Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan

Kebutuhan Dasar Seksualitas dan Reproduksi


(Kasus Ca Serviks)

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Dasar

Di susun oleh:

Ita S. Alis (14420211039)

CI LAHAN CI INSTITUSI

(............................) (............................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Defenisi
Seksualitas sulit untuk didefinisikan karena seksualitas memiliki
banyak aspek kehidupan dan diekspresikan melalui beragam perilaku.
Definisi kata “seksualitas” dan “seks” berbeda. Seksualitas merupakan
bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana
mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain
melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun
perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, cara berpakaian,
dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman, nilai, fantasi,
emosi, sedangkan, Seks merupakan penjelasan untuk ciri organ
reproduksi atau jenis kelamin secara anatomi dan fisiologi pada laki-
laki dan perempuan, serta hubungan fisik antara individu (Aktivitas
seksual genital) (Potter dan Perry 2005)
Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk
menghasilkan keturunan selanjutnya yang bertujuan untuk
mempertahankan dan melestarikan jenis agar tidak punah. Reproduksi
pada manusia dilakukan dengan cara melakukan hubungan seksual
melalui organ reproduksi atau alat reproduksi yang secara anatomis
pada perempuan disebut vagina dan pada laki-laki disebut penis. Organ
reproduksi merupakan salah satu bagian tubuh yang sensitif dan perlu
perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik menjadi
faktor penentu dalam pemeliharaan kesehatan reproduksi (Abrori dan
Qurbaniah, 2017)
Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan sejahterah
fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari
penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan
sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Ameliana Puspita
2018).
2. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seksualitas
terdiri dari:
1. Perubahan fungsi/struktur tubuh (mis. Kehamilan, baru
melahirkan, obat-obatan, pembedahan, anomali, proses
penyakit, trauma, radiasi)
2. Perubahan biopsikososial seksualitas
3. Ketiadaan model peran
4. Model peran tidak dapat mempengaruhi
5. Kurang privasi
6. Ketiadaan pasangan
7. Kesalahan informasi
8. Kelainan seksual (mis. Hubungan penuh kekerasan)
9. Konflik nilai
10. Penganiyayaan fisik (mis. Kekerasan dalam rumah tangga)
11. Ketakutan hamil
12. Ketakutan terinfeksi penyakit menular seksual
13. Kurang terpapar informasi (SDKI 2016)

3. Patofisiologi
Alat genital dan jaringan lunak tubuh lainnya merespon terhadap
rangsangan seksual membutuhkan saraf-saraf yang terus menerus
dapat pasokan darah yang adekuat. Hormon mempengaruhi suasana
hati seksual dan fungsi fisiologis dalam ekspresi seksual. Persendian
dan otot akan menekut dan meregang ketika tubuh memberikan
ekspresi terhadap perasaan seksual. Suatu perubahan dalam salah satu
sistem ini dapat memberikan efek pada sistem yang lain. Perubahan
dalam fungsi dan struktur tubuh sebagai akibat dari suatu penyakit
mungkin tidak secara mempengaruhi seksualitas, tetapi dapat
mempengaruhi perasaan-perasaan dan persepsi pasien dalam hal
keinginan dan rangsangan.
Penyakit kronis dapat mengganggu seksualitas. Pasien yang
memiliki penyakit kronis akan memiliki sedikit energi untuk
melakukan aktivitas seksual. Perubahan vascular dan neurologis dan
menyebabkan kurang atau perubahan dalam respons orgasmus atau
disfungsi erektil. Cedera medulla spinalis mengganggu saraf dan
menghilangkan sensasi genetal, hal ini dapat menyebabkan harga diri,
citra tubuh (pengobatan bedah medis), identitas gender menurun.
Kemoterapi juga dapat menyebabkan terjadinya alopesia (kerontokan
rambut), mual hebat, letih karena kemoterapi dapat menghilangkan
keinginan melakukan aktivitas seksual. Medikasi juga dapat
menyebabkan pasien kehilangan keinginan melakukan aktivitas
seksual, seperti penggunaan obat antihipertensif (metildopa,
propranolol, dan klonidin) sering menyebabkan disfungsi erektil dan
penurunan libido (dorongan seksual) (Potter dan Perry, 2005).

4. Manifestasi Klinis
Secara umum tanda dan gejala gangguan seksual dipengaruhi oleh
adanya gangguan pada organ reproduksi, baik perempuan maupun
laki-laki sehingga dapat menyebabkan tidak memiliki keturunan,
antara lain:
1. Pada perempuan yaitu adanya gangguan kelenjar di otak yang
mengatur hormon reproduksi, indung telur tidak berfungsi dengan
normal, saluran tuba tidak terbuka sempurna, ada sesuatu di rahim,
leher Rahim tersumbat, salah posisi dam lendirnya abnormal,
masalah di vagina seperti keputihan, vagina mengejang
vaginismus, dispareunia atau nyeri senggama.
2. Pada laki-laki yang terdapat impotensi, gangguan ejakulasi, air
mani yang abnormal (normal apabila warna, bau kekentalan,
derajat keasaman, kandungan gula dalam batas normal, volume dan
jumlah spermatozoanya sedikit lebih dari 60 juta/cc air mani, dan
jumlah, sifat spermatozoa harus gesit (motilitas tinggi, gerak ekor,
gerakan maju, arah, serta kecepatan masih normal). (Nadsesul,
2009)

6. Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa pemeriksaan penunjang terhadap kesuburan organ
reproduksi perempuan dan laki-laki, antara lain:
1. Pada perempuan dapat dilakukan pemeriksaan dalam,
laboratorium, pemeriksaan suhu basal, cytology vagina, biopsy
endometrium, uji lender leher Rahim, uji pasca senggama, tiup
saluran telur (pertubasi), teropong perut laparoscopy, foto organ
reproduksi (histosalphigography).
2. Pada laki-laki dapat dilakukan pemeriksaan seperti uji
ketidakcocokan imonologis (SCMC Test, Sperm Cervical Mucus
Contact Teest) yang dilakukan ketika lender pasangan abnormal,
analisis air mani (semen analysis) dan dilakukan pemeriksaan
hormone atau bedah jika diduga ada penyakit atau kelainan yang
lain. (Nadsesul, 2009)

7. Penatalaksanaan Berdasarkan(Evidence Based Practice In Nusing)


Jurnal pertama yang berjudul “Perubahan Keluhan Seksual (Fisik
dan Psikologis) pada Perempuan Pascaterapi Kanker Serviks Setelah
Intervensi Keperawatan” menjelaskan tentang efektivitas pada
intervensi keperawatan seksual dalam mengatasi masalah keluhan
disfungsi seksual pada perempuan pascakemoradiasi kanker serviks.
Rancangan penilitian menggunakan quasy eksperiment dengan pre-
post test only with control group design.

