Anda di halaman 1dari 13

Makalah Hukum Pemerintahan Daerah

Sharing of Power dalam Desentralisasi dan Kaitannya Terhadap Pembangunan Daerah

Dosen Pengampu :
Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Nafisah Wardah Nasution (1903101010052)
Agung Nur Rezki (1903101010100)
Khairul Umam (1903101010243)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2021
ABSTRAK

Makalah ini membahas tentang sharing of power sebagai salah satu faktor pendorong
desentralisasi serta membahas kaitan desentralisasi dengan pembangunan daerah. Membahas
mengenai desentralisasi pasti sangat erat kaitannya dengan otonomi daerah. Pemerintahan daerah
dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, harus
memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan. Hal tersebut dilakukan agar pemerintah
mampu menjalankan tugasnya serta daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Desentralisasi sebagai kewenangan pemerintah
yang diberikan kepada daerah dimaksudkan sebagai upaya pemajuan pemberdayaan masyarakat,
tumbuhnya aspirasi dan kreativitas, peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam
pemerintahan lokal. Oleh karena itu pengertian otonomi daerah diartikan sebagai daerah otonom
kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan prakarsa masyarakat lokal sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.

Kata Kunci : Sharing of Power, Desentralisasi, Pembangunan Daerah


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan
sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya pada era reformasi dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan yang kemudian direvisi
masing-masing menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004. Walaupun demikian, penerapan konsep desentralisasi dan otonomi daerah di
Indonesia sampai saat ini dianggap masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Masih ditemukan banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, baik dari kelengkapan regulasi,
kesiapan pemerintah daerah, maupun penerimaan masyarakat sendiri.

Berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2014 desentralisasi didefinisikan sebagai


penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas
otonomi sedangkan otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem negara kesatuan republik Indonesia.

Desentralisasi dalam beberapa kasus diyakini sebagai jawaban atas persoalan dari sistem
yang sentralistik seringkali dipandang sebagai solusi dari persoalan seperti penurunan kinerja
perekonomian nasional ketidakmampuan pemerintah untuk membiayai pelayanan publik dan
penurunan kinerja dari pelayanan publik serta permintaan minoritas dalam tata kelola
pemerintahan lokal kelemahan legitimasi sektor publik dan global serta tekanan internasional
pada negara dengan sistem sentralistik non demokratis dan tidak efisien. Alasan dari
dilaksanakannya sistem desentralisasi secara praktik sangat spesifik tergantung konteks dari
masing-masing negara. Untuk dapat dilaksanakannya desentralisasi diperlukan beberapa faktor
yang dapat mendorong nya. Salah satunya adalah sharing of power yang akan kami bahas dalam
makalah kali ini serta kami juga akan membahas kaitan antara desentralisasi dengan
pembangunan daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Sharing of Power dan bagaimana keterkaitannya dengan Desentralisasi ?
2. Bagaimana keterkaitan Desentralisasi dengan Pembangunan daerah ?

C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian Sharing of Power dan kaitannya dengan Desentralisasi
2. Untuk mengetahui keterkaitan antara desentralisasi dan pembagunan daerah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sharing of Power dan kaitannya dengan Desentralisasi

Secara global, isu mengenai otonomi daerah banyak mengemuka di negara manapun
terutama menyangkut persoalan penyebaran kekuasaan yang merupakan manifestasi riil dari
demokrasi. Dengan kata lain, otonomi daerah pada hakekatnya merupakan penerapan konsep
teori “pembagian kekuasaan ke daerah” yang membagi kekuasaan secara vertikal di suatu
negara, sehingga menimbulkan adanya kewenangan penyelenggaraan pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat dan juga oleh Pemerintahan Daerah.

