan untuk dilakukan □ Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk
Apakah Pulse Oxymetri (oksimeter denyut )sudah Mengantisipasi Situasi Kritis
pemulihan (recovery) dan penatalaksanaan pasien ini?
terpasang pada pasien dan berfungsi dengan baik?
Untuk dokter bedah: (TTV, Perdarahan)
□ Ya
Apakah pasien diketahui memiliki alergi? a) Apa saja langkah-langkah non-rutin atau untuk situasi kritis?
□ Tidak b) Berapa lama kasus ini akan tertangani?
□ Ya c) Berapa perdarahan yang diperkirakan akan terjadi?persiapan darah?
Adakah resiko kesulitan jalan nafas atau aspirasi? Untuk penata/dokter anestesi:
□ Tidak
□ Ya, dan perlengkapan penunjang untuk a) Apakah ada perhatian khusus yang spesifik untuk pasien ini?
mengatasi sudah tersedia Untuk tim perawat:
Resiko perdarahan >500 ml (> 7ml/kg untuk pasien b) Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) telah dikonfirmasi?
anak) c) Apakah ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai peralatan atau
□ Tidak
hal lainnya?
□ Ya, dan 2 akses intravena atau akses
Apakah hasil radiologi ditampilkan/ditayangkan?
sentral dan cairan sudah terencana
o Ya
o Tidak memungkinkan untuk dilakukan
Dokter Anestesi Perawat Sirkuler : Dokter Bedah Dokter Anestesi : Perawat Sirkuler :
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang begitu pesat, didorong oleh
perkembangan penyakit yang beraneka ragam, serta semakin tingginya bahaya
penularan penyakit yang dapat ditimbulkannya. Mendorong rumah sakit untuk
menggunakan peralatan kerja disertai penerapan teknik dan teknologi dari berbagai
tingkatan di segenap sektor kegiatan, khususnya di kamar bedah yang merupakan
jantungnya sebuah rumah sakit.
Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut disatu pihak akan memberikan
kemudahan dalam operasional tetapi dilain pihak cenderung menimbulkan resiko
kecelakaan akibat kerja yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat yang berteknologi tinggi
tersebut, terutama bila petugas yang bekerja di kamar bedah kurang mendapatkan
pendidikan dan pelatihan keterampilan, khususnya pelatihan yang berhubungan
dengan penggunaan alat-alat serta penanganan bahaya infeksi nosokomial yang dapat
ditimbulkannya dikamar bedah.
Salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang tidak terduga
tersebut, yaitu dengan jalan menurunkan dan mengendalikan sumber bahaya tersebut,
melalui penyediaan dan penggunaan APD. Akan tetapi walaupun telah disediakan
pihak rumah sakit, namun efektivitas penggunaan APD tergantung pada faktor
pemakainya.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu di tingkatkan upaya dan program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) antara lain, peningkatan kesadaran, kedisiplinan
K3 terutama lingkungan kamar bedah di rumah sakit. Dan melakukan upaya
pencegahan terjadinya kecelakaan dengan menutupi sumber bahaya bila
memungkinkan, akan tetapi sering keadaan bahaya tersebut belum sepenuhnya dapat
dikendalikan. Untuk itu perlu dilakukan usaha pencegahan dengan cara menggunakan
alat pelindung diri (Personal Protective Devices) yang umum sering disingkat dengan
APD (Kusuma,S.P, 1986).
Resiko infeksi nosokomial dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas,
dari petugas ke pasien dan antar petugas. Berbagai prosedur penanganan pasien
memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi
petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena para petugas menjadi sakit
sehingga tidak dapat melayani pasien, dengan demikian penggunaan alat pelindung
diri sangat tepat agar dapat membatasi penyebaran infeksi nosokomial tersebut. Salah
satu langkah dari pengendalian infeksi nosokomial adalah dengan menerapkan
Kewaspadaan Universal atau sering di sebut Universal Precautions.
Personil di kamar operasi terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan kegiatan
operasi terdiri dari berbagai spesialisasi. Melihat dari jenis operasi yang ada, dengan
penggunaan alat berteknologi tinggi dan dapat menimbulkan tingkat bahaya penularan
yang cukup tinggi baik melalui udara (air borne) maupun melalui darah (blood borne)
ataupun cairan tubuh lainnya. Petugas kamar bedah mempunyai resiko penularan
penyakit yang cukup tinggi.
Untuk tatalaksana dan alur kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat pada
buku pedoman K3RS Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan.
BAB X
PENGENDALIAN MUTU
Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis
pelayanan haruslah mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna
jasa dapat membedakan pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan
standarnya.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan atau konsumen.
Pengendalian mutu pelayanan bedah di Instalasi Bedah Sentral disusun
berdasarkan Kepmenkes No.126 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit, meliputi :
1. Waktu tunggu Operasi elektif ≤ 2 hari
2. Kejadian Kematian di meja operasi ≤ 1 %
3. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Salah insisi 100%
4. Tidak adanya kejadian operasi salah orang 100%
5. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi 100%
6. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing/lain pada tubuh pasien setelah
operasi 100%
7. Komplikasi anastesi karena overdosis, reaksi anastesi, dan salah penempatan
endotracheal tube ≤ 6 %
BAB XI
STRATEGI PEMASARAN
Segmentasi pasar Best Look Aesthetic Surgery Center By Ekle’s Clinic Group
Segmentasi merupakan tindakan membagi suatu pasar menjadi kelompok – kelompok
pembeli yang berbeda – beda yang mungkin membutuhkan produk – produk dan atau
kombinasi pemasaran yang terpisah.
segmentasi memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan karena beberapa alasan,
Pertama, segmentasi memungkin perusahaan untuk lebih fokus dalam mengalokasikan
sumber daya. Dengan membagi pasar menjadi segmen-segmen akan memberikan
gambaran bagi perusahaan untuk menetapkan segmen mana yang akan dilayani. Selain itu
segmentasi memungkin perusahaan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai
peta kompetisi serta menentukan posisi pasar perusahaan. Kedua, segmentasi merupakan
dasar untuk menentukan komponen-komponen strategi. Segmentasi yang disertai dengan
pemilihan target market akan memberikan acuan dalam penentuan positioning. Ketiga,
segmentasi merupakan faktor kunci untuk mengalahkan pesaing, dengan memandang
pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda dari yang dilakukan pesaing.
Segmentasi demografis BLASC menyasar pada kalangan wanita. Selain itu segmentasi
Psikografis yang dituju oleh BLASC adalah konsumen yang sangat memperhatikan
penampilan yang terkesan ekslusif.
B. BRANDING MEDIA
1.WOM (word of mouth) atau dari mulut ke mulut, dari pasiennya yang puas dan
kemudian mengajak teman–temannya.
2. SOCIAL MEDIA
3. TV ADS
4. BILLBOARD