Anda di halaman 1dari 5

TUGAS LIFE SCIENCE “PENYAKIT PERNAPASAN”

NAMA : PUPUT ARIESTA NADIA


NIM : 1519140116
VIRUS CORONA (COVID-19)

Penyakit koronavirus 2019 (coronavirus disease 2019, disingkat COVID-


19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, salah satu
jenis koronavirus. Penyakit ini mengakibatkan wabah penyakit koronavirus 2019–
2020. Kata "Corona " berasal dari bahasa Latin yang artinya crown atau mahkota.
Ini sesuai dengan bentuk Coronavirus itu sendiri yang kalau dilihat dengan
mikroskop nampak seperti mahkota (lihat gambar). Bentuk mahkota ini ditandai
oleh adanya "Protein S " yang berupa sepatu, sehingga dinamakan spike protein,
yang tersebar disekeliling permukaan virus (tanda panah). "Protein S " inilah yang
berperan penting dalam proses infeksi virus terhadap manusia.
Gambar mikroskop Coronavirus. Diambil dari home page Queen
University Belfast, UK). Tampak pada panah "Protein S " disekeliling permukaan
virus sehingga membuat bentuk virus seperti mahkota.

Gambar 1. Virus Corona


Coronavirus adalah virus yang berbentuk bulat dan berdiameter sekitar 100-120
nm. Karena itu, pencegahan infeksi Coronavirus akan efektif bila menggunakan
masker yang berpori-pori lebih kecil dari 100 nm.
Virus ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965, dari cairan hidung
seorang anak yang menampakan gejala pilek (common cold), yang biasanya
disebabkan oleh infeksi Rhinovirus atau virus Influenza. Dan, kenyataannya,
memang sulit sekali membedakan antara gejala infeksi Rhinovirus, virus
Influenza dan Coronavirus.
Ini juga merupakan kendala untuk menentukan virus penyebab SARS. Karena bila
sesuatu virus ditemukan dari pasien yang bukan pengidap SARS dan itu
dinyatakan sebagai penyebab SARS akan mengakibatkan kesalahan yang fatal.
Artinya, seleksi pasien merupakan hal yang sangat penting untuk penentuan virus
penyebab SARS.
Virus ini memiliki RNA positive sebagai genomnya, dan biasanya sering
disebut virus RNA. Mutasi virus terjadi pada saat replikasi dan virus RNA
bermutasi sekitar 1 juta kali lebih cepat dari pada virus DNA. Kalau virus DNA
mempunyai kecepatan mutasi 10-8 sampai 10-11 nukleotida setiap kali proses
replikasi, virus RNA berkecapatan 10-3 sampai 10-4. Karena itu, tidak bisa
dimungkiri bahwa virus penyebab SARS adalah Coronavirus yang sudah
bermutasi.
Panjang genom Coronavirus berkisar antara 27 sampai 32 kilobasa.
Genom ini membentuk protein-protein pembentuk tubuh virus seperti fosfoprotein
N, glikoprotein M, protein E, protein S, dan glikoprotein HE, dan prtotein-protein
atau enzim-enzim yang perlu untuk replikasi virus itu sendiri.
Selain menginfeksi manusia, Coronavirus juga menginfeksi binatang
seperti babi, anjing, kucing, tikus, kelinci, sapi, dan ayam. Pada binatang-binatang
ini, infeksi virus ini umumnya juga menyebabkan gejala gangguan pernapasan
(pneumonia) seperti halnya pada manusia.
Namun virus ini sangat host-specific, sehingga Coronavirus yang
menginfeksi salah satu binatang hanya menginfeksi binatang tersebut. Virus
tersebut tidak bisa menginfeksi binatang lain dan bahkan manusia. Virus ini tidak
stabil di udara, dan hanya mampu hidup selama 3 jam, sehingga kecil sekali
kemungkinan penularan lewat udara. Kemungkinan besar penularan virus ini
adalah lewat bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kepada orang yang dekat
dengannya.
Pada Desember 2019 wabah ini mulai menyebar, diduga bermula dari
serangkaian kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya, di
kawasan Wuhan, Provinsi Hubei, China, virus korona pertama kali diidentifikasi
sebagai penyebab flu biasa pada tahun 1960. Sampai tahun 2002, virus itu belum
dianggap fatal. Tetapi, pasca adanya Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-
Cov) di China, para pakar mulai berfokus pada penyebab dan menemukan hasil
apabila wabah ini diakibatkan oleh bentuk baru korona.
Tahun 2012 Virus sejenis ini telah mengakibatkan 585 kematian akibat
Middle East respiratory syndrome (MERS), di Arab Saudi. Sebelumnya pada
2003, corona virus menyebabkan 774 kematian akibat Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS).
Menurut Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas
Airlangga, Prof. Dr. Soewarno, drh., M.Si. virus korona jenis baru atau Novel
Corona Virus (2019-ncov) yang sekarang sedang berkembang, bukan merupakan
sebuah hal baru, melainkan hasil dari mutasi. Virus itu serupa dengan korona yang
menjadi penyebab SARS-Cov dan MERS-Cov. irus korona terbagi menjadi empat
jenis genus, yakni alpha coronavirus, beta corona virus, gamma coronavirus,
serta delta coronavirus. Namun, virus korona yang seringkali menyerang manusia
hanya berasal dari genus alpha dan genus beta (paling berbahaya). Sementara
virus korona yang menyerang hewan adalah genus delta serta genus gamma.
Tujuh jenis virus korona yang menulari manusia adalah HCoV-
229E (alpha coronavirus), HCoV-NL63 (alpha coronavirus), HCoV-OC43 (beta
coronavirus), serta HCoV-HKU1 (beta coronavirus). Tiga lainnya merupakan
genus beta yang bisa menginfeksi hewan sekaligus manusia pasca berevolusi
dalam bentuk baru, yakni SARS-Cov, MERS-Cov, dan 2019-ncov. Secara
struktur, ketiga virus korona jenis baru itu, memiliki persamaan dari segi struktur
maupun morfologi. Tetapi berbeda secara genetik dan host. Selain itu, karena
mampu menginfeksi manusia, maka virus ini dikategorikan sebagai zoonosis
Menurut sejumlah pemberitaan yang beredar, penyebaran 2019-ncov,
diduga memiliki keterkaitan dengan aktivitas sejumlah masyarakat China yang
mengonsumsi satwa liar seperti tikus, kelelawar, curut, karnivora, dan primata.
Meskipun masih terdapat polemik mengenai perihal penyebab pasti dari 2019-
ncov, baik pakar maupun otoritas kesehatan terus bergerak untuk melakukan
penelitian lanjutan maupun penanganan terkait virus ini.
Berbeda dengan virus korona yang beredar sebelumnya, dimana SARS-
Cov berasal dari kelelawar, sementara MERS-Cov ditularkan oleh unta. Sejauh
ini, diperoleh kesimpulan apabila 2019-ncov, mengalami mutasi pada kelelawar,
lalu berlanjut ke ular, dan berakhir masuk ke manusia. Karena itu, masyarakat
disarankan untuk menghindari konsumsi satwa liar.
Pada akhir Januari 2020, WHO mengindentifikasi 2019-nCoV di Cina dan
ada sekitar 300 kasus yang teridentifikasi di Cina. Tiap negara telah menyiapkan
upaya pencegahan dan pengamanan, namun virus corona tetap mampu menyebar
ke seluruh dunia hingga saat ini tanggal 12 maret 2020 pagi, berdasarkan data dari
Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at johns Hopkins University
(JHU), jumlah kasus secara global sebanyak 125.851 orang terinfeksi, jumlah
kematian sebanyak 4.615 dan total yang sembuh sebanyak 67.003. sejak saat ini
setidaknya sudah 121 negara yang mengonfirmasi dari total 193 negara yang di
akui PBB termasuk Indonesia yang sudah mengumumkan tambahan kasus pada
hari ini tanggal 12 maret 2020 jumlah yang positif di Indonesia sebanyak 34
kasus.
Penderita COVID-19 dapat mengalami demam, batuk kering, dan
kesulitan bernapas. Sakit tenggorokan, pilek, atau bersin-bersin lebih jarang
ditemukan. Pada penderita yang paling rentan, penyakit ini dapat berujung
pada pneumonia dan kegagalan multiorgan.
Infeksi menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan (droplet)
dari saluran pernapasan, yang sering dihasilkan saat batuk atau bersin. Waktu dari
paparan virus hingga timbulnya gejala klinis berkisar antara 1–14 hari, dengan
rata-rata 5 hari. Metode standar diagnosis adalah uji reaksi berantai
polimerase transkripsi-balik (rRT-PCR) dari usap nasofaring atau sampel dahak,
dengan hasil dalam beberapa jam hingga 2 hari. Pemeriksaan antibodi dari
sampel serum darah juga dapat digunakan dengan hasil dalam beberapa hari.
Infeksi juga dapat didiagnosis dari kombinasi gejala, faktor risiko, dan
pemindaian tomografi terkomputasi pada dada yang menunjukkan gejala
pneumonia.
Berbagai lembaga kesehatan global telah menerbitkan langkah-langkah
pencegahan untuk mengurangi kemungkinan infeksi COVID-19. Rekomendasi
yang diterbitkan ini serupa dengan pencegahan untuk koronavirus lain termasuk:
sering mencuci tangan dengan sabun dan air; tidak menyentuh mata, hidung, atau
mulut dengan tangan yang tidak dicuci; dan mempraktikkan higiene pernapasan
yang baik. Disarankan untuk menutup hidung dan mulut dengan tisu atau siku
yang tertekuk ketika batuk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) merekomendasikan kepada
orang-orang yang menduga bahwa mereka telah terinfeksi untuk memakai masker
bedah dan mencari nasihat medis dengan memanggil dokter dan tidak langsung
mengunjungi klinik. Masker juga direkomendasikan bagi mereka yang merawat
seseorang yang diduga terinfeksi tetapi tidak untuk digunakan masyarakat umum.
Tidak ada vaksin atau obat anti virus khusus untuk COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai