Disusun Oleh:
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (narkotika, psikotropika dan
zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi
sebagai hasil dari akumulasi frustrasi. Frustrasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat. Salah satu kebutuhan manusia adalah ―berperilaku‖,
apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory)menyatakan
bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu
untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi (social learning
theory).
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain. Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang berasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari
dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang
yang dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan
rasa cinta, kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor
luar individu meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu
ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
C. Jenis
Joyal (2008) menambahkan bentuk atau jenis perilaku kekerasan yang
dilakukan seseorang dapat:
1) Kekerasan secara verbal.
2) kekerasan terhadap diri sendiri dan benda.
3) kekerasan terhadap orang lain.
D. Fase-fase
1) Assertif
Seorang mahasiswa kesal dan marah karena tidak mendapatkan
nilai A dalam satu mata kuliah, padahal ia sudah belajar keras
untuk mata kuliah tersebut. Ia marah kepada dirinya sendiri,
kepada soal ujian yang sulit tapi tetap menerima keadaan tersebut.
Maka mahasiswa tadi masuk dalam fase assertif. Fase ini bisa
dibilang respon wajar dalam hal marah, karena merupakan
ungkapan kekesalan, atau tidak setuju akan suatu hal. Marah dalam
fase assertif tidak merugikan orang lain, hanya mengungkapkan
perasaan dan menyatakan secara verbal, terkadang dalam bentuk
non verbal. Bahkan sikap assertif bisa membuat perasaan lega
kepada orang yang melakukannya. Malah terkadang setelah marah
dalam fase ini, muncul motivasi sebagai respon dari kegagalan atau
ketidaksetujuan akan sesuatu. Fase assertif adalah tingkatan marah
(rentang respon marah) yang paling rendah, malah kadang susah
dibedakan antara dia marah atau sekedar bersedih.
2) Frustasi
Respon frustasi adalah respon marah selanjutnya, biasanya terjadi
karena gagal dalam mencapai tujuan dan tidak bisa menerima
kenyataan. Bedanya dengan assertif, orang-orang yang mengalami
frustasi memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Nampak
ketegangan dalam dirinya dan sering menjauh dari keramaian.
Kekecewaan yang dialami sangat membekas, ditampakkan dari
mengurangi interaksi dengan orang lain dan lebih sering
menyendiri.
3) Pasif
Marah pasif adalah marah yang paling banyak dilakukan oleh
perempuan, fase ini sangat berbeda dengan fase sebelumnya yang
menunjukkan marah dengan nyata. Ini adalah jenis marah yang
lebih banyak diam, tidak mengungkapkan amarah. Itulah kenapa
saya mengatakan bahwa jenis marah ini paling banyak dilakukan
oleh perempuan, suasana hati perempuan susah ditebak ketika
diam, mereka marah tapi tidak ketahui alasannya dan apa yang
harus dilakukan. Hanya duduk termenung, dengan muka masam
tanpa kata-kata sedikitpun, laki-laki yang berada di posisi ini
bingung harus bereaksi seperti apa. Meski tidak mengungkapkan
perasaannya, orang-orang yang marahnya pasif tidak boleh
disepelekan. Perasaan marah yang dipendam bisa keluar kapan
saja, bahkan bisa menjadi beban pikiran jika dibiarkan berlarut-
larut.Maka sebaiknya marah itu diekspresikan, dikeluarkan dengan
wajar, jangan disimpan agar tidak menjadi penyakit hati. Sama
halnya cinta, katakan bila memang suka, buang jauh-jauh jika
memang tidak ada perasaan.
4) Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol.
Orang agresif biasanya tidak mau tahu pendapat orang lain. Marah
diekspresikan dengan fisik dan nyata namun masih terkontrol, tapi
mulai menggunakan kata-kata yang kasar bahkan hingga
mengancam. Terkadang pada fase ini sudah ada gerakan seperti
akan memukul seseorang namun tidak dilakukan, masih sebatas
gertakan. Meski belum sampai melukai orang lain, agresif sudah
termasuk fase maladaptif (tidak bisa beradaptasi terhadap keadaan)
pada rentang respon marah.
5) Kekerasan/ Mengamuk
6) Rentang Respon
Penyebab
Gangguan sensori persepsi
halusinasi
Data Objektif:
- Pasien tampak melotot.
- Suara pasien tinggi dan sering
berteriak serta memaki orang
yang dilihatnya.
- Pasien tampak tidak rapih,
berbau, dan rambut acak-
acakan.
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien.
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara verbal.
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien.
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara spiritual.
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
VI. SUMBER
Dermawan dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa:Konsep Dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Joyal, Christian C, Gendron, Catherine, Cote, Gilles 2008, ‘Nature and Frequency
Aggressive Behaviours Among Long-Term Inpatients With Schizophrenia:
A 6-Months Report Using The Modified Overt Aggression Scale’, Canadian
Journal of Psychiatry, vol. 53, no. 7, diakses 03 September 2015, <
http://media.proquest.com/>.
Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
FORMAT PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
A. IDENTITAS
1. Nama pasien : Nn. A
2. Umur : 28 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Belum kawin
5. Orang yang berarti : Orang tua
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Pendidikan : SMA
8. Tanggal masuk : 19 Agustus 2021
9. Tanggal pengkajian : 19 Agustus 2021
10. Diagnosa medik :
11. Penampilan : Tidak rapih
B. PERSEPSI DAN HARAPAN
1. Pasien
Pasien mengatakan malas minum obat karena bosen minum obat teratur pun
tidak sembuh-sembuh. Pasien mengatakan sudah tahu cara mengontrol marah
tapi malas melakukannya karena tidak ada pengaruhnya. Pasien berharap bisa
sembuh dan tidak kambuh lagi.
2. Keluarga
Keluarga pasien mengatakan dirumah pasien sering marah-marah, membanting
barang dan mengeluarkan kata-kata kotor serta mengancam akan membakar
rumah. Keluarga pasien berharap pasien bisa sembuh dan tidak kambuh lagi.
C. STATUS MENTAL
1. Emosi
Keluarga pasien mengatakan dirumah pasien sering marah-marah, membanting
barang dan mengeluarkan kata-kata kotor serta mengancam akan membakar
rumah.
2. Konsep diri
Pasien mengatakan malas minum obat karena bosen minum obat teratur pun
tidak sembuh-sembuh. Pasien mengatakan sudah tahu cara mengontrol marah
tapi malas melakukannya karena tidak ada pengaruhnya.
3. Pola Interaksi
Pasien selalu memaki orang yang dilihatnya dan nada suara tinggi serta berteriak.
4. Gaya Komunikasi
Pasien berbicara dengan nada tinggi serta berteriak.
E. RIWAYAT KELUARGA
1. Genogram
X X X
X
Keterangan :
: Laki-laki X : Meninggal
: Perempuan : Klien
: Garis perkawinan
2. Masalah Keluarga dan Krisis
Proses Keperawatan :
Kondisi Klien :
Tindakan Keperawatan :
Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini…?”. “sepertinya sedang marah ya…”. “Buat apa
marah-marah nanti cape sendiri dan tidak punya teman loh…”.
“Sebelumnya pekernalkan nama saya suster Galuh”.
“Kalau boleh saya tahu siapa nama Nona dan paling suka dipanggil siapa?”.
“Kita kemarin sore kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari ini”.
“Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. “Ingin berbincang-bincang sedikit
kepada Nn. A apakah Nona bersedia berbincang-bincang dengan saya”. “Kira-kira
berapa lama ya, jika 15 menit apakah Nn. A bersedia?”. “Nn. A ingin kita berbincang-
bincang dimana, kalau di Taman bagaimana?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik :
- “Kalau boleh tahu apa yang membuat Nn. A melakukan perilaku kekerasan
ini?”. (sambil perhatikan pasien. Lihat tanda dan gejala adanya perilaku
kekerasan. Serta lihat apa ada kegiatan yang dilakukan pasien yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan. Jika ada lalu lihat muncul akibat
apa dari perilaku kekerasan yang dilakukan pasien).
- “Maaf ya Nn. A bukannya saya menyalahkan Nn. A, coba lihat akibat yang
Nn. A lakukan tadi membahayakan bukan?”. “Apa Nn. A mau melakukan
sesuatu untuk tidak terjadi seperti itu lagi?”. “Agar tidak membahayakan diri
sendiri dan orang lain nantinya”. “Apa Nn. A masih ingat teknik napas dalam
dan mengatur jika Nn. A marah menggunakan alat yang tidak berbahaya
seperti memukul bantal atau kasur”.
- “Kalau masih ingat coba saya ingin lihat Nn. A melakukan semuanya”.
- “Wah, hebat Nn. A masih ingat semuanya dan tidak ada yang terlewatkan”.
“Dan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian”.
b. Waktu : “Kira-kira berapa lama ya, jika 15 menit apakah Nn. A bersedia?”.
c. Tempat: “Nn. A ingin kita berbincang-bincang dimana, kalau di Taman
bagaimana?”.
Tujuan interaksi : Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi teraupetik, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan,
membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
(tarik napas dalam) dan fisik II (pukul bantal / kasur), menganjurkan
pasien memasukkan dalam kegiatan harian.
Terminasi
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Nn. A mengatakan bahwa selama 15 menit Nn. A berbincang-bincang dengan
saya dan mengatakan mengenai perilaku kekerasan Nn. A yang salah agar tidak
Nn. A ulangi lagi dan bisa mengotrolnya dengan teknik napas dalam dan
menggunakan alat yang tidak berbahaya seperti memukul kasur atau bantal.
Proses Keperawatan :
Kondisi Klien :
Tujuan Khusus : Pasien mampu mengatasi atau mengendalikan resiko perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya.
Tindakan Keperawatan :
Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini?”.
“Masih ingat tidak siapa saya?”.
“Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00 WIB selama 15
menit. “Dan di taman”.
“Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. Untuk melihat apakah Nn. A
melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik,
menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A ”. Apakah Nn. A bersedia?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik : “Untuk melihat apakah Nn. A melakukan semua kegiatan yang ada
dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik, menjelaskan cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan minum obat, dan memasukkannya ke jadwal kegiatan
harian Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00
WIB selama 15 menit”.
c. Tempat: “Dan di taman”.
Terminasi
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Proses Keperawatan :
Kondisi Klien :
S : Klien mengatakan lebih tenang, mau melakukan kedua kegiatan, mau minum obat
untuk mengontrol perilaku kekerasannya, dan terasa lebih tenang.
O : Klien terlihat lebih tenang, terllihat melakukan kedua kegiatan, mau minum obat
untuk mengontrol perilaku kekerasannya dan tampak lebih tenang.
Tujuan Khusus : Pasien mampu mengatasi atau mengendalikan resiko perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya.
Tindakan Keperawatan :
Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini?”.
“Masih ingat tidak siapa saya?”.
“Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00 WIB selama 15
menit. “Dan di taman”.
“Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. Untuk melihat apakah Nn. A
melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik,
melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A ”. Apakah Nn. A bersedia?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik : “Untuk melihat apakah Nn. A melakukan semua kegiatan yang ada
dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik, melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal, dan memasukkannya ke jadwal kegiatan harian
Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00
WIB selama 15 menit”.
c. Tempat: “Dan di taman”.
Tujuan interaksi : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara verbal, dan menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Terminasi
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Proses Keperawatan :
Kondisi Klien :
S : Klien mengatakan lebih tenang dan lebih tidak marah-marah, tidak bicara dengan
kata-kata kotor lagi, mau berhenti berteriak serta tidak memaki orang yang
dilihatnya, dan tidak mengacam akan membakar rumah lagi.
O : Klien tampak lebih tenang, dan tampak tidak marah-marah, tampak bicara
dengan kata-kata kotor lagi, tampak mau berhenti berteriak serta tidak memaki
orang yang dilihatnya, dan tampak tidak mengacam akan membakar rumah lagi.
Tujuan Khusus : Pasien mampu mengatasi atau mengendalikan resiko perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya.
Tindakan Keperawatan :
1. Lakukan komunikasi teraupetik.
2. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
3. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
4. Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini?”.
“Masih ingat tidak siapa saya?”.
“Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00 WIB selama 15
menit. “Dan di ruangan itu”.
5. “Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. Untuk melihat apakah Nn. A
melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik,
melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A ”. Apakah Nn. A bersedia?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik : “Untuk melihat apakah Nn. A melakukan semua kegiatan yang ada
dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik, melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual, dan memasukkannya ke jadwal kegiatan harian
Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00
WIB selama 15 menit”.
c. Tempat: “Dan di ruangan itu”.
Tujuan interaksi : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Terminasi
1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Nn. A mengatakan bahwa selama 15 menit Nn. A berbincang-bincang dan Nn. A
mengatakan mau lebih mendekatkan diri dengan yang maha esa, Nn. A tampak
lebih tenang, dan mau memasukkannya kedalam jadwal harian Nn. A.