Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing: Lailatul Fadillah, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh:

ALIF FATURACHMAN (P27905119002)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Resiko perilaku kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada


diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993 dalam Dermawan dan Rusdi, 2013).

Keliat, (2011), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang


bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Herdman
(2012) mengatakan bahwa risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman bisa fisik, emosional atau
seksual yang ditujukan kepada orang lain.

Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan


dengan menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi faktor
predisposisi dan presipitasi.

A. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (narkotika, psikotropika dan
zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi
sebagai hasil dari akumulasi frustrasi. Frustrasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat. Salah satu kebutuhan manusia adalah ―berperilaku‖,
apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory)menyatakan
bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu
untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi (social learning
theory).
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain. Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang berasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari
dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang
yang dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan
rasa cinta, kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor
luar individu meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu
ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
C. Jenis
Joyal (2008) menambahkan bentuk atau jenis perilaku kekerasan yang
dilakukan seseorang dapat:
1) Kekerasan secara verbal.
2) kekerasan terhadap diri sendiri dan benda.
3) kekerasan terhadap orang lain.
D. Fase-fase
1) Assertif
Seorang mahasiswa kesal dan marah karena tidak mendapatkan
nilai A dalam satu mata kuliah, padahal ia sudah belajar keras
untuk mata kuliah tersebut. Ia marah kepada dirinya sendiri,
kepada soal ujian yang sulit tapi tetap menerima keadaan tersebut.
Maka mahasiswa tadi masuk dalam fase assertif. Fase ini bisa
dibilang respon wajar dalam hal marah, karena merupakan
ungkapan kekesalan, atau tidak setuju akan suatu hal. Marah dalam
fase assertif tidak merugikan orang lain, hanya mengungkapkan
perasaan dan menyatakan secara verbal, terkadang dalam bentuk
non verbal. Bahkan sikap assertif bisa membuat perasaan lega
kepada orang yang melakukannya. Malah terkadang setelah marah
dalam fase ini, muncul motivasi sebagai respon dari kegagalan atau
ketidaksetujuan akan sesuatu. Fase assertif adalah tingkatan marah
(rentang respon marah) yang paling rendah, malah kadang susah
dibedakan antara dia marah atau sekedar bersedih.
2) Frustasi
Respon frustasi adalah respon marah selanjutnya, biasanya terjadi
karena gagal dalam mencapai tujuan dan tidak bisa menerima
kenyataan. Bedanya dengan assertif, orang-orang yang mengalami
frustasi memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Nampak
ketegangan dalam dirinya dan sering menjauh dari keramaian.
Kekecewaan yang dialami sangat membekas, ditampakkan dari
mengurangi interaksi dengan orang lain dan lebih sering
menyendiri.
3) Pasif
Marah pasif adalah marah yang paling banyak dilakukan oleh
perempuan, fase ini sangat berbeda dengan fase sebelumnya yang
menunjukkan marah dengan nyata. Ini adalah jenis marah yang
lebih banyak diam, tidak mengungkapkan amarah. Itulah kenapa
saya mengatakan bahwa jenis marah ini paling banyak dilakukan
oleh perempuan, suasana hati perempuan susah ditebak ketika
diam, mereka marah tapi tidak ketahui alasannya dan apa yang
harus dilakukan. Hanya duduk termenung, dengan muka masam
tanpa kata-kata sedikitpun, laki-laki yang berada di posisi ini
bingung harus bereaksi seperti apa. Meski tidak mengungkapkan
perasaannya, orang-orang yang marahnya pasif tidak boleh
disepelekan. Perasaan marah yang dipendam bisa keluar kapan
saja, bahkan bisa menjadi beban pikiran jika dibiarkan berlarut-
larut.Maka sebaiknya marah itu diekspresikan, dikeluarkan dengan
wajar, jangan disimpan agar tidak menjadi penyakit hati. Sama
halnya cinta, katakan bila memang suka, buang jauh-jauh jika
memang tidak ada perasaan.
4) Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol.
Orang agresif biasanya tidak mau tahu pendapat orang lain. Marah
diekspresikan dengan fisik dan nyata namun masih terkontrol, tapi
mulai menggunakan kata-kata yang kasar bahkan hingga
mengancam. Terkadang pada fase ini sudah ada gerakan seperti
akan memukul seseorang namun tidak dilakukan, masih sebatas
gertakan. Meski belum sampai melukai orang lain, agresif sudah
termasuk fase maladaptif (tidak bisa beradaptasi terhadap keadaan)
pada rentang respon marah.

