Anda di halaman 1dari 167

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini kecantikan dan kesehatan tubuh sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi
dengan perencanaan dan teknik perawatan yang semakin canggih, tidak hanya menggunakan
kosmetik sebagai penunjang kecantikan, namun perwatan dan kesehatan tubuh wajib untuk
diperhatikan. Tidak hanya digandrungi oleh kaum wanita, sekarang kaum pria pun berlomba-
lomba dalam hal memperindah diri. Gloria Swanson (Synnott, Anthony. 1993: 115-116)
mengatakan bahwa wajah menjadi penentu dasar bagi persepsi mengenai kecantikan atau
kejelekan individu, dan semua persepsi ini secara langsung membuka penghargaan diri dan
kesempatan hidup kita.

Standar kecantikan ada yang diciptakan bak boneka Barbie yang sempurna dengan
tubuh ramping, badan yang tinggi, mata yang indah dan hidung yang mancung. Menurut
Ibrahim (2007: 67), standar akan kecantikan yang tidak masuk akal tersebut menjadikan
perempuan mengidap sindrom nervosa, di mana perempuan mengalami rasa cemas akan
perburuan kecantikan. Citra ideal yang terus menerus dikonstruksi dan ditanamkan serta
disosialisasikan oleh iklan-iklan kecantikan ini pun membawa perempuan pada perasaan yang
selalu merasa kurang, tidak puas dan tidak percaya diri. Hal tersebut menyebabkan perempuan
yang datang ke klinik kecantikan pun bukan saja perempuan yang memiliki masalah pada kulit
wajahnya, tetapi perempuan dengan wajah yang terlihat bebas masalah pun juga melakukan
perawatan di klinik kecantikan. Bedah Plastik menjadi salah satu usaha untuk menjadi cantik
dengan instan.

Bedah plastikpun sangat tren dikalangan masyarakat sekarang ini, bedah plastik
ditujukan tak hanya bagi yang mengalami kecelakaan struktur pada wajah, namun ditujukan
pula untuk orang yang merasa tidak puas dengan bentuk wajahnya. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh International Society of Aesthetic Plastic Surgery (ISAPS) menunjukkan bahwa 
tiap tahunnya terjadi peningkatan angka penggunaan operasi   plastik di dunia. Berdasarkan
data ISAPS tahun 2011, Amerika Serikat tetap menduduki peringkat pertama negara dengan
jumlah populasi dokter bedah plastik tertinggi di dunia, diikut Brasil, Cina, Jepang, dan
Meksiko. Yang menarik,  Asia justru disebut sebagai kawasan dengan tingkat tindakan operasi
plastik yang cukup tinggi. Tahun 2010 saja tercatat, 360.000 wanita di Korea Selatan
melakukan operasi plastik.

Sekalipun terdapat ahli yang khusus menangani bedah kecantikan dari sisi kesehatan,
masih banyak terdapat salon-salon kecantikan yang menawarkan jasa bedah kecantikan tanpa
menggunakan ahli bedah kecantikan. Menurut data PERAPI, pada tahun 2007 terdapat
sebanyak 249 kasus kesalahan bedah plastik di Indonesia yang meliputi kesalahan yang
terjadi pada bagian hidung (97 kasus), dagu (44 kasus), bibir bawah (40 kasus), pipi (23
kasus), bibir atas (12 kasus), payudara (12 kasus), kemaluan luar (10 kasus), kelopak mata
atas/bawah (8 kasus), pantat (1 kasus), dan tubuh lain (2 kasus), dan masih banyak lagi yang
tidak terdata oleh PERAPI. Data tersebut sayangnya tidak didukung dengan data statistik
nasional pasien yang melakukan bedah kosmetik di Indonesia, padahal pasien bedah
kosmetik di Indonesia cukup banyak, misalnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun
2005 jumlah pasien bedah kosmetik mencapai 126 orang, dan di klinik Bedah Plastik Bina
Estetika, setiap tahunnya menerima sekitar 1.500 pasien (GunawanAnwar, 2012).

Permasalahan yang muncul adalah pasien bedah plastik tentu saja tidak ingin
diketahui jika dirinya melakukan operasi untuk memperbaiki penampilannya. Hal yang
menimbulkan alasan tersebut adalah pendapat negative masyarakat tentang bedah plastik.

Berdasarkan data di atas sehingga sangat dibutuhkan untuk membangun Rumah sakit
bedah estetika untuk lebih kompleks mewadahi bedah plastik dengan konsep bangunan yang
tidak menampakkan identitas sebagai bangunan rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Non Arsitektural

1. Bagaimana standar kecantikan di Indonesia ?


2. Apa itu bedah plastik dan prosedur bedah plastik ?

1.2.2 Arsitektural

1. Bagaimana merancang Rumah Sakit Bedah Plastik tanpa menampakkan identitas bangunan
sebagai bangunan Rumah Sakit Bedah Plastik ?
2. Bagaimana menentukan program ruang dan besaran ruang serta persyaratannya dengan
mengkaitkan bentuk bangunan tanpa menampakkan identitas bangunan sebagai bangunan
Rumah Sakit Bedah Plastik?
3. Bagaimana menentukan lokasi dan site bangunan Rumah Sakit Bedah Plastik dengan
memperhatikan kondisi tapak yang memiliki daya potensi wisata serta terisolasi ?

1.3 Tujuan dan Sasaran Pembahasan


1.3.1 Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan adalah menyusun suatu landasan konseptual acuan perancangan yang
berisi kriteria dan syarat perencanaan Rumah Sakit Bedah Plastik.

1.3.2 Sasaran Pembahasan

Adapun sasaran pembahasan adalah menyusun kriteria perencanaan Rumah Sakit Bedah
Plastik yang meliputi aspek:
1. Non Arsitektural
a. Menganalisis standar kecantikan Indonesia
b. Menganalisis bedah plastic dan prosedur bedah plastik.

2. Arsitektural

a. Mengadakan studi tentang tata fisik makro meliputi:


1) Analisis lokasi
2) Penentuan site
3) Pola tata lingkungan
4) Tema bangunan yang sesuai
b. Mengadakan studi tentang tata fisik mikro meliputi:
1) Pengelompokkan tata ruang
2) Kebutuhan dan besaran ruang
3) Pola organisasi ruang
4) Sistem utilitas
5) Sistem struktur

1.4 Batasan Masalah dan Lingkup Pembahasan


1.4.1 Batasan Masalah

Batasan masalah dibuat untuk mempersempit ruang masalah yang diperoleh dari berbagai
analisa. Pembahasan dibatasi pada perancanaan bangunan yang mampu mewadahi fungsi utama
dengan menyembunyikan identitas bangunan sebagai Rumah Sakit.
1.4.2 Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan difokuskan untuk mengungkapkan wadah Rumah Sakit Bedah Plastik
dengan menekankan fungsi bangunan sebagai Rumah Sakit Bedah dengan metode wisata
estetika.

BAB II
KAJIAN UMUM DAN ASPEK LEGAL
USAHA BEDAH PLASTIK KECANTIKAN

2.1 Sejarah Kecantikan Indonesia


Wanita Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang beda dengan negara lain di dunia,
banyaknya suku dan etnis yang ada di Nusantara, membuat kecantikan dan ketampanan orang
Indonesia memiliki ciri khas yang unik. Namun sayangnya kini banyak wanita Indonesia lupa akan
jati diri sebenarnya. Bahkan sebagian dari mereka memilih untuk mengubah bentuk wajah mereka
agar terlihat seperti wanita asing. Padahal banyak wanita asing yang justru iri dengan kecantikan
alami wanita Indonesia.
Standarisasi kecantikan wanita Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Standar
tersebut nyatanya telah ada sejak zaman Jawa Kuno. Semua itu tergambar dalam kisah sastra
Ramayana yang menggambarkan sosok Sinta, istri Rama.Sinta digambarkan sebagai wanita muda
yang sungguh cantik dan berperilaku baik. Ia bercahaya laksana rembulan. Rembulan digambarkan
sebagai kecantikan kulit perempuan yang bercahaya. Hal ini tercatat dalam Kitata Kakawin, yakni
ketika Rama merana: "Kenanganku akan wajahmu yang manis hidup kembali karena pemandangan
seekor kijang, sang gajah mengingatkanku akan keagunganmu, sang bulan akan wajahmu yang
terang. Ahhhhh! aku dikuasai kecantikanmu."
Lalu ketika Indonesia mulai memasuki era kolonial, standar kecantikan pun mulai berubah
mengikuti standar para penjajah. Ketika para penjajah Eropa memasuki Indonesia, mereka juga
menyebarkan dan memperdagangkan produk kecantikan. 
Produk tersebut diiklankan melalui media, pada masa itu. Sebagai contoh iklan sabun palm olive
dalam majalah De Huisvrouw in Indie pada tahun 1937 dan Bintang Hindi tahun 1928.
Standar kecantikan terus berkembang di Indonesia. Setelah penjajahan kolonial, bergantilah
era di bawah penjajah Jepang. Pada masa itu, ada majalah memuat rubrik kecantikan yakni Djawa
Baroe pada tahun 1943 dan Gadis Nippon.
Di situ digambarkan betapa wanita Jepang ialah sosok yang jelita dengan kulit putihnya serta
penampakan fisik lainnya. Dalam rubrik tersebut yang menjadi standar cantik ialah wanita Jepang.
Seiring berkembangnya waktu, produk kecantikan yang mulai beredar di pasaran Indonesia
membawa dampak, yakni perubahan persepsi masyarakat Indonesia akan kecantikan. Produk
tersebut mulai masuk pada tahun 1970. Produk tersebut antara lain Touro Pearl Cream pada tahun
1975, Kelly Pearl Cream pada tahun 1976, Fair lady Cosmetic pada tahun 1980.
Pada awal tahun 1970 an, produk kecantikan lokal membawa angin segar dengan
menawarkan standar cantik khas Indonesia yang tidak harus putih. Produk tersebut antara lain Viva
Cosmetics, Sari Ayu, dan Mustika Ratu. Namun seiring perkembangan zaman dengan masuknya
produk kecantikan Vaseline dan Nivea, standar cantik kembali pada kulit yang putih.
(riaurealita.com,2017)

2.2 Bedah Plastik


2.2.1 Pengertian Bedah Plastik

Operasi Plastik berasal dari dua kata, yaitu “Operasi” yang berasal dari empat Bahasa yaitu,
plasein (Bahasa Belanda), Plasticos (Bahasa Latin), Plastics (Bahasa Inggris), yang kesemuanya
itu berarti “berubah bentuk”, di dalam ilmu Kedokteran dikenal dengan “plastics of surgery” yang
artinya “pembedahan plastik”.

Pengertian operasi plastik secara umum adalah berubah bentuk dengan cara pembedahan,
sedangkan pengertian operasi plastic menurut ilmu kedokteran adalah pembedahan jaringan atau
organ yang akan dioperasi dengan memindahkan jaringan atau organ dari tempat yang satu ke
tempat lain sebagai bahan untuk menambah jaringan yang dioperasi. Jaringan adalah kumpulan sel-
sel (bagian terkecil dari individu) yang sama dan mempunyai fungsi tertentu, sedangkan organ
adalah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan
yang mempunyai fungsi tertentu.( Nurul Maghfiroh dan Heniyatun,2015)

2.2.2 Fenomena Operasi Plastik

Di dalam ilmu bedah plastic terdapat tiga macam operasi plastik yaitu:

1. Operasi plastic yang bertujuan untuk memperbaiki tulang atau sel-sel yang kurang
sempurna agar dapat berfungsi seperti sediakala. Operasi ini dilakukan terhadap orang
yang mempunyai cacat fisik, baik cacat sejak lahir maupun cacat yang disebabkan oleh
hal-hal tertentu. Pelaksanaan operasi plastik ini meliputi:

a. Operasi plastik pada cacat bawaan, misalnya bibir sumbing, dan mata buta.
b. Operasi plastik pada luka bakar, misalnya wajah yang terkena air aki atau organ tubuh
yang tersiram air panas, dan cacat yang lain yang diakibatkan kecelakaan.

2. Operasi plastik yang bertujuan untuk memperindah bentuk tubuh. Operasi ini dilakukan
terhadap orang yang ingin memperindah bentuk tubuhnya agar kelihatan lebih menarik.
Operasi semacam ini disebut operasi plastik cosmetika atau operasi plastik pada tulang-
tulang muka.

3. Operasi plastik yang bertujuan untuk memperindah bentuk tubuh menggantikan anggota
organ tubuh yang rusak akibat dari suatu penyakit. Pelaksanaan operasi plastik ini
meliputi:

a. Auto Transplasi, yaitu transpalasi dimana donor dan resipiennya satu individu. Seperti
orang yang pipinya dioperasi karena membusuk, maka untukmemulihkan bentuk
tersebut diambilkan daging dari bagian tubuhnya yang lain.
b. Homo Transpalasi, yaitu transpalasi dimana donor dan resipiennya individu yang sama
jenisnya. Jenis di sini maksudnya adalah manusia dengan manusia.
c. Hetero Transpalasi, yaitu transpalasi dimana donor dan resipiennya individu yang
berlainan jenisnya, seperti transpalasi yang donornya adalah hewan, sedangkan
resipiennya adalah manusia.

2.2.3 Tinjauan Bedah Plastik Rekonstruktif


1. Pengertian

Bedah rekonstruktif adalah berbagai tindakan bedah yang dilakukan untuk mengembalikan
penampilan atau fungsi semula dari bagian tubuh tertentu. Bedah rekonstruktif umumnya
dilakukan untuk memperbaiki cacat pada tubuh yang disebabkan oleh penyakit atau  trauma.
Bedah rekonstruktif dibedakan berdasarkan organ tubuh yang membutuhkan pembedahan.
(docdoc.com)

Pasien yang menderita cacat pada tubuh atau memiliki bagian tubuh yang terlihat tidak
normal karena penyakit, kelainan bawaan, atau cedera tertentu dapat menjalani bedah
rekonstruktif untuk mengembalikan penampilan dan fungsi atau pergerakan semula dari
bagian tubuh yang cacat. Pada banyak kasus, bedah rekonstruktif dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien atau memberikan kesempatan bagi pasien anak untuk menjalani hidup yang
normal.

Namun, tidak semua bedah rekonstruktif diperlukan secara medis. Ada beberapa kasus di
mana pasien ingin menjalani bedah rekonstruktif untuk mempercantik penampilan dari bagian
tubuh tertentu. Contoh dari tindakan tersebut adalah sedot lemak rekonstruktif atau
pengencangan perut.

Saat ini, pasien dapat mengharapkan hasil yang sangat realistis dari bedah rekonstruktif.
Variasi jenis dan teknik yang digunakan oleh dokter bedah terus membaik karena adanya
perkembangan berkelanjutan dalam bahan dan teknologi rekonstruktif. Beberapa contoh dari
perkembangan tersebut adalah jahitan berduri, pencangkokan kulit, bedah free flaps, implan,
dan penggunaan implan biomaterial, yang lebih cocok dengan tubuh dan dapat menirukan
fungsi dari bagian tubuh yang digantikan dengan lebih baik. Dengan adanya perkembangan
ini, pasien bisa mendapatkan bagian tubuh baru yang memiliki penampilan dan fungsi yang
hampir serupa dengan bagian tubuh asli mereka, hanya dengan sedikit perbedaan dalam
sensasi dan rasa. .(docdoc.com)

2. Contoh Bedah rekonstruktif

a. Bibir Sumbing

Sumbing pada bibir atau lelangit (Cleft lip or palate, CLP) merupakan kelainan bawaan lahir
nomor empat tersering di dunia dan merupakan kelainan bawaan lahir pada wajah yang tersering

b. Luka Bakar

Luka Bakar adalah luka yang disebabkan oleh Api yang merusak kulit Unit Pelayanan
Khusus Luka Bakar adalah unit yang melayani pasien luka bakar dengan pendekatan tim
interdisiplin (Divisi Bedah Plastik, Departemen Anastesiologi dan Perawatan Intensif, Departemen
Ilmu Kesehatan Anak, Departemen Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen
Gizi Klinik, dan Departemen Kesehatan Jiwa). Fasilitas UPKLB yang ada pada saat ini yaitu unit
ICU, unit HCU, kamar operasi, ruang konferensi dan skin bank(belum beroperasi).

2.2.4 Tinjauan Bedah Plastik Estetika


Menurut Affandi, bedah kosmetik dibagi menjadi 13:
1. Bedah kosmetik pada hidung
Pada tahun 1600 Sebelum Masehi pada zaman purba, dokter-dokter Mesir telah melakukan
perbaikan operasi hidung akibat kecelakaan dan operasi hidung sekarang ini banyak dilakukan
dengan tujuan kecantikan, di mana bentuk yang dirasa kurang menarik diubah menjadi lebih baik.
Tidak semua orang di dunia ini mempunyai pandangan yang sama tentang bentuk hidung yang
ideal.

2. Bedah kosmetik pada dagu


Orang Barat pada umumnya dagunya lebih menonjol ke depan, pada orang Indonesia dagunya
nampak lebih ke dalam. Dagu yang terlalu pendek bila dilihat dari depan berkesan seperti orang
tersebut cemberut dan dagu yang terlalu panjang berkesan seperti dagu orang usia lanjut. Dagu
yang ideal dilihat dari samping ialah sejajar dengan garis yang ditarik dari dasar hidung ke bawah
menyentuh garis belakang bibir atas dan menyentuh batas bibir bawah serta menyentuh garis depan
dagu. Dagu yang pendek dapat diperbaiki dengan penambahan tulang atau tulang rawan, namun
sekarang ini lebih sering memakai bahan silicon karena mudah didapatkan dan aman.
3. Bedah kosmetik pada tulang pipi
Bedah ini dapat dilakukan dengan memasang silikon di bagian depan, supaya goresan tidak
telihat, maka silikon diletakkan pada daerah pelipis dan sayatan dilakukan lewat gusi atas atau dari
dalam mulut.

4. Bedah kosmetik pada telinga


Bentuk telinga pada umumnya tidak sama tetapi besar telinga hampir sama terhadap semua
orang yaitu dari batas alis ke bawah sampai dasar hidung. Dan daun telinga menjorok ke samping
dengan sudut 15-16 derajat. Bila sudutnya lebih besar lebih besar maka disebut telinga cap lang.
Untuk memperbaiki posisi telinga dilakukan dengan sayatan di belakang telinga agar jaringan parut
dan tidak tampak.

5. Bedah kosmetik kelopak mata


Suatu operasi untuk memperbaiki penampilan yang abnormal dari kelopak mata. Beberapa
macam perubahan dapat dilakukan pada kelopak mata, yang paling sering dilakukan adalah
menghilangkan kerut-kerut dan kulit berlebihan terutama pada sudutluar mata bagian atas.
Demikian juga penonjolan lemak di bawah mata juga bisa diperbaiki dengan operasi ini, yakni
untuk menghilangkan kelebihan lemak dan kerut-kerut yang menggantung.yang tidak dapat diatasi
dengan operasi ini adalah pada orang periang dan banyak tertawa maka di samping mata timbul
kerut-kerut menyerupai bentuk cakar ayam. Pada keadaan ini tidak seluruh kerut-kerut dapat
dihilangkan melalui operasi ini. Demikian juga kantong lemak yang besar yang terdapat di bawah
mata tidak seluruhnya dapat dihilangkan. Kulit yang berlebihan yang terdapat di pinggir kelopak
mata bagian atas bila terjadi bersamaan dengan turunan alis mata, tidak seluruhnya bisa diperbaiki
apabila tidak bersamaan dilakukan operasi

6. Bedah kosmetik pada alis mata


Bedah ini dilakukan dengan cara melakukan sayatan dalam rambut kepala, di pinggir dahi
yang disebut daerah temporal.

7. Bedah kosmetik pada muka


Operasi tarik muka adalah membuang kulit muka yang berlebihan dan kendur di daerah sekitar
rahang dan leher atas. Umur yang ideal untuk dapat dilakukan operasi tarik muka adalah sekitar 40
tahun, karena tanda-tanda penuaan mulai tampak dan bentuk badan masih bagus sehingga
peremajaan muka kurang lebih 10 tahun tidak akan menarik perhatian. Operasi tarik muka adalah
membuang kulit muka yang berlebihan dan kendur di daerah sekitar rahang dan leher atas.
8. Operasi tarik dahi
Kerutan pada dahi tidak akan hilang apabila hanya dilakukan dengan operasi tarik muka saja,
sehingga diperlukan operasi tarik dahi. Kerutan horizontal pada dahi biasanya timbul pada
permulaan tanda ketuaan yang disebabkan oleh gerakan otot di bawah kulit. Operasi ini dilakukan
dengan sayatan dalam rambut kepala sekitar 4cm di belakang garis rambut kepala bagian depan.

Dengan cara ini otot di atas pangkal hidung di antara kedua mata dapat dipotong sehingga
kerutan atas hidung akan hilang.

9. Bedah kosmetik perbaikan leher


Pada orang gemuk terdapat gumpalan lemak di bawah dagu sehingga tampak dagu kedua.
Bentuk ideal antara dagu dan leher bila dilihat dari samping bersudut 90 derajat dan sudut sisi
bagian atas dua pertiga dibanding bawah. Pada kelebihan lemak tersebut perlu dibuang dengan cara
mengangkatnya atau dengan cara mengangkatnya atau dengan cara penyedotan lemak. Bedah ini
dilakukan pada orang yang terdapat banyak gumpalan lemak di bawah dagu, lemak tersebut di
buang dengan cara mengangkatnya atau dengan cara penyedotan lemak.

10. Operasi penanaman rambut


Pada kepala yang botak hanya memilki rambut di samping kiri dan kanan. Operasi semacam
ini dapat dilakukan dengan flap yang dipindahkan dari daerah yang berambut ke daerah yang
botak.pada bagian yang di ambil rambutnya akibat flap dapat ditutup dengan menarik kulit di
sampingnya kemudian dijahit.

11. Bedah kosmetik pada payudara


Untuk membesarkannya diperlukan mamaeplasty yaitu dengan memasukkan bahan silikon
seperti “gel” yang terbungkus dalam kantong silikon yang diletakkan di suatu rongga antara otot
dan kelenjar payudara sehingga pembuluh dan urat-urat syaraf yang terletak di atas bahan silikon
dapat berfungsi seperti semula, agar seorang ibu dapat menyusui bayinya dan perasaan pada
payudara tetap tidak berubah. Untuk mengecilkan maka diperlukan banyak jaringan kelenjar yang
harus dipotong dan puting susu dipindahkan ke atas.

12. Penyedotan lemak


Cara ini diperkenalkan oleh dr. George Fischer dari Italia pada konggres bedah kosmetik di
Paris. Pada bagian kulit yang terdapat lemak, dimasukkan suatu tube metal kecil lewat sayatan
dikulit. Kemudian tube metal disambung dengan pompa vacum dan diletakkan di daerah lemak
bawah kulit maka gumpalan lemak akan terhisap keluar.

13. Operasi perapian vagina


Operasi ini ditujukan kepada wanita yang menderita robek vagina saat melahirkan yang tidak
dijahit kembali, bisa juga karena bertambahnya usia sehingga elastisitas pada vagina berkurang.

2.3 Tinjauan Rumah Sakit Khusus Bedah


2.3.1 Pengertian
Menurut  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
340/MENKES/PER/III/2010 adalah:

“Rumah sakit khusus adalah Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,organ atau jenis
penyakit”.

2.3.2 Kalsifikasi Rumah Sakit Khusus


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.340/Menkes/Per/III/2010 adalah:

Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker,
Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan obat, Stroke, Penyakit Infeksi, bersalin,
Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan
Kelamin.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.56 tahun 2014 adalah:

Rumah Sakit khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan, paling sedkit meliputi:
a. Pelayanan, yang diselenggarakan meliputi :
1) Pelayanan medik, paling sedikt terdiri dari:
a) Pelayanan gawat darurat, tersedia 24 (dua puluh empat) jam sehari terus menerus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b) Pelayanan medik umum;
c) Pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan
d) Pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan;
e) Pelayanan medik spesialis penunjang;
2) Pelayanan kefarmasian;
3) Pelayanan keperawatan;
4) Pelayanan penunjang klinik;dan
5) Pelayanan penunjang nonklinik;

b. Sumber daya manusia paling sedikit terdiri dari:


1) Tenaga medis, yang memilki kewenangan menjalankan praktik kedokteran di Rumah
Sakit yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
2) Tenaga Kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kefarmasian;
3) Tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
4) Tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan
Rumah Sakit;

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.340/Menkes/Per/III/2010


adalah:

Pasal 24

Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan


menjadi :

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;


b. Rumah Sakit Khusus Kelas B;
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.
Pasal 25
(1) Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ditetapkan berdasarkan:
a. Pelayanan;
b. Sumber Daya Manusia;
c. Peralatan;
d. Sarana dan Prasarana; dan
e. Administrasi dan Manajemen.
(2) Kriteria klasifikasi Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana
tercantum dalam lampiran II Peraturan ini.
Pasal 26

Klasifikasi dari unsur pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi Pelayanan
Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Spesialis Dasar
sesuai kekhususan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain,
Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Penunjang Klinik, Pelayanan Penunjang Non Klinik.

Pasal 27

Kriteria klasifikasi dari unsur sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
meliputi ketersediaan sumber daya manusia pada Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Spesialis sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, Pelayanan Keperawatan dan Penunjang Klinik.

Pasal 28

(1) Kriteria klasifikasi dari unsur administrasi dan manajemen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 meliputi struktur organisasi dan tata laksana.
(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas Kepala
Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan.
(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tugas dan fungsi, susunan dan
uraian jabatan, tata hubungan kerja, standar operasional prosedur, hospital bylaws & medical staff
bylaws.
Pasal 29

Rumah Sakit Khusus harus memenuhi jumlah tempat tidur sesuai dengan klasifikasinya
berdasarkan kebutuhan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.

Pasal 30

Penamaan Rumah Sakit Khusus harus mencantumkan kekhususannya.


Lampiran II

A. Pelayanan

PELAYANAN KELAS KELAS KELAS


A B C
1. Pelayanan Bedah
a. Rawat Jalan
- Klinik Bedah Umum + + +
- Klini Sub Spesialis Bedah + + -
b. Rawat Inap
- Perawatan Bedah + + +
- 0K + + +
2. Pelayanan Umum
Pelayanan dokter untuk life saving + + +
dan terapi awal
3. Pelayanan Medis Spesialistik
Penunjang + + +
- Pelayanan Anestesiologi dan + + -
Reanimasi + + -
- Pelayanan Rehabilitasi Medik + + +
- Pelayanan Patologi Klinik
- Pelayanan Radiologi
4. Pelayanan Gawat Darurat + + +
5. Perawatan Intensif (HCU/ICU) + + -
6. Pelayanan Penunjang Klinik
- Pelayanan Gizi + + +
- Pelayanan Darah + + -
- Pelayanan Farmasi + + +
- Pelayanan Sterilisasi Instrumen + + -
- Rekam Medik + + +
7. Pelayanan Penunjang Non Klinik
- Laundry + + +
- Pelayanan Teknik dan + + +
pemeliharaan fasilitas
- Pelayanan Sanitasi + + +
lingkungan dan Pengelolaan + + +
Limbah + + +
- Pelayanan transportasi + + +
(ambulance) + + -
- Komunikasi Medik + + +
- Pelayanan Pemulasaraan + + +
Jenazah
- Pemadam kebakaran
- Penampungan air bersih
8. Pelayanan Administrasi
- Informasi dan penerimaan + + +
pasien + + +
- Keuangan + + +
- Personalia + + +
- Keamanan + + +
- Sistem Informasi Rumah
Sakit

B. Sumber Daya Manusia

NO. JENIS TENAGA Kelas A Kelas B Kelas C


a. Dokter Spesialis Bedah Umum 2 1 1
Dokter Sub Spesialis Bedah Ortopedi 2 1 0
Dokter Sub Spesialis Bedah Saraf 1 0 0
Dokter Sub Spesialis Bedah Urologi 1 - -
Dokter Sub Spesialis Bedah Plastik 1 - -
Dokter Sub Spesialis Bedah Anak 2 1 -
Dokter Sub Spesialis Bedah Digestif 1 - -
Dokter Sub Spesialis Bedah Kardio 1 - -
Toraks
Dokter Sub Spesialis Bedah Onkologi 1 - -
Dokter Sub Spesialis Bedah Vaskuler 1 - -
Dokter Spesialis Anestesi 3 2 1
Konsultan Intensive Care 2 1 -
Dokter Umum 5 3 1
Konsultan:
Dokter Spesialis Penyakit Dalam 2 1 1
Dokter Spesialis Anak 1 - -
Dokter Spesialis Obgyn 2 1 1
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa 1 - -
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik 2 1 1
Dokter Spesialis Patologi Klinik 1 1 1
Dokter Spesialis Patologi Anatomi 1 1 -
Dokter Spesialis Radiologi 1 1 1
Dokter Spesialis Gizi 1 1 -
Tenaga Keperawatan : 1:1TT 1:1TT 2:3TT
- Sarjana Keperawatan + + +
- D3 Keperawatan + + +
- Ahli madya fisioterapis + + +
- Ahli madya terapis Okupasi + + +
- Teknisi ortotik prostetik + + +
b. TENAGA KESEHATAN LAIN
Apoteker + + +
Ahli madya penata rontgen + + +
Ahli madya penata anestesi + + +
Ahli madya laboratorium/ analis + + +
medis
Asisten apoteker + + +
Ahli madya rekam medis + + +
Ahli madya kesehatan lingkungan + + +
Ahli madya elektro medik + + +
c. TENAGA PENUNJANG
ADMINISTRASI
1. Magister Perumah sakitan/ + + +
Manajemen
2. Sarjana Perumah sakitan/ Manajemen + + -
3. Sarjana Ekonomi + - -
4. Sarjana Hukum + - -
5. Sarjana Administrasi + + +
6. Akademi Komputer + + -
7. Tenaga Administrasi lainnya + + +

C. Sarana dan Prasarana

Pelayanan Kelas A Kelas B Kelas


C
A. Pelayanan Rawat Jalan
- R. Periksa Bedah Umum dan sub + + +
spesialis + + +
- R. Tindakan + + +
- Ruang Tunggu + + +
- Toilet
B. Pelayanan Rawat Inap > 100 50-100 25-
- Ruang tindakan TT TT 50TT
- Ruang isolasi + + +
- Ruang rawat + + +
- Gudang Alat + + +
- Kamar mandi + + +
- Pos perawat + + +
- kamar cuci alat + + +
- Ruang Petugas kebersihan + + +
- Ruang istirahat (1 toilet) + + +
- ruang Tunggu ( 1 toilet) + + +
- Dapur + + +
- Ruang simpan troli + + +
+ + +
C. Pelayanan Bedah / OK
- Ruang sterilisasi + lemari instrument + + +
- Ruang operasi utama + + +
- Kamar ganti staf + + +
-Ruang ganti brankar + + +
- Toilet (jumlah) + + +
- Tempat antisepsis/ cuci tangan operator + + +
- Ruang gas medis + + +
- Ruang Dokter + + +
- ruang perawat + + +
-Ruang pemulihan + + +
- Kantor + + +
D. Pelayanan Rehabilitasi Medik
- Ruang fisioterapi + + +
- Ruang Ortotik prostetik + - -
- Ruang Terapi Okupasi + + +
- ruang Pelayanan Sosial Medik + + -
E. Pelayanan Laboratorium
- Ruang pengambilan sampel + + +
- Ruang pemeriksaan sampel + + +
- Gudang perlengkapan habis pakai + + +
- Gudang perlengkapan tidak habis pakai + + +
- Kamar mandi + + +
- Kamar cuci alat + + +
-Ruang sterilisasi + lemari instrument + + +
- Toilet + + +
F. Pelayanan Radiologi + + +
G. Pelayanan Gawat Darurat
- Ruang Triage + + +
- Ruang resusitasi + + +
- Ruang tindakan + + +
- Toilet + + +
H. pelayanan ICU/HCU
- Ruang pasien + + +
- R. Isolasi + + +
- R. Dapur + + +
- Ruang Dokter jaga + + +
- Kamar mandi + + +
- Gudang perlengkapan habis pakai + + +
- Gudang perlengkapan tidak habis pakai + + +
- Ruang sterilisasi + lemari instrumen + + +
I. Pelayanan Gizi + + +
J. Pelayanan Farmasi + + +
K. Pelayanan Sterilisasi Sentral + + +
L. Pelayanan Pemeliharaan Fasilitas RS + + +
M. Pelayanan Pengelolaan Limbah + + +
N. Pelayanan Laundry + + +
O. Pelayanan Pemulasaraan Jenazah + + +
P. Pelayanan Rekam Medis + + +
R. Penyelenggaraan Diklat + + +
S. Pelayanan Ambulan + + +

D. Peralatan
Kelas A Kelas B KelasC

Pelayanan Rawat Jalan


A. Umum
 Meja periksa + + +
 Alat Diagnostik Dasar + + +
 Instrumen pengobatan dasar + + +
B. Spesialistik
1. Alat diagnostik spesialistik + + +
2. Instrumen pengobatan spesialistik + + +

Pelayanan Rawat Inap


A. Umum
 Tempat tidur pasien dengan + + +
 perlengkapannya
 Oxygen + + +
 Troley pengobatan
+ + +
 Troley emegensi
+ + +
Bedah Spesialistik
 Peralatan disesuaikan dengan
kebutuhan + + +
Ruang Bedah
Peralatan Umum :
 Meja operasi standar + + +
 Lampu operasi + + +
 Peralatan anestesi + Monitor + + +
Pasien + + +
 Gas medik + + +
 Suction + + +
 Set bedah dasar + + +
+ + +
 Meja instrumen
+ + +
 DC Shock
+ + +
 Diatermi + + +
 Kontainer linen + + +
 Kontainer / tromol instrument
Peralatan Spesialistik : + + +
 Disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing spesialis (lihat
lampiran)
Peralatan Penunjang + + +
 Air Conditioner (AC) dengan + + +
 positip pressure + + +
 Hepa Filter + + +
 Sterilisator Ruangan + + +
 Jam + + +
 Termometer ruangan + + +
 Sistem pencegahan &
penanggulangan kebakaran ,
antara lain : Alat Pemadam Api
+ + +
Ringan (APAR)
 Brankar OK
+ + +
 Obat-obat dan alat penunjang
lainnya + + +
 Baju bedah dan kelengkapannya + + +
 Linen + + +
 Bak cuci tangan

BAB III
TINJAUAN LANDASAN HUKUM DAN PEDOMAN PELAYANAN BEDAH

A. Tujuan PedomaN
Pedoman pelayanan Instalasi Kamar Bedah Best Look Aesthetic Surgery Center by
Ekle’s Group ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai Panduan (guidelines) dalam meningkatkan mutu pelayanan pembedahan di kamar
bedah, menurunkan angka kematian dan kecacatan pada pasien yang menjalani
pembedahan.
2. Mengurangi dan menurunkan angka kematian, kecacatan, dan infeksi seminimal mungkin.
Memberikan pelayanan kamar bedah yang aman, memuaskan, dan menghilangkan
kecemasan dan stress psikis lain.
3. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan secara terus
menerus dan berkesinambungan.

B. Landasan Hukum
1. Kode Etik Kedokteran Indonesia
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Thun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
5. Undang-undang No. 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 / Menkes / Per / III / 20120 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 / Menkes / Per / IX / 1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/Per/IV/2011 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktek Keperawatan.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1217/Menkes/SK/XI/2001
tentang Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1439/Menkes/SK/XI/2002
tentang Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan
12. Keputusan Dirjen Yanmed HK. 00. 06. 3. 5. 1866 tentang Pedoman persetujuan Tindakan
Medik ( Informed Consent ), 1999.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit Umum.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 780/Menkes/Per/VIII/2008
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014/Menkes/SK/IX/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan.
17. Keputusan Dirjen Bina Yanmed HK. 00. 06. 1. 4. 5390 tentang Pedoman Advokasi dan
Bantuan Hukum dalam Penanganan Kasus Pelayanan Medis di Rumah Sakit, 2005.
18. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Depkes 2006
19. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP), KKP-RS, 2007
20. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Depkes, 1999
21. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO-Depkes, 2001
22. Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes, 2005
23. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia, KKI, 2006
24. Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, Depkes, 1996
25. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan, Depkes, 2003
26. Standar Umum Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit, Depkes, 1999
27. Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi, Depkes, 2003
28. Standar Pelayanan Keperawatan Kamar Bedah di Rumah Sakit, Kemenkes, 2011
29. Pedoman Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit, Kemenkes 2012
30. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi Rumah Sakit Kelas B, Depkes, 2004
31. Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit, Depkes, 2002
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini membahas tentang bagaimana pelayanan kepada pasien diberikan dimulai pada
saat diterimanya pasien diruang persiapan operasi dilanjutkan ketika pasien mendapat pelayanan medis
atau tindakan pembedahan, dan sampai dengan penanganan pasca operasi di ruang pulih sadar/recovery
room.
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Bedah Sentral, meliputi Memberikan Pelayanan
untuk menunjang pelayanan anestesiologi dan memberikan pelayanan untuk menunjang
pelayanan pembedahan spesialistik dan subspesialistik.
1. Cakupan pelayanan anastesi
Pelayanan anastesi meliputi anastesi di dalam kamar operasi, termasuk sedasi moderat
dan sedasi dala pada jadwal yang terencana maupun di luar jadwal seperti pada operasi
emergensi. Pelayanan anastesi di rumah sakit harus seragam sesuai dengan pedoman dan
standar pelayanan operasional yang ada. Dokter anasthesi yang bertugas bertanggung
jawab terhadap semua tindakan anasthesi mulai dari masa pre anastesia sampai masa
pasca anestesia. Dokter anastesi bertanggung jawab untuk menjaga dan meningkatkan
wawasan serta keterampilannya termasuk para petugas anasthesi yang lain.

2. Cakupan Pelayanan Kamar bedah pada Pasien dengan Anestesi lokal/sedasi ringan
Pada tindakan bedah yang tidak memerlukan pelayanan anestesi¸pelayanan bedah
dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal/sedasi ringan. Pemilihan jenis obat
anestesi lokal/sedasi ringan ditentukan oleh DPJP atau dokter bedah. Pasien dimonitor
secara kontinu keadaan hemodinamiknya dan dicatat oleh perawat sirkuler di formulir
pemantauan pasien selama anestesi lokal/sedasi ringan dan ditandatangani oleh DPJP.
3. Cakupan pelayanan kamar bedah.
Pelayanan bedah yang dapat dilakukan di kamar bedah meliputi pelayanan bedah
orthopedi, bedah syaraf, bedah plastik, bedah urologi, bedah digestif, bedah onkologi,
kebidanan, THT, Mata, Bedah Mulut, Bedah Toraks Kardiovaskuler, Pulmonologi
Intervesnsi, Penyakit dalam (KGEH), dan Pelayanan Spesialis anak pada Bayi baru lahir.
Pelayanan bedah dapat dilakukan selama jam kerja untuk operasi terjadwal dan setiap saat
untuk operasi emergensi.

4. Jenis operasi menurut waktunya


a. Operasi elektif dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan yang sudah disetujui
dokter anasthesi dan dokter bedah.
b. Operasi emergensi dilakukan pada semua pasien yang harus segera diambil tindakan
pembedahan dalam waktu golden periode
D. Batasan Operasional
Batasan operasional Kamar operasi dilaksanakan mulai pasien sampai di ruang
persiapan operasi dan diserah terimakan dengan petugas kamar operasi sampai dengan pasien
selesai dilakukan tindakan operasi di ruang pulih sadar/recovery room. Setalah itu pasien
dipindahkan ke ruang rawat atau ke ICU, atau langsung pulang untuk pasien one day care
surgery (ODCS).
1. Jenis Pelayanan bedah
Sebagai Instalasi yang melakukan pelayanan pembedahan, Instalasi bedah Sentral
melaksanakan pelayanan pembedahan elektif (berencana), pelayanan pembedahan
emergency, dan pembedahan one day care surgery (ODCS).
a. Operasi Gawat darurat/Cito (emergency)
Operasi Gawat darurat /Cito adalah tindakan-tindakan pembedahan yang membutuhkan
penanganan cepat dan tidak boleh ditunda karena bisa mengancam jiwa. Pendaftaran
operasi gawat darurat dapat dilakukan setiap saat, baik jam kerja atau di luar jam kerja.
b. Operasi Berencana (elektif)
Operasi berencana (elektif) adalah layanan tindakan pembedahan yang dijadwalkan ke
IBS maksimal satu hari sebelum pembedahan. Pasien yang direncanakan untuk operasi
di IBS harus sudah dilengkapi dengan pemeriksaan yang diperlukan sesuai dengan
standar SMF bersangkutan dan SMF anestesi- reanimasi.
c. Operasi one day care surgery (ODCS)
Layanan bedah sehari (ODCS) adalah layanan tindakan pembedahan di RS.
Persahabatan yang dilaksanakan di IBS dimana pasien datang dan pulang pada hari
yang sama (tidak menginap). Penanggung jawab kegiatan ODCS di IBS adalah Kepala
IBS dan penanggung jawab pelaksana harian adalah Wa. Ka Pelayanan IBS. Kegiatan
pelayanan operasi dilakukan oleh semua tenaga IBS menurut fungsinya sehari-hari.
2. Batasan Operasional Pelayanan Bedah
Pelayanan Bedah sebagai sarana layanan terpadu untuk tindakan operatif terencana
maupun darurat dan diagnostik. Unit Bedah Sentral RSUP Persahabatan merupakan ruang
operasi yang dilengkapi dengan peralatan canggih yang terdiri dari 10 (sepuluh) kamar
operasi, ruang persiapan, dan ruang pulih sadar dapat melayani :
1) Tindakan Operasi Bedah Orthopedi
2) Tindakan Operasi Bedah Syaraf
3) Tindakan Operasi Bedah Plastik
4) Tindakan Operasi Bedah Urologi
5) Tindakan Operasi Bedah Digestif
6) Tindakan Operasi Bedah Onkologi
7) Tindakan Operasi Kebidanan
8) Tindakan Operasi THT
9) Tindakan Operasi  Mata
10) Tindakan Operasi Gigi dan Mulut
11) Tindakan Operasi Bedah Thorak
12) Tindakan Diagnostik Spesialis Pulmonologi
13) Tindakan Diagnostik Spesialis Penyakit Dalam (KGEH)
14) Pelayanan Dokter Spesialis Anak pada Bayi Baru Lahir

TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN, DAN PENGARAHAN (TKP)

GAMBARAN UMUM

Memberikan pelayanan prima kepada pasien menuntut adanya kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan ini dalam sebuah rumah sakit dapat berasal dari berbagai sumber termasuk
pemilik atau mereka yang mewakili pemilik (misalnya, Dewan Pengawas), Direktur atau
pimpinan rumah sakit atau pimpinan lainnya yang diberi kedudukan, tanggung jawab dan
kepercayaan. Setiap rumah sakit harus melakukan identifikasi terhadap orang ini dan melibatkan
mereka agar dapat menjamin bahwa rumah sakit merupakan organisasi yang efektif dan efisien
bagi masyarakat dan pasiennya.

Secara khusus para pemimpin ini harus melakukan identifikasi dari misi rumah sakit dan
menjamin bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai misi ini tersedia. Bagi banyak
rumah sakit hal ini tidak berarti harus menambah sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber
daya yang ada secara lebih efsien, bahkan bila sumber daya ini langka adanya. Selain itu, para
pemimpin harus berkerja sama dengan baik untuk melakukan koordinasi dan integrasi semua
kegiatan, termasuk kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan asuhan pasien dan pelayanan
klinik.

Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan pemahaman tentang berbagai tanggung jawab dan
kewenangan dari orang-orang dalam organisasi dan bagaimana orang-orang ini bekerja sama.
Mereka yang mengendalikan, mengelola dan memimpin rumah sakit mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab. Secara kolektif dan secara perorangan mereka bertanggung jawab untuk
mematuhi perundang-undangan dan peraturan serta memikul tanggung jawab secara organisasi
terhadap populasi pasien yang dilayaninya. Dari waktu ke waktu, kepemimpinan yang efektif
membantu menangani masalah hambatan dan komunikasi antara unit kerja dan pelayanan dalam
organisasi agar organisasi berjalan lebih efisien dan efektif. Pelayanan menjadi semakin terpadu.
Khususnya, integrasi semua kegiatan manajemen mutu dan peningkatan kualitas pelayanan
disemua segi organisasi memberikan hasil outcome lebih baik bagi pasien.
STANDAR , MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN # TATA

KELOLA

* Standar TKP. 1

Tanggung jawab pengelola dan akuntabilitasnya digambarkan didalam peraturan internal


(bylaws), kebijakan, prosedur atau dokumen serupa yang menjadi pedoman bagaimana tanggung
jawab dan akuntabilitas dilaksanakan

• Maksud dan Tujuan TKP.1

Pada sebuah unit organisasi rumah sakit, pemilik (yang bisa satu orang atau lebih), atau sebuah
kelompok dari individu-individu yang dikenal (misalnya board dari governing body) dapat
dipercaya untuk mengawasi cara bekerja organisasi rumah sakit dan bertanggung jawab untuk
menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakatnya atau bagi penduduk yang
membutuhkan pelayanan.

Tanggung jawab dan akuntabilitas dalam unit organisasi tersebut diuraikan dalam sebuah
dokumen yang menjelaskan bagaimana hal-hal tersebut akan dilaksanakan. Juga diuraikan
bagaimana unit yang memerintah/berkuasa dan kinerja para manajer organisasi rumah sakit
dievaluasi berdasarkan kriteria spesifik yang berlaku di organisasi ini.

Tata kelola rumah sakit dan struktur manajemen tercantum atau tergambar dalam sebuah bagan
rumah sakit atau dokumen lain yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan
akuntabilitasnya. Dalam bagan rumah sakit ditetapkan nama orang atau jabatannya.

• Elemen Penilaian TKP. 1


1. Struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) diuraikan tertulis dalam dokumen dan mereka
yang bertanggung jawab untuk memimpin dan mengelola di identifikasi dengan jabatan
atau nama […]
2. Tata kelola, tanggung jawab dan akuntabilitasnya dimuat dalam dokumen ini […]
3. Dokumen menjelaskan bagaimana kinerja yang memimpin dan para manajer dievaluasi
dengan kriteria tertentu […]

4. Ada dokumentasi penilaian kinerja dari unit pimpinan setiap tahun. […]

* Standar TKP 1.1.

Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyampaikan kepada masyarakat secara terbuka
misi organisasi yang disetujuinya

* Standar TKP 1.2.

Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui kebijakan dan rencana untuk
menjalankan organisasi

* Standar TKP 1.3.

Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui anggaran belanja dan alokasi sumber
daya lain yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi

* Standar TKP 1.4.

Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan para manajer senior atau direktur
. Standar TKP 1.5.

Mereka yang bertanggung jawab untuk mempimpin, menyetujui program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dan secara teratur menerima dan menindaklanjuti laporan tentang program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

* Maksud dan Tujuan TKP.1.1. sampai TKP 1.5

Nama jabatan atau kedudukan di struktur organisasi pimpinan tidaklah penting. Yang penting
adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan agar organisasi mempunyai kepemimpinan yang
jelas, dijalankannya organisasi sacara efisien dan memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu.
Tanggung jawab ini terutama pada proses pemberian persetujuan yang mencakup :

1. Persetujuan tentang misi organisasi


2. Persetujuan tentang (atau menetapkan siapa yang memiliki kewenangan memberikan
persetujuan) berbagai strategi organisasi, rencana manajemen, kebijakan dan prosedur
yang dibutuhkan untuk menjalankan rumah sakit sehari-hari

3. Persetujuan tentang partisipasi dari organisasi rumah sakit dalam pendidikan profesi
kesehatan, penelitian dan pengawasan mutu program tersebut

4. Persetujuan atau penyediaan anggaran belanja dan sumber daya lain untuk menjalankan
rumah sakit

5. Menetapkan atau menyetujui penetapan dari manajer senior atau direktur

Menetapkan orang pada setiap posisi dalam bagan organisasi tidak menjamin adanya komunikasi
dan kerja sama baik diantara mereka yang mengawasi dan meraka yang mengelola organisasi
rumah sakit.

Hal ini sangat benar apabila struktur pengawas terpisah jauh dari organisasi rumah sakit,
misalnya pengelola otoritas kesehatan nasional atau regional. Dengan demikian, mereka yang
bertanggung jawab atas pengawasan harus mengembangkan sebuah proses untuk melakukan
komunikasi efektif dan bekerja sama dengan manajer rumah sakit dalam rangka memenuhi misi
dan rencana organisasi.

* Elemen Penilaian TKP 1.1

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui misi rumah sakit […]
2. Mereka yang bertanggung jawab mempimpin, menjamin adanya review berkala terhadap
misi rumah sakit […]
3. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyampaikan ke masyarakat misi
rumah sakit secara terbuka […]
* Elemen Penilaian TKP 1.2

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui strategik organisasi, rencana


manajemen, kebijakan dan prosedur operasional […]
2. Apabila kewenangan untuk menyetujui didelegasikan, maka hal ini harus ditetapkan
dalam kebijakan dan prosedur tentang tata kelola […]

3. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui rencana organisasi dan program
yang terkait dengan pendidikan profesi kesehatan, penelitian dan kemudian menyediakan
pengawasan sedemikian rupa terhadap mutu program tersebut […]

* Elemen Penilaian TKP 1.3.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui anggaran belanja modal dan
operasional organisasi rumah sakit […]
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, mengalokasikan sumber daya
yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi rumah saki […]

* Elemen Penilaian TKP 1.4.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan manajer senior rumah sakit
[…]
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, melakukan evaluasi kinerja dari manajer
senior rumah sakit […]

3. Evaluasi dari manajer senior paling sedikit setiap tahun. […]


* Elemen Penilaian TKP 1.5.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit. […]
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menerima secara teratur dan
menindaklanjuti laporan tentang program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. […]
# KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT

• Standar TKP.2

Seorang manajer senior atau direktur bertanggung jawab untuk menjalankan rumah sakit dan
mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.

• Maksud TKP.2

Kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk sebuah rumah sakit agar dapat beroperasi
secara efisien dan memenuhi misinya. Kepemimpinan adalah apa yang diberikan oleh orang-
orang secara bersama-sama dan secara perorangan bagi organisasi dan dapat dilaksanakan oleh
sejumlah orang.

Manajer senior atau direktur tersebut bertanggung jawab atas jalannya organisasi sehari-hari
secara keseluruhan. Hal ini meliputi pengadaan dan penyediaan (inventory) peralatan penting,
pemeliharaan fasilitas fisik, manajemen keuangan, manajemen kualitas dan tanggung jawab
lainnya. Pendidikan dan pengalaman dari individu sesuai dengan persyaratan di dalam diskripsi
posisi.

Manajer senior atau direktur tersebut bekerja sama dengan para manajer lainnya di rumah sakit
untuk menentukan misi organisasi dan merencanakan kebijakan, prosedur serta pelayanan klinik
yang terkait dengan misi itu. Begitu disetujui oleh governing body manajer senior atau direktur
bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kebijakan dan menjamin bahwa semua kebijakan
itu dipatuhi oleh staf dari rumah sakit.

Manajer senior atau direktur bertanggung jawab atas :

1. Kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku


2. Respon dari rumah sakit terhadap laporan dari lembaga pengawasan dan regulator

3. Berbagai proses untuk mengelola dan mengawasi sumber daya manusia, sumber daya
finansial dan sumber daya lainnya.
• Elemen Penilaian TKP.2

1. Pendidikan dan pengalaman senior manajer sesuai dengan persyaratan di dalam deskripsi
posisi. […]
2. Manajer senior atau direktur mengelola operasional rumah sakit sehari-hari, termasuk
mereka yang bertanggung jawab yang digambarkan di dalam deskripsi posisi […]

3. Manajer senior atau direktur mengajukan rekomendasi tentang kebijakan-kebijakan


kepada governing body […]

4. Manajer senior atau direktur menjamin kepatuhan terhadap kebijakan yang telah
disetujuinya […]

5. Manajer senior atau Direktur harus patuh terhadap undang-undang dan peraturan yang
berlaku […]

6. Manajer senior atau Direktur bertindak terhadap laporan dari lembaga pengawasan dan
regulator […]

• Standar TKP.3

Para pimpinan rumah sakit ditetapkan dan secara kolektif bertanggung jawab untuk menentukan
misi organisasi dan membuat rencana dan kebijakan yang dibutuhkan untuk memenuhi misi
tersebut.

• Maksud TKP.3
Para pimpinan rumah sakit berasal dari berbagai sumber. Governing body menentukan manajer
senior atau Direktur dan selanjutnya manajer senior menetapkan manajer lainnya. Para pimpinan
dapat menduduki posisi formal misalnya sebagai Direktur Medis atau Direktur Keperawatan atau
dikenal secara informal karena kesenioran mereka, reputasi mereka atau adanya kontribusi
mereka kepada organisasi.
Hal penting adalah bahwa semua pimpinan dalam rumah sakit diketahui dan dilibatkan dalam
proses penentuan misi rumah sakit. Berdasar atas misi tersebut, para pimpinan bekerja sama
mengembangkan berbagai rencana dan kebijakan yang dibutuhkan untuk mencapai misi. Apabila
kerangka misi dan kebijakan ditentutkan oleh pemilik atau lembaga diluar rumah sakit, maka
pimpinan tersebut bekerja sama untuk melaksanakan misi dan kebijakan.

• Elemen Penilaian TKP.3

1. Para pimpinan ditetapkan dan dikenali secara formal atau informal […]
2. Para pimpinan secara kolektif bertanggung jawab untuk menentukan misi rumah sakit
[…]

3. Para pimpinan rumah sakit secara kolektif bertanggung jawab untuk menyusun dan
menetapkan berbagai kebijakan dan prosedur yang diperlukan untuk menjalankan misi
[…]

4. Para pimpinan rumah sakit bekerja sama untuk menjalankan misi dan menjamin adanya
kepatuhan menjalankan kebijakan dan prosedur. […]

* Standar TKP. 3.1.

Bersama dengan pemuka masyarakat dan pimpinan organisasi lain, pimpinan rumah sakit
merencanakan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.

* Maksud dan Tujuan TKP. 3.1.


Sebuah misi rumah sakit pada umumnya menggambarkan kebutuhan penduduk dalam
masyarakat.

Demikian juga, organisasi pelayanan rujukan dan spesialistik mendasarkan misi mereka pada
kebutuhan pasien dalam wilayah geografik atau wilayah politik yang lebih luas.

Kebutuhan pasien atau masyarakat biasanya berubah seiring dengan waktu dan dengan demikian
organisasi pelayanan kesehatan perlu melibatkan masyarakat dalam perencanaan strategik dan
perencanaan operasionalnya. Rumah sakit melakukan hal ini dengan cara minta pendapat atau
masukan dari individu atau masyarakat atau komite yang diberi tugas khusus, misalnya.

Oleh karena itu, merupakan hal penting bagi para pimpinan organisasi pelayanan kesehatan
untuk bertemu dan merencanakan dengan tokoh masyarakat yang terpandang dan para pimpinan
organisasi pemberi pelayanan di masyarakat. Pimpinan-pimpinan ini merencanakan agar
masyarakat menjadi lebih sehat dan menyadari juga bahwa mereka punya tanggung jawab.

* Elemen Penilaian TKP. 3.1.

1. Pimpinan rumah sakit membuat rencana bersama dengan tokoh masyarakat […]
2. Pimpinan rumah sakit bersama dengan pimpinan organisasi pelayanan kesehatan lain
merencanakan kebutuhan pelayanan […]

3. Pimpinan rumah sakit meminta masukan dari individu atau kelompok pemangku
kepentingan dalam masyarakat sebagai bagian dari rencana starategik dan operasional
organisasi rumah sakit […]

4. Rumah sakit berpartisipasi dalam pendidikan masyarakat tentang promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit […]

* Standar TKP.3.2.

Pimpinan rumah sakit melakukan identifikasi dan merencanakan jenis pelayanan klinik untuk
memenuhi kebutuhan pasien yang dilayaninya.

* Maksud dan Tujuan TKP.3.2.


Pelayanan klinik direncanakan dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan populasi pasien.
Penjabaran dari asuhan dan pelayanan kepada pasien yang direncanakan harus sesuai dengan
misi rumah sakit.

Pimpinan dari berbagai departemen klinik dan pelayanan klinik menentukan pelayanan
diagnostik, terapeutik, rehabilitatif dan lainnya yang dianggap penting bagi kepentingan
masyarakat. Pimpinan ini juga menentukan cakupan dan intensitas dari berbagai pelayanan yang
dianggap penting bagi masyarakat langsung atau tidak langsung.

Pelayanan yang direncanakan menggambarkan arah strategik dari rumah sakit dan dari sudut
pandang pasien yang dilayani. Apabila rumah sakit menggunakan apa yang dianggap sebagai
teknologi ”eksperimental” dan atau menggunakan bahan farmasi dalam proses pelayanan bagi
pasien (yaitu, teknlogi atau peralatan yang dianggap ”eksperimental” baik secara nasional
maupun internasional), harus dipastikan adanya sebuah proses untuk mengkaji dan menyetujui
penggunaan tersebut. Sangat penting bahwa persetujuan itu diberikan sebelum penggunaannya
dalam proses pelayanan kepada pasien.

Keputusan harus segera diambil jika dalam hal persetujuan khusus dari pasien dibutuhkan.

* Elemen Penilaian TKP.3.2.

1. Perencanaan rumah sakit menjabarkan tentang asuhan dan pelayanan yang harus
disediakan […]
2. Asuhan dan pelayanan yang disediakan harus sejalan dengan misi rumah sakit […]

3. Pimpinan menentukan jenis asuhan dan pelayanan yang harus disediakan oleh organisasi
rumah sakit […]

4. Pimpinan menggunakan proses untuk melakukan kajian dan menyetujui, sebelum


digunakan dalam asuhan pasien, prosedur, teknologi, peralatan (sediaan) farmasi yang
masih dianggap dalam tahap uji coba. […]

* Standar TKP. 3.2.1.


Peralatan habis pakai dan obat yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi dari organisasi
profesi atau oleh sumber yang memiliki kewenangan untuk itu.

* Maksud dan Tujuan TKP.3.2.1.

Risiko dalam proses asuhan klinik akan dikurangi secara bermakna apabila digunakan alat yang
tepat dan berfungsi baik pada waktu digunakan untuk memberikan pelayanan yang sudah
direncanakan. Hal ini berlaku secara khusus penggunaannya di area klinik seperti anestesi,
radiologi, diagnostic imaging, kardiologi, radiation oncologi dan pelayanan lain yang berisiko
tinggi. Peralatan dan obat yang memadai juga harus tersedia sesuai dengan penggunaan rutin
maupun darurat. Setiap organisasi rumah sakit harus memahami tentang alat, peralatan dan obat
yang digunakan atau direkomendasikan diberikan untuk keperluan pelayanan terencana bagi
populasi pasiennya. Rekomendasi penggunaan alat, peralatan dan obat dapat berasal dari
lembaga pemerintah, organisasi profesi anestesi nasional atau internasional, atau dari sumber
yang diberi wewenang umtuk itu.

* Elemen Penilaian TKP.3.2.1.

1. Rumah sakit melakukan identifikasi tentang rekomendasi dari berbagai organisasi profesi
dan dari sumber lain yang berwewenang dalam kaitannya dengan penggunaan alat,
peralatan dan obat yang dibutuhkan untuk pelayanan yang terencana […]
2. Pengidentifikasian alat, peralatan dan obat diperoleh. […]

3. Pengidentifikasian alat, peralatan dan obat yang direkomendasikan digunakan […]

* Standar TKP.3.3.

Pimpinan bertanggung jawab terhadap kontrak kerja pelayanan klinik dan manajemen

* Maksud dan Tujuan TKP.3.3.

Rumah sakit sering mempunyai pilihan untuk memberikan pelayanan klinik dan manajemen
secara langsung atau mengatur pelayanan tersebut melalui pelayanan rujukan, konsultasi,
mekanisme kontrak kerja atau melalui perjanjian bentuk lain. Pelayanan ini dapat berkisar
meliputi pelayanan radiologi dan diagnostic imaging sampai pelayanan akuntasi keuangan
penyediaan pelayanan untuk housekeeping, makanan atau linen. Pimpinan rumah sakit
menggambarkan, di tulis, jenis dan skope dari pelayanan yang disediakan melalui perjanjian
kontrak.

Pada semua kasus, pimpinan bertanggung jawab atas kontrak kerja atau perjanjian lainnya
menjamin bahwa pelayanan terebut memenuhi kebutuhan pasien dan termasuk bagian dari
kegiatan manajemen mutu dan peningkatan kegiatan rumah sakit. Pimpinan klinik berpartisipasi
dalam seleksi kontrak klinik dan bertanggung jawab untuk kontrak klinik. Pimpinan manajemen
berpartisipasi dalam seleksi manajemen kontrak dan bertanggung jawab untuk manajemen
kontrak.

* Elemen Penilaian TKP.3.3.

1. Ada proses untuk kepemimpinan dalam pertanggungawaban dari kontrak […]


2. Rumah sakit mempunyai gambaran tertulis dari jenis dan skope pelayanan yang
disediakan melalui perjanjian kontrak […]

3. Pelayanan disediakan dibawah kontrak dan perjanjian lainnya sesuai kebutuhan pasien.
[…]

4. Pimpinan klinis berpartisipasi dalam seleksi dari kontrak klinis dan bertanggungjawab
terhadap kontrak klinis. […]

5. Pimpinan manajemen berpartisipasi dalam seleksi dari manajemen kontrak dan


menyediakan tanggung jawab untuk kontrak manajemen […]

6. Bila kontrak di negosiasi kembali atau di akhiri rumah sakit menjaga kontinuitas
pelayanan pasien. […]

* Standar TKP.3.3.1.

Kontrak dan perjanjian lainnya termasuk bagian dari program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit.
* Maksud dan Tujuan TKP.3.3.1.

Mutu dan keselamatan pelayanan pasien dari seluruh pelayanan yang disediakan oleh rumah
sakit atau disediakan melalui kontrak perlu di evaluasi. Sehingga rumah sakit perlu menerima,
menganalisa dan mengambil tindakan pada informasi mutu dari sumber luar. Kontrak dengan
sumber dari luar, pelayanan termasuk harapan mutu dan keselamatan pasien dan data yang
disediakan rumah sakit, frekuensi dan format.

Manajer departemen menerima dan membuat laporan dari agensi kontrak dan menjamin bahwa
laporan terintegrasi di dalam proses pengukuran mutu rumah sakit.

* Elemen Penilaian TKP.3.3.1.

1. Kontrak dan perjanjian lainnya di evaluasi terkait jenis kontrak, sebagai bagian dari
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit. […]
2. Klinisi terkait dan pimpinan manajerial berpartisipasi dalam program peningkatan mutu
rumah sakit di dalam analisa informasi mutu dan keselamatan berasal dari kontrak di luar.
[…]

3. Bila kontrak tidak sesuai dengan mutu dan keselamatan pasien maka dilakukan tindakan.
[…]

* Standar TKP 3.3.2.

Yang berpraktik independen dan bukan pegawai rumah sakit harus di kredensial dengan benar
sesuai pelayanan yang disediakan

* Maksud dan Tujuan 3.3.2

Rumah sakit bisa kontrak dengan atau pengaturan pelayanan dari dokter, dokter gigi dan yang
berpraktik independen lainnya diluar rumah sakit atau mengatur kedatangan di rumah sakit untuk
menyediakan pelayanan. Pada beberapa kasus individu dapat berasal dari luar rumah sakit, di
luar region atau negara. Pelayanan yang disediakan bisa termasuk telemedicine dan teleradiologi.
Pelayanan yang disediakan ditetapkan agar pasien mempunyai pilihan dan para praktisi harus
melalui proses kredensialing dan privileging dari rumah sakit.

* Elemen Penilaian 3.3.2.

1. Pimpinan rumah sakit menetapkan pelayanan yang yang akan disediakan oleh dokter
praktik independen diluar rumah sakit. […]
2. Seluruh pelayanan diagnosis, konsultasi dan treatmen disediakan oleh dokter praktik
independen diluar rumah sakit termasuk telemedicine, teleradiology dan interpretasi dari
diagnosis lain, juga EKG, EEG, EMG dan perlu privileged oleh rumah sakit untuk
menyediakan pelayanan tersebut. […]

3. Dokter praktik independen yang menyediakan pelayanan pasien diperbolehkan rumah


sakit tetapi mereka harus bukan pegawai atau anggota staf klinis rumah sakit yang sudah
di kredensial dan diberikan hak klinis. […]

4. Mutu pelayanan oleh tenga dokter diluar rumah sakit, di monitor sebagai bagian dari
komponen program peningkatan mutu. […]

* Standar TKP.3.4.

Pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya sudah terlatih dalam melaksanakan konsep
peningkatan mutu

* Maksud dan Tujuan TKP. 3.4.

Tujuan utama rumah sakit adalah untuk memberikan asuhan pasien dan bekerja untuk
meningkatkan hasil asuhan pasien setiap saat dengan cara menerapkan prinsip peningkatan mutu.
Dengan demikian, pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya dari sebuah rumah sakit
perlu :

1. Terlatih dalam atau mengenal konsep dan metoda meningkatkan mutu


2. Berpartisipasi secara pribadi dalam proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien

3. Memastikan bahwa evaluasi kinerja tenaga profesional termasuk dalam kegiatan


monitoring klinik
* Elemen Penilaian TKP.3.4.

1. Pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya sudah terlatih atau sudah mengenal
konsep dan metode peningkatan mutu. […]
2. Pimpinan asuhan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya berpartisipasi dalam proses
yang terkait dengan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. […]

3. Evaluasi kinerja tenaga profesional dimonitor sebagai bagian dari monitoring klinik. […]

* Standar TKP.3.5.

Pimpinan rumah sakit memastikan bahwa tersedia program yang seragam untuk melaksanakan
rekruitmen, retensi, pengembangan dan pendidikan berkelanjutan semua staf

* Maksud dan Tujuan TKP.3.5.

Kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan prima kepada pasien terkait dengan
kemampuan organisasi rumah sakit mencari dan mempekerjakan tenaga yang kompeten dan
kemampuannya untuk mempertahankan tenaga yang sudah ada. Pimpinan menyadari bahwa
mempertahankan (retensi) staf yang ada memberikan manfaat lebih besar dalam waktu jangka
panjang dibandingkan mengadakan rekruitmen baru. Retensi meningkat jika pimpinan
mendukung peningkatan kemampuan staf melalui pendidikan berkelanjutan. Dengan demikian,
pimpinan berkolaborasi dalam merencanakan dan melaksanakan program dan proses terkait
dengan rekruitmen, retensi, pengembangan dan pendidikan berkelanjutan untuk setiap jenis staf.
Program rekruitmen rumah sakit harus mempertimbangkan pedoman yang dipublikasikan seperti
dari World Health Organization (WHO), Konsil Perawat Internasional (International Council of
Nurses) dan Asosiasi Dokter Sedunia (World Medical Association).

* Elemen Penilaian TKP.3.5.

1. Tersedia proses terencana untuk melakukan rekruitmen staf. […]


2. Tersedia proses yang terencana untuk program retensi staf. […]

3. Tersedia proses terencana untuk pengembangan diri dan pendidikan berkelanjutan bagi
staf. […]

4. Perencanaan dilakukan dengan cara bekerja sama dan melibatkan semua departemen dan
pelayanan klinik dalam organisasi rumah sakit. […]
* Standar TKP.4

Pimpinan medis, keperawatan dan pelayanan klinik lainnya merencanakan dan melaksanakan
staruktur organisasi yang efektif untuk mendukung tanggung jawab dan kewenangan mereka.

• Maksud dan Tujuan TKP.4.

Pimpinan medis, keperawatan dan pelayanan klinik lainnya memiliki tanggung jawab khusus
terhadap pasien dan terhadap organisasi rumah sakit. Pimpinan ini harus :

1. Mendukung adanya komunikasi yang baik diantara para profesional


2. Bekerja sama merencanakan dan mengembangkan kebijakan yang memberikan pedoman
pelaksanaan dari pelayanan klinik

3. Mendukung pelaksanaan praktek profesi mereka secara etis

4. Mengawasi mutu asuhan pasien

Pimpinan medis dan keperawatan menciptakan struktur organisasi yang sesuai dan efektif untuk
menjalankan tanggung jawabnya. Struktur organiasi ini dan proses terkait yang digunakan untuk
melaksanakan tanggung jawab dapat merupakan satu staf profesional tunggal terdiri dari dokter,
perawat dan lainnya atau struktur staf medis dan keperawatan terpisah. Struktur yang dipilih
tersebut dapat diatur di Peraturan Internal (Bylaws), undang-undang atau peraturan atau dapat
diatur secara informal. Secara umum struktur yang dipilih :

1. Meliputi semua asuhan klinik yang terkait


2. Sesuai dengan kebijakan pemilik, misi dan struktur rumah sakit
3. Sesuai dengan kompleksitas dari organisasi dan jumlah staf profesionalnya

4. Efektif dalam melaksanakan tanggung jawab yang dicantumkan diatas

• Elemen Penilaian TKP.4.


1. Ada struktur organisasi yang efektif yang digunakan oleh pimpinan medis, keperawatan
dan pimpinan lainnya untuk melaksanakan tanggung jawab dan kewenangan mereka.
[…]
2. Struktur sesuai dengan besaran dan kompleksitas rumah sakit. […]

3. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung adanya komunikasi antar profesi.
[…]

4. Struktur organisasi dan tata laksannaya mendukung perencanaan klinik dan


pengembangan kebijakan. […]

5. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas berbagai isu
etika profesi. […]

6. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas mutu pelayanan
klinik. […]

# PENGATURAN

• Standar TKP.5.

Satu orang atau lebih yang memiliki kompetensi mengatur tiap Departemen atau unit pelayanan
di organisasi rumah sakit

• Maksud dan Tujuan TKP.5

Gambaran tentang asuhan klinik, outcomes pasien (patient outcomes) dan manajemen pelayanan
kesehatan secara keseluruhan dapat diwakili oleh kenyataan dari kegiatan manajemen dan
asuhan medis yang ada di setiap Departemen atau pelayanan kliniknya. Kinerja dari Departemen
atau pelayanan klinik yang baik membutuhkan kepemimpinan individu yang jelas dengan
kompetensi yang sesuai. Dalam sebuah Departemen atau pelayanan klinik yang besar pimpinan
dapat dipisah. Pada kasus seperti ini tanggung jawab dari setiap peran ditetapkan tertulis (periksa
pelayanan yang terkait dengan pelayanan laboratorium klinik, pelayanan radiologi dan diagnostic
imaging, pelayanan farmasi, dan pelayanan anestesi).
• Elemen Penilaian TKP.5.

1. Pimpinan setiap Departemen atau pelayanan klinik dipimpin oleh seorang yang pernah
menjalani pelatihan dan pendidikan yang sesuai dan mempunyai pengalaman. […]
2. Apabila terdapat lebih dari satu orang yang ditetapkan sebagai pimpinan, tanggung jawab
masing-masing ditetapkan secara tertulis. […]

* Standar TKP.5.1.

Pimpinan dari setiap Departemen melakukan identifikasi secara tertulis tentang pelayanan yang
harus diberikan oleh unitnya.

* Standar TKP.5.1.1.

Pelayanan dalam Departemen atau pelayanan klinik dikoordinasikan dan diintegrasikan, juga
dilakukan koordinasi dan integrasi dengan Departemen dan pelayanan klinik lain.

* Maksud dan Tujuan TKP.5.1. dan TKP.5.1.1.

Pimpinan dari setiap Departemen bekerja sama untuk menetapkan format seragam dari dokumen
perencanaan spesifik untuk setiap Departemen. Secara umum, dokumen yang disiapkan oleh
masing-masing Departemen adalah menetapkan tujuan, identifikasi pelayanan saat ini dan
pelayanan yang direncanakan akan dilakukan kemudian. Kebijakan dan prosedur di Departemen
mencerminkan tujuan dari pelayanan, pengetahuan, keterampilan dan ketersediaan staf yang
dibutuhkan untuk menilai dan memenuhi kebutuhan pelayanan pasien.
Pelayanan klinik yang diberikan kepada pasien dikoordinasikan dan diintegrasikan kedalam
setiap unit pelayanan. Sebagai contoh, integrasi antara pelayanan medis dan keperawatan. Selain
itu setiap Departemen atau pelayanan klinik mengkoordinasikan dan mengintegrasikan
pelayanannya dengan Departemen dan pelayanan klinik yang lain. Duplikasi pelayanan yang
tidak perlu dihindari atau dihilangkan agar dapat menghemat sumber daya.

* Elemen Penilaian TKP.5.1.


1. Pimpinan Departemen atau pelayanan klinik memilih dan menggunakan format dan isi
seragam untuk membuat dokumen perencanaan. […]
2. Dokumen perencanaan menjelaskan tentang pelayanan pada saat ini dan pelayanan yang
direncanakan dikemudian hari oleh masing-masing Departemen dan pelayanan klinik.
[…]

3. Setiap kebijakan dan prosedur dari Departemen atau pelayanan klinik dipakai sebagai
pedoman melaksanakan pelayanan yang diberikan. […]

4. Kebijakan dan prosedur dari setiap Departemen atau pelayanan klinik ditetapkan dengan
memperhitungkan pengetahuan dan keterampilan dari staf yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pasien. […]

* Elemen Penilaian TKP.5.1.1.

1. Terdapat koordinasi dan integrasi pelayanan di setiap Departemen atau pelayanan klinik.
[…]
2. Terdapat koordinasi dan integrasi pelayanan dengan Departemen dan pelayanan klinik
lain. […]

* Standar TKP.5.2.

Pimpinan mengajukan rekomendasi ruangan, peralatan, staf dan sumber daya lain yang
dibutuhkan oleh Departemen atau pelayanan klinik

* Maksud TKP.5.2.
Setiap pimpinan Departemen atau pelayanan klinik menyampaikan kebutuhan sumber daya
manusia dan lainnya pada manajer senior. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa staf,
ruangan, peralatan dan sumber daya lain tersedia secara memadai untuk memenuhi kebutuhan
pasien setiap saat. Pada saat para pimpinan membuat rekomendasi tentang kebutuhan sumber
daya manusia, kebutuhan bisa berubah sehingga kebutuhan tidak bisa dipenuhi. Dalam hal ini,
pimpinan harus menggunakan proses untuk menanggulangi kekurangan sumber daya ini untuk
menjamin tersedianya pelayanan yang aman dan efektif untuk semua pasien.
* Elemen Penilaian TKP.5.2.

1. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan ruangan untuk memberikan pelayanan. […]


2. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan peralatan yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan. […]

3. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan jumlah dan kualifikasi staf yang dibutuhkan
untuk memberikan pelayanan. […]

4. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan sumber daya khusus yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan. […]

5. Pimpinan memiliki sebuah proses untuk menjawab kekurangan sumber daya. […]

* Standar TKP.5.3.

Pimpinan membuat rekomendasi tentang kriteria seleksi staf profesional di Departemen atau
pelayanan klinik dan memilih serta membuat rekomendasi untuk memilih orang-orang yang
memenuhi kriteria.

* Maksud dan Tujuan TKP.5.3.

