Pneumonia adalah infeksi jaringan paru bersifat akut yang disebabkan oleh inflamasi pada parenkim paru dan
adanya pemadatan eksudat pada jaringan paru. Berdasarkan epidemiologinya pneumonia dapat dibedakan
menjadi pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia) dan pneumonia yang terkait dengan peralatan
kesehatan (health care-associated pneumonia). Berdasarkan pada kategori HCAP (health care-associated
pneumonia), pneumonia dibagi lagi menjadi pneumonia yang didapat di rumah sakit (hospital acquired
pneumonia) dan pneumonia yang berkaitan dengan alat ventilator (ventilator-associated pneumonia). Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pola penggunaan sefalosporin generasi ketiga pada pasien pneumonia
berdasarkan rute pemberian, dosis, frekuensi penggunaan, interval, lama penggunaan obat, dan data
laboratorium. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan metode time limited sampling selama periode 1
Agustus 2016 - 31 Agustus 2017. Sampel yang digunakan adalah 31 pasien dengan diagnosis pneumonia yang
menjalani rawat inap dan mendapat terapi antibiotik sefalosporin generasi ketiga di instalasi rawat inap RSU Haji
Surabaya yang ditelusuri melalui Rekam Medik (RM). Seluruh sampel didata di lembar pengumpul data,
kemudian data direkapitulasi dan dilakukan analisis terhadap data tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan
didapatkan hasil bahwa antibiotik empiris ceftriaxone dengan frekuensi dan dosis 2x1 g (iv) yang digunakan oleh
pasien sebesar 41% (11 orang), antibiotik empiris kombinasi ceftriaxone 2x1 g (iv) dengan levofloksasin 1x1 g (iv)
yang digunakan oleh pasien 22% (4 orang) dan lama terapi penggunaan antibiotik sefalosporin generasi ketiga
paling banyak digunakan adalah ceftriaxone (4-6 hari) sebanyak 35% (12 orang).
*Corresponding author: Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Jl. Raya Kalisari
Selatan No. 1 Surabaya, e-mail: natania.worotikan@gmail.com
deskriptif dan retrospektif, dan didapatkan beresiko terkena pneumonia dikarenakan laki-laki
sampel sebanyak 120 pasien dan yang memenuhi memiliki kecenderungan sering merokok daripada
kriteria inklusi terdiri dari 31 pasien dengan perempuan. Selain itu, secara biologis sistem
menggunakan pengobatan antibiotik sefalosporin pertahanan tubuh laki-laki dan perempuan
generasi ketiga. berbeda. Organ paru pada perempuan memiliki
Berdasarkan literatur, pneumonia akan daya hambat aliran udara yang lebih rendah dan
sering dijumpai pada pasien anak-anak ataupun daya hantar aliran udara yang lebih tinggi
pada pasien lanjut usia. Pada anak-anak rentan sehingga sirkulasi udara dalam rongga
mengalami infeksi virus ataupun bakteri yang pernapasan lebih lancar dan paru terlindung dari
terbawa oleh udara kotor dikarenakan infeksi patogen (Kaparang, Heedy dan Paulina,
imunitasnya belum sempurna (Misnadiarly, 2014).