5) Kekerasan/ Mengamuk

Rasa marah yang kuat disertai dengan kehilangan kontrol diri,


inilah tingkatan marah yang paling tinggi. Orang yang
mengamuk tidak bisa lagi mengontrol emosi yang dia miliki,
sebaliknya emosilah yang mengendalikan dirinya. Mengamuk
menjadi salah satu diagnosa dalam ilmu kejiwaan, dimana
orang yang marah hingga mengamuk tergolong sebagai
gangguan kejiwaan. Bahkan ada yang namanya
kegawatdaruratan psikiatri (kejiwaan), ini dikarenakan tindakan
dilakukan bisa mengancam, menyakiti diri sendiri dan juga
orang lain di sekitarnya. Sebaiknya kalau marah jangan sampai
mengamuk, dan kalau ada yang ngamuk sebaiknya jangan
didekati.

6) Rentang Respon

Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptif.

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Pasif Perilaku kekerasan


Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berperilaku pasif,
asertif, dan agresif/perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005
danlam Dermawan dan Rusdi, 2013).
1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini
dapat menimbulkan kelegaan pada individu.
2) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu
untuk mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami,
dilakukan dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
3) Agresif/perilaku kekerasan merupakan hasil dari kemarahan yang
sangat tinggi atau ketakutan (panik).
7) Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas
remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
3) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
4) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik
pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan
kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
5) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).
III. A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, Akibat


orang lain, dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan Masalah utama

Penyebab
Gangguan sensori persepsi
halusinasi

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

No. Data Masalah Keperawatan

1. Data Subjektif: Resiko perilaku kekerasan


- Pasien mengatakan malas
minum obat karena bosen
minum obat teratur pun tidak
sembuh-sembuh.
- Pasien mengatakan sudah tahu
cara mengontrol marah tapi
malas melakukannya karena
tidak ada pengaruhnya.
- Keluarga pasien mengatakan
dirumah pasien sering marah-
marah, membanting barang dan
mengeluarkan kata-kata kotor
serta mengancam akan
membakar rumah.

Data Objektif:
- Pasien tampak melotot.
- Suara pasien tinggi dan sering
berteriak serta memaki orang
yang dilihatnya.
- Pasien tampak tidak rapih,
berbau, dan rambut acak-
acakan.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Resiko perilaku kekerasan

V. INTERVENSI TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Keperawatan

Resiko perilaku TUM : Pasien a. Setelah 3 x SP I p


kekerasan mampu pertemuan pasien
1. Mengidentifikasi penyebab
mengatasi atau mampu
PK.
mengendalikan menceritakan
2. Mengidentifikasi tanda dan
resiko perilaku penyebab perilaku
gejala PK.
kekerasan yang kekerasan yang
3. Mengidentifikasi PK yang
pernah dilakukan.
dilakukan.
dilakukannya. b. Setelah 3 x
4. Mengidentifikasi akibat PK.
pertemuan pasien
5. Menyebutkan cara
mampu
mengontrol PK.
menceritakan tanda
6. Membantu pasien
- tanda perilaku
mempraktekkan latihan
kekerasan yang
cara mengontrol fisik I (tarik
dilakukan.
napas dalam) dan fisik II
c. Setelah 3 x (pukul bantal / kasur).
pertemuan pasien 7. Menganjurkan pasien
mampu memasukkan dalam
menceritakan jenis kegiatan harian.
perilaku kekerasan
yang dilakukan.
d. Setelah 3 x
pertemuan pasien
SP II p
mampu
menceritakan akibat 1. Mengevaluasi jadwal

perilaku kekerasan. kegiatan harian pasien.


