Anda di halaman 1dari 24

STUDI ILMU KALAM

untuk memenuhi sebagian Mata Kuliah dari SKS Prodi S1 PAUD STAI Sabili Bandung
Dosen : Yaman Firmansyah, S. Pd.I, M. Pd.I

Disusun Oleh :

Nama : EVI IMKA


NIM : ……………………..
Mata Kuliah : Metode Studi Islam
PRODI : S1- PAUD

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SABILI


BANDUNG

POKJAR PAMULANG
Jl. Waru 1 RT 02/03 Kel. Pamulang Barat, Kec. Pamulang
Kota Tangerang Selatan. No.73
2020
KATA PENGANTAR
1

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah.Swt yang telah melimpahkan
seluruh rahmat dan nikmatnya kepada kita semua. Sehingga kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dan penulis juga sadar masih banyak kekurangan
yang perlu diperbaiki dalam makalah ini.
         Walaupun demikian saya sudah berusaha dengan maksimal, demi
kesempurnaan penulisan makalah ini baik dari sumber buku maupun internet. Kritik
dan saran yang sifatnya membangun, sangat saya harapkan guna kesempurnaan
penulisan makalah selanjutnya.
Dalam kesempatan ini, saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah, di antaranya:
1. Yaman Firmansyah, S. Pd.I, M. Pd.I sebagai dosen pembimbing Metode Studi
Islam
2. Teman-teman satu perkuliahan
Penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca, serta dapat
membantu bagi perkembangan SABILI Bandung di masa yang akan datang. Sekali
lagi kami ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu,
semoga Allah.Swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin.

Tangerang Selatan, 18 Agustus 2020

Penulis

DAFTAR ISI
2

Kata pengantar ..................................................................................................... 1


Daftar isi .............................................................................................................. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 4
C. Tujuan ..................................................................................................... 4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Kalam ............................................................................ 5
B. Sumber-sumber Ilmu Kalam .................................................................... 8
C. Ruang Lingkup Ilmu Kalam ..................................................................... 13
D. Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam ..................... 13
E. Cultural (kontak budaya) .......................................................................... 14
F. Intelektual ................................................................................................. 18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 21
B. Saran …………………………………………………………………... 22
Daftar Pustaka ............................................................................................... 23

BAB I
PENDAHULUAN
3

A. Latar Belakang
Istilah ilmu kalam berasal dari kata al-kalam, yang mula-mula berarti
susunan kata yang mengandung suatu maksud. Kemudian kata tersebut
menunjukan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara atau mutakaliman.
Sedangkan kata ”ilmu kalam” sendiri mulai terpakai dimasa khalifah al-Ma’mun
pada Zaman Dinasti Abbasiah. Pada masa itu dipelajari buku-buku terjemahan
filsafat Yunani oleh kaum Mu’tazilah, kemudian meraka dipertemukanlah sistem
filsafat dengan kajian agama tentang Tuhan, hasil kajian tersebut menjadi ilmu
yang berdiri sendiri dengan nama ilmu kalam.
Dalam perkembangan agama islam banyak dipelajari berbagai ilmu-ilmu
keagamaan, salah satunya ilmu tauhid yang mempelajari tentang keesaan Tuhan.
Ilmu tauhid juga disebut ilmu kalam, ilmu kalam adalah ilmu yang
membicarakan tentang wujudnya Tuhan (Allah), sifat-sifat yang mesti ada
padaNya, sifat-sifat yang tidak ada padaNya, dan sifat-sifat yang mungkin ada
padaNya. Dan membicarakan tentang rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan
kerasulannya dan sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang mungkin ada
padanya dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada dirinya.
Adapun tujuan utama dari ilmu kalam adalah untuk menjelaskan landasan
keimanan umat Islam dalam tatanan yang filosofis dan logis. Bagi orang yang
beriman, bukti mengenai eksistensi dan segala hal yang menyangkut dengan
Tuhan yang ada dalam al-Qur’an, Hadits, ucapan sahabat yang mendengar
langsung perkataan Nabi dan lain sebagainya. Namun tatkala masalah ini
dihadapkan pada dunia yang lebih luas dan terbuka, maka dalil-dalil naqli
tersebut tidak begitu berperan. Sebab, tidak semua orang meyakini kebenaran al-
Qur’an dan beriman kepadanya. Karenanya diperlukan lagi interpretasi akal
terhadap dalil yang sudah ada dalam al-Qur'an tersebut untuk menjelaskannya.
Awalnya perbincangan mengenai teologi ini hanyalah debat biasa sebagai diskusi
untuk mempertajam pemahaman keIslaman.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari ilmu kalam ?


4

2. Apa sumber-sumber ilmu kalam ?


3. Apa saja ruang lingkup ilmu kalam ?
4. Apa fungsi ilmu kalam ?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu kalam.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber ilmu kalam.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam.
4. Untuk mengetahui fungsi ilmu kalam.

    

BAB II
5

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Kalam


Istilah ilmu kalam terdiri dai dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Adapun
kata kalam adalah bahasa Arab yang berarti kata-kata. Ilmu kalam secara
Harfiah berarti Ilmu kata-kata. Walupun dikatakan Ilmu tentang kata-kata,
namun ilmu ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan ilmu bahasa. Ilmu
kalam mengggunakan kata-kata dalam menyusun argumen-arguman yang
digunakannya.
Ilmu kalam juga disebut dengan Ilmu Tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu
atau Esa. Jadi, Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dalam agama Islam. Ajaran-
ajaran dasar itu menyangkut wujud Allah, kerasulan Muhammmad, dan Al-
Qur’an.
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut
persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua
bagian. Pertama,fiqh al-akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama
atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan
dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang
saja. Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang
membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai
yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin
Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu
yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat
dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu
kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan
dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang
bersandar kepada nalar.
6

Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat


perkataan al-Kalam yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri
sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalam adalah
kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud Kemudian dipakai
untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai contoh,
kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada :
Surah al-Baqarah ayat 75,
‫س* َمعُونَ َكالَ َم هّللا ِ ثُ َّم يُ َح ِّرفُونَ*هُ ِمن بَ ْع* ِد َم**ا َعقَلُ**وهُ َو ُه ْم‬ ٌ *‫أَفَتَ ْط َم ُع**ونَ أَن يُؤْ ِمنُ**و ْا لَ ُك ْم َوقَ* ْد َك**انَ فَ ِري‬
ْ َ‫ق ِّم ْن ُه ْم ي‬
٧٥- َ‫يَ ْعلَ ُمون‬-
Artinya:
“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya
kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu
mereka meng-ubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”
Surat Al-Baqarah ayat 253,
‫*ريَ َم‬
ْ *‫يس*ى ابْنَ َم‬ َ ‫ت َوآتَ ْينَ**ا ِع‬ َ ‫ض ِّم ْن ُهم َّمن َكلَّ َم هّللا ُ َو َرفَ* َع بَ ْع‬
ٍ ‫ض* ُه ْم َد َر َج* ا‬ َّ َ‫س* ُل ف‬
َ ‫ض* ْلنَا بَ ْع‬
ٍ ‫ض* ُه ْم َعلَى بَ ْع‬ ُّ ‫تِ ْل َك‬
ُ ‫الر‬
‫س َولَ ْو شَاء هّللا ُ َم*ا ا ْقتَتَ* َل الَّ ِذينَ ِمن بَ ْع* ِد ِهم ِّمن بَ ْع* ِد َم*ا َج* اء ْت ُه ُم ا ْلبَيِّنَ*اتُ َولَـ ِك ِن‬ ِ ‫ت َوأَيَّ ْدنَاهُ بِ ُر‬
ِ ‫وح ا ْلقُ ُد‬ ِ ‫ا ْلبَيِّنَا‬
٢٥٣- ‫اختَلَفُو ْا فَ ِم ْن ُهم َّمنْ آ َمنَ َو ِم ْن ُهم َّمن َكفَ َر َولَ ْو شَاء هّللا ُ َما ا ْقتَتَلُو ْا َولَـ ِكنَّ هّللا َ يَ ْف َع ُل َما يُ ِري ُد‬
ْ -
Artinya
“Rasul-rasul itu Kami Lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di
antara mereka ada yang (langsung) Allah Berfirman dengannya dan sebagian
lagi ada yang Ditinggikan-Nya beberapa derajat. Dan Kami Beri ‘Isa putra
Maryam beberapa mukjizat dan Kami Perkuat dia dengan Ruhul Qudus.**
Kalau Allah Menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak akan
berbunuh-bunuhan, setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Tetapi mereka
berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir.
Kalau Allah Menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah
Berbuat menurut kehendak-Nya.”
Surah an-Nisa’ ayat 164.
َ ‫ص ُه ْم َعلَ ْي َك َو َكلَّ َم هّللا ُ ُمو‬
١٦٤- ً ‫سى تَ ْكلِيما‬ ْ ‫ص‬ ُ ‫صنَا ُه ْم َعلَ ْي َك ِمن قَ ْب ُل َو ُر‬
ُ ‫سالً لَّ ْم نَ ْق‬ َ َ‫سالً قَ ْد ق‬
ْ ‫ص‬ ُ ‫ َو ُر‬-

Artinya:
7

“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami Kisahkan mereka kepadamu
sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami Kisahkan mereka
kepadamu. Dan kepada Musa, Allah Berfirman langsung.”
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita
kenal saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah,
tepatnya pada masa khalifah Al-Ma’mun. Sebelumnya, pembahasan tentang
kepercayaan-kepercayaan dalam islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai
imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ).
Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu
aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam adalah
:
1. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa
permulaan Islam adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-
Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun
permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu
ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka
ilmu ini dinamai Ilmu Kalam.
2. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli Ilmu
Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada
keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan
demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang pintar memakai
kata-kata.
3. Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah,
kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari,
melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan
menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalasm ialah rasionalitas atau
logika .
Masalah yang disebutkan di atas pada hakikatnya merupakan dasar-dasar dari
ajaran Islam. Dasar-dasar dari ajaran agama disebut Ushul al-Dinatau juga
dinamakan dengan Ilm al-Aqaid. Oleh sebab itu Ilmu Kalam juga disebut
8

dengan Ilmu al-Ushul al-Din atau Ilmu al-Aqaid al-Diniyah. Dalam literatur
Barat disiplin ini disebut dengan Islamic Theology atau Theology of Islam.
Jadi lebih ringkasnya ilmu kalam bisa diberi nama-nama lain, yaitu :
1. Ilmu Ushul Al-Din ( Ilmu tentang Dasar-Dasar Agama)
2. Ilmu al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu tentang Aqidah Keagamaaan atau Ajaran-
ajaran Pokok Agama.
3. Ilmu al-Tauhid ( Ilmu yang membahas tentang keesaan Allah)
4. Teologi Islam (Ilmu Ketuhanan Islam). Dalam literatur Barat teologi Islam
disebut dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5. Al-Fiqh al-Akbar (Fikih Besar atau Ajaran dasar)
B. Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sumber-sumber ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil
naqli ( al-Qur’an dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal pemikiran manusia). Al-
Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang menerangkan tentang wujud
Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan aqidah
Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari nash-nash al-
Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing
kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an
dan Hadits lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka.
Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam :
1. Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang
berkaitan dengan masalah ketuhanan,di antarannya adalah :
a) Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b) Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak
menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui.
c) Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha
Penyayang bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua
yang ada diantara keduannya.
9

d) Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan”


yang selalu berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu
selama mereka berpegang teguh dengan janji Allah.
e) Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata”
yang selalu digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk
gerakan hati makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan
rinciannya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam
menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah
ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2. Hadist.
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak
hadits, Diantarannya yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam, dan
ihsan termasuk menyinggu ilmu kalam,salah satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai
prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam,
diantaranya :
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi
tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani
Israil, Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan
terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali
satu golongan saja, “ Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” tanya para
sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang mengikuti jejakku dan
sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan
masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam,
mempunyai sanad sangat banyak. Diantara sanad yang sampai kepada Nabi
10

adalah yang berasal dari berbagai sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu
Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab,
Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah
Hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam
beberapa golongan. Diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang
benar, sedangkan yang lainnya sesat.
3. Pemikiran Manusia.
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal
dari pemikiran umat islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat
islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang
memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal
ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur,
tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan
ulu an-nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia
diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.”( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl :
68-69, Al-Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-
Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan
penggunaan rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja,
melainkan karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal
inilah yang akhirnya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan
logika dalam pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad
Amin menyebutkan setidaknya ada tiga faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah
kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu
Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-
lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini. Bahkan
11

diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya.


Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama
Islam, mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya
dan mengangkat persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju
keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam
dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi
Islam. Untuk itu, mereka tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali
sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alas an-alasan lawan
mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama
saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat
membutuhkan filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka
mereka terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika,
terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham, seorang tokoh
Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa
pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4. Insting.
Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu,
kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama.
Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan
asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan
bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati-
merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer
mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek
moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap
bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul
kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih
dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka
mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan, bercakap-cakap, bercengkerama,
dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati
12

sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di
tempat semula. Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang
telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam
mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera
kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap
matahari, lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda
langit atau alam lainnya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara
instingtif, telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab
itu, sangat wajar kalau William L. Reese mengatakan bahwa ilmu yang
berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia, telah
berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari
sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ).
Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi
alam ) dan “revealed theology “ ( teologi wahyu ).
Jadi metodologi yang digunakan oleh Ilmu Kalam dikenal dengan dalil naqli
(dalil yang menggunakan nash-nash agama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Nabi)
Serta dali aqli (dalil yang menggunakan argumentasi rasional). Dalam
menggunakan dua metode tersebut timbul dua corak pemikiran kalam,yakni
pemikiran kalam rasional dan pemikiran kalam tradisional.
Pemikiran kalam rasional mempunyai ciri-ciri: memberi makna harfi kepada
nash manusia terkait dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah berubah-
ubah, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya,
dan memberi daya yang kecil kepada akal.
Didalam pemikiran kalam dikenal dengan istilah ushul (dasar) dan furu'
(cabang). Pengertian ushul dalam pemikiran kalam adalah ajaran-ajaran dasar
agama yang di kalangan mutakalimin tidak diperselisihkan lagi. Ajaran dasar
itu adalah: Allah Maha Esa, Muhammad adalah Rosul, hari akhirat itu pasti,
surga dan neraka itu ada.
Sementara itu pengertian furu' (cabang) dalam pengertian Islam
adalah hasil interpretasi dari ajaran dasar yang diantara para mutakalimin
diperselisihkan pemahamannya. Dengan kata lain masalah furu' adalah
13

masalah-masalah yang ada di seputar akidah Islam yang bukan ajaran dasar.
Ajaran yang bukan dasar itu anatara lain : Allah mempunyai sifat diluar zat
atau tidak, diutusnya rasul wajib atau bukan, Al-Qur'an bersifat qodim atau
baharu. Surga dan neraka itu bersifat jasmani atau rohani, dan melihat Allah
di akhirat apakah dengan penglihatan jasmani atau rohani.
C. Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Ruang lingkup Ilmu Kalam adalah ajaran –ajaran dasar Islam. Ajaran dasar
itu disebut dengan akidah dalam Islam. Ajaran akidah itu meliputi wujud Allah,
kerasulan Muhammad, kewahyuan Al-Qur’an masalah siapa mukmin dan siapa
kafir, tentang surga dan neraka, kekuasaaan Allah, dan kebebasan manusia.
Yang akan diperkuat dengan-dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari
aqidah-aqidah yang menyimpang.
Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali
muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti
siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam.
Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang
yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu
Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat
44.
Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi dalam Islam yaitu :
1. Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir,
dalam arti telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap
mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu
terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3. Aliran Mu’tazilah , yang tidak menerima pendapat kedua diatas.

D. Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam


Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari
semua keilmuan dan amalan dalam islam , maka ilmu kalam berfungsi dalam
dua bidang yang salin terjalin antara yang satu bidang dengan yang lainnya yaitu
:
14

1. Dalam Bidang I’tiqoyah


a. Ilmu kalam berfungsi memberikan dasar dan landasan mental (basic
mentalty) yang kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan
tuhan sebagai satu-satu nya sesembahan dalam ibadah (tauhid uluhiyah)
b. Memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang
non muslim untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur
dengan kemusrikan dengan penjelasan yang baik dan bijaksana , baik
dalam artian menolak terhadap semua ajaran ketuhanan yang salah
diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap pemahaman yang
bersifat merusak kemurnian tauhid.
2. Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu kalam berfungsi :
a. Menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara ilmiah , dengan
berdasarkan dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli
yang tidak bertentangan / menyimpang dari ajaran islam itu sendiri
b. Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan orang-orang
islam yang sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil dalil
ilmiyah . dengan demikian agar orang orang islam memiliki kekebalan
dan kemampuan terhadap unsur unsur yang akan menggoyahkan
keimanan mereka dalam bidang i’tiqad
c. Karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat jadi pandangan atau
sebagai falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani
kehidupannya yang dalam hal ini sebagai ” way of life ”

E. Cultural (kontak budaya)


Pengertian kontak budaya
Dalam Tesaurus Alfabetis bahasa Indonesia kata kontak memiliki
pengertian yaitu hubungan, komunikasi, koneksi, pergesekan, persentuhan,
persinggungan, relasi, dan sambungan. Sedangkan kata budaya memiliki
15

pengertian yaitu merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Budaya adalah
hasil pikiran manusia. Jika suatu kelompok masyarakat dengan tipe kebudayaan
tertentu memiliki sikap terbuka dengan kebudayaan lain, maka akan terjadi
kontak budaya.

Bentuk kontak kebudayaan Yunani terhadap Ilmu Kalam


Abd al-Mun’in menyatakan ilmu kalam mencakup akidah keimanan dengan
menggunakan argumentasi rasional . Ilmu ini muncul untuk membela agama
islam dan menolak akidah-akidah yang masuuk dari agama lain. Ilmu ini
dikatakn ilmu kalam karena persoalan yang dikajinya adalah kalam Allah,
persoalaan akidah yang mendalam, hari kiamat, hakikat sifat tuhan, qada’, qadar,
hakikat kenabian, dan penciptaan Al-Qur’an.
Ilmu kalam digunakan dalam terjemahan bahasa Arab dari ahli filsafat yunani
yang merupakan alih bahasa daari logos dalam berbagai arti harfiyahnya, seperti
word (kata), reason (akal), dab argumen (pembuktian logika). Istilah ini
berkembang menjadi cabaang khusus ilmu pengetahuan. Akibatnya dikatakan
ilmu kalam at-tabi’i (the physical kalam), sehingga orang yang ahli ilmu alam
disebut asbab al-kalam at-tabi’i.
Menurut Amin Abdullah, pola logika pemikiran ilmu kalam yang bersifat
deduktif mempunyai kemiripan terhadap pola berfikir deduktif Plato. Plato
pernah berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui manuia beersal
dari “idea” yang sudah tertanam dan melekat pada diri manusia secara kodrati
sejak awal mulanya. Plato tidak menyetujui pendapat bahwa ilmu penegtahuan
dapat diperoleh manusia melalui pengetahuan dan pemeriksaan secara cermat
dan seksama terhadap realitas alam dan realitas sosial melalui pengamatan dan
pengalaman indrawi. Lantaran sifatnya yang berubah-ubah,, maka realitas
semacam itu dianggap ilusi dan tidak meyakinkan. Pemikiran islam pada
umumnya, dan pemikiran kalam khususnya, juga bersifat deduktif. Hanya saja
fungsi ide-ide bawaan dalam pola pikir Plato tersebut diganti –untuk tidak
menyatakann diislamkan- oleh al-Qur’an dan al-Hadis. Bahkan seringkali
melebar sampai pad Ijma’ dan Qias. Perhatikan perlunya dalil dan istidlal
sebagai landasan pola pikir dan pola bertindak dalam hidup keseharian umat
16

islam. Pola pikir ini dengan mudah menggiring seseorang dan kelompok kearah
model berfikir yang bersifat justifikatif terhadap teks-teks yang sudah tersedia.
Akibatnya, pemikiran ilmu kalam menjadi menjadi stagnan bahkan ia sebagai
doktrin agama yang tidak boleh di kritik dan ditafsiri ulang. Pada umumnya,
ilmu pengetahuan selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
zaman dan perubahan situasi.

   Bentuk kontak kebudayaan Persia terhadap Ilmu Kalam


Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada
bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun, belum ditemukan
argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk
ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia
hingga orang-orang Persia itu terkenal dengan ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada
persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama Manu dan
Mazdaq; antara istilah hakikat Muhammad dengan paham Hormuz (Tuhan
Kebaikan) dalam agama Zarathustra.
Sejak zaman klasik, bahkan hingga saat ini, terkenal sebagai wilayah yang
melahirkan sufi-sufi ternama. Dalam konsep ke-fana-an diri dalam universalitas,
misalnya, salah seorang penganjurnya adalah seorang ahli mistik dari Persia,
yakni Bayazid dari Bistam, yang telah menerima dari gurunya, Abu Ali (dari
Sind).
Sekarang, mayoritas orang Persia beragama Islam (aliran Syi'ah) dan juga
terdapat kelompok minoritas beragama Islam (aliran Sunnah Waljamaah),
Zoroastrianisme, Kristen, Yahudi dan Bahá'í. Terdapat juga ateis dan agnostik.
Orang Persia mulai memeluk Islam sekitar tahun 637 – 651. Hal itu terkait rapat
dengan penyebaran Islam pada zaman Khulafa'ur Rasyidin. Pada masa itu
bangsa Arab dan Persia sudah banyak melakukan peperangan. Baru pada
pemerintahan bani Umayyah, bangsa Persia berhasil ditaklukkan. Dengan
kemenangan bani Umayyah tersebut, maka memperluas wilayahnya dan
menjadikan Damaskus sebagai ibu kota pemerintahannya. Kedatangan bangsa
Arab dan masuknya Islam ternyata membuat kebudayaan bahasa Persia menjadi
17

hilang dan tergantikan oleh bahasa Arab. Akhirnya, kebudayaan Persia ini yang
tertinggal hanyalah karya-karya sastranya yang terkenal.

    Bentuk kontak kebudayaan Hindhu-Budha terhadap Ilmu Kalam


ilmu kalam dan tasawuf berurusan dengan hal yang sama yaitu mencari
kebenaran. Ilmu kalam dengan metodenya sendiri mengedepankan dan berusaha
mencari kebenaran pembicaraan tentang persoalan, persoalan kalam Tuhan.
Tasawuf dan ilmu kalam serta kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan,
seperti sikap fakir. Pada paham reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan
kebadan lain), cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Budha dengan persatuan
diri dengan jalan mengingat Allah. Salah satu maqamat syufiyah, yaitu al-Fana
memiliki persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu.
Menurut Harun Nasution, ajaran nirwana agama Budha mengajarkan umatnya
untuk meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplatif. Paham fana’ yang
terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan paham nirwana.
Terjadi penolakanterhadap pendapat yang mengatakan ilmu kalam berasal
dari agama Hindu-Budha. Menurutnya, pendapat ini terlalu ekstrim. Kalau
diterima bahwa ilmu kalam itu berasal dari Hindu-Budha, berarti pada zaman
Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu-Budha ke Mekkah. Padahal,
sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu. Jadi dilihat dari sejarahnya,
tidak terdapat kontak kebudaayaan antara ilmu kalam dengan kebudayaan hindu
budha, karena ilmu kalam berssumber dari agama islam.

  Bentuk kontak kebudayaan Arab terhadap Ilmu Kalam


Islam sesungguhnya memiliki konsep bagaimana berinteraksi dengan
budaya-budaya di luar Islam. Islam mempersilahkan siapapun untuk
mengemukakan pandangan-pandangan ataupun melakukan tindakan-tindakan
budaya seperti apapun, asalkan tidak melanggar ketentuan halal-haram,
pertimbangan mashlahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan), serta prinsip al
Wala` (kecintaan yang hanya kepada Allah dan apa saja yang dicintai Allah) dan
al Bara` (berlepas diri dan membenci dari apa saja yang dibenci oleh Allah),
dimana ketiga prinsip inilah yang menjadi jati diri dan prinsip umat Islam yang
18

tidak boleh diutak-atik dalam berinteraksi dengan budaya-budaya lain diluar


Islam. Sehingga dari ketiga prinsip ini akan lahir sebuah Kebudayaan Islam,
dimana kebudayaan Islam ini selalu memiliki satu ciri khusus yang tidak
dimiliki oleh budaya dan bangsa manapun diluar Islam, yakni budaya yang
berasaskan Tauhidul `Ibadah Lillahi Wahdah (mempersembahkan segala bentuk
peribadatan hanya kepada Allah). Sehingga selama prinsip-prinsip dan asas
tersebut tidak dilanggar, maka kita dipersilahkan seluas-luasnya untuk
berhubungan ataupun mengambil manfaat dari bangsa-bangsa dan budaya
manapun di luar Islam. Sebab segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini, baik itu
sifatnya ilmu pengetahuan maupun materi (yang selain perkara agama tentunya),
itu semua memang diciptakan oleh Allah untuk kita umat manusia, khususnya
kaum muslimin, walaupun berasal dari orang-orang kafir.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Dialah (Allah), yang telah menciptakan
segala yang ada dibumi ini untuk kalian..” (Q.S. Al Baqarah [2]: 29) Maka
sesungguhnya kedudukan budaya Arab itu sama dengan budaya Persia, Romawi,
Melayu, Jawa dan sebagainya di mana budaya-budaya tersebut adalah pihak
yang harus siap dikritik oleh Islam ketika Islam telah masuk ke negeri-negeri
tersebut. Maka tidak benar jika dikatakan Islam (seperti jilbab, kerudung dan
sebagainya) adalah produk budaya Arab. Sebab justru budaya Arab adalah
budaya yang paling pertama dikritik dan dikoreksi oleh Islam sebelum budaya-
budaya yang lainnya. Maka apa saja yang telah diterangkan oleh Allah dan
Rasul-Nya sebagai agama, maka itulah Islam. Sementara segala sesuatu yang
tidak diterangkan oleh Allah dan RasulNya dalam perkara agama, maka itu
bukanlah Islam, meskipun perkara tersebut telah menjadi kebiasaan dan populer
pada masyarakat Arab atau masyarakat Islam yang lainnya.

F. Intelektual
Pembahasan Ilmu Kalam Menurut Sistem Mutakalim
 Meskipun mutakillimin menggunakan akal untuk mencari Tuhan tetapi mereka
tidak puas,karena ada hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia,
yaitu masalah dogma.Menurut orang-orang barat, dogma itu berada di bawah
akal, agar dihukumi oleh akal, makarahasia dogma itu menjadi tidak rahasia
19

akal, kemudian ditolaknya. Tauhid adalah berbedadengan dogma. Sebab dengan


akal, manusia mencari Tuhan, dengan jalan memperhatikan alam semesta.

Ada beberapa pendapat menurut nash-nash mutasyabihat :


1. Golongan salaf: mempercayai sepenuhnya kapada nash-nash mutasyabihat.
Tetapi mereka menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada AllahMereka
percaya pada, tanganAllah, tetapi keadaan-Nya berbeda dengan tangan
manusia. Maksud sebenarnya mereka serahkansepenuhnya kepada Allah.

2. Golongan Mu‟atthilah: berpendapat bahwa kalimat-kalimat yang


mengandung sifat-sifatAllah yang tampaknya serupa dengan sifat-sifat
makhluk-Nya yang terdapat pada nash-nashmutasyabihat, harus dinafikan
(ditiadakan) dari Allah bersifat semacam itu. Agar dapat dengan sungguh-
sungguh mentaqdiskan atau mensucikan Allah dari serupadengan makhluk-
Nya.
3. Golongan Mujassimah atau Musyabbihah: Golongan ini dipimpin oleh Daw
ud Al-Jawaribydan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidly. Mereka berpendapat
bahwa ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadits Nabi mengenai nash-nash
mutasyabihat harus diartikan menurut lahirnya (letterlijk) saja.
4. Golongan Khalaf ; mempercayai bahwa nash mutasyabihat itu menerangkan 
tentangsifat-sifat Allah yang tampaknya menyerupai dengan makhluk-Nya
itu, adalah kalimat-kalimatmajaz. Oleh karena itu harus di takwilkan sesuai
dengan sifat keagungan dan kesempurnaan- Nya. Seperti :

: diartikan kekuasaan Allah

: diartikan Dzat Allah

: diartikan Dzat yang menguasai langit


20

Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan takwil itu ialah :

a. Pembahasan nash-nash mutasyabihat itu tidak memberi manfaat bagi orang 
awam.
b. Segala yang berhubungan dengan Dzat dan sifat Allah, adalah di luar akal y
ang tidakmungkin manusia dapat mencapai-Nya, kecuali dengan jalan
mengqiyasakan Allah pada sesuatu.Ini adalah kesalahan yang sangat
besar.Adapun system mutakallimin ialah beriman kepada Allah dan segala
apa yang dibawa oleh Rasul-Nya. Akan tetapi mereka perkuat dengan dalil-
dalil akal yang disusun secara mantiq.Mengenai nash-nash mutasyabihat,
para mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman secaraijmaly saja,
tanpa mengadakan takwil. Maka mereka mengumpulkan nash-nash yang
pada lahirnya bertentangan, seperti nash-nash yang diterministis,
indeterministis, dan antropomorphistis.Mereka mentakwilkan nash-nash
tersebut dan takwilan itu adalah ciri khusus dari pada mutakallimin.
Mentakwilkan nash-nash ini member kebebasan pada akal untuk membahas
dan memikirkannya.
21

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Kalam adalah


suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional
ilmiah) dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para penentang,
berdasarkan sumber-sumber yang sudah diterangkan yang kemudian akan
bermanfaat bagi diri kita dalam menjaga akidah islam.

Ilmu kalam juga membahas tentang masalah ketuhanan berdasarkan dalil-


dalil yang meyakinkan. Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam
dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa ‘Utsman bin Affan yang
berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib

Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam, yaitu :
a. Aliran Khawarij
b. Aliran Murji’ah
c. Aliran Mu’tazilah

Dalam bidang intelektual yakni mutakillimin, mutakalimin yaitu


menggunakan akal untuk mencari Tuhan tetapi mereka tidak puas,karena ada
hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia. Dan juga ada beberapa
pendapat menurut nash-nash mutasyabihat : golongan salaf, golongan
Mu‟atthilah, golongan Mujassimah atau Musyabbihah, golongan Khalaf .
22

C. Saran

Setelah kami menulis makalah yang singkat ini dengan judul “Latar
Belakang Penamaan Ilmu Kalam, Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Aqaid,
Ilmu Ma’rifah, Theology Islam Dan Fiqhul akbar” kami menyarankan bagi
para pembaca yang budiman baik teman teman ataupun siapa saja yang
berkenan membaca makalah kami agar sebagai berikut :

1. Memahami betapa muliyanya ilmu kalam yang ditandai dengan beragam


nama yang dimilikinya;
2. Memahami betapa pentingnya ilmu kalam yang ditandai dengan beragam
nama yang dimilikinya yang berasal dari berbagai pilosop- pilosop dan
para pemikir terdahulu;
3. Memberikan saran dan konstruktif guna memberikan bekal bagi kami
dalam penulisan-penulisan berikutnya (khususnya bapak pembimbing
kami dalam bidang Ilmu Kalam)
23

DAFTAR PUSTAKA

Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (teologi Islam). Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2013. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: Pustak Setia.
Wiyani, Novan Ardi. 2013. Ilmu Kalam. Bumiayu: Teras.
Yusuf, M yunan. 2014. Alam Pikir Islam Pemikiran Kalam. Jakarta: Pranadamedia
grup.
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia. 2012.
http://rfaouzie.blogspot.co.id/2015/11/kontak-kebudayaan-persia-hindu-arab.html
https://elfanhidayat.wordpress.com/2011/03/16/sistematika-dan-metode-
pembahasan-ilmu-kalam-3
http://www.harianaceh.co.id/2014/10/09/ini-dia-kumpulan-ayat-ayat-suci-al-quran-
yang-mengulas-perkembangan-teknologi/#ixzz4rsWGWy9x

Anda mungkin juga menyukai