Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. A.H


DENGAN GANGGUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WISMA DRUPADA RSJ.PROF DR.SOEROJO MAGELANG
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Program D3 Keperawatan
Stase Keperawatan Jiwa

Di Susun Oleh :
Ahmad Alvian
72020040007

Disusun Oleh :

1. Widiasari ( 212019010036 )
2. Syifa Alqorona Rizky ( 212019010043 )
3. Arlinda Stevani Wijayanti ( 212019010044 )
4. Aza Ayyubah ( 212019010045 )
5. Kholifah Anggraeni R.P ( 212019010047 )
6. Novita Putri Damayanti ( 212019010048 )
7. Yanuar Rizqi Azzakiy ( 212019010053 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. PENGERTIAN

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik secara diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Anik, 2012).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis ( Harnawati,
2010).
Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara
fisik baik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Anik, 2012).
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan
klien sendiri, lingkungan, termasuk orang lain dan barang-barang .Perilaku
kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik
(Anik., 2012).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan
dapat merusak lingkungan.

B. ETIOLOGI

1.   Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan 
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan 
oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2018) adalah:
a)   Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1)  Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses
impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2)   Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
3)  Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
4)  Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang  menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.

b) Teori Psikologik
1)      Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
dan memberikan arti  dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa 
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2)      Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun,
dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.

c)      Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur


sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu
menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat
berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2.      Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan 
dengan (Yosep, 2011):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam

sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c)  Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d)  Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

C.  TANDA DAN GEJALA


1. Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar dan ketus.
3.  Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4.  Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
5.  Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral dan kreativitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8.  Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.(Nita
Fitria, 2011)
D. MEKANISME KOPING

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat


membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif dalam
mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represif, denial dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat
berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini
tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang
meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut akan berdampak
pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan).
Selain diakibatkan berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering
keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefektif).

E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan


keperawatan dan penatalaksanaan medis.
1.      Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan
keperawatan dan terapi modalitas.
a)      Pendekatan proses keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses
keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
1)      Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini
dalam perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area
kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini
secara singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini digunakan baik
pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan (Videbeck, 2012, hlm.
69).
(a)    Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan
seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau
diskusi informal memberikan klien kesempatan untuk membicarakan
peristiwa atau isu ketika klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien
dalam proses terapeutik dan meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan perhatian
perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk mendengarkan
masalah, pikiran, serta perasaan klien. Mengetahui apa yang diharapkan
dapat meningkatkan rasa aman klien  (Videbeck, 2012, hlm. 259).
(b)   Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan
diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang
lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok
ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan
menjadi anggota kelompok klien dapat, mempelajari cara baru
memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan masalah dan
juga membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang
penting  (Videbeck, 2012, hlm. 70).
(c)    Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah
memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi
klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,
merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan
menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga
(d)   Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara
pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara ahli
terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri dan
perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal, memperbaiki
hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati atau
ketidakbahagiaan. Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui
tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-klien: introduksi,
kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh
organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain mendorong
upaya mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat
maksimal yang mungkin dari terapi 
2.      Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode
psikofarmakologi dan metode psikososial.
a)      Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis
klien dengan perilaku kekerasan yaitu:
(1) Psikofarmakologi
Penggunaan  obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari penemuan
neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf pusat (SSP)
secara langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku, persepsi,
pemikiran, dan emosi. Menurut Laraia (2013), beberapa kategori obat yang
digunakan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
-  Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien.
Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk
gejala depresi.Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami
disinhibiting effect dari Benzodiazepines dapat mengakibatkan
peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam
mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan
dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan
agitasi klien dengan cedera kepala, demensia dan ’developmental
disability’.

-  Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif
klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan
dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.(Dr.Budi, 2012)

F. POHON MASALAH
Pohon Masalah Perilaku Kekerasan : Amuk
G. DIAGNOSAKEPERAWATAN

1. Resiko Perilaku kekerasan


2. Gangguan Presepsi Sensori : Halusinasi

H. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa 1: Resiko perilaku kekerasan
Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
 Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
Tindakan:
 Beri kesempatan mengungkapkan
 Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
Tindakan :
 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
 Observasi tanda perilaku
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
 Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
 Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa
 Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku


Tindakan:
 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
 Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik :tarik nafas dalam
jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
 Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
 Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
Tindakan:
 Bantu memilihcara yang paling tepat.
 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah
 Bantu mensimulasikan cara yang telah
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
8. Klien mendapat dukungan dari
Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efeksamping).
 Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn.AH
DENGAN GANGGUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

I IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A H
Umur : 23 Tahun
No. RM : 00188815
Jenis Kelamin : Laki laki
Informan : Pasien, rekam medik, perawat
Pendidikan : SMk
Pekerjaan : Swasta
Suku/Bangsa : Jawa/indonesia
Alamat : Magelang Jawa Tengah
Ruangan Rawat : Wisma Drupada
Tanggal Dirawat : 13 Agustus 2021
Tgl Pengkajian : 24 Agustus 2021

II ALASAN MASUK
Pasien di bawa keluarga pada taggal 13 Agustus 2021 jam 10.30 ke RSJ.Prof
Dr.Soerojo Magelang karena pasien mengamuk saat di rumah, bicara sendiri dan marah
marah setelah pulang kerja. Keluarga merasa kuatir saat dirumah pasien memukul
televisi.

III FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?

Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami gangguan jiwa dan pernah di
rawat di rsj selama 1x pada tahun 2019

2. Pengobatan sebelumnya.

Pasien mengatakan pernah putus obat sehingga di katakan kurang berhasil

3. Riwayat aniaya fisik ?


Pasien mengatakan saat marah marah meluapkan emosinya dengan merusak / memukul
televisi di rumah

Pasien tidak pernah dianiya oleh orang lain

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Pasien mengatakan di dalam anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan
jiwa

5. Adakah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan

Faktor Presipitasi

Pasien mengatakan pernah putus obat

Pasien mengatakan marah marah karena lelah bekerja


IV FISIK

1. Keadaan umum pasien saat ini baik.karena dalam menjalankan Activity Daily
Living dilakukan secara mandiri, tanpa bantuan oleh perawat
2. Tingkat kesadaran pasien: Composmetis
3. Tanda-tanda Vital:

TD: 110/80 mmHg


N: 88 x/menit
S: 36,3 OC
RR: 20 x/menit
4. Mengukur :

BB: 65 Kg
TB:175 Cm
5. Keluhan fisik

Pasien tidak mempunyai keluhan fisik apa pun

V PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan:
: Laki-laki : Garis keturunan
: pasien
: Perempuan
: Tinggal serumah
Klien tinggal Bersama bapak ibu daan adek perempuannya

a. Pengambilan keputusan dalam rumah oleh:

Pasien mengatakan yang mengambil keputusan sepenuhnya ada di


orangtuanya

b. Pola komunikasi antar anggota kelurga

Pasien mengatakan pola komunikasi antar anggota sangat baik, keluarga


Tn. A H hanya bicara seperlunya dengan klien dan lebih sering berdiskusi
dengan ibunya

c. Pola asuh yang diterapkan dalam keluarga

Pasien mengatakan pola asuh yang diterapkan ibunya demokratis

d. Sumber pembiyaan

Pasien mengatakan sumber pembiyaan adalah dirinya karena pasien sudah


berumah tangga dan bekerja di bengkel.

2. Konsep Diri
a. Gambaran diri

- Klien mengatakan seluruh anggota tubuhnya baik

b. Identitas diri

- Klien bernama A H usia 23 tahun yang berjenis kelamin laki – laki dan merasa puas
dengan jenis kelaminnya.

- Pasien mengatakan posisi pekerjaan terakhirnya bengkel

- Pasien mengatakan Pendidikan terakhirnya adalah SMK

- Pasien mengatakan sudah menikah

c. Peran

- Pasien mengatakan usia 23 tahun, usia dewasa awal

- Pasien berperan sebagai anak kedua dari 3 bersaudara, saat ini ia tinggal dengan istrinya
dan anaknya.

- Pasien mengatakan sering berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat misalnya gotong-


royong

d. Ideal diri
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang berkumpul bersama keluarga
dan berkerja.

- Pasien mengatakan ingin berbaur dengan masyarakat, mengikuti kegiatan sosialisasi


masyarakat.

e. Harga diri

- Pasien mengatakan meski sekarang dalam keadaan sakit jiwa namun ia masih sangat
dibutuhkan atau berguna untuk dalam keluarga, kelompok, dan masyarakat.

- Pasien mengatakan tidak minder jika bertemu dengan orang lain

f. Hubungan sosial

- Klien mengatakan orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah ibu dan bapaknya.

- Klien mengatakan tidak memiliki hambatan hubungan sosial dengan orang lain.

- Klien berperan aktif dalam kegiatan dan aktivitas sehari - hari, rumah sakit.

- Perilaku saat dikaji sangatlah kooperatif, namun saat mengingat keluarganya dan bila
sesekali halusinasinya muncul emosinya labil.

g. Spiritual

- Klien mengatakan bahwa gangguan jiwanya adalah penyakit yang berasal dari tuhannya
dalam bentuk cobaan.

- Klien adalah seorang yang beragama islam dan mengatakan sholat itu wajib.

- Pasien mengatakan melakukan ibadah sholat secara teratur 5 waktu

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan Fisik
- Kebersihan dan kondisi klien dari rambut sampai kuku dan kulit baik, cara berpakaian
klien rapi, kancing baju terpasang dengan baik.
Pembicaraan
- Klien berbicara tegas dan jelas, komunikasi koheren.