2. Menjelaskan cara
mengontrol PK dengan
minum obat.
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP III p

1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien.
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara verbal.
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP IV p

1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien.
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara spiritual.
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

VI. SUMBER
Dermawan dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa:Konsep Dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Joyal, Christian C, Gendron, Catherine, Cote, Gilles 2008, ‘Nature and Frequency
Aggressive Behaviours Among Long-Term Inpatients With Schizophrenia:
A 6-Months Report Using The Modified Overt Aggression Scale’, Canadian
Journal of Psychiatry, vol. 53, no. 7, diakses 03 September 2015, <
http://media.proquest.com/>.
Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
FORMAT PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

A. IDENTITAS
1. Nama pasien : Nn. A
2. Umur : 28 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Belum kawin
5. Orang yang berarti : Orang tua
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Pendidikan : SMA
8. Tanggal masuk : 19 Agustus 2021
9. Tanggal pengkajian : 19 Agustus 2021
10. Diagnosa medik :
11. Penampilan : Tidak rapih
B. PERSEPSI DAN HARAPAN
1. Pasien
Pasien mengatakan malas minum obat karena bosen minum obat teratur pun
tidak sembuh-sembuh. Pasien mengatakan sudah tahu cara mengontrol marah
tapi malas melakukannya karena tidak ada pengaruhnya. Pasien berharap bisa
sembuh dan tidak kambuh lagi.

2. Keluarga
Keluarga pasien mengatakan dirumah pasien sering marah-marah, membanting
barang dan mengeluarkan kata-kata kotor serta mengancam akan membakar
rumah. Keluarga pasien berharap pasien bisa sembuh dan tidak kambuh lagi.
C. STATUS MENTAL
1. Emosi
Keluarga pasien mengatakan dirumah pasien sering marah-marah, membanting
barang dan mengeluarkan kata-kata kotor serta mengancam akan membakar
rumah.

2. Konsep diri
Pasien mengatakan malas minum obat karena bosen minum obat teratur pun
tidak sembuh-sembuh. Pasien mengatakan sudah tahu cara mengontrol marah
tapi malas melakukannya karena tidak ada pengaruhnya.
3. Pola Interaksi
Pasien selalu memaki orang yang dilihatnya dan nada suara tinggi serta berteriak.
4. Gaya Komunikasi
Pasien berbicara dengan nada tinggi serta berteriak.

D. LATAR BELAKANG STATUS SOSIAL BUDAYA


1. Pekerjaan
Pasien mengatakan selama sakit tidak bekerja lagi.
2. Hubungan Sosial
Pasien mengatakan selalu memaki orang yang dilihatnya dan nada suara tinggi
serta berteriak.
3. Sosial Budaya
Pasien mengatakan berasal dari suku Jawa. Di lingkungan rumahnya ada orang-
orang yang membicarakannya.
4. Gaya Hidup
Pasien mengatakan sering melakukan aktivitas seperti beres-beres rumah dan
membersihkan kamar mandi. Pasien juga mengatakan tapi bila di rumah kedua
orang tua melarang melakukannya karena takut bila cape pasien akan kambuh.

E. RIWAYAT KELUARGA
1. Genogram

X X X
X

Keterangan :

: Laki-laki X : Meninggal

: Perempuan : Klien

: Tinggal serumah : Garis keturunan

: Garis perkawinan
2. Masalah Keluarga dan Krisis

Pasien mengatakan sering melakukan aktivitas seperti beres-beres rumah dan


membersihkan kamar mandi. Pasien juga mengatakan tapi bila di rumah kedua
orang tua melarang melakukannya karena takut bila cape pasien akan kambuh.

