Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTEK METALUGIR FISIK

UJI IMPACT

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan


Pendidikan sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Mesin

DISUSUN OLEH
OLEH:

MUHAMMAD RIZKI ADLI


1420170018

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM ASYAFI’IYAH

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan ini dengan baik.
Adapun judul dari Laporan ini adalah “LAPORAN PRAKTEK
METALUGIR FISIK UJI IMPACT”
Laporan pratikum metalugir fisik ini berisi tentang berbagai macam
percobaan terhadap genda uji dengan tujuan mengetahui tingkat kekerasan serta
karakter dari genda uji itu sendiri. Di dalam laporan ini juga terdapat sedikit
teori dari percobaan metalurgi fisik yang terdiri dari uji impak, uji kekerasan, uji
tarik, dan uji metalografi

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


pendidikan Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Sains Dan
Teknologi , Universitas Islam Asyafi’iyah.
Penyelesaian Laporan ini tidak lepas dari berbagai kesulitan, namun atas
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya Laporan ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa Laporan ini
masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya masukan
berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga penulis dapat
melakukan perbaikan di masa yang akan datang.

Bekasi, 15 agustus 2021

MUHAMMAD RIZKI ADLI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dari masa ke masa semakin maju, kemajuan teknologi sangat
membantu manusia dan memberikan kemudahan dalam melakukan segala sesuatunya. Berbagai
bidang kehidupan manusia sangat bergantung pada teknologi seperti transportasi, komunikasi,
bangunan dan peralatan elektronik rumah tangga. Suatu teknologi akan berfungsi dengan baik
dan maksimal apabila terbuat dari bahan atau material yang baik pula. Produk-produk
elektronik, alat transportasi dan bahan bangunan akan memiliki fungsi baik apabila bahan
penyusunnya merupakan bahan dengan sifat mekanik yang baik.

Salah satu sifat mekanik material adalah keuletannya, tingkat keuletan material menentukan
fungsinya ketika digunakan. Tingkat kegetasan material terpengaruh oleh beberapa hal, seperti
beban kejut, tekikan, suhu dan lain-lain. Untuk mengetahui keuletan daripada suatu material
perlu dilakukan suatu pengujian bahan. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui keuletan
material adalah pengujian impak. Pengujian dilakukan pada beberapa sampel atau spesimen dari
suatu jenis material. Pengujian impak dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode
charpy dan metode izzod. Metode charpy banyak dilakukan di Amerika Serikat, sedangkan
metode izzod banyak dilakukan di Eropa. Dengan mengetahui sifat suatu material melalui
pengujian, maka dapat meminimalisir resiko kegagalan fungsi dari produk yang diciptakan dari
material tersebut. Keuletan material dapat diketahui apabila terjadi perpatahan. Ada dua
golongan patahan yaitu patah getas danpatah ulet. Maka daripada itu, praktikum pengujian
impak ini sangat diperlukan oleh mahasiswa agar mengetahui cara melakukan pengujian
keuletan material dan mengetahui cara melakukan perhitungan tingkat keuletan material.
B. Tujuan

Adapun tujuan dai melakukan praktikum pengujian impak ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sifat-sifat material yang berpangaruh terhadap beban impak seperti
kekuatan, keuletan atau kegetasan dan ketangguhan bahan.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat kegetasan dan keuletan suatu
material.
3. Untuk memahami pengujian impak dengan metode charpy.
4. Untuk memahami nilai harga impak (HI), energi impak dan sifat perpatahan berdasarkan
patahan melalui pengujian impak.
5. Mengerti tentang grafik hasil pengujian impak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat
dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak. Pengujian impak menggunakan
batang spesimen bertakik yang sudah distandarisasi. Berbagai jenis pengujian impak batang
bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan
pengujian impak dapat diketahui perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji tarik.
(Anrinal, 2013)
Gambar 2.1 Ilustrasi pengujian impak

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang
berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami
deformasi atau patahan. Pada proses tumbukan, dapat dihitung kerja tumbukan yang diterima W,
yakni kerja karena perubahan bentuk dari benda uji sampai mencapai munculnya kepatahan.
Kekuatan tumbukan dimana,

W
WS =
A
Keterangan:
A = Penampang patah
W = Kerja tumbukan
WS = Besaran yang mengontrol karakteristik bahan kerja.

Sifat material yang berhubungan dengan kerja yang dibutuhkan untuk menyebabkan patahan
dinamakan ketangguhan dan tergantung pada tipe pembebanan. Walaupun demikian, tingkat
dimana energi diserap dengan nyata dapat mempengaruhi sifat material dan ukuran ketangguhan
yang berbeda mungkin didapat dari beban impak.

B. Metoda Pengujian Impak

Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu :
batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izzod yang lazim
digunakan di Inggris dan Eropa.

1. Metoda Charpy

Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dengan
panjang 55 mm2 dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45 o, dengan jari-jari
dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact
charpy, pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji.
Gambar 2.2 Peletakan spesimen metoda charpy
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)

Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode charpy adalah :

a. Kelebihan :
1) Hasil pengujian lebih akurat.
2) Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
3) Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.
4) Harga alat lebih murah.
5) Waktu pengujian lebih singkat.

b. Kekurangan :
1) Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.
2) Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam.
3) Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil.
4) Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam perancangan karena
level tegangan yang diberikan tidak rata.

2. Metoda Izzod

Benda uji izzod lazim digunakan di Inggris, namun sekarang mulai jarang digunakan. Benda
uji izzod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan bertarik v didekat
ujung yang dijepit. Pada pengujian impak cara izzod, pukulan pendulum diarahkan pada jarak
22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum.
Gambar 2.3 Peletakan spesimen metoda izzod
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)

Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode izood adalah :

a. Kelebihan
1) Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan spesimen tidak mudah
bergeser karena dicekam pada salah satu ujungnya.
2) Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.

b. Kerugian :
1) Biaya pengujian yang lebih mahal.
2) Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil yang diperoleh
kurang baik.
3) Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar.
4) Hasil perpatahan yang kurang baik.
5) Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya yang banyak,
mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.

C. Mesin Uji Impak


Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu beban
yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk konstruksi
mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional sampai dengan
sistem digital yang lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi
yang tinggi kalau bahandiberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan
semakin besar deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan
laju regangan beberapa kali lipat. Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi.
Pengujian impact dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V
yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Mesin uji impact charpy dapat ditunjukkan
pada gambar dibawah ini. (Ismail,

Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,maka akan


mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang juga hampir sama
dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas. Pada mesin uji yang baik,
skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram meter (kg m) pada saat pendulum
mencapai kedudukan 4 Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum
dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum akan
mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan pendulum
waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai patah dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut:
Keterangan :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m) G
= berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m) λ
= jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut

Keterangan :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m) G
= berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m) λ
= jarak lengan pengayun (m)
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut :

Keterangan :
W= usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m) W1
= usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m) cos
λ = sudut posisi awal pendulum cos
β = sudut posisi akhir pendulum

D. Langkah kerja pengujian Impact

a. Letakkan benda kerja uji (spesimen ) pada dudukan alat uji impact,posisi
pisau pendulum harus sejajar dengan takikan benda uji,luas takikan berupa
panjang dan lebarnya harus sesuai dengan kemampuan masing-masing alat uji
impact.
b. Pasang pisau pendulum pada posisi derajat yang diinginkan dengan
sebelumnya mengkalibrasi jarum penunjuk tepat pada sudut 0°.
c. Lepaskan pendulum untuk mengayunkan pendulum sehingga menabrak
spesimen hingga patah
d. Lihat dan catat hasil data yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk busur drajat
e. Hitunglah besarnya usah ( W ) dan harga Impact (k) berdasarkan data hasil
pengujian

PENGOLAHAN DATA
Hasil pengujian impact :

Benda Uji 1

Panjang sisi (a) : 10 mm


Tebal takik (b) : 4.86
Maka luas benda Uji 1 (A) = 10 mm x 4.86 mm
= 48.6 𝑚𝑚2
 E = 173 Joule
 HI = E/A
= 173/48.6

= 3.6 joule/𝑚𝑚2

 Bentuk Patahan

Gambar . Spesimen Patah ulet


Benda Uji 2

Panjang sisi (a) : 10 mm


Tebal takik (b) : 6.4 mm
Maka luas benda Uji 1 (A) = 10 mm x 6.42 mm
= 64.2 𝑚𝑚2
 E = 176 Joule
 HI = E/A
= 176/64.2

= 2.74 joule/𝑚𝑚2

 Bentuk Patahan

Gambar . Spesimen Patah Getas


Benda Uji 3

Panjang sisi (a) : 10 mm


Tebal takik (b) : 5.5 mm
Maka luas benda Uji 1 (A) = 10 mm x 5.5 mm
= 55 𝑚𝑚2
 E = 175 Joule
 HI = E/A
= 175/55

= 3.2 joule/𝑚𝑚2

 Bentuk Patahan

Gambar . Spesimen Patah getas


UJI TARIK
1.1 Latar Belakang
TINJAUAN PUSSTAKA

2.1 Pengertian Metode Uji Tarik

Salah satu perkembangan sejarah dalam pemahaman kita tentang sifat mekanik bahan adalah

pemahaman bahwa kekuatan spesimen dengan beban uniaksial terkait dengan besarnya luas

penampang. Anggapan ini adalah wajar bila kita menganggap kekuatan itu muncul dari sejumlah

ikatan kimia yang menghubungkan satu bagian penampang dengan yang berdekatan dengannya

seperti diperlihatkan dalam gambar 2.1, dimana masing-masing ikatan digambarkan sebagai pegas

dengan kekakuan dan kekuatan tertentu. Hal ini jelas, jumlah ikatan tersebut akan meningkat secara

proporsional dengan luas penampang[2].

Gambar 2.1 Ikatan Interplanar

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan

bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus. Untuk mengetahui

sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat

jenis uji coba yang biasa dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi

(torsion test), dan uji geser (shear test)[2].

Uji tarik mungkin adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat

sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika

dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera

mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana
material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman

(grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff)[2].

Gambar 2.2 Mesin Uji Tarik[2]

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan

(dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang

berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.3. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya

tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan

tersebut[2].

Gaya tarik
Spesimen Tegangan tarik maksimum
Gaya tarik Gaya tarik Titik luluh

Titik putus
Deformasi lokal

Daerah linear

Putus (rupture/break)
Pertambahan panjang

Gambar 2.3 Gambaran Singkat Uji Tarik dan Datanya[2]

Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam

menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut ultimate tensile strength (UTS), dalam bahasa

Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.[2]


Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material

dengan cara memberikan beban gaya. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting

untuk rekayasa teknik dan desain produk karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian uji

tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara

lambat[3].

Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material. Di

mana spesimen uji yang telah di standarisasi, dilakukan pembebanan uniaksial sehingga spesimen uji

mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah. Pengujian tarik relatif

sederhana, murah dan sangat ter standarisasi dibanding pengujian lain. Hal – hal yang perlu

diperhatikan agar pengujian menghasilkan nilai valid adalah bentuk dan dimensi spesimen uji,

pemilihan grip, dan lain-lain[3].

Beban tarikan adalah apabila pada suatu benda bekerja beberapa gaya yang arah garis kerja

gaya berlawanan (bertolak belakang). Besarnya gaya tarik yang dapat ditahan batang bahan uji

dengan ukuran dan penampang tertentu, dapat ditentukan dengan cara membebani batang tersebut

dengan tarikan yang semakin tinggi dan mengukur besarnya gaya maksimum yang dapat ditahan

oleh batang sebelum putus dan patah[3].

Gambar 2.4 Kerja Gaya Tarik Terhadap Batang Uji[3]

Proses pembentukan secara metalurgi merupakan proses deformasi plastis. Deformasi plastis

artinya adalah apabila bahan mengalami pembebanan sewaktu terjadinya proses pembentukan di

mana setelah beban dilepaskan maka diharapkan pelat tidak kembali ke keadaan semula. Bahan yang

mengalami proses pembentukan ini mengalami peregangan atau penyusutan. Terbentuknya bahan

inilah yang dikatakan sebagai deformasi plastis. Kondisi proses pembentukan dengan deformasi

plastis ini mendekatkan teori pembentukan dengan teori plastisitas[3].


Teori plastisitas membahas perilaku bahan pada regangan di mana pada kondisi tersebut

hukum hooke tidak berlaku lagi. Aspek-aspek deformasi plastis membuat formulasi matematis teori

plastisitas lebih sulit dari pada perilaku benda pada elastis[3].

Pada hasil uji tarik sebuah benda uji menunjukkan grafik tegangan regangan yang terbentuk

terdiri dari komponen elastis yang ditunjukkan pada garis linier dan kondisi plastis ditunjukkan pada

garis parabola sampai mendekati putus[3].

Deformasi elastis tergantung dari keadaan awal dan akhir tegangan serta regangan-regangan

plastis tergantung dari jalannya pembebanan yang menyebabkan tercapainya keadaan akhir. Gejala

pengerasan regang (strain hardening) sewaktu pelat mengalami proses pembentukan sulit diteliti

dengan pendekatan teori plastisitas ini[3].

2.2 Hukum Hooke

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau

gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah

linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke

sebagai berikut[2]:

“rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan”[2]

Stress (σ) adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi

panjang awal bahan.[2]

σ = F/A......................................................(2.1)

Keterangan:

F = gaya tarikan A = luas penampang

ε = ∆L/L....................................................(2.2)

Keterangan:

∆L = pertambahan panjang L = panjang awal


Hubungan antara stress dan strain dirumuskan[2].

E = σ / ε.....................................................(2.3)

Untuk memudahkan pembahasan, gambar 2.3 kita modifikasi sedikit dari hubungan antara

gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs

strain). Selanjutnya kita dapatkan gambar 2.5, yang merupakan kurva standar ketika melakukan

eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ)

dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama "Modulus Elastisitas" atau "Young Modulus". Kurva

yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve)
[2]
.

Ultimate Tensile Strength

Modulus Elastisitas
Tegangan atau stess

Titik putus

Titik luluh

Daerah linier
Regangan maksimum

Regangan atau strain

Gambar 2.5 Kurva Tegangan dan Regangan[2]

Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti pada

gambar 2.6 berikut[2].


Unit : mm
D L P R
14 50 60 >15

Gambar 2.6 Diameter Spesimen Uji Tarik (JIS Z2201)[2]

Pengukur regangan
(strain gage)

Gambar 2.7 Ilustrasi Pengukur regangan pada spesimen[2]

Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage) yang

ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada gambar 2.7. Bila pengukur regangan ini

mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca

oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi perubahan regangan[2].


BAB III

MEDOTE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan

Adapun diagram alir percobaan modul uji tarik akan ditampilkan pada gambar 3.1 sebagai

berikut.

Disiapkan pelat dan kawat

Panjang awal P0 dan luas penampang A0 diukur menggunakan


jangka sorong

Kawat dipasang pada pegangan (grip) atas dan bawah mesin uji tarik

Mesin uji tarik dioperasikan dengan cara mesin uji tarik diatur
panjang awal serta luas spesimen

Video recorder digunakan untuk melihat data pada display mesin uji tarik

Pembebanan/penarikan dilakukan pada kawat hingga putus

(break).
Nilai Fy, Fm, dan Ff yang terdapat pada display mesin uji tarik ditentukan
dengan dilihat dari rekaman video dan hasil yang diperoleh dicatat pada
blanko percobaan.
Kawat dilepaskan dari mesin uji tarik dan diamati bentuk patahan yang terjadi

Nilai tegangan dan regangan dihitung dari hasil uji tarik

Percobaan dilakukan kembali dengan spesimen pelat

Data Pengamatan

Pembahasan

Kesimpulan Literatur

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Uji Tarik

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat-alat yang Digunakan

Adapun alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan percobaan praktikum uji tarik adalah

sebagai berikut:

1) Mesin uji tarik 3) Penggaris 5) Video Recorder

2) Jangla Sorong 4) Spidol

3.2.2 Bahan-bahan yang Digunakan

Adapun alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan percobaan praktikum uji tarik adalah

sebagai berikut:

1) Spesimen pelat

2) Spesimen kawat
3.3 Prosedur Percobaan

Adapun prosedur percobaan praktikum modul uji tarik adalah sebagai berikut:

1) Disiapkan alat dan bahan uji berupa pelat dan kawat.

2) Panjang awal P0 dan luas penampang A0 kawat diukur menggunakan jangka sorong.

3) Kawat dipasang pada pegangan (grip) atas dan bawah mesin uji tarik.

4) Mesin uji tarik dioperasikan dengan cara mesin uji tarik diatur panjang awal serta luas

spesimen.

5) Video recorder digunakan untuk melihat data pada display mesin uji tarik.

6) Pembebanan/penarikan dilakukan pada kawat hingga putus (break).

7) Nilai Fy, Fm, dan Ff yang terdapat pada display mesin uji tarik ditentukan dengan dilihat

dari rekaman video dan hasil yang diperoleh dicatat pada blanko percobaan.

8) Kawat dilepaskan dari mesin uji tarik dan diamati bentuk patahan yang terjadi.

9) Nilai tegangan dan regangan dihitung dari hasil uji tarik.

10) Percobaan dilakukan kembali dengan spesimen pelat.


Pengolahan data

Data benda Uji

Diameter tengah : 5 mm

Panjang Tengah : 50 mm

Panjang Total : 280 mm

KURVA REGANGAN-TEGANGAN
BAB I

Uji kekerasan
LATAR BELAKANG

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material.
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami
pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri adalah suatu keadaan dari suatu
material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali
ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu untuk
mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki
spesifikasi kualitas tertentu.

Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan, tergantung pada cara melakukan pengujian, yaitu: (1) Kekerasan
goresan (scratch hardness); (2) Kekerasan lekukan (indentation hardness); (3) Kekerasan pantulan (rebound). Untuk
logam, hanya kekerasan lekukan yang banyak menarik perhatian dalam kaitannya dengan bidang rekayasa. Terdapat
berbagai macam uji kekerasan lekukan, antara lain: Uji kekerasan Brinell, Vickers, Rockwell, Knoop, dan
sebagainya.

Penjelasan lebih lanjut mengenai uji kekerasan akan dibahas didalam makalah ini.

TUJUAN

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan bahan logam melalui pemahaman dan
pendalaman kurva hasil uji kekerasan.

BAB II

PEMBAHASAN
Pengertian uji kekerasan

Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu untuk
mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki
spesifikasi kualitas tertentu.

Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan, tergantung pada cara melakukan pengujian, yaitu: (1) Kekerasan
goresan (scratch hardness); (2) Kekerasan lekukan (indentation hardness); (3) Kekerasan pantulan
(rebound). Untuk logam, hanya kekerasan lekukan yang banyak menarik perhatian dalam kaitannya
dengan bidang rekayasa. Terdapat berbagai macam uji kekerasan lekukan, antara lain: Uji kekerasan
Brinell, Vickers, Rockwell, Knoop, dan sebagainya.

Metode-Metode Uji Kekerasan

Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya
penekanan atau penetrasi semetara dari material yang lebih keras. Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan
yang tergantung dari cara melakukan pengujian yaitu:

a. Metode Gesek (Scratch Hardness)

Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs. Metode ini merupakan perhatian utama dari
para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan lain, disusun
berdasarkan kemampuan gesekan yang satu terhadap yang lain. Mohs membagi kekerasan
material di dunia berdasarkan skala (dikenal sebagai skala Mohs). Skala bervariasi dari nilai 1
sampai 10. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia diwakili oleh:
a. Talc f. Orthoclase
b. Gipsum g. Quartz
c. Calcite h. Topaz
d. Fluorite i. Corundum
e. Apatite j. Diamond (intan)

Prinsip pengujian :

Bila suatu material mampu digores oleh Orthoclase tetapi tidak mampu digores oleh apatite
maka kekerasan mineral berada pada apatite dengan orthoclase. Kelemahan metode ini adalah ketidak
akuratan nilai kekerasan suatu material.

b. Metode Elastik /Pantul (Dynamic Hardness)


Metode ini menggunakan alat Shore Scleoroscope yang gunanya untuk mengukur tinggi
pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian
terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji.
Semakin tinggi pantulan tersebut yang ditunjukkan oleh dial pada alat pngukur maka kekerasan
benda uji dinilai semakin besar.
c. Metode Lekukan / Indentasi (Indentation Hardness)
Pengujian ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya
tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan material ditentukan oleh dalam ataupun
luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Metode ini
antara lain:

d. Metode Brinell

Diperkenalkan pertama kali oleh J.A Brinell. Pengujian kekerasan berupa


pembentukan lekukan pada logam dengan memakai bola baja berdiameter 10mm dan diberi
beban 3000kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500kg, untuk menghindari
jejak yang dalam. Untuk bahan yang keras, digunakan paduan karbida tungsten sebagai
pemerkecil terjadina distorsi indentor.
Angka kekerasan Brinell dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan. Rumus
untuk angka kekerasan tersebut adalah

BHP = =
(1)

dimana, P = beban yang diterapkan (Kg)


D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
t = kedalaman jejak (mm)
Satuan dari BHN adalah kg/mm2. Akan tetapi, BHN tidak memenuhi hukum fisika,
karena pada persamaan (1) tidak melibatkan tekanan rata-rata pada permukaan lekukan.
Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa d = D sin . Dengan memasukan harga ini ke persamaan (1),
akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan Brineel yang lain, yaitu

BHP = (2)

Gambar 1. Parameter-parameter dasar dalam pengujian Brinell

Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang tidak standar,
diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan geometris akan diperoleh, sejauh
besar sudut 2 tidak berubah. Pada persamaan (2) menunjukkan bahwa agar  dan BHN tetap
konstan.
Geometri uji Brinell adalah aksi simetrik sebagai lawan terhadap regangan bidang. Shaw dan
DelSalvo memperlihatkan bahwa daerah plastik di bawah penumbuk tumpul, berlainan dengan
slip, tetapi sangt mirip dengan daerah batas elastis-plastis berupa garis-garis tegangan gesre
maksimun konstan di bawah bola yang menekan pelat dasar

e. Metode Meyer
Kekerasan Meyer berdasarkan luas proyeksi jejak bukan luas permukaannya. Tekanan
rata-rata antara luas penumbuk (identer) dan lekukan adalah sama dengan beban dibagi luas
proyeksi lekukan.

=
Meyer mengemukakan bahwa tekanan rata-rata dapat diambil sebagai ukuran kekerasan.

Kekerasan Meyer =

Kekerasan Meyer memiliki satauan sama seperti satuan kekerasan Brinell yaitu kg/mm².
Hukum Meyer

P=k
dimaana, P= beban yang diterapkan (kg)
D= diameter lekukan (mm)
n’= konstanta bahan yang ada kaitannya dengan

pengerasan regangan.

K= konstanta bahan yang menyatakan ketahanan terhadap penembusan (penetration)

f. Metode Vickers
Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur

sangkar. Besar sudut antara permukaan-permukaan piramida yang saling berhadapan adalah .
Pengujian Vickers juga disebut sebagai uji kekerasan piramida intan. Angaka kekerasan intan didefinisikan
sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan.

DHP = =

dimana, P = beban yang diterapkan (kg)

L = panjang diagonal rata-rata (mm)

 = sudut antara permukaan intan yang berlawanan

Tipe-tipe lekukan piramida intan

a
b c
Keterangan : gambar a merupakan lekukan bantal jarum, b lekukan yang sempurna, c lekukan yang bentuk tong
karena penimbunan ke atas

g. Metode Rockwell
Uji kekerasan Rockwell sering digunakan karena cepat, bebas dari kesalahan manusia,
mampu membedakan kekerasan paling kecil pada baja yang diperkeras. U ji ini berbeda dengan
uji Brinell dan Vickers karena pada uji ini tidak menilai kekerasan suatu bahan dari diagonal
jejak yang dihasilkan tetapi dengan pembacaan langsung (direct reading). Di bawah ini adalah
contoh uji keras Rockweel yang diterapkan pada beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan
benda uji :

Gambar 3. contoh uji kekerasan dengan uji Rockwell


Berikut adalah tabel uji kekerasan berdasarkan metode-metode diat

Contoh Pengujian Kekerasan Material

Alat dan bahan :


a. Hoytom macrohardness tester (metode Brinell, Vickers, dan Rockwell).
b. Buehler Micromet 2100 series microhardness tester (metode vickers).
c. MicrometerR
d. Measrin microscope
e. Sampel uji silinder pejal dan uji tarik
Flow Chart Prosedur Pengujian

Meratakan permukaan logam dengan


amplas, kikir, atau gerinda

Memilih indentor sesuai dengan


skala kekerasan yang diinginkan
dan letakkan benda uji pada alat
uji

Mengatur beban dan memberikan


indentor yang sesuai dan memberikan
beban sesuai dengan jenis logam yang
diuji, beban baja 1840 N, Cu 613 N, dan
Al 294 N

Mengukur jejak indentor setelah


beban dilepaskan

Menghitung nilai kekerasannya


sesuai cara yang digunakan

Menentukan kekerasan pada lima


titik dan hitung rata-ratanya

Pengujian Selesai
Pembahasan

Salah satu karakter mekanik dari material logam adalah dengan

uji kekerasan. Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam

terhadap identasi (penekanan). Pengujian dilakukan pada 3 titik yang

berbeda dalam satu benda uji dan dalam percobaan ini digunakan 10

specimen yaitu : alumunium, kuningan, tembaga, silversteel, special K,

ems45, amutit besi cor/tuang, dan ST37.

Pada bahan lunak menggunakan penetrator bola baja 116 inci

(HRB) dengan jenis specimen yaitu alumunium, kuningan, tembaga.

Nilai tertinggi ditunjukan pada Spesial K dengan rata rata 80 HRB dan

yang terendah ditunjukan pada tembaga dengan rata rata 21 HRB.

Pada bahan yang sudah dikeraskan menggunakan penetrator

kerucut intan ( HRC) dengan jenis specimen yaitu silversteel, special

K, EMS45. Nilai tertinggi ditunjukan pada Silver steel dengan rata rata

63.5 HRC dan yang terendah ditunjukan pada special K dengan ratarata 41, 87 HRC.

Untuk pembebanan yang diberikan pada penetrator bola1/6 inch

( untuk bahan lunnak ) diberikan beban 100kg , untuk penetrator intan (

untuk bahan yang sudah dikeraskan ) diberikan beban 150kg.

Pada hasil kekerasan suatu baja di tiga titik yang berbeda

selalu ada penyimpangan yang terjadi, karena struktur mikro dari baja

paduan tersebut tidak selalu sama pada setiap titik. Contohnya pada

Kuningan, paduan logan besi dan tembaga distrbusi paduan di setiap

titik belum tentu sama. Begitu juga dengan logam – logam paduan

yang lain.

Anda mungkin juga menyukai