2. Aktifitas Motorik
- Pasien terlihat agitasi (gelisah motorik, mondar-mandir)
- Klien terkadang menyendiri, gelisah karena pengen cepat pulang kangen dengan
keluarganya
3. Alam Perasaan
- Klien merasa sedih ketika teringat keluarga dirumah.
4. Afek
- Inappropriate: labil, mood / emosi pasien yang cepat berubah.

5. Interaksi Selama Wawancara


- Selama wawancara klien kooperatif, komunikasi koheren.

6. Persepsi
- Pasien mengatakan tidak mendengar bisikan-bisikan aneh dan melihat bayangan –
bayangan namun berbicara sendiri.
- Pasien mengatakan banyak fikiran soal ekonomi dan lelah bekerja sehingga membuat ia
emosi dan mengamuk.

7. Proses Pikir
- Klien saat diwawancarai pembicaraanya

8. Isi Pikir
- Tidak ditemukan adanya hipokondria, phobia, maupun waham.

9. Tingkat kesadaran (secara kualitatif)


- Kesadaran klien composmentis, pasien mampu mengingat keluarganya, hari dan waktu

10. Memori
- Ingatan jangka panjang dan jangka pendek klien masih baik karena klien dapat
menceritakan masalalunya dan mengingat kenapa dia bisa dibawa ke RSJ.

11. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung


- Konsentrasi klien masih cukup baik dan mampu berhitung dengan hitungan-hitungan
sederhana dengan pertambahan, pengurangan dan perkalian.

12. Kemampuan Penilaian


- Klien dapat mengambil keputusan sederhana, misalnya lebih memilih mandi terlebih
dahulu daripada makan.

13. Daya tilik diri


- Klien mengatakan bahwa sekarang dia berada di RSJ untuk perawatan, pengobatan
dirinya yang sedang mengalami gangguan jiwa.
VI KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan :
Pasien mampu menyiapkan makanan, membersihkan alat makan, serta mampu
menempatkan alat makan dan minum ditempatnya

2. BAK/BAB :
Pasien mampu mengontrol BAK/BAB di WC, membersihkan WC, membersihkan diri,
memakai pakaian/ celana.

3. Mandi :
Pasien mampu mandi, menggosok gigi dan keramas.

4. Berpakaian/ berdandan :
Pasien mampu memilih pakaian, memakai pakaian dan mencukur jenggot (laki-laki)

5. Istirahat dan tidur :


Pasien mampu mengatur waktu tidur, merapikan sprei dan selimut dan mampu untuk
tidur dengan bantuan obat

6. Penggunaan obat :
Saat di RSJ klien hanya menerima obat yang diberikan oleh perawat dan di bimbing
dalam pemberian obat.

7. Pemeliharaan kesehatan :
Pasien 2 kali ini dirawat RSJ.

8. Kegiatan didalam rumah :


Pasien mengatakan mampu menjaga kerapian rumah

9. Kegiatan di luar rumah :


Pasien mengatakan mampu berbelanja dan menggunakan alat transportasi saat diluar
rumah.
VII MEKANISME KOPING
- Klien terkadang suka menyendiri dan melamun,

- Klien mengatakan ketika ada masalaah selalu dipendam sendiri, jika tidak tahan marah
marah mengamuk dan membanting barang.

VIIIMASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


- Pasien mengatakan sebelum dirawat di RSJ ia mengalami permasalahan
perekonomian

IX PENGETAHUAN KURANG TENTANG


- Klien kurang mengetahui tentang manajemen hidup sehat atau tentang bahaya
merokok, karena klien sering merokok dan jenis obat-obatan yang dikonsumsi.
X ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik : F 20.0 (Skizofrenia Paranoid)

Terapi medik :
• Clozapine 100 mg / 12 jam ( pagi – malam )
• Risperidone 2 mg / 12 jam ( pagi – malam )
XII Analisis Data
Tgl./jam Data Masalah Paraf
Keperawatan

24-08-2021 Ds
  Pasien mengatakan ingin mengamuk, Resiko Perilaku
keinginan untuk memukul, pernah
Jam 09.00 memukul televisi. kekerasan
 
Do
- Afek Labil
- Klien mudah tersinggung
- Klien berbicara tegas dan
jelas
- Tatapan mata tajam
- Gelisah

24-08-2021 Ds :
  - Pasien mengatakan tidak pernah Gangguan Sensori
mendengar bisikan bisikan aneh,
Jam 09.05 - Klien mengatakan tidak suka Persepsi : Halusinasi
keramaian Visual
Do : - Klien bicaraa sendiri
- Afek Labil
- Klien sering melamun
- Tampak sedikit cemas / gelisah
- Kontak mata mudah beralih
- Klien suka menyendiri

XIII Diagnosa Keperawatan


1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Visual (Penglihatan)
XIV RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Dx Perencanaan
Tanggal Keperawata
Tujuan Tindakan Rasional
n
24-08-2021 Resiko Setelah dilakukan Sp1
Perilaku tindakan keperawatan - Bina hubungan saling percaya dengan - Bina hubungan saling percaya adalah
Kekerasan selama 3x24 jam komunikasi dasar diskusi melakukan tindakan
diharapkan masalah - Mengidentifikasi penyebab, tanda, selanjutnya.
perilaku kekerasan gejala, akibat resiko perilaku
dapat teratasi dengan kekerasan
kriteria hasil : - Menyebutkan cara mengontrol resiko
- Klien mampu perilaku kekerasan dengn Teknik
mengidentifikasikan Nafas Dalam
akibat dan tanda - Membantu pasien mempraktikkan
resiko perilku latihan cara mengontrol Teknik Nafas
kekerasan Dalam.
- Klien dapat Sp2
mengetahui cara - Melatih pasien mengontrol resiko - Dengan mengungkapkan perasaan
mengontrol perilaku perilaku kekerasan dengan cara teknik yang dirsakan klien maka perawat
kekerasan nafas dalam dan benar obat bisa melakukan tindakan selanjutnya.
- Klien dapat - Menganjurkan pasien memasukkan
mengontrol perilaku dalam jadwal harian
kekerasan dengan cara Sp3
: Teknik Nafas Dalam, - Melatih pasien mengontrol resiko - Dengan itu klien dapat mengontrol
spiritual, verbal perilaku kekerasan dengan cara verbal emosinya
asertif, dan terapi asertif
psiko farma - Mengnjurkan pasien memasukkan
kedalam jadwal harian
Sp4
- Melatih pasien mengontrol resiko - Klien dapat mengontrol solusinya
perilaku kekerasan dengan cara dan lebih baik mendekatkan dan
spiritual kepada sang pencipta
- Menganjurkn pasien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan pasien
XV CATATAN KEPERAWATAN
N Tanggal Dx Kep Implementasi Evaluasi Paraf
o
1 24 Agustus Resiko - Membina hubungan saling percaya menyapa S:
2021 perilaku dan memperkenalkan diri, tujuan serta Klien mengtakan saat dirumah mengamuk
11.00 WIB kekerasa kontrak waktu memukul televise, kekelahan bekerja
n - Membantu klien mengungkapkan O :
perasaannya - Klien kooperatif
- Mengidentifikasi penyebab tanda dan gejala - Klien mau menceritakan
resiko perilaku kekerasan yang dilakukan masalahnya
- Mengajarkan klien cara mengontrol teknik - Klien mampu mengontrol resiko
nafas dalam perilaku kekerasan dengan nafas
- Menganjurkan klien untuk memasukkan ke dalam
dalam jadwwal kegiatan A : SP 1 Resiko Perilaku Kekerasan teratasi
P : lanjut intervensi Sp2 bimbing kaji dan
control perilaku kekerasan dengan 5 benar obat
2 25 Agustus Resiko - Melatih klien mengontrol resiko S:
2021 perilaku perilaku kekerasan dengan 5 benar Klien mengatakan sudah tudak jengkel dan
kekerasa obat marah, klien mengatakan mampu
09.00 WIB n - Membantu klien untuk memasukkan mengontrol dan memahami apaa yang
ke jadwal kegiatan harian klien diajarkan dengan perawat
O:
- Klien kooperatif
- Klien mampu menyebutkan 5 benar
obat
- Komunikasi koheren
- Klien tenang
A : SP 2 Resiko Perilaku Kekerasan Teratasi
P : lanjut intervensi Sp3 resiko perilaku
kekerasan dengn cara verbl asertif

3 26 Agustus Resiko - Melatih pasien cara mengontrol perilaku S:


2021 perilaku kekerasan dengan cara verbal asertif Pasien mengatakan mengontrol perilaku
kekerasa - Kolaborasi pemberian obat sesuai advice kekerasan dengan cara verbal yaitu dengan
n dokter: meminta, menolak, dan mengungkapkan
- Clozapine 25mg/12 jam dengan benar
- Risperidone 2 mg/12 jam O:
Pasien kooperatif, Pasien mampu
mengidentifikasi cara menolak, cara
meminta, cara menhatakan dengan baik .
Pasien mampu mempraktikan cara
menolak, cara meminta, cara menyatakan
dengan baik/halus

A : SP 3 Resiko Perilaku Kekerasan Teratasi


P : Lanjut intervensi Sp4 bimbing daan kaji
resiko perilaku kekerasan dengan cara
spiritual

Anda mungkin juga menyukai