3. Interaksi dalam Keluarga


Keluarga pasien mengatakan dirumah pasien sering marah-marah, membanting
barang dan mengeluarkan kata-kata kotor serta mengancam akan membakar
rumah. Keluarga pasien berharap pasien bisa sembuh dan tidak kambuh lagi.
F. PENGKAJIAN FISIK
1. Riwayat penyakit
Pasien telah tiga kali dirawat di rumah sakit jiwa. Terakhir tiga bulan yang lalu.
2. Kebiasaan yang berhubungan dengan status kesehatan
Pasien mengatakan sering melakukan aktivitas seperti beres-beres rumah dan
membersihkan kamar mandi. Pasien juga mengatakan tapi bila di rumah kedua
orang tua melarang melakukannya karena takut bila cape pasien akan kambuh.
3. Merokok : Pasien tidak merokok.
4. Alkohol/obat-obatan : Pasien tidak minum alkohol.
5. Istirahat dan tidur : Cukup dan tidak mengalami kesulitan tidur.
6. Nutrisi : Baik dan bernafsu makan.
7. Eliminasi
BAK : 4-5 kali/hari.
BAB :1 kali/hari.
8. Orientasi
Semua informasi yang diberikan oleh pasien sesuai dengan yang disampaikan
oleh keluarganya saat melakukan kunjungan.
9. Tingkat aktivitas
Pasien mengatakan sering melakukan aktivitas seperti beres-beres rumah dan
membersihkan kamar mandi. Pasien juga mengatakan tapi bila di rumah kedua
orang tua melarang melakukannya karena takut bila cape pasien akan kambuh.
10. Tingkat energi
Sangat aktif karena pasien terlihat selalu membanting barang.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN 1 UNTUK PASIEN

Proses Keperawatan :

Kondisi Klien :

S : Klien mengatakan baru marah-marah.

O : Klien tampak mondar mandir dan terlihat marah.

Diagnosa Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan.


Tujuan Khusus : Pasien mampu mengatasi atau mengendalikan resiko perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya.

Tindakan Keperawatan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


teraupetik.
2. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
4. Identifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
5. Identifikasi akibat perilaku kekerasan.
6. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7. Bantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I (tarik napas
dalam) dan fisik II (pukul bantal / kasur).
8. Anjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian.

PROSES KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

Orientasi

1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini…?”. “sepertinya sedang marah ya…”. “Buat apa
marah-marah nanti cape sendiri dan tidak punya teman loh…”.
“Sebelumnya pekernalkan nama saya suster Galuh”.
“Kalau boleh saya tahu siapa nama Nona dan paling suka dipanggil siapa?”.
“Kita kemarin sore kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari ini”.
“Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. “Ingin berbincang-bincang sedikit
kepada Nn. A apakah Nona bersedia berbincang-bincang dengan saya”. “Kira-kira
berapa lama ya, jika 15 menit apakah Nn. A bersedia?”. “Nn. A ingin kita berbincang-
bincang dimana, kalau di Taman bagaimana?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik :
- “Kalau boleh tahu apa yang membuat Nn. A melakukan perilaku kekerasan
ini?”. (sambil perhatikan pasien. Lihat tanda dan gejala adanya perilaku
kekerasan. Serta lihat apa ada kegiatan yang dilakukan pasien yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan. Jika ada lalu lihat muncul akibat
apa dari perilaku kekerasan yang dilakukan pasien).
- “Maaf ya Nn. A bukannya saya menyalahkan Nn. A, coba lihat akibat yang
Nn. A lakukan tadi membahayakan bukan?”. “Apa Nn. A mau melakukan
sesuatu untuk tidak terjadi seperti itu lagi?”. “Agar tidak membahayakan diri
sendiri dan orang lain nantinya”. “Apa Nn. A masih ingat teknik napas dalam
dan mengatur jika Nn. A marah menggunakan alat yang tidak berbahaya
seperti memukul bantal atau kasur”.
- “Kalau masih ingat coba saya ingin lihat Nn. A melakukan semuanya”.
- “Wah, hebat Nn. A masih ingat semuanya dan tidak ada yang terlewatkan”.
“Dan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian”.
b. Waktu : “Kira-kira berapa lama ya, jika 15 menit apakah Nn. A bersedia?”.
c. Tempat: “Nn. A ingin kita berbincang-bincang dimana, kalau di Taman
bagaimana?”.
Tujuan interaksi : Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi teraupetik, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan,
membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
(tarik napas dalam) dan fisik II (pukul bantal / kasur), menganjurkan
pasien memasukkan dalam kegiatan harian.