Sampel penelitian adalah perempuan yang sedang melakukan


kunjungan pertama kali setelah melakukan terapi kanker di RSCM
Unit radioterapi dan Poliklinik Departemen Obstetrik dan Ginekologi.
Kriteria inklusi responden yaitu responden yang masih aktif secara
seksual, memili pasangan dan bersedia mengikuti penelitisan.
Responden diperoleh sebanyak 104 0rang. Format informasi personal
yang dikembangkan oleh peneliti untuk memperoleh data karakteristik
demografi responden. Indeks fungsi seksual perempuan / (FSFI) dan
kuesioner sexual satisfaction scale digunakan untuk mengukur
variabel-variabel dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan uji statistic Wilcoxon signed test dan mann
whitney u-test dengan derajat kemaknaan ɑ<0,05.
Hasil analisis statistik menunjukan nilai rerata keluhan fisik
seksual yang dibedakan terhadap lubrikasi vagina, disparenia dan nilai
rerata keluhan psikologis seksual dibedakan atas minat dan gairah
seksual, kepuasan hubungan seksual, kedekatan emosional,
keterbukaan komunikasih, kepedulian hubungan dengan pasangan, dan
kepercayaan diri. Hasil intervensi mengalami perbaikan yang lebih
besar pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok non
intervensi, karena pada kelompok intervensi telah diberikan penjelasan
dan pemahaman tentang pentingnya melakukan hubungan seksual
untuk mempercepat pemulihan kesehatan seksual mereka, intervensi
yang diberikan yaitu penggunaan booklet berisi berbagai teknik
mengurangi dyspareunia, pemberian edukasi konseling kepada para
responden untuk memperoleh bimbingan langsung, mengajarkan
latihan kegel untuk mengurangi diaparenia dan meningkatkan lubrikasi
vagina dan meminta responden mempraktikkan teknik-tekniknya.
Intervensi dari jurnal yaitu pake intervensi keperawatan seksual dapat
digunakan sebagai acuan perawat untuk mengatasi pasien dengan
gangguan seksualitas/reproduksi. ( Afiyanti dkk, 2017).
Jurnal kedua yaitu berjudul “Impact of Pelvic Floor Muscle
Training on Sexual Function of Women with Urinary Incontinence and
A Comparison Ofelectrical Stimulation Versus Standard Treatment
(IPSU Trial): A Randomised Controlled Trial” menjelaskan tentang
dampak latihan otot dasar panggul dibandingkan dengan uji coba
Ofelectrical Stimulation Versus Standard Treatment pada wanita
dengan disfungsi seksual dan inkontinensia urin. Rancangan penelitian
menggunakan Random Controlled trial. Sampel penelitian adalah
pasien wanita yang dirujuk ke perawatan sekunder dengan masalah
inkontinensia urin, dengan kriteria inklusi yaitu aktif secara seksual
usia >18 tahun dengan inkontinensia urin, pasien yang mendapatkan
skor >25% atau 33% pada domain kemih dari dimensi fungsi seksual
pasien yang bersedia menjadi responden.
Hasil penelitian didapatkan bahwa wanita yang mengalami
disfungsi seksual bersama dengan inkontinensia urin membutuhkan
fisioterapi untuk menormalkan fungsi seksual. Intervensi latihan otot
dasar panggul sebanding dengan stimulasi listrik yang memiliki
manfaat untuk meningkatkan fungsi seksualitas pada organ reproduksi
pasien. Latihan otot dasar panggul sangat bermanfaat dirasakan oleh
pasien selama latihan dan juga dapat diterapkan bersama dengan
pasangannya. Kontraksi ritmik dari dasar panggul dapat membuat
pasien mencapai orgasme. Pasien akan dapat mencapai orgasme lebih
mudah setelah mengikuti program latihan otot dasar panggul. Olahraga
latihan ini akan meningkatkan tonus otot dan memperlancar sirkulasi
yang sangat penting terhadap otot-otot yang lebih kecil didasar
panggul sehingga dapat menyatukan klitoris ketika pasien terangsang.
Intervensi dari jurnal tersebut yaitu latihan otot dasar panggul dapat
digunakan sebagai acuan perawat untuk mengatasi pasien dengan
gangguan seksualitas/reproduksi. (Jha, S., Walters, dkk 2018)

B. KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN


1. Definisi
Etik merupakan sekumpulan nilai dan aksi moral. Nilai didasarkan
pada prinsip yang dimiliki oleh perorangan atau kelompok. Aspek etik
berhubungan dengan prinsip dan konsep moral yang mengatur mana
yang baik dan mana yang buruk. Aspek legal didasarkan pada
peraturan dan regulasi yang ada pada masyarakat dan bersifat mengikat
pada setiap anggotanya.
Aspek legal etik keperawatan adalah aspek aturan keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya pada setiap tatanan pelayanan, termasuk hak dan
kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. (Irman,
Nelista, & Keytimu, 2020)

2. Prinsip Etik dalam Keperawatan


Menurut Irman, Nelista, & Keytimu (2020), ada 8 prinsip etik
keperawatan yang harus diketahui oleh perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada penerima layanan keperawatan, baik
individu, kelompok, keluarga atau masyarakat.
a. Autonomi (otonomi)
Mengacu pada hak untuk membuat keputusan sendiri.
Perawat yang menerapkan prinsip ini mengakui bahwa setiap klien
adalah unik dan memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri serta
memiliki hak untuk memilih tujuan pribadinya masing-masing.
b. Beneficience (berbuat baik)
Dimana perawat wajib menerapkan tindakan yang
menguntungkan klien dan menghindari tindakan yang merugikan
klien.
c. Nonmaleficence (tidak membahayakan)
Membahayakan dapat berarti dengan sengaja menyebabkan
kerusakan, menempatkan seorang dalam bahaya, ataupun secara
tidak sengaja menyebabkan kerusakan terhadap orang lain.
d. Justice (keadilan)
Prinsip ini mengajarkan untuk memperlakukan klien dengan
sama dan adil, kecuali jika ada pembenaran atas perlakuan yang
tidak setara.
e. Fidelity (Setia pada janji)
Perawat sebagai advokat harus menjunjung tinggi kesetiaan
dan menepati janji terhadap klien untuk memberikan perawatan
yang terbaik.
f. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini penting untuk diterapkan karena klien
membutuhkan informasi yang lengkap dan relevan untuk membuat
pilihan.
g. Confidentiality (Kerahasiaan)
Prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga dan dihormati. Segala sesuatu yang terdapat dalam status
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien
h. Accountability (Akuntabilitas)
Merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.

3. Tindakan Kelalaian dan Malpraktik


Kelalaian diartikan sebagai kegagalan seseorang dalam melakukan
perawatan dan melindungi orang lain dari bahaya. Malpraktik diartikan
sebagai kelalaian yang dilakukan oleh seorang professional dalam
memberikan perawatan bagi orang lain.
Suatu Tindakan dikatakan sebagai malpraktik atau kelalaian
apabila memenuhi kondisi berikut :
a. Ada kewajiban terhadap klien
b. Ada kegagalan untuk memenuhi kewajiban terhadap klien
c. Terhadap suatu cedera atau hasil negative akibat tidak
terpenuhinya kewajiban terhadap klien
d. Ada bahaya atau kerusakan aktual yang dialami klien yang
menerima perawatan. (Irman, Nelista, & Keytimu, 2020)
D. Pathways

Faktor penyebab: Perubahan status kesehatan (perdarahan


pasca coitus dan terdapat keputihan)

Seksualitas dan Reproduksi

Human papilloma
Virus (HPV)

Ca Serviks
Pendarahan

psikologis

Hipovolemia
Anemia
Kurang Pengetahuan

Kelemahan
Cemas/Takut

Ketidakefektifan
pola seksualitas
DAFTAR PUSTAKA

Abrori dan Qurbaniah. M. 2017. Buku Ajar Infeksi Menular seksual. Universitas
Muhammadiyah Pontianak : UM Pontianak Pers

Afiyanti, Andrijono, dan Gayatri. 2017. Perubahan Keluhan Seksual (Fisik dan
Psikologis) Pada Perempuan Pascaterapi Kanker Serviks Setelah Intervensi
Keperawatan. Jurnal Ners. 6 (1) : 68-75 (diakses pada 3 September 2018).

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing


Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing


Interventions Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.

Jha, S., Walters, S.J., Bortolami, O., Dixon, S., Alshreef, A. 2018. Impact of
Pelvic Floor Muscle Training on Sexual Function of Women with Urinary
Incontinence and A Comparison Ofelectrical Stimulation Versus Standard
Treatment (IPSU Trial): A Randomised Controlled Trial. Physiotherapy.
104 : 91-97. (diakses pada 3 september 2018).

Nadesul, H. 2009. Resep Mudah Tetap Sehat Cerdas Menaklukkan Semua


Penyakit Organ Sekarang. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Potter, P. A. & Perry, A. G. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and


Practice. Fourth Edition. USA: Mosby. Terjemahan oleh Y. Asih 2005.
Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Cetakan
Pertama. Jakarta: EGC.

Puspita, Ameliana. (2018). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja


Terhadap Pengetahuan Tentang Perilaku Seksual Remaja Di SMA X
Bandar Lampung. (diakses Oktober 2018)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016 Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi I, Dewan Pengurusan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta Selatan, 12610.

Anda mungkin juga menyukai