Pimpinan memberikan pelayanan yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan rencana


pelayanan yang telah dibuat dan tersedianya tenaga profesional yang membutuhkan pendidikan,
ketrampilan, pengalaman dan pengetahuan. Pertimbangan ini menjadi kriteria dan kemudian
memilih staf yang dibutuhkan. Pimpinan mungkin juga harus berkeja sama dengan unit sumber
daya manusia (human resources department) dalam porses melakukan seleksi berdasarkan
rekomendasi pimpinan
* Elemen Penilaian TKP.5.3.

1. Pimpinan mengembangkan kriteria yang terkait dengan kebutuhan pendidikan, keterampilan,


pengetahuan dan pengalaman dari staf profesional di Departemen. […]
2. Pimpinan menggunakan kriteria tersebut pada waktu melakukan seleksi staf atau pada waktu
membuat rekomendasi memilih staf. […]

* Standar TKP.5.4

Pimpinan memberikan orientasi dan pendidikan bagi semua staf di Departemen atau di
pelayanan klinik sesuai dengan tanggung jawab mereka.

* Maksud dan Tujuan TKP.5.4.

Pimpinan menjamin bahwa semua staf di Departemen atau di pelayanan klinik memahami
tanggung jawab mereka dan menyelenggarakan orientasi dan pelatihan untuk pegawai baru.
Orientasi itu meliputi isi organisasi, misi Departemen atau pelayanan klinik, cakupan pelayanan
yang tersedia, kebijakan dan prosedur terkait dengan penyediaan pelayanan. Misalnya, semua
staf memahami tentang pencegahan infeksi dan prosedur pengawasan dalam lingkup organisasi
Departemen atau pelayanan klinik. Jika kebijakan atau prosedur baru yang telah direvisi
diterapkan, staf dilatih secara benar.

* Elemen Penilaian TKP.5.4.

1. Pimpinan menetapkan program orientasi bagi staf di Departemen.[…]


2. Semua staf di Departemen atau di pelayanan klinik telah selesai menjalani program
tersebut. […]
* Standar TKP.5.5.

Pimpinan melakukan evaluasi kinerja Departemen atau pelayanan klinik dan kinerja stafnya.

* Maksud dan Tujuan TKP.5.5.


Salah satu tanggung jawab terpenting dari sebuah Departemen atau pelayanan klinik adalah
untuk melaksanakan program peningkatan mutu organisasi dan keselamatan pasien di
Departemennya.

Pemilihan tentang dimensi (level) monitoring di departemen atau pelayanan klinik dipengaruhi
oleh :

 Hal yang menjadi prioritas untuk dilakukan monitoring


 Evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan melalui berbagai sumber termasuk survei
kepuasan dan keluhan pasien

 Kebutuhan memahami arti efisiensi dan efektivitas biaya (cost effectiveness)


dari pelayanan yang diberikan

 Pemantauan atas pelayanan yang diberikan oleh kontraktor.

Pimpinan menjamin bahwa kegiatan pengukuran memberikan kesempatan untuk melakukan


evaluasi terhadap staf selain evaluasi terhadap pelayanannya. Dengan demikain pengukuran
meliputi jangka dari waktu ke waktu dari semua pelayanan yang tersedia. Data dan informasi
pengukuran tidak hanya penting untuk upaya peningkatan mutu pelayanan tersebut, tetapi juga
penting untuk melaksanakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.

* Elemen Penilaian TKP.5.5.

1. Pimpinan melaksanakan pengukuran mutu (quality monitors) terkait pelayanan yang


disediakan dalam Departemen atau pelayanan klinik termasuk melaksanakan kriteria a)
sampai d) yang dinyatakan di maksud dan tujuan. […]
2. Pimpinan melaksanakan pemantauan mutu (quality monitors) terkait dengan kinerja staf
dalam menjalankan tanggung jawab mereka di Departemen atau di pelayanan klinik
mereka. […]
3. Pimpinan melaksanakan program pengendalian mutu apabila dibutuhkan. […]

4. Pimpinan Departemen atau pelayanan klinik diberikan data dan informasi yang
dibutuhkan untuk mengelola dan meningkatkan asuhan dan pelayanan. […]
5. Kegiatan pemantauan dan peningkatan mutu di Departemen atau di pelayanan klinik
dilaporkan secara berkala sesuai mekanisme pengawasan mutu dari rumah sakit. […]

# ETIKA ORGANISASI

* Standar TKP.6.

Rumah sakit menetapkan kerangka kerja mengelola etika untuk menjamin bahwa asuhan pasien
diberikan dalam norma profesi, keuangan dan hukum yang melindungi pasien dan hak mereka.

* Standar TKP.6.1.

Kerangka kerja untuk mengelola etika tersebut meliputi pemasaran, penerimaan pasien rawat
inap (admission), pemindahan pasien (transfer) dan pemulangan pasien serta pemberitahuan
(disclosure) atas kepemilikan dan konflik bisnis dan profesional yang mungkin tidak menjadi
kepentingan dari pasien.

* Standar TKP. 6.2.

Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dimaksudkan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan secara etis di dalam pelayanan klinik.

* Maksud dan Tujuan TKP. 6. Sampai TKP. 6.2.


Sebuah rumah sakit memiliki tanggung jawab etik dan hukum terhadap pasien dan
masyarakatnya.

Pimpinan rumah sakit memahami tanggung jawab ini karena mereka melaksanakannya untuk
melakukan bisnis dan asuhan klinis dari rumah sakit tersebut. Pimpinan membuat dokumen yang
memberi pedoman untuk menetapkan kerangka kerja melaksanakan tanggung jawab ini.
Organisasi rumah sakit berjalan dalan kerangka kerja ini untuk :

1. Memberitahukan kepemilikan dan setiap konflik kepentingan yang terjadi


2. Menggambarkan secara jujur pelayanan yang disediakan kepada para paisen
3. Menentapkan kebijakan yang jelas tentang penerimaan, transfer dan pemulangan pasien

4. Menagih dengan benar atas biaya pelayanan, dan

5. Menyelesaikan konflik apabila mekanisme insentif finansial dan pembayaran mungkin


dapat merugikan asuhan pasien

Kerangka kerja itu juga mendukung staf profesional dan pasien apabila dihadapkan pada dilema
etika dalam asuhan pasien, misalnya keputusan tentang donor dan transplantasi,
ketidaksepakatan antar profesi. Dukungan ini siap tersedia.

* Elemen Penilaian TKP. 6.

1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma etika dan hukum yang dapat melindungi
pasien dan hak mereka. […]
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk mengelola etika organisasi. […]

3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik nasional dan international. […]

* Elemen Penilaian TKP. 6.1.

1. Rumah sakit memberitahukan kepemilikan dari rumah sakit. […]


2. Rumah sakit menjelaskan secara jujur pelayanan yang disediakan kepada pasien. […]

3. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang penerimaan, transfer dan pemulangan pasien.
[…]

4. Rumah sakit memberitahukan dan menyelesaikan konflik apabila mekanisme insentif


finansial dan pembayaran merugikan asuhan pasien. […]

5. Rumah sakit terbuka dan mengevaluasi menyelesaikan masalah. […]

* Elemen Penilaian TKP. 6.2.

1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal
yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien. […]
2. Kerangka kerja untuk manajemen etika. […]
3. Dukungan ini siap tersedia. […]

4. Memberikan pelayanan prima kepada pasien menuntut kepemimpinan yang efektif.


Kepemimpinan ini dalam sebuah rumah sakit dapat berasal dari berbagai sumber,
termasuk pimpinan badan pengelola (governing board), pimpinan atau orang lain yang
menjabat posisi pimpinan, tanggung jawab dan kepercayaan. Setiap rumah sakit harus
mengidentifikasi orang-orang ini dan melibatkan mereka dalam memastikan bahwa
rumah sakit merupakan sumber daya yang efektif dan efisien bagi masyarakat dan
pasiennya.

5. Secara khusus para pemimpin harus mengidentifikasi misi rumah sakit dan menjamin
bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai misi tersedia. Bagi banyak rumah
sakit hal ini tidak berarti harus menambah sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber
daya yang ada secara lebih efisien, bahkan bila sumber daya ini langka. Selain itu, para
pemimpin harus bekerja sama dengan baik untuk mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan semua kegiatan rumah sakit, termasuk kegiatan yang dirancang untuk
meningkatkan asuhan pasien dan pelayanan klinis.

6. Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan pemahaman tentang berbagai tanggung


jawab dan kewenangan /otoritas dari orang-orang dalam organisasi dan bagaimana orang-
orang ini bekerja sama. Mereka yang mengendalikan, mengelola dan memimpin rumah
sakit mempunyai kewenangan dan tanggung jawab. Secara kolektif maupun perorangan
mereka bertanggung jawab untuk mematuhi peraturan perundang-undangan serta
memenuhi tanggung jawab rumah sakit terhadap populasi pasien yang dilayaninya.

7. Dari waktu ke waktu, kepemimpinan yang efektif membantu mengatasi hambatan yang
dirasakan dan masalah komunikasi antara unit kerja serta pelayanan di rumah sakit, dan
rumah sakit menjadi lebih efisien dan efektif. Pelayanan menjadi semakin terpadu
khususnya integrasi dari semua kegiatan manajemen mutu dan peningkatan di seluruh
rumah sakit sehingga membrikan hasil (outcome) yang lebih baik bagi pasien.
8. Elemen Penilaian TKP. 1
1. Struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) diuraikan tertulis dalam dokumen dan
mereka yang bertanggung jawab untuk memimpin dan mengelola di identifikasi
dengan jabatan atau nama.

2. Tata kelola, tanggung jawab dan akuntabilitasnya dimuat dalam dokumen ini.

3. Dokumen menjelaskan bagaimana kinerja yang memimpin dan para manajer


dievaluasi dengan kriteria tertentu.

4. Ada dokumentasi penilaian kinerja dari unit pimpinan setiap tahun.

9. Elemen Penilaian TKP 1.1.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui misi rumah sakit

2. Mereka yang bertanggung jawab mempimpin, menjamin adanya review berkala


terhadap misi rumah sakit

3. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyampaikan ke masyarakat


misi rumah sakit secara terbuka.

10. Elemen Penilaian TKP 1.2.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui strategik organisasi,


rencana manajemen, kebijakan dan prosedur operasional
2. Apabila kewenangan untuk menyetujui didelegasikan, maka hal ini harus
ditetapkan dalam kebijakan dan prosedur tentang tata kelola
3. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui rencana organisasi dan
program yang terkait dengan pendidikan profesi kesehatan, penelitian dan kemudian
menyediakan pengawasan sedemikian rupa terhadap mutu program tersebut

11. Elemen Penilaian TKP 1.3.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui anggaran belanja modal


dan operasional organisasi rumah sakit
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, mengalokasikan sumber daya
yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi rumah sakit

12. Elemen Penilaian TKP 1.4.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan manajer senior rumah sakit
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, melakukan evaluasi kinerja dari manajer
senior rumah sakit
3. Evaluasi dari manajer senior paling sedikit setiap tahun.

13. Elemen Penilaian TKP 1.5.

1. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui program peningkatan


mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
2. Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menerima secara teratur dan
menindaklanjuti laporan tentang program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
14. Elemen Penilaian TKP.2

1. Pendidikan dan pengalaman senior manajer sesuai dengan persyaratan di dalam


deskripsi posisi.
2. Manajer senior atau direktur mengelola operasional rumah sakit sehari-hari, termasuk
mereka yang bertanggung jawab yang digambarkan di dalam deskripsi posisi
3. Manajer senior atau direktur mengajukan rekomendasi tentang kebijakan-kebijakan
kepada governing body
4. Manajer senior atau direktur menjamin kepatuhan terhadap kebijakan yang telah
disetujuinya
5. Manajer senior atau Direktur harus patuh terhadap undang-undang dan peraturan yang
berlaku
6. Manajer senior atau Direktur bertindak terhadap laporan dari lembaga pengawasan dan
regulator

15.
16. Elemen Penilaian TKP.3

1. Para pimpinan ditetapkan dan dikenali secara formal atau informal


2. Para pimpinan secara kolektif bertanggung jawab untuk menentukan misi rumah sakit
3. Para pimpinan rumah sakit secara kolektif bertanggung jawab untuk menyusun dan
menetapkan berbagai kebijakan dan prosedur yang diperlukan untuk menjalankan misi
4. Para pimpinan rumah sakit bekerja sama untuk menjalankan misi dan
menjamin adanya kepatuhan menjalankan kebijakan dan prosedur.

17.

18. Elemen Penilaian TKP. 3.1.

1. Pimpinan rumah sakit membuat rencana bersama dengan tokoh masyarakat


2. Pimpinan rumah sakit bersama dengan pimpinan organisasi pelayanan kesehatan
lain merencanakan kebutuhan pelayanan
3. Pimpinan rumah sakit meminta masukan dari individu atau kelompok pemangku
kepentingan dalam masyarakat sebagai bagian dari rencana starategik dan operasional
organisasi rumah sakit
4. Rumah sakit berpartisipasi dalam pendidikan masyarakat tentang promosi kesehatan
dan pencegahan penyakit

19.

20. Elemen Penilaian TKP.3.2.

1. Perencanaan rumah sakit menjabarkan tentang asuhan dan pelayanan yang harus
disediakan
2. Asuhan dan pelayanan yang disediakan harus sejalan dengan misi rumah sakit
3. Pimpinan menentukan jenis asuhan dan pelayanan yang harus disediakan oleh
organisasi rumah sakit
4. Pimpinan menggunakan proses untuk melakukan kajian dan menyetujui, sebelum
digunakan dalam asuhan pasien, prosedur, teknologi, peralatan (sediaan) farmasi
yang masih dianggap dalam tahap uji coba.

21.
22. Elemen Penilaian TKP.3.2.1.

1. Rumah sakit melakukan identifikasi tentang rekomendasi dari berbagai organisasi


profesi dan dari sumber lain yang berwewenang dalam kaitannya dengan penggunaan
alat, peralatan dan obat yang dibutuhkan untuk pelayanan yang terencana
2. Pengidentifikasian alat, peralatan dan obat diperoleh.
3. Pengidentifikasian alat, peralatan dan obat yang direkomendasikan digunakan

23.

24. Elemen Penilaian TKP.3.3.

1. Ada proses untuk kepemimpinan dalam pertanggungawaban dari kontrak


2. Rumah sakit mempunyai gambaran tertulis dari jenis dan skope pelayanan
yang disediakan melalui perjanjian kontrak
3. Pelayanan disediakan dibawah kontrak dan perjanjian lainnya sesuai kebutuhan pasien.
4. Pimpinan klinis berpartisipasi dalam seleksi dari kontrak klinis dan bertanggungjawab
terhadap kontrak klinis.
5. Pimpinan manajemen berpartisipasi dalam seleksi dari manajemen kontrak dan
menyediakan tanggung jawab untuk kontrak manajemen
6. Bila kontrak di negosiasi kembali atau di akhiri rumah sakit menjaga kontinuitas
pelayanan pasien.

25.

26. Elemen Penilaian TKP.3.3.1.

1. Kontrak dan perjanjian lainnya di evaluasi terkait jenis kontrak, sebagai bagian dari
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
2. Klinisi terkait dan pimpinan manajerial berpartisipasi dalam program peningkatan
mutu rumah sakit di dalam analisa informasi mutu dan keselamatan berasal dari kontrak
di luar.
3. Bila kontrak tidak sesuai dengan mutu dan keselamatan pasien maka dilakukan
tindakan.

27.
28. Elemen Penilaian 3.3.2.

1. Pimpinan rumah sakit menetapkan pelayanan yang yang akan disediakan oleh dokter
praktik independen diluar rumah sakit
2. Seluruh pelayanan diagnosis, konsultasi dan treatmen disediakan oleh dokter praktik
independen diluar rumah sakit termasuk telemedicine, teleradiology dan interpretasi dari
diagnosis lain, juga EKG, EEG, EMG dan perlu privileged oleh rumah sakit untuk
menyediakan pelayanan tersebut.
3. Dokter praktik independen yang menyediakan pelayanan pasien diperbolehkan rumah
sakit tetapi mereka harus bukan pegawai atau anggota staf klinis rumah sakit yang sudah
di kredensial dan diberikan hak klinis.
4. Mutu pelayanan oleh tenga dokter diluar rumah sakit, di monitor sebagai bagian dari
komponen program peningkatan mutu.

29.

30. Elemen Penilaian TKP.3.4.

1. Pimpinan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya sudah terlatih atau sudah
mengenal konsep dan metode peningkatan mutu
2. Pimpinan asuhan medis, keperawatan dan pimpinan lainnya berpartisipasi dalam
proses yang terkait dengan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3. Evaluasi kinerja tenaga profesional dimonitor sebagai bagian dari monitoring klinik

31.

32. Elemen Penilaian TKP.3.5.

1. Tersedia proses terencana untuk melakukan rekruitmen staf


2. Tersedia proses yang terencana untuk program retensi staf
3. Tersedia proses terencana untuk pengembangan diri dan pendidikan berkelanjutan bagi
staf
4. Perencanaan dilakukan dengan cara bekerja sama dan melibatkan semua departemen
dan pelayanan klinik dalam organisasi rumah sakit

33.
34. Elemen Penilaian TKP.4.

1. Ada struktur organisasi yang efektif yang digunakan oleh pimpinan medis,
keperawatan dan pimpinan lainnya untuk melaksanakan tanggung jawab dan kewenangan
mereka
2. Struktur sesuai dengan besaran dan kompleksitas rumah sakit
3. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung adanya komunikasi antar profesi
4. Struktur organisasi dan tata laksannaya mendukung perencanaan klinik
dan pengembangan kebijakan
5. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas berbagai isu
etika profesi
6. Struktur organisasi dan tata laksananya mendukung pengawasan atas mutu
pelayanan klinik

35.

Elemen Penilaian TKP.5.

1. Pimpinan setiap Departemen atau pelayanan klinik dipimpin oleh seorang yang pernah
menjalani pelatihan dan pendidikan yang sesuai dan mempunyai pengalaman.
2. Apabila terdapat lebih dari satu orang yang ditetapkan sebagai pimpinan, tanggung
jawab masing-masing ditetapkan secara tertulis.

36.

37. Elemen Penilaian TKP.5.1.

1. Pimpinan Departemen atau pelayanan klinik memilih dan menggunakan format dan isi
seragam untuk membuat dokumen perencanaan
2. Dokumen perencanaan menjelaskan tentang pelayanan pada saat ini dan pelayanan
yang direncanakan dikemudian hari oleh masing-masing Departemen dan pelayanan
klinik
3. Setiap kebijakan dan prosedur dari Departemen atau pelayanan klinik dipakai sebagai
pedoman melaksanakan pelayanan yang diberikan
4. Kebijakan dan prosedur dari setiap Departemen atau pelayanan klinik ditetapkan
dengan memperhitungkan pengetahuan dan keterampilan dari staf yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pasien.

38.

39. Elemen Penilaian TKP.5.1.1.

1. Terdapat koordinasi dan integrasi pelayanan di setiap Departemen atau pelayanan


klinik
2. Terdapat koordinasi dan integrasi pelayanan dengan Departemen dan pelayanan klinik
lain.

40.

41. Elemen Penilaian TKP.5.2.

1. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan ruangan untuk memberikan pelayanan


2. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan peralatan yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan
3. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan jumlah dan kualifikasi staf yang
dibutuhkan untuk memberikan pelayanan
4. Pimpinan membuat rekomendasi kebutuhan sumber daya khusus yang dibutuhkan
untuk memberikan pelayanan
5. Pimpinan memiliki sebuah proses untuk menjawab kekurangan sumber daya.
43. Elemen Penilaian TKP.5.3.

1. Pimpinan mengembangkan kriteria yang terkait dengan kebutuhan pendidikan,


keterampilan, pengetahuan dan pengalaman dari staf profesional di Departemen
2. Pimpinan menggunakan kriteria tersebut pada waktu melakukan seleksi staf atau pada
waktu membuat rekomendasi memilih staf
4
45. Elemen Penilaian TKP.5.4.

1. Pimpinan menetapkan program orientasi bagi staf di Departemen


2. Semua staf di Departemen atau di pelayanan klinik telah selesai menjalani program
tersebut

46.

47. Elemen Penilaian TKP.5.5.

1. Pimpinan melaksanakan pengukuran mutu (quality monitors) terkait pelayanan yang


disediakan dalam Departemen atau pelayanan klinik termasuk melaksanakan kriteria a)
sampai d) yang dinyatakan di maksud dan tujuan.
2. Pimpinan melaksanakan pemantauan mutu (quality monitors) terkait dengan kinerja
staf dalam menjalankan tanggung jawab mereka di Departemen atau di pelayanan klinik
mereka
3. Pimpinan melaksanakan program pengendalian mutu apabila dibutuhkan
4. Pimpinan Departemen atau pelayanan klinik diberikan data dan informasi yang
dibutuhkan untuk mengelola dan meningkatkan asuhan dan pelayanan
5. Kegiatan pemantauan dan peningkatan mutu di Departemen atau di pelayanan klinik
dilaporkan secara berkala sesuai mekanisme pengawasan mutu dari rumah sakit.

48.

49. Elemen Penilaian TKP. 6

1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma etika dan hukum yang dapat
melindungi pasien dan hak mereka
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk mengelola etika organisasi
3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik nasional dan international

50.

51. Elemen Penilaian TKP. 6.1

1. Rumah sakit memberitahukan kepemilikan dari rumah sakit


2. Rumah sakit menjelaskan secara jujur pelayanan yang disediakan pasien
3. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang penerimaan, transfer dan pemulangan
pasien
4. Rumah sakit memberitahukan dan menyelesaikan konflik apabila mekanisme insentif
finansial dan pembayaran merugikan asuhan pasien
5. Rumah sakit terbuka dan mengevaluasi menyelesaikan masalah

53. Elemen Penilaian TKP. 6.2

1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika dapat menjadi pendukung pada hal- hal
yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien
2. Kerangka kerja untuk manajemen etika
3. Dukungan ini siap tersedia

54. Semoga artikel Standar Akreditasi Rumah Sakit pokja TKP berguna.

URAIAN TUGAS
Ditetapkan
DIREKTUR Tanggal Terbit
SOP Direktur,

Presiden Direktur
1. Bertanggung jawab kepada : Presiden Direktur PT Sanbe Prakarsa
Husada atau Pejabat yang ditunjuk oleh Presiden Direktur untuk hal ini.
2. Yang bertanggungjawab langsung kepadanya :
a. Chief Medical & Nursing Officer
b. Chief Operating Officer
c. Chief Finance Officer
d. IT Senior Manager
A. Posisi dalam Struktur e. Manager Marketing
Organisasi f. Manager Mutu, Resiko dan Keselamatan (Quality, Risk & Safety
Manager)
g. Manager Internal Audit
3. Yang bertanggungjawab tidak langsung kepadanya :
a. Medical Senior Manager
b. Nursing Senior Manager
c. Human Resources & General Affairs Senior Manager
d. Finance & Accounting Senior Manager

1. Memenuhi dan menjalankan semua Visi, Misi dan Tujuan Santosa


Hospital Bandung Central.
2. Menyusun dan merencanakan budget dan target tahunan.
B. Tugas Pokok 3. Memimpin dan membina seluruh jajaran yang dipimpinnya.
4. Mengarahkan semua aktifitas yang dilaksanakan oleh seluruh jajaran
yang dipimpin untuk mencapai dan memenuhi Visi dan Misi Rumah
Sakit.

1. Merancang dan memperbaharui (meng-update) pedoman operasional


(SPO) dalam rangka pelaksanaan pelayanan kesehatan di Santosa
Hospital Bandung Central dan mengendalikan pelaksanaannya.
2. Melaksanakan kebijakan-kebijakan dan tugas-tugas dari Presiden
Direktur tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Santosa
Hospital Bandung Central.
3. Memberikan pengarahan / koordinasi pada para Chief dan para Senior
Manajer di dalam pelaksanaan tugasnya agar sesuai dengan
kebijakan / pedoman yang berlaku.
4. Mengawasi dan membina kegiatan fungsional serta membina
kerjasama antar fungsi di Santosa Hospital Bandung Central.
5. Menyusun dan mengusulkan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan
kepada Presiden Direktur PT Sanbe Prakarsa Husada atau wakilnya
sesuai dengan prosedur serta memimpin dan mengendalikan
pelaksanaannya.
6. Bersama Chief Medical & Nursing Officer dan Senior Manajer
Keperawatan mengatur dan menetapkan penugasan perawat di seluruh
unit pelayanan di Santosa Hospital Bandung Central.
7. Bersama Chief Medical & Nursing Officer dan Senior Manajer Medik
serta berkoordinasi dan menerima masukan dari Panitia Credential
(Komite Medik) tentang kompetensi dokter untuk mencari dan
C. Uraian Tugas Dan menempatkan dokter-dokter tetap, mitra dan paruh waktu yang bermutu
Wewenang di lingkungan Santosa Hospital Bandung Central sesuai dengan
prosedur, serta mengendalikan pelaksanaan kegiatannya.
8. Menyampaikan laporan hasil evaluasi dan analisa pelaksanaan
kegiatan dan keuangan Santosa Hospital Bandung Central kepada
Presiden Direktur PT Sanbe Prakarsa Husada, sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
9. Melakukan penilaian atas pelaksanaan seluruh sistem-sistem
fungsional dari pelayanan kesehatan di Santosa Hospital Bandung
Central.
10. Menyampaikan laporan kegiatan kepada Dinas Kesehatan Kotamadya
Bandung dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
11. Mengikuti perkembangan yang terjadi dalam hal teknologi kesehatan /
kedokteran, peraturan / ketentuan di bidang kesehatan dan perumah
sakitan dari pemerintah dan organisasi kesehatan swasta dan
perkembangan lainnya yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan ditingkat nasional, regional maupun global.
12. Memastikan bahwa semua proses dan standar yang menyangkut
keselamatan pasien, keamanan dan perawatan berjalan dengan baik
setiap waktu.
13. Membina hubungan dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam
rangka peningkatan peran Santosa Hospital Bandung Central dalam
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
1. Dokter dengan pendidikan tambahan formal (S-2) bidang Manajemen
Rumah Sakit.
2. Mempunyai pengalaman minimal 5 tahun dalam bidang Manajemen
D. Kriteria Jabatan Rumah Sakit.
3. Menyetujui dan sanggup bekerja sesuai dengan Visi dan Misi Santosa
Hospital Bandung Central.
4. Mempunyai karakter dan integritas yang baik.
5. Bersedia tidak melayani pasien didalam jam kerja.

E. Hubungan Kerja/
Koordinasi
- Internal Jajaran Manajemen Santosa Hospital Bandung Central.

- Eksternal Dengan Universitas Padjajaran / Rumah Sakit Hasan Sadikin, Mitra kerja
luar negeri, khususnya yang sudah ada MOU.

Riwayat Perubahan

No / Tanggal Revisi Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan


Posisi dalam Struktur Organisasi : Posisi dalam Struktur Organisasi :
2. Yang Bertanggungjawab langsung 2. Yang Bertanggungjawab langsung
kepadanya : kepadanya :
a. Chief Medical Officer a. Chief Medical & Nursing
b. Chief Operating Officer Officer
c. Chief Finance Officer b. Chief Operating Officer
d. Chief Quality Assurance & Staf c. Chief Finance Officer
Development d. IT Senior Manager
e. IT Manager e. Marketing Manager
f. Marketing Manager f. Manager Mutu, Resiko dan
Keselamatan (Quality, Risk &
Safety Manager)
g. Manager Internal Audit

3. Yang Bertanggungjawab tidak 3. Yang Bertanggungjawab tidak


langsung kepadanya : langsung kepadanya :
a. Medical Senior Manager a. Medical Senior Manager
b. Nursing Senior Manager b. Nursing Senior Manager
c. General Affairs Senior Manager c. Human Resources & General
d. Finance Senior Manager Affairs Senior Manager
d. Finance & Accounting Senior
Manager
03 / 14 Mei 2013
Tugas Pokok : Tugas Pokok :
Terpenuhinya Visi, Misi dan Tujuan 1. Memenuhi dan menjalankan
Santosa Bandung International Hospital semua Visi, Misi dan Tujuan
Santosa Hospital Bandung Central.
2. Menyusun dan merencanakan
budget dan target tahunan.
3. Memimpin dan membina seluruh
jajaran yang dipimpinnya.
4. Mengarahkan semua aktifitas yang
dilaksanakan oleh seluruh jajaran
yang dipimpin untuk mencapai dan
memenuhi Visi dan Misi Rumah
Sakit.

Uraian Tugas dan Wewenang : Uraian Tugas dan Wewenang :


8. Menyampaikan laporan 8. Menyampaikan laporan hasil
pertanggungjawaban pelaksanaan evaluasi dan analisa pelaksanaan
kegiatan dan keuangan Santosa kegiatan dan keuangan Santosa
Hospital Bandung Central kepada Hospital Bandung Central kepada
Presiden Direktur PT Sanbe Presiden Direktur PT Sanbe
Prakarsa Husada, sesuai dengan Prakarsa Husada, sesuai dengan
prosedur yang berlaku. prosedur yang berlaku.
Persetujuan
Senior
No / Tanggal Revisi Supervisor Manajer Chief MRK
Manajer

03 / 14 Mei 2013

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)


MANAJEMEN RUMAH SAKIT

No. Dokumen No. Revisi Halama


n

Pengertian Suatu pengaturan atau manajerial suatu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat , dimana rumah sakit memiliki peran yang
strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Tujuan 1. Mampu memahami manajemen rumah sakit sesuai tipe rumah sakit.
2. Mampu memahami kebijakan jajaran manajerial di rumah sakit dalam
penyelenggaraan pelayanan rumah sakit
3. Memberikan bekal kemampuan berpikir dan bertindak secara terintegrasi dalam
bidang kesehatan gigi masyarakat bagi mahasiswa profesi Pendidikan Profesi
Dokter
4. Mengidentifikasi perbedaan manajemen Rumah Sakit dengan Puskesmas

Kebijakan Tim assessment terdiri dari pembimbing lapangan dan instruktur IKGMP

Ruang 1. Profil Rumah Sakit


Lingkup a. Visi dan Misi
b. Motto dan icon
2. Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit (KepMenKes No.
134/Menkes/SK/IV/78)
a. Kedudukan Rumah sakit
1) Sistem Kesehatan Nasional
2) Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
3) Sistem Pemerintah Daerah
4) Sistem Pemerintah propinsi
b. Organisasi Rumah Sakit
1) Pengertian Rumah Sakit
2) Struktur organisasi (sesuai dengan SK MenKes No. 543/VI/1994)
3) Kelas pelayanan Rumah Sakit
4) Tugas dan fungsi Rumah Sakit (sesuai dengan SK MenKes)
5) Kewajiban Rumah Sakit (good corporate & clinical governance) → sesuai
dengan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
6) Standar pelayanan Rumah Sakit (input, proses, outcome)
7) Tingkat pelayanan Rumah Sakit
a) Pelayanan Medik Dasar (primary, secondary and tertiary prevention)
b) Pelayanan Medik Spesialistik
8) Kebijakan pelayanan kesehatan Rumah Sakit (IGD, Rekam Medis, OK, K3,
dll)
c. Tata Kerja Rumah Sakit (sistem
rujukan)
1) Dengan Rumah Sakit strata lebih tinggi
2) Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan
3) Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Sosial (BPJS)
4) Dengan Asuransi Kesehatan (Umum)
d. Alur kerja manajerial di Rumah Sakit
e. Administrasi Rumah Sakit
1) Status Badan Hukum
2) Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital by laws)
a) HBL (Kepmenkes RI No. 772/MenKes/SK/VI/2002)
b) MSBL (KepMenKes RI No. 613/MenKes/SK/IV/2005)
3) Komite Medik
4) Komite Etik & Hukum
5) Satuan Pemeriksaan Internal
6) Surat Ijin Praktik Dokter
7) Perjanjian Kerjasama Rumah Sakit & Dokter
8) Akreditasi Rumah Sakit
Akreditasi Rumah Sakit “Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit”

3. Sistem Manajemen di rumah sakit


a. Manajemen di Bagian Umum
1) Struktur organisasi
2) Fungsi unit/bagian
3) Produk pelayanan
4) Program Kerja
b. Manajemen di bagian pemasaran dan humas
1) Struktur organisasi
2) Fungsi unit/bagian
3) Produk pelayanan
4) Program kerja
c. Manajemen logistik
1) Struktur organisasi
2) Fungsi unit/bagian
3) Produk pelayanan
4) Program kerja
d. Manajemen lingkungan
1) Struktur organisasi
2) Fungsi unit/bagian
3) Produk pelayanan
4) Program kerja
e. Manajemen sumber daya manusia (HRD) → sub bag kepegawaian
1) Struktur organisasi
2) Fungsi unit/bagian
3) Sistem rekrutment
4) Produk pelayanan
5) Program kerja
f. Manajemen Sistem Informasi Manajemen RS (SIMRS)
1) Pengertian SIMRS
2) Alur dalam SIMRS
g. Monitoring dan Evaluasi manajemen RS
1) Sistem Monev
2) Manajemen mutu pelayanan Rumah Sakit
3) Akreditasi Rumah Sakit (pengertian, tujuan dan macam)
4) Akreditasi Rumah Sakit “MDG’s = Millenium Development Goal’s”
4. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
(ada lebih dari 20 instalasi, yang diwajibkan adalah IGD, IRJ, Radiologi)

a. SPM Umum
1) Definisi SPM
2) Prinsip penyusunan dan penetapan SPM
3) Landasan hukum SPM
4) Tujuan SPM
5) Manfaat SPM
b. SPM Rumah Sakit
1) Jenis-jenis pelayanan RS
2) SPM masing-masing instalasi / pelayanan, indikator dan standar
3) Peran daerah Tk. I (propinsi) dan Tk. II (Kabupaten/Kota)
c. SPM IGD, IRJ dan Radiologi (pengamatan)
d. Akreditasi rumah Sakit “HPK = Hak Pasien dan Keluarga”
5. Instalasi Rawat Jalan (Pelayanan di Poli Gigi Rumah Sakit)
a. Organisasi dan tata laksana di poli gigi Rumah Sakit
b. Alur pelayanan di poli gigi Rumah Sakit
c. Sumberdaya Manusia di poli gigi Rumah Sakit
d. Jenis pelayanan di poli gigi Rumah Sakit
e. Sarana dan Prasarana serta Peralatan di Poli Gigi Rumah Sakit
f. Kontrol infeksi di poli gigi Rumah Sakit
g. Input, proses, output, outcome di Poli Gigi Rumah Sakit
Akreditasi Rumah Sakit “PPK = Pendidikan Pasien dan Keluarga”
BAB IV
KUALIFIKASI DAN STANDAR KETENAGA KERJAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Operator Bedah
Operator bedah adalah Dokter Spesialis bedah, Spesialis lainnya, dan PPDS.
a. Dokter Spesialis Bedah dan PPDS, Spesialis lainnya
1) Dokter spesialis bedah, yaitu dokter yang telah menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi melakukan tindakan
bedah(Bedah Orthopedi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik, Bedah Urologi,
Bedah Digestif, Bedah Onkologi, Kebidanan, THT, Mata, Bedah Mulut,
Bedah Thorak Kardiovaskuler)
2) Dokter spesialis Paru Pulmonologi Intervensi, yaitu dokter yang telah
menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi
melakukan tindakan Diagnostik dan pulmonologi Intervensi Spesialis
Pulmonologi.
3) Dokter Spesialis Penyakit Dalam (KGEH), yaitu dokter yang telah
menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi
melakukan tindakan Diagnostik dan intervensi endoskopi gastro intestinal
di kamar operasi.
4) Dokter spesialis anak, yaitu dokter yang telah menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi melakukan tindakan
pelayanan pada Bayi Baru Lahir.
Dokter Spesialis bedah dan spesialis lainnya lulus dari pusat pendidikan yang
diakui dan telah mendapatkan SIP (Surat Ijin Praktek) dan SKK (Surat
Kewenangan Klinis) dari Komite Medik. Dokter bedah bertanggung jawab
atas pemberian pelayanan Pembedahan.
b. Dokter PPDS
Dokter PPDS/Residen, yaitu seorang dokter yang sedang menempuh program
pendidikan dokter spesialis tertentu. Dokter PPDS dapat menjadi operator
bedah sesuai dengan kompetensi pada tingkatan pendidikan spesialisnya
dengan mendapat supervisi atau dalam pengawasan dan bimbingan dari
dokter spesialis bedah atau spesialis lainnya (DPJP).

2. Asisten Bedah
Asisten bedah yang dimaksud dalam pedoman ini adalah seorang dokter,
mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (Residen) / mahasiswa
kedokteran yang mengikuti pendidikan.
3. Perawat Kamar bedah
Perawat Kamar Bedah adalah Perawat yang telah menyelesaikan pendidikan
maupun pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pelayanan pembedahan, baik
di luar atau di dalam rumah sakit. Perawat Kamar Bedah terdiri dari :
1) Perawat Instrument (Scrub Nurse)
a) Definisi
Perawat Instrumen (Scrub Nurse) adalah seorang tenaga perawat profesional
yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan paket alat
pembedahan,selama tindakan pembedahan berlangsung
b) Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar,dan Basic Life support (BLS)
dengan pengalaman kerja dikamar bedah minimal 6 bulan.
(2) D3 Keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan Basic Life
Support (BLS) dengan pengalaman kerja di kamar bedah minimal 1 tahun.
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 10 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar,Basic Life Support (BLS)
(4) Semua perawat yang memberikan pelayanan/asuhan keperawatan dikamar
bedah harus mempunyai SIP dan SIK
c) Fungsi dan Peran
Pre Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta
dokumentasi keperawatan pasien selama pre operasi
(2) Menyiapkan lingkungan kamar bedah dalam keadaan siap pakai meliputi
ruangan pembedahan dan perlengkapan dasar kamar bedah (basic
equipment)
(3) Menyiapkan instrument steril sesuai dengan jenis pembedahan
(4) Menyiapkan linen dan sarung tangan steril sesuai dengan kebutuhan
pembedahan
(5) Menyiapkan berbagai Perlengkapan persediaan bahan habis pakai antara
lain: kasa, benang, pisau operasi, jarum suntik dan desinfektan
(6) Menyiapkan perlengkapan penunjang operasi dengan tepat dan benar
Intra Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta
dokumentasi perawatan pasien selama intra operasi
(2) Melakukan cuci tangan bedah dengan baik dan benar
(3) Menggunakan jas operasi dan sarung tangan steril sesuai dengan jenis
pembedahan, baik di meja mayo maupun di meja tray
(4) Bersama-sama dengan perawat sirkuler menghitung berbagai
perlengkapan :Kasa, instrument,jarum,depper dan lain- lain
(5) Mengatur posisi pasien
(6) Melaksanakan prinsip tehnik antiseptik
(7) Melakukan prosedur drapping
(8) Mengendalikan instrument dan alat-alat secara baik dan benar sesuai
kebutuhan
(9) Melakukan penghitungan jumlah instrument dan bahan habis pakai (kassa,
depper,tampon,dll ) yang digunakan sebelum penutupan luka
Post Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, serta
dokumentasi keperawatan pasien selama paska operasi
(2) Memeriksa dan menghitung kembali semua intrument yang digunakan
sebelum pasien di pindahkan ke ruang pemulihan
(3) Melakukan fiksasi drain yang digunakan
(4) Mengganti alat tenun dan memindahkan pasien
d) Kompetensi
(1) Mampu menyiapkan pasien untuk tindakan operasi (Kelengkapan data dan
kondisi pasien pre operasi )
(2) Mampu melakukan standar Precaution (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi )
(3) Mampu menyiapkan lingkungan kamar bedah
(4) Mampu menyiapkan instrument bedah,linen dan persediaan alat kesehatan
(5) Mampu mengendalikan kestabilan emosi
(6) Mampu melaksanakan prosedur patient safety
2) Perawat Sirkuler
a) Definisi
Perawat Sirkuler adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi wewenang
dan ditugaskan untuk membantu persiapan kebutuhan operasi dan memonitoring
pasien serta perlengkapan kebutuhan operasi.
b) Kualifikasi
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan sertifikat kamar bedah
lanjut/khusus dan BLS dengan pengalaman klinis dikamar operasi minimal 3
tahun
(2) D3 Keperawatan pengalaman klinis dikamar bedah minimal 5 tahun
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 15 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar dan BLS (Basic life Support )
(4) Memiliki kepemimpinan dalam tim
(5) Semua perawat yang memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan di kamar
bedah dan harus mempunyai SIP dan SIK (disamakan untuk ketiga standar)
(6) Mampu melakukan supervisi,memberikan saran dan bimbingan
c) Fungsi dan Peran
Pre operasi :
(1) Menerima pasien yang akan dilakukan pembedahan di ruang persiapan
(2) Memeriksa kesiapan fisik dan emosional
(3) Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan khusus dari perawat
ruangan
(4) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang prosedur persiapan
pembedahan
Intra Operasi :
(1) Memantau dan mengkoordinir semua aktivitas selama tindakan pembedahan
(2) Mengontrol suasana fisik dan emosi tim di kamar bedah
(3) Mengendalikan keamanan dan kenyamanan kamar bedah
(4) Sebagai advokator pasien
(5) Mengaplikasi asuhan keperawatan
(6) Memfasilitasi komunokasi dengan tim bedah
(7) Mengidentifikasi kemungkinan lingkungan yang berbahaya
Post Operasi :
(1) Memastikan kembali kelengkapan semua instrument yang digunakan sebelum
pasien dipindahkan keruang pemulihan
(2) Mengganti alat tenun dan memindahkan pasien
(3) Memastikan fungsi drain yang digunakan berjalan dengan baik
(4) Mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan selama proses
pembedahan
(5) Melakukan monitoring ABC, haemodinamik, kesadaran dan lain-lain
d) Kompetensi
(1) Mampu sebagai scrub nurse
(2) Mampu menyiapkan pasien memasuki area semi ketat/ruang induksi
(3) Mampu bekerja sama dengan tim bedah
(4) Mampu memantau kesadaran pasien dan haemodinamik dan keseimbangan
cairan
(5) Mampu menyiapkan dan mengantisipasi kekurangan peralatan serta bahan
habis pakai dalam waktu cepat
(6) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi
(7) Mampu melakukan supervisi dan pembelajaran klinik
(8) Mampu memfasilitasi komunikasi antara team bedah dan pasien.
(9) Memiliki kemampuan kepemimpinan.
(10) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan
3). Perawat Asisten 2
a). Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar, Sertifikat kamar bedah
lanjut/Khusus BLS (Basic Life Support ) dan pengalaman 5 tahun menjadi
perawat scrub nurse di kamar bedah
(2) D3 keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar, sertifikat kamar bedah
lanjut/Khusus BLS ( Basic life support ) dan pengalaman menjadi perawat
scrub nurse dikamar bedah minimal 5 tahun
(3) Dalam masa transisi sampai tahun 2015 untuk yang berpendidikan SPK
dengan pengalaman menjadi scrub nurse minimal 15 tahun memiliki sertifikat
bedah dasar,dan BLS (Basic Life Support )serta memiliki kamar bedah
lanjut/khusus
b) Fungsi dan Peran :
(1) Menjadi Asisten 2 operator untuk kelancaran tindakan operasi.
(2) Mampu bekerja sama dan berkomunikasi dengan tim bedah
(3) Menjadi asisten 1 apabila asisten 1 (dokter ) tidak ada.
c) Kompetensi :
(1) Mampu sebagai perawat sirkuler.
(2) Mampu sebagai asisten operator dalam melakukan tindakan operasi.
(3) Memiliki kemampuan tehnuk aseptik antiseptik.
(4) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi.
(5) Memahami anatomi dasar tubuh,fisiologi, penyembuhan luka yang
berhubungan dengan prosedur pembedahan
4). Perawat Kepala Ruangan
a) Kualifikasi
(1) Diutamakan Ners dengan pengalaman kerja 5 tahun dikamar bedah.
(2) D3 Keperawatan dengan pengalaman kerja 10 tahun dikamar bedah.
(3) Memiliki sertifikat kamar Bedah dasar,Sertifikat kamar Bedah Dasar,sertifikat
manajemen kamar Bedah ,BLS (Basic Life Support )
(4) Memiliki sertifikat manajemen kamar bedah
b) Fungsi Peran
(1) Mengelola kamar Bedah
(2) Sebagai advocator pasien dan staf
(3) Sebagai peneliti untuk pengembangan kamar bedah
(4) Sebagai pembimbing kepada staff dan mahasiswa keperawatan
(5) Sebagai komunikator dalam tim bedah
c) Kompetensi
(1) Mampu mengelola perawatan kamar operasi
(2) Mampu mengkoordinasi antara pasien,tim bedah dan tim anestesi
(3) Mampu menyusun rencana kebutuhan tenaga (SDM) dan sarana prasarana
kamar bedah
(4) Mampu menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO)
(5) Mampu melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian/evaluasi
(6) Memiliki kemampuan kepemimpinan
(7) Mampu melakukan supervisi,memberikan saran dan bimbingan
4. Tenaga Lain
1) Pekarya Kesehatan
a) Definisi :
Seseorang yang diberi tugas dan tanggung jawab terhadap kebersihan dan
kesiapan alat penunjang seperti linen dan instrumen dan pengawasan di bawah
kepala ruangan IBS dan Waka-Umum
b) Kualifikasi :
Lulusan SLTA/Sederajat,sehat jasmani Rohani,berdedikasi tinggi, mampu
bekerja sama dengan tim, mampu berkoordinasi
c) Fungsi dan Peran :
(1) Membersihkan seluruh ruangan di IBS pagi ,siang dan sewaktu-waktu
(2) Mengantar dan mengambil linen ke Loundry dan mengambil peralatan
steril ke CSSD
(3) Mengambil barang ke logistik
(4) Mengantar surat-surat ke Instalasi lain
(5) Melaksanakan kebersihan kamar operasi baik sewaktu, harian, mingguan.
(6) Membantu mengantar dan mendorong pasien di pre dan post op
(7) Menyiapkan dan mengambil makanan/minuman ke gizi
(8) Membantu dan memerinci pasien DCS di bawah pengawasan Waka-Umum
(9) Bisa mengikuti rapat dengan Ka Instalasi Bedah Sentral
2) Tata Usaha
1) Definisi :
Tata Usaha adalah Seseorang yg diberi tugas dan tanggung jawab untuk
kegiatan administrasi di Instalasi bedah Sentral di bawah pengawasan PJ
administrasi.
2) Kualifikasi :
(1) D3 administrasi, yang bisa mengoperasionalkan komputer, Berdedikasi
tinggi, sehat jasmani rohani, dapat bekerja sama secara tim.
(2) SLTA sederajat yang bisa mengoperasionalkan komputer dan dapat bekerja
secara tim, sehat jasmani rohani dan berdedikasi tinggi
3) Fungsi dan Peran :
(1) Melaksanakan kegiatan administrasi surat menyurat, arsip dan expedisi
(2) Membuat jadwal operasi setiap hari dan bekerja sama dengan PJ pelayanan
dan mendistribusikan sesuai ketentuan
(3) Membuat laporan kegiatan IBS harian, bulanan dan Tahunan, inventaris
dan rencana kerja
(4) Mengkoordinir dan melaksanakan Rekam Medis
(5) Melaksanakan administrasi inventarisasi IBS yang meliputi permintaan,
pengadaan dan penghapusan dibawah pengawasan Waka Umum
(6) Melaksanakan administrasi kepegawaian IBS meliputi absensi, pengajuan
kenaikan pangkat, cuti dan mutasi di bawah pengawasan Waka Umum
(7) Mengatur dan menjamin kelancaran fungsi sarana komunikasi di IBS
(8) Menciptakan kebersihan dan keamanan terjaminnya sterilitas di instalasi
bedah sentral dan lingkungannya.
B. Distribusi Ketenagaan
1. Tenaga Dokter.
a. Distribusi Tenaga Dokter
1) Masing-masing SMF memberikan Jadwal anggota SMF setiap bulan
2) Setiap dokter memiliki hari operasi sesuai jadwal yang ditentukan oleh SMF masing-
masing
3) Apabila ada dokter yang meminta hari tidak sesuai dengan hari operasinya maka
harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan kamar operasi agar bisa
dilakukan konfirmasi tentang penjadwalan
b. Dokter bedah dan Spesialis Lainnya
Dokter operator berjumlah 49 orang spesialis dari berbagai macam disiplin ilmu
kedokteran yang ikut terjun dalam pelayanan bedah. Adapun rincian dokter
operatornya adalah sebagai berikut :
1) Tindakan Operasi Bedah Orthopedi : 2 orang
2) Tindakan Operasi Bedah Syaraf : 2 Orang
3) Tindakan Operasi Bedah Plastik : 1 Orang
4) Tindakan Operasi Bedah Urologi : 2 orang
5) Tindakan Operasi Bedah Digestif : 3 orang
6) Tindakan Operasi Bedah Onkologi : 2 orang
7) Tindakan Operasi Kebidanan : 13 orang
8) Tindakan Operasi THT : 6 orang
9) Tindakan Operasi  Mata : 6 orang
10) Tindakan Operasi Gigi dan Mulut : 2 orang
11) Tindakan Operasi Bedah Thorak Kardiovaskuler : 4 orang
12) Tindakan Diagnostik Spesialis Pulmonologi Intervensi : 4 orang
13) Tindakan Diagnostik Spesialis Penyakit Dalam KGEH : 1 orang.
14) Pelayanan Dokter Spesialis Anak pada Bayi Baru Lahir : 3 orang
2. Tenaga Perawat dan Administrasi
a. Distribusi Tenaga Perawat
Pendistribusian ketenagaan diatur oleh kepala ruangan di bawah tanggung jawab
koordinator Pelayanan.
b. Perawat Kamar Bedah
Jumlah tenaga perawat Kamar bedah yang dibutuhkan berdasarkan rumus
Kemenkes RI adalah 56 orang sudah termasuk yang berada dalam manajemen
keperawatan kamar bedah.
c. Tenaga Pekarya
Tenaga Pekarya berjumlah 4 orang dengan distribusi pekerjaan di Linen,
pembersihan kamar operasi, instrumen dan pengantaran surat-surat.
d. Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi kamar operasi berjumlah 1 orang. Bertugas dalam seluruh
keadministrasian di kamar bedah.
Selama 3 bulan perawat-perawat baru mengikuti rotasi, yaitu :
1) Satu bulan pertama diberi pemahaman dan pengenalan tentang cuci tangan,
pemakaian topi,masker, dan baju khusus kamar operasi, diberi pelajaran
tentang infeksi dikamar operasi, pengenalan linen operasi
2) bulan kedua pengenalan tentang instrumen dan alat tambahan yang akan di
gunakan untuk operasi-operasi khusus
3) bulan ketiga pengenalan tentang kamar operasi, pada pegawai yang telah
memenuhi kualifikasi dengan double scrub mengikuti bedah umum terus
berputar ke bedah khusus dengan pendampingan perawat yang telah
memenuhi standar kualifikasi, kemudian dilakukan pelatihan bedah dasar
dalam satu perhimpunan HIPKABI, ketika akan di terjunkan ke bedah khusus
perawat harus mengikuti pelatihan bedah lanjutan sesuai dengan peminatan
misalnya peminatan orthopedi, urologi, bedah thorak dan Vaskuler, THT,
Mata, Kebidanan, Bedah syaraf, onkologi, dan lain-lain.
Dalam hal pendistribusian pada dasarnya tidak boleh menghambat
pelayanan, karena pada dasarnya seluruh staf telah memasuki pembelajaran/
perputaran bedah dasar sehingga apabila tenaga yang telah didistribusikan
berhalangan, perawat yang lain bisa menanggulangi.
Pelayananan kamar bedah melayani 24 jam perhari dan 7 hari dalam seminggu dengan pendistribusian terdiri dari :

Perawat Bedah
No Hari Jumlah Tenaga
Manajerial Katim Perawat Pelaksana
Dinas Pagi Senin s/d
1 35 5 8 22
Jumat
Dinas Pagi
2 Perpanjangan Senin 5 1 1 3
s/d Minggu

Dinas Malam Senin


3 4 0 1 3
s/d Minggu

libur Dinas pagi/PP


4 35 5 8 22
Sabtu-Minggu

5 libur Dinas malam 4 0 1 3


C. Pengaturan Jaga.
Adapun jumlah jam kerja yaitu :
1. Dinas pagi di mulai pukul 07.30 WIB – 14.30 WIB
2. Dinas sore di mulai pukul 14.30 WIB – 20.30 WIB
3. Dinas Malam di mulai pukul 20.30 WIB – 07.30 WIB

Sehubungan dengan ketenagaan yang ada belum mencukupi, agar pelayanan kamar
bedah tetap optimal dan berjalan dengan lancar, maka diberlakukan sistem
Perpanjangan Dinas Pagi dari jam 14.30 WIB – 20.30 WIB oleh 5 orang perawat
dinas pagi (bergantian tiap harinya). Jumlahnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan. Adapun untuk pendistribusian tenaga maka dibuat jadwal dinas dengan pola
3 shift.
1. Dinas pagi di mulai pukul 07.30 WIB – 15.30 WIB
2. Dinas Perpanjangan Pagi di mulai pukul 07.30 WIB – 20.30 WIB
3. Dinas Malam di mulai pukul 20.30 WIB – 07.30 WIB
BAB V
KUALIFIKASI DAN STANDAR FASILITAS

Menurut peraturan menteri kesehatan No.1204/MENKES/SK/X2004, Persyaratan


Desain,Material dan Standar Kondisi Ruang Operasi adalah sebagai berikut:

a. Syarat umum Kondisi Kamar Operasi memiliki:

1. Indeks angka kuman : 10 CFU/m³


2. Indek pencahayaan: 300 – 500 lux
3. Standar suhu: 19 – 24 ºC
4. Kelembaban: 45 – 60 %
5. Tekanan udara: Positif
6. Indeks kebisingan 45 dBA
7. Waktu pemaparan 8 jam. Untuk pemantauan kualitas udara ruang harus
dilakukan uji kualitas udara (kuman, debu, dan gas).

Cara pengukuran tekanan udara ini sangat mudah, sekalipun tidak punya alat
pengukur khusus, dapat dilakukan dengan cara konvensional, letakan pita ringan
didepan pintu ruang operasi (pintu dalam keadaan dibuka sedikit; secukupnya),
jika pita tersebut tidak bergerak menjauh dari pintu tersebut maka dipastikan
tidak ada tekanan udara dari dalam ruang operasi. Dan selama Air Conditioner
yang dipakai di dalam ruang tersebut tidak menggunakan system supplay dan
return air (ada udara yang diambil dari luar dan disaring kemudain masuk
kedalam system pendingin untuk didistribusikan di dalam ruangan tersebut, serta
adanya pembuangan sebagian udara ke luar ruang operasi melelui system
pendingin udara) maka selama itu pula klasifikasi tekanan udara positif tidak
pernah akan tercapai.

b. Syarat Sirkulasi Udara dan Produk Air Conditioner (AC)


AC yang siap pasang di pasaran adalah AC type split duct (system kerjanya
seperti AC Sentral) tetapi daya listrik yang dibutuhkan relative kecil dan dapat di
design untuk masing-masing ruangan operasi. Filter yang dipakai adalah jenis
hepa filter yang besaran filternya bervariasi dari 0,5 mikron sampai dengan 0,3
mikron. Design kasar atas keperluan kapasitas AC model ini untuk standar ruang
operasi dengan luas 6 x 6 meter tinggi plafon 3 meter dengan kelengkapan
peralatan medis didalamnya cukup digunakan AC Split duck dengan kapasitas
lebih kurang 6 PK. Biayanya relative murah bila dikaitkan dengan fungsi
pemenuhan standard dan kualitas layanan.

c. Syarat Komponen penutup lantai.


Material sebaiknya menggunakan vinyl ketebalan 2.5 mm – 3 mm, warna
sesuai selera, sebaiknya warna polos (tidak bercorak). Gunakan spesifikasi
terbaik untuk fungsi jangka panjang.
 Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan
tahan terhadap api.
 Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia
dan anti bakteri.
 Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.
4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan
bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu
tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan
harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras
untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-
vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan
bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan
pembersihan lantai (Hospital plint). Tinggi plint, maksimum 15 cm.
d. Komponen dinding.
Material dinding sebaiknya menggunkan gypsum dengan ketebalan 15mm
atau double layer dengan ketebalan masing-masing 10mm (lebih
direkomendasikan menggunakan gypsum water resistant), dengan
konstruksi yang kuat, jarak antara main support (vertical) tidak lebih dari
400mm (40cm), dan horizontal framenya tidak lebih dari 600mm (60 cm),
bila ruangan operasi lebih dari satu dan bersebelahan, pasang isolasi
antara kedua dinding dapat menggunakan Styrofoam, atau lembaran spon
lembut. (hindari penggunaaan isolasi yang berasal dari bahan yang
mengandung partikel micron. Finishing pengecatan cukup bagus dengan
bahan epoxy painting.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak
berjamur dan anti bakteri.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung
pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk
melancarkan arus aliran udara.
5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya
sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

6) Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin


(merupakan bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel
system maka sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti
bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless),
mudah dibersihkan dan dipelihara.
7) Alternatif lain bahan dinding yaitu dinding sandwich galvanis, 2 (dua)
sisinya dicat dengan cat anti bakteri dan tahan terhadap bahan kimia,
dengan sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri
sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless).
8) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas
atau membentuk serpihan.

e. Komponen langit-langit.
Material Langit-langit dan plafon cukup menggunakan gypsum dengan
ketebalan 12 mm jenis water resistant, rangka galvalum dengan aplikasi
300mm x 300 mm, dengan original accessories, memungkinkan untuk
maintenance dengan beban minimal 60 kg.
Finishing pengecetan epoxy sudah cukup memadai sesuai standar yang
dikehendaki.
Tidak dibenarkan ada opening untuk maintenance di dalam ruang operasi,
jenis lampu penerangan dan lampu operasi harus dipilih yang berkualitas
bagus agar pemasangannya tidak mengalami kendala pada permasalahan
lubang-lubang kecil disekitar konstruksi lampu.

Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap


air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak
berjamur serta anti bakteri.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori)
sehingga tidak menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit-langit juga bisa
dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam
gantungan seperti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.
5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat
beragam. Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh sistem
geser, kerena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikro-organisme
setiap kali digerakkan.
f.Pintu Ruang operasi.
6) Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang
induksi dan ruang operasi.
a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat
dibuka tutup secara otomatis.
b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan
ditutup dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan
atau menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak
pintu rusak, pintu dapat dibuka secara manual.
c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan
maupun diantara pembedahan-pembedahan.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :
double glass fixed windows).
e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat
anti bakteri & jamur dengan warna terang.
f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke
arah dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic door
closer) harus dibersihkan setiap selesai pembedahan.
2) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub-up.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam
ruang operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan
maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu
dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer). Disarankan
menggunakan door seal and interlock system.
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system)
dan dicat jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass
: double glass fixed windows).
3) Pintu/jendela yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoel
Hoek (disposal). (catatan ; jika menggunakan selasar kotor maka
disposal material / barang bekas pakai langsung dibawa keruang CSSD
atau untuk peralatan bisa dibawa keruang sterilisasi di area operasi dan
linen ke CSSD)
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dilengkapi dengan door seal
and interlock system dan mengayun keluar dari ruang operasi.
b) Pintu/jendela tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama
pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu
pintu dilengkapi dengan engsel yang dapat menutup sendiri (auto
hinge) atau alat penutup pintu (door closer).
c) Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel
system) dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan
warna terang dan dicat jenis duco dengan warna terang.
d) Pintu/jendela dilengkapi dengan kaca jendela pengintai
(observation glass : double glass fixed windows).
4) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang penyiapan
peralatan/ instrumen (jika ada).
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam
ruang operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan
maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu
dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer).
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan
cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation
glass :double glass fixed windows).

g. Syarat Kelengkapan lain:


1. Gas Sentral minimal: Oksigen, N2O dan Medical compressed air. Bila
tingkat kompleksitas ruangan operasinya tinggi (Micro Surgery) disarankan outlet
oksigen lebih dari satu dan harus menggunakan system pendant termasuk
kebutuhan outlet listriknya.

2. Penempatan Medical Equipment:


Sesuaikan dengan peruntukan ruang operasi, equipment basic yang harus ada,
Meja Operasi (Electric/manual), Anastesi mesin, pasien monitor (sebaiknya 7
parameter; dengan menu IBP), Instrumen trolley, medicine trolley, Waste basket,
kick basket, foot stool, (laparoscopy recommended), Instrument, dll

3. Kelengkapan Lay Out Ruangan Penunjang Lain:


Dilengkapi dengan preparation room, scrub up. recovery room, access ke ICU,
access terpisah untuk instrument steril dan non steril, pintu sebaiknya
automatic/manual sliding, ada koridor semi steril dan non steril, ada ruang ganti
perawat dan dokter yang dipisahkan antara pria dan wanita, ada ruang dokter
dan perawat yang memadai, ada ruang linen bersih, ada ruang penyimpanan
obat.

Metode Sterilisasi Kamar Operasi

Ruang operasi harus selalu berada dalam kondisi yang telah diatur dalam Permenkes RI
Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004. Kondisi tersebut termasuk udara bebas H2S dan amoniak
serta konsentrasi kuman maksimum 10 CFU/m3. Dengan begitu, sterilisasi ruang operasi
tidak dapat dilakukan sembarangan. Berikut prosedur lengkap sterilisasi ruang operasi di
rumah sakit. Jika mengacu pada Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004, sterilisasi
ruang operasi wajib dilakukan setelah ruangan tersebut telah digunakan dalam suatu
tindakan bedah. Namun agar ruang operasi tetap berfungsi seperti seharusnya, sterilisasi
sebaiknya dilakukan pada waktu-waktu berikut:

 Sterilisasi RutinUntuk sterilisasi rutin ini, ruang operasi harus disterilkan sesudah
dan sebelum tindakan bedah dilakukan di ruangan tersebut. Prosedur sterilisasi
rutin meliputi:
1. Memisahkan peralatan yang dapat berubah kondisi fisiknya karena
sterilisasi dari ruang operasi (misalnya alat berbahan linen).
2. Membersihkan peralatan dari bahan organik (darah dan jaringan tubuh)
dan sisa bahan linen, baru kemudian dilakukan prosedur di
3. Mengganti tempat sampah yang menampung limbah plastik.
4. Menyimpan peralatan yang telah dibersihkan dalam ruangan khusus.
 Sterilisasi MingguanProsedur sterilisasi mingguan dilakukan setiap satu minggu
sekali. Tata laksananya serupa dengan sterilisasi rutin, namun lebih mendetail.
1. Seluruh peralatan bedah dikeluarkan (sebelumnya diberi label terlebih
dahulu).
2. Peralatan dicuci dengan cairan disinfektan khusus, baru kemudian
disterilkan.
3. Bagian dinding ruang operasi dicuci dengan air yang mengalir.
4. Lantai dibersihkan dengan detergen (atau cairan disinfektan khusus),
setelah itu dikeringkan.
 Sterilisasi SewaktuUntuk prosedur sterilisasi sewaktu, hanya dilakukan dalam
kondisi khusus (misalnya saat terjadi kasus infeksi). Prosedurnya lebih
menyeluruh dan detail, misalnya peralatan yang telah disterilkan benar-benar
harus dipisahkan (atau bahkan tidak digunakan kembali).

Prosedur Sterilisasi

Prosedur sterilisasi wajib dilakukan terhadap beberapa hal yang disebutkan berikut:

 Seluruh peralatan medis yang dimasukkan ke dlaam jaringan tubuh, sistem


vaskuler atau saluran darah.
 Seluruh peralatan yang menyentuh selaput lendir.
 Seluruh peralatan operasi yang bersinggungan langsung dengan jaringan tubuh,
darah atau sekresi.

Sedangkan peralatan yang dapat berubah kondisi fisiknya setelah melalui prosedur
sterilisasi tidak boleh dipergunakan kembali. Ini karena perubahan kondisi fisik alat
mengindikasikan adanya sifat toxin yang dapat mengganggu keamanan serta efektivitas
alat.

Persiapan Sterilisasi Ruang Operasi

Untuk persiapan sterilisasi ruang operasi harus memerhatikan kondisi benda atau alat.
Berikut rinciannya:

 Untuk bahan dan alat sekali pakai: penataan – pengemasan – pelabelan –


sterilisasi
 Untuk instrumen bedah baru: penataan (gunakan sarana pengikat jika dibutuhkan)
– pelabelan – sterilisasi
 Untuk instrumen bedah dan bahan lama: desinfeksi – dekontaminasi (pencucian) –
pengeringan – penataan – pelabelan – sterilisasi
Sterilisasi ruangan operasi sendiri bisa dilakukan dengan berbagai metode. Namun Anda
perlu mengikuti prosedur yang telah ditetapkan untuk menjaga keamanan serta fungsi
ruang operasi. BaskumaÔ Pro Ultimate Dry Mist bisa menjadi pertimbangan Anda. Dengan
gas hidrogen peroksida yang mudah terurai, dry mist Baskuma Pro Ultimate Fogger tidak
akan meninggalkan zat sisa yang berbahaya pada ruangan operasi.

Metode Perancangan
Untuk memenuhi rancangan bangunan yang mengutamakan bangunan rumah Sakit
yang tidak menampakkan identitas bangunannya, maka perlu menganalisis Metode
Perancangan yang tepat.

No Konsep Perancangan Kelebihan Kekurangan


.
1 Arsitektur Modern  Elemen garis  Kesederhanaan
(sumber :dekoruma.com) yang simetris sampai ke inti
dan bersih desain (para
 Prinsip Less is penganut konsep
More arsitektur modern
(merupakan sendiri memiliki
arsitektur prinsip bahwa
modern yang kesederhanaan
mengacu pada merupakan bentuk
pendekatan terbesar dari sebuah
minimalis pada seni yang bias
bangunan. menyampaikan tidak
Tidak ada hanya cerita, tetapi
penggunaan juga kepribadian
ornament atau dari bangunan
(sumber :dekoruma.com) elemen tersebut).
bangunan
lainnya yang
berlebihan.
Dimana hal ini
sangat
dibutuhkan
untuk
bangunan
sejenis Rumah
Sakit untuk
memperhatikan
standar yang
ada).
 Kejujuran
dalam
penggunaan
material
(sumber :dekoruma.com)  Hubungan
dengan
lingkungan
sekitar
2 Arsitektur Futuristik  Citra futuristic  Futuristic adalah
yang lambing perubahan,
mengesankan dinamis dan
bahwa menembus ruang
bangunan tidak nampak.
berorientasi ke ( Dalam ilmu
masa depan arsitektur,teminologi
 Bangunan itu arsitektur futuristic
dapat masih rancu atau
mengikuti dan belum dapat
menampung digolongkan ke
tuntutan dalam criteria
(Sumber:rumahwaskita.com,2014) kegiatan yang arsitektur modern,
senantiasa late modern maupun
berkembang post modern. Late
 Adanya modern iotu sendiri
kemungkinan adalah mengambil
penambahan ide dan bentuk dari
ataupun modern movement,
perubahan pada yang ditampilkan
bangunan tanpa secara ekstrim,
mengganggu berlebihan dan tidak
bangunan yang natural. Imajinasi
ada dengan tentang teknologi
jalan bangunan
perencanaan menggambarkan
yang matang. usaha untuk
 Bangunan mencapai
tersebut kesenangan dan
(Sumber:rumahwaskita.com,2014) senantiasa keindahan semata)
dapat melayani
perubahan
perwadahan
kegiatan, disini
perlu
dipikirkan
kelengkapan
yang
menunjang
proses
berlangsungny
a kegiatan
Berdasarkan data diatas maka untuk Metode Perancangan bangunan Best Look Aesthetic
Surgery Center By Ekle’s Clinic Group diambil konsep bangunan Futuristic dengan
penggabungan Arsitetur Hijau dimana Konsep Futuristik dapat menyembunyikan identitas
bangunan dan dapat menampung tuntutan kegiatan tanpa terpengaruh bentuk bangunan, untuk
Arsitektur Hijau dapat memanfaatkan kondisi alam sekitar dengan keserasian bangunan, dimana
rencana penempatan bangunan akan lebih mengutamakan lokasi yang terisolasi dan menampilkan
pemandangan alam.

Studi Literatur
Sebagai studi komparasi bangunan untuk bahan pertimbangan untuk diaplikasikan ke
Rumah Sakit Bedah Estetika.

2.5.1 Fasilitas
Pembanding Hasil Pengamatan
Rumah Sakit Bedah Bina Estetika Grand Plastic Surgery

Lokasi Jalan Teuku Cik Ditiro No.41, RT.10/RW.5, 514-16, Sinsa-dong, Gangnam-gu, Seoul, Korea
Menteng, RT.10/RW.5, Menteng, Jakarta
Pusat, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 10310

Fasilitas 25 kamar rawat


information center

4 kamar untuk kelas VVIP


2 kamar opeasi utama dengan anastesi umum

5 kamar VIP 2 ruang operasi minor


8 kamar kelas 1 5 exam room
8 kamar kelas 2 15 tempat tidur pemulihan

14 ruang rawat inap


1 ruangan pemulihan private

2 kamar endoskopi
tampak
bangunan
Sirkulasi

No Pembanding Jurong General Hospital Singapore Suzhou Children Hospital


1 Site Plan

2 Sirkulasi
Penghawaan
Alami \

3 Tampak
Ruang operasi Minor.

 Denah (Layout).
Ruang operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan lokal,
regional atau total dilakukan pada ruangan steril.

Ruang Induksi dan ruang penyiapan alat untuk bedah minor dapat dilakukan di ruang
operasi dan bak cuci tangan (scrub-up) ditempatkan berdekatan dengan bagian luar
ruangan ruang operasi ini.

Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor, ± 36 m 2,


dengan ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3 m.

Ruang operasi Umum (General Surgery Room).

(a) Denah (Layout)


Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang sterile untuk melakukan
tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.

Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan spesialistik
termasuk untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi, bedah plastik dan setiap
tindakan yang tidak membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42
m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7m x 6m x 3m.

Ruang Operasi Besar (Mayor).


a. Denah (layout).
Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan
bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.

Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang


membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk
diantaranya untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.

Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m 2, dengan ukuran panjang x


lebar x tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.
Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi

Zona di atas
meja Operasi

5 4
Kamar Bedah 3
Kompleks Kamar Bedah
2
Area penerima pasien

1
Area di luar instalasi bedah

(sumber: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2012)


Keterangan :

1 = Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)

2 = Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)

3 = Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)

4 = Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter,
Tekanan Positif)

5 = Area Nuklei Steril (Meja Operasi)

(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)


Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan pendaftaran), ruang
tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3 > 3.520.000 partikel dengan
diameter 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)


Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas,
ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian
dokter dan perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.

Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan
(preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang
pemulihan (recovery), ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan
perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan
emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks ruang operasi.

Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).

(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter,
Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini mempunyai
jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 μm
(ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(5) Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana
bedah dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
3.520 partikel dengan dia. 0,5 μm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).

Alasan mempunyai sistem zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah
untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-
organisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.
Konsep zona dapat menimbulkan perbedaan solusi sistem air conditioning pada
setiap zona, Ini berarti bahwa staf dan pengunjung datang dari koridor kotor
mengikuti ketentuan pakaian dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona.

Aliran bahan-bahan yang masuk dan keluar Ruang Operasi Rumah Sakit juga
harus memenuhi ketentuan yang spesifik.

Aspek esensial/penting dari zoning ini dan layuot/denah bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap
pengunjung dan aliran bahan steril dan kotor.

Dengan sistem zoning ini menunjukkan diterapkannya minimal risiko infeksi pada
paska bedah.Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh :

(1) Phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti :


(a) mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien
mempunyai kelainan dari apa yang akan dibedah.
(b) staf ruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.
(c) kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan.
(2) Persyaratan teknis bangunan, seperti :
(a) Denah (layout) sarana Ruang Operasi Rumah Sakit. Jalur yang salah dari
aliran barang “bersih” dan “kotor” dan lalu lintas orang dapat dengan
mudah terjadi infeksi silang.
(b) Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi silang yang
disebabkan oleh alur sirkulasi barang “bersih” dan “kotor” dan alur
sirkulasi orang, maka harus dilengkapi dengan standar-standar prosedur
operasional.
(c) Area-area dimana pelapis struktural dan peralatan yang terkontaminasi.
(d) Aliran udara. Udara dapat langsung (melalui partikel debu pathogenic)
dan tidak langsung (melalui kontaminasi pakaian, sarung tangan dan
instrumen) dapat menyebabkan kontaminasi. Oleh karena itu, sistem
pengkondisian udara mempunyai peranan yang sangat penting untuk
mencegah kondisi potensial dari kotaminasi yang terakhir.

2.3.5 Aksesibilitas dan Hubungan Antar Ruang


Aksesibiltas.
Umumnya, sarana Ruang Operasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
aksesibilitas tempat tidur. Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain-
lain, dan area lalu lintas yang bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk
tempat tidur.

Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas.

Tabel ini menunjukkan kesimpulan persyaratan dasar yang berhubungan dengan


aksesibilitas dari sarana Ruang Operasi Rumah Sakit, dimana sejauh ini
mempunyai konsekuensi terhadap lebar ruang/area atau lorong ke ruangan/area.

Tabel 2.1 Persyaratan dasar aksesibilitas

Keterangan area Persyaratan minimum

Area bebas lalu lintas (antara rel pegangan tangan) 2,30 m

Sama diatas, apabila tempat tidur harus mampu berputar. 2,40 m

Lebar bebas dari lorong ke akses area tempat tidur (ruang

1,10 m
operasi, area persiapan, dan lain-lain)

(sumber: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2012)

Hubungan antar ruang.

Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan
(sarana) instalasi bedah.
(1) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu lintas
dalam lokasi rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian Ruang
Operasi Rumah Sakit tidak diperbolehkan.
(2) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat
oleh sarana“air-lock” di lokasi rumah sakit.
(3) Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada
bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.
(4) Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur
yang dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati
area “infeksius”.

A. Denah Ruang
Kamar Bedah di bagi beberapa area terdiri dari :
1. Area Bebas (Unrestricted Area)
a. Ruang tunggu pasien
b. Ruang tata usaha
c. Ruang Kepala kamar bedah
d. Ruang rapat
e. Ruang ganti baju
f. Ruang istirahat
g. Gudang
h. Kamar mandi dan WC
i. Dapur
2. Area Semi Ketat (Semi Resterected Area)
a. Ruang persiapan / Premedikasi
b. Ruang koridor
c. Ruang pemulihan (RR)
d. Ruang penyimpanan alat steril
e. Ruang penyimpanan alat On steril
f. Ruang pencucian alat bekas pakai
g. Ruang sterilisasi
h. Ruang depo farmasi
i. Ruang pembuangan limbah operasi
3. Area Ketat / Terbatas ( Restrected Area )
a. Ruang cuci tangan
b. Ruang induksi
c. Ruang tindakan pembedahan
A. Standar Fasilitas
1. Ruang Persiapan ( ruang pre-operasi )
Ruangan pre-operasi menampung 10 tempat tidur yang dilengkapi 1 manometer
O2 dan 1 suction sentral.
2. Ruang Pulih
Ruangan post-operasi menampung 15 tempat tidur yang dilengkapi 9 manometer
O2, 9 suction sentral, 2 monitor pasien.
3. Ruang Cuci Tangan
Ruang cuci tangan mempunyai 4 keran air dengan tuas panjang, dilengkapi
dengan 2 dispenser sabun antiseptik
4. Kamar operasi I s.d X
Keadaan Fasilitas Kamar Operasi OK I s/d OK X
a. Mesin Anesthesi 1 unit
b. Monitor Anesthesi 1 unit
c. Trolly obat Anesthesi 1 unit
d. Mesin Diatermi 1 unit
e. Suction Pump 1 unit
f. Lampu Operasi 1 unit
g. Lampu operasi cadangan 1 unit
h. Lampu Rongent 1 unit
i. Standar Infus 2 unit
j. Meja Operasi 1 unit
k. Meja Mayo 2 unit
l. Trolley Instrumen Operasi 3 unit

5. Instrument Bedah
a. Set Laparatomi Bedah 2
b. Set Laparatomi Kebidanan 2
c. Set Bedah Toraks 2
d. Set Bedah Vaskuler 2
e. Set Bedah Urologi 2
f. Set Bedah Mata 2
g. Set Bedah Syaraf 3
h. Set Bedah Tonsil 2
i. Set Appendictomi (Basic dewasa) 15
j. Set Bedah Orthopedi 6
k. Set Bedah Plastik 2
l. Bedah Gigi dan Mulut 2

B. Alur di Kamar Operasi


1. Alur Pasien
Alur pasien dibedakan sesuai dengan ketentuan standar dimana pasien masuk
berbeda dengan pasien keluar dan pintu masuk yaitu pintu utama sama dengan
alur petugas, tapi setelah melewati pintu utama, pintu masuk pasien dan
petugas berbeda.
- Penerimaan Pasien
PINTU UTAMA
- Verifikasi dokumen

medik

PINTU KHUSUS PASIEN

Ganti Baju
RUANG GANTI

- Serah terima pasien


- Cuci Tangan
- Verifikasi pasien
Prosedural RUANG TRANSIT /
INDUKSI - Persiapan Pasien
- TTV
- Memindahkan pasien
- Pasang Infus
dari brancard ke meja op
- Serah terima RUANG BEDAH / OK
- Atur posisi pasien
- Monitoring
- Pembiusan
pasien
- Cuci tangan pembedahan
- serah terima RUANG PULIH
- Memakai baju op
dengan
- Memakai sarung tangan
RUANG ICU RUMAH

RAWAT

2. Alur petugas

PINTU UTAMA

PINTU KHUSUS PEGAWAI Lepas


Sepatu/sandal
- Cuci tangan

RUANG GANTI - Ganti baju

- Menggunakan

RUANG TRANSIT / - Menyiapkan pasien


INDUKSI
- Menyiapkan alkes

- TTV

- Menyiapkan operasi
RUANG BEDAH / OK
- Menyiapkan alat

- Menyiapkan obat +

Alkes

- Ganti Baju RUANG GANTI - Mendokumentasikan

- Pulang
PINTU UTAMA

3. Alur Instrumen steril

RUANG CSSD Sterilisasi

RUANG DEPO ALAT STERIL Penyimpanan


Sesuai

PINTU DEPAN OK

- Penghitungan
sebelum, selagi dan
RUANG BEDAH / OK
sesudah op
- Dekontaminasi

- Pencucian Instrumen
RUANG PENCUCIAN
(cleaning)

- Pengeringan (drying)

- Pengesetan (setting)

4. Alur Instrumen bersih


RUANG PENCUCIAN

RUANG PACKING

RUANG CSSD

5. Alur Instrumen kotor

RUANG BEDAH / OK

PINTU BELAKANG OK

RUANG PENCUCIAN

PINTU PACKING

6. Alur linen steril

RUANG CSSD
RUANG DEPO ALAT STERIL

PINTU DEPAN OK

RUANG BEDAH / OK

7. Alur linen bersih

RUANG PENCUCIAN / LAUNDRY

RUANG PACKING IBS

RUANG CSSD

8. Alur linen kotor

RUANG BEDAH/OK
PINTU BELAKANG OK

RUANG SPOELHOCK

PINTU BELAKANG SPOELHOCK

RUANG PENCUCIAN

9. Alur Baju petugas bersih

RUANG PENCUCIAN / LAUNDRY

RUANG PACKING IBS

KORIDOR SAMPING

RUANG GANTI

10. Alur Baju petugas kotor

RUANG GANTI
KORIDOR SAMPING

RUANG PENCUCIAN /
LAUNDRY

11. Alur Sampah

RUANG BEDAH/OK

PINTU BELAKANG OK

RUANG SPOELHOCK

PINTU BELAKANG SPOELHOCK

RUANG INSENERATOR

12. Alur Obat dan Alkes

- Stok Opnam
PETUGAS DEPO FARMASI
- Pembuatan

PETUGAS IBS Mengoreksi


permintaan
kebutuhan obat +
INSTALASI FARMASI - Memberikan Permintaan

- Menandatangani

PINTU KHUSUS ALAT / PASIEN

- Pengecekan

DEPO FARMASI - Penyimpanan

- Pendistribusian ke
PENGECEKAN 7
BENAR

RUANG BEDAH / OK 1. Benar Pasien

2. Benar Obat

3. Benar Dosis

4. Benar Cara

5. Benar Waktu

6. Benar Edukasi

13. Alur barang ke logistic

PJ LOGISTIK - Inventarisasi kebutuhan

- Pembuatan

Ka IBS / WAKA
TANDA TANGAN

LOGISTIK
IBS

- Pengecekan kebutuhan

- Memberikan
kebutuhan

- Pengecekan ulang

C. Resusitasi dan Gawat Darurat


Obat dan alat kegawat daruratan :
OBAT ALAT
1. Adrenalin 1. Defribilator / DC Shock
2. Natrium Bicarbonat 2. Air Viva Set / Ambu bag
3. Glukosa 40 % 3. EKG
4. Calcium Glukonas 4. Intubasi Set
5. Atropin Sulfas 5. Air way ( guedel,
6. Xylocard nasopharyngeal air way )
7. Ephedrine 6. E T T / LM
8. Aminophilin 7. Suction pump
9. Oradexon 8. Jarum besar untuk cricotiroid
10. Phenergan puncture
11. Cordaron
12. Dopamine
13. Lanoxin
14. Avil

BAB VI
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TATA LAKSANA PELAYANAN

Tata laksana Pelayanan Instalasi Bedah Sentral , meliputi :


A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan di operasi di kamar bedah agar dapat dilaksanakan
sesuai jadwal yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan dapat dilihat di SPO IBS.
B. Penerimaan Dan Penyerahan Pasien
Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar petugas, baik
rawat inap, IGD, poliklinik maupun ODC. Agar tidak terjadi kesalahan pasien dan
kesalahan diagnose / tindakan, maka perawat pre operasi memeriksa kelengkapan
pasien :
1. Nama pasien ( bila pasien di bawah umur bisa ditanyakan kepada keluarga pasien
).
2. Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai
3. Riwayat penyakit ( ashma, alergi obat, dan riwayat penggunaan obat steroid
dalam tiga bulan terakhir).
4. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya, petugas anesthesi membantu untuk
melepaskannya
5. Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke keluarga pasien.
6. Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna ( cutek dan lipstick ) bila
masih ada, petugas anesthesi membantu membersihkannya.
7. Dokumen pasien : ( Informed consend, hasil pemeriksaan Laboratorium, hasil
pemeriksaan Radiologi, hasil pemeriksaan fisik terakhir ).
C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan
pemberian informasi yang sejelas – jelasnya mencakup manfaat dan resiko
pembedahan. Beberapa hal yang perlu perbaikan sebagai berikut :
a. informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standart dikuatkan
risalah informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian karena faktor beban
pelayanan yang cukup banyak.
b. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau operasi
oleh tim khusus disamping risalah tertulis harus ada pertemuan khusus antara tim
dengan pasien dan keluarganya sebelum operasi dilaksanakan.

D. Kerjasama antar Disiplin


a. Pre Operasi
a. Persiapan Operasi, Pasien diperiksa di IRJ, IGD, atau Griya Puspa oleh SMF
dan konsultasi ke SMF yang diperlukan. Setelah memenuhi standar pelayanan
anestesi, pasien dikonsulkan ke SMF Anestesi
b. Evaluasi Pra bedah, Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah
untuk menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi SMF
lain untuk membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan
pada pasien, mengenai kondisi pasien, rencana tindakan, alternatif
tindakan,tingkat keberhasilan, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan
rencana pengelolaan pasca bedah harus didokumentasi lengkap dan disertakan
dalam rekam medis pasien dan ditandatangani oleh dokter bedah yang
bersangkutan.
c. Pendaftaran operasi, Poliklinik/IRIN mendaftar ke IBS dan IBS menentukan
jadwal operasi serta mempersiapkan instrumen, alat-alat, obat dan alkes yang
diperlukan. Unsur yang terkait disini adalah bagian instrumen, linen, depo
farmasi, anestesi, teknisi, kebersihan, CSSD. Jadwal rencana operasi
didistribusikan ke Perawat Kontrol, IRIN terkait, Instalasi Anestesi-Reanimasi,
SMF terkait (dokter operator ybs.), SMF Patologi Anatomi
b. Durante Operasi
a. Premedikasi dilakukan oleh SMF Anestesi .
b. Bila timbul penyulit selama operasi dokter operator minta konsul kepada
dokter dari SMF yang diminta melalui perawat sirkuler (onloop) dan
diteruskan kepada PJ Pelayanan.
c. PJ Pelayanan menghubungi dokter konsulen yang bertugas di IBS saat itu dan
dokter ybs menjawab konsultasi tersebut. Bila Dokter yang ada di IBS tidak
dapat menangani konsul tersebut, konsul diteruskan ke Ka SMFnya. Ka SMF
bertanggung jawab untuk menjawab konsul.
d. Bila harus dilakukan operasi bersama maka tanggungjawab utama terhadap
pasien tetap berada pada operator pertama.
e. Prosedur umum durante operasi
1) Melakukan Aseptik dan antiseptik pada area operasi.
2) Tutup area non steril dengan linen operasi steril.

3) Membantu pelaksanaan operasi, sebagai scrub nurse dan Sirkuler


4) Menutup luka operasi
c. Post Operasi
a. Pasien diantar ke ruang pulih oleh penata anestesi dan perawat sirkuler dan
diobservasi di Ruang pulih dibawah tanggung jawab SMF Anestesi
b. Memonitoring keadaan pasien yang telah dilakukan tindakan operasi dengan
mengukur tanda – tanda vital dan mencatat pada lembar pengawasan, apabila
kondisi pasien menurun menunjukan ke arah yang lebih buruk atau tidak stabil
untuk dilakukan re operasi atau dilakukan pengawasan di ICU / HCU.
c. Pasien dipindahkan ke IRIN sesudah mendapat persetujuan SMF Anestesi dan
diserahterimakan kepada perawat IRIN yang menjemput pasien.
d. Bila perlu di rawat di ICU/IPI, pasien diantar langsung dari OK ke ICU/IPI
oleh SMF Anestesi dan perawat sirkuler.

E. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan anestesi.
Semua tindakan pelayanan peri-anestesi didokumentasikan dalam rekam medis pasien
dan ditandatangani oleh dokter anestesi yang bertanggung jawab dalam pelayanan
anestesi tersebut. Pelayanan anestesi dapat dilakukan diluar kamar bedah dengan
persiapan sesuai standar.
1. Sign In
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter anestesi
berperan dalam pelaksanaan prosedur “Sign In” yang tata caranya dijabarkan
dalam SPO.
2. Pengelolaan Pre Anestesi
a. Seorang Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
status medis pasien pre anestesi, membuat rencana pengelolaan anestesi,
asesmen pre anestesi dan memberi informasi (informed consent) Anastesi
kepada pasien dan keluarga. Informasi berisi tentang rencana tindakan anestesi
beserta alternatifnya, manfaat dan resiko dari tindakan tersebut dan dicatat
dalam lembar khusus informed consent Anastesi yang disertakan dalam rekam
medis pasien.
b. Sebelum dimulai tindakan anestesi dilakukan pemeriksaan ulang pasien,
kelengkapan mesin, alat, dan obat anestesi dan resusitasi. Spesialis Anestesi
yang bertanggung jawab melakukan verifikasi, memastikan prosedur
keamanan telah dilaksanakan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
3. Standard Pengelolaan Preanestesi
a. Proses assessment pre anestesi dilakukan pada semua pasien setelah pasien
yang akan menjalani prosedur bedah dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk
dilakukan operasi elektif minimal dalam 1 x 24 jam sebelum operasi, atau
sesaat sebelum operasi, seperti pada pasien emergensi.
b. Dokter Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan
pasien pre anestesi untuk membuat asesmen pre anestesi dan rencana anestesi.
Resume dari evaluasi pre anestesi dan rencana anestesi dicatat dalam rekam
medis pasien.
c. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan anastesi, dokter
spesialis anastesi bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur sign in yang
tata caranya dijabarkan dalam SPO.
d. Spesialis Anestesi dibantu Perawat anestesi bertanggung jawab melakukan
verifikasi di ruang persiapan operasi, pemeriksaan ulang pasien untuk menilai
assesmen pra sedasi memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan,
dicatat dalam rekam medis anestesi dan dalam bentuk check list (sign in).
e. Sebelum induksi anestesi dilakukan, pengecekan kelengkapan mesin, alat, dan
obat anestesi dan resusitasi.
4. Pemantauan Selama Anestesi Umum dan Regional
Berlaku pada anestesi umum maupun regional dan standard pemantauan ini
dapat berubah dan direvisi seperlunya sesuai dengan perkembangan teknologi
dan ilmu anestesi.
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar operasi
selama tindakan anestesi umum maupun regional.
b. Selama pemberian anestesi tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus
secara kontinu mengevaluasi tanda-tanda vital pasien seperti oksigenasi,
ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan yang semuanya dicatat dalam
lembar rekam medis anestesi. Interval waktu pengawasan bisa setiap tiga, lima
menit, atau sesuai dengan penilaian dokter penanggung jawab terhadap
keadaan pasien.

5. Standar Pengelolaan Selama Anestesi


a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi (Dokter Spesialis Anestesi dan atau
penata/perawat anestesi) tetap berada dalam wilayah kamar operasi selama
tindakan anestesi umum maupun regional.
b. Bila ada bahaya langsung (radiasi) dan diperlukan pemantauan jarak jauh yang
intermiten maka harus ada alat pelindung bagi tenaga anestesi.
c. Selama pemberian anestesi tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus
mengevaluasi tanda-tanda vital pasien :
1) Oksigenasi, dipantau kontinual dengan pengamatan visual atau alat seperti
oksimetri pulsa
2) Ventilasi, dipantau kontinual dengan pengamatan klinis seperti
pengembangan dada, auskultasi, pengembangan kantong udara (bag), dan
bila terpasang pipa trakeal atau sungkup laryngeal posisi pemasangan
yang tepat harus selalu dicek.
3) Sirkulasi dan perfusi, dipantau kontinual dengan bed side monitor, untuk
tekanan darah minimal tiap 5 (lima) menit, oksimetri pulsa, EKG dan
produksi urin sesuai kebutuhan.
4) Suhu, jika diperkirakan terjadi perubahan suhu yang bermakna secara
klinis maka monitor suhu dilakukan secara berkala
d. Semua tindakan, kejadian dicatat dalam rekam medis anestesi yang akan
disertakan dalam rekam medis pasien.
6. Pengelolaan Pasca Anestesi
a. Semua pasien yang menjalani anestesi umum atau regional harus menjalani
tatalaksana pasca anestesi yang tepat, pemindahan pasien ke ruang pulih harus
didampingi tenaga anestesi yang mengerti kondisi pasien.
b. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada tenaga
anestesi ruang pulih sadar. Kondisi pasien harus dinilai kembali oleh tenaga
anestesi yang mendampinigi pasien bersama-sama dengan tenaga anestesi
ruang pulih sadar.
c. Kondisi tanda vital pasien dimonitor secara kontinu atau dengan interval 3-5
menit. atau sesuai dengan penilaian dokter penanggung jawab terhadap
keadaan pasien.
d. Dr Spesialis Anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang
pulih berdasar kriteria yang ada.

7. Standar Pengelolaan Pasca Anestesi


a. Semua pasien pasca tindakan anestesi menjalani perawatan dan monitoring
pasca aneshesia di ruang pulih sampai dikeluarkan di ruang pulih dalam
tanggung jawab dr Spesialis Anestesi yang bertugas.
b. Dalam ruang pulih sadar harus tersedia alat-alat monitor pasien serta alat
dan obat emergensi.
c. Waktu masuk dan kondisi pasien setelah tiba di ruang pulih dicatat.
d. Tenaga anestesi yang menangani pasien di ruang pulih sadar dicatat.
e. Tenaga anestesi yang mengelola pasien harus berada di ruang pulih sampai
tenaga anestesi di ruang pulih menerima pengalihan tanggung jawab.
f. Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan dicatat dengan metode yang
sesuai dengan kondisi pasien.
g. Pasien dikeluarkan dari ruang pulih berdasar kriteria yang telah dibuat oleh
SMF anestesi.
h. Instruksi pasca anestesi harus diberikan pada petugas atau perawat ruangan
sebelum pasien dibawa kembali ke ruangan perawatan umum.

Tabel Skor Pemulihan Aldrette


Kesadaran Nilai
A. Orientasi baik 2
B. Dapat dibangunkan 1
C. Tidak dapat atau susah dibangunkan 0

Warna
A. Pink, perlu O2, saturasi O2>92% 2
B. Pucat/ kehitaman, perlu O2, saturasi O2>90% 1
C. Sianosis, dengan O2, saturasi O2<90% 0
Aktivitas
A. 4 eksremitas bergerak 2
B. 2 ekstremitas bergerak 1
C. Tidak ada gerakan 0

Respirasi
A. Dapat nafas dalam dan batuk 2
B. Nafas dangkal, sesak 1
C. Apnea, obstruksi 0
Kardiovaskuler
A. Tensi berubah < 20% 2
B. Tensi berubah 20%-30% 1
C. Tensi berubah 50% 0
Skor
>8 Pindah ruang biasa
5-8 Observasi, kalau perlu
icu/hcu
<5 icu/hcu/rujuk rs lain

8. Standar Pencatatan dan Pelaporan


a. Tindakan-tindakan, perubahan rencana dan kejadian yang terkait dengan
persiapan dan pelaksanaan pengelolaan pasien selama pre-anestesi selama
anestesi dan pasca anestesi dicatat secara kronologis dalam catatan anestesi
yang disertakan dalam rekam medis pasien.
b. Catatan anestesi diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter anestesiologi
yang melakukan tindakan anestesi dan bertanggung jawab atas semua yang
dicatat tersebut.
c. Catatan anestesi harus memuat:
 Tanggal Operasi.
 Jam dimulai dan diakhirinya anestesi dan pembedahan.
 Dokter operator dan asisten.
 Dokter Spesialis Anestesi dan peñata/perawat anestesi di kamar operasi
atau ruang pulih sadar.
 Diagnosa pre dan pasca operasi.
 Jenis Pembedahan.
 Keadaan pasien pre anestesi dan status fisik berdasar ASA.
 Teknik anestesi beserta obat yang digunakan selama anestesi.
 Jumlah cairan masuk dan keluar termasuk perdarahan, urin dan cairan
rongga ketiga.
 Tanda vital pasien selama operasi.
 Waktu masuk dan keluar ruang pulih sadar beserta kriterianya.
 Keadaan dan tanda vital selama di ruang pulih sadar.
 Instruksi pasca anestesi
9. Sedasi Ringan, Moderat, dan dalam
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pemberian sedasi moderat dan
dalam termasuk anestesi umum kepada pasien, termasuk dalam memonitor
keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien serta pemberian instruksi
tatalaksana pasca pemberian sedasi. Untuk anestesi lokal dengan sedasi ringan
tanggung jawab ada pada masing-masing dokter penanggung jawab pasien.
Pada pemberian anestesi lokal dengan jumlah besar, keadaan pasien harus
dimonitor seperti pada pemberian sedasi moderat dan dalam.
a. Kriteria Sedasi Ringan
Pasien dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi setiap saat tanpa
perubahan fungsi kardiorespirasi.
b. Kriteria Sedasi Moderat
a. Pasien memiliki respon terhadap perintah verbal.
b. Pasien dapat menjaga patensi jalan nafasnya sendiri.
c. Perubahan ringan dari respon ventilasi.
d. Fungsi kardiovaskuler masih normal.
e. Dapat terjadi gangguan orientasi lingkungan serta motorik ringan sampai
sedang.
c. Kriteria Sedasi Dalam
a. Pasien tidak mudah dibangunkan tetapi masih memberikan respon
terhadap stimulasi berupa nyeri.
b. Respon ventilasi menurun, tidak dapat menjaga patensi jalan nafasnya.
c. Fungsi kardiovaskuler masih baik.
d. Membutuhkan alat monitor yang lebih lengkap dari sedasi moderat atau
ringan.

F. Pelayanan Bedah
1. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pra bedah yang terdokumentasi.
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan
kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi SMF lain untuk membuat
suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai
kondisi pasien, diagnosis penyakit (indikasi operasi/tindakan), Alasan mengapa
harus dilakukan operasi/tindakan, hal yang akan terjadi bila tidak dilakukan
operasi atau tindakan, apa yang dilakukan saat operasi atau tindakan, rencana
tindakan, alternatif tindakan, tingkat keberhasilan, komplikasi operasi atau
tindakan yang mungkin terjadi, alternatif terapi atau tindakan lain (bila ada),
prognosis/kemungkinan-kemungkinan gambaran ke depan yang terjadi dan
rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya operasi, tidak
termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi lengkap dan disertakan
dalam rekam medis pasien dan ditandatangani oleh pasien atau keluarga,dokter
bedah yang bersangkutan/DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga, dan saksi pihak
RS Persahabatan. Informasi yang diberikan dicatat dalam lembar khusus
informed consent yang disertakan dalam rekam medis pasien.

2. Penandaan lokasi operasi


Penandaan Lokasi operasi oleh operator dilakukan di ruang perawatan atau di
ruang persiapan operasi dengan tanda garis menggunakan spidol permanen.
Penandaan dilakukan pada semua kasus-kasus yang memungkinkan untuk
dilakukan penandaan, sebagai contoh pengecualian pada kasus pembedahan mata,
syaraf, THT, gigi dan mulut, persalinan, hemoroid.

3. Edukasi Pasien dan Keluarga


Dokter operator melakukan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai:
a. Prosedur yang akan dijalani baik prosedur bedah atau alternatif tindakan lain.
b. Resiko, komplikasi dan manfaat tindakan yang akan dilakukan.
c. Kemungkinan kebutuhan transfusi darah maupun komponennya beserta resiko
dan manfaatnya.
d. Kemungkinan perawatan di ruang rawat intensif ICU/HCU.

4. Time Out dan Sign Out


Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan insisi, dokter operator
bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur “time out” dan “sign out” yang tata
caranya dijabarkan dalam SPO.

5. Laporan Operasi
Dokter operator harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan kejadian-
kejadian yang terjadi selama pembedahan. Dokter bedah mencatat laporan operasi
yang harus memuat minimal :
a. Tanggal dan jam waktu operasi dimulai dan selesai.
b. Diagnosa pre dan pasca bedah.
c. Dokter operator dan asisten.
d. Nama prosedur bedah.
e. Spesimen bedah untuk pemeriksaan.
f. Catatan spesifik yang terjadi selama pembedahan, termasuk ada tidaknya
komplikasi yang terjadi, dan jumlah perdarahan.
g. Instruksi Pasca Bedah
h. Tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.

6. Pemantauan keadaan pasien selama tindakan bedah.


a. Pada tindakan bedah dengan anestesi lokal tanda vital pasien dimonitor secara
kontinu dengan interval sesuai dengan keadaan pasien menurut penilaian
dokter penanggung jawab pasien dan dicatat dalam rekam medis pasien.
Pencatatan selama anestesi lokal atau sedasi ringan dilakukan oleh Perawat
Sirkuler. Formulir Pemantauan keadaan pasien selama anestesi lokal atau
sedasi ringan ditandatangani oleh DPJP. Pemilihan jenis obat anestesi lokal
dan sedasi ringan ditentukan oleh DPJP atau dokter bedah.
b. Pada tindakan bedah dengan anestesi baik umum atau regional kebijakan
pencatatan keadaan tanda vital diserahkan kepada tenaga anestesi yang
bertugas.

7. Tata laksana pasca bedah.


a. Asuhan pasien pasca bedah harus segera direncanakan dan didokumentasikan
dalam rekam medis pasien, termasuk asuhan medis, keperawatan dan yang lain
sesuai kebutuhan pasien.
b. Dokter operator memberikan instruksi tata laksana pasca bedah sesuai dengan
kebutuhan pasien

8. Cakupan Pelayanan bedah dan diagnostik di IBS


Pelayanan bedah yang dapat dilakukan di kamar bedah meliputi pelayanan Tindakan
Operasi Bedah Orthopedi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik, Bedah Urologi, Bedah
Digestif, Bedah Onkologi, Kebidanan, THT, Mata, Bedah Mulut, Bedah Thorak,
Tindakan Diagnostik Spesialis Pulmonologi, Tindakan Diagnostik Spesialis Penyakit
Dalam, dan Pelayanan Dokter Spesialis Anak pada Bayi Baru Lahir. Pelayanan
Kamar bedah dapat dilakukan selama jam kerja untuk operasi terjadwal (elektif) dan
setiap saat untuk operasi emergensi.

9. Jenis Operasi berdasarkan waktunya


a. Operasi terjadwal (elektif) dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan yang
sudah disetujui dokter bedah.
b. Operasi ODC (one day care) dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan
yang sudah disetujui dokter bedah.
c. Operasi emergensi dilakukan pada semua pasien yang harus segera diambil
tindakan pembedahan.

BAB VII
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
LOGISTIK
Program pengendalian logistik disusun untuk mengatur kegiatan pengadaan dan
pemelihraan barang, alat, obat dan alkes IBS yang disusun setiap tahun mengacu pada
kebutuhan tahunan dan dilaporkan dalam laporan tahunan. Kelompok barang logistic adalah
alat medic dan keperawatan, alat elektromedik, alat kantor, alat rumah tangga dan alat habis
pakai.
Tujuan pengadaan logistik adalah agar pengadaan kebutuhan akan barang terencana
dan terpantau dengan baik, sehingga tercapai efisiensi dan penghematan biaya serta
kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
Program pengendalian logistic meliputi alat elektromedik, alat medik dan
keperawatan, alat tulis kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.
Kamar bedah dalam memberikan pelayanan membutuhkan alat/instrument bedah,
obat-obatan dan alat tulis kantor, yang berguna dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dan mendukung pekerjaan yang bersifat administrasi di dalam kamar bedah. Kebutuhan
tersebut dipenuhi oleh bagian logistik, yang meliputi :
A. Logistik farmasi.
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan alkes disposible dan obat-obatan pada setiap
semester pertama dan kedua, yang kemudian dirangkum dalam kebutuhan setahun,
yaitu :
a. Barang habis pakai farmasi ditentukan jumlah stocknya. Jumlah stock yang
terpakai dilakukan penggantian dua hari sekali.
b. Barang depo farmasi pengadaannya dilakukan dengan pengajuan permintaan
seminggu sekali.
c. Apabila IBS membutuhkan barang farmasi di luar perencanaan dapat mengajukan
permintaan cito ke Direktur Medik dan Keperawatan dengan tembusan ke
Instalasi Farmasi.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang dan obat-obatan logistik
farmasi yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Kamar bedah melakukan penyimpanan barang-barang atau obat-obatan berdasarkan
pada :
1) Obat-obatan narkotik disimpan dalam lemari yang khusus double lock dengan
kunci dipegang oleh dua petugas
2) Obat-obatan larutan pekat dikunci dilemari yang telah diberi tanda.
3) Obat-obatan yang digunakan untuk emergency disimpan dalam trolley
emergency.
4) Alkes disposable dan alat-alat penunjang disposable dipisahkan dan disimpan di
lemari kaca.
5) Obat-obatan yang perlu disimpan pada suhu tertentu, maka disimpan dalam lemari
kulkas.
4. Pendistribusian
Setiap petugas kamar bedah bertanggung jawab dalam hal pencatatan pemakaian yang
telah dipakai operasi di setiap kamar operasi kemudian diberikan ke petugas depo
farmasi IBS yang bertugas.
5. Penghapusan
Penghapusan barang dan alat -alat di kamar bedah dilakukan apabila terjadi :
1) Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali
2) Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk diatur ulang
3) Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (expire date)
4) Bahan/ barang hilang karena pencurian atau sebab lain
B. Logistik umum
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor, dan dilakukan
setiap semester pertama dan kedua, selanjutnya perencanaaan kebutuhan disesuaikan
dengan jadwal logistic umum dimana permintaan barang kebutuhan rumah tangga,
alat tulis kantor dan biomedic dilakukan seminggu dua kali.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik umum yang
telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Barang-barang logistik disimpan dalam lemari sesuai dengan jenis barang, mudah
terjangkau.
4. Pendistribusian
Semua barang yang ada dilakukan inventaris dan pencatatan barang yang terpakai.

C. Logistik Linen
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan linen hal ini dilakukan setahun sekali,
selanjutnya perencanaaan disesuaikan kebutuhan dan permintaan sesuaikan dengan
jadwal dari logistik linen.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik linen yang
telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Linen baju operasi (pakaian dasar kamar bedah) disimpan di lemari linen dan linen
baju ganti pasien di ruang pre operasi
Dalam fungsi penyimpanan logistik ada beberapa hal yang menjadi alasan dan perlu
perhatian adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan
memperkirakan kebutuhan secara tepat dan akurant.
2. Untuk menghindari kekosongan barang (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta menggantisipasi fluktuasi kenaikan harga bahan.
4. Untuk menjaga agar kualiitas bahan dalam keadaan siap pakai.
5. Untuk mempercepat pendistribusian
BAB VIII
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
KESELAMATAN PASIEN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSUP Persahabatan
melalui program sasaran keselamatan pasien rumah sakit, maka 6 goals keselamatan
pasien diupayakan terlaksana secara optimal dan berkesinambungan.
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan
keselamatan pasien dengan harapan pelayanan kesehatan di RSUP Persahabatan dapat
berjalan dengan lebih baik dan aman dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat
luas.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan.
Pada Pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini, keselamatan pasien terdiri
dari keselamatan pasien yang dilakukan operasi. Maka setiap tindakan dan pelayanan
yang diberikan harus mempertimbangkan terhadap kesejahteraan pasien tersebut.
B. Tujuan
1. Tercapainya kesejahteraan dan keamanan pada pasien selama dalam proses
pemberian pelayanan di Instalasi Bedah Sentral dengan program keselamatan
pasien yang terdapat di pelayanan Instalasi Bedah Sentral
2. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.
C. Tatalaksana Keselamatan Pasien
Untuk mengimplementasikan kegiatan keselamatan pasien maka RS mengadopsi pada
International Patient Safety Goals (IPSG) / Sasaran Keselamatan Pasien , yaitu :
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasI yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan
pada pasien yang benar
e. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
f. Mengurangi risiko cedera akibat terjatuh

D. Pelaksanaan Keselamatan Pasien di IBS


Program Keselamatan Rumah Sakit dan Keselamatan Pasien (KRS-KP) mulai
diterapkan pada pelayanan IBS mulai tahun 2007. Sesuai dengan Sasaran Keselamatan
pasien (SKP), Instalasi Bedah Sentral (IBS) berperan aktif dalam kegiatan keselamatan
pasien, yakni Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. Dalam
pelaksanaannya IBS telah menggunakan Ceklist Keselamatan Operasi dengan mengikuti
panduan surgical safety checklist WHO dan penandaan area operasi (Marking site).
Serangkan persiapan dilakukan untuk mencegah terjadinya cidera dan kesalahan dalam
prosedur pembedahan. Kegiatan ini dimulai sejak pasien diputuskan untuk dilakukan
pembedahan oleh Ahli Bedah, baik di poliklinik, Instalasi Gawat Darurat, maupun ruang
rawat.
Perawat kamar bedah berperan sangat penting untuk memastikan keamanan dan
keselamatan pasien di kamar bedah. Dimulai sejak pasien datang ke kamar operasi (pre
operatif), intra operatif, dan Post Operatif. Perawat Kamar Bedah memastikan berbagai
persiapan di atas sudah dilakukan dengan lengkap sesuai yang dibutuhkan. Formulir serah
terima diisi dan ditandatangani. Jika terdapat ketidaksesuaian (misalnya hasil laboratorium)
dapat dikonsultasikan kembali ke Ahli Bedah untuk dikonfirmasi ulang. Disusul dengan
pengisian formulir catatan perioperatif dan Time Out. Selama Pembedahan berlangsung status
fisiologis pasien dipantau dan dimonitoring. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi tingkat
mortalitas, morbiditas, dan disabilitas/kecacatan akibat komplikasi prosedur bedah.

1. Ceklist Keselamatan Operasi (Surgical Safety Ceklist)


Dalam rangka Pelaksanaan sasaran SKP IV, yakni Kepastian Tepat Lokasi, Tepat
Prosedur, dan tepat Pasien Operasi, Instalasi Bedah Sental telah menggunakan Ceklist
Keselamatan Operasi dengan mengikuti panduan Surgical Safety Checlist WHO.
CEKLIST KESELAMATAN OPERASI

NAMA PASIEN : NO. REKAM MEDIK : DIAGNOSA MEDIS : TANGAL TIME OUT
:
TANGGAL LAHIR : JENIS KELAMIN : TINDAKAN OPERASI : JAM TIME OUT :

SIGN IN (Dibaca dengan suara keras) TIME OUT (Dibaca dengan suara SIGN OUT (Dibacakan dengan suara keras)

Sebelum induksi anestesi dipimpin oleh dr Sebelum insisi area operasi dipimpin dr operator (dihadiri Sebelum
tim bedah) meninggalkan kamar operasi, dilakukan
anestesi (minimal dihadiri dr anestesi dan Perawat Sirkuler mengkonfirmasi (secara verbal) : sebelum tindakan penutupan luka operasi dipimpin oleh
perawat) dr operator (dihadiri tim bedah)
Mengkonfirmasi semua anggota tim bedah telah memperkenalkan diri dengan
Apakah pasien sudah dikonfirmasi mengenai
Perawat sirkuler (secara verbal) mengkonfirmasi:
identitasnya, bagian tubuh yang akan dioperasi, menyebut nama dan tugas/peran masing-masing
prosedurnya, dan persetujuan tindakan operasi? □ Nama/jenis prosedur
□ Ya
□ Ya
Mengkonfirmasi nama pasien, prosedur/tindakan operasi, dan□ di Kelengkapan
mana insisi jumlah instrumen, kassa, dan benda tajam
Apakah bagian tubuh yang akan dioperasi telah (atau tidak memungkinkan)
ditandai? akan dilakukan
□ Label spesimen (membaca lantang label spesimennya,
□ Ya □ Ya termasuk nama pasien)
□ Tidak memungkinkan untuk ditandai
Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam kurun waktu
□ 60Ada
menit?
tidaknya masalah peralatan yang perlu disebutkan
Apakah mesin anestesi dan obat-obatan sudah
dicek lengkap? □ Ya Untuk dokter bedah kepada dokter anestesi dan perawat:
□ Ya □ Tidak memungkinkan untuk dilakukan □ Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk
Apakah Pulse Oxymetri (oksimeter denyut )sudah Mengantisipasi Situasi Kritis
pemulihan (recovery) dan penatalaksanaan pasien ini?
terpasang pada pasien dan berfungsi dengan baik?
Untuk dokter bedah: (TTV, Perdarahan)
□ Ya
Apakah pasien diketahui memiliki alergi? a) Apa saja langkah-langkah non-rutin atau untuk situasi kritis?
□ Tidak b) Berapa lama kasus ini akan tertangani?
□ Ya c) Berapa perdarahan yang diperkirakan akan terjadi?persiapan darah?
Adakah resiko kesulitan jalan nafas atau aspirasi? Untuk penata/dokter anestesi:
□ Tidak
□ Ya, dan perlengkapan penunjang untuk a) Apakah ada perhatian khusus yang spesifik untuk pasien ini?
mengatasi sudah tersedia Untuk tim perawat:
Resiko perdarahan >500 ml (> 7ml/kg untuk pasien b) Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) telah dikonfirmasi?
anak) c) Apakah ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai peralatan atau
□ Tidak
hal lainnya?
□ Ya, dan 2 akses intravena atau akses
Apakah hasil radiologi ditampilkan/ditayangkan?
sentral dan cairan sudah terencana
o Ya
o Tidak memungkinkan untuk dilakukan
Dokter Anestesi Perawat Sirkuler : Dokter Bedah Dokter Anestesi : Perawat Sirkuler :

Tanda tangan Tanda tangan Tanda tangan


Tanda tangan Tanda tangan
2. Panduan Penandaan area operasi (Marking)

a. Dilakukan untuk prosedur yang harus dibedakan :


1) Sisinya (Kiri/Kanan)
2) Struktur yang berbeda (ibu jari kaki dan jari lainnya)
3) Level yang berbeda (level tulang belakang)
b. Sisi yang benar tanda (Marking) dan tanda tersebut harus tetap terlihat setelah
pasien dilakukan preparasi dan draping
c. Beri tanda pada derah yang akan dioperasi dengan menggunakan tinta tahan air
dengan memberi tanda “GARIS INSISI” atau “YA” pada daerah yang tidak
memungkinkan memberi tanda garis insisi. Libatkan pasien dan keluarga.
Yang memberi tanda adalah dokter bedah yang akan melakukan operasi di
Ruang Rawat, IGD, di Ruang Pre-op jika pasien ODC di formulir penandaan
lokasi operasi
d. Pemberian Tanda tidak dilakukan pada operasi yang hanya :
1) Mencakup satu organ, Contoh : Sectio Caesarea, Bedah Jantung,
Appendictomy, Hysterektomi, Laparatomy, laparascopy
2) Prosedur Invasif : Kateterisasi Jantung, Venaseksi, NGT, Venocath, Gigi
(penendaan dilakukan pada foto gigi/diagram gigi)
3) Lain-lain : Tonsilectomy, Hemmorhoidectomy, Operasi pada genitalia.
BAB IX
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
KESELAMATAN KERJA

A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang begitu pesat, didorong oleh
perkembangan penyakit yang beraneka ragam, serta semakin tingginya bahaya
penularan penyakit yang dapat ditimbulkannya. Mendorong rumah sakit untuk
menggunakan peralatan kerja disertai penerapan teknik dan teknologi dari berbagai
tingkatan di segenap sektor kegiatan, khususnya di kamar bedah yang merupakan
jantungnya sebuah rumah sakit.
Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut disatu pihak akan memberikan
kemudahan dalam operasional tetapi dilain pihak cenderung menimbulkan resiko
kecelakaan akibat kerja yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat yang berteknologi tinggi
tersebut, terutama bila petugas yang bekerja di kamar bedah kurang mendapatkan
pendidikan dan pelatihan keterampilan, khususnya pelatihan yang berhubungan
dengan penggunaan alat-alat serta penanganan bahaya infeksi nosokomial yang dapat
ditimbulkannya dikamar bedah.
Salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang tidak terduga
tersebut, yaitu dengan jalan menurunkan dan mengendalikan sumber bahaya tersebut,
melalui penyediaan dan penggunaan APD. Akan tetapi walaupun telah disediakan
pihak rumah sakit, namun efektivitas penggunaan APD tergantung pada faktor
pemakainya.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu di tingkatkan upaya dan program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) antara lain, peningkatan kesadaran, kedisiplinan
K3 terutama lingkungan kamar bedah di rumah sakit. Dan melakukan upaya
pencegahan terjadinya kecelakaan dengan menutupi sumber bahaya bila
memungkinkan, akan tetapi sering keadaan bahaya tersebut belum sepenuhnya dapat
dikendalikan. Untuk itu perlu dilakukan usaha pencegahan dengan cara menggunakan
alat pelindung diri (Personal Protective Devices) yang umum sering disingkat dengan
APD (Kusuma,S.P, 1986).
Resiko infeksi nosokomial dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas,
dari petugas ke pasien dan antar petugas. Berbagai prosedur penanganan pasien
memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi
petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena para petugas menjadi sakit
sehingga tidak dapat melayani pasien, dengan demikian penggunaan alat pelindung
diri sangat tepat agar dapat membatasi penyebaran infeksi nosokomial tersebut. Salah
satu langkah dari pengendalian infeksi nosokomial adalah dengan menerapkan
Kewaspadaan Universal atau sering di sebut Universal Precautions.
Personil di kamar operasi terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan kegiatan
operasi terdiri dari berbagai spesialisasi. Melihat dari jenis operasi yang ada, dengan
penggunaan alat berteknologi tinggi dan dapat menimbulkan tingkat bahaya penularan
yang cukup tinggi baik melalui udara (air borne) maupun melalui darah (blood borne)
ataupun cairan tubuh lainnya. Petugas kamar bedah mempunyai resiko penularan
penyakit yang cukup tinggi.

B. Risiko Kerja di Kamar Bedah


Bekerja di kamar tidak semudah yang dibayangkan karena memerlukan keahlian
khusus, disamping itu juga mempunyai resiko yang besar. Adapun faktor resiko
bekerja di kamar bedah yaitu,   
1.   Bahaya/insiden kecelakaan
a. Cedera kaki dan jari kaki yang disebabkan oleh benda yang jatuh, misalnya,
peralatan medis.
b. Slip, perjalanan, dan jatuh di lantai basah, khususnya selama situasi darurat.
c. Tertusuk atau terpotong oleh benda tajam, terutama tusukan jarum dan luka
oleh pisau operasi.
d. Luka bakar  dari peralatan sterilisasi panas.
e. Listrik kejut dari peralatan yang rusak atau grounding yang tidak ada, atau
peralatan dengan isolasi yang rusak.
f. Nyeri punggung akut akibat posisi tubuh canggung yang lama atau kelelahan
saat menangani pasien berat.
2.  Physical hazards /Bahaya fisik
Paparan radiasi dari x-ray dan sumber radioisotop.
3.  Chemical hazards/Bahaya Kimia
a. Paparan berbagai obat bius (misalnya N2O, halotan, etil bromida, etil klorida,
eter, methoxyfluorane, dll).
b. Iritasi kulit dan penyakit kulit karena sering menggunakan sabun, deterjen,
desinfektan, dll
c. Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan karena paparan udara aerosol atau kontak
dengan tetesan/percikan desinfektan saat mencuci dan membersihkan alat.
d. Keracunan kronis karena paparan jangka panjang terhadap obat, cairan
sterilisasi (misalnya, glutaraldehid), anestesi gas, dll
e. Alergi lateks yang disebabkan oleh paparan pada sarung tangan lateks alam dan
lateks lainnya.
4.   Biological hazards/Bahaya biologi
a. Karena paparan terhadap darah, cairan tubuh atau spesimen jaringan mungkin
mengarah ke penyakit melalui darah seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C.
b. Risiko tertular penyakit nosokomial akibat tusukan dari jarum suntik
(misalnya hepatitis infeksius, sifilis, malaria, TBC).
c. Kemungkinan tertular herpes sawit dan jari (Herpes whitlow).
d. Peningkatan bahaya keguguran spontan.
5.    Ergonomic, psychosocial and organizational/Factors Ergonomis, psikososial
dan faktor organisasi
a. Kelelahan dan nyeri punggung bawah akibat penanganan pasien berat dan
untuk periode merindukan pekerjaan dalam posisi berdiri.
b. Stres psikologis yang disebabkan oleh perasaan tanggung jawab yang berat
terhadap pasien.
c. Stres, hubungan keluarga yang tegang, dan kelelahan akibat perubahan dan
bekerja malam, lembur kerja, dan kontak dengan pasien yang sakit, terutama
bila pasien tidak pulih dari operasi.
d. Masalah hubungan interpersonal dengan ahli bedah dan anggota lain dari tim
operasi.
e. Paparan pasien mengalami trauma, beberapa korban bencana atau peristiwa
bencana atau pasien parah dapat menyebabkan kekerasan pasca-trauma
sindrom stres. 

C. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan keamanan kerja (sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-
undang Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23 ayat (1), (2), (3) dan (4) ditujukan kepada
pasien, petugas, dan alat meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Keselamatan dan keamanan pasien, semua anggota tim bedah harus
memperhatikan kembali :
a. Identitas pasien
b. Rencana tindakan
c. Jenis pemberian anestesi yang akan dipakai
d. Faktor-faktor alergi
e. Respon pasien selama perioperatif.
f. Menghindari pasien dari bahaya fisik akibat penggunaan alat/ Kurang teliti.
2. Keselamatan dan keamanan petugas
a. Melakukan pemeriksaan secara periodik sesuai ketentuan
b. Beban kerja harus sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan
petugas diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
No. PER.03/MEN/1982 Tentang Pelayanan Kesehatan Kerja Pasal 1 bagian
(a).
c. Perlu adanya keseimbangan antara kesejahteraan, penghargaan dan
pendidikan berkelanjutan (Undang-undang Kesehatan Tahun 1992 Pasal 51
ayat (1).
d. Melakukan pembinaan secara terus menerus dalam rangka
mempertahankan hasilkerja.
e. Membina hubungan kerja sama yang intern dan antar profesi, dalam
mencapai tujuan tindakan pembedahan.
3. Keselamatan dan keamanan alat-alat
a. Menyediakan pedoman / manual bahasa Indonesia tentang cara penggunaan
alat-alat dan mengantungkannya pada alat tersebut.
b. Memeriksa secara rutin kondisi alat dan memberi label khusus untuk alat
rusak.
c. Semua petugas harus memahami penggunaan alat dengan tepat
d. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan alat
secara rutin dan berkelanjutan.
e. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan
dilakukan oleh petugas IPSRS.
f. Memeriksa alat ventilasi udara agar berfugsi dengan baik
g. Memasang simbol khusus untuk daerah rawan bahaya atau mempunyai
resiko mudah terbakar.
h. Menggunakan diatermi tidak boleh bersama dengan pemakaian obat bius
ether.
i. Memeriksa alat pemadam kebakaran agar dalam keadaan siap pakai.
j. Pemakaian secara rutin alat elektro medis yang dilakukan oleh petugas
IPSRS.
4. Program jaminan mutu
a. Melaksanakan evaluasi pelayanan di kamar operasi melalui macam-macam,
audit.
b. Melakukan survailans infeksi nosokomial secara periodik dan
berkesinambungan.

Untuk tatalaksana dan alur kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat pada
buku pedoman K3RS Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan.
BAB X
PENGENDALIAN MUTU

Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis
pelayanan haruslah mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna
jasa dapat membedakan pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan
standarnya.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan atau konsumen.
Pengendalian mutu pelayanan bedah di Instalasi Bedah Sentral disusun
berdasarkan Kepmenkes No.126 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit, meliputi :
1. Waktu tunggu Operasi elektif ≤ 2 hari
2. Kejadian Kematian di meja operasi ≤ 1 %
3. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Salah insisi 100%
4. Tidak adanya kejadian operasi salah orang 100%
5. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi 100%
6. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing/lain pada tubuh pasien setelah
operasi 100%
7. Komplikasi anastesi karena overdosis, reaksi anastesi, dan salah penempatan
endotracheal tube ≤ 6 %
BAB XI
STRATEGI PEMASARAN

A. STRATEGI SEGMENTASI, TARGETING DAN POSITIONING APA YANG


DIGUNAKAN

Segmentasi pasar Best Look Aesthetic Surgery Center By Ekle’s Clinic Group
Segmentasi merupakan tindakan membagi suatu pasar menjadi kelompok – kelompok
pembeli yang berbeda – beda yang mungkin membutuhkan produk – produk dan atau
kombinasi pemasaran yang terpisah.
segmentasi memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan karena beberapa alasan,
Pertama, segmentasi memungkin perusahaan untuk lebih fokus dalam mengalokasikan
sumber daya. Dengan membagi pasar menjadi segmen-segmen akan memberikan
gambaran bagi perusahaan untuk menetapkan segmen mana yang akan dilayani. Selain itu
segmentasi memungkin perusahaan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai
peta kompetisi serta menentukan posisi pasar perusahaan. Kedua, segmentasi merupakan
dasar untuk menentukan komponen-komponen strategi. Segmentasi yang disertai dengan
pemilihan target market akan memberikan acuan dalam penentuan positioning. Ketiga,
segmentasi merupakan faktor kunci untuk mengalahkan pesaing, dengan memandang
pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda dari yang dilakukan pesaing.
Segmentasi demografis BLASC menyasar pada kalangan wanita. Selain itu segmentasi
Psikografis yang dituju oleh BLASC adalah konsumen yang sangat memperhatikan
penampilan yang terkesan ekslusif.

Targeting Best Look Aesthetic Surgery Center By Ekle’s Clinic Group


Targeting merupakan suatu tindakan mengevaluasi keaktifan daya tarik setiap segmen
pasar dan memilih salah satu atau lebih dari segmen pasar tersebut untuk dimasuki.
Targeting dari BLASC adalah ekonomi kelas atas yang sangat memperhatikan kecantikan
terutama para selebriti.

Positioning Best Look Aesthetic Surgery Center By Ekle’s Clinic Group


Positioning Yaitu tindakan untuk menempatkan posisi bersaing produk dan bauran
pemasaran yang tepat pada setiap pasar sasar.
Pada BAC memposisikan klinik high touch positioning, dimana BLASC menekan pada
citra klinik yang ekslusif dalam kualitas pelayanan dan bukan mengejar pada kuantitas
pasien.

B. BRANDING MEDIA
1.WOM (word of mouth) atau dari mulut ke mulut, dari pasiennya yang puas dan
kemudian mengajak teman–temannya.
2. SOCIAL MEDIA
3. TV ADS
4. BILLBOARD

Promosi dilakukan dengan mengedepankan edukasi pengetahuan pasien terhadap


kesehatan. Selain itu BLASC menerapkan standar prosedur yang cukup tinggi dalam
menangani pasiennya sehingga konsumen menaruh kepercayaan kepada BLASC. Untuk
kedepannya akan menerapkan One-stop service agar dapat memberikan kepuasan kepada
pelanggannya.

Anda mungkin juga menyukai