Kerja (Langkah-langkah tindakan keperawatan)

● “Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.


● “Kalau boleh tahu apa yang membuat Nn. A melakukan perilaku kekerasan ini?”.
(sambil perhatikan pasien. Lihat tanda dan gejala adanya perilaku kekerasan. Serta
lihat apa ada kegiatan yang dilakukan pasien yang berhubungan dengan perilaku
kekerasan. Jika ada lalu lihat muncul akibat apa dari perilaku kekerasan yang
dilakukan pasien).
● “Maaf ya Nn. A bukannya saya menyalahkan Nn. A, coba lihat akibat yang Nn. A
lakukan tadi membahayakan bukan?”. “Apa Nn. A mau melakukan sesuatu untuk
tidak terjadi seperti itu lagi?”. “Agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain
nantinya”. “Apa Nn. A masih ingat teknik napas dalam dan mengatur jika Nn. A
marah menggunakan alat yang tidak berbahaya”.
● “Kalau masih ingat coba saya ingin lihat Nn. A melakukan semuanya”.
● “Wah, hebat Nn. A masih ingat semuanya dan tidak ada yang terlewatkan”.
● “Apakah Nn. A mau melakukan kegiatan ini lagi, nanti akan saya tambahkan
dijadwal kegiatan Nn. A?”.
● “Nanti, jika Nn. A melakukan kegiatan sesuai jadwal yang seharusnya Nn. A lakukan
boleh dicentang”.

Terminasi

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Nn. A mengatakan bahwa selama 15 menit Nn. A berbincang-bincang dengan
saya dan mengatakan mengenai perilaku kekerasan Nn. A yang salah agar tidak
Nn. A ulangi lagi dan bisa mengotrolnya dengan teknik napas dalam dan
menggunakan alat yang tidak berbahaya seperti memukul kasur atau bantal.

b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)


Nn. A tampak mulai kooperatif dan menceritakan perilaku kekerasan yang telah
Nn. A lakukan, Nn. A bisa menjelaskan penyebab dia melakukan itu, tanda dan
gejala perilaku kekerasan ada pada Nn. A. Nn. A juga masih ingat semua caranya
untuk mengontrol perilaku kekerasan. Dan mau melakukan serta mau
memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian.
2. Rencana Tindak Lanjut
“Tadi Nn. A sedikit sudah menceritakan tentang perilaku kekerasan yang Nn. A sudah
lakukan, Nn. A bisa menjelaskan penyebab dia melakukan itu, tanda dan gejala
perilaku kekerasan ada pada Nn. A. Nn. A juga masih ingat semua caranya untuk
mengontrol perilaku kekerasan. Dan mau melakukan serta mau memasukkannya
kedalam jadwal kegiatan harian. Sesuai perjanjian kita bahwa sudah 15 menit, maka
kita akhiri sampai disini ya Nn. A. Saya harap kita bisa ketemu lagi besok pagi dan
sekarang Nn. A bisa bergabung dengan yang lainnya”. Jadi assesmentnya masalah
belum teratasi dan planning tindakan keperawatan dilanjutkan.
3. Kontrak topik yang akan datang :
a. Topik : “Besok pagi saya akan kembali menemui Nn. A”. “Untuk melihat apakah
Nn. A melakukan kegiatan yang ada dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik,
menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Besok pagi kita bicara jam berapa dan berapa menit Nn. A? Bagaimana
kalau jam 08.00 WIB dan selama 15 menit?”.
c. Tempat : “Lalu besok pagi kita berbicara dimana Nn. A? Bagaimana kalau besok
pagi kita ngobrol lagi di taman?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN 2 UNTUK PASIEN

Proses Keperawatan :

Kondisi Klien :

S : Nn. A mengatakan bisa menyebutkan dan mempaktekkan mengenai cara-cara


mengontrol perilaku kekerasan.

