Anda di halaman 1dari 28

EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN GURU DALAM FILSAFAT

PENDIDIKAN ISLAM
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“FILSAFAT PENDIDIKAN”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. M. Nazir, M.A.
Disusun Oleh :

1. Auli Wardian Azhar (11910)


2. Fathul Mujib (11910)
3. Zaidan Hanif (11910112794)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Bersyukur kita kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


dan karunia-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat serta salam kita lantunkan kepada junjungan alam yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju
alam berilmu pengetahuan.

Makalah ini dibuat untuk memperdalam pemahaman mengenai materi


ini. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas pembuatan
makalah dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Pemakalah mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ustadz Prof. Dr. H. M. Nazir, M.A.
selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam serta yang telah
membimbing dan memberikan tugas ini kepada kami.

Kemudian atas tersusunnya makalah ini, penulis yakin masih ada


kekurangan yang disebabkan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Maka
dari itu dengan tangan terbuka penulis siap menerima saran serta kritikan yang
bersifat membangun guna kelengkapan dan kesempurnaan tulisan ini
kedepannya.

Semoga makalah yang telah disusun oleh penulis bermanfaat dalam


menambah khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Pekanbaru, 17 Mei 2021


Penyusun

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................

1. Teori Pendukung ...................................................................... 4

BAB III PENUTUP ......................................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk


mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pengertian Pendidikan
dapat diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup
atau untuk kemajuan lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah
proses pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan
membuat manusia lebih kritis dalam berpikir.

Adapun Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai program yang terencana


dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hinggamengimani ajaran agama Islam serta diikuti tuntunan untuk mengohormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Lebih sederhananya pendidikan
Islam adalah pendidikan yang bercorak Islami.

Salah satu pendukung penting dalam sistem pendidikan Islam adalah peran
pendidik sebagai fasilititator dalam proses pembelajaran. berbicara tentang
seorang pendidik tidak pernah lepas dari pengertian guru itu sendiri. Guru
memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Guru dapat
dihormati oleh masyarakat karena kewibawaannya, sehingga masyarakat tidak
meragukan figur guru. Masyarakat percaya bahwa dengan adanya guru,  maka
dapat mendidik dan membentuk kepribadian anak didik mereka dengan baik agar
mempunyai intelektualitas yang tinggi serta jiwa kepemimpinan yang
bertanggungjawab. Jadi dalam pengertian yang sederhana, guru dapat diartikan
sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sedangkan
guru dalam pandangan masyarakat itu sendiri adalah orang yang melaksanakan
pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan yang

3
formal saja tetapi juga dapat dilaksanakan di lembaga pendidikan non-formal
seperti di masjid, di surau/mushola, di rumah dan sebagainya.

Seorang guru mempunyai kepribadian yang khas. Disatu pihak guru harus
ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan
menciptakan suasana aman. Akan tetapi di lain pihak, guru harus memberikan
tugas,mendorong siswa untuk mencapai tujuan, menegur, menilai, dan
mengadakan koreksi. Dengan demikian, kepribadian seorang guru seolah-olah
terbagi menjadi dua bagian. Di satu pihak bersifat empati, di pihak lain bersifat
kritis. Di satu pihak menerima, di lain pihak menolak. Maka seorang guru yang
tidak bisa memerankan pribadinya sebagai guru, ia akan berpihak kepada salah
satu pribadi saja. Dan berdasarkan hal-hal tersebut, seorang guru harus bisa
memilah serta memilih kapan saatnya berempati kepada siswa, kapan saatnya
kritis, kapan saatnya menerima dan kapan saatnya menolak. Dengan perkatan lain,
seorang guru harus mampu berperan ganda. Peran ganda ini dapat di wujudkan
secara berlainan sesuai dengan situasi dan kondisi yang di hadapi.
Tugas guru sebagai suatu profesi, menuntut kepada guru untuk
mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai
suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik, meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak
didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan ketrampilan dan
menerapakannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. Guru juga
mempunyai kemampuan, keahlian atau sering disebut dengan kompetinsi
profesional. Kompetensi profesional yang dimaksud tersebut adalah kemampuan
guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan dengan
pelaksanaan proses belajar mengajar, sehingga kompetensi ini mutlak dimiliki
guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar.
Penulis berharap, makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan
pencerahan bagi kita semua. Amin.

B. Rumusan Masalah

4
1. Bagaimana pentingnya kehadiran guru dalam pendidikan islam ?
2. Bagaimana kedudukan dan Peran Guru Sebagai Mualim, Mudarris,
Muaddib, dan Al-Murabbi ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pentingnya kehadiran guru dalam pendidikan islam ?
2. Mengetahui kedudukan dan Peran Guru Sebagai Mualim, Mudarris,
Muaddib, dan Al-Murabbi ?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pentingnya Kehadiran Guru Dalam Pendidikan Islam

Pendidikan dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab


terhadap perkembangan anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal
yaitu yang pertama, karena kodrat yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi
orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab
mendidik anaknya. Kedua, karena kepentinga kedua orangtua yaitu orangtua
berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.1

Kemudian pendidik dalam Islam adalah guru. Kata guru berasal dalam
bahasa indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa inggris
dijumpai kata teacher yang berarti pengajar.2 Guru “Guru adalah orang dewasa
yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan
membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang orang yag
memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan
mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat
mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan”3.

Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi
seseorangyang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interakasi
edukatif secara terpola, formal, dan sistematis. Sebagaimana dalam UU RI.
Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, sebagai berikut : Guru adalah
pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah4.

1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,( Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1994). hal 74
2
Abbudin Nata, Perspektif Islam Tentang Hubungan Guru-Murid, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2001).hal 41
3
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 15
4
Undang-undang RI. No.14 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hal. 3.

6
Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan
yang terpikul di pundak orang tua5. Sedangkan menurut Ametembun, guru adalah
semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid,
baiksecara individual, ataupun klasikal, baik di sekolah maupun diluar sekolah6.

Guru hendaknya mampu memikul dan melaksanakn tanggung jawab


sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara, dan
agama. Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi
pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia
yang dihasilkan dan upaya pendidikan, selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini
menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan7.

Terlepas dari status, seorang guru adalah tenaga pendidik, guru bisa pula
diartikan sebagai orang tua kedua bagi peserta didik selama jam pelajaran
berlansung. Tugas dan tanggung jawabnya pun sama dengan tugas dan tanggung
jawab orang tua. Hanya saja peran guru lebih dominan dalam pembentukan
karakter dan pemikiran peserta didik. Semua orang yakin bahwa guru memiliki
andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran.

Jadi makna guru adalah orang yang berusaha menularkan penghayatan


akhlak atau kepribadiannyan kepada peserta didiknya baik yang berupa etos
ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya maupun dedikasinya yang serba Lillahi
Ta‟ala. Guru adalah model ( teladan sentral bahkan konsultan ) bagi anak didik.
Kata mudarris (terhapus, melatih, mempelajari ) mengandung maksud guru adalah
berusaha mencerdaskan peserta didik , menghilangkan ketidaktahuan atau
memberantas kebodohan, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuan. Kata muaddib ( moral, etika ) guru adalah orang yang

5
Zakiah Daradjat,Ilmu Pendidikan Islam(Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 39.
6
Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Renika Cipta, 2002) , hal.
9.
7
M. Yusuf Seknun, Kedudukan Guru Sebagai Pendidik, Jurnal Lentera Pendidikan15, no.
1(Juni: 2012), hal. 121.

7
beradap sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang
berkualitas dimasa depan.

Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung-jawab terhadap


perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab
adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh
dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi
orangtua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik
anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orangtua yaitu orang tua
berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya .Berdasarkan juga
pada firman Allah seperti yang tersebut dalam al-Qur‟an Surat At-Tahrim Ayat 6.

ٌ‫كَ ةٌ ِغاَل ظ‬Pِ‫ارةُ َعلَيْهَا َم ٰۤل ِٕٕى‬


َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا قُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َّوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َج‬
٦ َ‫ِشدَا ٌد اَّل يَ ْعصُوْ نَ هّٰللا َ َمٓا اَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َما ي ُْؤ َمرُوْ ن‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada
Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”.

Guru merupakan tenaga pendidik yang akan menghasilkan anak didik


berkualitas dengan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Selain itu,
guru mempunyai tugas ganda seperti mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi peserta didik untuk
menghasilkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas di masa depan. 

Peran guru sebagai seorang pendidik sangatlah penting, terlebih objek


yang menjadi sasaran pekerjaannya adalah anak didik yang yang diibaratkan
seperti kertas putih. Gurulah yang akan menentukan apa yang hendak dituangkan
dalam kertas tersebut, berkualitas ataupun tidaknya tergantung sejauh mana guru
bisa menempatkan dirinya sebagai pendidik yang memiliki kapasitas dan
kompetensi professional dalam mengarahkan individu-individu menjadi sosok

8
yang memiliki karakter dan mentalitas yang bisa diandalkan dalam proses
pembangunan bangsa.

Oleh karena itu, peran guru sangatlah diperlukan kehadirannya untuk


pembangunan nasional bangsa Indonesia serta melahirkan generasi-generasi yang
berkualitas untuk masa depan.

B. Kedudukan dan Peran Guru Sebagai Mualim, Mudarris, Muaddib, dan Al-
Murabbi
Profesi guru ini sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta
didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul
karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa
membutuhkan orang lain sebagai makhluk sosial. Semua itu menunjukkan bahwa
setiap orang saling membutuhkan satu sama lain dalam perkembangannya.
Demikian pula peserta didik, ketika orang tua membawa anaknya ke sekolah atau
tempat belajar maka disaat itu pula ia menaruh harapan terhadap guru, agar
anaknya diharapkan dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, guru
dapat dimaknai sebagai seorang yang ditiru atau diguru.
Guru adalah orang yang dapat memberikan respons positif bagi peserta
didiknya. Sama dengan teori pendidikan barat, pendidik dalam pandangan
pendidikan islam adalah orang yang mendidik, yaitu adanya usaha sadar
mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi
psikomotorik, kognitif maupun potensi afektif. Menjadi seorang guru adalah
pekerjaan yang sangat mulia sebab guru tidakhanya memberikan pengajaran dan
transfer ilmu juga memberikan pendidikankarakter dan nilai kepada peserta didik.
Minat, bakat, dan beberapa kemampuan serta potensi-potensi yang
dimilikioleh seorang peserta didik tidak akanberkembang secara optmal tanpa
bantuanseorang pengarah. Di sinilah guru bertindak sebagai pengarah sekaligus
pembimbing. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara
individual, karenaantara satu peserta didik dengan yang lain memilikiperbedaan
yang sangatmendasar sebab sifat dan karakternya berbeda-beda.

