Disusun oleh:
kelompok 2B
B. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi adalah untuk:
a) Meningkatkan daya tahan tubuh anak
b) Menurunkan angka kematian
c) Imunisasi mencegah timbulnya jenis penyakit tertentu pada anak.
Namun bila anak terserang juga penyakit tersebut maka anak tidak akan
sakit lebih parah. Dan mencegah terjadinya kecacatan seperti pada
penyakit poliomyelitis.
d) Mengendalikan wabah
C. Sasaran Imunisasi
Sasaran imunisasi untuk anak-anak adalah:
a. Semua bayi dan anak sehat di bawah usia 1 tahun
b. Anak-anak lain yang belum mendapat imunisasi lengkap
c. Anak usia sekolah (imunisasi booster/ ulangan)
E. Jenis imunisasi
Imunisasi dasar yang diharuskan di Indonesia ada 5 jenis, yaitu:
a. Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah
dilemahkan. Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan
Tuberkulosis (TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria
bernama Mycobacterium tuberculosis complex.
1) Penyimpanan :lemari es, suhu 2-8º C
2) Dosis :0.05 ml
3) Kemasan :ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali)
4) Masa kadaluarsa :satu tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat
dilihat pada label)
5) Reaksi imunisasi :biasanya tidak demam
6) Cara pemberian
Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan
atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-
pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat dilakukan
dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus
(10 mm, ukuran 26).
7) Efek samping :jarang dijumpai, bisa terjadi pembengkakan
kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya
menyembuh sendiri walaupun lambat
8) Kontra Indikasi :tidak ada larangan, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya penyakit kulit
berat/menahun.
b. Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)
Imunisasi aktif
dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara
suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara
pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat
vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman
dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin dengan
kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.
a. Reaksi imunisasi :nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai
rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
b. Dosis :0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
c. Cara pemberian : Diberikan melalui penyuntikan di paha atau di
lengan atas.
d. Kemasan :HB PID
e. Efek samping :selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping
yang berarti
f. kontraIndikasi :anak yang sakit berat.
Catatan :
Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam
pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam
sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit, pemberian
Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat
diberikan sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HBHib 1, DPT-
HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval
sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T2.
IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat
diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun.
b. Imunisasi Lanjutan
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun
Catatan:
Pemberian Imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-Hib dan
Campak dapat diberikan dalam rentang usia 18-24 bulan
Baduta yang telah lengkap Imunisasi dasar dan mendapatkan
Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T3.
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar
Catatan:
Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap Imunisasi dasar
dan Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib serta mendapatkan
Imunisasi DT dan Td dinyatakan mempunyai status Imunisasi
T5.
H. Waktu Yang Tidak Diperbolehkan Imunisasi
Keadaan-keadaan dimana imunisasi tidak dianjurkan :
a. BCG tidak diberikan bila bayi sedang sakit TBC dan panas tinggi.
b. DPT tidak diberikan bila bayi panas dan kejang.
c. Polio tidak diberikan bila diare dan sakit parah.
d. Campak tidak boleh diberikan bila bayi mendadak panas tinggi.
A. SOP IMUNISASI
Standrat Prosedure Operasional (SOP) Imunisasi dijelaskan mulai dari
pengertian Imunisasi, tujuan, alat-dan bahan yang dibutuhkan, procedure
pelaksanaan, hingga hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
imunisasi baik dari HB0, BCG, Polio, Dpt-Hb-Hib, dan campak.
Dalam SOP yang telah diterapkan terdapat kekurangan dan kelebihan, yaitu:
1. Kekurangan
- Tidak terdapat kebijakan
- Tidak terdapat tanggal terbit
2. Kelebihan
- Terdapat referensi yang jelas sesuai dengan Permenkes
- Alat dan bahan disebutkan secara detail
- Proses/prosedur terurai dengan baik tiap-tiap imunisasi
- Kesesuaian unit terkait dalam tiap-tiap imunisasi
- Terdapat anjuran atau hal-hal yang harus diperhatikan dalam setiap
pemberian imunisasi tertentu
B. Imunisasi Hepatitis B
Dalam video pemberian imunisasi Hepatitis B0 pada bayi dari chanel
youtube mahasiswa universitas Aisiyah yogyakarta dengan link sebagai
berikut (https://www.youtube.com/watch?v=OZbvpBIEASM), dijelaskan
cara-cara melakukan pemberian imunisasi Hepatitis B0 yang baik dan
benar. Dari video tersebut terdapat kekurangan dan kelebihan seperti:
Kelebihan
- Dalam video disampaikan dengan jelas mengenai tujuan pemberian
imunisasi Hepatitis B0, cara pemberian imuninasi Hepatitis B0, 6
benar pemberian obat, lokasi pemberian Hepatitis B0, penjelasan
mengenai kemasan obat dijelaskan secara lengkap, dijelaskan
mengenai hal-hal yang perlu dipersiapkan meliputi persiapan alat dan
persiapan klien, penjelasan mengenai penatalaksanaan pasca
imunisasi Hepatitis B0.
- Tahapan-tahapan dan penyampaian pelaksanaan pemberian
imunisasi Hepatitis B0 disampaikan dengan jelas dan lengkap dan
keluarga diberikan KIE pasca imunisasi Hepatitis B0 dalam bentuk
tulisan dan video secara langsung, sehingga lebih mudah untuk
dipahami.
Kekurangan
Dalam video pemberian imunisasi Hepatitis B0 setelah dilakukan
Tindakan sebaiknya handscoen yang digunakan oleh perawat
sebaiknya setelah dibilas dengan larutan klorin langsung di buang di
tempat sampah medis/infeksius.
C. Imunisasi DPT-Hb-Hib
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan melalui suntikan ke dalam
jaringan kulit pada bayi dengan interval usia 2 bulan (DPT-HB-Hib 1), 3
bulan (DPT-HB-Hib 2), dan 4 bulan (DPT-HB-Hib 3) dengan dosis yang
diberikan sebanyak 0,5 cc pada bagian paha luar secara intramuskuler.
Dalam video pemberian imunisasi DPT-HB-Hib pada bayi dari youtube Ira
Puji Rahayu dengan judul video “Imunisasi DPT-HB-Hib” dengan link
sebagai berikut (https://www.youtube.com/watch?
v=4xm1UI4qO0A&list=WL&index=3) setelah di perhatikan terdapat
beberapa kekurangan dan kelebihan pada video tersebut, yaitu :
1. Kelebihan
- Petugas menjelaskan secara rinci mengenai alat-alat dan
Langkah-langkah Tindakan
2. Kelemahan
- Petugas tidak terlalu hafal sehingga masih melihat catatan
dibawah
- Tidak dijelaskan untuk persiapan lingkungan sebelum Tindakan
dan sesudah Tindakan
- Tidak dijelaskan kepada keluarga pasien mengenai tujuan
diberikan imunisasi DPT-HB-Hib
D. Imunisasi Polio
Dalam video pemberian imunisasi polio pada bayi dari chanel youtube
sobat perawat dengan link sebagai berikut
(https://www.youtube.com/watch?v=jFuW0EjDAHM), dijelaskan cara-cara
melakukan pemberian imunisasi Polio yang baik dan benar. Dari video
tersebut terdapat kekurangan dan kelebihan seperti:
Kelebihan
- Dalam video disampaikan dengan jelas mengenai tujuan pemberian
imunisasi polio, cara pemberian imuninasi polio, dosis yang diberikan,
dijelaskan mengenai hal-hal yang perlu dipersiapkan meliputi
persiapan alat dan persiapan klien, penjelasan mengenai
penatalaksanaan pasca imunisasi polio seperti halnya tidak diberikan
ASI terlebih dahulu selama 30 menit pasca imunisasi.
- Tahapan-tahapan dan penyampaian pelaksanaan pemberian
imunisasi polio disampaikan dengan jelas dalam bentuk tulisan dan
video secara langsung pada bayi, sehingga lebih mudah untuk
dipahami.
Kekurangan
- Dalam video pemberian imunisasi polio perawat tidak menjelaskan
mengenai efek sampimg serta penatalaksanaan setelah dilakukan
tindakan pemberian imunisasi polio pada bayi, sehingga diharapkan
setelah pemberian imunisasi polio dijelaskan kepada keluarga klien
mengenai efek samping dan penatalaksanaannya.
E. Imunisasi Campak
Dalam video pemberian imunisasi campak pada bayi dengan usia 9 bulan
dari youtube midwifery channel dengan link sebagai berikut
(https://youtu.be/q8gmsaxYJ20), dijelaskan cara pemberian imunisasi
campak pada bayi. Dari video tersebut terdapat kekurangan dan kelebihan
seperti:
Kelebihan
- Dalam video disampaikan dengan jelas mengenai pengertian
campak, usia pemberian imunisasi campak, dampak jika tidak
melakukan imunisasi, dosis pemberian dan posisi penyuntikan serta
efek samping setelah dilakukan imunisasi campak.
- Cara penyampaian video pemberian imunisasi campak disajikan
dalam bentuk tulisan, video dan disimulasikan secara langsung
sehingga lebih mudah untuk dipahami
Kekurangan
- Dalam penyampain video pemberian imunisasi campak tidak
dijelaskan secara detail alat dan bahan yang digunakan untuk
melakukan imunisasi campak, dan prosedur pelaksanaanya tidak
dijelaskan secara detail hanya disampaikan saat melakukan
penyuntikan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal PPM dan PLP. 2007. Pelaksanaan Imunisasi Modul Latihan
Petugas Imunisasi. Jakarta
Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :EGC
1. Identifikasi Jurnal
Judul : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Imunisasi Dasar tidak Lengkap di PUskesmas
Sidomulyo Kota Pekanbaru
Peneliti : Cindy Alesia, Buchari Lapau, Yessy Harnan,
Yuyun Priwahyuni, Miklon
Nama Jurnal, Edisi : Journal of Community Health KESKOM 2021,
7(1): 18-23
Tahun Terbit : 2021
Topik Jurnal : Penyuluhan Imunisasi dasar di Desa Kelebuh
pada masa pandemic covid 19
Tujuan Jurnal : Untuk mengetahui masalah manajemen
program imunisasi dan factor-faktor yang
mempengaruhi imunisasi dasar tidak lengkap di
puskesmas sidomulyo
3. Metode
Penelitian Kualitatif: Untuk mendapatkan informasi tentang
manajemen program imunisasi dalam penelitian ini digunakan desain
penelitian kualitatif non standar. Populasi penelitian ini adalah bayi yang
berumur 0-12 bulan yang tinggal di wilayah Puskesmas Sidomulyo Kota
Pekanbaru. Populasi kasus adalah sekelompok bayi yang tidak
mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebanyak 286 anak, sedangkan
populasi kontrol adalah sekelompok bayi yang mendapatkan imunisasi
dasar lengkap sebanyak 1.308 anak yang mana data ini didapatkan dari
pencatatan puskesmas. Perhitungan ukuran sampel disesuaikan dengan
jenis desain studi kasus control (Ariawan, 1999) yang mana ditemukan
untuk kelompok kasus sebesar 205 dan kelompok kontrol sebesar 205.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah bayi yang berumur 0-12
bulan yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Sidomulyo Kota
Pekanbaru, ibu bayi bisa membaca dan menulis, dan bersedia menjadi
responden. Sedangkan kriteria eksklusi nya adalah bayi yang tidak
tinggal diwilayah kerja Puskesmas Sidomulyo Kota Pekanbaru, ibu bayi
tidak bisa membaca dan menulis, dan tidak bersedia menjadi responden.
Data primer didapatkan dari wawancara dengan menggunakan
kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup.
Sedangkan data sekunder didapatkan dari balita yang memiliki
Kartu Menuju Sehat (KMS) yang ada pada saat penelitian berlangsung
serta melihat catatan atau laporan dari puskesmas. Analisa Data data
kuantitatif dilakukan melalui computer mulai dengan editing, coding,
processing, cleaning sampai dengan tabulating. Analisis data dilakukan
dalam 3 tahap sebagai analisis univariat, analisis bivariat, analisis
multivariate digunakan multiple logistic regression analysis.
4. Hasil
a. Kualitatif
Perencanaan dan pelaksanaan imunisasi dasar berjalan dengan
baik di Puskesmas Sidomulyo menyangkut perencanaan kebutuhan alat
suntik, serta material atau bahan baku di posyandu, tempat tidur, dan
brosur. Hasil pelaksanaan adalah persiapan masyarakat sudah berjalan
dengan baik terbukti dengan adanya Kerjasama dengan lintas sektoral
seperti ibu kader, RT/RW serta petugas sudah mengelola rantai vaksin
sesuai SOP, petugas sudah punya SIK/SIP, sudah adanya pencatatan
dan pelaporan yang dilakukan oleh penanggungjawab imunisasi.
Sehubungan dengan pemantauan didapatkan hasil bahwa penanggung
jawab dan petugas imunisasi tidak mencatat berapa vaksin yang terpakai
dan terbuang pada pelaksanaan imunisasi, sehingga Indeks Pemakaian
Vaksin (IPV) tidak dihitung. Pada seksi pendahuluan dijelaskan bahwa
capaian imunisasi dasar yaitu indikator output adalah 79,8% pada tahun
2018 dan 80,1% pada tahun 2019, jadi dibawah target yaitu 100%.
Masalah pada output itu terjadi karena terdapat masalah pada Proses
dengan Indikator IPV yang tidak pernah dihitung sehingga tidak diketahui
vaksin yang terbuang, yang merupakan salah satu sebab target output
tidak tercapai. Di samping itu, bila banyak vaksin yang terbuang, maka
persediaan vaksin yaitu indikator input semakin berkurang dan pada saat
itu mungkin habis sehingga vaksinasi tidak dapat dilaksanakan.
Kemudian pada saat dilakukan observasi tidak adanya jadwal khusus
yang dibuat oleh penanggungjawab imunisasi atau promosi kesehatan
mengenai pendidikan kesehatan atau penyuluhan tentang imunisasi
kepaada ibu-ibu.
b. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat menunjukkan perkembangan intelektual yang
kurang (43,9% ), sikap negatif (43,7% ), tidak ada dukungan keluarga
(34,9%), jarak ketempat pelayanan yang jauh (25,5%), efek samping
(49,2%), pendidikan rendah yaitu SMP ke bawah (8,1%), dan bekerja
(41%); hasil univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel independen pendidikan adalah homogen karena salah satu
kategorinya adalah 8,1% (< 15%).
c. Analisis Bivariat
Variabel-variabel independen yang berhubungan dengn imunisasi
dasar tidak lengkap adalah perkembangan intelektual (CI 95%: OR
=5,636 (3,669-8,657), sikap (CI 95%: OR = 5,518 (3,598-8,472),
dukungan keluarga (CI 95%: OR = 5,408 (3,429-8,529), efek samping
(CI 95%: OR = 2,323-5,235), pendidikan (CI 95%: OR = 2,888 (1,308-
6,377), pekerjaan (CI 95%: OR = 1,919 (1,287-2,861).
5. Pembahasan
Di Puskesmas Sidomulyo ditemukan ada satu masalah dalam
manajemen yaitu tidak dilakukan perhitungan Indeks Pemakaian Vaksin (IPV)
sehingga tidak diketahui adanya dosis vaksin yang terbuang. Bila banyak
vaksin yang terbuang, maka persediaan vaksin yang merupakan indikator
input semakin berkurang bahkan habis sehingga target imunisasi dasar
semakin tidak tercapai, berarti imunisasi dasar tidak lengkap semakin
meningkat.
Pemantauan adalah usaha untuk mengetahui hubungan antara input,
proses, dan output. Dari penjelasan tersebut di atas diketahui bahwa karena
tidak dilakukan perhitungan IPV, indikator proses tidak diketahui sehingga
pemantauan kegiatan atau program imunisasi dasar tidak dapat dilakukan.
Seharusnya pemantauan dapat dilakukan kalau diketahui apa indikator dari
masing-masing input, proses, dan output.
Dalam penelitian ini dapat diciptakan integrasi disiplin ilmu kesehatan
masyarakat (Lapau, 2019) diantara 3 disiplin ilmu yaitu epidemiologi,
administrasi & kebijakan kesehatan, dan promosi kesehatan yang diarahkan
untuk pencegahan penyakit yang dapat diimunisasi (PD3I). Disiplin ilmu
epidemiologi menemukan 4 faktor yaitu perkembangan Intelektual, sikap,
dukungan keluarga, dan efek samping mempengaruhi imunisasi dasar tidak
lengkap. Disiplin ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan menemukan
bahwa dalam manajemen puskesmas tidak dilakukan pemantauan, dan tidak
ada koordinasi antara program imunisasi dengan program/disiplin ilmu
promosi kesehatan yang mana sejalan dengan penelian kuantitatif yaitu pada
saat penyebaran kuesioner didapatkan sebagian responden tidak tahu apa
itu imunisasi DPT dan apa manfaatnya, dan tidak adanya jadwal khusus yang
dibuat oleh program promosi kesehatan untuk memberikan penyuluhan
kepada masyarakat mengenai imunisasi ini. Hal demikian terjadi karena
belum dipahami dan dilaksanakan konsep integrasi disiplin-disiplin ilmu
Kesehatan masyarakat. Dengan demikian direkomendasikan supaya
disosialisasikan integrasi disiplin-disiplin ilmu kesehatan mulai dari instansi
pendidikan dan pelatihan sampai ke pelayanan kesehatan masyarakat.
Setelah dilakukan analisis multivariat, maka terdapat 4 variabel independen
yang berhubungan dengan imunisasi dasar tidak lengkap yaitu
perkembangan intelektual, sikap, dukungan keluarga, dan efek samping.
Perkembangan intelektual ibu berhubungan sebab akibat dengan
kejadian imunisasi lengkap pada bayinya yaitu ibu yang mempunyai
perkembangan intelektual yang kurang, berpengaruh kepada bayinya untuk
memperoleh imunisasi dasar tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai perkembangan intelektual yang cukup. Sikap ibu berhubungan
sebab akibat dengan kejadian imunisasi dasar lengkap pada bayinya yaitu
ibu yang mempunyai sikap negatif berpengaruh kepada bayi untuk
memperoleh imunisasi dasar tidak lengkap dibandingkan dengan sikap ibu
yang positif. Dukungan keluarga berhubungan sebab akibat dengan kejadian
imunisasi dasar lengkap pada bayinya: ibu yang tidak mendapatkan
dukungan keluarga berpengaruh kepada bayi nya dengan imunisasi dasar
tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan dukungan
keluarga. Efek samping berhubungan sebab akibat dengan kejadian
imunisasi lengkap pada bayinya yaitu ibu yang bayinya mendapatkan efek
samping imunisasi berpengaruh kepada bayi untuk memperoleh imunisasi
dasar tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang bayinya tidak
mendapatkan efek samping imunisasi. Karena itu direkomendasikan supaya
pelayanan promosi kesehatan perlu digiatkan kepada ibu yang mempunyai
perkembangan intelektual yang kurang, melakukan pendekatan kepada ibu
terutama yang sikap negatif, adanya dukungan keluarga, dan diberikan
pendidikan kesehatan yang baik khususnya ibu-ibu yang mengetahui adanya
efek samping akibat imunisasi.
DAFTAR PUSTAKA