O : Nn. A tampak bisa menyebutkan dan mempaktekkan mengenai cara-cara


mengontrol perilaku kekerasan.

Diagnosa Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan.

Tujuan Khusus : Pasien mampu mengatasi atau mengendalikan resiko perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya.

Tindakan Keperawatan :

1. Lakukan komunikasi teraupetik.


2. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
3. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat.
4. Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
PROSES KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

Orientasi

1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini?”.
“Masih ingat tidak siapa saya?”.
“Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00 WIB selama 15
menit. “Dan di taman”.
“Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. Untuk melihat apakah Nn. A
melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik,
menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A ”. Apakah Nn. A bersedia?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik : “Untuk melihat apakah Nn. A melakukan semua kegiatan yang ada
dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik, menjelaskan cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan minum obat, dan memasukkannya ke jadwal kegiatan
harian Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00
WIB selama 15 menit”.
c. Tempat: “Dan di taman”.

Tujuan interaksi : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, menjelaskan cara


mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat, dan menganjurkan
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

Kerja (Langkah-langkah tindakan keperawatan)


● “Bagaimana perasaan Nn. A, pagi ini?”.
● “Boleh saya lihat jadwal kegiatannya?”.
● “Wah, hebat. Nn. A sudah melakukan kegiatan sesuai dengan yang dijadwalkan”.
● “Jika dengan minum obat, apakah Nn. A masih ingat obat apa saja, takaran berapa,
dan kapan waktunya?”.
● “Hebat, Nn. A masih ingat semuanya”.
● Apakah Nn. A tahu fungsi dari melakukan kegiatan kemarin dan kegiatan meminum
obat ini?”.
● “Sekali lagi hebat, Nn. A masih ingat semuanya”.
● “Boleh saya beri saran, agar Nn. A selalu konsisten untuk mau melakukan dua
kegiatan ini”. Ingatlah selalu fungsi dari kedua kegiatan ini, lakukan semuanya
dengan benar dan ingat jika Nn. A tidak melakukan kedua kegiatan ini maka bisa saja
dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
● “Bagaimana jika kegiatan yang Nn. A tadi lakukan. kita masukkan kedalam kegiatan
harian Nn. A?”.
● “Nanti, jika Nn. A melakukan kegiatan sesuai jadwal yang seharusnya Nn. A lakukan
boleh dicentang”.

Terminasi

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)

Nn. A mengatakan bahwa selama 15 menit Nn. A berbincang-bincang dan Nn. A


mau melakukan kedua kegiatan tersebut, mau memasukkan kedua kegiatan
tersebut kedalam jadwal harian Nn. A, dan lebih tenang.

b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)


Nn. A tampak mau melakukan kedua kegiatan tersebut, lalu mengerti fungsi dari
kedua kegiatan tersebut, mau memasukkannya kedalam jadwal harian Nn. A, dan
tampak lebih tenang.
2. Rencana Tindak Lanjut
“Tadi Nn. A berbincang-bincang dan Nn. A melakukan kedua kegiatan tersebut dan
mau memasukkan kedua kegiatan tersebut kedalam jadwal harian Nn. A. Sesuai
perjanjian kita bahwa sudah 15 menit, maka kita akhiri sampai disini ya Nn. A. Saya
harap kita bisa ketemu lagi besok pagi dan sekarang Nn. A bisa bergabung dengan
yang lainnya”. Jadi assesmentnya masalah teratasi sebagian dan planning tindakan
keperawatan dilanjutkan.
3. Kontrak topik yang akan datang :
a. Topik : “Besok pagi saya akan kembali menemui Nn. A”. “Untuk melihat apakah
Nn. A melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan Nn. A dengan baik,
melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal,
menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Besok pagi kita bicara jam berapa dan berapa menit Nn. A? Bagaimana
kalau jam 09.00 WIB dan selama 15 menit?”.
c. Tempat : “Lalu besok pagi kita berbicara dimana Nn. A? Bagaimana kalau besok
pagi kita ngobrol lagi di ruangan situ?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN 3 UNTUK PASIEN

Proses Keperawatan :

Kondisi Klien :

S : Klien mengatakan lebih tenang, mau melakukan kedua kegiatan, mau minum obat
untuk mengontrol perilaku kekerasannya, dan terasa lebih tenang.

