Anda di halaman 1dari 9

Lampiran foto Petani

Abdul Rozib H. Samsul H. Abdul Aziz

Karno Sudaryo
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah fungisida berasal dari bahasa Latin yang berarti suatu agens yang
mampu membunuh cendawan. Namun pada perkembangan penggunaan secara
umum, kata fungisida ditujukan khusus pada bahan kimia saja sehingga istilah
fungisida saat ini diketahui sebagai bahan atau senyawa kimia yang mampu
membunuh maupun menghambat pertumbuhan cendawan.
Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan
cendawan (fungi). Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam
tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan
sistemik local. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik,
pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap
jasad sasarannya (Agrios, 2005).
Pengelompokan Fungisida
Pengelompokan fungisida dapat dilakukan berdasarkan pada berbagai cara
dan kepentingan yang berbeda sehingga pada umumnya bersifat tidak tetap.
Klasifikasi fungisida dapat didasarkan pada (1) cara kerja, (2) kegunaan umum,
(3) cara aplikasi, dan (4) macam bahan kimia. Berdasarkan cara kerjanya,
fungisida dapat dikelompokkan menjadi penghambat perkecambahan spora,
penghambat pertumbuhan, penghambat perkembangbiakan, dan pembunuh secara
langsung. Berdasarkan kegunaan umum, fungisida dibedakan menjadi protektan,
penutup luka, eradikan, perlakuan tanah (fumigan), dan perlakuan gudang
penyimpanan. Berdasarkan cara aplikasinya fungisida dikelompokkan menjadi
penyemprotan/penghembusan pada bagian-bagian tanaman di atas permukaan
tanah, perlakuan benih/bahan perbanyakan tanaman, perlakuan pada tanah
(fumigasi), perlakuan terhadap luka, perawatan pasca panen, dan desinfektan
untuk gudang penyimpanan.
Pengelompokan ditujukan untuk mempermudah pemahaman terhadap
beberapa perbedaan antara kelompok fungisida yang satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, pengelompokan fungisida akan berubah dan berkembang
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan manusianya. Dalam Utomo (1992),
fungisida digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu (1) fungisida anorganik, (2)
fungisida organik non-sitemik, dan (3) fungisida organik sistemik.
Fungisida Protektan.
Beberapa fungisida yang bersifat sebagai protektan dapat digunakan pada benih
atau tumbuhan yang belum terserang hama dan penyakit, dengan tujuan
melindungi benih dan menghindarkannya dari cendawan. Hal ini disebabkan oleh
adanya spora pada permukaan atau di bagian dalamnya terdapat miselium yang
berada dalam keadaan dorman. Pada saat ini, fungisida yang mempunyai sifat
ketahanan yang lama dapat digunakan untuk melindungi benih. Usaha-usaha
untuk mendapatkan fungisida yang baik masih banyak dilakukan untuk mengatasi
masalah hama dan penyakit tumbuhan. Ahli-ahli genetika tumbuhan banyak yang
sedang melakukan penelitian untuk mendapatkan varitas-varitas baru yang
mempunyai ketahanan terhadap suatu jenis hama dan penyakit. Penemuan dalam
bidang ini akan sangat bermanfaat di dalam meningkatkan mutu hasil-hasil
pertanian (Semangun, 2001).
Beberapa sifat fungisida yang baik digunakan sebagai protektan ialah:
1. Aktif dalam waktu yang cukup lama setelah penggunaannya.
2. Mempunyai sifat dapat melekat dengan baik. Patogen tersebar luas
melalui air hujan, oleh karena itu fungisida yang baik mestilah tidak
mudah tercuci oleh air.
3. Mempunyai sifat dapat menyebar dengan baik. Untuk melindungi
permukaan daun dan batang, fungisida harus dengan mudah tersebar
merata di atas permukaan daun dan batang. Ini dapat dilakukan
dengan bantuan zat pembasah. Meskipun demikian penggunaan zat
pembasah yang terlampau banyak dapat menyebabkan fitotoksik
karena banyaknya racun yang masuk ke dalam jaringan tumbuhan.
4. Stabil dan tidak mudah terurai oleh adanya cahaya.
5. Fungisida harus beracun dan dapat membunuh patogen tetapi tidak
menimbulkan keracunan pada tanaman pokoknya.
6. Tidak terlalu spesifik terhadap satu macam jamur patogen saja tetapi
juga terhadap beberapa mikroba patogen lainnya.
7. Masih efektif jika penggunaannya dicampur dengan jenis-jenis
pestisida lainnya,
8. Mudah digunakan dan tidak begitu berbahaya terhadap yang
menggunakannya,
9. Tidak menimbulkan karat terhadap alat-alat penyemprotnya.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian petani mengenai fungisida, pengaplikasian
dilapang dan mengapa fungisida jarang digunakan oleh petani.
BAB 2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 HASIL
Petani responden
No Nama
SLPTT Non – SLPTT
1 Karno √
2 H. Abdul Aziz √
3 H. Faisol √
4 H. Syamsudin √
5 H. Syamsul √
6 Sulaiman √
7 Sudaryo √
8 H. Mustofa √
9 Sholikin √
10 Abdul Rozib √

2.2 Pembahasan
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh kelompok kami terdapat 10
orang petani untuk menggali informasi tentang SLPTT, dimana 5 orang petani
adalah petani yang mengikuti SLPTT dan 5 orang petani yang tidak mengikuti
SLPTT. Petani yang kami wawancara berasal Kecamatan Silo Kabupaten Jember
dan Kecamatan Jenggawwah Kabupaten Jember.
Sebagai contoh Petani yang pertama yaitu bernama Bapak Karno yang
beramatkan di Dusun Krajan Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah. Bapak karno
mengikuti SLPTT di desa wonojati dengan menanam padi varietas DG 1 SHS
hibrida. Pola tanam yang diterapkan oleh bapak karno adalah padi-padi-palawija,
dengan jarak tanam padi jejer legowo. OPT yang mengganggu tanaman padi
bapak karno sebelum tanam padi saat ini yaitu hama wereng coklat, kerdi rumput,
gulma, keong mas. Pengendalian OPT yang diterapkan bapak Karno yaitu dengan
menggunakan DEPO (insektisida) untuk mengendalikan hama wereng.
Sewaktu ditanya apakah bapak dalam mengendalikan hama ataupun
penyakit yang ada dilapang selalu menggunakan insektisida? Jawaban dari bapak
karno “ ya kalau untuk hama menggunakan insektisida tetapi untuk penyakit
menggunakan fungisida, hanya dalam memperoleh fungisida ditoko sangat sulit
dikarenakan jarang took menjual fungisida “.
Penggunaan fungisida dilapang untuk mengendalikan serangan fungi
sekarang jarang dijumpai karena banyak petani yang lebih menggunakan jenis
pestisida lain seperti insektisida dalam mengendalikan OPT baik yang disebabkan
oleh serangan hama maupun jamur atau penyakit lainnya sehingg banyak
pengendalian yang kurang efektif. Kurang efektifnya jenis pengendalian
dikarenakan pestisida yang digunakan salah, seperti contoh diatas. Jarangnya
penggunaan fungisida dilapang menyebabkan banyak toko pertanian yang tidak
lagi menjual fungisida sehingga dalam memperoleh fungisida ditoko sangatlah
sulit.
Ketidaktahuan petani mengenai fungisida disebabkan beberapa factor
sesuai data yang diperoleh dilapang, yaitu :
1. Petani menganggap semua serangan yang ada dilapang disebabkan oleh
hama yang sangat merugikan tanaman budidayanya.
2. Kurang mengertinya petani akan serangan yang disebabkan oleh jamur
(fungi).
3. Kepercayaan petani akan penggunaan pestisida jenis insektisida untuk
hama dan herbisida untuk gulma.
4. Jarangnya took yang menjual fungisida.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari para penyuluh lapang untuk lebih
menjelaskan mengenai pemakaian fungisida untuk mengendalikan serangan jamur
(fungi) agar petani tidak salah dalam memilih pestisida meskipun banyak petani
yang telah mengikuti sekolah lapang (SLPHT) yang sekarang dikenal sebagai
SLPTT.
BAB 3. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh antara lain adalah :


1. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh kelompok kami terdapat 10
orang petani untuk menggali informasi tentang SLPTT, dimana 5 orang
petani adalah petani yang mengikuti SLPTT dan 5 orang petani yang tidak
mengikuti SLPTT.
2. Penggunaan fungisida dilapang untuk mengendalikan serangan fungi
sekarang jarang dijumpai karena banyak petani yang lebih menggunakan
jenis pestisida lain seperti insektisida dalam mengendalikan OPT baik
yang disebabkan oleh serangan hama maupun jamur atau penyakit lainnya
sehingg banyak pengendalian yang kurang efektif.
3. Jarangnya penggunaan fungisida dilapang menyebabkan banyak toko
pertanian yang tidak lagi menjual fungisida sehingga dalam memperoleh
fungisida ditoko sangatlah sulit.
4. Petani yang telah mendapatkan sekolah lapang masih banyak yang tidak
mengerti mengenai fungisida.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 2005. Plant pathology (fifth edition). Elsevier. Academic Press.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Hama dan penyakit Tumbuhan. Gadjah


mada University Press. Yogyakarta
LAPORAN PRAKTIKUM
PESTISIDA DAN APLIKASINYA

FUNGISIDA DAN PENGGUNAAN DILAPANG

Oleh :
Fetty fika sari
Hendrika S.M Siagian
Aisyah

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011

Anda mungkin juga menyukai