Pengertian desentralisasi dan otonomi daerah sebenarnya mempunyai tujuan masing-


masing. Istilah otonomi lebih cenderung pada political aspect (aspek politik kekuasaan Negara),
sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada administrative aspect (aspek administrasi negara).
Namun jika dilihat dari konteks sharing of power (berbagi kekuasaan), dalam prakteknya kedua
istilah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak terpisahkan.1

Terkait pemisahan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, terdapat dua


premis yang disesuaikan dengan sistem negara yaitu kekuasaan yang terpisah (power separation)
dalam sistem federalisme dan kekuasaan yang terpisah (power sharing) dalam negara kesatuan.2

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas
desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat
menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya,
kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan
yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan
fiskal.

1
Rasyid (2000:78) dalam Kausar (2013), dalam Jurnal Ilmu dan Budaya, Vol. 40, No. 55, Maret 2017,
2
Inkonsistensi Paradigma Otonomi Daerah di Indonesia: Dilema Sentralisasi atau Desentralisasi
Di negara seperti Indonesia organisasi kekuasaan, desentralisasi merupakan salah satu
bentuk devolusi atau sharing of power antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (daerah
pemerintah). Pengertian pemerintah daerah mungkin memiliki arti ganda pemerintahan daerah
berdasarkan asas dekonsentrasi dan kemandirian daerah. Desentralisasi mengarah pada Devolusi
kekuasaan. Kebijakan desentralisasi harus selalu bersatu dengan tujuan untuk mendemokratisasi
pemerintahan, memperkuat integrasi nasional, pemberdayaan masyarakat lokal, penghormatan
terhadap keragaman, dan peningkatan sosial kesejahteraan. Empat tujuan utama desentralisasi
yaitu di bidang ekonomi, politik, administrasi dan budaya. Di bidang desentralisasi ekonomi
dapat menekan biaya dan memastikan layanan yang lebih efektif (sesuai target).

Di bidang politik, desentralisasi dapat mengurangi penyalahgunaan kekuasaan oleh pusat,


dan akan memuaskan daerah karena secara psikologis karena diberi kepercayaan untuk
mengurus sendiri urusannya. Disinilah tempatnya desentralisasi diharapkan dapat mencegah
disintegrasi bangsa. Di bidang administrasi, desentralisasi memotong birokrasi pita rel dan
pengambilan keputusan yang lebih efektif. Dalam bidangsosial budaya desentarlisasi dapat
mengembangkan keberagaman serta menghargai budaya lokal. 3

Berkaitan dengan substansi materi kewenangan yang diserahkan oleh Pemerintah kepada
Daerah dalam kerangka pelaksanaan asas desentralisasi, Pasal 7 ayat (1) menyatakan :
“Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan
fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain”. Dan ayat (2) menyatakan: “Kewenangan bidang
lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan nasional secara makro, dana
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional”. 4

Penjelasan tersebut memperlihatkan adanya penyerahan wewenang (power sharing)


sebagai asas desentralisasi yang dilakukan oleh Pemerintah kepada Daerah. Jika dicermati
distribusi power sharing itu secara teoritis masih amat tidak merata. Kewenangan yang

3
Marlien I. Matitaputty, Desentralisasi dan Hubungan Pemerintah, Jurnal  Sasi  Vol.  18    No.  1  Bulan  Januari
ʹMaret  2012
4
PP No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom
diserahkan kepada Daerah bersifat inferior mikro sedangkan kewenangan yang bersifat superior
makro berada di pihak Pemerintah.

Ketimpangan power sharing ini masih terjadi pula antara Propinsi dan Kabupaten/Kota. PP
No.25 Tahun 2000, Pasal 3 ayat (5) menyatakan Kewenangan Propinsi mencakup sebagai
berikut:

1. Bidang pertanian;
2. Bidang kelautan;
3. Bidang pertambangan dan energi;
4. Bidang kehutanan dan perkebunan;
5. Bidang perindustrian dan perdagangan;
6. Bidang perkoperasian;
7. Bidang penanaman modal;
8. Bidang ketenagakerjaan;
9. Bidang kesehatan;
10. Bidang pendidikan dan kebudayaan;
11. Bidang sosial;
12. Bidang penataan ruang;
13. Bidang pemukiman;
14. Bidang pekerjaan umum;
15. Bidang perhubungan;
16. Bidang lingkungan hidup;
17. Bidang politik dalam negeri dan administrasi publik;
18. Bidang pengembangan otonomi daerah;
19. Bidang perimbangan keuangan;
20. Bidang hukum dan perundang-undangan penetapan peraturan daerah untuk mendukung
pemerintah Propinsi sebagai daerah otonom.

Dengan demikian, distribusi power sharing menurut jenjang hirarki pemerintahan mulai dari
Pemerintah-Propinsi–Daerah Kabupaten/Kota adalah bentuk kerucut terbalik. Sudah tentu
desentralisasi wewenang tidak dapat dilimpahkan secara mutlak, kedudukan pucuk pimpinan
menjadi hilang, berarti tidak ada organisasi.5

B. Keterkaitan Desentralisasi dengan Pembangunan daerah

Pembangunan bukan fenomena ekonomi semata melainkan proses Multidimensi yang


melibatkan reorganisasi dan reorientasi keseluruhan sistem sosial dan ekonomi. 6 Pembangunan
sendiri merupakan proses untuk meningkatkan kualitas hidup manusia seluruhnya dengan tiga
tujuan utama yakni peningkatan kualitas hidup pembentukan kondisi yang kondusif untuk
pertumbuhan kepercayan diri manusia melalui penetapan sistem sosial politik dan ekonomi serta
kelembagaan yang mempromosikan kehormatan dan martabat manusia serta peningkatan
kebebasan manusia untuk memilih dengan memperluas cakupan variabel pilihan pilihannya
(barang dan jasa).

Pembangunan dalam Era desentralisasi ditandai dengan perubahan dari strategi top dan
tradisional menuju pendekatan Batam up dengan meningkatkan kekuasaan pengambilan
keputusan pada tingkat lokal di mana desentralisasi terus there Atribusi pada institusi dan
kewenangan lokal dengan Pelimpahan kekuasaan dan sumber daya dari pusat ke daerah dapat
diinterpretasikan sebagai pengakuan bahwa kekuatan dan kekhasan daerah sangat relevan dengan
membentuk lintasan pembangunan lokal dalam konteks Globalisasi. 7

Pada makalah kami kali ini, kami akan membahas keterkaitan desentralisasi dengan
beberapa poin berikut:

 Desentralisasi terhadap pemerataan pembangunan

 Desentralisasi terhadap ketimpangan Pembangunan

 Desentralisasi terhadap efisiensi pembangunan

 Desentralisasi terhadap inefisiensi pembangunan

5
Priata Westra,dkk (1977)
6
Todaro & Smith, 2009
7
Ascani, Cresescenzi & lammarino, 2012
1. Desentralisasi Terhadap Pemerataan Pembangunan

Teori ekonomi menjelaskan bahwa desentralisasi dapat bermanfaat dan berbahaya pada
saat yang sama terhadap pemerataan pembangunan manfaatnya yang selama ini diyakini bahwa
desentralisasi fiskal dapat berkontribusi untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antar
wilayah karena dengan desentralisasi daerah yang lebih miskin memiliki kesempatan untuk
mengejar ketertinggalan dari daerah yang kaya serta menari sumber daya melalui pemberian
intensif serta penawaran kondisi yang menguntungkan.8

Selain itu desentralisasi juga memicu persaingan antar wilayah sehingga daerah daerah
akan memiliki kesempatan untuk mengolah pembangunan wilayah dengan lebih aktif melalui
perencanaan strategi sesuai dengan kebutuhannya. berbeda apabila Pemerintah pusat yang
mengembangkan strategi pembangunan, hampir pasti wilayah yang dikembangkan iyalah
wilayah yang sektor ekonomi nya dinamis dalam kacamata nasional.

Sehingga wilayah miskin sering kali dikesampingkan dari segi kelembagaan idealnya
desentralisasi akan berimplikasi pada penurunan seks struktur birokrasi di tingkat pemerintahan
pusat dengan demikian konsentrasi kegiatan ekonomi di sekitar ibukota pemerintahan akan
berkurang dan memicu terjadinya depresi atau penyebaran kegiatan serupa kepada seluruh
wilayah nasional. 9

2. Desentralisasi Terhadap Ketimpangan Pembangunan

Seperti yang telah disinggung sebelumnya desentralisasi kepada pemerintah daerah juga
memiliki dampak negatif terhadap isu pemerataan pembangunan atau dengan kata lain terdapat
penyebab ketimpangan pembangunan terdapat dua proses penyebab ketimpangan pembangunan.

Pertama, wilayah yang kaya memiliki daya tawar yang lebih kuat dibandingkan wilayah
miskin. Dalam mempengaruhi keputusan maupun kebijakan pemerintah pusat tidak hanya
kepentingan ekonomi wilayah yang kaya lebih dekat dengan pusat, pemerintah pusat pun
sebaliknya dapat memperoleh legitimasi elektoral, pengaruh media massa dan dukungan lainnya
dari wilayah yang kaya.

8
Ezcurra & pascual, 2008
9
Canaleta & Arzoz , 2004
Kedua, daya saing wilayah yang kaya akan mampu wilayah miskin langkanya modal
manusia atau sumber daya manusia dan modal fisik seperti materi, keuangan, infrastruktur, serta
kesenjangan struktur lainnya menjadikan persaingan teritorial antar daerah terlalu sulit bagi
wilayah miskin untuk memperoleh suatu keuntungan dari revolusi atau desentralisasi ini.10

3. Desentralisasi Terhadap Efisiensi Pembangunan

Hubungan antara desentralisasi terhadap efisiensi pembangunan juga dapat berdampak


positif maupun negatif. Menurut Ascanelli, 2012, terdapat tiga argumen untuk menyatakan
bahwa desentralisasi dapat mendukung efisiensi pembangunan.

Yang pertama efisiensi alokasi. Desentralisasi dianggap mendukung terciptanya efisiensi


alokasi kebutuhan daerah boleh jadi berbeda dengan kebutuhan nasional pemerintah daerah
dianggap memiliki informasi yang lebih baik terhadap kebutuhan daerah penyediaan barang dan
jasa publik lokal serta kebijakan yang sesuai terhadap kebutuhan daerah sehingga menentukan
efisiensi alokasi.

Yang kedua Efisiensi produksi. Desentralisasi juga dianggap mendukung terciptanya


efisiensi produksi pemerintah daerah cenderung akan lebih efisien dan kreatif dalam
mengembangkan kebijakan pembangunan untuk bertahan dalam persaingan teritorial berita
daerah lebih memiliki kesempatan untuk melakukan inovasi dibandingkan pemerintah pusat
karena resiko nya lebih sedikit karena dihasilkan oleh tanggung jawab yang lebih sedikit.

Yang ketiga akuntabilitas dan transparansi. Pengambilan keputusan di tingkat daerah lebih
akuntabel dan lebih transparan sehingga berdampak pada pengurangan tindakan korupsi karena
masyarakat sebagai konstituen ebih dekat terhadap pemerintah daerah partisipasi Pemangku
kepentingan lokal yang lebih luas, sehingga memungkinkan terciptanya kepercayaan yang
signifikan pada kelembagaan daerah.11

4. Desentralisasi Terhadap Inefisiensi pembangunan

Selain itu desentralisasi juga dapat menyebabkan efisiensi pembangunan karena sebab
sebab berikut ini:

10
Rodriguez-pose & gill, 2005
11
Ascani et.al, 2012
Ketimpangan transfer sumber daya dan kewenangan. Tidak cocok nya antara ketersediaan
sumberdaya dan kewenangan dipengaruhi dengan budaya SBC atau Sof budget constraint
sehingga menciptakan pembangunan yang tidak tepat guna. Karena budaya tersebut tidak ada
insentif bagi daerah untuk menjadi produktif dan efisien. Negara dimana desentralisasi
kewenangan lebih besar dibanding desentralisasi sumber daya akan menyebabkan daerah
tergantung dari sumber pembiayaan eksternal daerah seperti dari transfer pusat ke daerah atau
pinjaman.

Persoalan skala ekonomi. Pemerintah pusat dapat lebih efisien dalam penyediaan barang
dan jasa karena skala ekonomi dan cakupannya daerah mungkin terlalu kecil untuk dapat
menjadi efisien desentralisasi dapat lebih efisien pada pemerintah daerah yang memiliki sekalah
ukuran tertentu yang cukup dalam hal ekonomi penduduk wilayah untuk menyediakan barang
dan jasa dalam biaya yang lebih murah.

Persaingan teritorial persaingan antar wilayah dapat mengurangi efisiensi karena


penyebabkan daerah mengeluarkan biaya lebih untuk membuat lokasi mereka lebih menarik bagi
pihak eksternal dalam sudut pandang nasional manfaat menarik investasi akan sama saja di mana
pun wilayahnya menunjukkan bahwa persaingan wilayah adalah sebuah zero-sum-game. 12

Tumpang Tindih urusan pemerintah. Desentralisasi dapat membuat efisiensi karena


kemungkinan adanya kompetensi yang over lapping antara tingkat pemerintah sehingga
kecenderungan mereplikasi jenis pelayanan yang sama.

Desentralisasi korupsi. Inefisiensi juga terjadi karena meningkatnya resiko korupsi di


tingkat lokal di mana interaksi antar gen ekonomi dan agen politik terjadi lebih sering. Untuk
mengatasi desentralisasi korupsi ini Upaya yang dilakukan pemerintah daerah guna mencegah
terjadinya korupsi adalah dengan menitikberatkan kepada pemberdayaan masyarakat daerah
sehingga outputnya terdapt starategi guna mencegah terjadinya korupsi di tingkat daerah. Dalam
penjabaran desentralisasi yang bebas yaitu Lembaga pemerintah harus memberikan peluang bagi
pengawasan masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan pemerintahan, menciptakan dan mendukung
banyak organisasi pengawasan dari masyarakat, Menyelesaikan kasus-kasus (kolusi, korupsi dan
nepotisme) KKN di daerah.

12
Cheshire & Gordon, 1998
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Terkait pemisahan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, terdapat dua


premis yang disesuaikan dengan sistem negara yaitu kekuasaan yang terpisah (power
separation) dalam sistem federalisme dan kekuasaan yang terpisah (power sharing) dalam
negara kesatuan.
 Jika dikaitkan dengan pembangunan daerah, maka desentralisasi memiliki keterkaitan
dengan 4 hal yaitu :
 Desentralisasi terhadap pemerataan pembangunan
 Desentralisasi terhadap ketimpangan Pembangunan
 Desentralisasi terhadap efisiensi pembangunan
 Desentralisasi terhadap inefisiensi pembangunan
DAFTAR PUSTAKA

 Jati Raharjo, Wasisto. (2012). Inkonsistensi Paradigma Otonomi Daerah di Indonesia:


Dilema Sentralisasi atau Desentralisasi
 Dwi Hananto, Untung. (2011). ASAS DESENTRALISASI DAN TUGAS
PEMBANTUAN DALAM UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN
DAERAH
 I. Matitaputty, Marlien. (2012). Desentralisasi dan hubungan pemerintah pusat dan
daerah di Indonesia problem dan tantangan. Jurnal Sasi Vol.18 No.1
 Direktorat Otonomi Daerah. (2017). Kajian Evaluasi Dampak Kebijakan Desentralisasi
dan Otonomi Daerah terhadap Kinerja Pembangunan Daerah

Anda mungkin juga menyukai