O : Klien terlihat lebih tenang, terllihat melakukan kedua kegiatan, mau minum obat
untuk mengontrol perilaku kekerasannya dan tampak lebih tenang.

Diagnosa Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan.

Tujuan Khusus : Pasien mampu mengatasi atau mengendalikan resiko perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya.

Tindakan Keperawatan :

1. Lakukan komunikasi teraupetik.


2. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
3. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal.
4. Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
PROSES KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

Orientasi

1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini?”.
“Masih ingat tidak siapa saya?”.
“Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00 WIB selama 15
menit. “Dan di taman”.
“Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. Untuk melihat apakah Nn. A
melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik,
melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A ”. Apakah Nn. A bersedia?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik : “Untuk melihat apakah Nn. A melakukan semua kegiatan yang ada
dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik, melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal, dan memasukkannya ke jadwal kegiatan harian
Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00
WIB selama 15 menit”.
c. Tempat: “Dan di taman”.

Tujuan interaksi : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara verbal, dan menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

Kerja (Langkah-langkah tindakan keperawatan)

● “Bagaimana perasaan Nn. A, pagi ini?”.


● “Boleh saya lihat jadwal kegiatannya?”.
● “Wah, hebat. Nn. A sudah melakukan kegiatan sesuai dengan yang dijadwalkan”.
● “Selain dengan melakukan kedua kegiatan kemarin, akan jauh lebih baik Nn. A juga
menjaga semua kata-kata yang akan keluar dari mulut Nn. A”. “Seperti bicara dengan
nada yang tidak tinggi, tidak berkata kotor, dan tidak mengancam siapapun”. “Agar
tidak menyakiti orang lain”.
● “Apakah Nn. A mau mencoba dan berlatih?”.
● “Hebat, Nn. A”. “Dipertahankan ya…”.
● “Bagaimana jika kegiatan yang Nn. A tadi lakukan. kita masukkan kedalam kegiatan
harian Nn. A?”.
● “Nanti, jika Nn. A melakukan kegiatan sesuai jadwal yang seharusnya Nn. A lakukan
boleh dicentang”.

Terminasi

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)

Nn. A mengatakan bahwa selama 15 menit Nn. A berbincang-bincang dan Nn. A


mau mencoba dan berlatih mengenai mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara verbal,tampak lebih tenang, dan mau memasukkannya kedalam jadwal
harian Nn. A.

b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)


Nn. A tampak mau mencoba dan berlatih mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara verbal, dan mau memasukkannya kedalam jadwal harian Nn. A.
2. Rencana Tindak Lanjut
“Tadi Nn. A berbincang-bincang dan Nn. A mau mencoba dan berlatih mengenai
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal. Sesuai perjanjian kita bahwa
sudah 15 menit, maka kita akhiri sampai disini ya Nn. A. Saya harap kita bisa ketemu
lagi besok pagi dan sekarang Nn. A bisa bergabung dengan yang lainnya”. Jadi
assesmentnya masalah teratasi sebagian dan planning tindakan keperawatan
dilanjutkan.
3. Kontrak topik yang akan datang :
4. Topik : “Besok pagi saya akan kembali menemui Nn. A”. “Untuk melihat apakah Nn.
A melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan Nn. A dengan baik, melatih
pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual, menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, dan memasukkannya ke jadwal kegiatan
harian Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
a. Waktu : “Besok pagi kita bicara jam berapa dan berapa menit Nn. A? Bagaimana
kalau jam 09.00 WIB dan selama 15 menit?”.
b. Tempat : “Lalu besok pagi kita berbicara dimana Nn. A? Bagaimana kalau besok
pagi kita ngobrol lagi di ruangan situ?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN 4 UNTUK PASIEN

Proses Keperawatan :

Kondisi Klien :

S : Klien mengatakan lebih tenang dan lebih tidak marah-marah, tidak bicara dengan
kata-kata kotor lagi, mau berhenti berteriak serta tidak memaki orang yang
dilihatnya, dan tidak mengacam akan membakar rumah lagi.