9
Penghargaan Islam terhadap guru sangat tinggi, begitu tingginya hingga
menempatkan posisi guru kedudukanya setingkat dibawah Nabi dan rasul.
Didalam Alqur’an maupun al-Hadis kita banyak menemukan ajaran yang berisi
tentang penghargaan terhadap ilmu pengetahuan (termasuk didalamnya adalah
orang yang berilmu pengetahuan). Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam
Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan
pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang belajar
adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru. Maka, tidak boleh tidak, Islam
pasti memuliakan guru.
Tak terbayangkan terjadinya pengembangan pengetahuan tanpa adanya
orang yang belajar dan mengajar, tidak terbayangkan adanya belajar dan mengajar
tanpa adanya guru. Karena Islam adalah agama, maka pandangan tentang
guru,kedudukan guru tidak lepas dari nilai-nilai kelangitan8.
Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai manakala orang itu
mengamalkan Ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu
kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh Islam.

Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam adalah realisasi dari


ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan ilmu pengetahuan, pengetahuan
didapat dari belajar sedangkan dalam proses belajar ada murid dan guru. Maka
tidak boleh tidak Islam sangat memuliakan guru.
Peran guru sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangatlah
kompleks, tidak terbatas pada saat berlansungnya interaksi edukatif di dalam
kelas.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa tugas utama seorang
guru yakni mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dimana guru memposisikan dirinya

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Jawa Barat: Remaja
8

Rosdakarya, 1992). hal 76

10
sebagai fungsi kontrol pada peserta didik kapan dan dimana saja 9. Islam mengatur
segala aspek tak terkecuali islam pun memberikan uraian dan pedoman dari sisi
pendidikan secara kompleks dan sistematis. Melihat keadaan hari ini yang
cenderung berubah dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan. Berangkat dari
pengertian diatas kita memahami bahwa peranan seorang guru dalam perspektif
agama islam tidak melihat pada satu acuan yang bersifat absolut, melainkan
peranan guru dapat disesuaikan sesuai dengan keadaan pesertadidik. Sebab
transfer ilmu yang terjadi nanti akan sangat mempengaruhi watak dansifat seorang
peserta didik.
Di dalam al-Qur’an dan as-Sunah yang merupakan sumber utama ilmu
pendidikan Islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada istilah pendidik.
Istilah tersebut antara lain al-mu’allim, mudarris, muaddib, dan al-murabbi

Adanya hal tersebut menunjukkan bahwa seorang pendidik dalam ajaran


Islam memiliki peran dan fungsi yang amat luas. Ketika berperan sebagai orang
yang menumbuhkan, membina, mengembangkan potensi anak didik serta
membimbingnya maka ia disebut al-murabbi, ketika berperan sebagai pemberi
wawasan ilmu pengetahuan dan keterampilan ia disebut sebagai al mu’allim,
ketika ia membina mental dan karakter seseorang agar memiliki akhlak mulia,
maka ia disebut al-muzakki, ketika berperan sebagai peneliti yang berwawasan
transendental serta memiliki kedalaman ilmu agama dan ketaqwaan yang kuat
kepada Allah maka ia disebut al-‘ulama’; ketika dapat berfikir mendalam dan
menangkap makna yang tersembunyi maka ia disebut al-rasikhuna fi al-‘ilm;
ketika tampil sebagai pakar yang mumpuni dan menjadi rujukan ia disebut ahl al-
dzikr; ketika ia dapat menyinergikan hasil pemikiran rasional dan hasil
perenungan emosional, maka ia disebut ulul al-bab; ketika ia membina kader-
kader masa depan bangsa yang bermoral, maka ia disebut al-mu’addib; ketika ia
menunjukkan sikap yang lurus dan menanamkan kepribadian yang jujur maka ia
disebut sebagai al-mursyid; ketika berperan sebagai ahli agama, maka ia disebut
fakih.10

9
Akmal hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), hal. 12
10
M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: CV Sientarama, 1988), hal.165

11
Adapun pengklasifikasian peran guru dalam perspektif pendidikan islam
sebagai berikut :

1. Mu’allim
Mu’allim berasal dari al-Fi’l al-madi, allam, mudari’ nyayu’allimu,
dan masdarnya al-ta’lim. Artinya, telah mengajar, sedang mengajar, dan
pengajaran. Kata mu’allim memiliki arti pengajar atau orang yang mengajar.
Mu’allim merupakan al-ism al-fa’il dari ‘allama yang artinya orang yang
mengajar. Dalam bentuk tsulatsi mujarrod, masdar dari ‘alima adalah
‘ilmun, yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia disebut ilmu 11. Kata
dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu.

Dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah.


Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu
menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, serta
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, dan berusaha membangkitkan
peserta didik untuk mengamalkannya. Allah SWT mengutus rasul-Nya
antara lain agar beliau mengajarkam (ta’lim) kandungan al-Kitab dan al-
Hikmah, yakini kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang
mendatangkan manfaat dan menampik mudharat12.
Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu
mengajarkan kandungan ilmu pengetahuan dan al-Hikmah atau kebijakan
dan kemahiran melaksanakan ilmu pengetahuan itu dalam kehidupannya
yang bisa mendatangkan manfaat dan berusahasemaksimal mungkin untuk

11
Al-Jurjani, Al-Ta’rifat, (Tunisia: Dar al-Tunisiyat,1988, hal. 82
12
Al-Asfahami, Al-Raghib, Mu’jam Mufrad Alfaz Al-Qur’an (Mesir:Dar al-Katib
al-‘Arabi, 1972); dikutip dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Disekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, hal. 45.

12
menjauhi mudharat. Guru matematika misalnya, akan berusaha mengajarkan
hakekat, yaitu mengejar nilai kepastian dan ketepatan dalam mengambil
sikap dan tindakan dalam kehidupannya, dilandasai oleh pertimbanandan
perhitungan. Dengan demikian, seorang guru dituntut untuk
sekaligusmelakukan“transfer ilmu/pengetahuan, internalisasi, serta amaliah
(implementasi)”.

Berkenan dengan istilah mua’allim, terdapat dalam al-Qur’an, surah


Al Baqarah ayat 151 sebagai berikut:

ۡ‫ َعلَ ۡي ُكمۡ ٰا ٰيتِنَا َوي َُز ِّك ۡي ُکم‬P‫َمٓا اَ ۡر َس ۡلنَا فِ ۡي ُکمۡ َرس ُۡواًل ِّم ۡن ُکمۡ يَ ۡتلُ ۡوا‬
َ‫ك ۡونُ ۡوا تَ ۡعلَ ُم ۡون‬ ُ َ‫ب َو ۡال ِح ۡک َمةَ َويُ َعلِّ ُم ُكمۡ َّما لَمۡ ت‬ َ ‫َويُ َعلِّ ُم ُک ُم ۡال ِك ٰت‬
Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui”.
Berdasarkan ayat diatas, maka mu’allim adalah orang yang mampu
untuk merekonstruksi bangunan ilmu secara sistematis dalam pemikiran
peserta didik dalam bentuk ide, wawasan, kecakapan, dan sebagainya, yang
ada kaitannya dengan hakekat sesuatu. Mu’allim adalah orang yang
memiliki kemampuan unggul dibandingkan dengan peserta didik, yang
dengannya ia dipercaya menghantarkan peserta didik kearah kesempurnaan.
Pendidik sebagai mu’alim boleh didefinasikan sebagai mengajar atau
menyampaikan limu kepada orang lain dan mengamalkan apa yang
disampaikan di samping berusaha menambah ilmu pengetahuan. Mualim
mempunyai rasa belas kasihan kepada pelajar dan menganggap mereka
seperti anak sendiri. Mu’alim mengajar kerana Allah Subhanahuwataala dan

13
bukannya kerana ganjaran dan tidak mengharapkan balasan dari pada
pelajar.

2. Mudarris
Secara etimologi mudarris besaral dari bahasa Arab, yaitu: sigah al-
Ism al-fa’il al-madi darrosa. Darrosa artinya mengajar, sementara mudarris
artinya guru, pengajar. Dalam bentuk al-fi’il al-madi tsulatsi mujarrod,
mudarris berasal dari kata darrosa, mudhori-nya yadrusu, masdar-nya
darsan, artinya telah mempelajari, sedang/akan mempelajari, dan pelajaran.
Secara terminologi mudarris adalah: “orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan
bakat, minat dan kemampuan”13.
Mudarris merupakan orang yang memiliki kepekaan intelektual dan
informasi serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara
berkelanjutan, dan berusaha mencerdasakan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat,minat,
dan kemampuannya.
Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidak tahuan atau
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya. Pengetahuan dan keterampilan
seseorang akan cepat using selaras denganpercepatan kemajuan iptek dan
perkembangan zaman, sehingga guru dituntut untuk memiliki kepekaan
intelektual dan informasi, serta memperbaharuai pengetahuandan
keahliannya secara berkelanjutan, agar tetap up to date dan tidak cepat
usang.
13
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Sekolah Madrasasah
Dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 50

14
Pendidik selaku mudarris hendaklah bertanggun jawab
menyampaikan ilmu yang ada padanya kepada pelajarnya yang boeh
membina pemikiran, rohani, jasmani, emosi dan juga sosial. Apa yang
diketahuinya hendaklah disampaikan kerana kerja pengajaran adalah
sebahagian daripada amal soleh. Manakala enggan menyampaikannya
adalah merupakan satu kesalahan.

Perkataan mudarris atau tadris tidak disebut secara langsung dalam


Al quran sebaliknya perkataan darosa atau belajar dan mempelajari terdapat
dalam tiga ayat Al quran sebagai berikut.

‫ب َو ۡالح ُۡك َم َوالنُّبُ َّوةَ ثُ َّم يَقُ ۡو َل‬ ‫هّٰللا‬


َ ‫ان لِبَ َش ٍر اَ ۡن ي ُّۡؤتِيَهُ ُ ۡال ِك ٰت‬
َ ‫َما َك‬
‫اس ُك ۡونُ ۡوا ِعبَا ًدا لِّ ۡى ِم ۡن ُد ۡو ِن هّٰللا ِ َو ٰلـ ِك ۡن ُك ۡونُ ۡوا َربَّانِ ٖيّ َن بِ َما‬
ِ َّ‫لِلن‬
َ ‫تَ ۡد ُرس ُۡو‬
ۙ‫ن‬ َ ‫ُك ۡنتُمۡ تُ َعلِّ ُم ۡو َن ۡال ِك ٰت‬
ۡ‫ب َوبِ َما ُك ۡنتُم‬
Artinya: Tidak wajarbagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya
Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia:
"Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah
Allah." Akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya. (QS. Ali Imran, 79)

‫ت َولِنُبَيِّنَهٗ لِقَ ۡو ٍم ي َّۡعلَ ُم ۡو َن‬ ِ ‫رِّف ااۡل ٰ ٰي‬


َ ‫ َد َر ۡس‬P‫ت َولِيَقُ ۡولُ ۡوا‬ ُ ‫ص‬ َ ِ‫َو َك ٰذل‬
َ ُ‫ك ن‬
Artinya: Demikianlah..kami..mengulang-ulangi ayat-ayat kami supaya
(orangorang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang
musyrik mengatakan: "Kamu Telah mempelajari ayat-ayat itu (dari ahli
Kitab)", dan supaya kami menjelaskan Al Quran itu kepada orang-orang
yang Mengetahui. (QS. Al An’am, 105)

15
‫ض ٰه َذا ااۡل َ ۡد ٰنى‬َ ‫ب يَ ۡا ُخ ُذ ۡو َن َع َر‬ َ ‫ف َّو ِرثُوا ۡال ِك ٰت‬ ٌ ‫ف ِم ۡۢن بَ ۡع ِد ِهمۡ َخ ۡل‬ َ َ‫فَ َخل‬
‫َويَقُ ۡولُ ۡو َن َسي ُۡغفَ ُر لَـنَا‌ ۚ َواِ ۡن ي َّۡاتِ ِهمۡ َع َرضٌ ِّم ۡثلُهٗ يَ ۡا ُخ ُذ ۡو ‌هُ ؕ اَلَمۡ ي ُۡؤ َخ ۡذ‬
‫ق َو َد َرس ُۡوا َما فِ ۡي ِ‌ه‬ َّ ‫ب اَ ۡن اَّل يَقُ ۡولُ ۡوا َعلَى هّٰللا ِ اِاَّل ۡال َحـ‬ ِ ‫ق ۡالـ ِك ٰت‬
ُ ‫َعلَ ۡي ِهمۡ ِّم ۡيثَا‬
‌َ ‫ؕ َوال َّدا ُر ااۡل ٰ ِخ َرةُ َخ ۡي ٌر لِّـلَّ ِذ ۡي َن يَتَّقُ ۡو‬
َ ‫ن ؕ اَفَاَل تَ ۡعقِلُ ۡو‬
‫ن‬
Artinya : Maka datanglah sesudah mereka generasi yang jahat yang
mewarisi taurat yang mengambil harta benda duniawi yang rendah ini, dan
berkata, kami akan diberi ampun, dan kelak jika dating kepada mereka harta
benda dunia sebanyak itu pula niscaya mereka akan mengambilnya juga.
Sudahkah perjanjian taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka
tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali benar, padahal mereka telah
mempelajari apa yang disebut didalamnya? Dan negeri akhirat itu lebih baik
bagi mereka yang bertaqwa, maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?
(QS. Al A’raf, 169)

Dari beberapa ayat tersebut yang sudah kita tuliskan semakin


jelaslah bagi kita bahwa peran guru sebagai mudarris ini begitu istimewa
sehingga Allah SWT menyinggungnya dalam al quran dibeberapa ayat.
Mudarris dikonsepkan kepada seorang guru mulia yang bersumber dari
alquran dan hadis. Peran mudarris merujuk kepada 25 ciri berikut ini:
a. Aktif dalam mengajar
b. Menulis dengan baik dan jelas
c. Membuat penilaian pormatif
d. Membuat rumusan pembelajaran
e. Memberikan tugas pekerjaan rumah
f. Bisa menarik perhatian siswa
g. Membuat struktur pengajaran
h. Bisa mengaitkan pembelajaran dengan keadaan ril
i. Memperkenalkan tunjuk ajar pembelajaran
j. Tepat serta jelas menyampaikan materi
k. Berkesan dalam menulis
l. Memperhatikan minat siswa

16
m. Memperkaya sumber serta meluaskan wawasan
n. Suasana kondusif dalam mengawal pembelajaran
o. Bisa menggunakan bahan bantu ajar dengan baik
p. Memiliki sifat humor agar siswa tidak terlalu tegang
q. Memiliki kemahiran interpersonal yang baik
r. Menguasai metodologi dengan baik
s. Mempergunakan berbagai teknik bertanya saat pembelajaran
t. Menjawab petanyaan siswa dengan hikmat
u. Mengesan masalah pembelajaran siswa
v. Menjarakkan pembelajaran
w. Mengajar mengikuti urutan sesuai yang ada didalam buku
x. Member peneguhan kepada siwa selama pembelajaran
y. Melakukan intropeksi atau evaluasi terhadap diri sendiri.14
3. Muaddib
Kosa kata muaddib berakar dari addaba yuaddibu ta’diban, yang
dimaknai sebagai pembentuk adab ataupun karakter yang baik dengan artian
kata membersihkan seseorang dari suul adab atau dari kotoran. Mendidik
anak dengan adab tarbiyah dan soleh serta terbebas dari amal keji dan
munkar jega bagian dari Ta’dib Al-Sibiyyin. Kalau kita mencoba mencari
pengertian ta’dib dari segi terminology maka dia diartikan proses melatih
untuk berahlakul karimah. Jadi seorang individu yang terdidik yang
memiliki potensi dalam membentuk ruh diri adab, prilaku serta pribadi
insane sesuai dalam koridor yang di tetapkan oleh Allah SWT.15
Menurut Al Atas mengemukakan bahwa adab sejatinya harus
dimiliki sebagai lambang dan symbol yang harus dimiliki guru pendidikan
islam baik secara jasmani dan rohani.16 Menurut Lane..ta’dib..diartikan
sebagai: He taught him wat is termed adb or good discipline of the mind
and manners, he disciplined him or educated him well renderet him well
bred wel manners polite instructed him in polite accomplishments.
14
Al-Attas Syed Mohd. Tujuan Dan Objektif Pendidikan Islam. (Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 1992) hal. 13.
15
Abdullah Ishak, Pendidikan Islam Dan Pengaruhnya Di Malaysia. (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995) hal. 56.
16
Al-Attas Syed Mohd. Tujuan Dan Objektif Pendidikan Islam. (Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 1992) hal. 14.

17
Sementara Wehr menterjemahkan adab sebagai berikut, To be well
bred, well mannered, cultured, urbane and have refined tastes. Kamus
dewan mendefenisikan adab sebagai ahlak yang mustahabbah tingkah laku
insan yang terpuji, khoir, sikap yang bagus. Menurut Hasan Langgulung
dari segi pemakaian istilah ta’dib lebih cocok digunakan kepada pendidikan,
karena ta’dib bukan hanya sekedar dipakai untuk peroses pembelajaran saja
akan tetapi lebih daripada itu juga. Dan perlu diketahui bahwa istilah ta’dib
dan istilah ta’dib duaduanya sangat erat kaitannya dan sangat erat dalam
konteks islam.17
Nik Azis menyebutkan ta’dib memiliki nilai yang mutlak yang bisa
mengokohkan keimanan yang bisa membangun jiwa seseorang muslim.
Apabila manusia mampu berbuat kebajikan sesuai dengan yang Allah
anjurkan barulah mereka dibsebut dengan berahlak mulia. Antara ta’dib dan
ahlak sebenarnya sama tidak berbeda sama-sama bersumber dari wahyu.
Sementara moral yang dimaksud adalah prilaku yang baik menurut norma
dan kebiasaan yang disetujui oleh penduduk setempat. Moral hanya diterima
oleh sekelompok yang terkait saja artinya walaupun benar baik betul, tapi
nilainya tidak universal.
Pada waktu yang sama moral hanya menekankan kepentingan
manusia dengan alam sekitar agar tercipta hubungan baik dan harmonis.
Sedangkan moral adalah buatan manusia yang hanya mengatur kepentingan
masyarakat tertentu saja, maka moral berbeda dengan ta’dib karena moral
tidak selalu dikaitkan dengan Allah serta yang bersifat metafisik, sedangkan
ta’dib selalu dikaitkan dengan wahyu dan metafisik.18
Abdul Raof menyatakan bahwa ta’dib adalah kelakuan tata tertib dan
marwah yang merangkum seluruh perbuatan yang lahiriyah hasil dorongan
batiniyah dalam diri manusia. Ahlak terlahir dari undang-undang Allah
SWT yang kepentinnya hanya untuk manusia agar manusia bisa hidup
dengan rukun dan harmonis.19

17
Hasan Langgulung. Beberapa Tinjauan Dalam Pendidikan Islam. (Kuala Lumpur:
Pustaka Antara, 1981) hal. 35.
18
Muhammad Yusuf. 2002. Aplikasi Teknologi Dalam Pembelajaran. (Kuala Lumpur:
UKM, 2002) hal. 13
19
Adbul Raof Dalif. Falsafah Dan Pendidikan. (Bangi: UKM, 1986), hal. 23

18
Ta’dib menurut Shalaby adalah pendidikan diperingkat istana
khususnya di masa khilafah bani abbasiah kala itu yang mengajar diberi
gelar kehormatan sebagai muaddib. Para muaddib berfungsi mengasuh dan
mendidik budi pekerti putra raja dan pembesar istana dengan ilmu
pengetahuan dan kesastraan. Mereka memproleh keistimewaan dan
penghormatan berbentuk harta benda dan tempat tinggal di istana. Mereka
menikmati kekayaan dan kemakmuran sebagaimana yang dinikmati para
pembesar istana, ini bermakna mereka lebih berfungsi sebagai guru peribadi
kepada putra raja dan pembesar istana.20
Nilai ta’bid dalam islam bersifat mutlak, muktamad kekal abadi dan
didasarkan pada keimanan yang kokoh. Seorang muslim akan membina
dirinya dengan nilai ta’dib tadi karena ahlak lahir dari dorongan batiniyah
diri manusia itu sendiri.
Secara ringkasnya cirri muaddib adalah seperti berikut ini,
a. Memakai pakaian yang sopan dan pantas
b. Disipilin waktu
c. Lemah lembut dalam ucapan
d. Wibawanya terpancar
e. Memberikan pernghargaan atas kebaikan siswa
f. Bersifat tawadu’ rendah hati
g. Ceria
h. Memiliki ahlakul karimah
i. Memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan siswa
j. Menjaga marwah
k. Menampilkan personality yang baik.21
4. Murabbi
Ungkapan murabbi berasal dari kata kerja tarbiyah yang artinya
mendidik, membesarkan, memberi makan dan minum mendidik supaya
berahlak mulia. Ibnu Mandhur dalam lisan arab mengemukakan bahwa
perkataan tarbiyah sebagai raba al syai’ yang memiliki makna sesuatu yang

20
Syalabi. Ahmad. Sejarah Pendidikan Islam. (Singapura: Pustaka Nasional, 1976), hal.
39.
21
Ibid, hal. 40

19
bertumbuh atau subur. Menurut Al-asma murabbi memiliki makna
membesarkan, Al-Jawhari mendefinisikan murabbi sebagai memberi
makan, membesarkan subur dan sebagainya.22 Pengertian tarbiyah
nampaknya lebih luas dan umum karena melibatkan upaya dan tingkah laku
manusia. Tarbiyah lebih menjurus kepada maksud ta’dib atau proses
pembentukan tingkah laku atau ahlak. Zawawi mengemukakan pendapatnya
mengenai pengertian tarbiyah dari segi istilah sebagai berikut
a. Sebagai proses realisasi pembinaan manusia, pembentukan
masyarakat yang sesuai dengan falsafah hidup agar memiliki
keperibadian yang tinggi.
b. Sebuah gagasan dan konsep yang saling berkaitan antara satu sama
lain yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Agar menjadi manusia
berkepribadian.
c. Memupuk fitrah dan bakat anak agar mereka bisa berkembang sesuai
dengan kematangan yang dilalui oleh anak tersebut.23
Sementara Al-Nahlawy membagi membagi pengertian tarbiyah
kepada tiga yaitu:
a. Rabba yarubbu dibandingkan dengan madda yamuddu yang berarti
memperbaiki, menguruskan kepentingan, menjaga mengatur dan
memelihara dan meperhatikan sebagaimana syair Hasan bin Sabit
yang berbunyi: sesunguhnya engkau sangat elok ketika muncul
dihalaman istana pada hari keberangkatan mutiara putih jernih yang
dipelihara oleh percampuran air samudera.
b. Rabiya yarba dibandingkan dengan kafiya yakfu yang berarti tumbuh
dan berkembang berdasarkan ungkapan puisi Ibnu Arabi: barang siapa
yang bertanya kepadaku, sesungguhnya tempat tinggalku di Mekkah
dan disanalah aku tumbuh besar.
c. Berkembang dan bertambah berdasarkan firman Allah SWT. Dalam
surah al-Rum ayat 39

22
Al-Bustani. Munjit Al-Tullab. (Beirut: Dar al-Fikr. Tahqiq: Syekh Abd. Aziz Abdullah,
1956) hal. 21
23
Zawawi. Strategi Pengajaran Islam. (Selangor: Pajar Bakti, 1998) hal. 45.

20
‫اس فَاَل يَ ۡرب ُۡوا ِع ۡن َد هّٰللا ۚ‌ِ َو َم ۤا ٰات َۡيتُمۡ ِّم ۡن ز َٰكو ٍة‬ ۟ ۤ
ِ َّ‫ا فِ ۡۤى اَمۡ َوا ِل الن‬P‫َو َما ٰات َۡيتُمۡ ِّم ۡن ِّربًا لِّيَ ۡربُ َو‬
ۡ ‫كَ هُ ُم ۡال ُم‬Pِ‫ولٓ ِٕٕٮ‬
َ‫ض ِعفُ ۡون‬ ٰ ُ ‫تُر ۡيد ُۡونَ َو ۡجهَ هّٰللا ِ فَا‬
ِ
Artinya: apapun yang engkau berikan menjadi bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan zakat
yang kamu berikan untuk mencari rido Allah maka merekalah orang
yang mendapatka ganjaran pahala yang besar.
Berdasarkan tiga pengertian ini, tarbiyah menurur al-Nahlawy
mengandung paling tidak 3 point yang pertama menjaga, kedua,
memelihara, dan ketiga mengembangkan bakat dan potensi kepada
pencapaian kesempurnaan yang tinggi. Atan Long menerangkan bahwa
istilah pendidikan mempunyai berbagai maksud dan tujuan.
Allah SWT ingatkan kita dalam surat al-Isra’ ayat 24
ُّ ‫ض لَهُ َما َجنَا َح‬
َ ‫ى‬Pۡ ِ‫الذلِّ ِمنَ الر َّۡح َم ِة َوقُلْ رَّبِّ ۡار َحمۡ هُ َما َك َما َرب َّٰين‬
‫ص ِغ ۡيرًا‬ ۡ ‫َو‬
ۡ ِ‫اخف‬
Artinya : yang kamu..berikan ia..menjadi..bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi allah, dan zakat yang kamu berikan
untuk mencapai keridoan Allah mak mereka yang mendapat gandaan
pahala.
Tarbiyah itu lebih berarti kasih saying tumpuan kasih saying
pemeliharaan yang sangat luarbiasa, memperhatikan perkembangan sosial
dan fisik, jasmani dan rohani baik individu terlebih social. Dari pembahasan
yang sudah kita bahas maka paling tidak ada 13 sifat dari murabbi sebagai
berikut:
a. Menerapkan unsur ketauhidan
b. Mewujudkan hubungan yang erat dengan siswa ketika belajar
c. Mengajar dengan kasih saying
d. Memberi hukuman yang mendidik bukan melukai
e. Menegur siswa dengan hikmah bukan menyindir atau mengungut
f. Menghargai pendapat siswa
g. Mengajar dengan panggilan hati
h. Mendampingi pelajar dengan penuh konsenterasi
i. Mengenal siswa dan keluarganya
j. Memberikan motivasi dengan berkesinambungan

21
k. Menggunakan bahasa yang pas dengan audiens sehingga mudah
dipahami
l. Menerapkan nilai nilai keislaman
m. Menerapkan nilai nilai kemanusiaan.24

24
Atan Long. Psikologi Pendidikan. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Bahasa, 1982)
hal. 29

22
B.Pendekatan Pendidikan Islam
Pendekatan (approach) dipahami sebagai sekumpulan
cara cara strategis yang bersifat informal dalam upaya
mencapai tujuan tertentu.
pendekatan merupakan prinsip-prinsip filosofis-strategis
yang mendasari pemilihan dan pengaplikasian metode tertentu
untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Dalam salah satu tulisannya, Nasir Budiman (2001:131-
133) menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran dalam al-
Qur'an. Pendekatan tersebut pada dasarnya dapat dikatakan
sebagai pendekatan imani, yaitu semua obyek berupa
pemahaman, penerimaan dan pengamalan ajaran agama Islam
itu didasarkan pada keyakinan atau keimanan bahwa semua itu
adalah benar. Namun dalam memberi pemahaman,
penerimaan dan pengamalan ajaran agama Islam kepada umat
manusia melalui pendekatan imani itu dibantu oleh pendekatan-
pendekatan lain, di antaranya adalah:

. Pendekatan rasional

Pendekatan rasional yang dimaksud di sini adalah


memberi kesempatan kepada subyek didik untuk menggunakan
akal dalam memahami, menerima dan menganalisis kebenaran
ajaran agama Islam, termasuk memahami hikmahnya.
Dalam al-Qur‘an ada beberapa kosa kata yang
menganjurkan manusia untuk menggunakan rasio (akal) dalam
memahami, menerima dan menganalisis kebenaran, di
antaranya: „ibrah, „aql, zikr, dan nadzar. kata tersebut dipahami
bahwa pendekatan rasional dapat dilakukan melalui kajian-

23
kajian terhadap fenomena-fenomena empiris dan meta-empiris
yang bersumberkan dalil naqli, seperti menganalisis penciptaan
alam dan pengaturannya serta fenomena kehidupan binatang
dan sebagainya.

Pendekatan emosional

Pendekatan emosional adalah upaya guru untuk


menggugah perasaan dan emosi subyek didik dalam
memahami, meyakini dan dan menghayatiajaran agama Islam.

Pendekatan emosional yang ditampilkan al-Qur‘an


biasanya dalam bentuk kisah, seperti kisah anak-anak Adam,
nabi Yusuf, nabi Musa dan nabi Khidir dan lain-lain. Kisah yang
ditampilkan dalam al-Qur‘an bukan sekedar untuk member
informasi tentang berbagai peristiwa masa lalu, namun lebih
dari itu bertujuan memberi kesan mendalam dan pelajaran bagi
kehidupan sekarang. Dikaitkan dengan pendekatan emosional,
kisah dapat dijadikansebagai salah satu strategi internalisasi
nilai ajaran agama kedalam diri peserta didik. Karena itu kisah
itu disampaikan sedemikian rupa agar peserta didik mampu
berpikir reflektif melalui perenungan, penghayatan terhadap
peristiwa atau kisah tersebut. menurut Ibnu Khaldun, potensi
psikis (jiwa, perasaan atau emosi) akan tumbuh dan
berkembang melaui persepsi yang diterimanya. Inti dari
pendekatan adalah segenap upaya yang dilakukan pendidik
melalui berbagai cara untuk menggugah perasaan dan emosi
subyek didik, sehingga perasaan dan emosinya termotivasi ke
arah internalisasi nilai agama ke dalam diri subyek didik.

24
Pendekatan ini sangat efektif dalam pembelajaran akidah dan
akhlak pada anak usia sekolah

Pendekatan fungsional

Pendekatan fungsional merupakan upaya penyajian


pengetahuan tentang ajaran agama Islam dengan menekankan
pada aspek kemanfaatannya bagi subyek didik dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat
perkembangannya.

Mengajarkan ibadah shalat atau puasa misalnya, pendidik


dengan pendekatan fungsional meyakinkan pentingnya ibadah
dengan memahamkanmanfaat dari pelaksanaan ibadah itu
sendiri, baik manfaat di dunia maupun di akhirat.

Demikian pula dengan pengajaran akhlak baik


(mahmudah) dan akhlak buruk (mazmumah), peserta didik
dipahamkan tentang kebahagiaan dan kebaikan yang diperoleh
seseorang dari perilaku dan akhlak yang terpuji. Begitu pula
sebaliknya dengan kerugian dan kesengsaraan akibat akhlak
yang buruk.

Pendekatan pembiasaan

Pendekatan ini dilaksanakan dengan cara memberikan


kesempatan kepada subyek didik untuk senantiasa
mengamalkan ajaran agamanya. Al-Qur‘an memberikan
petunjuk bagaimana mengajarkan kedisiplinan dalam
melakukan shalat, yaitu dengan memerintahkan setiap muslim
untuk bergabung dengan muslim yang dalam melaksanakan

25
shalat dan mengikuti apa pun yang mereka lakukan. Dalam QS.
Al-Baqarah: 43 Allah SWT berfirman: َ
7‫الٍُٔا ِي َقأَو‬
ْ ‫الُٔاحآ َ َو َةالَّص‬ ‫َعُٔا َ ْن‬7Mٌَ ْ َ‫ػاَّرال‬
ْ ‫ػراَ َو َة ََّكز‬ ‫ي ِن ِن‬

Terjemahnya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat


dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku.

Kata ruku‘lah kamu bersama orang-orang yang ruku


mengisyaratkan bahwa orang-orang yang ruku itu adalah
orang-orang mukmin yang sudah terbiasa ruku‘ (shalat),
sementara perintah untuk ruku‘ bersama mereka mengandung
indikasi perlakuan pembiasaan terhadap peserta didik agar
mereka tidak merasa berat dan terbebani dengan perintah
shalat.

0,838735818

26
27

Anda mungkin juga menyukai