2008). Pada pasien dengan rentang usia lanjut
dikarenakan adanya penurunan fungsi organ Tabel 2. Jenis Kelamin Pasien Pneumonia
tubuh dan respons imun seiring dengan proses Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
Pasien (n) (%)
penuaan sehingga pasien pada rentang usia ini Laki-laki 18 58
mudah terkena infeksi (High, 2015). Hal ini juga Perempuan 13 42
disebabkan karena pada usia lanjut terjadi Total 31 100
perubahan anatomi fisiologi akibat proses
penuaan memberi konsekuensi penting terhadap Status biaya pasien pada tabel 3 terbagi
cadangan fungsional paru, kemampuan untuk menjadi empat kategori yaitu pasien umum,
mengatasi penurunan komplians paru dan Jaminan Kesehatan Nasional-Penerima Bantuan
peningkatan resistensi saluran napas terhadap Iuran (JKN-PBI), Jaminan Kesehatan Nasional-
infeksi dan penurunan daya tahan tubuh. Pasien Non Penerima Bantuan Iuran (JKN-NON PBI),
geriatri lebih mudah terinfeksi pneumonia karena dan Jaminan Pelayanan Sosial-Surat Keterangan
adanya gangguan reflek muntah, melemahnya Miskin Surabaya (JPS-SKM SBY). Persentase
imunitas, gangguan respon pengaturan suhu dan terbanyak adalah pasien dengan dengan status
berbagai derajat kelainan kardiopulmoner (Rizqi JKN-NON PBI yaitu sebesar 58% (18 orang),
dan Helmia, 2014). Penelitian ini menunjukkan diikuti oleh pasien JKN-PBI sebesar 19% (6
bahwa pada pengelompokkan pasien berdasarkan orang), pasien JPS-SKM SBY 10% (3 orang) dan
usia (Tabel 1) didapatkan jumlah pasien pada pasien umum dengan persentase 13% (4 orang).
rentang usia 1-12 bulan memiliki persentase yang JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) merupakan
tinggi (35%) dan dilanjutkan dengan pasien lanjut kebijakan dari pemerintah dengan tujuan untuk
usia dengan rentang usia >61 tahun (19%). memenuhi kebutuhan dasar kesehatan kepada
masyarakat.
Tabel 1. Distribusi Usia Pasien Pneumonia
Jumlah Tabel 3. Status Pembiayaan Pasien Pneumonia
Persentase
Pasien Usia Pasien Jumlah Persentase
(%) Status Pasien
(n) Pasien (n) (%)
Neonatus 0-1 bulan 1 3 JKN-NON PBI 18 58
Bayi 2 bulan-11 6 19 JKN-PBI 6 19
Anak bulan 11 35 Umum 4 13
Remaja 1 tahun-12 1 3 JPS-SKM SBY 3 10
Dewasa tahun 1 3 Total 31 100
13 tahun-18 1 3
tahun 4 13
19 tahun-30 6 19 Berdasarkan penelitian ini, pembagian
tahun pasien pneumonia dibedakan menjadi tiga jenis
31 tahun-40 pneumonia yaitu bronchopneumonia, pneumonia
tahun
41 tahun-60 komunitas atau CAP (community acquired
tahun pneumonia) dan pneumonia lobaris. Berdasarkan
>60 tahun tabel 4 sejumlah 19 pasien terdiagnosis
Total 31 100 bronchopneumonia, 10 pasien terdiagnosis
pneumonia komunitas dan 1 pasien terdiagnosis
Distribusi jenis kelamin pada tabel 2 pneumonia lobaris. Bronkhopneumonia
menunjukkan bahwa persentase jumlah pasien merupakan pneumonia yang ditandai dengan
pneumonia laki-laki sebesar 58% (18 orang) dan adanya bercak-bercak infiltrat pada paru yang
pada pasien wanita memiliki persentase sebesar menunjukkan bronkus terinfeksi (Perhimpunan
42% (12 orang). Berdasarkan literatur jumlah Dokter Paru Indonesia, 2014). Hasil radiologi juga
pasien pneumonia dengan jenis kelamin laki-laki menunjukkan adanya bercak tanpa adanya
lebih memiliki faktor resiko yang lebih besar gambaran bronkogram udara. Pneumonia lobaris
daripada pasien dengan jenis kelamin perempuan, dicirikan dengan adanya konsolidasi yang luas
hal ini dikarenakan pada pasien anak-anak, pada foto dada dengan bronkogram udara yang
pasien dengan jenis kelamin laki-laki memiliki menunjukkan tidak ada serangan pada bronkus
diameter saluran nafas yang lebih kecil (Cunha and Burke, 2010).
dibandingkan dengan pasien perempuan (Hartati Pada penelitian ini, pada pasien anak-anak
et al, 2012). Pada usia lanjut pasien laki-laki juga didapatkan bahwa hasil pemeriksaan leukosit
dalam rentang yang normal, hal ini dikarenakan sebanyak 3 pasien juga mengalami penyakit
pada pasien anak tidak diberikan terapi penyerta penyakit jantung koroner dan gizi buruk
pengobatan, namun diberikan terapi cairan dengan persentase 7% (3 orang). Kondisi tersebut
sehingga akan mengalami peningkatan pada hari dapat memperparah infeksi pneumonia yang ada
kedua, sedangkan pemeriksaan leukosit dilakukan sehingga lama perawatan yang harus dijalani
pada hari pertama ketika anak masuk rumah sakit pasien menjadi lebih lama. Selain itu pada pasien
dan leukosit masih dalam rentang normal. anak memiliki faktor resiko terjadinya pneumonia
Berdasarkan literatur, proses terjadinya dikarenakan adanya malnutrisi, berat badan lahir
pneumonia terjadi dalam empat tahap yaitu, rendah, gangguan fungsi imun dan imunisasi
tahap kongesti, hepatisasi merah, hepatisasi tidak lengkap (Sandora and Sectish, 2011). Pada
kelabu, dan tahap yang terakhir adalah tahap penelitian ini, pasien geriatri memiliki faktor
resolusi. Tahap kongesti merupakan tahap resiko terjadinya pneumonia disertai dengan
dimana terjadi pada 24 jam pertama dengan beberapa penyakit penyerta, hal ini dikarenakan
ditandai adanya eksudat kaya protein yang keluar adanya penurunan imunitas dari pasien tersebut
masuk alveolar melalui pembuluh darah sehingga seiring berjalannya penuaan.
menyebabkan paru-paru menjadi berat dan
udema, tahapan yang kedua merupakan Tabel 6. Penyakit Penyerta Pasien Pneumonia
hepatisasi merah, pada fase ini terjadi akumulasi Jumlah Persentase
No Penyakit Penyerta Pasien (%)
dalam ruang alveolar sehingga sel darah merah (n)*
dan leukosit menumpuk pada ruang alveolar 1. Hipertensi 6 13
tersebut. Hepatisasi kelabu merupakan fase ketiga 2. TB Paru 5 11
terjadinya pneumonia yaitu perubahan warna 3. Diabetes Mellitus 5 11
4. Penyakit Jantung Koroner 3 7
paru-paru menjadi kelabu dikarenakan adanya 5. Gizi Buruk 3 7
konsolidasi dalam alveoli, sedangkan untuk 6. Hiperpirexia 2 4
tahapan yang terakhir adalah fase resolusi dimana 7. Hepatitis 2 4
eksudat lisis dan jaringan kembali ke bentuk 8. Diare Akut 2 4
9. Asma 2 4
semula, terjadi pada hari ke 8 hingga hari ke 11 10. CKD 2 4
(Cunha and Burke, 2010). Beberapa pasien anak 11. Sequelle TB 1 2
pada penelitian ini didapatkan hasil pemeriksaan 12. Bronchiolitis 1 2
leukosit yang normal dikarenakan pasien tersebut 13. Observasi Febris 1 2
14. Down Syndrome 1 2
baru memasuki fase pertama yaitu fase kongesti, 15. Stomatitis 1 2
dimana leukosit belum terakumulasi di dalam 16. Gastritis 1 2
paru-paru (tabel 5). 17. Tumor Leher 1 2
18. Anemia 1 2
Tabel 4. Jenis Pneumonia 19. Dispepsia 1 2
20. Trombositopenia 1 2
Jumlah Persentase
Jenis Pneumonia 21. Batuk Kronis 1 2
Pasien (n) (%)
22. Gizi Lebih 1 2
Bronkhopneumonia 19 61
23. Epilepsi 1 2
CAP (Community Acquired 10 32
24. Hipernatremia 1 2
Pneumonia)
Total 46 100
Pneumonia Lobaris 2 6
Total 31 100 *Tiap pasien dapat memiliki penyakit penyerta lebih dari satu.
Tabel 5. Pemeriksaan Laboratorium pada Pasien Pneumonia Pemeriksaan foto thorax pada penelitian ini
Nilai
Jumlah
Persentase juga dilakukan (tabel 7), foto thorax merupakan
Pemeriksaan Pasien pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
Normal (%)
(n)
Leukosit (Pasien
jenis pneumonia yang diderita oleh pasien.
Dewasa) 4,5-11,0 10 32 Pemeriksaan radiografi thorax atau sering disebut
Tidak Normal 2 7 chest x-ray bertujuan menggambarkan secara
Normal radiografi organ pernapasan yang terdapat
Leukosit (Pasien
didalam rongga dada. Foto toraks digunakan
Anak) >2 tahun: 13 42 untuk mendiagnosis banyak kondisi yang
Normal 5,0-10,0 melibatkan dinding toraks, tulang toraks, dan
< 2 5 16 struktur yang berada didalam kavitas toraks
Tidak Normal tahun: 1 3
Tidak dilakukan 6,2-17,0
termasuk paru-paru, jantung, dan saluran-saluran
Total 31 100 yang besar (Risnawati, 2015). Berdasarkan
penelitian ini pemeriksaan foto thoraks hanya
Penyakit penyerta pada pasien pneumonia dilakukan sekali ketika pasien masuk ke dalam
beragam. Berdasarkan hasil penelitian (tabel 6) rumah sakit.
yang diperoleh, penyakit penyerta dengan Terapi pengobatan pneumonia berdasarkan
persentase terbanyak adalah penyakit hipertensi pola penggunaan antibiotik sefalosporin generasi
yaitu sebesar 13% (6 orang), diikuti dengan ketiga dibagi menjadi dua yaitu penggunaan
penyakit penyerta TB Paru dan diabetes mellitus secara tunggal ataupun kombinasi. Berdasarkan
dengan persentase yang sama yaitu 11% (5 orang), tabel 8 dapat dilihat bahwa penggunaan secara
tunggal lebih banyak dari penggunaan secara dan mengharuskan pasien untuk tetap
kombinasi yaitu dengan persentase sebesar 60% mengkonsumsi antibiotik. Pergantian ini
(27 orang), sedangkan penggunaan secara dilakukan apabila pasien sudah memenuhi
kombinasi yaitu sebesar 40% (18 orang). Menurut beberapa kriteria berikut, yaitu mampu menelan
guideline IDSA tahun 2011, sefalosporin generasi obat oral, detak jantung <100 denyut per menit
ketiga (seftriakson dan sefotaksim) adalah dan tekanan darah sistolik > 90 mm Hg, saturasi
antibiotik empirik yang direkomendasikan untuk oksigen >90%, tekanan parsial oksigen arteri > 60
pediatrik yang mendapatkan imunisasi tidak mm Hg, Kecepatan pernapasan <25 napas per
lengkap sedangkan ampicillin lebih disarankan menit dan sudah kembali ke status kognitif dasar
untuk pediatrik yang mendapatkan imunisasi yaitu suhu normal 36oC (Kaysin and Viera, 2016).
lengkap (Bradley, 2011). Namun, pada penelitian
Tabel 9. Pola Penggunaan Antibiotik Sefalosporin Generasi
ini tidak dilakukan analisis terhadap riwayat Ketiga secara Tunggal
imunisasi pasien. Berdasarkan guideline Pola Frekuensi Jumlah Persentase
American Academy of Pediatrics (2017), terapi Penggunaan dan Rute Pasien (%)
pengobatan pada pasien pneumonia pada anak (n)*
dibedakan berdasarkan tingkat keparahan Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv) 11 41
1 x 250 mg (iv) 2 7
penyakit yang diderita pasien. Pasien dengan 1 x 1 gram (iv) 1 4
pneumonia ringan mendapatkan terapi lini 2 x 500 mg (iv) 1 4
pertama yaitu amoxicillin 90 mg/kg/hari dosis 2 x 350 mg (iv) 1 4
terbagi dengan maksimal penggunaannya dalam 1 x200 mg (iv) 1 4
Cefixime 2 x 25 mg (po) 1 4
satu hari adalah 3 gram, penggunaan ini hanya 2 x 1 cth (po) 1 4
dapat diberikan selama 7-10 hari, apabila Cefotaxime 3 x 250 mg (iv) 3 11
dicurigai adanya infeksi pneumonia atipikal 3 x 800 mg (iv) 1 4
(Mycoplasma) maka perlu dilakukan kombinasi 3 x 300 mg (iv) 1 4
3 x 275 mg (iv) 1 4
dengan azitromisin. Apabila, pasien tersebut 3 x 200 mg (iv) 1 4
mengalami infeksi pneumonia berat maka terapi 3 x 100 mg (iv) 1 4
lini pertama yang digunakan adalah sefalosporin Total 27 100
generasi ketiga seperti ceftriaxone, cefixime, dan
cefotaxime dan apabila pasien tidak menunjukkan Antibiotik kombinasi juga digunakan pada
perubahan respon klinis maka perlu adanya terapi penelitian ini (tabel 10.), tujuan dari adanya
kombinasi antibiotik yaitu dapat ditambahkan pengunaan antibiotik secara kombinasi adalah
azithromycin atau golongan floroquinolon. untuk meningkatkan aktivitas antibiotik pada
Penggunaan antibiotik sefalosporin generasi infeksi spesifik (efek sinergis) dan memperlambat
ketiga secara tunggal dapat dilihat pada tabel 9 atau mengurangi resiko timbulnya bakteri resisten
yang menunjukkan adanya modifikasi dosis. (Depkes, 2011). Berdasarkan penelitian ini,
Perubahan dosis terjadi pada beberapa pasien, kombinasi antibiotik yang digunakan adalah
dan rata-rata pasien tersebut adalah anak-anak. antibiotik ceftriaxone 2x1 (iv) + levofloksasin
Dosis pada anak-anak sangatlah ditentukan dari 1x500 mg (iv) (5 orang).
berat badan pasien tersebut, apabila dosis ingin
ditingkatkan perlu memperhatikan kondisi dari Tabel 4.10. Pola Penggunaan Antibiotik Sefalosporin Generasi
pasien tersebut (IDAI, 2012). Ketiga secara Kombinasi
Jumlah
Persentase
No. Kombinasi Pasien
Tabel 7. Pemeriksaan Radiologi Foto Thorax Pasien (%)
(n)
Pneuomonia
1 Ceftriaxone 5 100
Jumlah Persentase
2x1 (iv) +
Hasil Pemeriksaan Pasien (%)
Levofloksasin
(n)
1x500 mg
Bronkhopneumonia 15 48
(iv)
CAP 9 29
Total 5 100
Pleuropneumonia 1 3
Konsolidasi Paru 1 3
Tidak dilakukan 5 16 Beberapa pasien pada penelitian ini
Total 31 100 dilakukan adanya pergantian penggunaan
antibiotik sefalosporin generasi ketiga
Tabel 8. Pola Penggunaan Antibiotik Sefalosporin Generasi berdasarkan dari segi perubahan antibiotik
Ketiga
Pola Penggunaan Jumlah Persentase ataupun dari segi perubahan dosis yang diberikan.
Pasien (n)* (%) Penggantian ini dapat dilakukan berdasarkan dari
Tunggal 27 60 kondisi pasien seperti kondisi klinik ataupun
Kombinasi 18 40 berdasarkan hasil laboratorium. Antibiotik
Total 45 100 intravena dapat diganti peroral apabila terdapat
*Tiap pasien dapat memiliki pola penggunaan sefalosporin tanda perbaikan klinik seperti kondisi klinis
generasi ketiga lebih dari satu.
pasien membaik, tidak ada gangguan fungsi
pencernaan (muntah, malabsorpsi, gangguan
Pergantian rute penggunaan dari rute
menelan, diare berat), kesadaran baik, tidak
intravena menjadi oral pada penelitian ini juga
demam (suhu >36oC dan 90 kali/menit,
diamati yang terjadi ketika pasien akan pulang
pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 12.000 dengan pedoman pengobatan pneumonia pada
sel/dl (tidak ada neutropeni) (Depkes RI, 2011). anak yaitu 100mg/kgBB/hari yang terbagi dalam
Penggunaannya tidak diberikan secara bersamaan 4 dosis terbagi (IDAI, 2012). Apabila kondisi
namun diberikan dengan jeda waktu tertentu pasien sudah membaik, maka tidak perlu
dalam satu hari. Seperti contohnya ceftriaxone dilakukan penggantian antibiotik. Macam-macam
2x750 mg (iv) yang diganti menjadi cefixime syr penggantian antibiotik pada penelitian ini dapat
2x1 cth (po). Pemberian cefixime diberikan ketika dilihat pada tabel 11. Dosis pada pasien anak
pasien sudah dalam kondisi yang stabil dan sudah memang harus diperhatikan berdasarkan berat
diperbolehkan pulang oleh dokter walaupun badan dan juga usia pasien, dikarenakan kondisi
sebelumnya mendapatkan pemberian antibiotik tubuh pasien anak dan pasien dewasa berbeda
secara intravena dalam waktu satu hari. dalam beberapa hal yaitu seperti penyerapan
Selain itu pergantian antibiotik seperti usus, metabolisme obat, ekskresi obat dan juga
ceftriaxone menjadi azitromycin diberikan apabila kepekaan reseptor dalam tubuh terhadap obat
pasien dicurigai terinfeksi bakteri atipikal (Juwita, Arifi dan Yuliati, 2017).
(Mycoplasma pneumonia, Chlamydia Lama terapi penggunaan antibiotik
pneumonia, Legionella sp) (Perhimpunan Dokter sefalosporin generasi ketiga dengan persentase
Paru Indonesia, 2014). Hal ini telah sesuai dengan terbesar pada penggunaan antibiotik ceftriaxone
rekomendasi beberapa guideline seperti Adult dengan lama terapi 4-6 hari dengan persentase
Pneumonia Guideline (2012) dan Tata Laksana 35% (12 orang), dan dilanjutkan pada penggunaan
Pneumonia Komunitas oleh Perhimpunan Dokter ceftriaxone dengan lama terapi 1-3 hari 18% (6
Paru Indonesia (2014) yang menyatakan bahwa orang). Pada penggunaan antibiotik cefotaxime
terapi pasien rawat inap non ICU dewasa dapat ada satu pasien dengan lama terapi penggunaan
menggunakan antibiotik beta-laktam seperti selama 13 hari. Pada pasien tersebut kondisi
ceftriaxone yang dikombinasi dengan makrolida pasien mengalami gizi buruk sehingga
seperti azitromisin (Farida et al., 2017). penanganannya lebih lama. Lama terapi
Pergantian antibiotik selanjutnya adalah penggunaan antibiotik ditentukan berdasarkan
pemberian sefalosporin generasi ketiga dan adanya penyakit penyerta, beratnya suatu
digantikan dengan golongan penisilin seperti penyakit penyerta pada pasien. Berdasarkan
ampisilin. Ampisilin merupakan antibiotik literatur, umumnya terapi antibiotika extended
spektrum luas yang mekanisme kerjanya adalah empiris diberikan selama 7 – 10 hari, sedangkan
menghambat dinding sel (Chambers, 2007). Hal pada pasien dengan terapi steroid jangka panjang
ini juga sesuai dengan guideline American pemberian terapi selama 14 hari atau lebih. Selain
Academy of Pediatrics (2017) bahwa terapi lini itu, lama terapi ditentukan pula oleh kondisi dan
pertama pada pasien anak adalah penggunaan perkembangan klinis dari pasien (Dahlan, 2014).
ampisilin dan dapat ditambahkan antibiotik Durasi optimal terapi antibiotik tergantung pada
sefalosporin generasi ketiga apabila pasien tidak sindrom klinis, mikroorganisme penyebab, dan
menunjukkan perbaikan. Dari penelitian ini respon pasien terhadap terapi (Gilbert, 2015).
penggunaan ampisilin masih digunakan untuk
pengobatan pneumonia pada anak, hal ini sesuai
Tabel 4.11. Pergantian Pola Penggunaan Antibiotik Golongan Sefalosporin Generasi Ketiga
No. Jumlah
Pergantian Presentase (%)
Pasien (n)
1. Ceftriaxone 2x350mg (iv) → Ceftriaxone 1x350 mg (iv) 2 14
2. Ceftriaxone 2x1 (iv) + Levofloksasin 1x1 (iv) → Cefixime 2x1 (po) 1 7
Ceftriaxone 2x1 (iv) → Cefotaxime 3x1 (iv) + Levofloksasin 1x500 mg (iv)
3. Ceftriaxone 2x500 mg (iv) + Ampisilin 3x250 mg (iv) → Cefixime 2x1 (po) 1 7
Ceftriaxone 2x1 (iv) → Cefixime 2x1 (po)
4 Ceftriaxone 2x1 (iv) → Azitromycin 1x500 mg (po) 1 7
. Ampisilin 3x250 mg (iv) → Ceftriaxone 2x500 mg (iv)
5. Ampisilin 3x300 mg (iv) → Ceftriaxone 1x250 mg (iv) 1 7
6. Ampisilin 4x250 mg (iv) → Ceftriaxone 2x500 mg (iv) 1 7
7. Ampisilin 3x250 mg (iv) → Cefixime 2x25 mg (po) 1 7
8. Ampisilin 3x500 mg (iv) → Cefixime syr 2x1 cth (po) 1 7
9. Ampisilin 3 x 200 mg (iv) → Cefotaxime 3x250 mg (iv) 1 7
10. Ceftriaxone 2x750 mg (iv) → Cefixime syr 2x1 cth (po) 1 7
11. 1 7
12. 1 7
13. 1 7
Total 14 100
Pasien dengan lama perawatan <10 hari mempengaruhi lama perawatan pada pasien
(tabel 12.) memiliki persentase terbesar yaitu adalah kondisi pasien tidak stabil seperti adanya
sebesar 87% (27 orang), sedangkan pasien dengan penyakit penyerta lainnya sehingga pasien mudah
lama perawatan 10-20 hari sebesar 13% (4 orang). terinfeksi oleh bakteri penyebab pneumonia.
Menurut Misnadiarly (2008) faktor lain yang Menurut Depkes RI (2011) antibiotik efektif
DAFTAR PUSTAKA
Baharirama Made., dan Artini I.G.A. 2017. Pola Pemberian 2011.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Antibiotika Untuk Pasien Community Acquired Pneumonia di Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman
Instalasi Rawat Inap RSUD Buleleng Tahun 2013, E-Jurnal Umum Penggunaan Antibiotika. Jakarta: Departemen
Medika: Bali. https://ojs.unud.ac.id/ index.php/ Kesehatan RI.
eum/article/view/29107/18070.
Farida Y., Trisna, A.O, Nur D., 2017, Study of Antibiotic Use on
Bradley, J.S., 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia Patient in Surakarta Referral Hospital, Journal of
Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Month of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 2: 44-52.
Age: Clinical Practice Guideline by the Pediatric Infectious
Diseases Society of America. IDSA Guideline: Pediatric Gilbert, G.L.,2015,Knowing When to Stop Antibiotic Therapy.
Community Pneumonia Guideline. Marie Bashir Institute for Infectious Diseases and Biosecurity.
Med J Aust 2015,202: 121-122.
Chambers, H.F. 2007,Beta-Lactam Antibiotic & Other
Inhibitor of Cell Wall Synthesis’, in Katzung, B. G. Basic Goodman and Gilman., 2012. Dasar Farmakologi Terapi,
and Clinical Pharmacology, Ed. 10th, Ed, McGraw-Hill, New Editor Joel G., Hardman, L.E., Limbird, Konsultan Editor
York. Alfred Goodman Gilman, Alih bahasa Tim Ahli Bahasa
Sekolah Farmasi ITB, Edisi 10. Penerbit EGC,Jakarta.
Cunha, B.A. and Burke, M.D.2013,Community Acquired
Pneumonia. [diperbaharui 13 Januari 2014; Diakses 30 Gunawan, S.G., et al. 2013. Farmakologi dan Terapi (edisi 5,
September 2017]. Dari http://emedicine.medscape.com hal. 585-591 ; 666- 669). Jakarta : Departemen Farmakologi
/article/234240-overview#a1. dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dahlan, Zul, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hartati S,. 2012. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan
Edisi 6, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 1608-1624. dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita Di RSUD Pasar
Rebo Jakarta. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia], 2013,
Riset Kesehatan Dasar 2013, Kesehatan, B. P. dan P., ed., High, K., 2015. Evaluation of Infection in the Older Adult.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Diakses dari http://www.uptodate.com/contens/evaluation-
of-ifection-in -the-older-adult pada tanggal 25 Februari 2018.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia].
Hussain, F., Arayne, M.S., and Sultana, 2006, Interactions Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014, Pneumonia
between sparfloxacin and antacids dissolution and Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
adsorption studies. N. Pak. J.Pharm. Sci, 19: (1), 16-21. Indonesia. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Juwita, D.A, Arifi, H.dan Yuliati, N. 2017. Kajian Risnawati, D.2015,Gambaran Hasil foto Toraks Pada Pasien
Deskriptif Retrospektif Regimen Dosis Antibiotik Pasien Baru di Bagian/SMF Radiologi FK UNSRAT BLU RSUP
Pneumonia Anak di RSUP. Dr. M. Damil Padang. Jurnal Prof.Dr. R.D Kandou Manado Periode Juni-Oktober 2014.
Sains Farmasi & Klinis, 3(2):128-133. Jurnal E-Clinic, 3(1):48-53.
Kaparang, P.C., Heedy, T.dan Paulina V.Y.Y., 2014, Evaluasi Rizqi, M.H. dan Helmia, H., 2014, Tinjauan Imunologi
Kerasioanal Antibiotika Pada Pengobatan Pneumonia Anak Pneumonia pada Pasien Geriatri, CDK-21241(1): 14-18.
Di Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kondou
Monado Periode Januari –Desember 2013, Jurnal Sandora, T.J., and Sectish,T.C. Community-Acquired
IlmiahFarmasiPharmacon,3(3):247-253. Pneumonia in:Kliegman,R.M., Stanton,B.F.,Geme,J.W.,
Schor,N.F.,and Behrman,R.E. 2011, Nelson Textbook of
Kaysin, A. and Viera, A. 2016, Community-Acquired Pediatrics. 19th Ed,AnImprint of Elsevier Inc, Philadelphia.
Pneumonia in Adults: Diagnosis and Management,
American Family Physician, 94(9):698-706. Triono, A.A dan Purwoko, A.E, 2012, Efektifitas Antibiotik
Golongan Sefalosporin dan Kuinolon terhadap Infeksi Saluran
Misnadiarly, 2008, Penyakit Infeksi Saluran Napas Kemih, Mutiara Medika, 12(1): 6 -11.
Pneumonia pada Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pustaka
Obor Populer, Jakarta.