O : Klien tampak lebih tenang, dan tampak tidak marah-marah, tampak bicara
dengan kata-kata kotor lagi, tampak mau berhenti berteriak serta tidak memaki
orang yang dilihatnya, dan tampak tidak mengacam akan membakar rumah lagi.

Diagnosa Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan.

Tujuan Khusus : Pasien mampu mengatasi atau mengendalikan resiko perilaku kekerasan
yang pernah dilakukannya.

Tindakan Keperawatan :
1. Lakukan komunikasi teraupetik.
2. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
3. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
4. Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

PROSES KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

Orientasi

1. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum” selamat pagi …?” (sambil mendekatkan diri).
“Bagaimana perasaannya pagi ini?”.
“Masih ingat tidak siapa saya?”.
“Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00 WIB selama 15
menit. “Dan di ruangan itu”.
5. “Nah, kedatangan saya disini ingin bertemu Nn. A. Untuk melihat apakah Nn. A
melakukan semua kegiatan yang ada dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik,
melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan
memasukkannya ke jadwal kegiatan harian Nn. A ”. Apakah Nn. A bersedia?”.
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Nn. A pagi hari ini…?”.
3. Kontrak :
a. Topik : “Untuk melihat apakah Nn. A melakukan semua kegiatan yang ada
dijadwal kegiatan harian Nn. A dengan baik, melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual, dan memasukkannya ke jadwal kegiatan harian
Nn. A”. Apakah Nn. A bersedia?”.
b. Waktu : “Kita kemarin pagi kan sudah ada janji ya Nn. A di pagi hari jam 08.00
WIB selama 15 menit”.
c. Tempat: “Dan di ruangan itu”.

Tujuan interaksi : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

Kerja (Langkah-langkah tindakan keperawatan)

● “Bagaimana perasaan Nn. A, pagi ini?”.


● “Boleh saya lihat jadwal kegiatannya?”.
● “Wah, hebat. Nn. A sudah melakukan kegiatan sesuai dengan yang dijadwalkan”.
● “Selain dengan melakukan ketiga kegiatan kemarin, akan jauh lebih tenang hati dan
pikiran Nn. A bisa lebih mendekatkan diri dengan yang maha esa dengan cara
beribadah untuk mengontrol perilaku kekerasan Nn. A”. “Seperti berdoa dan
beribadah menurut agama Nn. A”.
● “Apakah Nn. A mau melakukannya lagi dan lebih rajin?”.
● “Hebat, Nn. A”. “Dipertahankan ya…”.
● “Bagaimana jika kegiatan yang Nn. A tadi lakukan. kita masukkan kedalam kegiatan
harian Nn. A?”.
● “Nanti, jika Nn. A melakukan kegiatan sesuai jadwal yang seharusnya Nn. A lakukan
boleh dicentang”.

Terminasi

1. Evaluasi
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Nn. A mengatakan bahwa selama 15 menit Nn. A berbincang-bincang dan Nn. A
mengatakan mau lebih mendekatkan diri dengan yang maha esa, Nn. A tampak
lebih tenang, dan mau memasukkannya kedalam jadwal harian Nn. A.

b. Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement)


Nn. A tampak mau lebih mendekatkan diri dengan yang maha esa, Nn. A terlihat
lebih tenang dan mau memasukkannya kedalam jadwal harian Nn. A.
2. Rencana Tindak Lanjut
“Tadi Nn. A sangat kooperatif dan melakukan semua kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan harian Nn. A. Jadi asseesment masalah teratasi penuh dan planingnya
rencana keperawatan dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai